Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR PEMAHAMAN DAN PENGENAAN

SANKSI PAJAK YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB


PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

(Studi Empiris di Kecamatan Ungaran Timur Kab.Semarang)

Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen : Widya Tri Utomo, M.Pd.

Oleh,

Meika Dwi Wahyuningsih

17.93.0036

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL

UNIVERSITAS AMIKOM YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin berkembangnya krisis ekonomi dan kepercayaan yang terjadi di
Indonesia telah banyak membawa dampak positif dan negatif dalam upaya
peningkatan kesejahteraan di Indonesia khususnya di daerah Ungaran Timur, Kab
Semarang. Salah satu dampak positif tersebut dapat dengan jelas dilihat dari
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, dimana reformasi total di
segala aspek telah dijalankan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Buah dari reformasi yang dapat dilihat sekarang adalah mulai terciptanya
masyarakat madani, pemerintahan yang sangat baikan pembangunan yang sangat
merata di segala aspek dan bidang kehidupan.

Pemberian otonomi kepada daerah adalah salah satu unsur pendorong


reformasi yang cukup penting. Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat
tersebut kepada pemerintah daerah kabupaten atau kota diharapkan akan
menjadikan suatu kabupaten atau kota tersebut menjadi lebih maju dan mandiri di
bidang infrastruktur dan ekonomi.

Upaya terbesar pemerintah daerah membiayai daerahnya adalah dengan


melalui penerimaan pajak. Menurut Waluyo (2003 : 4) “Pajak adalah iuran
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan – peraturan. Dengan tidak mendapat kontra
prestasi kembali yang langsung dapat ditujuk dan yang kegunannya adalah untuk
membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Salah satu jenis pajak yang dipungut
oleh pemerintah adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

PBB adalah penerimaan pemerintah pusat yang sebagian hasilnya (sekitar


80%) akan diserahkan kembali kepada pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dipungut oleh pemerintah daerah meliputi
Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah perkotaan dan pedesaan. Amanah (2015)
menegaskan “Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis pajak daerah yang
sepenuhnya diatur oleh pemerintah dalam memnetukan besar pajaknya, pajak ini
penting untuk pelaksanaan dan peningkatan pembangunan serta meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat” .

Kabupaten Semarang terdiri dari 19 kecamatan dan 235 kelurahan/desa


dengan luas wilayah 1.447 km² dan jumlah penduduk 1.786.113. Dengan data ini
dapat menunjukan bahwa potensi Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten
Semarang cukup besar, Kabupaten Semarang sangat terbatas dengan sumber daya
alamnya maka solusi terbaik dalam meningkatkan sumber pendapatan adalah
dengan menggali potensi Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan begitu maka
langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah mengoptimalkan
sumber pendapatnya yaitu Pajak Bumi dan Bangunan. Pada tahun 2016, realisasi
atas ketetapan pokok akhir PBB P2 di Semarang belum 100 % terealisasikan,
dimana pokok ketetapan akhir pada tahun 2016 sebesar Rp 74,7 milyar dengan
SPPT PBB P2 sebanyak 608.047 lembar yang realisasinya mencapai Rp 59,3
milyar.

Terdapat banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat efektivitas Pajak


Bumi dan Bangunan antara lain faktor penyuluhan, faktor pemahaman wajib
pajak akan kewajibannya, faktor sanksi pajak dan kepercayaan terhadap fiskus.
Faktor ketidakpahaman wajib pajak terhadap bebagai ketentuan yang ada
menjadikan wajib pajak memilih untuk ridak mempunyai NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak) disebabkan wajib pajak tidak memahami arti dari pajak dalam
membiyai pembangunan.

Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah Kabupaten Semarang


untuk mencapai tingkat efektivitas pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan,
upaya-upaya yang dilakukan antara lain, memberikan surat himbauan untuk
membayar dan melaporkan pajak yang dikirim ke Wajib Pajak melalui pos dan
melakukan penyuluhan – penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung
dengan cara bertatap muka langsung, iklan, brosur, spanduk, surat kabar, majalah,
media elektronik (televisi dan radio) dan website.

