Anda di halaman 1dari 51

PEDOMAN

PENYAKIT TIDAK MENULAR

MASA PANDEMI COVI-19

PUSKESMAS TUJUH ULU PALEMBANG

DINAS KESEHATAN KOTA PALEMBANG

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, Pedoman penyakit tidak menular pada masa pandemi co
vid-19 di Puskesmas Tujuh Ulu Palembang telah dapat diselesaikan. Petugas
Puskesmas Tujuh Ulu Palembang telah menyusun suatu pedoman penyakit tidak
menular di Puskesmas yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi setiap petugas
dalam menjalankan pekerjaan. Pedoman ini diharapkan dapat memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas.

Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya


kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam menyusun
pedoman ini. Saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan dan perbakikan di masa mendatang.

Akhir kata, semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan di Puskesmas Tujuh Ulu Palembang.

Palembang, 2021

Pemegang Program,

Tian Belawati, Am. Keb


NRNPNSD2519332016

2
DAFTAR ISI

Halaman

Judul……………………………………………………………………………………………… 1

KATA PENGANTAR...................................................................................................….. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………... 4

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………… 4

B. TUJUAN……………………………………………………………………………...… 9

C. SASARAN …………………………………………………………………………...… 10

D. RUANG LINGKUP…………………………………………………………………….
10
E. BATASAN OPERASIONAL…………………………………………………………..
10
BAB II STANDAR KETENAGAAN ……………………………………………………….. 13

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA…………………………………………. 13

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN………………………………………………………… 14

C. JADWAL KEGIATAN…………………………………………………………………. 15
BAB III STANDAR FASILITAS………………………………………………………………. 16

A. DENAH RUANG………………………………………………………………………. 16

B. STANDAR FASILITAS……………………………………………………………….. 16
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN…………………………………………………….. 21

A. LINGKUP KEGIATAN ……………………………………………………………...… 21

B. METODE…………………………………………………………………………......… 29

C. LANGKAH KEGIATAN……………………………………………………………….. 31
BAB V LOGISTIK…………….…………………………………………………………………. 36

BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN ATAU PROGRAM……………………. 41

BAB VII KESELAMATAN KERJA……………………………………………………………. 47

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU…………………………………………………………… 49

BAB IX PENUTUP.…………………………………………………………………………..... 52

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya bersifat kronis dan beberapa telah
mengalami kerusakan organ sehingga dapat menurunkan sistem kekebalan tu
buh penderitanya secara bertahap dan sangat rentan terhadap infeksi termasu
k yang disebabkan oleh infeksi virus COVID-19. menindaklanjuti upaya pence
gahan meluasnya penularan Corona Virus Disease 2019, maka dipandang per
lu melakukan penguatan penanganan pencegahan penularan COVID-19 pada
orang dengan faktor risiko dan penyandang PTM yang merupakan kelompok r
entan dan comorbid COVID-19.

Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya bersifat kronis dan beberapa telah
mengalami kerusakan organ sehingga dapat menurunkan sistem kekebalan tu
buh penderitanya secara bertahap dan sangat rentan terhadap infeksi termasu
k yang disebabkan oleh infeksi virus COVID-19. menindak Coronavirus Diseas
e 2019 (COVID-19) adalah penyakit saluran napas yang disebabkan oleh viru
s corona jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusi
a.

Tanda dan gejala COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut s
eperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari denga
n masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, ggal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar
kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesuitan bernafas,
dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas kedua paru.

4
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusi
a melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang yang paling beris
iko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-
19 termasuk yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standar untuk me
ncegah penyebaran infeksi adalah melaui cuci tangan secara teratur, menerap
kan etika batuk dan bersin, menghindari kontak secara langsung dengan terna
k dan hewan liar serta menghindari kontak dekat dengan siapa pun yang men
unjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin. Selain itu, men
erapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas k
esehatan terutama unit gawat darurat.

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat


substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di
suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu
negara (Sudoyo, 2006). Secara global WHO (World Health Organization)
memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan
di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industry
dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan social ekonomi masyarakat
diduga sebagai hal yang melatarbelakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular
(PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam
transisi epidemiologi (Mirza, 2009).

Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia adalah


penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun. Sekitar
80 persen kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan menegah dan
rendah. 73% kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak meniular, 35%
diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit
kanker, 6% oleh penyakit pernafasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15%
disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO,2018).

5
Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong
lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan
pengendalian PTM, khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu
strategis dalam agenda SDGs 2030 sehingga harus menjadi prioritas
pembangunan di setiap negara.

Indonesia saat ini mengahadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit


menular dan penyakit tidak menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat
dipengaruhi antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat
transisi demografi, teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan beban
akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi pola
makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan merokok serta alkohol.

Program kemenkes lainnya yang disinergikan dengan program PTM utama


adalah pengendalian gangguan indera serta yang berfokus pada gangguan
penglihatan dan pendengaranserta gangguan disabilitas. Berdasarkan data
Riskesdas 2013, prevalensi ketulian sebesar 0,09%. hasil survei prevalensi
kebutaan atas usia 50 tahun indonesia berkisar antara 1,7% sampai dengan
4,4%. Dari seluruh orang yang menderita kebutaan, 77,7% kebutaan
disebabkan oleh katarak. Penyebab lain dari kebuataan di indonesia adalah
kelainan di segmen posterior bola mata (6%), glucoma (2,9%), dan kelainan
refraksi yang tidak terkoreksi (2,3%). Pada prevalensi gangguan pendengaran
ditemukan 2,6% dan ketulian sebesar 0,09%. sedangkan pada riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 disebutkan prevalensi disabilitas
pada penduduk umur 18-59 tahun sebesar 22%.

Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada


indikator-indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, yaitu
Prevalensi tekanan darah tinggi pada penduduk usia 18 tahun keatas
meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%, Prevalensi obesitas penduduk usia 18
tahun keatas meningkat dari 14,8% menjadi 21,8%, Prevalensi merokok
penduduk usia ≤ 18 tahun meningkat dari 7,2% menjadi 9,1%.

6
Untuk data PTM lainnya menunjukkan hasil yaitu Prevalensi asma pada
penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi 2,4%, Prevalensi kanker
meningkat dari 1,4% per mil menjadi 1,8 per mil, Prevalensi stroke pada
penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 7 per mil menjadi 10,9 per mil,
Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥ 15 tahun meninhkat daei 2,0 per mil
menjadi 3,8 per mil, Prevalensi diabetes melitus pada penduduk umur ≥ 10
tahun meningkat dari 26,1 % menjadi 33,5%, Prevalensi konsumsi buah/sayur
kurang pada penduduk umur ≥ 5 tahun meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%.

