Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN

PENDAPATAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK MEMBAYAR PAJAK


BUMI DAN BANGUNAN

PROPOSAL

Oleh:

Murni

202030018

STIEM BONGAYA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kontribusi
yang harus dilaksanakan wajib pajak. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara
sekaligus menjadi sumber dana bagi pemerintah untuk menunjang jalannya roda
pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Di Indonesia ada beberapa jenis pajak yang
dikenakan kepada masyarakat, salah satunya yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. Sejak 1 Januari 2014 semua kabupaten/kota diwajibkan mengelola Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) dengan tujuan memberikan
kewenangan yang lebih besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah karena pada saat
dikelola oleh Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8%
dari jumlah penerimaan PBB-P2 di wilayahnya. Pengalihan ini merupakan bentuk tindak
lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang tertuang dalam Undang-
Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

MAKASSAR,RAKYATSULSEL Pada tahun 2022 Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Kota Makassar mencapai Rp1,35 triliun. Capaian tersebut tertinggi jika dibandingkan tahun
sebelum pandemi Covid-19 yakni sebesar RP1,33 triliun. Untuk PBB sendiri berhasil
mencapai 93% atau sekitar Rp214 miliar dari yang ditargetkan RP230 miliar. Namun, dari
pencapaian tersebut terdapat tunggakan masyarakat terhadap pembayaran PBB, kata Firman
(2022). Tunggakan ini dapat merugikan negara maupun masyarakat selaku wajib pajak
dikarenakan pembayarannya akan terus membengkak dari tahun ke tahun serta akan dikenai
sanksi atas keterlambatan membayar pajak. Berdasarkan kasus tersebut, masyarakat selaku
wajib pajak belum memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak sesuai dengan aturan
yang berlaku sehingga adanya penunggakan dan yang terburuk dapat menyebabkan
terjadinya penggelapan pajak. Salah satu faktor untuk meningkatkan penerimaan pajak
adalah dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak merupakan
suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban dan melaksanakan hak
perpajakannya (Rahayu, 2010). Tingkat kepatuhan pajak yang dimiliki wajib pajak sangat
penting karena dengan tingkat kepatuhan wajib pajak yang baik akan membuat tujuan dari
penerimaan daerah dapat tercapai. Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
beberapa diantaranya yaitu kesadaran wajib pajak, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan
pendapatan.

Kesadaran wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak telah memahami
dan melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tanpa
ada hal yang disembunyikan. Menurut Erly Suandy (2011) kesadaran wajib pajak artinya
wajib pajak mau dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya seperti
mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak terutangnya. Pada
hasil penelitian Rita (2020) menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan membayar pajak. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Winny,
dkk (2022) dikemukakan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Apabila kesadaran perpajakan ini tinggi maka akan muncul motivasi
untuk membayar pajak, sehingga tidak akan terjadi penunggakan pajak dan semacamnya.

Tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab kepatuhan membayar pajak.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk
menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
hari (Kakunsi et al., 2017). Rara (2019) mengatakan dalam penelitiannya bahwa wajib pajak
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan mempunyai pengetahuan tentang pajak biasanya
akan lebih patuh dalam hal membayar pajak karena wajib pajak tersebut tahu benar akan
pentingnya membayar pajak. Sedangkan dalam penelitian (2020) mengatakan bahwa wajib
pajak dengan berbagai karakteristik tingkat pendidikan yang tidak hanya sarjana, tetapi
lulusan SD pun sanggup untuk memenuhi kewajiban pajaknya apabila pemerintah setempat
berinisiatif untuk menyosialisasikan arti pentingnya perpajakan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, akan menjadi semakin tidak patuh karena akan semakin mudah untuk
melakukan penghindaran pajak (floreintina, 2021).

Pemungut pajak perlu memperhatikan kemampuan wajib pajak. Masyarakat yang


kurang mampu akan kesulitan dalam membayar pajak, oleh karena itu masyarakat lebih
cenderung untuk memenuhi kebutuhan pokoknya terlebih dahulu. Pendapatan wajib pajak
merupakan jumlah penghasilan rupiah yang dihasilkan wajib pajak yang diperoleh dari
pekerjaan utama maupun sampingan (Imtikhanah dan Sulistoyowati, 2010). Pada penelitian
Nadwatul (2017) mengatakan bahwa pendapatan berpengaruh dan signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Sementara itu, Arif (2018) dalam
penelitiannya menunjukkan hasil bahwa pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan membayar pajak PBB.

Berdasarkan paparan penjelasan di atas dan adanya inkonsistensi pada hasil penelitian
terdahulu, peneliti tertarik untuk meneliti dengan variabel yang sama dengan penelitian
terdahulu namun dilakukan pada objek penelitian yang berbeda. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak, tingkat pendidikan dan pendapatan
wajib pajak terhadap kepatuhan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota
Makassar.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian lata belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan


sebagai berikut:

1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak bumi
dan bangunan di Makassar ?
2. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak bumi dan
bangunan di Makassar ?
3. Apakah pendapatan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak bumi
dan bangunan di Makassar ?
4.
C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak
membayar Pajak Bumi dan Bangunan
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap kepatuhan wajib pajak
membayar Pajak Bumi dan Bangunan
3. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap kepatuhan wajib pajak membayar
Pajak Bumi dan Bangunan

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menjadi sarana untuk menambah dan meningkatkan wawasan
serta pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh kesadaran wajib pajak, tingkat
pedididkan dan pendapatan wajib pajak terhadap kepatuhan membayar pajak bumi dan
bangunan (PBB).
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
 Bagi wajib pajak, diharapkan dapat tertarik mempelajari pajak sehingga
perkembangan kepatuhan membayar pajak dapat meningkat.
 Bagi pemerintah setempat, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
metode dan media sosialisasi yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan
membayar pajak.
 Bagi peneliti selanjutnya, dapat mempertimbangkan kelebihan dan kekuranagn
yang mungkin ditemukan dalam penelitian ini, apabila ingin melakukan penelitian
sejenis.
BAB II

KERANGKA TEORI

A. TINJAUAN TEORITIS

1. Teori stewardship

Teori stewardship adalah salah satu pandangan baru tentang cara mengelolah
organisasi dan personel-personel yang terkait di dalamnya. Menurut Donaldson dan Davis
dalam Purnamawati et. al (2017) teori stewardship menggambarkan situasi dimana
manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada
sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi. Teori ini menggambarkan adanya
hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesusksesan organisasi. Dalam hal ini pemerintah
selaku steward sebagai pengelolah sumber daya dan rakyat selaku principal sebagai pemilik
sumber daya. Pemerintah akan semaksimal mungkin dalam menjalankan pemerintahan untuk
mencapai tujuan pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dapat disimpulkan bahwa pemerintah sebagai pemimpin yang mempunyai wewenang


dalam mengendalikan dan mengarahkan setiap kegiatan yang berada di wilayah kekuasaan
pemerintahannya. Pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan agar setiap
warganya dapat merasakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Meskipun dikendalikan oleh
pemerintah, masyarakat mempunyai hak dalam wilayah atau daearah yang ditempatinya
karena negara sebagai organisasi yang kepemilikannya bersifat bersama.

Hal ini menandakan bahwa teori stewardship sesuai apabila diterapkan pada sektor
pajak dimana dalam perpajakan terdapat kesepakatan antara pemerintah dan rakyat
berdasarkan kepercayaan untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Teori atribusi
Teori atribusi dikemukakan pertama kali oleh Fritz Helder mengatakan bahwa teori
atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Menurut Luthans
dalam penelitian Lestari (2020) teori atribusi mengacu tentang bagaimana seseorang
menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah
dari faktor internal misalnya sifat, karakter, sikap ataupun faktor ekstenal misalnya tekanan
situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu.
Teori atribusi relevan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak yang digunakan dalam model penelitian ini.
3. Kepatuhan

Menurut KBBI kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat kepada perintah
atau aturan dan disiplin. Kepatuhan adalah fenomena yang mirip dengan penyesuaian diri.
Menurut Prijadarminto, dalam penelitian Sari W. Yunita (2018:17) menjelaskan bahwa
kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkain
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.
Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu tersebut melakukan perilaku
taat terhadap sesuatu sesuatu atau seseorang. Sedangkan peraturan diartikan sebagai tatanan,
petunjuk atau ketentuan tentang sesuatu yang boleh dilakukan.

Menurut Fatmawati (2016) kepatuhan wajib pajak dapat dijadikan indikator sebagai
alat untuk mengukur kontribusi masyarakat dalam pembangunan daerahnya. Daerah yang
pembangunannya pesat salah satu faktor utama penopangnya adalah kepatuhan dari wajib
pajak dalam membayar pajak terutangnya. Patuh terhadap aturan berarti memiliki sikap yang
menerima serta ikhlas melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku tanpa adanya paksaan.

4. Wajib pajak
a) Pengertian wajib pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun 2000 tentang


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (1) yaitu : Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.

Menurut Thomas Sumarsan (2017:9) wajib pajak adalah orang pribadi ataupun badan,
meliputi pembayaran pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undnagan perpajakan. Jadi, wajib pajak
mempunyai kewajiban untuk membayar pajak (pendapatan, kekayaan, tanah, dan
sebagainya) berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

b) Jenis- jenis wajib pajak

Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 subjek pajak meliputi :


1) Orang pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia .
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang
belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dilaksanakan.

3) Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan Bentuk Usaha Tetap.

4) Bentuk Usaha Tetap


Bentuk Usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

5. Kepatuhan wajib pajak


a) Pengertian kepatuhan wajib pajak

Kepatuhan wajib pajak merupakan sebuah tindakan yang mencerminkan patuh dan
sadar terhadap ketertiban dalam kewajiban perpajakan dengan melakukan pembayaran dan
pelaporan atas perpajakan masa dan tahunan dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan melaporkan pada


waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan
membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidakpatuhan timbul jika salah
satu syarat definisi tidak terpenuhi (Amalia et al,2016).

b) Jenis-jenis kepatuhan wajib pajak


Menurut Nurmantu (2005) dijelaskan bahwa terdapat dua macam kepatuhan wajib
pajak yaitu :
1. Kepatuhan formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.

Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi :

a) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat waktu


b) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat jumlah.
c) Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Kepatuhan Material

Kepatuhan material adalah dimana suatu keadaan dimana wajib pajak secara
subtansi/hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan
jiwa undang-undang perpajakan.

Pengertian kepatuhan materil dalam hal ini adalah :

a) Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak apabila petugas


membutuhkan informasi.
b) Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan) petugas pajak dalam
pelaksanaan proses administrasi perpajakan.
4. Kesadaran wajib pajak

Menurut Boediono dalam Amalia dkk, (2016) kesadaran wajib pajak merupakan sikap
wajib pajak yang telah memahami dan mau melaksanakan kewajiban untuk membayar pajak dan
telah melaporkan semua penghasilannya tanpa ada yang disembunyikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Kesadaran perpajakan adalah kerelaan memnuhi kewajibannya, termasuk rela
memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaa fungsi pemerintah dengan cara membayar
kewajiban pajaknya (Suhardito, B. dan Sudibyo, B. 1999).

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak, diantarnya adalah:

1) Masyarakat tidak mengetahui tentang informasi perpajakan, terutama apabila


terjadi perubahan undang-undnag dan kebijakan lainnya.
2) Adanya tambahan uang yang ahrus dibayarkan, sehingga tidak sesuai dengan
jumlah yang tertera di SPPT.
3) Suasana individu, seperti belum mempunyai uang.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak perlu dilakukan


langkah-langkah:

1) Meningkatkan penyuluhan dan informasi tentang perpajakan.


2) Menciptakan aparatur pemerintah yang bersih.

pendapatan

Ikatan Akuntan Indonesia (2019:22) mengungkapkan dalam Standar Akuntansi


Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) mendefinisikan Pendapatan
adalah penghasilan yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa dan
dikenal dengan sebutan berbeda seperti penjualan, imbalan, bunga, dividen, royalti dan
sewa. Menurut Fahri dkk, (2021: 231) pendapatan adalah uang yang diterima dan
diberikan kepada subjek berdasarkan prestasi yang diserahkan yaitu berupa pendapatan
dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan.

Tingkat pendapatan merupakan salah satu kriteria maju atau tidaknya suatu
daerah. Bila pendapatan suatu daerah relatif rendah, dapat dikatakan bahwa kemajuan
dan kesejahteraan tersebut akan rendah pula. Sebaliknya jika pendapatan masyarakat
relative tinggi, maka kesejahteraan dan kemajuan daerah tersebut akan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai