Anda di halaman 1dari 26

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Vol. 14 No. 1, Juli 2013: 1-26


ISSN 1411-5212

Dampak Kapasitas Fiskal terhadap Penurunan Kemiskinan: Suatu Analisis


Simulasi Kebijakan
Impact of Fiscal Capacity on Poverty Reduction: A Policy Simulation
Analysis

Vera Lisnaa,∗, Bonar M. Sinagab , Muhammad Firdausb , Slamet Sutomoa


a
Badan Pusat Statistik
b
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Pascasarjana IPB

Abstract
This study examines the impacts of fiscal capacity on the acceleration of poverty alleviation through a
dynamic simultaneous equations model using empirical data of 23 provinces and conducting historical simu-
lation. The increasing of fiscal capacity from local taxes and tax-revenue sharing have significant impact on
poverty reduction, particularly in agricultural household, which has the largest share in number of poor in
Indonesia indicated by larger decline of agricultural headcount index than industrial and trade headcount
index. However, the increasing of General Allocator Fund/Dana Alokasi Umum (DAU ) has negative im-
pact on agricultural headcount index. The policy implication is to increase revenue from taxation by local
governments as the impact is more effective in accelerating poverty reduction.
Keywords: Fiscal Capacity, Poverty Reduction, Policy Simulation

Abstrak
Studi ini menganalisis dampak kapasitas fiskal dalam mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia
melalui jalur pertumbuhan pro-poor melalui model persamaan simultan dinamis atas data empiris 23 pro-
vinsi dan simulasi historis. Peningkatan kapasitas fiskal dari pajak daerah dan bagi hasil pajak berdampak
paling besar dalam menurunkan kemiskinan terutama di rumah tangga pertanian yang mendominasi jumlah
penduduk miskin di Indonesia di mana headcount index pertanian turun lebih besar dibandingkan headcount
index industri dan perdagangan. Sebaliknya, peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) berdampak negatif
pada kemiskinan pertanian. Implikasinya adalah pemerintah daerah perlu meningkatkan penerimaan dari
perpajakan karena dampaknya lebih efektif mempercepat pengentasan kemiskinan.
Kata kunci: Kapasitas Fiskal, Penurunan Kemiskinan, Simulasi Kebijakan

JEL classifications: H71, H75, I32

Pendahuluan rintahan Daerah menyebabkan tingginya ke-


tergantungan keuangan pemerintah daerah pa-
Implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di da dana transfer dari pemerintah pusat khu-
Indonesia berdasarkan Undang-Undang (UU) susnya Dana Alokasi Umum (DAU). Selama
No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Ke- tahun 2005–2011, total realisasi transfer ke
uangan antara Pemerintah Pusat dan Peme- daerah melalui mekanisme dana perimbangan
yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan

Alamat Korespondensi: Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta dan Belanja Negara (APBN) naik dari Rp143,2
10710. E-mail : veralisna@yahoo.com;veralisna@bps.
go.id. triliun menjadi Rp347,2 triliun di mana kom-
2 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...
Tabel 1: Perkembangan Rata-Rata Beberapa Indikator Fiskal Riila Daerahb di Indonesia

Belanja Daerah Kapasitas Fiskalc Fiscal Gapd Derajat Kemandirian


Tahun DAU
(Triliun Rp) (Triliun Rp) (Triliun Rp) Fiskale (%)
2005 6,57 3,17 3,39 16,8 3,27
2006 8,18 3,39 4,78 14,1 4,66
2007 9,62 3,41 6,21 13,4 5,01
2008 10,05 3,86 6,19 15,0 4,91
2009 10,53 3,60 6,93 13,8 4,85
2010 10,92 4,22 6,71 15,1 4,79
2011 11,72 4,74 6,98 17,8 5,28
Pertumbuhan (%) 78,4 49,2 105,8 1,06f 61,2
Pertumbuhan per 13,1 8,2 17,6 0,26f 10,2
Tahun (%)
Catatan: a Konversi Nominal ke Riil menggunakan IHK Provinsi Tahun Dasar 2007;
Catatan: b Angka Provinsi terrmasuk Semua Kabupaten/Kota di setiap Provinsi;
Catatan: c PAD + Dana Bagi Hasil;
Catatan: d Belanja Daerah - Kapasitas Fiskal;
Catatan: e Rasio PAD terhadap total belanja daerah;
Catatan: f Dalam persen poin
Sumber: Kemenkeu R. I., diolah

posisi DAU meningkat dari 62% menjadi 65% jak. Menurut Bird (2011), jika pemerintah dae-
(Indonesia, 2012). Hal ini dapat terjadi karena rah menjadi lebih boros (bigger spenders) kare-
kesenjangan fiskal (fiscal gap) daerah terus me- na penerapan desentralisasi fiskal, maka untuk
ningkat sehingga kekurangan sumber keuangan kepentingan responsibilitas fiskal dan akunta-
daerah untuk membiayai belanja-belanja harus bilitas fiskal seharusnya kemampuan mengum-
daerah diatasi dengan transfer fiskal dari peme- pulkan pajak daerah juga lebih besar (bigger
rintah pusat. Tabel 1 menunjukkan kesenjang- taxers). Namun, pada kenyataannya kemam-
an fiskal riil rata-rata naik 8,2% per tahun. Se- puan mengumpulkan pajak yang digambarkan
mentara itu, total belanja daerah riil rata-rata oleh peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) da-
naik 13,1% per tahun. Tingginya kenaikan be- lam membiayai belanja daerah relatif kecil. De-
lanja daerh merupakan konsekuensi penerapan rajat kemandirian fiskal (fiscal autonomy) se-
kebijakan desentralisasi fiskal yang melimpah- lama tahun 2005–2011 hanya naik dari 16,8%
kan kewenangan pengelolaan keuangan kepada menjadi 17,8%. Jika mengacu pada kriteria Ba-
pemerintah daerah melalui tugas-tugas penge- litbang Depdagri dan Fisipol UGM (1991), ma-
luaran (expenditure assignments). ka derajat kemandirian fiskal daerah tersebut
Akan tetapi, kewenangan penerimaan keu- masih tergolong kurang mandiri. Rendahnya
angan daerah melalui tugas-tugas penerimaan derajat kemandirian fiskal daerah dapat terjadi
(revenue assignments) sangat terbatas, sehing- karena komposisi PAD pada total pendapatan
ga meskipun kapasitas fiskal meningkat tetapi daerah rendah. Tahun 2011, rata-rata kontri-
belum mampu membiayai belanja daerah yang busi PAD hanya 17,8%, sedangkan rata-rata
semakin besar. Akibatnya, transfer fiskal pun transfer fiskal 72,9% dengan rata-rata DAU
meningkat, terutama DAU yang merupakan 50,4%.
transfer tidak bersyarat (unconditional trans- Selain PAD, sumber pendapatan daerah la-
fer ). Namun, kemudahan untuk mendapatkan innya adalah bagi hasil pajak. Sumber keu-
dana transfer DAU menyebabkan pemerintah angan ini berasal dari bagi hasil dari Pajak
daerah kurang maksimal dalam mengeksplora- Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangun-
si sumber-sumber penerimaannya terutama pa- an (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 3

dan Bangunan (BPHTB) yang dikelola oleh pe- sektor pertanian semakin dirugikan. Dengan
merintah pusat. Akan tetapi, porsi yang dite- perkataan lain, kebijakan desentralisasi fiskal
rima daerah relatif kecil. Sebagai contoh, dae- yang mengutamakan transfer fiskal tidak me-
rah hanya menerima PPh 20% sesuai UU No. mihak mayoritas penduduk miskin di Indone-
33 Tahun 2004 Pasal 13 Ayat 1 yang berbunyi sia. Hal ini didukung oleh Nanga (2006) yang
”Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal menemukan bahwa transfer fiskal dalam ber-
25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi bagai bentuknya cenderung lebih menguntung-
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimana kan sektor nonpertanian dari pada sektor per-
dimaksud dalam Pasal 11 Ayat 2 Huruf c yang tanian padahal fakta menunjukkan mayoritas
merupakan bagian Daerah adalah sebesar 20% penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan
(dua puluh persen)”. Rendahnya penerimaan dan bekerja di sektor pertanian, sehingga ada
pajak daerah dan bagi hasil pajak menyebab- indikasi bahwa kemiskinan di pedesaan sema-
kan rendahnya kapasitas fiskal daerah sehingga kin buruk setelah diterapkannya kebijakan de-
kesenjangan fiskal meningkat yang diikuti de- sentralisasi fiskal. Jika dikaitkan dengan perila-
ngan meningkatnya ketergantungan keuangan ku pemerintah daerah dalam mengalokasikan
daerah pada dana transfer fiskal. sumber-sumber pendapatannya, maka hal ini
dapat diduga akibat fenomena flypaper effect
Tingginya ketergantungan fiskal berdampak karena pemerintah daerah lebih boros (over-
pada trade-off antara pertumbuhan ekonomi, spending) dalam membelanjakan dana transfer
kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Ta- khususnya DAU untuk kegiatan-kegiatan yang
bel 2 menunjukkan laju Produk Domestik Bru- tidak strategis dalam mempercepat pengentas-
to (PDB) riil tahun 2005–2011 naik dari 5,7% an kemiskinan.
menjadi 6,5% diikuti turunnya angka kemis-
kinan (headcount index ) dari 16,0% menjadi Tingginya transfer fiskal DAU dan adanya
12,5%. Akan tetapi ketimpangan pendapatan fenomena flypaper effect membawa kepada sua-
(indeks Gini) naik dari 0,36 menjadi 0,41. In- tu pemikiran mengenai pentingnya peningkat-
dikator ketimpangan pendapatan World Bank an kapasitas fiskal khususnya melalui peneri-
juga menunjukkan hal serupa di mana distribu- maan pajak daerah dan bagi hasil pajak. Pe-
si pengeluaran kelompok 20% penduduk tera- mikiran ini didasarkan pada peran pajak da-
tas meningkat dari 44,9% menjadi 48,4%, se- lam meredistribusi pendapatan melalui fung-
dangkan distribusi pengeluaran kelompok 40% si budgeter dan fungsi regulasi. Pajak berpe-
penduduk terbawah turun dari 18,8% menja- ran dalam mengumpulkan dana dari masyara-
di 16,9%. Hal ini menunjukkan bahwa per- kat yang kemudian digunakan untuk membi-
tumbuhan ekonomi Indonesia lebih dinikma- ayai kegiatan pembangunan melalui fungsi bu-
ti kelompok penduduk kaya, sementara pen- dgeter dan berperan mengatur kegiatan ekono-
duduk miskin hanya menikmati sebagian ke- mi, alokasi sumber daya, serta redistribusi pen-
cil dari manfaat pertumbuhan ekonomi terse- dapatan dan konsumsi melalui fungsi regulasi
but. Selain itu, jumlah penduduk miskin ma- (Musgrave dan Musgrave, 1989). Dengan pemi-
yoritas berada di rumah tangga pertanian di kiran tersebut, maka penggunaan dana kapasi-
mana proporsinya cenderung meningkat da- tas fiskal khususnya pajak dan bagi hasil pajak
ri 55,4% menjadi 56,9%. Kenyataan ini me- lebih dialokasikan untuk belanja-belanja dae-
nunjukkan implementasi kebijakan desentrali- rah yang strategis dalam mengentaskan kemis-
sasi fiskal yang mengutamakan instrumen DAU kinan. Akan tetapi, studi-studi empiris yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi dis- mengkaji dampak kapasitas fiskal terhadap ke-
tribusi pendapatan semakin tidak merata dan miskinan sangat terbatas. Studi-studi empiris
kelompok penduduk miskin yang bekerja di terdahulu umumnya mengkaji dampak kebijak-
4 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...
Tabel 2: Perkembangan Rata-Rata Beberapa Indikator Fiskal Riila Daerahb di Indonesia