Meningkatnya kasus PTM secara signifikan diperkirakan akan menambah


beban masyarakat dan pemerintah, karena penanganannya membutuhkan
biaya yang besar dan memerlukan tekhnologi tinggi. Hal ini dapat terlihat data
Badan Penyelengara Jamianan Sosial Kesehatan (BPJS) tahun 2017,
sebanyak 10.801.787 juta orang atau 5,7% peserta JKN mendapat pelayanan
untuk penyakit katastropik dan menghabiskan biaya kesehatan sebesar 14,6
triliun rupiah atau 21,8% dari seluruh biaya pelayanan kesehatan dengan
komposisi peringkat penyakit jantung sebesar 50,9% atau 7,4 triliun, penyakit
ginjal kronik sebesar 17,7% atau triliun rupiah.

Untuk itu dibutuhkan komitmen bersama dalam menurunkan morbiditas,


mortalitas dan disabilitas PTM melalui inten sifikasi pencegahan dan
pengendalian menuju Indonesia Sehat, sehingga perlu adanya pemahaman
yang optimal serta menyeluruh tentang besarnya permasalahan PTM dan
faktor risikonya pada semua pengelola program disetiap jenjang pengambil
kebijakan dan lini pelaksanaan.

Puskesmas adalah fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang bertanggung


jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerjanya.
Puskesmas Tujuh Ulu adalah salah satu dari 41 Puskesmas yang ada di
bawah Dinas Kesehatan Kota Palembang dengan wilayah kerjanya meliputi 1
kelurahan yaitu kelurahan Tujuh Ulu Kecamatan seberang Ulu Satu Kota
Palembang.

7
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
Tujuh Ulu adalah “Terwujudnya Puskesmas Tujuh Ulu sebagai pusat
pelayanan kesehatan masyarakat yang BARI dan PRIMA di Kecamatan
Seberang Ulu satu Kota Palembang”.

Berdasarkan visi Puskesmas Tujuh Ulu, maka disusunlah misi Puskemas


Tujuh Ulu sebagai berikut : 1. Meningkatkan kemitraan pada semua pihak, 2.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat,
3. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan yang bermutu prima, 4.
Meningkatkan standar pelayanan kesehatan.

Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas Tujuh Ulu


menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, salah satunya adalah pelayanan Penyakit Tidak Menular.

Dalam melaksanakan pelayanan Penyakit Tidak Menular di Puskesmas,


agar dapat berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan pasien
maka Puskesmas Tujuh Ulu perlu menyusun “PEDOMAN PENYAKIT TIDAK
MENULAR PUSKESMAS TUJUH ULU” yang dapat dijadikan sebagai
panduan bagi penanggungjawab program PTM dan Pelaksana dalam
menunaikan tugasnya memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu.

Kegiatan Pelayanan Penyakit Tidak Menular (PTM) meliputi kegiatan di


dalam maupun luar gedung Puskesmas baik Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).

8
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tersedianya acuan secara berjenjang bagi pengelola program untuk


dapat menyelenggarakan program P2PTM secara optimal di Puskesmas
Tujuh Ulu.

1. Tujuan Khusus

a. Sebagai pedoman petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan


kesehatan sesuai standar pada penderita hipertensi, diabetes melitus dan
pelayanan kesehatan priduktif

b. Sebagai pedoman pemegang program tentang cara pelaksanaan program


P2PTM di Puskesmas Tujuh Ulu

c. Sebagai pedoman pemegang program tentang cara pelaksanaan program


P2PTM di Puskesmas Tujuh Ulu sehingga tersedianya data dan informasi
epidemiologi PTM serta terlaksananya pencegahan dan pengendalian
faktor risiko PTM berbasis masyarakat secara terpadu, rutin dan periodik

d. Sebagai pedoman tim posbindu dan lintas sektor dalam pelaksaan


kegiatan Posbindu PTM, Skrining PTM, serta petugas IVA dalam
pelaksanaan IVA.

C. Sasaran

9
1. Pelayanan Kesehatan Pada Usia Produktif (Target 100%) = 11647 Oran
g
2. Pelayanan Kesehatan Pada Hipertensi (Target 100%) = 4276 Orang
3. Pelayanan Kesehatan Pada Diabetes Melirus (Target 100%) = 1165 Oran
g
4. Pelayanan Pemeriksaan IVA (Target 100%) = 2675 WUS
5. Pelayanan Kesehatan Indera (Target 100%) = 6977 Orang
6. Pelayanan Kesehatan Jiwa (ODGJ) ( Taget 100%) = 3 Orang

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan pelayanan PTM baik di


dalam gedung maupun di luar gedung di wilayah kerja Puskesmas Tujuh Ulu
meliputi, pengendalian melalui promosi dan deteksi dini serta pemantauan dan
tindak lanjut dini faktor risiko PTM, pelayanan kesehatan sesuai standar pada
pasien hipertensi dan diabetes melitus.

E. Batasan Operasional

Batasan operasional pedoman ini meliputi batasan pelaksanaan standar


pelayanan P2PTM di Puskesmas Tujuh Ulu yaitu :

a. Upaya pengendalian melalui promosi adalah kegiatan penyuluhan baik


kepada individu maupun kelompok masyarakat tentang penyakit tidak
menular dan cara pencegahan penyakit tidak menular
b. Deteksi dini adalah upaya kesehatan untuk mengenali atau menandai suatu
gejala penyakit ataupun faktor resiko dari penyakit

c. Skrining adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk menilai


apakah seseorang memiliki faktor risiko terhadap suatu masalah kesehatan

d. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif


yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas

10
kesehatan dan BPJS kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan
yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal
e. Pelaporan adalah kegiatan rutin pengumpulan data, yakni pengumpulan
data penyakit tidak menular kasus baru, pengumpulan data surveilans faktor
risiko penyakit, pengumpulan data pelaksanaan posbindu PTM

f. Tindak lanjut adalah suatu aksi atau lanjutan langkah dari kegiata

F. LANDASAN HUKUM

Sebagai dasar pelayanan P2PTM di Puskesmas Tujuh Ulu diperlukan


Peraturan Perundang-Undangan pendukung (legal aspect). Beberapa
ketentuan peraturan Perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Surat Edaran Nomor : HK.01.07/I/3402/2020 Tentang Penanganan Orang Denga
n Faktor Risiko Dan Penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM) Selama Masa P
andemi Covid-19
2. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19
3. Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2020 Tentang Penetapan Kegawatdarurata
n Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksan
aan Penanganan Pembatasan Sosial Berskala Besar
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 Tentang Pen
etapan Infeksi Covid-19 Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan wabah Dan
Upaya Penanggulangannya

6. Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK. 02.01/MENKES/202/2020 Tentang Pro


tokol Isolasi Diri Sendiri Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019

11
7. Peraturan Walikota Palembang Nomor 23 Tahun 2017 tentang Strategi Dalam
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Lingkungan
Pemerintah Kota Palembang
8. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakt Hidup Sehat
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang
Mnajemen Puskesmas
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016
Tentang Pedoman Penyelenggaran Program Indonesia Sehat Dengan
Pendekatan Keluarga
11.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Standar Pelayanan Minimal di Bidang Kesehatan
12.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular

BAB II

12
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Adapun sumber daya manusia sebagai tenaga kompeten dalam upaya


kesehatan dalam kegiatan Penyakit Tidak Menular meliputi :

1. Dokter Umum dengan kualifikasi pendidikan S1 Kedokteran


2. Dokter Gigi dengan kualifikasi pendidikan S1 kedokteran Gigi

3. Bidan dengan kualifikasi pendidikanminimal D3 Kebidanan

4. Perawat dengan kualifikasi pendidikan minimal D3 Keperawatan

5. Tenaga kesehatan lain yang terkait ( Nutritons Hyggiene Sanitasi


Psikolog )

6. Tenaga Laboratorium dengan kualifikasi pendidikan minimal D3

7. Tenaga Farmasi dengan kualifikasi pendidikan minimal D3

8. Tenaga Promkes dengan kualifikasi pendidikan minimal S1 Kesehatan


masyarakat

B. Distribusi Ketenagaan

Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Tujuh Ulu :

No Tenaga Kebutuhan Kondisi di Kelebihan /

13
Sesuai Puskesmas
kekurangan
Kesehatan Standar Tujuh Ulu

1 Dokter Umum 4 Orang 4 Orang Cukup

2 Dokter Gigi 1 Orang 1 Orang Cukup

3 Bidan 4 Orang 14 Orang Kelebihan

4 Perawat 4 orang 6 orang Kelebihan

Tenaga
5 Kesehatan 2 Orang 3 Orang Kelebihan
masyarakat

Tenaga
6 Kesehatan 1 Orang 2 Orang kelebihan
Lingkungan

Ahli teknologi
7 3 Orang 3 Orang Cukup
laboratorium

8 Tenaga gizi 1 Orang 1 Orang Cukup

9 Tenaga Farmasi 2 Orang 2 Orang Cukup

C. Jadwal Kegiatan

1. Kegiatan pelayanan Penyakit Tidak Menular dilaksanakan setiap harinya


pada unit poli umum dan untuk IVA dilaksakan pada hari sabtu di unit poli
KIA.

14
Hari Pukul

Senin s/d kamis 07.30 - 14.00

Jum’at 07.30 - 11.30

Sabtu 07.30 - 12.30

2. Kegiatan pelayanan penyakit tidak menular di luar gedung dilaksanakan


sesuai jadwal ( jadwal terlampir ).

No Kegiatan Bulan

ja feb ma apr mei jun jul agus sep okt nov de


P2PTM
n r t t s

1 Pembinaan 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x
POSBINDU (HT,
DM, KTR,
KESWA)

BAB III

SATANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

15
Pemeriksaan dan konsultasi bagi penderita penyakit tidak menular dilakukan
di Poli Balai Pengobatan (BP) dan pemeriksaan IVA di lakukan di Poli KIA.

B. Standar Fasilitas

Standar Fasilitas Pelayanan Kesehatan mengacu pada Standar Fasilitas


Pemeriksaan Umum menurut Permenkes Nomer 4 Tahun 2019 :

1. Poli KIA di Puskesmas Tujuh Ulu sudah memenuhi standar Luas, Atap,
Langit-langit, dinding, lantai, pintu dan jendela sudah memenuhi syarat.
2. Sanitasi, Ventalasi, Pencahayaan dan listrik cukup

16
3. Peralatan/Perlengkapan yang tersedia di ruang konsultasi antara lain :
a. Meja
b. Kursi
c. Media KIE (Poster)
d. Alat pemeriksaan PTM (HT, DM, KTR, IVA, INDERA, KESWA)
e. Buku register pasien dan Alat tulis kantor

Jumlah minimal
Kondisi di Kelebihan /
NO Jenis Peralatan di Puskesmas
Puskesmas Kekurangan
Non Rawat Inap

I. Set Pemeriksaan PTM

1 Bak Instrumen dengan tutup 1 Buah 1 Buah Cukup

2 Baki Logam Tempat Alat Steril 1 Buah 1 Buah Cukup


Bertutup
3 Mangkok untuk Larutan 1 Buah 1 Buah Cukup

4 Meja Instrumen / Alat 1 Buah 1 Buah Cukup

5 Meja Periksa Ginekologi dan 1 Buah 1 Buah Cukup


kursi pemeriksa
6 Spekulum Vagina (Cocor 3 Buah 13 Buah Cukup
Bebek) Besar
7 Spekulum Vagina (Cocor 2 buah 12 Buah Cukup
Bebek) Kecil
8 Spekulum Vagina (Cocor 5 Buah 15 Buah Cukup
Bebek) Sedang
9 Spekulum Vagina (Sims) 1 Buah 1 Buah Cukup

10 Sphygmomanometer Dewasa 1 Buah 1 Buah Cukup

11 Stand Lamp untuk tindakan 1 Buah 1 Buah Cukup

12 Stetoskop Dewasa 1 Buah 1 Buah Cukup

13 1 Buah 1 Buah Cukup


Tampon Tang
14 1 Buah 1 Buah Cukup
Tempat Tidur Periksa
15 1 Buah 1 Buah Cukup
Termometer Dewasa
16 Timbangan Dewasa 1 Buah 1 Buah Cukup

17
II. Bahan Habis Pakai

1 Alkohol Sesuai Sesuai Cukup


kebutuhan kebutuhan

2 Cairan Desinfektan Sesuai Sesuai Cukup


kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
3 Kain Steril kebutuhan kebutuhan
Cukup

