PENDAHULUAN
Secara garis besar Pendapatan Negara bersumber dari sektor migas dan sektor
non-migas. Salah satu penerimaan Negara dari sektor non-migas adalah sektor
Rp1.019,3 triliun dengan rasio penerimaan pajak (tax ratio) 12,6%. Adapun,
kontribusi hampir 79% dari total pendapatan negara dan hibah. Hingga Agustus
2012 realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp.519.722 milyar atau 50,98%
1
Seputar Indonesia, 2011, Penerimaan Negara dipacu, 19 Agustus 2011, (http://www.seputar-
indonesia.com/edisicetak/content/view/421967/, di akses 23 Januari 2013).
1
2
pajak dengan pendapatan negara dan hibah serta penerimaan dalam negeri dapat
Tabel 1.1
Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap APBN &Penerimaan Dalam Negeri
Periode 2006-2011(Dalam milar Rupiah)
Tabel 1.2
Tax Coverage 2010-2011
(dalam Milyar Rupiah)
Walaupun Tax Coverage tersebut sudah mendekati 100 persen, tetapi tetap
belum dikatkan berhasil memenuhi target dalam APBN dan hal tersebut masih
menimbulkan Tax Gap. Tax Gapmenurut James dan Alley (1999) sebagaimana
dikutip Hamonangan dan Mukhlis (2012 :84) dapat pula diartikan sebagai
perbedaan antara seberapa besar pajak yang dapat dikumpulkan dengan besar
menambahkan bahwa tingkat kepatuhan dapat diukur dari adanya tax gap, yaitu
perbedaan antara apa yang tersurat dalam aturan perpajakan dengan apa yang
Hal tersebut diperkuat dari data statistik dalam laporan tahunan DJP 2011
bahwa penerimaan pajak yang mencapai 99% dari yang ditargetkan dalam APBN
sebesar 52,74%. Lebih rincinya berikut ini tabel rasio kepatuhan wajib pajak
yang dikeluarakan oleh DJP melalui Laporan Tahunan DJP Tahun 2011 sebagai
berikut :
Tabel 1.3
Rasio Kepatuhan 2010-2011
2
Timbul Hamonangan S dan Imam Mukhlis, 2012, Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Pembangunan Ekonomi, Jakarta :
Raih Asa Sukses, p.84
3
Timbul Hamonangan S dan Imam Mukhlis, 2012, Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Pembangunan Ekonomi, Jakarta :
Raih Asa Sukses, p.84.
4
serta masih adanya tax gap yang merupakan perwujudan dari masih adanya
wajib pajak tersebut tercermin secara nyata dalam laporan tahunan DJP tahun
2011 dimana Sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, jumlah wajib pajak
orang pribadi terdaftar adalah 19,9 juta wajib pajak. Jumlah SPT Tahunan Orang
Pribadi yang disampaikan berjumlah 8,5 juta. Sedangkan berdasarkan data BPS,
jumlah orang yang aktif bekerja di Indonesia adalah 110 juta. Artinya, rasio wajib
pajak orang pribadi terdaftar dan SPT Tahunan yang disampaikan terhadap
kelompok pekerja aktif hanya mencapai 18,1% dan 7,73%. Dengan kata lain
target yang dicanangkan dalam APBN selama ini lebih rendah dari yang
seharusnya bisa diterima. Hal tersebut terlihat dari realisasi penerimaan pajak di
tahun 2011 mencapai 99% justru hanya di dukung oleh rasio kepatuhan sebesar
52,74% dan jika dilihat dari rasio wajib pajak orang pribadi terdaftar dengan SPT
Tahunan yang disampaikan dan kelompok pekerja aktif hanya 18,1% dan 7,73%.