Laju Kemiskinan Distribusi Penduduk Miskin Distribusi


PDB Headcount menurut Kelompok Rumah tangga(%) Indeks Pengeluaran (%)
Tahun Riil1 Index Pertanian Industri Perdagangan, Lainnya Gini 20% 40%
(%) (%) Pengolahan Hotel, Atas Bawah
Restoran
2005 5,7 15,97 55,4 6,8 8,3 29,5 0,36 44,9 18,8
2006 5,5 17,75 53,9 6,8 8,9 30,4 0,33 42,2 19,8
2007 6,3 16,58 52,9 5,7 8,0 33,4 0,36 44,8 19,1
2008 6,0 15,42 53,3 6,3 8,1 32,3 0,35 44,8 19,6
2009 4,6 14,15 53,5 2,9 5,8 37,9 0,37 41,2 21,2
2010 6,2 13,33 69,8 0,5 0,4 29,3 0,38 45,5 18,1
2011 6,5 12,49 56,9 6,1 7,0 30,0 0,41 48,4 16,9
Catatan: 1 Perubahan PDB Harga Konstan Tahun 2000
Sumber: BPS, data diolah

an desentralisasi fiskal dalam konteks transfer ga lain, maka analisis dilakukan juga pada ke-
fiskal dan desentralisasi pengeluaran, antara la- lompok rumah tangga industri pengolahan dan
in Nanga (2006), Qiao et al. (2008), serta Sina- kelompok rumah tangga perdagangan, hotel,
ga dan Siregar (2003). dan restoran.
Oleh karena itu, studi ini dianggap perlu di-
lakukan dengan pemikiran bahwa: (1) ada fe-
Tinjauan Referensi
nomena flypaper effect; (2) kapasitas fiskal me-
lalui pajak dan bagi hasil pajak lebih dialo- Kebijakan Fiskal
kasikan untuk belanja-belanja daerah yang se-
suai dengan strategi pengentasan kemiskinan; Secara umum, kebijakan fiskal dilakukan me-
dan (3) peningkatan pajak dalam jangka pen- lalui instrumen pajak (T ) dan belanja peme-
dek tidak memengaruhi pengeluaran penduduk rintah (G). Perubahan pajak dapat memenga-
miskin yang mayoritas bukan wajib pajak. Un- ruhi output melalui dua cara. Gambar 1 me-
tuk membuktikan hipotesis bahwa kebijakan nunjukkan bahwa peningkatan tarif pajak akan
peningkatan kapasitas fiskal melalui pajak da- mengurangi pendapatan wajib pajak sehing-
erah dan bagi hasil pajak berdampak memper- ga konsumsi wajib pajak menurun dan output
cepat penurunan kemiskinan, maka studi ini menurun. Sebaliknya, peningkatan pendapat-
dilakukan dengan tujuan untuk: (1) menguji an pemerintah dari pajak akan meningkatkan
fenomena flypaper effect pada belanja-belanja belanja-belanja pemerintah yang selanjutnya
daerah yang tidak strategis dalam mengentas- akan meningkatkan output melalui efek belan-
kan kemiskinan; (2) menguji elastisitas kapasi- ja pemerintah. Meskipun kedua instrumen fis-
tas fiskal terhadap belanja-belanja daerah yang kal tersebut secara langsung mengubah output,
strategis dalam mengentaskan kemiskinan; (3) tetapi besaran perubahan tersebut tidak selalu
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi sama karena adanya efek pengganda (multipli-
kemiskinan; dan (4) menganalisis dampak ka- er effect). Besar kecilnya pengganda pajak (tax
pasitas fiskal dan transfer fiskal terhadap ke- multiplier ) tergantung pada kesediaan masya-
miskinan yang memihak mayoritas penduduk rakat untuk mengonsumsi (willingness to con-
miskin di Indonesia, yaitu di kelompok rumah sume) yang diukur dengan marginal propensi-
tangga dengan kepala rumah tangga bekerja di ty to consume (M P C). Untuk mengukur peru-
sektor pertanian. Untuk membandingkan dam- bahan aktual output akibat perubahan pajak,
paknya pada kelompok-kelompok rumah tang- digunakan tax multiplier yang dihitung dengan
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 5
Gambar 1: Dampak Peningkatan Pajak

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

mengalikan perubahan pajak (∆T ) dengan tax nasional harus dilakukan di tingkat daerah,
−M P C
multiplier effect ( (1−M P C) ). Dengan demikian, salah satunya melalui kebijakan desentralisa-
peningkatan pajak sebesar ∆T secara langsung si fiskal. Pelimpahan kewenangan penganggar-
akan mengurangi output sebesar ∆T XM P C
(1−M P C) . Di an belanja daerah dari pemerintah pusat ke-
sisi lain, peningkatan pajak menambah sum- pada pemerintah daerah dilakukan dengan pe-
ber pendapatan pemerintah yang selanjutnya mikiran pemerintah daerah merupakan institu-
dapat digunakan sebagai tambahan belanja pe- si yang lebih dekat dengan masyarakat sehing-
merintah (G). Perubahan aktual output akibat ga lebih mengetahui prioritas kebutuhan pem-
perubahan belanja pemerintah diukur dengan bangunan daerahnya. Kebijakan ekspansi fiskal
government spending multiplier yang dihitung dengan meningkatkan belanja pemerintah da-
dihitung dengan mengalikan perubahan belan- erah akan berdampak positif pada perekono-
ja pemerintah (∆G) dengan government spend- mian, baik dari sisi Permintaan Agregat (Ag-
ing multiplier effect ( (1−M1 P C) ). Dengan demi- gregate Demand ) maupun Penawaran Agregat
kian, peningkatan belanja pemerintah sebesar (Aggregate Supply). Dengan asumsi peningkat-
∆G secara langsung akan meningkatkan output an belanja pemerintah digunakan untuk mem-
∆G
sebesar (1−M P C) . Perubahan belanja pemerin- biayai program-program sektoral, maka pro-
tah tersebut dapat memberi efek yang lebih be- duksi sektoral akan meningkat sehingga to-
sar dibandingkan jumlah nominalnya. Pening- tal output daerah (Produk Domestik Regional
katan belanja pemerintah dapat meningkat- Bruto (PDRB)) meningkat. Untuk membiayai
kan pendapatan individual penduduk yang a- pembangunan daerah, pemerintah daerah ha-
kan meningkatkan pengeluaran untuk konsum- rus memiliki sumber-sumber pendanaan yang
si sehingga kemiskinan berkurang. Dengan de- memadai. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pa-
mikian, peningkatan pajak secara tidak lang- sal 5 Ayat 2, pendapatan daerah bersumber
sung berdampak mengurangi kemiskinan mela- dari PAD, dana perimbangan, dan pendapat-
lui government spending multiplier jika pening- an lain-lain. Pada Pasal 6 disebutkan bahwa
katan pajak tersebut efektif digunakan untuk PAD bersumber dari pajak daerah, retribu-
meningkatkan konsumsi penduduk miskin. si daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
Keberhasilan pembangunan nasional sangat yang dipisahkan, dan PAD lain-lain yang sah.
ditentukan oleh keberhasilan pembangunan da- Selain itu, peningkatan penerimaan pajak na-
erah. Oleh karena itu, strategi pembangunan sional dari pajak-pajak langsung (PPh, PBB,
6 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

dan BPHTB) akan meningkatkan pendapatan perlu menaikkan pajak untuk membiayai pe-
fiskal daerah dari dana bagi hasil pajak. De- nyediaan barang publik. Dengan perkataan la-
ngan demikian, peningkatan penerimaan pajak in, tidak ada perbedaan peningkatan belanja
di tingkat nasional dan daerah akan mening- pemerintah daerah untuk menyediakan barang
katkan kapasitas fiskal daerah. publik sebagai dampak kenaikan transfer atau
dampak penurunan pajak daerah. Akan tetapi,
Kekurangan sumber dana untuk membiayai anomali transfer fiskal flypaper effect menye-
belanja-belanja daerah diatasi dengan trans- babkan keseimbangan turun ke titik EF P pada
fer fiskal dari pemerintah pusat. Akan tetapi, kurva indiferens U2 . Artinya, ada kenaikan pe-
alokasi transfer fiskal yang terjadi di negara- nerimaan pajak daerah sebesar +∆T R dan ke-
negara berkembang lebih didasarkan pada as- naikan konsumsi barang publik dari Z1 menjadi
pek pengeluaran dan kurang memperhatikan Z2 . Hal ini menunjukkan unconditional transfer
kemampuan pengumpulan pajak (Naganathan meningkatkan belanja daerah untuk konsumsi
dan Sivagnanam, 2000). Akibatnya, basis pa- barang publik, tetapi tidak menjadi substitusi
jak lokal (local tax base) tidak dieksplorasi se- bagi penerimaan pajak daerah. Kondisi terse-
cara maksimal (Oates, 1999) sehingga keter- but menggambarkan adanya fenomena flypaper
gantungan pada transfer fiskal semakin ting- effect di mana elastisitas belanja daerah terha-
gi. Dalam kebijakan desentralisasi fiskal di In- dap penerimaan transfer lebih tinggi daripada
donesia, transfer fiskal dilakukan melalui me- elastisitas belanja daerah terhadap penerimaan
kanisme dana perimbangan dengan komponen pajak daerah (Oates, 1999).
DAU, Dana Alokasi Khusus (DAK), bagi hasil
pajak, dan bagi hasil sumber daya alam. Pe- Kemiskinan dan Ketimpangan Penda-
ngaruh transfer fiskal pada kinerja fiskal pe-
patan
merintah daerah dapat dijelaskan dengan teori
perilaku konsumen. Dengan menggunakan for- Kemiskinan pendapatan (income poverty) me-
mat garis anggaran (budget line) dan kurva in- rupakan konsep kemiskinan yang paling ba-
diferens (indifference curve), Wilde (1968) da- nyak dipakai dalam perspektif ekonomi ka-
lam Kuncoro (2004) menunjukkan peningkatan rena terukur dan terkait dengan indikator-
transfer tidak bersyarat (unconditional grants) indikator perekonomian lainnya. Dengan kon-
sebesar ”Grant” akan meningkatkan anggaran sep ini, kemiskinan diukur sebagai ketidak-
pemerintah daerah ditunjukkan oleh garis ang- mampuan penduduk untuk memenuhi kebu-
garan yang bergeser dari ”Y ” ke ”Y + Grant” tuhan dasar (basic needs) makanan dan non-
(Gambar 2). Bergesernya garis anggaran akan makanan dengan batasan Garis Kemiskinan
menggeser keseimbangan konsumen dari titik (Poverty Line). Konsep tersebut dikenal de-
E0 pada kurva indiferens U0 ke titik EM pada ngan kemiskinan absolut. Penghitungan angka
kurva indiferens U1 . Pada posisi keseimbang- kemiskinan absolut di Indonesia dilakukan oleh
an yang baru tersebut, konsumsi barang pub- Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan ba-
lik dan barang privat masing-masing mening- tasan Garis Kemiskinan (GK) yang merupa-
kat dari Z0 ke Z1 dan dari X0 ke X1 . Sifat kan penjumlahan Garis Kemiskinan Makanan
transfer tidak bersyarat (unconditional trans- (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan
fer ) menyebabkan tekanan fiskal pada basis (GKNM). Ukuran kemiskinan yang paling ba-
pajak lokal menurun sehingga penerimaan pa- nyak digunakan adalah headcount index yang
jak daerah turun sebesar −∆T R sementara be- sering dilambangkan dengan P0 yang dihi-
lanja barang publik tetap meningkat. Artinya, tung dengan formula Foster-Greer-Thorbecke
transfer fiskal akan mengurangi beban pajak (FGT) yang dikembangkan oleh Foster et al.
masyarakat sehingga pemerintah daerah tidak (1984). Headcount index mengukur proporsi
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 7
Gambar 2: Dampak Transfer Tidak Bersyarat