Cukup
Sesuai Sesuai
4 Kapas kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
5 Kasa Non Steril Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
6 Kasa Steril Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
7 Lidi kapas Steril Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
8 Lubrikan gel Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
9 Masker Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
10 Cairan Asam Asetat Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
11 Sabun Tangan atau Antiseptik Cukup
kebutuhan kebutuhan

Sesuai Sesuai
12 Sarung tangan Cukup
kebutuhan kebutuhan

III. Perlengkapan PTM

18
1 Bantal
1 Buah 1 Buah Cukup

2 Baskom Cuci Tangan


1 Buah 1 Buah Cukup

3 Celemek Plastik
1 Buah 1 Buah Cukup

4 Kasur
1 Buah 1 Buah Cukup

5 Lemari Alat
1 Buah 1 Buah Cukup

6 Lemari Obat
1 Buah 1 Buah Cukup

7 Meteran (untuk mengukur tinggi li 1 Buah 1 Buah Cukup


ngkar perut)
8 Perlak 2 Buah 2 Buah Cukup

9 Sarung Bantal 2 Buah 2 Buah Cukup

10 Selimut 1 Buah 1 Buah Cukup

11 Seprei 2 Buah 2 Buah Cukup

12 Sikat untuk Membersihkan 1 Buah 1 Buah Cukup


Peralatan
Tempat Sampah Tertutup yang
13 dilengkapi dengan injakan 2 Buah 2 Buah Cukup

pembuka penutup
14 Tirai 1 Buah 1 Buah Cukup

15 Toples Kapas / Kasa Steril 1 Buah 1 Buah Cukup

16 Tromol Kasa / Kain Steril 1 Buah 1 Buah Cukup

17 Waskom Bengkok Kecil 1 Buah 1 Buah Cukup

IV. Pencatatan dan pelaporan

Sesuai Sesuai
1. Formulir FR-PTM Cukup
Kebutuhan Kebutuhan

19
Sesuai Sesuai
2. Formulir Informed Consent Cukup
Kebutuhan Kebutuhan

Sesuai Sesuai
3. Formulir Pemeriksaan IVA Cukup
Kebutuhan Kebutuhan

Sesuai Sesuai
4. Formulir SRQ Cukup
Kebutuhan Kebutuhan

Sesuai Sesuai
5. Formulir Laporan Cukup
Kebutuhan Kebutuhan

Sesuai Sesuai
6. Formulir Rujukan Cukup
Kebutuhan Kebutuhan

BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup kegiatan

20
1. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) :
Kegiatan berupa konsultasi pasien, pemberian obat sesuai kebutuhan
pasien yang tersedia di Puskesmas atau dirujuk.

1.1 Pelayanan kesehatan pada usia produktif


a. Pernyataan Standar
Setiap warga negara usia 15 tahun sampai 59 tahun mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar. Pemerintah daerah Kabupaten/kota
wajib memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk edukasi dan
skrining kesehatan sesuai standar kepada warga negara usia 15-59 tahun
di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun.
b. Pengertian
Pelayanan kesehatan pada usia produktif sesuai standar meliputi :

1. Edukasi kesehatan termasuk keluarga berencana


2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak menular

c. Mekanisme Pelayanan
1. Penetapan sasaran usia produktif ( berusia 15-59 tahun ) di wilayah
kabupaten/kota dalam satu tahun menggunakan data proyeksi BPS
atau data riil yang diyakini benar, dengan mempertimbangkan estimasi
dari hasil survei/riset yang terjamin validitasnya, yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
2. Pelayanan edukasi pada usia proktif adalah Edukasi yang dilaksanakan
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan/atau UKBM

3. Pelayanan Skrining faktor risiko pada usia produktif adalah skrining


yang dilakukan minimal 1 kali dalam setahun untuk penyakit menular
dan penyakit tidak menular meliputi :

a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut

b) Pengukuran tekanan darah

c) Pemeriksaan gula darah

21
d) Anamnesa perilaku berisiko

1. Tindaklanjut hasil skrining kesehatan meliputi :

a) Melakukan rujukan jika diperlukan

b) Memberikan penyuluhan kesehatan

2. Wanita usia 30-50 tahun yang sudah menikah atau mempunyai riwayat
berhubungan seksual berisiko dilakukan pemeriksaan SADANIS dan
cek IVA

1.2 Pelayanan kesehatan penderita hipertensi


a. Pernyataan Standar
Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar kepada seluruh penderita
hipertensi usia 15 tahun ke atas sebagai upaya pencegahan sekunder
di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun.

b. Pengertian

Pelayanan kesehatan pada penderita hipertensi sesuai standar meliputi


:

1. Pengukuran tekanan darah


2. edukasi

c. Mekanisme Pelayanan
1. Penetapan sasaran penderita hipertensi ditetapkan oleh Kepala
daerah dengan menggunakan data RISKESDAS terbaru yang di
tetapkan oleh Menteri Kesehatan
2. Pelayanan kesehatan hipertensi adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar yang meliputi :

22
a) Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal satu kali sebulan di
fasilitas pelayanan kesehatan

b) Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau kepatuhan minum obat

c) Melakukan rujukan jika diperlukan

d) Tekanan Darah Sewaktu (TDS) lebih dari 140 mmHg


ditambahkan pelayanan farmakologi

1.3 Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitrus ( DM )


a. Pernyataan Standar
Setiap penderita diabetes melitus mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar kepada seluruh penderita diabetes
melitus ( DM ) usia 15 tahun ke atas sebagai upaya pencegahan
sekunder di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun.

b. Pengertian

Pelayanan kesehatan pada penderita diabetes melitus sesuai standar


meliputi :

1. Pengukuran gula darah


2. Edukasi

3. Terapi farmakologi

23
c. Mekanisme Pelayanan

1. Penetapan sasaran penderita diabetes melitus ditetapkan oleh


Kepala Daerah dengan menggunakan data RISKESDAS terbaru
yang di tetapkan oleh Menteri Kesehatan
2.Pelayanan kesehatan diabetes melitus adalah pelayanan kesehatan
sesuai standar yang meliputi :

a) Pengukuran gula darah dilakukan minimal satu kali sebulan di


fasilitas pelayanan kesehatan

b) Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau Nutrisi

c) Melakukan rujukan jika diperlukan

d) Gula Darah Sewaktu (GDS) lebih dari 200 mg/dl ditambahkan


pelayanan terapi farmakologi

1.4 Pelayanan kesehatan jiwa


a. Pernyataan Standar
Setiap orang dengan gangguan jiwa berat mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar. Pemerintah daerah Kabupaten/Kota wajib
memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar kepada seluruh orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat sebagai upaya pencegahan sekunder
di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun.