Bayangkan jika rasio wajib pajak yang terdaftar dengan yang menyapaikan SPT
Tahunan bisa ditingkatkan dan DJP mampu meraih jumlah pekerja aktif yang
tahun 2011 pada saat itu akan mencapai target atau melebihi target. Jelas
4
Laporan Direktorat Jendral Pajak tahun 2011 (http://www.pajak.go.id/content/laporan-
tahunan-djp-2011) di akses 4 Maret 2013)
5
mengatakan bahwa :
“ Permasalahan utama perpajakan yang harus kita benahi bersama kedepan adalah
tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih sangat rendah. Menurut catatan Ditjen
Pajak, baru sekitar 25 juta Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah membayar dari
sekitar 60 juta Wajib Pajak Orang Pribadi yang seharusnya membayar pajak”.5
tersendiri bagi pemerintah yang harus diselesaikan. Banyak faktor yang perlu
dalam bukunya yang berjudul Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak (2010:4)
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan pajak belum mencapai
target APBN adalah adanya kendala dari wajib pajak terutama dalam hal
5
Direktorat Jenderal Pajak, Siaran Pers, 28 Desember 2012, Ditjen Pajak Ucapakan Terima Kasih
kepada Pembayar Pajak, Direktur Penyulu, Pelayanan dan Humas Kismanto Petrus
(www.pajak.go.id/sites/default/files/Siaran Pers Ucapan Terima kasih.pdf) di akses 4 Februari
2013
6
Safri Nurmantu, 2005, Pengantar Perpajakan; edisi 3, Jakarta Granit 2005, p.148. . (diakses melalui google book tanggal
12/2/13)
6
menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal yang disebut tax evasion,
maupun penghindaran pajaktidak dengan fraud dan dilakukan secara legal yang
disebut tax avoidance. Padaakhirnya tax evasion dan tax avoidance mempunyai
kepatuhan pajak adalah teori moral pajak (tax morale), yang menyatakan bahwa
faktor utama kepatuhan pajak ditentukan atas dasar norma sosial (social norm),
yaitu antara lain faktor keterbukaan, kejujuran, sistem dan prosedur pajak yang
sederhana, serta kemanfaatan pajak.8 Hal tersebut diperkuat oleh Widi (2010:7)
Andreoni, Erard, dan Feinstein (1998) yang juga dikutip Widi (2010:8) bahwa
faktor moral dan dinamika sosial pada model Kepatuhan Pajak merupakan area
7
Annisa Gamma Widjaya, 2011, Studi Evaluai Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008
dan Implikasinya terhadap penerimaan pajak pada KPP pratama Kota semarang di Lingkungan KANWIL Direktorat
Jendral Pajak Jawa Tengah 1. p.34
8
Timbul Hamonangan S dan Imam Mukhlis, 2012, Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Pembangunan Ekonomi, Jakarta :
Raih Asa Sukses, p.194
9
Widi Widodo, 2010, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. p.7
7
moral ke dalam model untuk menghasilkan penjelasan yang cukup beralasan atas
nyata dan Positif oleh tinggi rendahnya Moralitas Pajak.11Dimana Moralitas Pajak
informasi, adanya peraturan perpajakan yang berlaku, tarif pajak yang berlaku,
bersifat mengikat namun dapat mendorong wajib pajak untuk membayar pajak.
seiring dengan gencarnya reformasi sistem perpajakan yang telah dan sedang
10
Andreoni, James, B.Erard and J. Feinstein, 1998, Tax compliance, Journal Of Economy Literature, Vol.36 issue 2, Juni
1998.p.818-860 sebagaimana dikutip Widi, 2010, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak, p.8.
11
Widi Widodo, 2010, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. p.9
12
ibid .9
8
atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terhutang oleh wajib pajak dapat
mengalir ke kas negara. Untuk itu dalam sistem pajak penghasilan dikenal Self
:14Menurut Widi dan Djefris (2008:36) dalam bukunya yang berjudul Tax Payer’s
Rights Apa yang Perlu Kita Ketahui Tentang Hak-hak Wajib Pajak, Self
wewenang wajib pajak untuk menetukan sendiri jumlah pajak yang erutang setiap
Sedangkan With Holding System adalah Suatu sistem pemungtuan yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku.
