Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH KEPERCAYAAN KEPADA PEMERINTAH DAN NORMA

SOSIAL TERHADAP PERILAKU KEPATUHAN PAJAK

Proposal

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Fakultas Ekonomi di Universitas Negeri Padang

8 Maret 2023 Acc judul

Pembb: Dr. Eka Fauzihardani, SE, MSi,Ak

Oleh

MIFTAH IMANDA SARI

2019/19043107

DEPATERMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia salah satu Negara berkembang dalam sektor pembangunan,
dimana tujuannya adalah untuk meningatkan kesejahteraan masyarakat.
Penerimaan Negara dapat dikaitkan dengan kepatuhan pajak, semakin patuh
wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, maka semakin besar pula
penerimaan yang akan didapatkan. Widjaja, dkk (2017) menjelaskan bahwa
pajak adalah iuran yang diberikan rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang – undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal
balik langsung yang dapat ditunjukan dan digunakan dalam pengeluaran
umum.

Penerimaan pajak di Indonesia masih belum optimal sehingga pajak di


Indonesia masih tergolong rendah dibuktikan dengan tahun 2018 – 2021
penerimaan pajak di Indonesia tidak mencapai target. Bedasarkan data dari
Kementrian Keuangan, rasio penerimaan pajak di Indonesia pada tahun 2018
mencapai 92%, taget peneriaman pajak yang ditetapkan sebesar Rp.1.424
triliun, sedangkan nilai realisasi yang tercapai pada tahun 2018 sebesar Rp.
1.315,9 triliun sehingga penerimaan pajak di Indonesia belum mencapai target
yang ditentukan. Pada tahun 2019 rasio penerimaan pajak di Indonesia turun
mencadi 84% dari tahun sebelumnya, target penerimaan pajak yang
ditentukan sebesar Rp. 1.577,6 triliun sedangkan nilai realisasi yang tercapai
sebesar Rp. 1.332,1 triliun sehingga penerimaan pajak di Indonesia belum
mencapai target yang ditentukan. Pada tahun 2020 rasio penerimaan pajak di
Indonesia naik menjadi 91% dari tahun sebelumnya, target yang telah
ditetapkan sebesar Rp. 1.404,5 triliun sedangkan nilai realisasi yang tercapai
sebesar Rp. 1.227,5 triliun sehingga penerimaan pajak belum mencapai target.
Pada tahun 2021 rasio penerimaan pajak telah mencapai 99% dibuktikan
dengan target yang ditentukan Rp. 1229,6 triliun sedangkan nilai realisasi
yang tercapai sebesar Rp. 1.227,5 triliun.

Bedasarkan data diatas penerimaan pajak di Indonesia belum


mencapai target yang ditentukan dibuktikan dengan nilai realisasi penerimaan
pajak tidak mencapai target yang ditentukan pemerintah. Turunnya
penerimaan pajak disebabkan karena turunnya kepatuhan dalam membayar
pajak. Penyampaian SPT tahunan PPh menurut DJP (2021) adalah:

Tahun 2017 2018 2019 2020 2021


Wajib pajak 1.964.331 2.452.653 3.042.548 3.351.295 4.070.690
yang terdaftar
SPT orang
pribadi non
karyawan
SPT tahunan 1.208.723 1.821.769 2.310.262 1.757.545 1.853.472
PPh non
karyawan
Rasio 61,53% 74,28% 75,93% 52,44% 45,53%
kepatuhan SPT
orang pribadi
non karyawan
Sumber: Laporan tahunan DJP tahun 2021

Bedasarkan data diatas, wajib pajak yang terdaftar SPT orang pribadi
yang terdaftar sebagai non karyawan belum mencapai target yang ditentukan
dibuktikan dengan rasio kepatuhan SPT orang pribadi non karyawan tidak
mencapai target dari tahun 2017-2021. Rasio kepatuhan SPT orang pribadi
non karyawan berfluktuasi setiap tahun. Pada tahun 2021 rasio kepatuhan
terendah, rasio ini memperlihatkan adanya penurunan kepatuhan pajak di
Indonesia.

