Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS MODEL BISNIS KANVAS PENGELOLAAAN

TEACHING FACTORY DI SMK IT PELITA SUBANA DARMA

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan kejuruan menggerakkan pasar kerja dan berkontribusi pada kekuatan
ekonomi suatu negara (Jhon Thompson, 1973: 93). Oleh karena itu, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) harus mampu memberikan kontribusi terhadap daya saing bangsa.
Pembelajaran di SMK saat ini harus mulai bergerak dari orientasi pasar tenaga kerja lokal
kepada pasar tenaga kerja ASEAN. Di era kreatif ekonomi, SMK juga dituntut untuk mampu
menghasilkan insan kreatif yang mampu menggerakkan tumbuhnya industri kreatif melalui
karya nyata dengan menghasilkan produk/jasa yang inovatif layak jual dan dapat berguna
untuk memberikan solusi teknologi problematika masyarakat. Dengan adanya Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) maka sangat penting dan urgen mempersiapkan para lulusan dengan
kompetensi kerja dan pembekalan karakter kewirausahaan (entrepreneurship).

Melalui program revitalisasi SMK sebagai wujud implementasi intruksi Presiden


nomer 9 tahun 2016, Direktorat Pembinaan SMK (DPSMK) Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia (kemendikbud) meluncurkan berbagai program revitalisasi
SMK diantaranya adalah pembelajaran dengan teaching factory dan pengembangan
technopark di SMK. Penerapan teaching factory di SMK merupakan salah satu upaya untuk
lebih mempererat kerjasama atau sinergi antara SMK dengan industri dan membentuk
kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja danatau wirausaha di sektor industri kreatif.
Pengalaman dari sejumlah industri yang telah bekerja sama dengan beberapa SMK dengan
menerapkan pola pembelajaran teaching factory, medapatkan respon positif dari Dunia
Usaha/Dunia Industri (DU/DI) atas peningkatan kualitas lulusannya. Penerapan pola
pembelajaran Teaching factory merupakan interface dunia pendidikan kejuruan dengan dunia
industri, sehingga terjadi check and balance terhadap proses pendidikan pada SMK untuk
menjaga dan memelihara keselarasan (link and match) dengan kebutuhan pasar kerja.
Melalui pembelajaran pola Teaching factory yang hakekatnya memboyong sistem
industrI sebagai pendekatan pembelajaran di SMK diharapkan terjadi transfer teknologi dari

2
industry, yang pada gilirannya kualitas guru akan meningkat. Pola pembelajaran Teaching
factory dirancang berbasis produksi barang/jasa dengan mengadopsi dan mengadaptasi
standar mutu dan prosedur kerja industri, akan memberi pengalaman pembelajaran
kompetensi kontingensi terutama soft skill seperti etos kerja disiplin, jujur,
bertanggungjawab, kreatif-inovatif, karakter kewirausahaan, bekerjasama, berkompetisi
secara cerdas dan sebagainya. Kompetensi tersebut sangat langka diperoleh melalui
pendidikan kejuruan yang diselenggarakan secara konvensional, yang pada
pembelajarannya hanya dilaksanakan sampai pada pencapaian kompetensi keahlian sebagai
hard skill.
Direktorat pembinaan SMK telah mengeluarkan berbagai seri buku tentang
pembelajaran TEFA seperti tata kelola pembelajaran, panduan teknis dan panduan
pelaksanaan Teaching Factory. Bagi sekolah yang memiliki sumberdaya yang mencukupi,
sangat baik untuk mengikuti pola yang telah ada dan dikembangkan sesuai best practice
yang ada. Namun bagi sekolah yang belum mampu melaksanakan pola pembelajaran TEFA
seperti model TEFA yang diharapkan dapat memodifikasi/inovasi dalam implementasi model
pembelajaran TEFA yang lebih fleksibel dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi untuk menghadirkan lingkungan industri di sekolah secara
virtual/digital, menetapkan produk yang sesuai dengan potensi wilayahnya dan melaksanakan
produksi sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki yang dikelola sedemikian rupa sehingga
mendekati lingkungan industri dengan tujuan menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar,
pencapaian kompetensi siswa dan menumbuhkan semangat wirausaha.
Pelaksanaan Teaching Factory (TEFA) di SMK berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2015 (PP 41/2015) tentang pembangunan sumber daya
industri dan Intruksi Presiden nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa. Dalam PP 41/2015 pada
pasal 6 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi
harus dilengkapi dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), pabrik dalam sekolah
(Teaching/Learning Factory), dan tempat uji kompetensi (TUK). Pendidikan vokasi industri
yang dimaksud adalah mulai dari sekolah menengah kejuruan (SMK) hingga pendidikan
tinggi vokasi. Terbitnya Inpres No. 9/2016 semakin memperkuat pentingnya pelaksanaan
pembelajaran TEFA untuk menghasilkan SDM yang kompeten dan berdaya saing di pasar
kerja dari lulusan SMK. Model Pembelajaran TEFA sangat sesuai dengan salah satu
pendekatan pembelajaran yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah

3
yaitu pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
Proses pembelajaran konvensional di pendidikan vokasi saat ini dirasa kurang
optimal sehingga diperlukan pendekatan baru dalam proses pembelajaran untuk
menghadapi perkembangan dunia usaha dan industri ke depan yaitu:
1. Memungkinkan pelatihan dalam lingkungan manufaktur yang nyata
2. Modernisasi proses belajar dan membawanya lebih dekat dengan kondisi industri
yang nyata
3. Memanfaatkan proses dan teknologi di industri secara langsung untuk adopsi
pengetehuan dan teknologi dalam proses manufaktur.
4. Mendorong inovasi di bidang manufaktur dengan memperbaiki kemampuan
pekerja, misalnya kemampuan penyelesaian masalah , kreativitas atau
kemampuan berpikir sistem, calon pekerja yang memiliki kemampuan inovasi
adalah pendorong utama daya saing manufaktur.
( Eberhard Abele dkk, 2015)
Konsep Teaching Factory merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan kompetensi saat ini dan masa depan. Dewasa ini implementasi
pembelajaran berbasis industri kembali meningkat dipraktekkan di banyak negara
untuk tujuan pendidikan, pelatihan maupun penelitian. Perkembangan konsep TEFA
yang mengarah pada gabungan pemahaman tentang TEFA dalam pengertian yang
sempit dan TEFA dalam pengertian yang lebih luas. Konsep TEFA dapat
diimplementasikan dalam banyak hal/cara yang berbeda guna mencapai kompetensi
yang diharapkan. Konsep TEFA dalam arti sempit adalah memberikan pengalaman
nyata pada lingkungan fisik sistem rantai nilai produk dimana para peserta didik bisa
melakukan, mengevaluasi, dan merefleksikan hasil pekerjaannya sendiri. Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas memodifikasi konsep setidaknya dalam beberapa hal
berikut:
 Sistem rantai nilai tambah produk (lingkungan, proses dan teknologi)
dapat berupa lingkungan fisik maupun virtual (digital)
 Interaksi dalam pembelajaran TEFA dapat dilakukan dengan
memanfaatkan Teknologi komunikasi dan informasi
 Produk berupa jasa
 Mendorong tumbuhnya kewirausahaan dan industri kreatif

4
Ikhsan Zainudin, Suwachid dan Ngatou Rohman (2012) menyatakan beberapa
hambatan pelaksanaan teaching factory dainatarnta adalah waktu pelaksanaan teaching
factory, tempat pelaksanaan teaching factory, jumlah guru, kurangnya peranan siswa, struktur
organisasi teaching factory tidak efektif. Agus kuswantoro (2014) mengungkapan setidaknya
ada ada 8 faktor penghambat pelaksanaa teaching factory yaitu (1) Produk; (2) Sumber Daya
Manusia; (3) Modal Usaha; (4) Bahan Baku; (5) Sarana dan Prasarana; (6) Strategi Kerja; (7)
Pemasaran; dan (8) Penentuan Lokasi. Nuryake (2012) menyatakan bahwa hal-hal diperbaiki
pada pelaksanaan teaching factory dalam proses produksi yaitu dalam hal kegiatan penjualan.
Hal-hal tersebut meliputi kemampuan riset pasar oleh guru dan pengelola teaching factory,
penentuan strategi pemasaran oleh guru dan pengelola teaching factory, pembuatan dan
pengembangan jaringan pasar serta distribusi produk teaching factory, kegiatan promosi yang
dilakukan oleh siswa, dan banyaknya produk (barang/jasa) yang terjual. Lebih lanjut secara
khusus kendala yang dihadapi adalah pemasaran produk. Pembelajaran teaching factory
sesuangguhnya adalah mengintegrasikan sebuah model bisnis aktifitas industri yang
menghasilkan produk maupun jasa ke dalam pembelajaran di SMK. Model bisnis
menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana bisnis akan dijalankan mulai dari
perencanaan dan pengembangan produk, proses produksi, pemasaran dan distribusi produk
kepada konsumen

Badan ekonomi kreatif (2017) merilis hasil survey bahwa industri fesyen berkontribusi
tertinggi sebesar 56% nilai ekspor dari 16 subsektor ekonomi kreatif lainnya setor fesyen juga
menyumbang 18,5% Pendapatan Domestic Bruto (PDB) sebagai tertinggi kedua setelah sektor
kuliner. Berdasarkan data yang profil SMK bidang industri kreatif yang dikeluarkan oleh di DPSMK
ada sekitar hamper 46 ribu siswa SMK IT PELITA SUBANA swasta yang berpotensi untuk
menumbuhkan ekonomi kreatif subsektor fesyen. Potensi yang besar ini perlu menjadi perhatian
khusus dalam pembelajaran di SMK IT PELITA SUBANA sehingga mampu menyiapkan lulusan
yang mengembangkan ekonomi kreatif.

5
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini akan
menganalisis implementasi teaching factory dengan model binis kanvas di SMK kompetensi
keahlian tata busana di Yogyakarta.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka permasalhan
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana tata kelola teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA?
b. Bagaimana Model Kanvas Bisnis Teaching Factory di SMK IT PELITA
SUBANA?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
a. Mengetahuai Tata Kelola Teaching Factory di SMK IT PELITA SUBANA
Mengetahui model nisnis kanvas Teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA
sehinga diperoleh gambaran pengelolaan yang baik sebagai acuan untuk
pengembangan Teaching factory SMK IT PELITA SUBANA

4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ini adalah;
a. Meningkatkan mutu dan relevansi pelaksanaan teaching factory di SMK melalui
studi kasus pengelolaan teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA Sebagai
pedoman untuk pembelajaran praktek-praktek yang baik dalam mengelola dan
mengembangkan teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Teaching Factory di SMK


