Anda di halaman 1dari 35

Normality

& Autocorrelation
Materi 6 – Ekonometrika Terapan
Normality
Normalitas
• Salah satu asumsi penting dalam regresi OLS adalah asumsi
normalitas distribusi error.
• Dalam regresi berganda, hal penting yang perlu diperhatikan bahwa
asumsi distribusi normal pada error term, bukan distribusi normal
pada masing-masing variabel independen.
• Oleh karena itu, proses uji normalitas baru bisa dilakukan setelah
running regresi  sehingga bias di-generate nilai residual regresinya.
Dampak jika error term tidak terdistribusi normal
• Pelanggaran normalitas menimbulkan masalah dalam uji signifikansi
koefosien (menentukan apakah koefisien model berbeda secara
signifikan dari nol) dan untuk menghitung confidence interval untuk
forecasting (peramalan).
• Uji signifikansi koefisien didasarkan pada asumsi bahwa error
terdistribusi normal, jika tidak terdistribusi normal maka confidence
interval bisa menjadi terlalu lebar atau terlalu sempit.
Testing for Normality
Karakteristik distribusi Normal:
• Nilai Skewness (kemencengan) = 0
• Nilai Kurtosis (ketinggian distribusi) = 3

• Untuk menguji apakah error terdistribusi secara normal (memiliki


distribusi simetris), uji hypothesis:
H0: Error terdistribusi normal
H1: Error tidak terdistribusi normal
• Salah satu pengujian normalitas bisa menggunakan Uji Jarque-Bera
• Uji statistic Jarque-Bera:

• N: Jumlah observasi
• S: Nilai Skewness
• K: Nilai Kurtosis

• Hasil Nilai Hitung statistic JB lalu dibandingkan dengan distribusi Chi-


Square dengan degree of freedom=2.
• Dari proses ini juga diperoleh p-value Uji JB:
H0 ditolak jika p-value JB lebih kecil dibanding Level of Significant yang
dipilih  artinya Error tidak terdistribusi Normal.
Contoh aplikasi dengan Gretl
• Buka sample file  Ramanathan  data4-4 tentang penggunaan bis
umum
• Estimasi OLS model regresi:
BUSTRAVEL= a + b1 FARE + b2 GASPRICE + b3 INCOME + b4 POP + b5
DENSITY + b6 LANDAREA + e

Definisi masing-masing variable dapat dilihat di GRETL


Setelah diperoleh hasil regresi OLS  Test  Normality of residual
Akan diperoleh dua output: hasil pengujian dan Grafik distribusi residual

Dari hasil pengujian menunjukkan


bahwa:
P-value= 0.045 < level of sig. 5%

Hal ini berarti bahwa, H0: Error


terdistribusi normal ditolak. Error dari
hasil regresi OLS ini TIDAK terdistribusi
normal.
Dari hasil Grafik distribusi error juga
menunjukkan bahwa error (digambarkan
dengan histogram/ diagram batang)
memang memiliki distribusi yang tidak
simetris  bagian kanan lebih panjang.
Pelanggaran asumsi normalitas sering muncul karena:
• (a) distribusi variabel dependen dan / atau independen itu sendiri
secara signifikan tidak normal, dan / atau
• (b) asumsi linearitas dilanggar.
Dalam kasus seperti ini, transformasi variabel nonlinier (menjadi
variabel log) dapat mengatasi masalah normalitas.
Autokorelasi
Konsep Autokorelasi
• Autokorelasi: adanya hubungan linier antar error term pada
pengamatan yang berbeda.

• Adanya autokorelasi dalam error term biasanya terjadi pada data


time-series.
Konsekuensi Autokorelasi
• Mempengaruhi Property Estimator OLS
Estimator OLS tetap Linier, tidak bias, tetapi menjadi TIDAK EFISIEN
karena variance tidak minimum.
Teorema Gauss-Markov bahwa estimator OLS adalah Best Linear
Unbiased Estimator (BLUE) tidak berlaku jika ada masalah Autokorelasi.
• Mempengaruhi inference estimator OLS
Jika ada masalah autokorelasi, distribusi statistic t dan F tidak dapat
ditentukan.
Hal ini berarti bahwa uji t dan uji F menjadi tidak memadai dan bisa
mengarah pada kesimpulan yang salah.
Deteksi Autokorelasi
1. Metode Grafis
a. Buat estimasi OLS untuk model regresi
b. Hitung dan simpan residual dari hasil estimasi OLS tersebut
c. Plot residual terhadap waktu (misalnya: 1, 2, 3, 4,… dst)
d. Perhatikan apakah ada pola tertentu:
• Jika tidak ada pola tertentu menunjukkan tidak ada autokorelasi.
• Autokorelasi positif  ditunjukkan oleh pola deretan residual
positif yang diikuti deretan residual negative… dst.
• Autokorelasi negative  ditunjukkan oleh pola residual yang
bergantian, negative-positif-negative-positif… dst.
Pola residual yang menunjukkan adanya autokorelasi
Contoh identifikasi Autokorelasi secara Grafis dengan Gretl

