NIM : A1E119046
R-001/Semester
Bonie adalah siswa salah satu sekolah unggulan di Jambi yang mengikuti tes Minat dan Bakat
di LPTIK. Selama ini prestasi Bonie di sekolah hanya mendapat nilai maksimal 70, itupun
pada satu pelajaran saja, yaitu komputer. Namun demikian, hasil tes minat dan bakat
menunjukkan bahwa Bonie memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Orangtua Bonie sangat
heran, lantas menghubungi LPTIK untuk meminta waktu konseling dengan psikolog.
Saat menemui psikolog, ayah Bonie menjelaskan dengan berapi-api bahwa Bonie yang saat
ini baru naik kelas tiga SMP tak pernah terlihat belajar di rumah. Sehari-hari ia hanya
membaca komik dan menonton televisi, sehingga ayah Bonie menjadi sangat cerewet pada
anak bungsunya itu.
Kedua kakaknya yang berusia terpaut cukup jauh dengan Bonie, satu sudah lulus sarjana dan
yang satu lagi duduk di bangku kuliah di Fakultas Kedokteran sebuah universitas di Bandung.
Ayah Bonie ingin agar Bonie juga memiliki prestasi seperti kakak-kakaknya.
Sementara itu, ibu Bonie merasa tak bisa terus menerus mendampingi Bonie belajar. Bonie
sendiri merasa kalau di rumah ia memang sudah tak ingin belajar, karena merasa sudah
seharian belajar di sekolah, mulai pukul 7.15 hingga 15.00 petang. Belum lagi dilanjutkan les,
dan baru sampai di rumah pukul delapan malam.
Sejak kelas tiga SMP, Bonie sudah sangat jarang mengerjakan hobinya bermain bola, karena
ia sudah diarahkan untuk memusatkan perhatian pada Ujian Nasional (UN) di akhir tahun.
Orangtua Bonie sangat cemas melihat perilaku belajar anak bungsunya itu. Mereka berharap
Bonie rajin dan tekun belajar, dan lulus UN.
Ciri-ciri
Apa yang terjadi pada Bonie? Kecerdasan umumnya di atas rata-rata, tapi mengapa prestasi
sekolahnya tidak sesuai? Kasus seperti Bonie dikenal dengan sebutan underachiever. Yaitu
orang-orang yang memiliki potensi tinggi, tapi prestasi yang mereka tampilkan berada di
bawah potensi yang dimiliki.
Biasanya orang-orang seperti ini memiliki ciri-ciri perilaku sosial emosional sebagai berikut:
• Self esteem yang rendah, kurang merasa berharga untuk tampil di antara teman-teman
atau keluarganya.
• Memiliki konsep diri yang tidak realistis, kadang merasa sebagai anak yang gagal
atau tidak berguna.
• Menghindari komunikasi, resiko, dan tidak berdaya. Atau cenderung menunggu
diajak orang lain.
• Pasif. Ia akan taat terhadap perintah hanya sekedar saja.
• Agresif dan suka memberontak.
• Menolak perintah atau instruksi dari tokoh otoritas (orangtua, guru dan lain-lain).
• Menyalahkan orang lain kalau ada masalah.
• Kurang konstruktif dalam kelompok.
• Tidak memiliki tokoh identifikasi dan teman dekat.
• Kurang fleksibel dan berkreativitas rendah.
Ada beberapa penyebab yang berasal dari rumah yang bisa membuat anak menjadi seperti
Bonie. Antara lain: situasi keluarga yang tidak stabil. Misalnya, si anak tahu bahwa ayahnya
selingkuh, sehingga hubungan kedua orangtuanya tidak harmonis lagi. Atau, si anak merasa
harus berkompetisi dengan saudaranya, dan ia kurang mendapat kesempatan pengayaan
sosial dan edukasional.
Atau si anak kerap terlalu tergantung pada ibu. Misalnya, ibu yang selalu membantu dan
mengambil keputusan untuknya. Atau, ayah yang terlalu dominan, kurang menghargai anak,
dan sering memberi hukuman berat. Selain itu, orangtua yang tidak realistis dalam
menetapkan target dan memaksakan nilai-nilai tertentu terhadap anak-anaknya juga menjadi
penyebab lahirnya anak seperti Bonie. Misalnya, anak merasa sudah belajar seharian, tapi
tetap dianggap belum belajar kalau di rumah ia hanya membaca komik.
Atau, orangtua yang tidak pernah memberi penghargaan atas prestasi anak-anaknya sekecil
apapun. Juga orangtua yang jarang berbagi ide, kepercayaan, kasih sayang dan kesepakatan
dengan anak-anaknya. Atau orangtua terlalu memanjakan dan melindung anaknya sehingga
tidak menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri anak-anaknya. Dan orangtua jarang
memberi contoh positif, sehat dan teratur, serta gaya hidup prestastif.
Sementara itu, ada beberapa penyebab yang berasal dari luar rumah atau lingkungan sekolah.
Antara lain: anak bersekolah di sekolah yang sangat tinggi standarnya, hingga membuat
kepercayaan diri anak turun karena ia jarang memiliki pengalaman keberhasilan.
Perlakuan guru juga dapat menjadi salah satu penyebab anak menjadi underachiever. Ada
guru-guru yang cenderung memiliki ekspektasi tinggi, bertindak otoriter, atau kurang
memberi penghargaan bagi siswa.
Salah pilih teman juga bisa menyebabkan seorang remaja menjadi underachiever. Pada usia
remaja, teman menjadi segalanya bagi mereka, dan pada saat ini pula mereka sangat sulit
menolak pengaruh dari teman. Daripada ditinggalkan teman, mereka lebih baik mengalahkan
prestasi belajarnya.
Tugas Orangtua
1. Ciptakan gaya hidup sehat dengan membangun harmoni antara kondisi fisik, mental,
dan emosional anak. Misalnya dengan memberi nutrisi yang baik, latihan atau
olahraga, serta pengelolaan stres.
2. Cari bantuan konseling untuk anak dan seluruh keluarga jika perlu. Jika seluruh
keluarga ikut terlibat konseling, diharapkan perubahan dapat lebih cepat terjadi karena
dukungan dari seluruh keluarga. Perubahan perilaku bukan hanya dari anak, tapi juga
anggota keluarga lainnya.
3. Cari guru pembimbing untuk membantu anak mengatasi kelemahan dalam pelajaran-
pelajaran tertentu.
4. Komunikasikan harapan yang tinggi terhadap anak dengan rasa cinta, penuh pujian,
kebanggaan dan respek.
5. Adakan pertemuan keluarga untuk menetapkan target jangka pendek dan panjang,
serta membuat aturan-aturannya. Dan buatlah semacam “kontrak” (kesepakatan
bersama).
6. Jadikan keluarga sebagai sistem pendukung dan unit pemecahan masalah yang
bermanfaat bagi anak, dipandu orangtua yang menjalankan peran pemimpin tapi
berbasis cinta.
7. Menekankan kerja keras sebagai kunci sukses, dengan usaha individual, motivasi dari
dalam diri, komitmen dan kepercayaan diri sebagai resep keberhasilan.
8. Rancang waktu-waktu beraktivitas di sekitar rumah selama 25 hinga 35 jam
perminggu. Misalnya untuk membaca, melakukan hobi, olahraga, dan lain-lain, atau
mengeksplorasi lingkungan bersama-sama sebagai sumber belajar.
9. Cobalah untuk tertarik pada aktivitas anak di sekolah dan rumah. Dorong anak untuk
menceritakan aktivitas mereka.
10. Jangan membandingkan antarsaudara. Pandanglah setiap anak sebagai individu yang
memiliki keunikan kualitas dan kemampuan.
11. Bantu anak mengelola waktu dan menetapkan prioritas.
12. Dorong anak untuk memiliki minat di luar sekolah. Ketika hasil belajarnya buruk,
jangan cepat-cepat menuding kegiatan luar sekolah sebagai sumber masalah, dan
menghukum anak untuk tak boleh lagi berkegiatan.
13. Bantu anak mendapatkan mentor/pembimbing yang dapat menjadi model menyangkut
suatu karir atau kualitas personal yang diinginkan. Misalnya, membuka jalinan
interaksi dengan paman yang bisa menjadi model peran. Atau Anda sendiri yang
berusaha untuk dapat menjadi model bagi anak.
14. Batasi waktu menonton TV, dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang realistis.
15. Konsisten dan tenang menghadapi naik turunnya prestasi anak. Fokuskan pada
masalah, dan jangan bertindak emosional.
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk menjalin kerjasama
dengan guru dalam mengatasi masalah anak underachiever:
Bagi Anda, para orangtua, kenali secara dini gejala underachiever ini. Carilah informasi
tentang minat dan bakat anak yang sesungguhnya untuk bisa mengetahui apakah prestasi
sekolahnya sudah optimal.