Intruksi Presiden nomer 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK dalam rangka
peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia memberikan dorongan
percepatan untuk peningkatan kualitas SMK. Direktorat PSMK menyatakan bahwa saat ini
mulai bergerak dari orientasi pasar tenaga kerja lokal kepada pasar tenaga kerja ASEAN
seiring pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dan mempersiapkan para lulusan
dengan pembekalan karakter kewirausahaan (entrepreneurship). Untuk mengikuti dinamika
perubahan teknologi dn tuntutan kompetensi saat maka Penerapan TEFA di SMK
merupakan salah satu upaya untuk lebih mempererat kerjasama atau sinergi antara SMK
dengan industri dan membentuk kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja danatau wiirausaha
di sektor industri kreatif.
TEFA merupakan konsep pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya di
industri untuk menjembatani kesenjangan kompetensi antara pengetahuan yang diberikan
sekolah dan kebutuhan industri. TEFA merupakan pengembangan dari unit produksi yakni
penerapan sistem industri mitra di unit produksi yang telah ada di SMK. Unit produksi adalah
pengembangan bidang usaha sekolah selain untuk menambah penghasilan sekolah yang dapat
digunakan dalam upaya pemeliharaan peralatan, peningkatan SDM, dan pengembangan
kapasitas lembaga dan untuk memberikan pengalaman kerja yang benar-benar nyata pada
siswanya. Penerapan pola pembelajaran TEFA merupakan interface dunia pendidikan
kejuruan dengan dunia industri, sehingga terjadi check and balance terhadap proses
pendidikan pada SMK untuk menjaga dan memelihara keselarasan (link and match) dengan
kebutuhan pasar kerja (ditpSMK.go.id).
Konsep teaching factory sudah dilaksanakan sejak tahun 2000 dalam bentuk
sederhana, yaitu berupa pengembangan unit produksi. Konsep tersebut kemudian
dikembangkan pada tahun 2005 menjadi sebuah model pengembangan SMK berbasis industri
yang terdiri dari: (i) pengembangan SMK berbasis industri sederhana; (ii) pengembangan
SMK berbasis industri yang berkembang; dan (iii) pengembangan SMK berbasis industri
yang berkembang dalam bentuk factory sebagai tempat belajar. Selanjutnya pada tahun 2011,
Direktorat Pembinaan SMK, Kemendikbud bekerja sama dengan pemerintah Jerman melalui
Program SED-TVET mengembangkan konsep teaching factory yang merupakan adaptasi
dari elemen-elemen pelaksanaan dual system yang diterapkan pada pendidikan kejuruan di

7
Jerman dan Swiss. Melalui model pembelajaran teaching factory diharapkan peserta didik
mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan situasi nyata di industri/tempat kerja secara
menyeluruh sehingga peserta didik akan menguasai kompetensi dan karakter yang sesuai
dengan kebutuhan industry (GIZ, 2017)
Alur proses pembelajaran teaching factory digambarkan seperti pada gambar 8 berikut
ini

Gambar. 1. Alur Pembelajaran Teaching factory (Ditpsmk, 2017)

8
Proses pembelajaran yang terjadi dalam teaching factory divisualisasikan dalam
gambar 2 (GIZ, 2017):

Gambar 2. Proses Pembelajaran Teaching factory (GIZ, 2017)

`Bedasarkan uraian diatas sangat jelas bahwa tujuan penerapan TEFA adalah
1. Menciptakan lingkungan belajar sesuai dengan lingkungan kerjamptensi
2. Membentuk kompetensi siswa sesuai dengan kebutuhan dunia kerjamenerapkan
standar kompetensi dan standar kerja sesuai dengan kebutuhan industri
3. Menghasilkan produk kreatif yang marketable
4. Membentuk sikap kerja dan kemampuan kewirausahaan

Berdasarkan pengertian dan tujuan penerapan TEFA maka ada 2 model yang dapat
dikembangkan :
1. Bermitra dengan industri untuk memproduksi produk/jasa sesuai dengan standar
kualitas produk/jasa yang dimiliki oleh industri mitra. Produk industri dibuat di
SMK melalui berbagai mata pelajaran produktif yang mendukung tercipatnya
produk/jasa mengikuti standar kualitas, standar prosedur dan aturan yang
ditetapkan oleh industri mitra. Hasil produk ditampung dan dipasarkan oleh
industri mitra dan sekolah. Model ini cukup sesuai untuk menyiapkan siswa yang
memiliki kemampuan kerja di pasar tenaga kerja

9
2. Mengembangkan unit produksi untuk inkubator bisnis pemula guna
menumbuhkan kemampuan berwirausaha dengan menghasilkan produk atau jasa
atas ide- kreatif siswa untuk memenuhi berbagai kebutuhan pasar/masyarakat.
Dalam model ini semua produk/jasa di kembangkan , diproduksi, dan dipasarkan
sendiri oleh sekolah. Model ini sesuai untuk menyiapkan siswa untuk berlatih
berwirausaha/mengelola usaha.

3. Model Kanvas Bisnis


David J. Teece (2010) menyatakan bahwa Model bisnis adalah bagaimana
mengartikulasikan logika dan menyediakan data dan bukti lain yang menunjukkan bagaimana
bisnis dibuat, didistribusikan dan memberi nilai kepada pelanggan. Model bisnis
menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana bisnis akan dijalankan mulai dari
perencanaan dan pengembangan produk, proses produksi, pemasaran dan distribusi produk
kepada konsumen . International Integrated Reporting Council (IIRC, 2013) mendefinisikan
model bisnis adalah aktivitas/proses sebuah perushaan berusaha menciptakan produk dan
mempertahankan kelangsungan usaha secara berkelanjutan. Peta pengembangan model
bisnis dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 3. Peta pengembangan model bisnis (IIRC, 2013)


Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa model bisnis menggambarkan peta jalan
bisnis dari faktor masukan , aktivitas bisnis, keluaran hingga dampak dari proses bisnis yang
dijalankan. Dalam konteks pengembangan TEFA di SMK factor –faktor yang perlu
diidentifikasi adalah :

10
1. Faktor input : bagaimanan pembiayaan tefa, sarana prasarana apa saja yang
akan digunakan untuk tefa, sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk
pengelola maupun tenaga kerja, hak atas kekayaan intelektual , bahan baku ,
ekosistem usaha dan kerjasama dengan siapa saja.
2. Faktor aktivitas bisnis : mencakup bagaimana mengembangkan produk/jasa,
perncanaan produksi, bagaimana proses produksi, keunggulan dan kualitas
produk, pemasaran dan distribusi , segmentasi pasar dan system pengelolaan
usahahanya.
3. Faktor Output : kinerja produk dan jasa di pasar, limbah dan hasil-hasil samping
lainnya yang harus dikelola.
4. Faktor Dampak : bagaimana kepuasan pelanggan, bagaimana pendapatan dan
keuntungan, pengelolaan aset, bagi hasil dengan stakeholder/partner,
pengembangan usaha selanjutnya, dampak terhadap masayarakat dan
lingkungan sekitar.
Salah satu model bisnis yang cukup popular digunakan untuk mengembangkan bisnis
adalah model canvas Bisnis. Model bisnis kanvas dikembangkan oleh Alexander
Osterwalder and Yves Pigneur pada tahun 2010 dalam buku Business Model Generation.
Model kanvas bisnis terdiri dari sembilan blok dasar pembangun model bisnis seperti pada
gambar 2 , yaitu :
1. Customer segments : Sasaran konsumen
2. Value Proposition: keunggulan produk yang ditawarkan pada konsumen
3. Distribution Channel: tempat konsumen mendapatkan produk
4. Customer Relationship: mengelola komunikasi dan hubungan dengan pelanggan
5. Revenue Stream: bagaimana cara mendapatkan penghasilan
6. Key Resources: Sumber daya utama untuk menjalankan bisnis
7. Key Activities : aktivitas – aktiviatas untuk menjalankan bisnis
8. Partner network : mitra dalam menjalankan aktivitas bisnis
9. Cost structure : komponen biaya yang perlukan untuk menghasilkan produk

11
Gambar 4. Elemen model kanvas bisnis

4. Teori Manajemen
Perkembangan teori manajemen itu sendiri berawal dari (a) teori klasik dengan
tokohnya antara lain seperti FW Taylor, (1816:1915), Fayol (1916); (b) human
relation dengan tokohnya Elton dan Mayo (1927, 1935); (c) behavior (1938 s/d 1960)
dengan tokoh teori social system adalah Getzel and Guba, need theory ialah Maslow;
(d) system theory pada tahun 1960 s/d 1970an; (e) contingency aproach di tahun
1970an. Masa manajemen modern berkembang melalui dua jalur yang berbeda. Jalur
pertama merupakan pengembangan dari aliran hubungan manusiawi yang dikenal
sebagai prilaku organisasi, dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah,
dikenal sbg aliran kuantitatif (operation research dan management science atau
manajemen operasi).
Manajemen, berasal dari Bahasa Inggris management dengan kata kerja to
manage yang secara umum berarti mengurus. Kata Manajemen juga berasal dari
bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan
mengatur. Menurut Ensiklopedia Indonesia, manajemen adalah ilmu pengetahuan
yang mendalami masalah manajemen dan organisasi terutama perusahaan, sedangkan
manajer (dari kata manager dalam Bahasa Inggris yang berarti pengelola atau
penguasa) adalah sebutan bagi pimpinan perusahaan yang walaupun secara hukum
bukan pemilik tetapi berperan besar dan berpengaruh dalam perusahaan.
. Pengertian manajemen banyak disampaikan oleh para ahli, namun dalam
materi ini hanya akan disampaikan beberapa pendapat ahli manajemen :
1. H. Koontz & O,Donnel dalam bukunya “Principles of Management” mengemukan
sebagai berikut : “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang

12
dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things
done thought and with people).
2. Mary Parker Folllett mendefinisikan “manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain.
3. George R. Terry dalam bukunya “Principles of Management” menyampaikan
pendapatnya : “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ;
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan
memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya” (Management is a distinct process consisting of planning,
organizing, actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and
followed in order to accomplish predetermined objectives)
4. James A.F. Stoner dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan
“manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

Menurut Komaruddin (1994: 332) fungsi manajemen merujuk kepada bagian-bagian


yang membentuk proses manajemen. Fungsi manajemen tampak sebagai komponen-
komponen yang terdiri atas berbagai kegiatan yang berhubungan, saling mempengaruhi, dan
merupakan suatu kesatuan utnuk mencapai tujuan tertentu. Dalam buku The principle of
Management: an Analysis of Managerial Function menyebutkan fungsi manajemen tersebut
ada lima yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing (pengaturan
staf), directing (pengarahan), dan controlling (pengawasan). Banyak ahli manajemen yang
menyampaikan tentang fungsi manajemen ini, namun pada dasarnya tidak ada perbedaan
yang prinsip, bahkan pendapat satu dengan lainnya saling melengkapi. Para ahli manajemen,
antara lain ; George Terry, L. Gullick, H. Fayol dan Koonzt O’Donnel mengemukakan
tentang fungsi manajemen sebagai berikut :

13
PERBANDINGAN FUNGSI MANAJEMEN
George Terry L. Gullick H. Fayol Koonzt O’Donnel
Planning Planning Planning Planning
Organizing Organizing Organizing Organizing
Actuating Staffing, Commanding, Staffing,
Directing, Coordinating Directing
Coordinating
Controlling Reporting Controlling Controlling
Budgeting

Dari keempat ahli manajemen tersebut, ternyata banyak kesamaan, dan secara garis
besar dapat dikelompokan menjadi : fungsi perencanaan (Planning), fungsi
pengorganisasian (Organizing), fungsi penggerakan pelaksanaan (staffing,
commanding, directing, coordinating), fungsi pengawasan dan pengendalian
(controlling, reporting).
Berdasarkanuraian daiatas diatas manajemen adalah adalah proses kegiatan
mengelola (SDM), materi, dan metode berdasarkan fungsi-fungsi manajemen agar
tujuan dapat dicapai secara efisien dan efektif. Untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan ada beberapa sumberdaya yang perlu dikelola yang meliputi 6M
yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Men merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam
manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat
tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada
manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja.
Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama
untuk mencapai tujuan.
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.
Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan
dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang
merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu
harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang
yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan
dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.

14
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam
dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam
bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu
sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan
tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan
keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan
manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja
suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada
sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan
kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang
melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya
tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap
manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan
(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting
sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan
berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu,
penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor
menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga
barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

15
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Kajian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekataN studi kasus.
Dalam pendekatan studi kasus ini, peneliti ingin menggali informasi apa yang
akhirnya bisa dipelajari atau ditarik dari sebuah kasus, baik kasus tunggal maupun
jamak. Dalam kajian ini peneliti ingin melakukan studi kasus pengelolaan teaching
factory di SMKN Tata Busana di Yogyakarta. SMK IT PELITA SUBANA adalah
salah satu SMK ynag diproyeksikan akan melahirkan pelaku-pelaku indsutri kreatif
dan beberapa diantarnya menjadi pilot project berbasis industri dengan keunggulan
wilayah dari direktorat pembinaan SMK kementerian pendidikan Oleh karena itu
sangat beralasan bahwa pengelolaan teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA
dijadikan incremental case study karena peneliti yakin bahwa melalui deskripsi
pengelolaan teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA dapat diperoleh
pengetehuan yang lebih lanjut dan mendalam secara teoritis dan praktis.

2. Tempat dan Waktu Kajian


Penelitian ini dilakukan Teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA
. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari hingga September 2018 terbagi
dalam kegiatan observasi awal, pengambilan data, validasi dan anAlisis data dan
pelaporan
3. Pengumpulan Data dan Intrumen:
Pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan dengan observasi untuk
mengumpulkan dokumen dan melihat langsung aktifitas di SMK IT PELITA
SUBANA dan untuk mengungkap lebih dalam maka dilakukan pengumpulan data
dengan wawancara. Untuk melakukan observasi dan wawancara digunakan alat
perekam dan pengambilan gambar denga smartphone dan kamera DSLR. Untuk
panduan observasi meliputi :
a. Dokumen kegiatan TEFA
b. Sarana Prasarana TEFA
c. Dokumentasi kegiatan TEFA
d. Lokasi TEFA

16
Untuk melakukan wawancara digunakan panduan wawancara sebagai berikut
a. Sejarah TEFA?
b. Apa saja Value Proposition: keunggulan produk yang ditawarkan
pada konsumen ? Apa saja Key Resources: Sumber daya utama
untuk menjalankan bisnis?
c. Apa saja Key Activities : aktivitas – aktiviatas untuk menjalankan
bisnis?
d. Siapa saja Partner network : mitra dalam menjalankan aktivitas
bisnis?
e. Siapa Customer segments : Siapa Sasaran konsumen?
f. Bagaimana Distribution Channel: tempat konsumen mendapatkan
produk?
g. Bagaimanan Customer Relationship: mengelola komunikasi dan
hubungan dengan pelanggan ?
h. Bagaimana Revenue Stream: bagaimana cara mendapatkan
penghasilan ?
i. Bagimana Cost structure : komponen biaya yang perlukan untuk
menghasilkan produk ?

Pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan dan peneliti


sebagai intrumen yang terjun langsung di lapangan.

4. Sumber data/Partisipan
Studi awal dilakukan identifikasi sekolah yang memiliki TEFA. Kemudian secara
purposive dipilih 5 SMK yang TEFAnya berjalan dengan baik. Untuk
memberikan gambaran tetang pelaksanaan TEFA maka sebagai sumber data
adalah :
a. Dokumen. Fasilitas Fisik, aktfitas TEFA SMK
b. Pengelola Te

17
5. Analisis Data dan Kesimpulan
Analisis dilakukan dengan prosedur sebagai berikut
a. Membuat transkrip verbatim hasil wawancara dan kemudian dilakukan
pengkodean dengan menggunakan format model kanvas bisnis yang terdiri
dari 9 blok. Memilah dan memilih dokumen gambar hasil observasi untuk
dianalis secara deskriptif. Rekaman dan transkrip didengarkan dna dibaca
berulang untuk memastikan pengambilan data-data yang diperlukan dan tidak
ada duplikasi data
b. Mendeskripsikan data yang diperoleh untuk menggambarkan pengelolaan
teaching factory dengan pendekatan pola kanvas bisnis secara detail dengan
didukung pernyataan dan dokumentasi saat observasi dan wawancara
c. Melakukan analisis terhadap deskripsi data secara teoritis dan praktis
pengelolaan teaching factory di SMK IT PELITA SUBANA.

6. Kriteria validitas dan Orisinilitas data


Untuk memastikan kualitas, dua kriteria digunakan, kepercayaan dan keaslian.
Kriteria kepercayaan meliputi kredibilitas, ketergantungan dan konfirmabilitas,
dan kemampuan transfer (Lincoln & Guba, 1986 dalam Caly Setiawan, 2015)).
Kriteria keaslian melibatkan evaluasi ulang terhadap kriteria kepercayaan dengan
memusatkan perhatian pada keadilan, ontologis, edukatif, katalitik, dan keaslian
taktis (Guba & Lincoln, 2005; Schwandt, 2007 dalam Cally setiawan, 2015) .
Strategi yang digunakan untuk meningkatkan kredibilitas disertakan
triangulasi, keterlibatan dalam pengumpulan data yang berkepanjangan, dan
refleksivitas peneliti (Lincoln & Guba, 1986; Merriam, 2009 dalam cally
Setiawan, 2015 ). Triangulasi mengacu pada prosedur membenarkan bukti dari
sumber lain untuk menerangi tema atau perspektif (Creswell, 2007). Untuk
melakukan triangulasi, peneliti bisa menggunakan beberapa metode, multiple
sumber data, beberapa peneliti, dan beberapa perspektif teoretis. Dalam penelitian
studi kasus pengelolalan teaching factory di SMK , untuk memeriksa ulang temuan
yang dihasilkan dalam observasi dan wawancara digunakan trangulasi anatar
sumber data. Komunikasi dan interaksi yang sudah terjalin lama peneliti dengan
guru di SMK IT PELITA SUBANA juga sangat membantu untuk memperoleh
data yang valid. Reliabilitas data ditunjukkan pada dokumen rekaman, catatan

18
penelitian

19
yang dapat dilacak dan ta terrekam dengan baik. Penyajian data dilakukan dengan
cara deskripsi yang baik didukung pernyataan dan gambar untuk memastikan
bahwa data-data yang terekam di sajikan dengan baik dan benar sesuai kondisi
yang ada.
Keaslian data dapat dilihat dari unsur keadilan, ontology dan edukatif serta
katalistik. Dalam penelitian ini Fairnes didasarkan pada peneliti hanya
mengungkap apa yang diungkapkan dan diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara. Peneliti hanya mengambil fakta-fakta yang diperoleh di masukkan
dalam kerangka teoritis model kanvas bisnis. Unsur edukatif dan ontologis dari
wawancara ini partisipan mengetahui aspek-aspek kanvas bisnis yang diperlukan
bagi pengembangan teaching factory. Dari hasil pemetaan kanvas bisnis ini akan
menjadi model pengelolaan lebih lanjut bagi SMK yang lain sebagai aspek
kalistik, (Guba &Lincoln, 2008 dalam cally setiawan 2015.)

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil SMK IT PELITA SUBANA


SMK IT PELITA SUBANA pada awalnya merupakan rintisan SMK Kecil yang
beroperasi sejak tahun ajaran 2016/2017. Dengan membuka 2 program keahlian yaitu
Teknik Speda Motor, Multimedia. Sekolah wilayah terletak di perbatasan Kuningan -
Majalengka. Sekolah ini secara resmi mendapatkan ijin kelembagaan berdasarkan SK
Nomor : 43/KPTS/2008 tertanggal 11 Maret 2008. Mulai 05 Maret 2015 menambah
bangunan baru atas bantuan dari Yayasan Pelita subana darma. sehingga para siswa
terpaksa belajar di kelas yang juga

21

Anda mungkin juga menyukai