• Contoh gunakan data greene7-8 tentang Konsumsi Minyak yang


berisi data time-series tahunan mulai 1960-1995.
• Contoh estimasi determinan konsumsi Minyak
Konsumsi Minyak= a + b1 Index Harga Minyak + b2 Pendapatan + b3
populasi + e
Dari hasil regresi OLS  Graphs  Residual Plot  Against time
Regression residuals (= observed - fitted G)
10

Hasilnya ada kemungkinan


5 Autokorelasi Positif:
• dari tahun 1960 sampai
kira-kira 1963 residual
positif,
0
• kemudian tahun 1964
residual

sampai sekitar 1969


residual negatif
-5 • Kemudian 1969 sampai
sekitar 1972 residual
positif
• Dst.
-10

-15
1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995
2. Metode Pengujian Autokorelasi
a. Uji Durbin-Watson
b. Uji Breusch-Godfrey

Untuk model regresi linier:

Hipothesis yang diuji:


H0: Tidak ada Autokorelasi
H1: Ada Autokorelasi
a. Uji Durbin-Watson
• Uji DW menguji Autokorelasi dengan menggunakan model
Autoregresi Order-1 (AR1) pada residual:

Secara umum, Autokorelasi ditentukan oleh nilai koefisien ρ


• Jika ρ = 0  Tidak ada Autokorelasi
• Jika ρ > 0  Ada Autokorelasi positif
• Jika ρ < 0  Ada Autokorelasi negatif
Dalam Uji DW ada batas nilai untuk pengujian
Untuk menentukan apakah ada autokorelasi/tidak  bandingkan p-
value Uji DW dengan Level of Significance (1%, 5% atau 10%) yang
dipilih.
• Jika p-value > Level of Significance  H0 TIDAK ditolak  TIDAK Ada
Autokorelasi
• Jika p-value < Level of Significance  H0 ditolak  Ada Autokorelasi
Contoh dengan Gretl
• Dalam Gretl, nilai Durbin-Watson akan otomatis muncul dalam hasil
regresi yang menggunakan data time-series.
• Contoh gunakan data greene7-8 tentang Konsumsi Minyak yang
berisi data time-series mulai 1960-1995.
• Contoh estimasi determinan konsumsi Minyak
Konsumsi Minyak= a + b1 Index Harga Minyak + b2 Pendapatan + b3
populasi + e
• Perhatikan nilai DW dari hasil tersebut = 0.790
• Untuk menentukan nilai p-value uji DW
Test  Durbin-Watson p-value
• Hasilnya nilai p-value: 1.34733e-006 atau 0.0000001347
• H0 ditolak pada level signifikansi 1%  Ada Autokorelasi (pada
tingkat AR1)
b. Uji Breusch-Godfrey
• Tes ini dapat digunakan untuk menguji keberadaan autokorelasi orde
pertama tetapi dirancang untuk menguji keberadaan autokorelasi
pada order yang lebih tinggi.
• Asumsikan bahwa error term mengikuti model autorregresive order
q:
Ho: ρ1 = ρ2= … =ρq=0 (Tidak ada Autokorelasi)
H1: Autokorelasi pada order q
• Hasil Uji Breusch-Godfrey dibandingkan dengan statistic Lagrange
multiplier (Chi square)
• Jika p-value > Level of Significance  H0 TIDAK ditolak  TIDAK Ada
Autokorelasi
• Jika p-value < Level of Significance  H0 ditolak  Ada Autokorelasi
Dari Hasil regresi OLS  Test  Autocorrelation  pilih Lag=1
Misalnya dengan LOS 1%:
Hasilnya p-value= 0.0002 < 0.01
H0 ditolak pada level signifikansi
1% Ada Autokorelasi
• Jika ada masalah Autokorelasi (atau kadang disebut Serial korelasi) 
perlu pendekatan regresi time series (misalnya: Auto regresi 
memasukkan lag dependen variabel).
• Untuk Regresi Time series dibahas setelah UTS.

Anda mungkin juga menyukai