Isu kepatuhan pajak menjadi sorotan,salah satu skandal yang terjadi


pada isu kepatuhan pajak adalah kasus pengusaha Andri Tan yang merupakan
bos minyak di Kota Jambi yang melakukan kasus penggelapan pajak di Kota
Jambi senilai 3,5 miliar dengan cara memanipulasi faktur pajak seolah-olah
pajak tersebut telah dibayarkan,sehingga Andri Tan dianggap melanggar pasal
39 A pasal 39 ayat 1 sebagaimana telah diubah dengan UU No 16 2009
(Kejaksaan Tinggi Jambi,2022). Banyaknya kasus korupsi yang dilakukan
oleh pejabat dilingkungan DJP dan pegawai yang membuat tingkat
kepercayaan wajib pajak terhadap pemerintah semakin minim. Salah satunya
kasus Direktur Pemeriksaan dan Penangihan pada dirjen pajak. Angin
Prayitno Aji dijerat kasus korupsi atas penerimaan gratifikasi dan tindak
pidana pencucian uang terhadap wajib pajak PT Gunung Madu Plantations
sebesar 15 milyar, PT Bank PAN Indonesia sebesar Sin$ 500.000 dan PT
Jhonlin Baratama senilai Sin$ 3.000.000 (CNN Indonesia,2021)

Kasus seperti itu dapat merugikan penerimaan pajak di negara


Indonesia dan mengakibatkan krisis kepercayaan kepada pemerintahan. Jika
Ditjen Pajak menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terhadap
wajib pajak terkait pemeriksaan maka akan semakin banyak yang akan meniru
kasus tersebut untuk tidak melakukan pembayaran pajak. Kasus tersebut
adanya ketidakpatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Hal
tersebut disebabkan karena kurangya informasi tentang pajak yang akurat dari
pembayar pajak sehingga mereka melakukan pembayaran pajak kurang dari
jumlah yang seharusnya untuk dibayar (Kircher dan Maciejovsky). Kemudian
adanya sebagian besar wajib pajak yang memiliki dimensi moral kepatuhan
pajak yang lemah seperti dapat dipengaruhi oleh norma sosial ataupun
lingkungan sosial yang tidak sehat sehingga wajib pajak tidak membayar
pajak serta kurangnya kepercayaan sehingga wajib pajak mencari cara agar
menghindari pembayaran pajak (Alm dan Torgler,2011).

Skandal – skandal yang telah terjadi membuat kepercayaan wajib


pajak terhadap pemerintah menjadi buruk. Dapat diketahui alasan tingkat
kesadaran pajak di negara maju relatif tinggi dari negara berkembang
disebabkan karena keyakinan dari wajib pajak, bahwa pajak yang dipungut
oleh pemeritah sudah adil (Rosdiana,2012:159). Hal tersebut disebabkan
karena kepercayaan masyarakat terhadap Dirjen Pajak masih rendah
(SNKN,2018). Survei Global Corruption Barometer tahun 2017 mencatat
Dirjen Pajak di Indonesia menempati urutan ke 4 dengan skor 45%, dari hasil
tersebut memberikan gambaran buruknya pelayanan publik di Indonesia
(SNKN,2018). Berdasarkan kasus tersebut adanya ketidakpatuhan wajib pajak
dalam memenuhi kewajibannya. Hal tersebut disebabkan karena kurangya
informasi tentang pajak yang akurat dari pembayar pajak sehingga mereka
melakukan pembayaran pajak kurang dari jumlah yang seharusnya untuk
dibayar (Kircher dan Maciejovsky). Kemudian adanya sebagian besar wajib
pajak yang memiliki dimensi moral kepatuhan pajak yang lemah seperti dapat
dipengaruhi oleh norma sosial dan kurangnya kepercayaan sehingga wajib
pajak mencari cara agar menghindari pembayaran pajak (Alm dan Torgler,
2011). Maka dari itu wajib pajak enggan untuk membayar pajak secara utuh
karena wajib pajak merasa bahwa dengan membayar pajak dapat mengurangi
jumlah keuntungan mereka (swa.co.id 2018)