b. Pengertian

24
Pelayanan kesehatan pada ODGJ berat sesuai standar bagi psikotik akut
dan Skizofrenia meliputi :
1. Pemeriksaan kesehatan jiwa
2. Edukasi

c. Mekanisme Pelayanan
1.Penetapan sasaran pada ODGJ berat ditetapkan oleh Kepala Daerah
dengan menggunakan data RISKESDAS terbaru yang di tetapkan oleh
Menteri Kesehatan.
2.Pemeriksaan kesehatan jiwa meliputi:
a) Pemeriksaan status mental
b) Wawancara
c) Edukasi kepatuhan minum obat.
d) Melakukan rujukan jika diperlukan

1.5 Deteksi dini kanker


a. Pengertian
Kegiatan deteksi dini kanker adalah kegiatan deteksi dini kanker payudara
dan kanker leher rahim pada wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang
pernah berhubungan seksual, yang dilakukan di FKTP.

b. Mekanisme pelayanan
1. Petugas memastikan identitas pasien dan kelengkapan informed consent
2. Petugas melakukan anamnesa kepada pasien

25
3. Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
4. Petugas melakukan pemeriksaan vital sign
5. Petugas meminta pasien untuk menanggalkan pakaian dari pinggang
hingga lutut untuk menggunakan kain yang sudah disiapkan
6. Petugas mengatur posisi paien dan menyalakan lampu sorot
7. Petugas mencuci tanagn dan memakai handscoon
8. Petugas melakukan vulva hygiene
9. Petugas melakukan pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
dan melihat serviks
10. Petugas membersihkan serviks dan mengoleskan asam asetat
11. Petugas melihat apakah ada perubahan warna pada leher rahim
Jika tidak, jelaskan kepada pasien kapan harus kembali untuk mengulangi
pemeriksaan ulang
Jika ya, tentukan metode tata laksana yang akan dilakukan untuk
pemeriksaan lanjut
12. Petugas melakukan dekontaminasi alat
13. Petugas memnita pasien untuk memasang kembali pakaiannya
14. Petugas mencuci tangan

1.6 Kawasan tanpa rokok


a. Kegiatan meliputi :

1. Penetapan KTR

2. Memenuhi 8 indikator penerapan KTR

3. Upaya berhenti merokok (UBM)

b. Tahapan dalam kegiatan UKM yaitu penjadwalan kegiatan KTR

26
c. Mekanisme pelayanan :

1. Petugas menyiapkan alat-alat skrining kesehatan

2. Petugas melakukan anamnesa

3. Petugas melakukan pemeriksaan dengan alat micro CO/smokerlyzer

4. Petugas melengkapi pencatatan dan pelaporan

1.7 Kesehatan Indera

a. Konseling dan penyuluhan

Konseling dan penyuluhan dilakukan di Posyandu atau kunjungan Upaya


Kesehatan Kerja ( UKK )

1. Petugas memberikan salam dan menyapa kepada klien dengan sopan


2. Petugas menanyakan kepada klien informasi tentang dirinya

27
3. Petugas membantu menentukan pilihan sesuai kebutuhan klien

4. Petugas menjelaskan secara lengkap tentang hal-hal yang berkaitan


dengan pilihannya

5. Petugas meminta klien untuk datang kembali bila diperlukan

b. Pelayanan dengan momen khusus

Pelayanan momen khusus dilakukan dalam bentuk kegiatan skrining


program indera

1. Petugas mempersiapkan tempat dan alat kesehatan yang akan digunakan


2. Petugas melakukan anamnesa

3. Petugas melakukan pemeriksaan

4. Petugas memberikan pelayanan sesuai prosedur

5. Petugas melengkapi pencatatan

B. Metode

Metode pelayanan kesehatan penyakit tidak menular ( PTM ) yang dilakukan


di Puskesmas Tujuh Ulu Palembang menggunakan metode :

1. Perencanaan

Perencanaan akan hasil penentuan prioritas, rumusan tujuan, rumusan


intervensi dan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan
kegiatan penyakit tidak menular ( PTM ) hendaknya terintegrasi dengan
kegiatan perencanaan di wilayah kerja puskesmas. Kegiatan perencanaan
terdiri dari, sebagai berikut :

28
a. Menentukan prioritas masalah
b. Menentukan tujuan

c. Menentukan kegiatan

d. Menyusun jadwal kegiatan

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan upaya yang akan dilakukan sesuai dengan


rencana kegiatan. Kegiatannya merupakan implementasi dari kegiatan
terpilih. Mekanisme pelaksanaan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
sebagaimana dijelaskan di lingkup kegiatan di atas.

3. Monitoring

Monitoring adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetaui sejauh mana


pencapaian dan pelaksanaan program penyakit tidak menular ( PTM ) di
puskesmas. Monitoring dapat dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan
bailk dalam gedung maupundi luar gedung.

Mekanisme monitoring dapat dilakukan dengan cara melakukan pelaporan


pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan lingkungan di Puskesmas,
yang disampaikan oleh pengelola program pelayanan penyakit tidak
menular ( PTM ) di Puskesmas kepada kepala puskesmas setiap bulannya (
secara langsung ataupun melalui mini lokakarya bulanan puskesmas )

4. Evaluasi

Evaluasi sebaiknya dilakukan di setiap tahapan mulai dari perencanaan,


pelaksanaan dan hasil evaluasi dilakukan pada setiap pertengahan dan
akhir tahun untuk menilai proses dan hsil pelaksanaan kegiatan pelayanan
program penyakit tidak menular ( PTM )di puskesmas. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menilai sejauh mana kemajuan kegiatan dan hasil yang

29
dicapai. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja program
pelayanan program penyakit tidak menular ( PTM ) di Puskesmas Tujuh Ulu.

5. Pelaporan

Menyampaikan laporan kegiatan pelayanan program penyakit tidak menular


( PTM ) secara berkala Kepala Dinas Kesehatan Kota. Laporan kegiatan
pelayananan penyakit tidak menular ( PTM ) merupakan bahan
pertimbangan untuk menetapkan kebijakan dalam skala kota. Bila pasien
yang diberikan pelayanan penyakit tidak menular ( PTM ) adalah anggota
masyarakat yang bertempat tinggal diluar wilayah Puskemas, maka Kepala
Puskesmas akan melaporkana kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat untuk ditindaklanjuti. Pencatatan dan pelaporan kegiatan
pelayanan program penyakit tidak melura ( PTM ) di Puskesmas terintegrasi
dengan sistem informasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

C. Langkah Kegiatan

1. Pengkajian Awal

Ketika pasien diterima di Puskesmas untuk memperoleh pelayanan perlu


dilakukan kajian awal yang lengkap dalam menetapkan alasan kenapa
pasien perlu mendapat pelayanan klinis di Puskesmas. Pada tahap ini,
Puskesmas membutuhkan informasi khusu dan prosedur untuk mendapat
informasi, tergantung pada kebutuhan pasien dan jenis pelayanan yang
harus diberikan. Kajian dilaksanakan oleh setiap disiplin dalam lingkup
praktik, profesi, perizinan, undang-undang dan peraturan terkait atau
sertifikasi. Dalam hal ini, pengkajian awal dilakukan dengan prinsip SOAP,
yaitu :

30
 Subyektif

Data subyektif pasien didapatkan dari anamnesa pasien / keluarganya.


Data subyektif antara lain membuat keluhan utama, keluhan tambahan,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat alergi, informasi lainnya yang dibutuhkan untuk
membantu menegakkan diagnosa.

 Obyektif

Data obyektif pasien didapatkan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh


petugas terhadap pasien, baik pemeriksaan fisik maupun penunjang.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan anatara alain : keadaan umum,
kesadaran, tanda-tanda vital, status generalis, status lokalis, dan
pemeriksaan fisik lain yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa.

Pemeriksaan penunjang dilakukan apabila dibutuhkan untuk


menegakkan diagnosa, misalnya pemeriksaan laboratorium, dan
sebagainya. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan tetapi tidak dapat
dilakukan di Puskesmas Tujuh Ulu, maka dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan lain yang bekerja sama dengan Puskesmas Tujuh
Ulu.

 Assesment

Temuan pada kajian awal dapat digunakan untuk menegakkan


diagnosis dan menetapkan pelayanan / tindakan sesuai kebutuhan serta
rencana tindak lanjut dan evaluasinya.

Temuan dan kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat


keputusan perlunya review / kajian ulang pada situasi yang meragukan.

31
 Planning (Perencanaan Layanan)

Rencana layanan ditetapkan berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan


dalam bentuk diagnosis. Dalam menyusun rencana layanan perlu
dipandu oleh standar pelayanan medis dan standar asuhan
keperawatan.

1. Perencanaan Layanan Klinis

Rencana layanan ditetapkan berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan


dalam bentuk diagnosis. Dalam menyusun rencana layanan perlu dipandu
oleh standar pelayanan medis dan standar asuhan keperawatan.

Pasien punya hak untuk mengambil keputusan terhadap layanan yang akan
diperoleh. Pasien/keluarga diberi peluang untuk bekerjasama dalam
menyusun rencana layanan klinis yang akan dilakukan. Dalam menyusun
rencana layanan tersebut harus memperhatikan nilai-nilai budaya yag
dimiliki oleh pasien.

Pada kondisi tertentu pasien membutuhkan layanan terpadu yang


melibatkan tim kesehatan. Rencana layanan terpadu meliputi : tujuan
layanan yang akan diberikan, pendidikan kesehatan pada pasien dan/atau
keluarga pasien, jadwal kegiatan, sumber daya yang akan digunakan, dan
kejelasan tanggung jawab tiap anggota tim kesehatan dalam melaksanakan
layanan. Pelaksanaan layanan terpadu antar profesi dilaksanakan dengan
rujukan internal Puskesmas.

2. Persetujuan tindakan medis (informed consent)

32
Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang
pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informed
consent/informed choice. Untuk menyetujui/memilih tindakan, pasien harus
diberi penjelasan/konseking tentang hal yang berhubungan dengan
pelayanan yang direncanakan, karena dieperlyakan untuk suatu keputusan
persetujuan.

Informed consent dilakukuan sebelum suatu tindakan atau pengobatan


tertentu yang berisiko. Pasien dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan,
prosedur, dan pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan
bagaimana mereka dapat memberikan persetujuan secara tertulis pada
lembar inform consent.

3. Penyuluhan/edukasi pasien dan/atau keluarga

Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama antara
petugas kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga perlu
mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait dengan
penyakit dan kebutuhan klinis pasien, oleh karena itu penyuluhan dan
pendidikan pasien/keluarga perlu dipadukan dalam pelayanan klinis.

Setiap kali selesai melakukan edukasi kepada pasien/keluarga maka


dilakukan penilaian terhadap efektivitas penyampaian informasi kepada
pasien/keluarga pasien agar mereka dapat berperan aktif dalam proses
layanan dan memahami konsekuensi layanan yang diberikan. Hasil
pelaksanaan edukasi ditulis di dalam lembar catatan penyampaian edukasi
dan disimpan di dalam berkas rekam medis.

33
4. Perencanaan Rujukan

Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, maka pasien
harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan pelayanan
yang dibutuhkan oleh pasien. Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk
memperoleh informasi tentang rencana rujukan. Informasi tentang rencana
rujukan harus disampailkan dengan cara yang mudah dipahami oleh
pasien/keluarga pasien.

Informasi tentang rencana rujukan diberikan kepada pasien/keluarga pasien


untuk menjamin kesinambungan pelayanan. Informasi yang perlu
disampaikan kepada pasien meliputi : alasan rujukan, fasilitas kesehatan
yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya, jika ada, sehingga
pasien/keluarga pasien dapat memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih,
serta kapan rujukan harus dilakukan.

Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai kondisi


pasien dikirimbersama pasien. Salainan resume pasien tersebut diberikan
kepada fasilitas kesehatan penerima tujuan rujukan bersama dengan
pasien. Resume tersebut memuat kondisi klinis pasien, prosedur dan
pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut.

5. Tata laksana tindak lanjut pasien rujuk balik

Jika puskemas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas


kesehatan yang lebih tinggi atau fasilitas kesehatan lain, maka perlu
dilakukan tindak lanjut terhadap pasien melalui proses kajian, dan sesuai
prosedur yang berlaku, dengan memperhatikan rekomendasi tindak lanjut
dari sarana kesehatan yang memberikan umpan balik rujukan.

