JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Sumbangan
Pertumbuhan Jumlah PDB UMKM
Jumlah
Tahun Jumlah UMKM Usaha Besar Harga
UMKM (unit)
(%) (Unit) Konstan (Rp
dalam M)
2010 54.114.821 5.150 1.282.571,8
2011 55.206.444 2,57 4.952 1.369.326,0
2012 56.534.592 2,41 4.968 1.451.460,2
Sumber: www.bps.go.id (table perkembangan UMKM pada periode 2010-2012)
Tingginya jumlah dan pertumbuhan UMKM dapat dikatakan sebagai
sumber pajak yang dapat digunakan untuk menambah pendapatan negara.
Namun penerimaan pajak di Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh
Wajib Pajak usaha besar yang jumlahnya kurang dari 1% dimana sisanya adalah
Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM (Rakhmad, 2012). Hal ini
membuktikan bahwa tingginya jumlah dan pertumbuhan UMKM belum mampu
meningkatkan penerimaan pajak negara. Oleh karena itu penting untuk
diadakannya kajian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi Wajib Pajak,
khususnya Wajib Pajak UMKM dalam kepatuhannya memenuhi kewajiban
perpajakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau
aturan dan berdisiplin. Kepatuhan bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada
ajaran atau aturan. Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-Undang
Perpajakan. Jadi, kepatuhan pajak adalah kepatuhan seseorang terhadap
Undang-Undang Perpajakan. Tuntutan kepatuhan bagi wajib pajak orang pribadi
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara perpajakan. Pasal 12 dalam Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2000 Menjelaskan keharusan Wajib Pajak membayar pajak sebagai
berikut: “ (1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terhutang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan
tidak menggantungkan pada adamya surat ketetapan pajak. (2)Jumlah pajak
yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan Oleh Wajib
Pajak adalah jumlah pajak yang terhutang menurut ketentuan perundang-
undangan perpajakan….”
Kepatuhan Wajib Pajak menurut Rusli (2014) merupakan pemenuhan
kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka
memberikan kontribusi bagi pembangunan negara yang diharapkan di dalam
pemenuhannya dilakukan secara sukarela. Kepatuhan Wajib Pajak menjadi
sangat penting ketika di Indonesia menganut sistem Self Assessment sejak
reformasi perpajakan tahun 1983 sampai terakhir tahun 2000 dengan diubahnya
Undang-Undang Perpajakan Tersebut menjadi UU No. 16 tahun 2000, UU No.
17 Tahun 2000, UU No. 18 Tahun 2000.
Menurut Mardiasmo (2002) dalam Jatmiko (2006), Self Assessment
System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dengan
artian, bahwa wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar 19 dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT)
secara benar, lengkap, dan tepat waktu dalam melaporkan kewajibannya sendiri.
Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, dalam kaitan ini
Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan
adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan
bukti yang dilaksanakan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (Peraturan Menteri Keuangan,
nomor 17/PMK.03/2013). Dalam kaitannya dengan akuntansi maka kepatuhan
wajib pajak mengandung pengertian tersebut di atas.
Pemahaman
Perpajakan
(X1)
Tingkat Kepatuhan
Membayar Pajak
Kondisi Keuangan Wajib Pajak UMKM
Usaha (Y)
(X2)
Sanksi Pajak
(X3)
2.4 Hipotesis
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan empat variabel yang terdiri dari satu variabel
terikat (dependent) dan tiga variabel bebas (independent). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pajak wajib pajak UMKM,
sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pemahaman perpajakan,
kondisi keuangan usaha, dan sanksi pajak.
pajak (Resmi, 2009 dalam Nugroho, 2012). Indikator yang digunakan untuk
yang akan dipatuhi, sehingga sanksi perpajakan sebagai alat pencegah wajib
pajak untuk tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam Muliari
dan Setiawan, 2010). Semakin tinggi sanksi yang diberikan maka semakin tinggi