self assessment.Dalam sistem ini Wajib Pajak berperan aktif mulai dari
fiskus tidak ikut campur dan hanya sebatas mengawasi pelaksanaan kewajiban
pajak dari Wajib Pajak.Namun demikian dalam sistem ini secara tidak langsung
13
Laporan Tahunan DJP Tahun 2011 (http://www.pajak.go.id/content/laporan-tahunan-djp-2011), p.64
14
Safri Nurmantu, 2005, Pengantar Perpajakan; edisi 3, Jakarta Granit 2005, p.106. . (diakses melalui google book tanggal
9/2/13)
9
memberikan konsekuensi yang berat bagi Wajib Pajak. Artinya, jika Wajib Pajak
yang dijatuhkan akan lebih berat. Oleh karena itu, sistem Self Assessment
Penerapan Self Assesment System bukan tanpa celah dan masalah, seperti
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=96240) bahwa :
hal itu secara ekonomis merugikannya. Anggapan itu sungguh salah, logikanya
Wajib Pajak akan berupaya membayar pajak sekecil-kecilnya. Oleh karena itu
15
Mikail Jam'an, Naslul Wirda, Raynold Tambunan & Sunarta Pormando, 16 September 2009. Meninjau Sistem
Pemungutan Pajak di Indonesia. (http://indonesiantaxation.blogspot.com/2009/11/meninjau-sistem-pemungutan-pajak-
di.html, diakses 11/3/2013)
16
Harian Umum Pelita, 2013. Pemerintah Akui Sistem Self Assesment SPT Lemah (Ekonomi dan keuangan).
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=96240, diakes 11/3/2013.
10
dapat “memaksa” Wajib Pajak untuk membayar pajak dengan benar, yaitu dengan
memberikan kewenangan kepada otoritas pajak untuk menguji kebenaran isi SPT
atau proporsionalitas, dimana Wajib Pajak juga mendapatkan sesuatu dari apa
yang dibayarkannya berupa hak untuk mendapatkan barang dan jasa publik secara
Widi (2010:4) adalah faktor budaya pajak, meliputi Hubungan antara Aparatur
Pajak dengan Wajib Pajak, Peraturan Perpajakan, dan Budaya Nasional. Widi
interaksi formal dan informal dalam suatu instistusi yang menghubungkan sistem
perpajakan nasional dengan praktik hubungan antara aparatur pajak dengan wajib
Hubungan antara aparatur pajak dengan wajib pajak dalam arti berkaitan
dengan tugas dan tanggung jawab aparatur pajak dengan wajib pajak, dalam hal
ini aparatur pajak harus bersikap terbuka dan ramah dan jujur didalam melayani,
sehingga menimbulkan rasa simpati dari wajib pajak terhadap aparatur pajak yang
akan berdampak pada kepatuhan pajak. Selain itu peraturan perpajakan yang
17
Widi Widdodo, 2012. Pajak dalam Perspektif moralitas dan
budaya.(http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/09/19/pajak-dalam-perspektif-moralitas-dan-budaya/, diakses
13/3/2013)
18
Widi Widodo, 2010, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. p.12
11
kepada wajib pajak karena wajib pajak memperoleh informasi tentang peraturan
pajak, dan bagaimana cara menghitung pajaknya, serta hak-hak mereka tentang
Orang Amerika atau budaya barat, memiliki kultur kolektivitas yang rendah
namun memiliki kultur individualisme yang tinggi, sehingga mereka lebih fokus
dengan kultur kolektivitas tinggi akan berusaha untuk mengikuti dan menganut
nilai-nilai yang ada dalam kelompoknya atau lingkungan sosial disekitarnya, agar
19
Kusumawati, Andi, 2012. Disertasi :Pengaruh Dimensi Budaya, Kewajiban Moral dan Planned Behavior
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.p. 14-13.
(repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2200/BAB%20I%20Kusuma.doc?sequence=2,
diakses 13/3/2013.)
12
variabel Budaya Pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pajak.Hal ini sesuai
Federasi Rusia yang mengatakan bahwa “Tidak ada satupun negara di mana
masyarakatnya merasa senang untuk membayar pajak tapi mereka mau membayar
pajak tidak lain karena pajak merupakan budaya”. Namun strategi Menteri
Ekonomi Jerman Graf (2000) adalah sangat tepat ketika ia menyatakan bahwa ia
sepenuhnya mengerti bahwa “Budaya Pajak tidak dapat ditanamkan dalam satu
tahun”.20
telah dilakukan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi kasus pada Wajib Pajak Orang
20
Ilyas Zaffar, Evolution Of Tax Culture in Pakistan, Worldwide Legal Directories, Sebagaimana dikutip Widi Widodo,
2010, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. P.12.
13
Pajak.
simultan.
Budaya Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak baik secara parsial
mapun simultan.
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
2. Bagi pembaca