Banyaknya faktor yang membuat seseorang untuk tidak patuh terhadap


kepatuhan pajak. Salah satu faktornya adalah kepercayaan pemerintah dan
norma sosial. Wajib pajak akan membayar pajak ketika ada kepercayaan, jika
pembayar pajak percaya bahwa pembayar lainnya membayar pajak, dan uang
pajak tidak disalahgunakan melalui korupsi dan untuk kepentingan
pemerintah maka wajib pajak pasti akan patuh terhadap kewajibannya (Lange
at al 2017). Norma sosial dapat menjadi aturan mengenai aktivitas masyarakat
yang dapat dipahami untuk mewujudkan kepatuhan pajak (Di Gioacchino
dkk, 2020). Wajib pajak memiliki kewajiban yang sangat besar terhadap
perilaku kepatuhan pajak, sebagaimana dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No 28 tahun 2007 yang menegaskan wajib pajak wajib membayar
atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan surat setoran pajak
ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur bedasarkan peraturan
bedasarkan pasal 1 yang menyatakan bahwa wajib pajak mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan undang-undang.
Penelitian ini penting karena penelitian tentang kepercayaan kepada
pemerintah dan norma sosial khususnya mengenai faktor psikologi – sosial
yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak masih jarang dilakukan, bahkan
masih sedikit literatur yang membahas mengenai hal ini. Faktor psikologi –
sosial memberikan penjelasan saat menyelidiki keputusan tentang kepatuhan
wajib pajak (Alm et. Al, 2019). Penelitian mengenai faktor psikologi-sosial
dalam kepatuhan pajak masih sedikit dijumpai pada literatur ilmiah. Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa kepercayaan pemerintah dan norma sosial
dapat berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak (Cahyonowati 2023;
Hilmia, 2022; Jimenez,2016; Woro,2015).
Kepatuhan pajak merupakan salah satu faktor yang membuat wajib
pajak dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan peraturan undang-undang
dengan cara perpajakan yang berlaku secara disiplin (Prihartanto dan
Pusposari). Devano (2006) kepatuhan wajib pajak adalah kepatuhan yang
menunjukan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajibannya dan
pelaksanaan perpajakannya. Jadi kepatuhan wajib pajak merupakan suatu
kedisiplinan yang dimiliki oleh wajib pajak untuk melaksanaakan kewajiban
dibidang perpajakaan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Kepatuhan
pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi otoritas pajak di Indonesia.
Allingham dan Sandmo berpendapat bahwa patuh atau tidak patuhnya wajib
pajak ditentukan dengan membandingkan tingkat kepuasan yang bisa mereka
ambil bedasarkan besarnya penghasilan, tarif pajak, resiko pemeriksaan dan
sangsi (B.Bawono Kristiaji,dkk 2013:7)
Teori Slippery Slope menjelaskan variabel golongan psikologis-sosial
dan deterrence berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Scholz dan Lubell
(1998) menjelaskan bahwa tingkat kepercayaan wajib pajak dapat
menentukan tingkat kepatuhan wajib pajak. Kirchler dkk (2008) menyebutkan
bahwa norma adalah penentu yang penting terhadap kepatuhan pajak. Norma
merupakan salah satu faktor utama yang mampu menjelaskan seseorang jujur
dalam masalah perpajakan (Cahyonowati,2011). Teori Slippery Slope
menggabungkan faktor ekonomis dan faktor psikologis. Basri dkk, (2012)
menyatakan bahwa kepatuhan pajak tergantung pada integrasi faktor
psikologis dan ekonomis yang baik antara wajib pajak dan pemerintah. Jika
kepercayaan pada apparat rendah dan kekuatan apparat lemah, maka ada
kemungkinan bahwa wajib pajak berusaha untuk memaksimalkan hasil
dengan melakukan penghindaran pajak sehingga kepatuhan pajak menurun.
Kepatuhan pajak dipengaruhi oleh faktor psikologi – sosial atau faktor
non ekonomi yang tidak dapat diabaikan dari perilaku kepatuhan pajak
(Alm,2018;Alm et al,2020; Kirchler,2007; Yaser et al,2019). Faktor psikologi
seperti kepercayaan dan norma sosial yang dapat mempengaruhi perilaku
kepatuhan pajak. Variabel psikologis mampu memberikan alternatif saat
menyelidiki keputusan terhadap perilaku kepatuhan pajak (Alm et al,2019).

Salah satu faktor psikologi yang dapat menyebabkan penghindaran


pajak dalam perilaku kepatuhan pajak adalah kepercayaan kepada pemerintah.
Kepercayaan kepada fungsi pemerintah merupakan prasyarat utama
menciptakan kepatuhan wajib pajak (Braithwaite dan Makka,1994; Lee,2003).
Kepercayaan pemerintah adalah suatu bentuk kepercayaan kepada pemerintah
yang diberikan oleh kelompok atau individu dalam institusi sosial (Straten, et
al,2002). Kepercayaan pemerintah berkaitan dengan perilaku kepatuhan pajak
(Parkerdan Parker, 1993). Faktor utama yang menumbuhkan kepercayaan
pemerintah adalah keterbukaan informasi dan transparansi kebijakan
pemerintah. Patnam (1993) berpendapat bahwa kepercayaan wajib pajak
kepada pemerintah merupakan dimensi penting untuk meningkatkan kinerja
pemerintah. Wajib pajak cendrung menghindari pembayaran pajak karena
mereka menganggap sistem pajak tidak adil (Richardson,2007).

Faktor lainnya yang mempengaruhi kepatuhan pajak adalah adanya


norma sosial yang berasal dari lingkungan wajib pajak. Norma sosial
merupakan aturan dan standar yang dipahami oleh anggota kelompok yang
berfungsi sebagai pedoman atau sebagai batasan perilaku sosial (Cialdini dan
Trost,1998). Norma sosial berfungsi sebagai pedoman individu untuk
mengidentifkasi perilaku yang mungkin atau tidak mungkin diterima oleh
masyarakat dimana individu tersebut menjadi bagian dari masyarakat
(Gorecki dan Letki, 2020 ; Smith 2003). Perilaku wajib pajak tidak terlepas
dari perilaku wajib pajak lainnya, jika wajib pajak melaporkan pajak dengan
jujur sehingga menjadi perilaku yang dapat diterima oleh wajib pajak,maka
wajib pajak lain akan cenderung mengikuti untuk melaporkan pajak dengan
jujur (Alm,2018). Gangl dkk (2015) dan Hidayat & Nugroho (2010)
mengemukakan bahwa norma sosial memiliki hubungan yang positif terhadap
kepatuhan pajak. Kepatuhan pajak yang tinggi sangat berpengaruh terhadap
norma sosial yang baik.

Thahir dkk (2018) melakukan penelitian dengan menguji kepatuhan


pajak yang disebabkan oleh kepercayaan publik di Provinsi Sulawesi Selatan,
dengan respondennya adalah masyarakat (pribadi, badan) yang berada di KPP
Makasar Selatan, dengam hasil penelitian menunjukan bahwa kepercayaan
publik berpengaruh signifikan terhadap perilaku kepatuhan pajak. Hilmia
(2022) melakukan penelitian dalam perilaku kepatuhan pajak dengan
respondennya adalah wajib pajak orang pribadi yang ada di Jakarta Selatan
dengan hasil juga menunjukan bahwa perilaku kepatuhan pajak dapat
dipengaruhi oleh norma sosial yang berlaku.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam


penelitian ini peneliti menggunakan faktor psikologi yaitu kepercayaan
pemerintah dan norma sosial. Penelitian sebelumnya mengenai kepatuhan
pajak selama ini kebanyakan hanya meneliti faktor-faktor seperti usia, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, sangsi, kualitas pelayanan. Penelitian ini
mengenai pengaruh psikologi-sosial wajib pajak karena pemerintahan yang
korupsi dan lainnya masih jarang dilakukan, padahal ada suatu hal yang
membahayakan akibat dari hal tersebut yaitu sulitnya wajib pajak dalam
membayar pajak. Di Indonesia sendiri penelitian mengenai pengaruh
kepercayaan kepada pemerintah dan norma sosial masih sedikit ditemukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah kepatuhan pajak dan


norma sosial memiliki pengaruh terhadap perilaku kepatuhan pajak pada
wajib pajak orang pribadi pengusaha di kota Padang. Penelitian ini
mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Cahyonowati, Nur (2023) yang
menemukan bukti empiris bahwa kepercayan dan norma sosial menjadi faktor
penjelas dalam dilema pelaporan pajak. Jadi (novelty) dari penelitian ini
adalah hanya berfokus terhadap faktor psikologis-sosial, karena variabel
psikologis-sosial dapat menjadi faktor penjelas dalam dilema pelaporan pajak,
sehingga peneliti menggunakan variabel kepercayaan kepada pemerintah dan
norma sosial sebagai variabel independen dan perilaku kepatuhan pajak
sebagai variabel dependen. Kemudian dalam penelitian ini menggunakan
wajib pajak orang pribadi pengusaha yang berada di kota Padang sebagai
sampel, karena berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Satu
Padang, pada tahun 2017 rasio kepatuhan pajak dalam membayar pajak orang
pribadi yaitu sebesar 34,95% dan dapat diketahui jumlah wajib pajak orang
pribadi yang terdaftar sebanyak 167.161 sedangkan jumlah SPT tahunan yang
dilaporkan sebanyak 58.431 dan pada tahun 2018 rasio terhadap kepatuhan
pajak orang pribadi turun sebesar 31,95% dengan jumlah wajib pajak yang
terdaftar naik menjadi 175.091 dan SPT yang dilaporkan turun menjadi
55.936. Penelitian ini tidak hanya berfokus terhadap satu gender. Penelitian
ini menggunakan teori slippery slope yang berkembang dalam kepatuhan
pajak, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan
teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji regresi
linear berganda dengan bantuan apikasi SPPS.

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan diatas, maka penulis ingin


membahas tentang pengaruh kepercayaan kepada pemerintah dan norma
sosial terhadap perilaku kepatuhan pajak, maka penelitian ini diberi judul
“Pengaruh Kepercayaan kepada Pemerintah dan Norma Sosial terhadap
Perilaku Kepatuhan Pajak”.

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka penelitian ini
akan dirumuskan permasalahan dalam berbagai pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah kepercayaan kepada pemerintah berpengaruh terhadap perilaku
kepatuhan pajak?
2. Apakah norma sosial berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan pajak?

C. Tujuan Penelitian

Bedasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka penelitian


ini memiliki tujuan yang hendak dicapai diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh kepercayaan kepada pemerintah terhadap
perilaku kepatuhan pajak
2. Untuk menganalisis pengaruh norma sosial terhadap perilaku kepatuhan
pajak

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis berharap
penelitian ini dapat memperoleh manfaat bagi banyak pihak diantaranya:
1. Secara teoritis
Penelitian ini secara teoritis dapat memperoleh manfaat yaitu:
a. Memperoleh ilmu pengetahuan bagi pembaca tentang faktor-faktor
psikologi-sosial yang dapat mempengaruhi wajib pajak dalam
meningkatkan perilaku kepatuhan pajak.
b. Menjadi acuan untuk masa datang bagi peneliti lain di bidang
perpajakan khususnya tentang faktor - faktor psikologi-sosial dalam
meningkatkan perilaku kepatuhan pajak
2. Secara Praktis
Penelitian ini secara praktis dapat memperoleh manfaat yaitu:
a. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan hasil kepada penulis untuk dapat
menambah ilmu dan wawasan tentang faktor-faktor psikologi-sosial
yang dapat mempengaruhi wajib pajak dalam meningkatkan perilaku
kepatuhan pajak.
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan memberikan pengertian kepada pembaca dan
khususnya kepada seluruh Wajib Pajak dalam membayar pajak untuk
dapat menjalankan dan mematuhi aturan dalam menjalankan
kewajiban sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai