Anda di halaman 1dari 6

TATALAKSANA PASCA PAJANAN DARAH

DAN CAIRAN TUBUH


No.Dokumen :

SOP No. Revisi :

TanggalTerbit :
Halaman :

I WAYAN BUDI,S.Kep,M.Kes
UPT Puskesmas Banjit
NIP

1. Pengertian Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan risiko penularan. Peristiwa


yang dimaksud adalah setiap perlukaan yang menembus kulit seperti
seperti tusukan jarum, luka iris, dan kontak mukosa atau kulit yang tidak
utuh dengan darah atau cairan tubuh yang dianggap infeksius.
Profilaksis adalah penggunaan obat untuk mencegah infeksi setelah terjadi
pajanan.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penanganan dan profilaksis
pasca pajanan darah dan cairan tubuh bagi karyawan UPT
Puskesmas Banjit.
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas
4. Referensi
5. Prosedur Tatalaksana Pajanan 1:
Jangan panik tetapi selesaikan dalam waktu < 4 jam

Tatalaksana Pajanan 2 :
1. Orang terpajan membilas daerah terpapar :
- Luka tusuk  bilas dengan air mengalir dan sabun/antiseptik.
- Pajanan mukosa mulut  ludahkan dan berkumur.
- Pajanan mukosa mata  irigasi dengan air yang mengalir selama 10
menit/dengan cairan NaCl 0,9%.
- Pajanan mukosa hidung  hembuskan keluar dan bersihkan dengan
air.
2. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.
3. Orang terpajan memberikan desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit
dengan salah satu :
- Betadin ( Povidone Iodine 2,5%) selama 5 menit.
- Alkohol 70% selama 3 menit

Tatalaksana Pajanan 3 :
1. Orang terpajan segera melaporkan peristiwa pajanan kepada atasan
langsung atau penanggung jawab ruangan.
2. Orang terpajan mengisi formulir Laporan Kecelakaan Kerja.
3. Orang terpajan didampingi oleh penanggung jawab ruangan
menjelaskan kepada sumber pajanan tentang:
- Peristiwa pajanan yang telah terjadi.
- Permintaan izin secara tertulis dalam lembar Surat Izin Pemeriksaan
Darah Pasca Pajanan kepada sumber pajanan untuk dilakukan
pemeriksaan darah di laboratorium (penjelasan yang diberikan
hendaknya tidak menjelaskan secara rinci tentang jenis-jenis
penyakit yang akan diperiksa karena berisiko mengalami penolakan
dari sumber pajanan).
- Semua biaya pemeriksaan tambahan terkait pajanan ditanggung
pihak Puskesmas.

Tatalaksana Pajanan 4 :
1. Orang terpajan memeriksakan diri ke dokter jaga Instalasi Gawat
Darurat.
2. Dokter jaga IGD melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang terhadap orang terpajan sesuai dengan alur pada
Formulir Laporan Pajanan.
3. Orang terpajan mendapat perawatan oleh perawat IGD sesuai jenis
pajanan yang dialami.
4. Dokter jaga IGD menyiapkan blanko laboratorium untuk pemeriksaan
darah bagi orang terpajan dan sumber pajanan, sbb: HBs Ag Rapid, Anti
HCV Rapid, Anti HIV Rapid. Bila orang terpajan pernah mendapat
vaksinasi Hepatitis B maka pemeriksaan baginya ditambah Anti- HBs
Ag kuantitatif (ELISA).
5. Blanko laboratorium dibubuhi cap “Kecelakaan Kerja” dan tulisan
CITO
6. Petugas Laboratorium mengambil sampel darah orang terpajan dan
sumber pajanan (semua pemeriksaan darah harus CITO)
7. Bagian Laboratorium secara langsung mengirimkan hasil pemeriksaan
darah orang terpajan dan sumber pajanan dalam amplop tertutup kepada
Dokter jaga IGD dalam waktu < 4 jam.
8. Petugas IGD melaporkan peristiwa pajanan kepada Komite K3RS
secepatnya (sesuai jam kerja bagian ybs) atau paling lambat 1 x 24 jam
setelah peristiwa pajanan terjadi.

Tata laksana Pajanan 5 :


1. Dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD) memberikan Pencegahan
Pasca Pajanan (PPP) kepada orang terpajan.
Pertimbangkan PPP didasarkan :
- Derajat pajanan
- Status infeksi dari sumber pajanan
- Status kerentanan (imunitas) orang terpajan
- Ketersediaan obat PPP
2. Dokter jaga IGD meresepkan obat profilaksis pasca pajanan yang
sesuai dan menuliskannya di Rekam Medis.
3. Orang terpajan mengambil obat di farmasi/ apotik rawat jalan dengan
membawa resep yag telah ditulis oleh Dokter. Penyuntikan pertama
dilakukan di IGD oleh perawat.
4. Dokter jaga IGD melengkapi Laporan Kecelakaan Kerja dan Formulir
Laporan Panjanan sesuai dengan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan tata laksana yang sudah dilakukan.
5. Laporan Kecelakaan Kerja dan Formulir Laporan Pajanan yang telah
lengkap dan ditandatangani pihak terkait dikumpulkan ke Komite K3
dalam waktu 1x24 jam pasca pajanan.
6. Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) lanjutan akan diatur sebagai berikut:
 Orang terpajan mematuhi jadwal profilaksis atau konsultasi yang
telah ditetapkan.
 Orang terpajan mendaftarkan diri di Tempat Pendaftaran Pasien
(TPP) Rawat Jalan sesuai poliklinik yang ditetapkan, membawa
kartu berobat puskes jika ada, dan menyebutkan bahwa karyawan
tersebut berobat lanjutan karena mengalami kecelakaan kerja.
 Poliklinik yang dituju sesuai hasil pemeriksaan awal di IGD, yaitu:
- Klinik KIA : Vaksinasi Hepatitis B ke-2 dan 3.
Klinik CST Violeta : Terapi dan monitoring toksisitas ARV.
- Poliklinik Umum : Monitoring dan pemeriksaan laboratorium
untuk kasus sumber pajanan Hepatitis C (+).
7. Resep PPP selanjutnya harus diberi cap “Kecelakaan Kerja” di Poli
Umum.
8. Orang terpajan menyimpan formulir Tatalaksana Pasca Pajanan
(Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV) selama prosedur PPP masih
berlangsung.
9. Setelah prosedur PPP berakhir maka orang terpapar melapor dan
mengumpulkan dokumen Tatalaksana Pasca Pajanan ke Komite K3RS
untuk pendokumentasiaan dan penyimpanan.

Pencegahan Pasca Pajanan (PPP) Hepatitis B


1. Sumber pajanan dengan Hepatitis B Antigen (HBs Ag) positif - orang
terpajan belum pernah mendapatkan vaksinasi :
- Dokter jaga IGD segera memberikan Imunogobulin Hepatitis B
(HBIg) 0,06 ml/kgBB dan vaksin Hepatitis B.
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan dan 6
bulan kemudian dilakukan di Poliklinik KIA).
2. Sumber pajanan dengan HBs Ag negatif – orang terpajan belum pernah
mendapatkan vaksinasi :
- Dokter jaga IGD segera memberikan vaksin Hepatitis B.
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan dan 6
bulan kemudian dilakukan di Poliklinik KIA).
3. Sumber pajanan dengan status HBs Ag tidak diketahui (darah sumber
pajanan tidak dapat diperiksa) - orang terpajan belum pernah
mendapatkan vaksinasi :
- Dokter jaga IGD segera memberikan vaksin Hepatitis B.
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan dan 6
bulan) kemudian dilakukan di Poliklinik KIA).
4. Sumber pajanan dengan HBs Ag positif - orang terpajan pernah
mendapatkan vaksinasi, pemberian profilaksis pasca pajanan tergantung
dengan kadar titer Anti HBs orang terpajan :
- Jika titer Anti HBs orang terpajan > 10 mU/ml, maka tidak perlu
diberikan profilaksis.
- Jika titer Anti HBs orang terpajan < 10 mU/ml, maka Dokter jaga
IGD segera memberikan Imunogobulin Hepatitis B (HBIg) 0,06
ml/kgBB dan Booster vaksin Hepatitis B.
5. Sumber pajanan dengan HBs Ag negatif - orang terpajan pernah
mendapatkan vaksinasi, tidak perlu diberikan profilaksis pasca
6. Sumber pajanan dengan status HBs Ag tidak diketahui (darah sumber
pajanan tidak dapat diperiksa) - orang terpajan pernah mendapatkan
vaksinasi, pemberian profilaksis pasca pajanan tergantung dengan kadar
Anti HBs orang terpajan :
- Jika titer Anti Hbs orang terpajan > 10 mU/ml, maka tidak perlu
diberikan profilaksis.
- Jika titer Anti Hbs orang terpajan < 10 mU/ml, maka Dokter jaga IGD
segera memberikan satu vaksin Hepatitis B
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan dan 6
bulan) kemudian dilakukan di Poliklinik KIA.
- Orang terpajan meminta dilakukan pengecekan titer Anti Hbs 2 bulan
kemudian oleh Dokter Poliklinik Umum.
7. Sumber pajanan dengan HBs Ag positif - orang terpajan non responder,
pemberian profilaksis pasca pajanan tergantung pada frekuensi
pengulangan serial vaksinasi Hepatitis B bagi orang terpajan dimasa
lampau :
a. Jika vaksinasi Hepatitis B belum diulang sampai 3 serial :
- Dokter jaga IGD segera memberikan Imunogobulin Hepatitis B
(HBIg) 0,06 ml/kgBB dan satu vaksin Hepatitis B.
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan dan
6 bulan kemudian) dilakukan di Poliklinik KIA.
b. Jika sudah pernah mendapat 2 serial vaksin Hepatitis B :
- Dokter jaga IGD segera memberikan Imunogobulin Hepatitis B
(HBIg) 0,06 ml/kgBB.
- PPP selanjutnya (HBIG dosis kedua) diberikan 1 bulan kemudian
oleh Dokter Poliklinik Umum.
8. Sumber pajanan dengan HBs Ag negatif - orang terpajan non
responder, tidak perlu diberikan profilaksis pasca pajanan.
9. Sumber pajanan Hepatitis B tidak diketahui (darah sumber pajanan
tidak dapat diperiksa) – orang terpajan non responder, lakukan telaah
sumber pajanan :
a. Jika Sumber pajanan resiko tinggi :
- Dokter jaga IGD segera memberikan Imunogobulin Hepatitis B
(HBIg) 0,06 ml/kgBB dan satu vaksin Hepatitis B.
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan
dan 6 bulan kemudian) dilakukan di Poliklinik KIA.
b. Jika sumber pajanan resiko rendah :
- Dokter jaga IGD segera memberikan satu vaksin Hepatitis B.
- PPP selanjutnya yaitu lanjutan vaksinasi Hepatitis B (1 bulan dan
6 bulan kemudian) dilakukan di Poliklinik KIA.