Sumber: Wilde (1968) dalam Kuncoro (2004)

populasi penduduk yang tergolong miskin (Ha- kurva Lorenz, yaitu kurva frekuensi kumulatif
ughton dan Khandker, 2009). Indikator ini sa- yang membandingkan distribusi variabel ter-
ngat populer karena interpretasi dan pengu- tentu (misalnya pengeluaran) dengan distribu-
kurannya mudah. Namun, indikator ini tidak si uniform yang menyatakan kemerataan atau
memberi indikasi seberapa miskin penduduk equality. Indeks Gini berkisar antara 0 (mera-
miskin tersebut. ta sempurna) dan 1 (timpang sempurna). Na-
mun, data empiris menunjukkan indeks Gini
Konsep ketimpangan (inequality) lebih luas yang dihitung dari data pengeluaran per kapi-
dari kemiskinan karena definisinya mencakup ta berkisar antara 0,3 dan 0,5 (Haughton dan
seluruh penduduk dan tidak hanya fokus pa- Khandker, 2009).
da penduduk miskin (Haughton dan Khandker,
2009). Ketimpangan juga merupakan ukuran Banyak ahli ekonomi seperti Kakwani (1993)
kemiskinan relatif yang menggambarkan kondi- dan Bourguignon (2004) berpendapat bahwa
si kemiskinan sebagai dampak kebijakan pem- perubahan kemiskinan tidak hanya dipenga-
bangunan yang tidak menjangkau seluruh la- ruhi oleh pertumbuhan ekonomi, tetapi juga
pisan masyarakat sehingga menyebabkan dis- distribusi pendapatan. Pendapat tersebut di-
tribusi pendapatan tidak merata (BPS, 2008). tuangkan dalam konsep pertumbuhan pro-poor
Ukuran ketimpangan yang paling banyak di- (pro-poor growth) yang populer sejak satu de-
gunakan adalah indeks Gini yang dikembang- kade terakhir. Konsep ini merefleksikan ide, ya-
kan oleh Gini (1912), yang diturunkan dari itu pertumbuhan ekonomi harus dinikmati oleh
8 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

seluruh segmen masyarakat. Pendapat ini mun- liki potensi bekerja. Kebijakan transfer pen-
cul berdasarkan hasil studi empiris di bebera- dapatan yang pernah diterapkan di Indonesia
pa negara pada awal tahun 2000an yang mene- antara lain program Bantuan Langsung Tu-
mukan bahwa meskipun pertumbuhan ekono- nai (BLT) dan program beras untuk keluarga
mi yang cepat memberi efek paling besar da- miskin (Raskin). Sedangkan strategi pro-poor
lam mengurangi kemiskinan, tetapi tidak se- growth memberi pengaruh tidak langsung. Me-
mua pertumbuhan memberi pengaruh yang sa- nurut Abbott (2007), suatu kebijakan adalah
ma, sehingga percepatan pengentasan kemis- pro-poor jika (1) bersifat padat karya; (2) sa-
kinan tidak hanya membutuhkan pertumbuh- saran pada sektor-sektor di mana penduduk
an ekonomi yang tinggi, tetapi juga ketimpang- miskin bekerja; (3) mampu menciptakan pen-
an pendapatan yang lebih rendah (Whitfield, dapatan dan pekerjaan bagi penduduk mis-
2008). Keterkaitan pertumbuhan ekonomi, ke- kin; dan (4) mengurangi ketimpangan penda-
timpangan pendapatan, dan kemiskinan juga patan. Kebijakan ini memberi pengaruh pa-
dituangkan dalam kerangka pemikiran Warr da pendapatan penduduk miskin melalui efek
(2006) di mana pertumbuhan ekonomi ada- pertumbuhan dan distribusi pendapatan. De-
lah dampak (outcome) dari kebijakan ekonomi ngan demikian, kebijakan pro-poor growth ada-
dan kekuatan-kekuatan eksternal serta respons lah kebijakan yang meningkatkan pertumbuh-
pelaku pasar. Kebijakan ekonomi dan faktor- an sehingga berdampak menurunkan kemis-
faktor eksternal tersebut memengaruhi kemis- kinan dan ketimpangan pendapatan (Kakwa-
kinan melalui efek-efeknya pada pertumbuh- ni dan Pernia, 2000). Akan tetapi, tidak se-
an ekonomi (economic growth) dan redistribusi mua pertumbuhan ekonomi memiliki penga-
pendapatan (redistributional effects) yang dia- ruh yang sama. Menurut Meier (1995), penye-
sumsikan bernilai kecil. Pada kerangka pemi- babnya adalah (1) laju pertumbuhan ekonomi
kiran tersebut, PDB dan komponen-komponen yang rendah; (2) pola pertumbuhan ekonomi
sektoralnya merupakan dampak intermediate, yang tidak seimbang; dan (3) kegagalan kebi-
sedangkan kemiskinan merupakan dampak su- jakan pemerintah.
sulan. Dengan demikian, perubahan tingkat ke-
miskinan juga dipengaruhi oleh perubahan ke- Strategi pro-poor growth dapat dilakukan
timpangan pendapatan. melalui kebijakan fiskal. Peningkatan pajak na-
sional dan daerah untuk meningkatkan penda-
Dampak Kebijakan Fiskal terhadap patan fiskal daerah berpotensi meningkatkan
Kemiskinan dan Ketimpangan Penda- belanja daerah. Peningkatan belanja daerah se-
cara langsung meningkatkan output daerah dan
patan
secara tidak langsung meningkatkan pendapat-
Strategi penanggulangan kemiskinan dapat di- an individual dan konsumsi masyarakat. Ke-
lakukan melalui transfer pendapatan (cash bijakan fiskal di tingkat daerah dimungkinkan
transfer ) dan strategi pertumbuhan yang me- melalui kebijakan desentralisasi fiskal dengan
mihak penduduk miskin (pro-poor growth) (De melimpahkan sebagian kewenangan fiskal pe-
Janvry dan Sadoulet, 2010). Kebijakan trans- merintah pusat kepada pemerintah daerah me-
fer pendapatan memberi efek lebih cepat kare- lalui tugas-tugas pendapatan (revenue assign-
na secara langsung berdampak meningkatkan ments) dan tugas-tugas pengeluaran (expendi-
pendapatan individual penduduk. Akan teta- ture assignments). Akan tetapi, implementasi
pi, kebijakan tersebut membutuhkan biaya be- kebijakan desentralisasi fiskal berdampak pada
sar dan program-program redistribusi yang te- munculnya trade-off antara pertumbuhan eko-
pat sehingga dipandang kurang bijak jika di- nomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapat-
terapkan pada penduduk miskin yang memi- an.
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 9
Tabel 3: Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Ketimpangan Pendapatan Provinsi Tahun 2011

Provinsi Laju PDRB Riil1 Headcount Index Indeks Gini Proporsi Penduduk
(%) (%) Miskin Pertanian (%)
1 Nanggroe Aceh Darussalam 5,02 19,57 0,33 57,8
2 Sumater Utara 6,58 11,33 0,35 61,6
3 Sumatera Barat 6,22 9,04 0,35 70,3
4 Riau 5,01 8,47 0,36 63,9
5 Jambi 8,54 8,65 0,34 63,2
6 Sumatera Selatan 6,50 14,24 0,34 60,8
7 Bengkulu 6,40 17,50 0,36 65,7
8 Lampung 6,39 16,93 0,37 64,4
9 Kepulauan Bangka Belitung 6,40 5,75 0,30 26,2
10 Kepulauan Riau 6,67 7,40 0,32 9,5
11 DKI Jakarta 6,71 3,75 0,44 1,1
12 Jawa Barat 6,48 10,65 0,41 41,5
13 Jawa Tengah 6,01 15,76 0,38 50,9
14 D.I. Yogyakarta 5,16 16,08 0,40 54,5
15 Jawa Timur 7,22 14,23 0,37 60,5
16 Banten 6,43 6,32 0,40 40,7
17 Bali 6,49 4,20 0,41 49,1
18 Nusa Tenggara Barat -3,18 19,73 0,36 56,9
19 Nusa Tenggara Timur 5,63 21,23 0,36 78,7
20 Kalimantan Barat 5,94 8,60 0,40 61,7
21 Kalimantan Tengah 6,74 6,56 0,34 73,2
22 Kalimantan Selatan 6,12 5,29 0,37 61,5
23 Kalimantan Timur 3,93 6,77 0,38 58,0
24 Sulawesi Utara 7,39 8,51 0,39 57,7
25 Sulawesi Tengah 9,16 15,83 0,38 65,7
26 Sulawesi Selatan 7,65 10,29 0,41 59,2
27 Sulawesi Tenggara 8,68 14,56 0,41 66,7
28 Gorontalo 7,68 18,75 0,46 75,9
29 Sulawesi Barat 10,41 13,89 0,34 85,4
30 Maluku 6,02 23,00 0,41 73,0
31 Maluku Utara 6,41 9,18 0,33 80,7
32 Papua Barat 27,22 31,92 0,40 83,6
33 Papua -5,67 31,98 0,42 90,0
Catatan: 1 Perubahan PDRB Harga Konstan Tahun 2000;
Sumber: BPS, data diolah

Tabel 3 menunjukkan pertumbuhan ekono- paling besar (0,44). Perbedaan pengaruh per-
mi Provinsi Papua Barat tahun 2011 paling tumbuhan ekonomi pada kemiskinan dan ke-
tinggi (27,2%), tetapi angka kemiskinan dan timpangan pendapatan provinsi pada masa de-
ketimpangan pendapatan indeks Gini juga sa- sentralisasi fiskal yang mengutamakan instru-
ngat tinggi yaitu 31,9% dan 0,40. Sementa- men transfer fiskal DAU memberi indikasi bah-
ra itu, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung wa tidak semua penduduk miskin mempero-
dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah leh manfaat dari pertumbuhan ekonomi dae-
(6,4%) memiliki angka kemiskinan cukup ren- rah tersebut. Dengan perkataan lain, ada in-
dah (5,8%) dan indeks Gini paling kecil (0,30). dikasi trickle-up effect dalam proses pemba-
Sedangkan, Provinsi DKI Jakarta dengan per- ngunan nasional di Indonesia (Kuncoro, 2013).
tumbuhan ekonomi 6,7% memiliki angka ke- Kenyataan ini juga menunjukkan ada trade-
miskinan paling kecil (3,7%) dan indeks Gini off pertumbuhan dan ketimpangan pendapat-
10 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

an tingkat daerah di Indonesia. Dengan demi- kegiatan-kegiatan yang tidak strategis dalam
kian, dapat diduga bahwa implementasi kebi- mengentaskan kemiskinan. Fenomena flypaper
jakan desentralisasi fiskal yang mengutamakan effect di Indonesia antara lain ditunjukkan oleh
transfer fiskal tidak memihak mayoritas pen- studi-studi empiris Afrizawati (2012), Suyanto
duduk miskin khususnya di sektor pertanian. (2010), dan Kuncoro (2004). Oleh karena itu,
Namun, hasil studi Son dan Kakwani (2004) dengan pemikiran bahwa pajak lebih berpe-
menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat ran meredistribusi pendapatan, maka pening-
dapat memperlambat penurunan bahkan me- katan kapasitas fiskal melalui pajak dan bagi
ningkatkan kemiskinan yang tergantung pa- hasil pajak dianggap lebih mampu mewujud-
da seberapa besar tingkat ketimpangan penda- kan pertumbuhan ekonomi yang pro-poor, yai-
patan meningkat. Jika pertumbuhan pro-poor tu pertumbuhan yang berdampak mengurangi
(pro-poor growth) di mana pertumbuhan me- kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Pe-
nurunkan ketimpangan pendapatan dapat di- mikiran tersebut juga berdasarkan hasil studi
capai, maka penurunan kemiskinan dapat di- empiris Amir et al. (2013), yaitu stimulus fiskal
percepat meskipun pertumbuhan ekonomi se- pemotongan PPh di Indonesia lebih mengun-
dang (moderate). Artinya, pertumbuhan pro- tungkan penduduk golongan atas karena ber-
poor meskipun moderat akan berdampak besar dampak meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
menurunkan kemiskinan dibandingkan tingkat tetapi memperburuk ketimpangan pendapat-
pertumbuhan tinggi tetapi tidak pro-poor. Oleh an.
karena itu, untuk mempercepat penurunan ke-
miskinan tidak hanya dibutuhkan pertumbuh- Fakta tingginya ketergantungan keuangan
an ekonomi yang tinggi, tetapi juga pemerata- daerah pada DAU dan adanya fenomena flypa-
an distribusi pendapatan. per effect akibat keleluasan pengelolaan ang-
garan belanja daerah diduga memperburuk
Pelimpahan expenditure assignments yang kondisi kemiskinan di Indonesia. Hal ini mem-
menyebabkan belanja daerah melebihi kapa- bawa pada suatu pemikiran mengenai penting-
sitas fiskal diatasi dengan transfer fiskal da- nya pemerintah daerah meningkatkan kemam-
ri pemerintah pusat kepada pemerintah dae- puan keuangannya dari sumber daya lokal, ya-
rah. Akan tetapi, beberapa studi empiris ter- itu kapasitas fiskal. Studi-studi empiris terda-
dahulu menunjukkan dampak negatif transfer hulu umumnya menganalisis dampak kebijak-
fiskal pada kemiskinan. Nanga (2006) meng- an desentralisasi fiskal dalam konteks transfer
gunakan data empiris 25 provinsi di Indone- fiskal DAU dan desentralisasi pengeluaran, an-
sia tahun 1999–2002 yang menunjukkan trans- tara lain Sinaga dan Siregar (2003), Yudhoyo-
fer fiskal berdampak meningkatkan kemiskin- no (2004), Pardede (2004), Panjaitan (2006),
an dan ketimpangan pendapatan. Studi Qiao dan Nanga (2006). Selain itu, referensi menge-
et al. (2008) terhadap data empiris di Cina ta- nai studi-studi empiris yang menganalisis dam-
hun 1985–1998 menemukan desentralisasi fis- pak kapasitas fiskal terhadap kemiskinan sek-
kal menyebabkan trade-off antara pertumbuh- toral sangat terbatas. Studi-studi kemiskinan
an ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Pe- sektoral umumnya hanya menganalisis keter-
ngaruh negatif transfer fiskal pada kemiskinan kaitan perekonomian dan kemiskinan sektoral,
diduga karena tidak efektifnya distribusi da- tetapi tidak terkait peran kebijakan fiskal dae-
na transfer fiskal pada alokasi belanja-belanja rah, antara lain Suryahadi et al. (2009; 2012),
daerah. Artinya, ada fenomena flypaper effect Ravallion dan Datt (2002), serta Eastwood dan
karena pemerintah daerah merespons pening- Lipton (2001). Sedangkan fakta menunjukkan
katan transfer fiskal secara berlebihan untuk ada variasi sektoral regional dalam dinamika
belanja daerah khususnya dalam membiayai kemiskinan di Indonesia dalam kerangka de-
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 11