6. Pengelolaan dan pemberian obat

34
Sebagai pelaksana pelayanan kesehatan memberikan pelayanan
pemberian obat kepada pasien

7. Pemantauan pengobatan pada pasien

BAB V

LOGISTIK

Manajemen logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan mengenai


perencanaan, penetuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan
serta penghapusan material atau alat-alat kesehatan. Tujuan dari manajemen
logistik adalah tersedianya setiap bahan setiap saat dibutuhkan, baik
mengenai jenis, jumlah maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien.
Dengan demikian manjemen logistik dapat dipahami sebagi proses
pergerakkan dan pemberdayaan semua sumber daya yang memiliki dan atau
potensial untuk dimanfaatkan, untuk operasional, secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu untuk menilai apakah pengelolaan logistik sudah memadai

35
adalah dengan menilai apakah sering terjadi keterlambatan dan atau bahan
yang dibutuhkan tidak tersedia, berapa kali frekuensinya, berapa banyak
persediaan yang menggangur (idle stock) dan berapa lama hal itu terjadi,
berapa banyak bahan yang kadaluarsa atau rusak atau tidak dapat dipakai
lagi.

Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan :

A. Perencanaan Kebutuhan

Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar


kebutuhan bahan logistik yang diperlukan untuk periode waktu tertentu,
biasanya untuk satu tahun. Ada dua cara pendekatan yang digunakan
dalam perencanaan kebutuhan obat, yaitu :

1. Dengan memenuhui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata


dipergunakan dalam periode waktu yang lalu :

a. Jumlah sisa/persediaan pada awal periode

b. Jumlah pembelian pada periode waktu

c. Jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode

d. Membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistik, dikaitkan dengan


kinerja yang dicapai

e. Membuat analisa kelancaran penyediaan bahan logistik, misalnya


frekuensi barang yang diminta ”habis” atau tidak ada penyediaan jumlah
barang yang menumpuk, serta penyebab terjadinya keadaan tersebut.

2. Dengan melihat program kerja yang akan datang :

36
a. Membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang pelaksanaan
kegiatan pelayanan, pola penyakit, target kinerja kerja

b. Memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisasi bahan,


ataupun kebijakan dlam pengaduan. (untuk obat misalnya ada
formularium, untuk pengadaan di puskesmas)

c. Menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan persediaan awal, baik


meliputi jenis, jumlah maupun spesifikasi logistik)

d. Memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan barang

B. Penganggaran

Fungsi berikutnya adalah penganggaran, yaitu menghitung kebutuhan


sesuai dengan kebutuhan pengadaan bahan logistik

C. Pengadaan

Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan


untuk mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan

D. Penyimpanan

Fungsi berikutnya adalah penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi


penerimaan barang. Secara garis besar yang harus dicek kebenarannya
adalah :

1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu


penyerahan barang terhadap surat pesan (SP) dan surat perintah kerja
(SPK)

37
2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna, kemasan, bau,
noda dan sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas bahan

3. Kesesuaian waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu surat pesan


(SP)

Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita cara


penerimaan (BAP) barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan barang/bahan
logistik ada beberapa jenis barang logistik, yaitu biasanya tidak langsung
disimpan digudang, akan tetapi diterimakan langsung kepada pengguna. Yang
penting adalah bahwa mekanisme ini harus diatur sedemikian rupa sehingga
tercipta internal check (saling uji secara otomatis) yang memadai, yang
dietetapkan oleh yang berwenang (pimpinan).

Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi.


Beberapa keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini adalah :

1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif, karena sering terjadi


kesulitan memperkirakan kebutuhan secara akurat
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)

3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga


bahan

4. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai

5. Untuk mempercepat pendisribusian

Metode yang sering digunakan dalam pengendalian persediaan di


Puskesmas adalah

38
dengan meprhatikan sifat barang/obat, apakah termasuk barang vital, esensial
atau normal (VEN System). Digabungkan dengan apakah barang tersebut fast
atau slow moving. Selama periode tertentu kemudian dihitung kebutuhan atau
penggunaan, sehingga diketahui rata-rata penggunaan per bulan juga
fluktuasi permintaannya. Dari perhitungan itu secara empiris, dapat ditentukan
berapa besar jumlah.

1. Persediaan minimal/jenis barang perbulan


2. Persediaan maksimal/jenis barang perbulan

3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock)

Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first out).


Khusus di Puskesmas seharusnya FIFO juga dibaca sebagai first expired first
out (FEFO). Mana yang mempunyai masa kadaluarsa pendek/singkat harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang.

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan pelayanan


kesehatan Ibu dan Anak tersebut direncanakan dalam pertemuan lokakarya
mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan kegiatan yang
akan dilaksanakan.

39
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN / PROGRAM

Keselamatan pasien ( patient safety ) adalah suatu system dimana


psukesmas membuat asuhan kebiadan lebih awal. Hal ini termasuk asesmen
resiko, identifikasi dan pengolahan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan anilsa insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
implementasi solusi untuk menimbulkan timbulnya resiko. System ini mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oelh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

A. Tujuan

Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas


pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek
pelayanan yang disediakan oelh fasilitas pelayanan kesehatan.

40
B. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien

Kriteria standar keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan meliputi :

a. Pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien


masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan
b. Koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan

c. Koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk memfasilitasi


dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi,
rujukan, dan tindak lanjut lainnya
d. Komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga
tercapai proses koordinasi yang efektif.

C. Standar Keselamatan Pasien fasilitas Pelayanan Kesehatan

Standar keselamatan pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan


penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi,

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :

1. Hak pasien untuk mendapat informasi

1. Mendidik pasien dan keluarga tentang hak dan kewajiban pasien

2. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

3. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi


dan program peningkatan keselamatan pasien

41
4. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien

5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

6. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

D. Sasaran Keselamatan Pasien

Untuk meningkatkan keselamatan pasien perlu dilakukan pengukuran terhadap


sasaran-sasaran keselamatan pasien. Indikator pengukuran sasaran
keselamatan pasien seperti pada tabel berikut ini :

No Indikator Sasaran Keselamatan Pasien Puskemas Tujuh Ulu Target

1 Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien 100%

2 Peningkatan komunikasi efektif 100%

3 Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien 100%

4 Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan 100%


keperawatan

5 Pengurangan terjadinya risiko infeksi di Puskesmas 100%

6 Mengurangi resiko cedera pasien akibat terjatuh 100%

1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien

Identifikasi pasien yang tepat meliputi tiga detail wajib, yaitu: nama, umur,
nomor rekam medis pasien. Kegiatan identifikasi pasien dilakukan pada saat

42
pendaftaran, pemberian obat, pengambilan spesimen atau pemberian
tindakan

2. Peningkatan komunikasi efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang
dipahami oleh resipien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan, atau tertulis.

Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah


diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon. Komunikasi lain
yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
klinis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan untuk melaporkan
hasil pemeriksaan segera/cito

3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien

Ketepatan pemberian obat kepada pasien dimaksudkan agar tidak terjadi


kesalahan identifikasi pada saat memberikan obat kepada pasien.
Pengukuran indikator dilakukan dengan cara menghitung jumlah pasien yang
dilayani oleh bagian farmasi dikurangi kejadian kesalahan pemberian obat
dibagi jumlah seluruh pasien yang mendapat pelayanan obat.

4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan

Dalam melaksanakan tindakan medis dan keperawatan, petugas harus selalu


melaksanakannya dengan prosedur yang telah ditetapkan. Identifikasi pasien
yang akan mendapatkan tindakan medis dan keperawatan perlu dilakukan
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian prosedur

43
5. Pengurangan terjadinya risiko infeksi di Puskesmas

Agar tidak terjadi risiko infeksi, maka semua petugas Puskesmas Tujuh Ulu
wajib menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan 7 langkah
dengan menggunakan sabun dan air mengalir. 7 langkah cuci tangan pakai
sabun (CTPS) harus dilaksanakan pada keadaan, yaitu :

a. Sebelum kontak dengan pasien


b. Setelah kontak dengan pasien

c. Sebelum tindakan aseptik

d. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

E. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai
kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman.
Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien, melalui perencanaan
kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan

44
membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan
jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat.

Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan budaya adil


dan terbuka
b. Memimpin dan mendukung staf. Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang
keselamatan pasien diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan anda

c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Bangun sistem dan proses


untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya
kesalahan

d. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda mudah untuk


melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun eksternal (naisonal)

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien kembangkan cara-cara


berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf


untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang
bagaimana terjadi insiden

g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.


Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau
sistem.

45
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Dalam mengurangi dan mencegah bahaya yang akan terjadi, setiap


pemegang program harus mengerjakan pekerjaannya dengan hati-hati, mengenali
bahan potensial berbahaya dan penanggungannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja di Puskesmas Tujuh Ulu adalah segala


kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi
sumber daya manusia di Puskesmas, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Puskesmas melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja di Puskesmas.

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan rawat jalan, dan kasus darurat di ruang tindakan. Standar pelaksanaan
K3 di Puskesmas, yaitu :

 Pengenalan potensi bahaya dan pengendalian resiko K3 di fasyankes


 Penerapan kewaspadaan standar

 Penerapan prinsip ergonomi

46
 Pemeriksaan kesehatan berkala

 Pemberian imunisasi

 Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di Puskesmas

 Pengelolaan sarana dan prasarana puskesmas dari aspek keselamatan dan


kesehatan kerja
 Pengelolaan peralatan medis puskesmas dari aspek keselamatan dan
kesehatan kerja

 Kesiap siagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana termasuk


kebakaran

 Pengelolaan bahan berbahaya, beracun dan limbah bahan berbahaya dan


beracun

 Pengelolaan limbah domestik

47
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu pelayanan klinis merupakan kegiatan untuk mencegah


terjadinya masalah terkait pelayanan pengobatan atau mencegah terjadinya
kesalahan pengobatan/medikasi (mediction error), yang bertujuan untuk
keselamatan pasien.

Unsur-unsur yang mempengaruhui mutu pelayanan sebagai berikut :

a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
ketersediaan dana, dan standar prosedur operasional
b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama

c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manjemen, buadaya, respon, dan


tingkat pendidikan masyarakat.

Pengendalian mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program pengendalian


mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

Kegiatan pengendalian mutu pelayanan klinis meliputi :

a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu standar
b. Pelaksanaan, yaitu :

48
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksana rencana kerja (membandingkan
antara capaian dengan rencana kerja)

2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian

c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :

1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar

2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan

Indikator SPM Program Penyakit Tidak Menular adalah sebagai berikut :

No Indikator Target Cara Pengukuran

1 Pelayanan Kesehatan Pada Usia 100 %


Jumlah usia produktif 15-59 tahun x 100%
Produktif Sesuai Standar

2 Pelayanan Kesehatan Penderita 100% Jumlah penduduk usia produktif + Jumlah pen
Hipertensi Sesuai Standar duduk usia lansia x 31,2%

3 Pelayanan Kesehatan Penderita 100% Jumlah penduduk usia produktif + Jumlah pen
Diabetes Melitus (DM) Sesuai duduk usia lansia x 8,5

Standar

4 Pelayanan Kesehatan Orang 100% 0,2 % x Jumlah Penduduk


dengan Gangguan Jiwa Berat
(ODGJ) Sesuai Standar

49
Indikator Kinerja Program PTM adalah sebagai berikut :

No Indikator Target Cara Pengukuran

1 Program IVA 100 % Jumlah wanita usia subur yang periksa IVA x100%

Jumlah sasaran wanita usia subur usia 30-50 tahun

2 Program Kawasan 100 % Jumlah lokasi telah melakukan KTR x 100 %


Tanpa Rokok
(KTR)

3 Program Indera 100% 40 % x Jumlah penduduk

50
BAB IX

PENUTUP

Pedoman Penangulangan Penyakit Tidak Menular (PTM) Puskesmas


Tujuh Ulu ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan penangulangan Penyakit
tidak menular (PTM) di Puskesmas Tujuh Ulu. Untuk keberhasilan pelaksanaan
pelayanan diperlukan komitmen dan kerja sama semua pihak.

Hal tersebut akan menjadikan pelayanan Penyakit Tidak Menular (PTM)


di Puskesmas Tujuh Ulu semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh
pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra puskesmas
dan kepuasan terhadap proses penangulangan Penyakit Tidak Menular (PTM)
kepada pasien maupun masyarakat.

51

Anda mungkin juga menyukai