Anda di halaman 1dari 5

PANCASILA DALAM SUMBER HISTORIS, YURIDIS,

SOSIOLOGIS, DAN FILOSOFIS

A. Sumber Historis Pancasila Sebagai Ideologi Pancasila


Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada
sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara
Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang
pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara
lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk
memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas
saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan
namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya,
kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang
Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan
lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan
istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah
“Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut
dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam
rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh
peserta sidang secara bulat.
B. Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik
Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan
Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktik
berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89. Peneguhan
Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada pembukaan, juga dimuat
dalam Ketetapan MPR Nomor XVIIIMPR1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR
Nomor IIMPR1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
Ekaprasetya Pancakarsa dan ketetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Meskipun status ketetapan MPR tersebut saat ini sudah masuk dalam kategori
ketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena
bersifat einmalig final, telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan Pimpinan MPR
dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009- 2014, 2013: 90. Selain itu, juga ditegaskan
dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-
undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai
dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
bahwa Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan
perundangundangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang 86 terkandung
dalam Pancasila Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013:
90-91.
C. Sumber Sosiologis Pancasila Sebagai Ideologi Pancasila
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa
yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila
karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan
(materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan
objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa
untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis
(peraturan perundangundangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis
seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana
agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi
Pancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa
setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok
masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk
menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan
pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1
Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu
Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi
untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan
khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai
Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.
D. Filosofis Pancasila
Menelaah sisi filosofis Pancasila dari kacamata beberapa tokoh nasional, menurut
Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, filsafat Pancasila yang dikembangkannya sejak
tahun 1955 hingga 1965, filsafat Pancasila diartikan sebagai pondasi yang dibuat secara
mandiri oleh bangsa Indonesia lantaran poin per poin yang membentuk Pancasila,
diambil dari budaya dan tradisi-tradisi luhur bangsa Indonesia yang lahir dari hasil
akulturasi dan asimilasi budaya India (Hindu - Budha), Barat (Kristen), dan Timur
Tengah/Arab (Islam). Salah sat poin khas yang lahir dan berasal dari tanah nusantara
adalah konsep keadilan sosial yang terinspirasi dari konsep ratu adil.
Berbeda dengan Presiden Soekarno, Mantan Presiden Kedua Republik Indonesia
yakni Seoharto, filsafat Pancasila dalam butir per butir digiring menjadi Indonesia dan
mengganti cara perspektifnya dalam budaya Indonesia sehingga menghasilkan sebuah
aliran yang disebut dengan Pancasila Truly Indonesia.
Pancasila yang terdiri dari lima sila, pada hakekatnya merupakan sistem filsafat
yang memiliki fungsi nyata bagi keberlangsungan negara ini, seperti filsafat Pancasila
sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia. Bagi sebuah bangsa yang ingin berdiri
kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan yang ingin dicapainya, sangat
mungkin memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup.
Misalnya saja dalam adat pergaulan hidup yang terkandung konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang
terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
Selanjutnya, filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, dalam
hal ini Pancasila diartikan sebagai sebuah dasar nilai serta norma untuk mengatur sistem
pemerintahan atau penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila juga dapat diartikan
sebagai sebuah sumber dari segala sumber hukum, yang mana kaidah hukum negara ini
secara konstitiusional mengatur negara dan rakyat-rakyatnya, Pancasila meruapkan
pedoman untuk menjalankan hal tersebut.
Selain kedua aspek diatas, filosofis Pancasila juga diartikan sebagai Jiwa dan
Kepribadian Bangsa Indonesia. Hal ini dimaksudkan sebagai aspek pencerminan dari
garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang akan membedakan
eksistensi Indonesia dengan negara lain. Meskipun demikian, kepribadian bangsa
Indonesia tetap berakar dari kepribadian individual dalam masyarakat yang Pancasilais,
serta gagasangagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan filsafat Pancasila.
Mari bersama-sama menghayati dan mengamalkan butir per butir nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, karena di tengah pengaruh liberalis dan komunis tiada henti, tak
lekang oleh waktu bahwa eksistensi Pancasila hanya berada disetiap jengkal peranan
individu di negara ini.

Anda mungkin juga menyukai