sentralisasi fiskal. Dengan perkataan lain, kebi- imbangan bersumber dari pendapatan APBN
jakan fiskal daerah berperan dalam perubahan yang dialokasikan kepada daerah dalam rang-
kemiskinan sektoral di Indonesia. ka pelaksanaan desentralisasi fiskal. Penerima-
an perpajakan merupakan sumber utama pen-
Kerangka Pemikiran dapatan dalam negeri terutama pajak-pajak
langsung seperti PPh, PBB, dan BPHTB. A-
Kerangka pemikiran disusun berdasarkan tin- kan tetapi, flypaper effect dapat mengurangi
jauan literatur terhadap teori, bukti-bukti em- dampak transfer fiskal pada kemiskinan. Oleh
piris, dan hasil-hasil studi terdahulu. Gambar karena itu, peningkatan kapasitas fiskal khu-
3 menunjukkan pajak nasional dan pajak da- susnya melalui pajak daerah dan bagi hasil pa-
erah berperan meningkatkan kapasitas fiskal jak dianggap lebih mampu mengurangi kemis-
daerah. Dengan asumsi bahwa kapasitas fiskal kinan melalui efek pertumbuhan dan distribusi
digunakan untuk belanja-belanja daerah yang pendapatan.
sesuai dengan strategi pengentasan kemiskin-
an (pro-poor growth strategy), maka peningkat-
an belanja-belanja daerah karena naiknya ka- Metode
pasitas fiskal berdampak meningkatkan PDRB
riil. Strategi pro-poor growth dapat dilakukan Studi ini menggunakan data sekunder dari Ke-
dengan menerapkan kebijakan-kebijakan di bi- menterian Keuangan RI dan BPS berupa da-
dang infrastruktur, pertanian, pengembangan ta panel 23 provinsi dan 391 kabupaten/kota
modal manusia, dan akses teknologi (Balisac- tahun 2005–2011 meliputi data realisasi fiskal,
an et al., 2003; OECD, 2006a; 2006b; 2009a; data perekonomian, dan data kemiskinan. Da-
2009b). ta fiskal terdiri dari pendapatan dan pengelu-
Peningkatan PDRB riil selanjutnya akan me- aran pemerintah daerah tingkat provinsi yang
ningkatkan upah riil. Selama tahun 2005–2011, digabung dengan data semua kabupaten/kota
rata-rata kenaikan upah riil tenaga kerja perta- di setiap provinsi. Konsep dan penghitungan
nian, industri pengolahan, serta perdagangan, pendapatan daerah mengacu pada UU No. 33
hotel, dan restoran di tingkat provinsi masing- Tahun 2004 Pasal 5 Ayat 2. Menurut UU No.
masing 9,8%, 0,3%, dan 2,6%. Indikator upah 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Re-
riil dipilih karena dianggap lebih mampu meng- tribusi Daerah, pajak daerah adalah kontribusi
gambarkan daya beli tenaga kerja sehingga wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
dapat digunakan sebagai proksi tingkat pen- pribadi atau badan yang bersifat memaksa ber-
dapatan penduduk. Peningkatan pendapatan dasarkan undang-undang, dengan tidak men-
penduduk karena peningkatan upah riil akan dapatkan imbalan secara langsung dan digu-
meningkatkan daya beli sehingga pengeluar- nakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
an konsumsi meningkat. Dengan menggunakan besarnya kemakmuran rakyat. Jenis-jenis pa-
penghitungan angka kemiskinan dengan kon- jak daerah mayoritas merupakan pajak tidak
sep kemiskinan pendapatan (income poverty), langsung yang dipungut dan dikelola oleh pe-
maka peningkatan pengeluaran per kapita a- merintah daerah. Pajak daerah meliputi pa-
kan mengurangi angka kemiskinan. Di sisi la- jak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak
in, pajak nasional juga merupakan sumber da- provinsi terdiri dari pajak kendaraan bermo-
na transfer yang dialokasikan untuk mengatasi tor, bea balik nama kendaraan bermotor, pa-
kesenjangan fiskal akibat belanja daerah yang jak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air
melebihi kapasitas fiskal. Dalam UU No. 33 permukaan, dan pajak rokok. Pajak kabupa-
Tahun 2004 disebutkan bahwa dana transfer ten/kota terdiri dari pajak hotel, pajak resto-
kepada pemerintah daerah melalui dana per- ran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak pene-
12 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...
Gambar 3: Kerangka Pemikiran

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

rangan jalan, pajak mineral bukan logam dan lagi dipisahkan menjadi belanja rutin dan be-
batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak lanja pembangunan, melainkan belanja tidak
sarang burung walet, PBB, dan BPHTB. Sam- langsung dan belanja langsung. Kedua jenis be-
pai saat ini, PBB masih dikelola oleh pemerin- lanja ini dirinci menurut organisasi, fungsi, dan
tah pusat dan direncanakan akan dialihkan ke jenis belanja. Agar sesuai dengan tujuan studi
pemerintah daerah pada tahun 2015. Sedang- maka klasifikasi yang digunakan berdasar- kan
kan BPHTB sudah dialihkan ke pemerintah da- fungsi ekonomi dalam format Anggaran Pen-
erah sejak tahun 2011. Tarif pajak untuk seti- dapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu
ap jenis pajak berbeda-beda yang ditetapkan (1) belanja pertanian untuk tanaman pangan,
melalui Peraturan Daerah sesuai perundang- perkebunan, dan peternakan; (2) belanja kehu-
undangan yang berlaku. Dana perimbangan tanan; (3) belanja kelautan dan perikanan; (4)
adalah transfer fiskal yang bersumber dari pen- belanja industri; (5) belanja perdagangan; (6)
dapatan APBN dan dialokasikan kepada dae- belanja pekerjaan umum; (7) dan belanja lain-
rah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam nya. Dalam studi ini, belanja pekerjaan umum
rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana per- dianggap dapat mewakili pengeluaran daerah
imbangan meliputi DAU, DAK, bagi hasil pa- untuk infrastruktur jalan.
jak, dan bagi hasil sumber daya alam. Bagi ha- Data perekonomian meliputi PDRB sekto-
sil pajak bersumber dari penerimaan pajak da- ral, rata-rata pengeluaran per kapita per bu-
lam negeri dari PPh, PBB, dan BPHTB yang lan, jumlah tenaga kerja, rata-rata upah te-
dikelola oleh pemerintah pusat. Kapasitas fis- naga kerja per bulan, laju inflasi, dan infra-
kal merupakan sumber pendanaan daerah yang struktur panjang jalan aspal. Data PDRB sek-
berasal dari PAD, bagi hasil pajak, dan bagi toral diklasifikasikan menjadi: (1) sektor per-
hasil sumber daya alam yang digunakan seba- tanian; (2) sektor industri pengolahan; (3) sek-
gai dasar penghitungan celah fiskal dalam for- tor perdagangan, hotel, dan restoran; dan (4)
mula DAU. sektor-sektor lainnya. PDRB sektor pertanian
Sedangkan, konsep belanja daerah mengacu diklasifikasikan lagi menjadi tiga subsektor: (1)
pada UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuang- tanaman pangan, perkebunan, dan peternak-
an Negara. Perubahan format keuangan negara an; (2) kehutanan; dan (3) perikanan. PDRB
dan daerah menyebabkan belanja daerah tidak sektor industri pengolahan meliputi subsektor
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 13

agroindustri dan subsektor industri pengolah- IHK provinsi setiap tahun. Kondisi infrastruk-
an lainnya. PDRB subsektor agroindustri ter- tur diwakilkan oleh data panjang jalan aspal
diri dari: (1) industri makanan, minuman, dan di setiap provinsi yang merupakan gabungan
tembakau; (2) industri barang kayu dan hasil jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupa-
hutan lain; dan (3) agroindustri lainnya. Un- ten/kota yang melewati provinsi tersebut.
tuk efisiensi penulisan, istilah sektor industri Data kemiskinan meliputi persentase pendu-
pengolahan disingkat menjadi sektor industri, duk miskin dalam ukuran Headcount Index dan
sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan res- ketimpangan pendapatan dalam ukuran indeks
toran disingkat menjadi sektor perdagangan. Gini. Serupa dengan rata-rata pengeluaran per
PDRB sektor pertanian terdiri dari gabungan kapita per bulan, angka kemiskinan Headco-
subsektor tanaman pangan, hortikultura, per- unt Index di setiap provinsi dirinci menurut
kebunan, dan peternakan, dan subsektor perta- tiga kelompok rumah tangga, yaitu pertanian,
nian lainnya, yaitu gabungan subsektor kehu- industri, dan perdagangan. Angka kemiskinan
tanan dan subsektor perikanan. Data rata-rata tingkat provinsi yang didisagregasi menurut ke-
pengeluaran per kapita per bulan diklasifika- lompok rumah tangga tidak tersedia, sehingga
sikan menurut kelompok rumah tangga berda- dihitung oleh penulis menggunakan data Su-
sarkan pekerjaan utama kepala rumah tangga senas. Sedangkan indeks Gini merupakan data
yaitu: (1) rumah tangga pertanian; (2) rumah ketimpangan pendapatan tingkat provinsi dan
tangga industri; dan (3) rumah tangga perda- tidak dirinci menurut kelompok rumah tangga.
gangan. Sedangkan kelompok rumah tangga la-
innya tidak dianalisis. Sesuai konsep Sakernas, Model Persamaan Simultan
pekerjaan utama kepala rumah tangga meru-
juk pada jumlah jam kerja terbanyak yang di- Model persamaan simultan dinamis merupa-
lakukan oleh kepala rumah tangga dalam ma- kan model ekonometrik yang disusun ber-
sa satu minggu sebelum pencacahan (renume- dasarkan kerangka pemikiran menggunakan
rasi). Karena data rata-rata pengeluaran per variabel-variabel yang relevan dalam tataran
kapita per bulan tingkat provinsi tidak terse- teori ekonomi, konsep, dan kajian studi-studi
dia, maka dihitung oleh penulis menggunakan empiris terdahulu. Spesifikasi model ekonome-
data Susenas. Jumlah tenaga kerja dan rata- trik tersebut terdiri dari beberapa persamaan
rata upah tenaga kerja per bulan juga diklasi- struktural dan identitas yang dikelompokkan
fikasikan menurut tiga sektor utama tersebut. ke dalam blok fiskal, perekonomian, dan ke-
Agar terbanding antartahun, data-data nomi- miskinan. Keterkaitan antarblok disajikan pa-
nal diubah ke dalam bentuk riil menggunakan da Gambar 4. Sumber-sumber pendapatan fis-
Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi. Ka- kal daerah terdiri dari pajak daerah, bagi ha-
rena data IHK provinsi tidak tersedia, maka sil pajak, DAU, dan sumber-sumber lainnya
dihitung sebagai rata-rata IHK umum bebera- akan memengaruhi belanja-belanja daerah un-
pa kota di setiap provinsi dengan tahun dasar tuk urusan pertanian, industri, perdagangan,
2007 (2007=100). Saat ini, IHK tersedia untuk infrastruktur, dan lainnya. Perubahan penda-
66 kota yang tersebar di semua provinsi. Se- patan dan belanja fiskal daerah selanjutnya ak-
lanjutnya, data riil diperoleh dengan memba- an mengubah kinerja fiskal daerah yang meng-
gi masing-masing data nominal dengan rata- gambarkan tingkat ketergantungan fiskal de-
rata IHK provinsi. Demikian juga, laju inflasi ngan ukuran kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan
provinsi yang digunakan sebagai variabel pen- kemandirian fiskal (fiscal autonomy). Kesen-
jelas dalam persamaan rata-rata pengeluaran jangan fiskal dihitung dari selisih total belan-
per kapita dihitung dari perubahan rata-rata ja daerah dan kapasitas fiskal, sedangkan ke-
mandirian fiskal dihitung dari rasio PAD ter-
14 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

hadap total belanja daerah. Belanja infrastruk- fit). Penerimaan pajak daerah dan bagi ha-
tur memengaruhi kondisi infrastruktur pan- sil pajak dipengaruhi oleh PDRB sektor-sektor
jang jalan aspal yang selanjutnya memengaru- nonpertanian. Sedangkan DAU antara lain di-
hi jumlah tenaga kerja sektoral. Jumlah tena- pengaruhi oleh total PDRB dan jumlah pega-
ga kerja dan belanja daerah serta faktor-faktor wai negeri sipil (PNS). PDRB yang lebih be-
eksternal lainnya bersama-sama memengaruhi sar akan menurunkan DAU, sebaliknya jum-
PDRB sektoral. Perubahan PDRB sektoral a- lah PNS yang lebih banyak akan meningkat-
kan mengubah tingkat upah riil tenaga kerja kan DAU. Akan tetapi, perubahan DAU yang
sektoral sehingga tingkat pendapatan rumah sangat responsif terhadap perubahan jumlah
tangga juga berubah. Peningkatan pendapat- PNS dengan elastisitas jangka pendek 0,90 dan
an rumah tangga sebagai dampak peningkatan jangka panjang 1,00 mengindikasikan besaran
PDRB sektoral akan meningkatkan daya be- DAU lebih dipengaruhi oleh belanja rutin un-
li penduduk sehingga pengeluaran per kapita tuk administrasi pemerintahan daerah. Arti-
meningkat. Di sisi lain, pertumbuhan PDRB nya, formula penghitungan DAU lebih mengu-
sektoral dan kesenjangan fiskal memengaruhi tamakan alokasi dasar daripada kebutuhan fis-
distribusi pendapatan. Peningkatan pengeluar- kal daerah. Hal ini sesuai dengan temuan Wor-
an per kapita bersama-sama dengan turunnya ld Bank (2007).
ketimpangan pendapatan akan mengurangi ke-
Estimasi persamaan-persamaan belanja da-
miskinan di setiap kelompok rumah tangga. Fe-
erah yang menunjukkan elastisitas belanja
nomena flypaper effect dapat dibuktikan pada
industri dan belanja perdagangan terhadap
estimasi persamaan-persamaan belanja daerah
DAU yang lebih besar daripada kapasitas fis-
melalui nilai elastisitas belanja daerah terha-
kal mengindikasikan adanya fenomena flypa-
dap transfer fiskal dan kapasitas fiskal. Jika
per effect (Tabel 4). Sebaliknya, nilai koefisi-
elastisitas belanja daerah untuk sektor-sektor
en estimasi dan elastisitas belanja pertanian,
yang esensial dalam mengentaskan kemiskinan
belanja kehutanan, dan belanja infrastruktur
(seperti pertanian dan infrastruktur) terhadap
terhadap kapasitas fiskal lebih besar daripa-
kapasitas lebih besar dibandingkan transfer fis-
da DAU. Artinya, dalam strategi pengentas-
kal, maka kapasitas fiskal menjadi lebih efektif
an kemiskinan melalui bidang-bidang pertani-
dalam menurunkan kemiskinan.
an dan infrastruktur sesuai rekomendasi Bali-
sacan et al. (2003) dan OECD (2006a; 2006b;
Hasil dan Analisis 2009a; 2009b), pemerintah daerah lebih ber-
gantung pada penerimaan kapasitas fiskal da-
Model persamaan simultan dinamis diestima- ripada transfer DAU. Sedangkan, penerimaan
si dengan metode Two Stage Least Squares DAU lebih diutamakan untuk bidang-bidang
(2SLS) menggunakan prosedur SYSLIN pada industri dan perdagangan yang tidak termasuk
software SAS/ETS 9.3.1. Metode 2SLS dipi- strategi pro-poor growth.
lih dengan pertimbangan jumlah sampel terba-
tas, respesifikasi berulang, melakukan simulasi Hasil estimasi persamaan-persamaan upah
kebijakan, hasil estimasi konsisten, sederhana, tenaga kerja pada Tabel 5 menunjukkan PDRB
dan mudah (Koutsoyiannis, 1977). sektoral secara positif signifikan memengaruhi
rata-rata upah riil tenaga kerja sektoral sela-
in pengaruh upah minimum provinsi (UMP)
Analisis Hasil Estimasi
dan rata-rata lama sekolah (MYS). Selanjut-
Secara umum, hasil estimasi menunjukkan mo- nya, rata-rata upah riil tenaga kerja sekto-
del memenuhi kriteria ekonomi (theoretically ral secara signifikan positif memengaruhi rata-
meaningful ) dan kriteria statistik (goodness of rata pengeluaran per kapita per bulan di se-
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 15
Tabel 4: Estimasi Belanja Daerah

Variabel Penjelas GPGNKBNTNK GHTN GIKAN GIND GDG GIFR


KAPFIS 0,02254*** 0,00231** 0,00490*** 0,00113*** 0,00262*** 0,15784***
(0,35; 0,42) (0,12; 0,28) (0,23; 0,31) (0,14; 0,27) (0,27; 0,43) (0,42; 0,59)
DAU 0,01696*** 0,00162* 0,00581*** 0,00360*** 0,00338*** 0,03462***
(0,35; 0,41) (0,11; 0,25) (0,35; 0,48) (0,58; 1,13) (0,45; 0,72) (0,12; 0,17)
SHPDRBPG- 6.528,027***
NKBNTNK (0,41; 0,49)
SHPDRBHTN 10.671,05***
(0,17; 0,40)
SHPDRBIKAN 6.853,992***
(0,24; 0,32)
TREND 7.221,881** -7.194,11*** 3.733,271*** 2.187,757*** 1.562,678 14.655,59
GPGNKBNTNKL 0,1582***
GHTNL 0,581428***
GIKANL 0,258131***
GINDL 0,487461***
GDGL 0,372991***
GIFRL 0,294207***
Keterangan: * Signifikan pada taraf 10%;
Keterangan: ** Signifikan pada taraf 5%;
Keterangan: *** Signifikan pada taraf 1%;
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah elastisitas jangka pendek dan jangka panjang;
Keterangan: Keterangan variabel disajikan pada Tabel 9.
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

mua kelompok rumah tangga (Tabel 6). Arti- Chen (1997) dengan alasan pengeluaran per ka-
nya, peningkatan upah riil akan meningkatkan pita lebih mencerminkan kesejahteraan daripa-
daya beli penduduk sehingga pengeluaran un- da pendapatan meskipun berasal dari sumber
tuk konsumsi meningkat. Sebaliknya, laju in- data yang sama (Ravallion, 1995).
flasi provinsi menurunkan rata-rata pengeluar-
an per kapita. Rata-rata pengeluaran per kapi-
ta secara signifikan negatif memengaruhi ting- Analisis Hasil Simulasi
kat kemiskinan dalam ukuran Headcount In- Simulasi kebijakan diawali dengan validasi mo-
dex di setiap kelompok rumah tangga (Tabel del untuk menguji kelayakan model sebagai
7). Sementara itu, meskipun pengaruh indeks alat simulasi alternatif kebijakan. Secara teori-
Gini tidak signifikan, tetapi ada indikasi pe- tis, simulasi kebijakan bertujuan untuk meng-
nurunan ketimpangan pendapatan akan menu- analisis dampak alternatif kebijakan melalui
runkan angka kemiskinan. Hasil estimasi juga skenario kebijakan dengan cara mengubah ni-
menunjukkan perubahan Headcount Index di lai variabel atau instrumen kebijakannya. Oleh
ketiga sektor sangat elastis terhadap perubah- karena itu, proses simulasi merupakan proses
an pengeluaran per kapita. Dengan demikian, penentuan prediksi nilai-nilai variabel endogen
dapat dikatakan bahwa perubahan tingkat ke- dengan cara substitusi hasil estimasi koefisien
miskinan lebih responsif terhadap perubahan regresi variabel penjelas dan nilai-nilai aktual-
pengeluaran per kapita yang dipengaruhi oleh nya ke dalam model regresi yang berkaitan de-
upah riil. Indikator pengeluaran per kapita da- ngan variabel endogen dalam proses ramalan
ri hasil survei rumah tangga banyak digunakan (forecasting). Tujuan simulasi atau peramal-
pada studi-studi terdahulu terkait kemiskinan an tersebut dapat dibedakan menurut horison
antara lain Miranti (2010) serta Ravallion dan waktu, yaitu ex post forecasting, ex ante fore-
16 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...
Tabel 5: Estimasi Jumlah dan Upah Tenaga Kerja

Variabel Penjelas TKTANI TKIND TKDG UPHTANI UPHIND UPHDG


UPHTANI -1,023***
(-0,37; -0,47)
UPHIND -0,473***
(-0,80; -1,21)
UPHDG -0,092
(-0,09; -0,15)
ASP 0,109*** 0,009** 0,023*
(0,63; 0,80) (0,17; 0,25) (0,27; 0,44)
UMP 0,222914** 0,298141* 0,215499**
(0,25; 0,65) (0,23; 0,51) (0,18; 0,30)
MYS 31,68062* 100,5949*** 74,59768***
(0,42; 1,08) (0,90; 2,02) (0,71; 1,23)
PDRBTANI 0,000024***
(0,34; 0,43)
PDRBTANIKAP 0,024895***
(0,13; 0,33)
PDRBIND 9,25X10−6 *** 5,57E-07*
(0,67; 1,01) (0,02; 0,05)
PDRBDG 0,000014*** 4,49E-07*
(0,43; 0,71) (0,01; 0,02)
TKTANIL 0,213***
TKINDL 0,335***
TKDGL 0,396***
UPHTANIL 0,616647***
UPHINDL 0,556614***
UPHDGL 0,421055***
Keterangan: * Signifikan pada taraf 10%;
Keterangan: ** Signifikan pada taraf 5%;
Keterangan: *** Signifikan pada taraf 1%;
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah elastisitas jangka pendek dan jangka panjang;
Keterangan: Keterangan variabel disajikan pada Tabel 9.
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

casting, dan backcasting (Pindyck dan Rubinfe- kan sebagai alat simulasi alternatif kebijakan.
ld, 1991). Pada studi ini dilakukan simulasi ke- Simulasi kebijakan historis dinamik dilaku-
bijakan ex ante forecasting berupa simulasi di- kan dengan mengubah instrumen fiskal pajak
namik dasar periode historis tahun 2006-2011. daerah, bagi hasil pajak, dan DAU secara tung-
Validasi model dilakukan dengan perangkat lu- gal (single policy) dan kombinasi (mix policy)
nak Statistical Analysis System/Econometrics dalam empat skenario kebijakan. Besaran per-
and Time Series Analysis (SAS/ETS) versi ubahan ditentukan dengan mempertimbang-
9.3.1 menggunakan prosedur SIMNLIN dan kan rata-rata perubahan aktual tahun 2005–
metode solusi NEWTON. Berdasarkan bebera- 2011 (dalam persentase dan nominal) dan tu-
pa kriteria statistik seperti Root Mean Squares juan studi. Perubahan nominal dijadikan bah-
Error (RMSE), Root Mean Squares Percentage an pertimbangan agar dampak kapasitas fis-
Error (RMSPE), dan Theil’s Inequality Coeffi- kal dan transfer fiskal dapat terbanding. Da-
cient (U) (Pindyck dan Rubinfeld, 1991) hasil ta studi menunjukkan penerimaan pajak dae-
validasi menunjukkan nilai prediksi setiap va- rah, bagi hasil pajak, dan DAU rata-rata me-
riabel endogen relatif tidak menyimpang dari ningkat 14%, 4%, dan 10%. Dengan hipotesis
nilai aktualnya sehingga model dapat diguna- peningkatan kapasitas fiskal berdampak positif
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 17
Tabel 6: Estimasi Pengeluaran Per Kapita

Variabel Penjelas EXPTANI EXPIND EXPDG


UPHTANI 0,155*** 0,178341**
(0,33) (0,22)
UPHIND 0,149264***
(0,34)
UPHDG 0,153*** 0,21556** 0,304506***
(0,44) (0,45) (0,52)
IFL -10,2641*** -10,1153*** -18,2697***
(-0,30) (-0,22) (-0,32)
Keterangan: *** Signifikan pada taraf 1%;
Keterangan: ** Signifikan pada taraf 5%;
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah elastisitas
Keterangan: jangka pendek dan jangka panjang;
Keterangan: Keterangan variabel disajikan pada Tabel 9.
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

dibandingkan peningkatan transfer fiskal, maka rata Rp293,0 miliar per provinsi per ta-
cukup relevan melakukan simulasi peningkat- hun meningkatkan kapasitas fiskal sehing-
an pajak daerah, bagi hasil pajak, dan DAU ga kesenjangan fiskal (fiscal gap) berku-
masing-masing 20%, 10%, dan 5%. Skenario rang 2,63% dan kemandirian fiskal (fiscal
peningkatan pajak daerah dapat dilakukan de- autonomy) meningkat 1,24% poin.
ngan upaya-upaya meningkatkan penerimaan • Peningkatan pendapatan fiskal karena pe-
pajak daerah melalui ekstensifikasi dan intensi- ningkatan penerimaan pajak daerah me-
fikasi pajak. Upaya-upaya ekstensifikasi pajak nyebabkan peningkatan belanja daerah se-
antara lain meningkatkan jumlah wajib pajak hingga PDRB meningkat 1,03%.
dan memperluas objek pajak melalui canvas- • Peningkatan PDRB sektoral meningkat-
sing (penyisiran wajib pajak), pemberian No- kan upah riil tenaga kerja sektoral dengan
mor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Sen- peningkatan terbesar pada upah tenaga
sus Pajak Nasional. Sedangkan, upaya-upaya kerja pertanian sebesar 0,43% akibat ke-
intensifikasi pajak dilakukan untuk mengopti- naikan PDRB pertanian 1,60%. Sementa-
malkan penggalian penerimaan pajak terhadap ra itu, meskipun PDRB perdagangan na-
objek pajak dan subjek pajak yang telah ter- ik 1,94%, tetapi upah perdagangan hanya
catat, salah satunya dengan meningkatkan ke- naik 0,05% karena perubahan upah perda-
mampuan aparatur perpajakan di daerah. gangan tidak elastis terhadap perubahan
Dampak masing-masing skenario simulasi PDRB perdagangan sebagaimana ditun-
kebijakan yang disajikan pada Tabel 8 diana- jukkan pada hasil estimasi di Tabel 5.
lisis menggunakan 22 variabel endogen yang • Meningkatnya upah riil menyebabkan ke-
dianggap mampu menggambarkan kondisi naikan rata-rata pengeluaran per kapita
kemiskinan di setiap kelompok rumah tangga, di setiap kelompok rumah tangga teru-
kinerja perekonomian daerah, dan kinerja tama kelompok rumah tangga pertanian
fiskal daerah. Analisis hasil dirinci sebagai (0,18%).
berikut: • Indeks Gini turun 0,002 poin yang dise-
babkan kenaikan pertumbuhan PDRB in-
S1: Pajak daerah naik 20% (nilai nominal dustri dan turunnya kesenjangan fiskal.
setara S3 (kenaikan DAU 5%)) Sebagaimana diketahui dari hasil estima-
si pada Tabel 7, indeks Gini secara signi-
• Peningkatan pajak daerah 20% atau rata-
18 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...
Tabel 7: Estimasi Pengeluaran Per Kapita

Variabel Penjelas GINI POVTANIP0 POVINDP0 POVDGP0


PDRBINDGR -0,00005***
(-0,01; -0,02)
PDRDDGGR 0,000108***
(0,01; 0,01)
TKTANI -7,95X10−6 ***
(-0,04; -0,09)
FISGAP 2,722X10−9 ***
(0,06; 0,14)
GINIL 0,58892***
EXPTANI -0,03799***
(-0,55; -1,17)
EXPIND -0,03551***
(-1,14; -1,44)
EXPDG -0,02068***
(-1,27; -1,41)
GINI 14,50618 1,432822 10,4788
(0,25; 0,53) (0,04; 0,05) (0,45; 0,50)
ASP -0,00004 -0,00006 -0,00009
(-0,02; -0,04) (-0,05; -0,06) (-0,11; -0,12)
POVTANIP0L 0,527365***
POVINDP0L 0,203775***
POVDGP0L 0,096828
Keterangan: *** Signifikan pada taraf 1%;
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah elastisitas jangka pendek dan jangka panjang;
Keterangan: Keterangan variabel disajikan pada Tabel 9.
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

fikan negatif dipengaruhi oleh pertumbuh- • Ringkasan: peningkatan kapasitas fiskal


an PDRB industri dan jumlah tenaga ker- melalui peningkatan pajak daerah 20%
ja pertanian, tetapi secara signifikan posi- berdampak menurunkan kemiskinan dan
tif dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB ketimpangan pendapatan yang memihak
perdagangan dan kesenjangan fiskal. De- rumah tangga miskin pertanian.
ngan kata lain, untuk menurunkan ketim-
pangan pendapatan, maka PDRB industri S2: Pajak daerah naik 20% dan bagi hasil
harus tumbuh lebih besar dan penyerap- pajak naik 10% (nilai nominal setara S4
an tenaga kerja pertanian harus mening- (kenaikan DAU 5% dan bagi hasil pajak
kat. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB per- 10%))
dagangan yang lebih cepat dan kesenjang- • Kombinasi peningkatan pajak daerah 20%
an fiskal yang lebih besar akan mening- dan bagi hasil pajak 10% atau rata-rata
katkan ketimpangan pendapatan. Rp403,4 miliar per provinsi per tahun me-
• Pengeluaran per kapita yang lebih besar ningkatkan kapasitas fiskal sehingga kesen-
bersama-sama dengan indeks Gini yang le- jangan fiskal berkurang 3,37% dan keman-
bih rendah berdampak menurunkan head- dirian fiskal meningkat 1,23% poin.
count index di semua kelompok rumah • Peningkatan pendapatan fiskal menye-
tangga dengan penurunan terbesar pada babkan belanja daerah meningkat dan ber-
rumah tangga pertanian sebesar 0,12% po- dampak pada meningkatnya PDRB sebe-
in. sar 1,52%.
• Peningkatan PDRB sektoral meningkat-
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 19
Tabel 8: Estimasi Pengeluaran Per Kapita

Perubahan (%)
Variabel Endogen Nilai Dasar Satuan
S1 S2 S3 S4
1. FISGAP 7,1 Triliun Rp -2,63 -3,37 0,85 0,15
2. FISAUTO* 16,03 % 1,24 1,23 0,09 0,12
3. PDRBTANI 33,50 Triliun Rp 1,6 2,65 -1,48 -0,4
4. PDRBIND 41,70 Triliun Rp 1,15 1,59 2,26 2,72
5. PDRBINDGR* 15,30 % -0,17 -1,30 9,14 10,35
6. PDRBDG 29,50 Triliun Rp 1,94 2,67 3,40 4,16
7. PDRBDGGR* 19,50 % -1,95 -25,32 -7,72 -9,08
8. PDRB 154,40 Triliun Rp 1,03 1,52 0,94 1,44
9. TKTANI 1.738 Ribu orang 1,52 2,07 1 1,57
10. TKIND 565 Ribu orang 1,36 1,86 2,39 2,90
11. TKDG 940 Ribu orang 1,83 2,50 2,82 3,51
12. TK 4.324 Ribu orang 1,19 1,62 1,33 1,77
13. UPHTANI 814 Ribu Rp 0,43 1,02 -1,92 -1,33
14. UPHIND 902 Ribu Rp 0,07 0,09 0,13 0,16
15. UPHDG 835 Ribu Rp 0,05 0,07 0,10 0,11
16. EXPTANI 325 Ribu Rp 0,18 0,40 -0,71 -0,49
17. EXPIND 400 Ribu Rp 0,05 0,07 0,10 0,10
18. EXPDG 532 Ribu Rp 0,15 0,32 -0,47 -0,30
19. GINI* 0,34 -0,002 -0,009 -0,003 -0,004
20. POVTANIP0* 16,61 % -0,12 -0,39 0,08 -0,01
21. POVINDP0* 11,66 % -0,02 -0,04 -0,03 -0,04
22. POVDGP0* 6,67 % -0,05 -0,15 0,01 -0,02
Ketrangan: *** Signifikan pada taraf 1%;
Ketrangan: Angka dalam tanda kurung adalah elastisitas jangka pendek dan jangka panjang;
Ketrangan: Keterangan variabel disajikan pada Tabel 9.
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

kan upah riil tenaga kerja sektoral dengan timpangan pendapatan yang memihak ke-
peningkatan terbesar pada upah tenaga lompok rumah tangga miskin pertanian.
kerja pertanian (1,02%). Hasil simulasi skenario S2 lebih baik di-
• Peningkatan upah riil meningkatkan rata- bandingkan skenario S1 karena perubahan
rata pengeluaran per kapita di setiap ke- pada mayoritas variabel endogen lebih be-
lompok rumah tangga terutama kelompok sar.
rumah tangga pertanian (0,40%).
• Indeks Gini turun 0,009 poin yang le- S3: Dana Alokasi Umum naik 5%
bih disebabkan turunnya kesenjangan fis- • Peningkatan komponen transfer DAU 5%
kal 3,37%. atau lebih kecil dari rata-rata peningkatan
• Peningkatan rata-rata pengeluaran per ka- aktual per tahun (10%) dengan rata-rata
pita bersama-sama dengan turunnya in- nominal Rp279,1 miliar per provinsi per
deks Gini berdampak menurunkan headco- tahun meningkatkan transfer fiskal sehing-
unt index di semua kelompok rumah tang- ga kesenjangan fiskal meningkat 0,85%.
ga dengan penurunan terbesar pada ru- • Peningkatan pendapatan fiskal menye-
mah tangga pertanian sebesar 0,39% poin. babkan belanja daerah meningkat dan ber-
• Ringkasan: peningkatan kapasitas fiskal dampak meningkatkan PDRB 0,94% se-
berupa kombinasi peningkatan pajak da- hingga PAD meningkat dan menyebabkan
erah 20% dan bagi hasil pajak 10% ber- kemandirian fiskal naik 0,09% poin.
dampak menurunkan kemiskinan dan ke- • Indeks Gini turun 0,003 poin yang lebih
20 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

disebabkan naiknya pertumbuhan PDRB (S2). Artinya, upaya peningkatan penda-


industri 9,14% poin dan turunnya per- patan daerah dari sumber daya lokal lebih
tumbuhan PDRB perdagangan 7,72% po- berdampak positif dibandingkan transfer
in meskipun kesenjangan fiskal sedikit me- fiskal.
ningkat sebesar 0,85%.
• Meskipun total PDRB meningkat tetapi S4: Dana Alokasi Umum naik 5% dan ba-
PDRB pertanian turun sehingga upah ri- gi hasil pajak naik 10%
il pertanian turun 1,92%. Hal ini menye- • Kombinasi peningkatan DAU 5% dan ba-
babkan pengeluaran per kapita pertani- gi hasil pajak 10% atau rata-rata Rp389,4
an turun 0,71% sehingga headcount index miliar per provinsi per tahun meningkat-
pertanian naik 0,08% poin meskipun in- kan transfer fiskal sehingga kesenjangan
deks Gini berkurang. Hal ini dapat terjadi fiskal naik 0,15%.
karena perubahan headcount index sekto- • Peningkatan pendapatan fiskal dari DAU
ral lebih elastis terhadap perubahan pe- menyebabkan belanja daerah meningkat
ngeluaran per kapita daripada perubahan sehingga berdampak meningkatkan PDRB
indeks Gini. 1,44%. Kenaikan PDRB menyebabkan
• Turunnya PDRB pertanian berdampak PAD naik sehingga kemandirian fiskal na-
pada turunnya pengeluaran per kapita ik 0,12% poin.
perdagangan meskipun PDRB perdagang- • Meskipun total PDRB meningkat tetapi
an meningkat. Hal ini dapat terjadi karena PDRB pertanian turun 0,40% sehingga
sesuai hasil estimasi pada Tabel 6 diketa- upah riil pertanian turun 1,33% dan me-
hui pengeluaran per kapita perdagangan nyebabkan pengeluaran per kapita perta-
secara signifikan positif tidak hanya dipe- nian turun 0,49%.
ngaruhi upah perdagangan, tetapi juga di- • Meningkatnya pertumbuhan PDRB indus-
pengaruhi upah pertanian sebagai sumber tri dan jumlah tenaga kerja pertanian me-
mata pencaharian tambahan dari kepala nyebabkan indeks Gini berkurang. Kena-
rumah tangga dan/atau anggota rumah ikan jumlah tenaga kerja pertanian dapat
tangga lainnya di rumah tangga perda- terjadi karena variabel tersebut secara sig-
gangan. Turunnya pengeluaran per kapita nifikan negatif dipengaruhi upah riil perta-
perdagangan selanjutnya berdampak me- nian sesuai teori keseimbangan dalam pa-
ningkatkan headcount index perdagangan sar tenaga kerja sebagaimana ditunjukkan
meskipun indeks Gini turun. Hal ini dapat dari hasil estimasi pada Tabel 5. Dengan
terjadi karena hubungan headcount index demikian, upah riil pertanian yang lebih
perdagangan dan pengeluaran per kapita rendah meningkatkan jumlah tenaga ker-
perdagangan sangat elastis sementara hu- ja pertanian. Indeks Gini yang lebih ren-
bungannya dengan indeks Gini tidak elas- dah tersebut menyebabkan berkurangnya
tis. headcount index di ketiga sektor meskipun
• Ringkasan: peningkatan transfer fiskal pengeluaran per kapita pertanian dan per-
DAU 5% berdampak negatif karena me- dagangan turun. Namun, penurunan hea-
ningkatkan kemiskinan terutama di kelom- dcount index terbesar terjadi di kelompok
pok rumah tangga pertanian. Jika diban- rumah tangga industri yang dipengaruhi
dingkan hasil simulasi S1 yang perubah- oleh meningkatnya pengeluaran per kapi-
an nilai nominalnya setara, maka dampak ta industri.
peningkatan pajak daerah 20% (S1) lebih • Ringkasan: kombinasi kebijakan pening-
baik dibandingkan peningkatan DAU 5% katan transfer fiskal DAU 5% dan bagi ha-
sil pajak 10% berdampak menurunkan ke-
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 21

miskinan, tetapi tidak memihak kelompok erah yang tidak strategis dalam mengentaskan
rumah tangga pertanian. Jika dibanding- kemiskinan menjadi alasan berkurangnya dam-
kan hasil simulasi S2 dengan perubahan pak transfer fiskal terhadap penurunan ting-
nilai nominal yang setara, dampak skena- kat kemiskinan. Sementara itu, dengan pemi-
rio S2 (kombinasi peningkatan pajak da- kiran bahwa pajak lebih berperan dalam me-
erah 20% dan bagi hasil pajak 10%) le- redistribusi pendapatan melalui transmisi out-
bih baik dibandingkan skenario S4, teta- put sektoral, maka studi ini ingin membukti-
pi dampak skenario S4 masih lebih ba- kan bahwa kebijakan kapasitas fiskal daerah da-
ik dibandingkan skenario S3 (peningkatan ri sumber utama pajak daerah dan bagi hasil
DAU 5%) karena adanya pengaruh bagi pajak akan berdampak mempercepat pengen-
hasil pajak yang positif. tasan kemiskinan dan ketimpangan pendapat-
an dibandingkan kebijakan transfer fiskal ser-
Dengan demikian, hasil simulasi menunjuk-
ta lebih memihak mayoritas penduduk miskin,
kan kebijakan kapasitas fiskal melalui meka-
yaitu rumah tangga pertanian.
nisme perpajakan dengan meningkatkan pene-
rimaan pajak daerah 20% dan bagi hasil pa- Dari hasil analisis simulasi kebijakan berda-
jak 10% (lebih tinggi dibandingkan rata-rata sarkan model persamaan simultan yang diba-
aktual) berdampak paling baik dalam meng- ngun dapat disimpulkan bahwa pertama, ada
urangi kemiskinan dan meningkatkan kinerja fenomena flypaper effect yang ditunjukkan oleh
fiskal daerah serta memihak mayoritas pendu- nilai elastisitas belanja industri dan belanja
duk miskin, yaitu di kelompok rumah tangga perdagangan lebih besar daripada kapasitas fis-
pertanian. Sedangkan, kebijakan transfer fiskal kal. Sebaliknya, elastisitas belanja pertanian
terutama dengan meningkatkan DAU 5% (le- dan belanja infrastruktur terhadap kapasitas
bih rendah dibandingkan rata-rata aktual) ber- fiskal lebih besar daripada DAU. Artinya, pem-
dampak memperburuk kemiskinan dan kiner- biayaan pembangunan daerah untuk memper-
ja fiskal daerah. Jenis DAU yang bersifat block cepat pengentasan kemiskinan lebih bergan-
grant dan besarannya sangat dipengaruhi oleh tung pada kapasitas fiskal yang bersumber dari
belanja pegawai atau administrasi pemerintah- pajak daripada transfer DAU.
an daerah diduga menjadi penyebab fenomena Kedua, tingkat kemiskinan (headcount in-
flypaper effect sehingga dana transfer tidak di- dex ) pertanian, industri, dan perdagangan di-
alokasikan dengan tepat oleh pemerintah dae- pengaruhi pengeluaran untuk konsumsi (pe-
rah sesuai kebutuhan pembiayaan pembangun- ngeluaran per kapita) dan ketimpangan pen-
an daerah dalam rangka percepatan pengentas- dapatan (indeks Gini). Tingginya elastisitas
an kemiskinan. kemiskinan terhadap pengeluaran per kapita
menunjukkan penurunan angka kemiskinan sa-
ngat responsif terhadap peningkatan pengelu-
Simpulan aran per kapita. Temuan ini sejalan dengan
Permasalahan tingginya ketergantungan keu- studi-studi sebelumnya, antara lain Ravallion
angan pemerintah daerah pada dana transfer dan Chen (1997) dan Miranti (2010).
fiskal dari pemerintah pusat terutama DAU se- Ketiga, hasil estimasi model menunjukkan
bagai konsekuensi pelimpahan kewenangan pe- pengeluaran per kapita akan meningkat jika
merintahan melalui kebijakan desentralisasi fis- upah riil tenaga kerja sektoral meningkat. Se-
kal tidak memberi dampak positif dalam me- bagai salah satu faktor yang dapat mening-
ngurangi kemiskinan dan ketimpangan penda- katkan upah riil, maka pemerintah daerah ha-
patan. Dugaan adanya fenomena flypaper effect rus mendorong PDRB sektoral melalui belanja-
terutama untuk membiayai pembangunan da- belanja daerah terutama yang bersumber dari
22 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

sumber daya lokal yaitu kapasitas fiskal. kebutuhan fiskal yang sebenarnya; dan (5) me-
nyusun anggaran belanja daerah dalam APBD
Keempat, hasil estimasi yang menunjukkan
yang efektif dan efisien dalam mengentaskan
elastisitas belanja-belanja pertanian dan in-
kemiskinan. Saran studi lanjutan antara lain:
frastruktur terhadap kapasitas fiskal lebih be-
(1) analisis menurut jenis-jenis pajak daerah;
sar daripada DAU menjadi dasar untuk mela-
(2) analisis formula transfer fiskal yang tidak
kukan simulasi kebijakan dengan instrumen fis-
menimbulkan flypaper effect; dan (3) analisis
kal pajak daerah, bagi hasil pajak, dan DAU.
dampak kapasitas fiskal terhadap kemiskinan
Di antara empat skenario kebijakan, kebijak-
dalam cakupan yang lebih spesifik, misalnya
an peningkatan kapasitas fiskal melalui kom-
antarwilayah, antarpulau, dan antarperiode.
binasi peningkatan penerimaan pajak daerah
20% dan bagi hasil pajak 10% berdampak pa-
ling besar dalam menurunkan tingkat kemis- Daftar Pustaka
kinan di ketiga kelompok rumah tangga, me-
nurunkan ketimpangan pendapatan, mening- [1] Abbott, D. (2007). Pro-poor Policies: What
katkan PDRB, mengurangi kesenjangan fiskal, are They? How Do They Contribute To the
Achievement of the MDGs? Paper presented at
dan meningkatkan kemandirian fiskal. Kebijak- Sub-Regional Workshop for the North Pacific:
an ini juga paling memihak kelompok pendu- Integrating MDGs into National Development
duk miskin pertanian yang mendominasi jum- Strategies and Budgets, 26–29 June 2007.
lah penduduk miskin di Indonesia yang ditun- Bangkok: United Nations Development Program-
me. http://www.undppc.org.fj/_resources/
jukkan oleh persentase penduduk miskin per- article/files/Day2_Session3_Pro-poor%
tanian turun paling tinggi, rata-rata upah ri- 20policies-David%20Abbott.ppt (Accessed
il pertanian meningkat paling besar, dan rata- September 6, 2012).
rata pengeluaran per kapita pertanian mening- [2] Afrizawati. (2012). Analisis Flypaper Effect pada
Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Se-
kat paling besar. Sebaliknya, peningkatan DAU
latan. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi,
5% bahkan lebih kecil dari rata-rata aktual ber- 2 (1), 21–30.
dampak memperburuk kondisi kemiskinan dan [3] Amir, H., Asafu-Adjaye, J., & Ducpham T. (2013).
ketimpangan pendapatan. The Impact of the Indonesian Income Tax Reform:
A CGE Analysis. Economic Modelling, 31 (C),
Dengan demikian, kebijakan peningkatan ka- 492–501.
pasitas fiskal melalui instrumen pajak daerah [4] Balisacan, A. M., Pernia, E. M., & Asra, A. (2003).
Revisiting Growth and Poverty Reduction in Indo-
dan bagi hasil pajak dapat berdampak mem-
nesia: What Do Subnational Data Show? Bulletin
percepat pengentasan kemiskinan dan perbaik- of Indonesian Economic Studies, 38 (2), 201–222.
an distribusi pendapatan yang diperoleh dari: [5] Balitbang Depdagri & Fisipol UGM. (1991). Pe-
(1) efek kapasitas fiskal pada belanja daerah; ngukuran Kemampuan Daerah Tingkat II dalam
(2) efek belanja daerah pada PDRB sektoral; Rangka Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertang-
gung Jawab. Jakarta: Badan Penelitian dan Pe-
(3) efek PDRB sektoral pada upah riil; dan ngembangan Kementerian Dalam Negeri.
(4) efek upah riil pada pengeluaran konsum- [6] Bird, R. M. (2011). Subnational Taxation in De-
si penduduk. Implikasi kebijakan antara lain: veloping Countries: A Review of the Literatur. Jo-
(1) reformasi pajak daerah, misalnya melalui urnal of International Commerce, Economics and
Policy, 2 (1), 139–161. http://www.itdweb.org/
devolusi pajak dan perluasan basis pajak; (2) documents/SNtaxJICEP.pdf (Accessed April 13,
reformasi pajak nasional untuk meningkatkan 2013).
penerimaan pajak-pajak yang dapat dibagiha- [7] Bourguignon, F. (2004). The Poverty-Growth-
silkan; (3) evaluasi porsi daerah dari bagi hasil Inequality Triangle. ICRIER New Delhi Working
Papers, 125. New Delhi: Indian Council for Resear-
pajak; (4) revisi formula DAU dengan meng- ch on International Economic Relations (ICRIER).
hapus faktor alokasi dasar dan/atau menggan- http://www.icrier.org/pdf/wp125.pdf (Acces-
ti variabel-variabel proksi yang lebih mewakili sed August 28, 2012).
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 23

[8] BPS. (2008). Analisis dan Penghitungan Tingkat 46 (1), 79–97.


Kemiskinan Tahun 2008. Jakarta: Badan Pusat [25] Musgrave, R. A., & Musgrave, P. B. (1989). Public
Statistik. Finance in Theory and Practice, 5th ed. McGraw-
[9] De Janvry, A., & Sadoulet, E. (2010). Agricultural Hill.
Growth and Poverty Reduction: Additional Evi- [26] Naganathan, M., & Sivagnanam, K. J. (2000). Fe-
dence. World Bank Research Observer, 25 (1), 1– deral Transfers and Tax Efforts of the States in
20. India. Indian Economic Journal, 47 (4), 101–110.
[10] Eastwood, R., & Lipton, M. (2001). Pro-poor [27] Nanga, M. (2006). Dampak Transfer Fiskal terha-
Growth and Pro-growth Poverty Reduction: Me- dap Kemiskinan di Indonesia: Suatu Analisis Si-
aning, Evidence, and Policy Implications. Asian mulasi Kebijakan. Disertasi. Bogor: Sekolah Pa-
Development Review, 18 (2), 1–37. scasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[11] Foster, J. E., Greer, J., & Thorbecke, E. (1984). A [28] Oates, W. E. (1999). An Essay of Fiscal Federa-
Class of Decomposable Poverty Measures. Econo- lism. Journal of Economics Literature, XXXVII
metrica, 52 (3), 761–766. (3), 1120–1149.
[12] Gini, C. (1912). Measurement of Inequality of In- [29] OECD. (2006a). Promoting Pro-poor Growth:
comes. The Economic Journal, 31 (121), 124–126. Agriculture. In Promoting Pro-Poor Growth: Po-
[13] Haughton, J., & Khandker, S. R. (2009). Handbo- licy Guidance for Donors. DAC Guidelines and
ok on Poverty and Inequality. Washington, D. C.: Reference Series. A DAC Reference Document.
World Bank. Paris: Organisation for Economic Co-operation
[14] Indonesia, R. (2003). Undang-Undang No. 17 Ta- and Development. http://www.oecd.org/dac/
hun 2003 Tentang Keuangan Negara. povertyreduction/37922155.pdf (Accessed Au-
[15] Indonesia, R. (2004). Undang-Undang Nomor 33 gust 15, 2012).
Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan An- [30] OECD. (2006b). Promoting Pro-poor Growth: In-
tara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. frastructure. In Promoting Pro-Poor Growth: Po-
[16] Indonesia, R. (2009). Undang-Undang No. 28 Ta- licy Guidance for Donors. DAC Guidelines and
hun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Da- Reference Series. A DAC Reference Document.
erah. Paris: Organisation for Economic Co-operation
[17] Indonesia, R. (2012). Nota Keuangan dan RAPBN and Development. http://www.oecd.org/dac/
Tahun Anggaran 2013. povertyreduction/36301078.pdf (Accessed Sep-
[18] Kakwani, N. (1993). Poverty and Economic Grow- tember 11, 2012).
th with Application to Cote D’Ivoire. Review of [31] OECD. (2009a). Promoting Pro-poor Growth: So-
Income and Wealth, 39 (2), 121–139. cial Protection. In Promoting Pro-Poor Growth:
[19] Kakwani, N., & Pernia, E. M. (2000). What is Pro- Policy Guidance for Donors. DAC Guidelines and
poor Growth? Asian Development Review, 18 (1), Reference Series. A DAC Reference Document.
1–16. Paris: Organisation for Economic Co-operation
[20] Koutsoyiannis, A. (1977). Theory of Econometrics: and Development. http://www.oecd.org/dac/
an Introductory Exposition of Econometric Metho- povertyreduction/43514563.pdf (Accessed Sep-
ds, 2nd ed. London: MacMillan Press, Ltd. tember 14, 2012).
[21] Kuncoro, H. (2004). Pengaruh Transfer An- [32] OECD. (2009b). Promoting Pro-poor Growth:
tar Pemerintah pada Kinerja Fiskal Pemerin- Employement. DAC Guidelines and Referen-
tah Daerah Kota dan Kabupaten di Indone- ce Series. A DAC Reference Document. Pa-
sia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9 (1), 47– ris: Organisation for Economic Co-operation
63. http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/ and Development. http://www.oecd.org/dac/
article/viewFile/624/550 (Accessed April 11, povertyreduction/43514554.pdf (Accessed Sep-
2013). tember 14, 2012).
[22] Kuncoro, M. (2013). Mengurangi Ke- [33] Panjaitan, M. (2006). Dampak Desentralisasi Fis-
timpangan. [Kompas, 2 Maret 2013]. kal terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Kabu-
http://mudrajad.sinergianetwork.com/admin/ paten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara: Suatu
mengurangi-ketimpangan/ (Accessed March 5, Pendekatan Ekonometrika. Disertasi. Bogor: Seko-
2013). lah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[23] Meier, G. M. (1995). Leading Issues in Economie [34] Pardede, R. (2004). Dampak Desentralisasi Fis-
Development, 6th ed. New York: Oxford University kal terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupatan
Press. Tapanuli Utara dan Kota Medan: Aplikasi Model
[24] Miranti, R. (2010). Poverty in Indonesia 1984- Input-Output. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasar-
2002: The Impact of Growth and Changes in Ine- jana, Institut Pertanian Bogor.
quality. Bulletin of Indonesian Economic Studies, [35] Pindyck, R. S., & Rubinfeld, D. L. (1991). Eco-
24 Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

nometric Models and Economic Forecasts, 3rd ed. [48] World Bank. (2007). Kajian Pengeluaran Publik
New York: McGraw-Hill. Indonesia 2007. Jakarta: World Bank.
[36] Qiao, B., Martinez-Vazquez, J., & Xu, Y. (2008). [49] Yudhoyono, S. B. (2004). Pembangunan Pertani-
The Tradeoff Between Growth and Equity in De- an dan Perdesaan Sebagai Upaya Mengatasi Ke-
centralization Policy: China’s Experience. Journal miskinan dan Pengangguran: Analisis Ekonomi-
of Development Economics, 86 (1), 112–128. Politik Kebijakan Fiskal. Disertasi. Bogor: Sekolah
[37] Ravallion, M. (1995). Growth and poverty: eviden- Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
ce for developing countries in the 1980s. Economics
Letters, 48 (3), 411–417.
[38] Ravallion, M., & Datt, G. (2002). Why Has Econo-
mic Growth Been More Pro-Poor in Some States of
India Than Others? Journal of Development Eco-
nomics, 68 (2), 381–400.
[39] Ravallion, M., & S. Chen. (1997). What Can New
Survey Data Tell Us about Redent Changes in Dis-
tribution and Poverty? World Bank Economic Re-
view, 11 (2), 357–382.
[40] Sinaga, B. M. & Siregar, H. (2003). Dampak Kebi-
jakan Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan
Ekonomi Daerah di Indonesia. Laporan Penelitian.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[41] Son, H. H., & Kakwani, N. (2004). Econo-
mic Growth and Poverty Reduction: Initial
Conditions Matter. International Poverty Cen-
tre Working Paper, 2. Brazil: International Po-
verty Centre, UNDP. http://www.ipc-undp.org/
pub/IPCWorkingPaper2.pdf (Accessed March 20,
2014).
[42] Suryahadi, A., Suryadarma, D., & Sumarto, S.
(2009). The Effects of Location and Sectoral Com-
ponents of Economic Growth on Poverty: Evidence
from Indonesia. Journal of Development Economi-
cs, 89 (1), 109–117.
[43] Suryahadi, A., Hadiwidjaja, G., & Sumarto, S.
(2012). Economic Growth and Poverty Reduction
in Indonesia Before and After the Asian Financial
Crisis. Working paper. Jakarta: The SMERU Rese-
arch Institute. http://www.smeru.or.id/report/
workpaper/econgrow2/econgrow2.pdf (Accessed
August 18, 2013).
[44] Suyanto. (2010). Flypaper Effect Theory da-
lam Implementasi Kebijakan Desentralisasi
Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11 (1),
69–92. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/
bitstream/handle/123456789/1287/JEP_No.11_
Vol.1_6_Suyanto.pdf?sequence=1 (Accessed
April 6, 2013).
[45] Warr, P. (2006). Poverty and Growth in Southeast
Asia. ASEAN Economic Bulletin, 23 (3), 279–302.
[46] Whitfield, L. (2008). Pro-Poor Growth: A Revi-
ew of Contemporary Debates. Working Paper. De-
nmark: Danish Institute for International Studies
(DIIS).
[47] Wilde, J. A. (1968). The Expenditure Effects of
Grant-in-Aid Programs. National Tax Journal, 21
(3), 340–348
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal... 25

Gambar 4: Keterkaitan Antarblok dalam Model

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis


26
Tabel 9: Keterangan Variabel
Variabel Deskripsi Satuan Jenis Variabel Sumber
DAU Dana Alokasi Umum Juta Rp Endogen Kemenkeu
KAPFIS Kapasitas fiskal = PAD + bagi hasil pajak + bagi hasil sumber daya alam Juta Rp Endogen Diolah
PAD Pendapatan Asli Daerah Juta Rp Endogen Kemenkeu
GPGNKBNTNK Belanja pertanian Juta Rp Endogen Kemenkeu
GPGNKBNTNKL Belanja pertanian tahun sebelumnya Juta Rp Lag Endogen Kemenkeu
GHTN Belanja kehutanan Juta Rp Endogen Kemenkeu
GHTNL Belanja kehutanan tahun sebelumnya Juta Rp Lag Endogen Kemenkeu
GIKAN Belanja kelautan dan perikanan Juta Rp Endogen Kemenkeu
GIKANL Belanja kelautan dan perikanan tahun sebelumnya Juta Rp Lag Endogen Kemenkeu
GIND Belanja industri Juta Rp Endogen Kemenkeu
GINDL Belanja industri tahun sebelumnya Juta Rp Lag Endogen Kemenkeu
GDG Belanja perdagangan Juta Rp Endogen Kemenkeu
GDGL Belanja perdagangan tahun sebelumnya Juta Rp Lag Endogen Kemenkeu
GIFR Belanja infrastruktur (pekerjaan umum) Juta Rp Endogen Kemenkeu
GIFRL Belanja infrastruktur tahun sebelumnya Juta Rp Lag Endogen Kemenkeu
G Total belanja daerah Juta Rp Endogen Kemenkeu
FISAUTO Kemandirian fiskal (fiscal autonomy) = PAD/G x 100 % Endogen Diolah
FISGAP Kesenjangan fiskal = G - KAPFIS Juta Rp Endogen Diolah
ASP Panjang jalan aspal km Endogen Kemen PU
PDRBTANI PDRB pertanian Juta Rp Endogen BPS
PDRBTANIKAP PDRB pertanian per kapita Ribu Rp Endogen Diolah
SHPDRBPGNKBNTNK Share PDRB tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan pada total PDRB % Endogen Diolah
SHPDRBHTN Share PDRB kehutanan pada total PDRB % Endogen Diolah
SHPDRBIKAN Share PDRB perikanan pada total PDRB % Endogen Diolah
PDRBIND PDRB industri Juta Rp Endogen BPS
PDRBINDGR Pertumbuhan PDRB industri % Endogen Diolah
PDRBDG PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran Juta Rp Endogen BPS
PDRBDGGR Pertumbuhan PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran % Endogen Diolah
PDRB Total PDRB Juta Rp Endogen BPS
IFL Laju inflasi provinsi (perubahan rata-rata IHK provinsi antartahun) % Eksogen Diolah
TKTANI Jumlah tenaga kerja pertanian Ribu orang Endogen BPS
TKTANIL Jumlah tenaga kerja pertanian tahun sebelumnya Ribu orang Endogen BPS
TKIND Jumlah tenaga kerja industri Ribu orang Endogen BPS
TKINDL Jumlah tenaga kerja industri tahun sebelumnya Ribu orang Endogen BPS
TKDG Jumlah tenaga kerja perdagangan Ribu orang Endogen BPS
TKDGL Jumlah tenaga kerja perdagangan tahun sebelumnya Ribu orang Endogen BPS
TK Jumlah tenaga kerja Ribu orang Endogen BPS
UPHTANI Rata-rata upah per bulan pertanian Ribu Rp Endogen BPS
UPHTANIL Rata-rata upah per bulan pertanian tahun sebelumnya Ribu Rp Lag Endogen BPS
UPHIND Rata-rata upah per bulan industri Ribu Rp Endogen BPS
UPHINDL Rata-rata upah per bulan industri tahun sebelumnya Ribu Rp Lag Endogen BPS
UPHDG Rata-rata upah per bulan perdagangan Ribu Rp Endogen BPS
UPHDGL Rata-rata upah upah per bulan perdagangan tahun sebelumnya Ribu Rp Lag Endogen BPS
UMP Upah minimum provinsi Ribu Rp Eksogen Kemenakertrans
MYS Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15+ Tahun Eksogen BPS
EXPTANI Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga pertanian Ribu Rp Endogen SUSENAS (Diolah)
EXPIND Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga industri Ribu Rp Endogen SUSENAS (Diolah)
EXPDG Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan rumah tangga perdagangan Ribu Rp Endogen SUSENAS (Diolah)
GINI Indeks Gini Juta Rp Endogen BPS
POVTANIP0 Headcount Index pertanian % Endogen SUSENAS (Diolah)
POVTANIP0L Headcount Index pertanian tahun sebelumnya % Lag Endogen SUSENAS (Diolah)
POVINDP0 Headcount Index industri % Endogen SUSENAS (Diolah)
POVINDP0L Headcount Index industri tahun sebelumnya % Lag Endogen SUSENAS (Diolah)
POVDGP0 Headcount Index perdagangan % Endogen SUSENAS (Diolah)
POVDGP0L Headcount Index perdagangan tahun sebelumnya % Lag Endogen SUSENAS (Diolah)
TREND Tren waktu Eksogen
Catatan: Nilai Rupiah dalam nominal dikonversi ke riil menggunakan IHK provinsi tahun dasar 2007
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
Vera L., Bonar M. S., M. Firdaus, & Slamet S./Dampak Kapasitas Fiskal...

Anda mungkin juga menyukai