TEFA kerja yang realistis dan untuk memunculkan pengalaman belajar yang relevan (Nayang
Polytechnic, 2003).
Konsepsi dasar Teaching Factory adalah “Factory to Classroom” yang bertujuan untuk
melakukan transfer lingkungan produksi di industri secara nyata ke dalam ruang praktik.
Kehidupan produksi yang nyata sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi
pengajaran yang berbasis aktivitas nyata dari praktik industri pada setiap harinya.
Konsep TEFA dalam arti sempit adalah memberikan pengalaman nyata pada lingkungan
fisik sistem rantai nilai produk dimana para peserta didik bisa melakukan, mengevaluasi,
dan merefleksikan hasil pekerjaannya sendiri.
Menurut Sovia Veronica Purba (2009), teaching factory adalah pembelajaran berbasis
produksi yaitu suatu proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan
dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Definisi
tersebut memiliki poin penting yaitu: pembelajaran berbasis produksi, proses pembelajaran
keahlian dan ketrampilan, barang dan jasa yang dihasilkan memenuhi standar industri,
produk sesuai tuntutan pasar atau konsumen.
Menurut Depdiknas (2009), teaching factory merupakan bentuk optimalisasi sinergitas
dari sumber daya kejuruan, dunia usaha dan industri sehingga harus memberi kesempatan
kepada siswa SMK antara lain untuk: 1) mempelajari proses produksi suatu barang atau
jasa tertentu yang memenuhi standar industri yang dijadikan acuan; 2) meningkatkan
wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam pengoperasian mesin produksi; 3)
menerapkan disiplin dan teratur dalam bekerja melalui penerapan tata tertib dan standar
operation prosedur kerja di pabrik; dan 4) mengenal sistem pengelolaan usaha bidang
industri dengan memperkenalkan dasar-dasar manajerial pengelolaan pabrik.
teaching factory adalah model pembelajaran dalam suasana sesungguhnya dengan cara
menggabungkan proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan
dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja DU/DI untuk menghasilkan barang
atau jasa sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
Teaching Factory adalah kegiatan pembelajaran dimana siswa secara langsung melakukan
kegiatan produksi baik berupa barang atau jasa di dalam lingkungan pedidikan sekolah.
Barang atau jasa yang dihasilkan memiliki kualitas sehingga layak jual dan diterima oleh
masyarakat atau konsumen.
teaching factory adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan berbasis
produksi yang menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar atau
konsumen berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya.
Latar Lamancusa et al. (2008), mengemukakan bahwa konsep teaching factory ditemukan
Belakang karena tiga hal yaitu: (1) pembelajaran yang biasa saja tidak cukup; (2) keuntungan peserta
TEFA didik diperoleh dari pengalaman praktik secara langsung; dan (3) pengalaman
pembelajaran berbasis team yang melibatkan siswa, staf pengajar dan partisifasi industri
memperkaya proses pendidikan dan memberikan manfaat yang nyata bagi semua pihak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teaching factory adalah kegiatan pembelajaran
dimana siswa secara langsung melakukan kegiatan produksi baik berupa barang atau jasa
di dalam lingkungan pendidikan sekolah.
Salah satu masalah yang dihadapi adalah adanya kesenjangan capaian kompetensi para
lulusan institusi Pendidikan Kejuruan dengan kebutuhan riil dunia usaha/dunia industri,
keadaan ini dapat diindikasikan sebagai rendahnya daya serap tenaga kerja lulusan.
Agar industri Indonesia mampu bersaing secara global, maka sudah saatnya SMK sebagai
institusi pencetak SDM di bidang kejuruan tingkat menengah merespons cepat
perkembangan ekonomi berbasis informasi yang sangat pesat dan dinamis dengan konsep
pendidikan abad ke 21 (“21th Century Skills”). Pekerjaan di ekonomi global yang berbasis
informasi menuntut pentingnya kompetensi baru yang mampu mengimbangi
perkembangan industri yang pesat.
Upaya lanjutan dalam implementasi program peningkatan kualitas lulusan SMK seperti
disebutkan di atas perlu dilakukan melalui penerapan konsep Teaching Factory.
Konsep ini menekankan pendidikan yang lebih demand oriented, membekali para peserta
didik dengan karakter kewirausahaan (entrepreneurship) dan melibatkan dunia usaha/
dunia industri sebagai mitra utama. Melalui pola Teaching Factory, optimalisasi kerja
sama pendidikan dengan industri berdampak pada proses pembelajaran yang semakin
berorientasi pada kebutuhan industri. Kerja sama (partnership) yang dibangun secara
sistematis dan berdasarkan pada kerja sama saling menguntungkan (win-win solution)
menjadikan Teaching Factory sebagai penghubung antara dunia pendidikan dengan dunia
usaha/dunia industri yang akan mendorong terjadinya transfer teknologi guna
meningkatkan kualitas guru dan softskill bagi peserta didik.
Pembelajaran TEFA merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan kompetensi saat ini dan masa depan.
Menurut DPSMK (2009), model pembelajaran yang efektif dalam upaya menyiapkan
lulusan yang berkompetensi adalah dengan mengkombinasikan antara teori dan praktek.
Teaching factory merupakan pembelajaran yang bisa mengkombinasikan antara teori dan
praktek. Bentuk pengembanganya dalam pembelajaran bisa dalam bentuk prototype suatu
produk atau bermacam-macam model pengembangan dalam industri yang sesuai dengan
parameter teaching factory. Proses tersebut selanjutnya dapat diimplementasikan dalam
suatu produk yang layak untuk dijual.
Bengkel Seseorang tidak dapat menguasai teori dengan baik tanpa praktik, sebaliknya seseorang
tidak dapat melaksanakan praktik dengan efektif tanpa pemahaman teori yang baik.
Bengkel merupakan salah satu sarana dari pendidikan teknik dan kejuruan yang berfungsi
sebagai tempat melatih dan mengembangkan keterampilan psikomotorik seseorang yang
akan mendalami suatu keterampilan tertentu.
Unit produksi merupakan proses kegiatan usaha yang dilakukan disekolah dan bersifat
bisnis yang diharapkan dapat mendatangkan keuntungan ganda (finansial maupun
nonfinansial). Unit produksi merupakan suatu aktivitas bisnis yang dilakukan oleh warga
sekolah secara berkesinambungan dalam mengelola sumber daya sekolah yang dimiliki
serta dikelola secara profesional sehingga dapat menghasilkan barang atau jasa yang
mendatangkan keuntungan.
Hal tesebut memberi arti bahwa untuk menanamkan suatu kompetensi, siswa harus dididik
mendekati kondisi nyata atau lingkungan sebenarnya seperti di tempat kerja, sehingga
bengkel beserta isinya harus benar benar memenuhi untuk melakukan pembelajaran
praktik.
Sarana prasarana pendidikan yang sesuai dengan standar DU/DI akan menunjang kegiatan
pembelajaran. Sarana prasarana tersebut pada hakikatnya semakin membentuk suatu
kebiasaan kerja seperti halnya di DU/DI. Sarana prasarana yang dimaksud adalah fasilitas
produksi berupa alat dan bahan yang digunakan dalam menunjang pembelajaran teaching
factory di SMK baik dari sisi kualitas, kuantitas, penggunaan, maupun perawatan. Sisi
kualitas sarana dan prasarana erat kaitannya dengan kalayakan dan kesesuaian dengan
standar DU/DI. Sisi kuantitas kaitannya dengan jumlah sarana dan prasarana yang
memadai. Penggunaan dan perawatan kaitannya dengan kesesuaian dengan prosedur
DU/DI.
Pelaksanaan Teaching Factory untuk pembelajaran dengan mendirikan unit usaha atau
produksi di sekolah
Bengkel layout: Penataan (layout) bengkel sesuai dengan fungsinya dan diatur dengan rapi
sesuai dengan kompetensinya dengan memperhatikan aspek keamanan, kenyamanan dan
kesehatan (K3). Ruang: Luas ruang memadai (cukup longgar), ruang workshop tertata rapi
dan bersih, memperhatikan faktor keselamatan dan alur kerja, tersedia area kerja, alat
maupun material yang memadai, sinar dan sirkulasi udara baik
Tujuan Hadlock et al. (2008), menjelaskan bahwa tujuan teaching factory adalah menyadarkan
TEFA bahwa mengajar siswa seharusnya lebih dari sekedar apa yang terdapat dalam buku.
Peserta didik tidak hanya mempraktikan soft skill dalam pembelajaran, belajar untuk dapat
bekerja secara tim, melatih kemampuan komunikasi secara interpersonal, tetapi
mendapatkan pengalaman secara langsung dan latihan bekerja untuk memasuki dunia kerja
nantinya. Pembelajaran teaching factory mengajarkan kepada siswa bagaimana
menemukan masalah, membangun prototype, belajar membuat proposal bisnis, dan belajar
untuk mempresentasikan solusi yang mereka miliki.
Secara umum tujuan teaching factory adalah: 1) pengintegrasian pengalaman dunia kerja
ke dalam kurikulum sekolah; 2) proses pembelajaran berbasis industri produk/jasa melalui
sekolah dengan industri yang berjalan secara sinergi; 3) pola kebiasaan pembelajaran yang
terkesan “dunia sekolah” diubah menjadi “dunia industri” dalam bentuk learning by doing
dan hands on experience; 4) untuk menyelenggarakan teaching factory, sekolah
diharuskan memiliki pabrik sekolah/workshop/unit usaha lain; dan 5) keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran tidak hanya terletak pada kegunaan dan kualitas produk, tetapi
juga terletak pada kualitas SDM (guru dan peserta didik), lingkup hubungan kerja sama
dengan industri, dan pembekalan pengetahuan kewirausahaan.
Ciri yang dimiliki sekolah yang menjalankan teaching factory, yaitu sarana dan prasarana
yang dimiliki di sebuah sekolah 60-70% dipergunakan untuk kegiatan produksi, kegiatan
bisnis yang dilakukan hanya operasional bisnis dan produksi, dan pendapatan yang
dimiliki tersebut berbeda dengan ciri sekolah yang melaksanakan pendidikan berbasis
produksi dimana 90% sarana dan prasarana yang dimiliki dipergunakan untuk kegiatan
produksi, proses bisnis yang dilakukan lengkap dengan pendukung bisnis dan pendapatan
yang dihasilkan mampu untuk menutup pembiayaan operasional sekaligus sebagai
investasi (Triatmoko, 2009: 71).
Pembelajara Dalam pengertian lain bahwa pembelajaran berbasis produksi adalah suatu proses
n Basis pembelajaran keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan
Produksi prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang
atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Dengan kata lain barang yang
diproduksi dapat berupa hasil produksi atau jasa yang dapat dijual atau yang dapat
digunakan oleh masyarakat, sekolah atau konsumen sebagai bukti bahwa siswa SMK tidak
hanya kompeten dalam keahlian (skill) tertentu, namun juga mampu mengaplikasikan
kompetensinya menjadi sesuatu yang berguna.
Produk barang maupun layanan jasa dalam TeFa pada dasarnya merupakan media belajar
bagi peserta didik dalam menguasai kompetensi. Dengan kegiatan produksi peserta didik
diharapkan mampu menguasai kompetensi riil dan utuh, melalui kegiatan secara langsung
membuat, mengerjakan, dan menyelesaikan produk sesuai standar yang berlaku. Perolehan
atau penguasaan kompetensi merupakan tujuan utama model pembelajaran TeFa, termasuk
peningkatan kesiapan dan karakter kerja yang diperoleh melalui pengalaman melakukan
proses produksi berulang-ulang di tempat, tatanan atau aturan (SOP), serta suasana dan
kondisi yang telah disesuaikan dengan standar DUDI. Sedangkan produk peserta didik
TeFa yang berkualitas dan berstandar sehingga diterima oleh pasar (pelanggan),
merupakan bukti bahwa peserta didik telah kompeten.
Teaching Factory adalah perpaduan pendekatan pembelajaran yang sudah ada yaitu CBT
(Competency Based Training) dan PBT (Production Based Training). CBT adalah
pelatihan yang didasarkan atas hal-hal yang diharapkan oleh siswa ditempat kerja. CBT ini
memberikan tekanan pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang sebagai hasil pelatihan
(output) bukan kuantitas dari jumlah pelatihan. PBT (Production Based Training) adalah
suatu proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan dilaksanakan
berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk
menghasilkan barang atau sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
Pemasaran Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan wadah atau sarana untuk menampung hasil-hasil
produksi dari Teaching Factory untuk memasarkan hasil produksi tersebut kepada
konsumen atau dunia industri yang membutuhkan.
Teaching factory mengintegrasikan proses pembelajaran untuk menghasilkan produk
maupun jasa yang layak jual untuk menghasilkan nilai tambah untuk sekolah (Direktorat
Pembinaan SMK, 2008). Artinya, proses teaching factory dapat menanamkan jiwa
kewirausahaan bagi siswa. Melalui proses teaching factory menghasilkan produk barang
dan jasa yang memiliki nilai tambah dengan kualitas yang bisa diserap dan diterima oleh
masyarakat.
Pelaksanaan teaching factory yang ada pada sekolah kejuruan telah menerapkan konsep
bisnis dan pendidikan kejuruan sesuai dengan kompetensi keahlian yang sesungguhnya.
Dalam penelitiannya, Sudiyanto (2011: 5) mengungkapkan bahwa, teaching factory
merupakan suatu kegiatan pembelajaran dengan melakukan kegiatan produksi, baik berupa
produk atau jasa di dalam lingkungan pendidikan sekolah oleh siswa. Produk atau jasa
yang dihasilkan oleh siswa memiliki kualitas sehingga layak dijual dan diterima oleh
masyarakat atau konsumen. Hasil keuntungan yang didapatkan diharapkan dapat
menambah sumber pendapatan sekolah yang berguna untuk keberlangsungan kegiatan
pendidikan.
Produk yang sudah selesai diperiksa ulang oleh setiap bagian untuk disesuaikan dengan
permintaan dan standar mutu. Bagian pemasaran akan menjual produk sesuai kesepakatan
yang telah disetujui bersama. Produk yang diproduksi berdasarkan permintaan harus
disesuaikan dengan permintaan konsumen, sedangkan produk bukan permintaan
konsumen dipasarkan secara umum melalui bagian pemasaran.