Pencegahan Pasca Pajanan (PPP) Hepatitis C


1. Dokter jaga IGD menjelaskan kepada orang terpajan bahwa pada kasus
sumber pajanan positif Hepatitis C tidak terdapat PPP.
2. Dokter jaga IGD memberikan formulir pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan setiap bulan selama 6 bulan kepada orang terpajan.
Pemeriksaan darah yang dilakukan adalah :
- Anti HCV
- SGOT
- SGPT
3. Orang terpajan melakukan pemeriksaan darah di Bagian Laboratorium
sesuai jadwal yang telah diberikan oleh Dokter jaga Instalasi Gawat
Darurat tersebut.
4. Orang terpajan memberikan dan mengkonsultasikan hasil pemeriksaan
laboratorium kepada Dokter Poliklinik Umum.
5. Petugas Poliklinik Umum mengisi kolom hasil pemeriksaan
laboratorium darah pada lembaran tatalaksana pasca pajanan untuk
Hepatitis C sesuai kolom yang telah disediakan.
6. Apabila ada kelainan dalam hasil pemeriksaan laboratorium, Dokter
Poliklinik Umum mengonsultasikan orang terpajan kepada Dokter
Spesialis Penyakit Dalam.
7. Semua proses ini terus berjalan setiap bulannya selama 6 bulan.
8. Semua dokumen hasil pemeriksaan darah wajib dilampirkan.

Pencegahan Pasca Pajanan (PPP) HIV


1. Pemberian ARV dan monitoring selanjutnya dilakukan oleh Dokter
CST di Klinik Violeta.
2. Orang terpajan melaporkan kepada atasan langsung atau penanggung
jawab ruangan bahwa dia mengonsumsi ARV.
3. Orang terpajan mengikuti prosedur pemberian ARV selanjutnya,
4. Orang terpajan melaporkan kepada Dokter CST bila ditemukan gejala
atau tanda tanda klinis akibat efek samping ARV.
5. Dokter CST mempunyai kewenangan penuh terhadap monitoring
pemberian dan penanganan terhadap efek samping ARV.
6. Apabila terjadi penghentian terapi ARV (drop out) sebelum waktunya
(karena alasan apapun) maka orang terpajan harus melapor kepada
atasan langsung dan Komite K3RS.
6. Unit terkait Semua unit

Anda mungkin juga menyukai