Kepatuhan merupakan perilaku yang taat hukum. Secara konsep,


kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam memenuhi peraturan hokum oleh
seseorang atau organisasi. Dalam KBBI, yang dimaksud dengan patuh adalah taat
pada aturan. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak merupakan
keadaan dimana wajib pajak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Adapun menurut Machfud
Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:19), mengemukakan bahwa “Kepatuhan
memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complince)
merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak
bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian
secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.”

Faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar


Pajak Bumi dan Bangunan, dapat melalui faktor pemahaman pajak, sanksi pajak,
tingkat kepercayaan terhadap fiskus akan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam membayar PBB. Wajib pajak yang memiliki pengatahuan
mengenai peraturan perpajakan akan lebih mengerti mengenai apa yang menjadi
kewajibannya sebagai wajib pajak yang baik sehingga kewajibannya tersebut
akan dipenuhi dan pasti akan berdampak dengan meingkatnya kepatuhan wajib
pajak dalam membayar PBB. Pemahaman wajib pajak mengenai peraturan
perpajakan merupakan salah satu penyebab internal yang dapat mempengaruhi
persepsi wajib pajak dalam membuat keputusan mengenai perilaku kepatuhan
wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.

Wajib pajak dapat mematuhi kewajiban untuk pembayaran pajak ketika


wajib pajak mempertimbangkan sanksi denda yang akan lebih merugikan.
Apabila sisa pajak yang tertunggak yang dimiliki wajib pajak semakin banyak
maka jumlah yang harus dibayarkan oleh wajib pajak juga semakin besar dengan
begitu wajib pajak akan semakin berat untuk melunasi pajaknya. Oleh karena itu
sikap atau pandnagan wajib pajak terhadap sanksi denda diharap akan
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

Beberapa penelitian tentang kepatuhan wajib pajak yang dilakukan oleh


peneliti – peneliti sebelumnya, menurut (Arisandy,2017) variabel pemahaman
wajib pajak tidak bepengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
namun menurut (Ilhamsyah, 2016) variabel pemahaman wajib pajak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh (Amalia,2016) bahwa pengenaan sanksi administrasi berpengaruh
secara nyata terhadap kepatuhan wajib pajak berbanding terbalik dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh (Burhan, 2015) bahwa sanksi pajak tidak
berpengaruh secara signfikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Dari berbagai pernyataan diatas, maka penulis tertarik ingin meneliti


mengenai Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Semarang dengan judul
Analisis Faktor Pemahaman dan Pengenaan Sanksi Pajak yang
Mempengaruhi Kepatuhan Pajak Bumi dan Bangunan (studi empiris Di
Kabupaten Semarang).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan dan latar belakang masalah diatas penulis


menemukan permasalahan yang timbul yaitu :

1. Bagaimana pengaruh pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak


dalam membayar PBB?
2. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar PBB?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian lebih focus dan terarah, maka penulis memberi batasan
– batasan masalah objek penelitian yang mempengaruhi kepatuhan PBB di
Kecamatan Ungaran Kab.Semarang.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk


menemukan empiris sebagai berikut :

a. Untuk menguji pengaruh pemahaman wajib pajak yang mempengaruhi


tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB
b. Untuk menguji pengaruh sanksi terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar PBB.
1.5 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya maupun yang secara langsung terkait di dalamnya. Adapun
manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

2. Manfaat Praktis
a. Akademik, sebagai bahan referensi lebih lanjut yang berkaitan dengan
kepatuhan wajib pajak. Selain itu juga menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai kewajiban akan membayar PBB.
b. Masyarakat, Sebagai kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan
wajib pajak dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan PBB.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Atribusi

Teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang,


mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal
(Robbins, 2001). Dalam kepatuhan wajib pajak sangat berkaitan dengan sikap wajib pajak
dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat
penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal
orang tersebut, maka teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut.
Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah
kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal
adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena
situasi. Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996) tergantung pada tiga faktor
yaitu:

a) Kekhususan (kesendirian atau Distinctivensess)


Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara
berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal
yang luar biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan
memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu
dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi eksternal.
b) Konsensus
Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam
merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi,
maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka
termasuk atribusi eksternal.
c) Konsistensi
yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon 20 sama dari
waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal
tersebut dengan sebab-sebab internal. Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang
dapat memutarbalikkan arti dari atribusi.

2.1.2. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action)

Teori tindakan beralasan adalah suatu teori yang menjelaskan minat seseorang dalam
melakukan suatu perilaku (Jogiyanto, 2007). Teori ini dikembangkan oleh Martin Fishbein
dan Icek Ajzen (1980). Theory of Reasoned Action sangat relevan dengan penelitian ini,
karena seseorang dalam menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh rasionalitas dan juga pengaruh lingkungan yang
berhubungan dengan pembentukan norma subjektif yang mempengaruhi keputusan perilaku
wajib pajak (Imelda, 2014).

2.1.3 Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pungutan atas tanah dan bangunan
yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi
seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat
darinya. Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan. Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke
pemerintah kabupaten/kota.

Menurut Adelina (2012:7) “Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis pajak
yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah dalam menentukan besar pajaknya.”

Menurut Suyatmin (2004:19) Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak


kebendaan, artinya penetapan pajak tidak dilihat dari kemampuan ekonomis subyek
pajak, tetapi ditetapkan berdasarkan luas, klasifikasi dan lokasi obyek pajak. Pajak
Bumi dan Bangunan merupakan salah satu bentuk penerimaan negara dari pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan dipungut sekali setahun. Jadi wajib pajak harus membayar
pajak bumi dan bangunan sekali dalam setahun. Wajib pajak tidak hanya orang
pribadi, tetapi juga bagi perusahaan/badan yang memiliki asset berupa tanah dan
bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan.
Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi dan/atau
bangunan. Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP). NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli
tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan.

PBB harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal dterimanya
SPPT oleh wajib pajak. Surat Pembertahuan Pajak Terutang (SPPT) merupakan surat
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya
pajak terutang kepada wajib pajak. Hasil penerimaan PBB akan masuk ke kas negara.
Hal penerimaan tersebut sepenuhnya dikelola oleh pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan akan dibagi untuk Pemerintah Pusat
dan Daerah dengan imbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk
Pemerintah Daerah (Jamaluddin, 2011:256). Beradasarkan pembagian tersebut, maka
setiap daerah dapat mempergunakannya untuk melakukan pembangunan di daerah
masing-masing.

Jadi dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pajak


bumi bangunan adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan, besarnya pajak
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah/bangunan.

2.1.4 Pemahaman Wajib Pajak

Menurut KBBI, pengertahuan berarti segala sesuatu yang diketahui


kepandaiana atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata
pelajaran). Dalam hal perpajakan, pengertahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
mengenai ketentuan umum perpajakan. Pengertahuan tersebut merupakan
pengetahuan mengenai peraturan perpajakan, pengetahuan tentang tata cara
menghitung maupun melaporkan kewajiban perpajakan, serta pengetahuan tentang
fungsi dan peranan pajak. Pemahaman menurut KBBI (2005) dapat diartikan sebagai
proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan.

Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana


wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu
untuk membayar pajak. Dengan meningkatnya pemahaman tentang perpajakan akan
berdampak positif terhadap kesadaran wajib akan membayar pajak. Pemahaman
Wajib Pajak tentang peraturan perpajakan merupakan penyebab internal karena berada
di bawah kendali wajib pajak sendiri.. Tingkat pemahaman Wajib Pajak tinggi akan
membuat Wajib Pajak memilih berperilaku patuh dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan. Kurangnya upaya Wajib Pajak dalam memperhatikan sosialisasi atau
iklan yang telah dilakukan oleh pihak aparat pajak, membuat Wajib Pajak cenderung
tidak patuh dalam membayar kewajiban perpajakan. Wajib Pajak yang akan
membayar pajak tentunya perlu memahami manfaat dalam membayar pajak dan
fungsi dari pajak itu sendiri. Semakin tingginya pemahaman tentang peraturan
perpajakan, maka Wajib Pajak akan semakin patuh dalam membayar pajak. Karena
itu, merupakan hal yang penting bagi wajib pajak untuk memahami peraturan
perpajakan secara jelas.

2.1.5 Sanksi Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang
yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa
yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undang-
undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi,
atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak
tidak melanggar norma perpajakan.

Menurut Resmi (2008:71), “sanksi perpajakan terjadi karena terdapat


pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga apabila
terjadi pelanggaran maka waib pajak dihukum dengan indkasi kebijakan perpajakan
dan undang-undang perpajakan.”

Menurut Pranadata (2014 : 7) “sanksi pajak merupakan alat kontrol yang


mengontrol agar wajib pajak tetap memenuhi kewajiban perpajakannya dikarenakan
dengan adanya kerugian yang akan didapat oleh wajib pajak apabila tidak
membayarkan pajak yang secara otomatis akan membuat wajib pajak harus berpikir
apabila tidak ingin memnuhi kewajiban perpajakannya.”
Sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia
menerapkan self assessment dalam pemungutan pajak. Pemerintah telah menerapkan
Undang – Undang perpajakan agar proses pelaksaaan pemungutan pajak dapat
berjalan sesuai dengan target yang diharapkan. Apabila kewajban perpajakan tidak
dilaksanakan oleh wajib pajak, maka sudah terdapat konsekuensi hukum yaitu sanksi-
sanksi perpajakan.

Muliari dan Setiawan (2010) menjelaskan bahwa “sanksi perpajakan


merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan
dituruti atau ditaati, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar
wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.”

Menurut Mardiasmo (2013) “Sanksi adalah pagar pembatas yang nyata bag
pelaksana suatu peraturan yang bermaterikan hak dan kewajiban. Sanksi merupakan
wujud dari tidak dipenuhinya kewajiban yang telah ditentukan berdasarkan undang-
undang maupun peraturan turunannya.”

Pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan


Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting
bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui
konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.

2.1.6 Kepatuhan Pajak

Kepatuhan dalam KBBI (1989), berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau
aturan. Patuh terhadap kewajiban pajak pada dasarnya adalah tindakan yang harus
dilakukan wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan undang-undang
dan peraturan perpajakan yang berlaku dalam rangka pemberian kontribusi bagi
pembangunan Negara.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138) mengatakan bahwa “kepatuhan


wajib pajak dapat didefiniisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan


kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan melaporkan pajaknya.
Kepatuhan wajib pajak sangat penting karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan
menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan pelalaian dalam pajak dan pada
akhirnya menyebabkan penerimaan pajak akan berkurang. Kepatuhan wajib pajak
menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan di Indonesia mutlak memberi
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melapor
kewajibannya. “Wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat memenuhi serta
mealksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan” (Rahayu, 2010 : 38).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

NO PENELITIAN JUDUL VARIABEL HASIL


TERDAHULU
1 Arisandy. Pengaruh - Kepatuhan - Kesadaran
(2017) Pemahaman Wajib Pajak wajib pajak
Wajib Pajak, - Pemahaman berpengaruh
Kesadaran Wajib Pajak terhadap
Wajib Pajak, - Kesadaran kepatuhan
dan Sanksi Wajib Pajak wajib pajak
terhadap - Sanksi Wajib - Pemahaman
kepatuhan Pajak wajib pajak
Wajib Pajak tidak
orang pribadi berpengaruh
yang secara
melaukan signifikan
kegiatan terhadap wajib
bisnis online pajak
di Pekanbaru - Sanksi
berpengaruh
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
2 Hana Pratiwi Pengaruh - Pengetahuan - Sosialiasi
Burhan. (2015) Sosialisasi perpajak perpajakan
Perpajakan, - Persepsi berpengaruh
Pengatahuan perpajak positif
Perpajakan, tentang terhadap
Persepsi sanksi pajak kepatuhan
Wajib Pajak - Sosialisasi wajib pajak
Tentang Perpajakan scara
Sanksi Pajak - Persepsi signifikan
dan Implementas - Pengetahuan
Implementasi i PP 46 tahun perpajakan
PP nomor 46 2013 berpengaruh
tahun 2013 - Kepatuhan positif
Terhadap wajib pajak terhadap
Kepatuhan kepatuhan
Wajib Pajak wajib pajak
Orang Pribadi - Persepsi
perpajakan
tentang sanksi
pajak secara
parsial tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
- Kepatuhan
wajib pajak
berpengaruh
positif
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
3 Ramli Pengaruh - Pemahaman - Pehamaman
Ilhamsyah, Pemahaman perpajakan perpajakan
Maria G. Wi dan - Pengetahuan berpengaruh
Endang Rizky, Pengetahuan perpajakan terhadap
Yudhi Wajib Pajak - Kesadaran kepatuhan
Dewantara. Tentang Wajib pajak wajib pajak
(2016) Peraturan - Kualitas - Pengetahuan
Perpajakan, Pelayanan perpajakan
Kesadaran - Sanksi berpengaruh
Wajib Pajak, Perpajakan terhadap
Kualitas - Kepatuhan kepatuhan
Pelayanan, Wajib Pajak wajib pajak
dan Sanksi - Kesadaran
Perpajakan wajib pajak
Terhadap berpengaruh
Kepatuhan terhadap
Wajib Pajak kepatuhan
Kendaraan wajib pajak
Bermotor - Kualitas
(Studi Samsat pelayanan
Kota Malang) mempengaruh
i kepatuhan
wajib pajak
- Sanksi pajak
berpengaruh
positif
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
4 Jotopurnomo, Pengaruh - Kesadaran - Kesadaran
yenny Kesadaran wajib pajak wajib pajak
Manguting. Wajib Pajak, - Kualitas berpengaruh
(2013) Kualitas pelayanan secara
Pelayanan fiskus signifikan
Fiskus, Sanksi - Sanksi terhadap
Perpajakan, perpajakan keaptuhan
Lingkungan - Lingkungan wajib pajak
Wajib Pajak wajib pajak - Kualitas
Berada berada pelayanan
Terhadap - Kepatuhan fiskus
Kepatuhan wajib pajak berpengaruh
Wajib Pajak kepada
Orang Pribadi kepatuhan
di Surabaya wajib pajak
- Lingkungan
wajib pajak
berpengaruh
terhadap
keaptuhan
wajib pajak
- Sanksi
perpajakan
berpengaruh
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka pemikiran dalam penelitian
ini adalah :

Pemahaman Pajak (X1) H1

Kepatuhan Pajak (Y)

Pengenaan Sanksi Pajak (X2)


H2

2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Pengaruh Pemahaman Wajib pajak Terhadap Kepatuhan Wajib pajak


Membayar PBB

Pemahaman berasal dari kata “paham” yang artinya menegerti benar; tahu
benar akan tentang sesuatu hal. Pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami
atau memahamkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015). Wajib pajak yang
memahami kewajibannya sebagai wajib pajak yang baik sehingga sadar akan
membayar pajak menyebabkan meningkatnya kepatuhan wajib pajak terhadap
membayar PBB. Pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan merupakan
penyebab internal yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak dalam membuat
keputusan mengenai perilaku kepatuhan wajib pajak dalam membuat keputusan
mengenai perilaku kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Handayani (2012) mengatakan dalam penelitiannya bahwa “pengaruh
pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Wajib Pajak yang memiliki
pemahaman mengenai peraturan perpajakan akan lebih mengerti mengenai apa yang
menjadi kewajibannya sebagai wajib pajak dalam membayar PBB.” Pemahaman akan
membayar pajak akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
H1 : Pemahaman wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam membayar PBB

2.4.2. Persepsi Sanksi Perpajakan

Sanksi merupakan alat yang digunakan agar masyarakat tertib dan tepat waktu
dalam melakukan kewajibannya. Dengan adanya sanksi, masyarakat cenderung
menghindar dari sanksi agar tidak rugi sehingga masyarakat cenderung membayar
pajak tepat waktu.

Menurut Nugroho dan Sumadi (2006) “wajib pajak akan memenuhi kewajiban
perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak
merugikannya.”

“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perpajakan


akan ditaati, dengan kata lain sanksi pajak merupakan alat pencegah agar wajib pajak
tidak melanggar norma perpajakan. Sanksi perpajakan yaitu persepsi masyarakat
terhadap hukuman atas pelanggaran dalam memenuhi ketentuan dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan PBB” (Jatmiko, 2006).

Berdasarkan teori atribusi, sanksi perpajakan merupakan penyebab eksteranl


yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak dalam membuat keputusan mengenai
perilaku kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Semakin
tinggi atau berat sanksinya, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Esti (2012), “persepsi tentang sanksi perpajakan memiliki
pengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak karena apabila persepsi
wajib pajak tentang sanksi perpajakan meningkat maka akan cenderung meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya. Penerapan sanksi
perpajakan kepada wajib pajak dimaksudkan agar wajib pajak tidak melalaikan
kewajibannya menaati peraturan perundang-undangan perpajakan.” Di dukung
dengan adanya penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan
pada penelitian ini adalah :

H2 : penerapan sanksi denda berpengaruh positif terhadap wajib pajak agar


patuh dalam membayar pajak
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Berdasarkan pendapat Sugiyono (2012:117), “Populasi adalah wilayah


generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang terdapat di Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang yang terdaftar
pada kantor pajak Semarang tahun 2019 yaitu sejumlah 24.856 jiwa.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan diteliti. Dalam penarikan sampel penulis menggunakan teknik purposive
sampling yaitu sampling yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau obyek
penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Sampel yang diambil
memiliki ciri-ciri yang khusus dari populasi, sehingga dapat dianggap cukup repersentatif.

Ciri-ciri wajib pajak yang akan dijadikan sampel diantaranya yaitu masyarakat
yang bertempat tinggal di Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang, berstatus sebagai wajib
pajak, dan memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Untuk mendapatkan besaran sampel sangat tergantung dari besaran tingkat


ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun dalam hal ini tingkat kesalahan,
penelitian sosial umumnya memberi batasan tingkat kesalahannya antara 1% sampai 10%
(0,1). Makin besar tingkat kesalahan, maka makin kecil sampel. Namun yang perlu
diperhatikan adalah semakin besar sampel (semakin mendekati populasi), maka semakin
kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil sampel (menjauhi jumlah
populasi), maka besar peluang kesalahan generalisasi.

Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin untuk


mendapatkan batas minimum. Rumus ini dipilih karena dapat merepresentasikan total
populasi secara keseluruhan dengan tingkat signifikasi yang jelas, Berikut adalah perhitungan
rumus slovin.
Keterangan:

n= jumlah sampel

N= jumlah populasi

e= kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir sebesar 10%

24.856
n=
1+24.856 . 0,1

Pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan bahwa populasi yang ada sangat besar
jumlahnya sehingga tidak memungkinkan untuk seluruh populasi yang akan dijadikan data
sehingga sampel yang diambil sebanyak 100 sampel, dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.

3.2 Sumber Data

Menurut Indriantoro dan Supomo (2009), data primer adalah data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yang secara
khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian. Penelitian ini
menggunakan data primer berupa data jawaban responden atas kuesioner penelitian. Data
primer dapat berupa pendapat subjek riset (orang) baik secara individu maupun kelompok,
hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian, atau kegiatan, dan hasil pengujian.

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara. Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip, baik yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah
jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya sudah dalam bentuk publikasi.
3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis
untuk mengumpulkan data. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini secara lebih rinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.3.1 Kuesioner

“Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk


memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang probadinya atau hal-hal
yang ia ketahui”, Suharsimi (2006:151).

Kuesioner memberikan beberapa pertanyaan tertulis kepada obyek penelitian.


terkait dengan SPPT, pelayanan perpajakan, Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel
kuesioner yaitu pemahaman pajak dan sanksi pajak yang nantinya dapat diukur untuk
menjawab pertanyaan tujuan penelitian ini.

Adapun jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
tertutup, yaitu kuesioner yang memungkinkan responden hanya memilih alternatif jawaban
yang telah disediakan

3.3.2 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini diambil dari literatul-literatul yang berkaitan dengan masalah
penelitian dan dapat mendukung penelitian ini, baik dari bukubuku, situs internet, artikel,
jurnal, skripsi, tesis, serta dari laporan-laporan penelitian terdahulu.

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Statistik Deskriptif

“Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat
dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis
dan skewness (kemencengan distribusi)” (Ghozali, 2013:19). Hasan, Iqbal (2004:185)
menjelaskan : Analisis deskriptif adalah merupakan bentuk analisis data penelitian untuk
menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel.
Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang diwujudkan dengan cara
menggambarkan kenyataan atau keadaan keadaan atas suatu obyek dalam bentuk uraian
kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari pihak-pihak yang berhubungan langsung
dengan penelitian ini. Hasil analisis tersebut kemudian diinterpretasikan guna memberikan
gambaran yang jelas terhadap permasalahan yang diajukan.

Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang
berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian. Variabel
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel
independen.

3.4.2 Uji Kualitas Data

1. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas data adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten
atau stabil dari waktu ke waktu.

Tujuan uji reliabilitas adalah mengukur suatu kuesioner yang merupakan


indikator dari variabel. Uji reliabilitas adalah ukuran yang menunjukan seberapa tinggi suatu
instrument dapat dipercaya atau dapat diandalkan, artinya reliabilitas menyangkut ketepatan
(dalam pengertian konsisten) alat ukur. Dalam arti reliabilitas adalah jika suatu obyek yang
sama diukur berkali-kali dengan alat ukur yang sama serta hasilnya sama, maka instrument
yang bersangkutan mempunyai derajat reliabilitas yang tinggi

Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one shot
(pengukuran sekali saja). Disini pengukuran variabelnya dilakukan sekali dan kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain untuk mengukur korelasi antar jawaban
pertanyan. Suatu kostruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach
Alpha > 0,600 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali 2006).
2. Uji Validitas

Tujuan uji validitas adalah mengukur sah atau valid tidaknya suatu indikator.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengukuran sendiri
dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak aspek (dalam arti kuantitatif) suatu aspek
psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skornya pada instrumen
pengukur yang bersangkutan.

Validitas menyangkut akurasi tes. Validitas adalah sejauh alat ukur (tes) bener-
bener menggambarkan apa yang hendak diukur. Tingkat validitas dapat diukur dengan cara
membandingkan nilai hitung r (correlation item total correlation) dengan nilai tabel r dengan
ketentuan untuk degree of freedom (df) = n-k dengan signifikan 5%, dimana n adalah jumlah
sampel dan k adalah jumlah variabel independent. Dalam pengambilan keputusan untuk
menguji validitas indikatornya adalah:

a. Jika r hitung positif serta r hitung > r tabel maka variabel tersebut valid.

b. Jika r hitung tidak positif dan r hitung < r tabel maka variabel tersebut tidak valid.

3.4.3 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah
memiliki distribusi data atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik
distribusi normal. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini dalam uji normalitas
adalah uji Kolmogorov – Smirnov. Alat ini digunakan untuk memberikan angka-angka yang
lebih detail untuk menguatkan apakah terjadi normalitas atau tidak dari data-data

yang digunakan. “Normalitas terjadi apabila hasil dari Asyimp. Sign Kolmogorov

– Smirnov lebih dari 0,05”, (Ghozali, 2011:165).

Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak
yaitu dengan analisis grafik atau uji statistik (Ghozali, 2006).

2. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi,
maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen
yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada
tidaknya gejala multikolinearitas di dalam model regresi, dapat dilihat dari nilai Tolerance
dan Variance Inflation Factor (VIF). Data dikatakan bebas dari multikolinearitas jika nilai
VIF (Variance Inflation Factor) < 10 dan Tolerance > 0,1 (Ghozali, 2009).

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi


ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas
menggunakan uji Glejser, yaitu dengan meregresikan nilai mutlak unstandardized residual
hasil regresi dengan variabel independen yang digunakan dalam persamaan regresi. Data
dikatakan bebas dari heteroskedastisitas jika probabilitas (sig) koefisien regresi (β) dari
masing-masing variabel independen lebih besar dari > 0,05 (Ghozali, 2009).

3.4.3 Uji Hipotesis

Analisis regresi atau uji hipotesis digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan
antara dua variabel atau lebih dan untuk menunjukkan arah hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independent. Hipotesis selalu mengambil bentuk kalimat
pernyataan dan menghubungkan secara umum maupun khusus antara variabel yang satu
dengan variabel yang lainnya (Kerlinger 2006). Variabel independen terdiri dari Pemahaman
Pajak, Pengenaan Sanksi Pajak, Sedangkan variabel dependennya adalah Kepatuhan Wajib
Pajak .
1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan


model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

2. Uji Statistik f

“Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel


independen secara bersama sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen”
(Ghozali, 2011:177). Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independent mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel dependen. Terdapat
dua cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
signifikan dalam uji f. Cara pertama, kita dapat membandingkan antara nilai f hitung
dengan nilai f tabel. Sedangkan cara yang kedua, kita dapat pula membandingkan
nilai signifikan atau nilai

probabilitas dari hasil perhitungan SPSS apakah nilai signifikan tersebut


lebih besar atau lebih kecil dari nilai standar statistik yakni 0,05.
Kriteria uji yang digunakan adalah:
1. Jika nilai signifikasi < (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima.
2. Jika nilai signifikan > (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Hipotesis yang diajukan yaitu:


1. Ha diterima artinya SPPT, pemahaman tentang pajak dan pengenaan sanksi
pajak secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Ha ditolak artinya artinya SPPT, pemahaman tentang pajak dan pengenaan
sanksi pajak secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak
3. Uji Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh seberapa jauh

pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variabel dependen


(Ghozali, 2007). Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05
(a=5%). Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel
independennya. Pengujian dilakukan dengan membandingkan signifikansi t-hitung
dengan ketentuan:
1. Membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel maka H0
ditolak dan HA diterima.
2. Jika nilai signifikansi t < 0,05, maka H0 ditolak dan HA diterima, artinya
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen

3.5 Operasionalisasi Variabel Penelitian


Menurut Sugiyono (2016:38) menjelaskan secara teoritis bahwa variabel dapat
didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara
satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan yang lain.
Definisi variabel penelitian menurut Sugiyono (2016:38) adalah segala suatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Sesuai dengan judul penelitian yang dipilih penulis yaitu analisis faktor-faktor
pemahaman dan pengenaan sanksi pajak yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
bumi dan bangunan maka variabel-variabel dalam judul penelitian dikelompokkan ke
dalam 2 (dua) macam variabel, yakni diantaranya:
1. Variabel Independen, dan
2. Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2016:39) variabel independen merupakan:
“Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent.Dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat).”
Sedangkan, variabel Dependen menurut Sugiyono (2016:39) ialah:
“Variabel Dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.Variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas.”
Operasionalisasi variabel diperlukan guna menentukan jenis dan indikator dari
variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Disamping itu, operasionalisasi
variabel bertujuan untuk menentukan skala pengukuran dari masing-masing variabel,
sehingga pengujian hipotesis dengan menggunakan alat bantu dapat dilakukan
dengan tepat.
Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan definisi dari masing-masing variabel
yang digunakan berikut dengan operasional dan cara variabel yang
digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya

3.5.1 Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Terdapat definisi mengenai Kepatuhan Wajib Pajak menurut Chaizi Nasucha

dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:139) mengemukakan bahwa:

“Kepatuhan wajib pajak adalah Kepatuhan WP dalam mendaftarkan diri,


kepatuhan untuk menyetorkan kembali SPT, kepatuhan dalam perhitungan dan
pembayaran pajak terutang, kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”.
Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi
pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara
sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem
perpajakan Indonesia menganut sistem self Asessment dimana dalam prosesnya
secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar dan melapor kewajibannya. Pada variabel ini menggunakan indikator
sebagai berikut:
1. Wajib pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas kewajiban
perpajakannya sendiri
2. Tagihan pajak dibayar sebelum jatuh tempo
3. Aspek income yang dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3.5.2 Pemahaman pajak (XI)
Tingkat pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan menjadi
hal yang penting dalam menentukan sikap dan perilaku wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban dalam membayar pajak. Argumentasi yang dipakai adalah
wajib pajak yang memiliki pemahaman mengenai peraturan perpajakan akan lebih
mengerti mengenai apa yang menjadi kewajibannya sebagai wajib pajak yang baik
sehingga kewajibannya tersebut akan dipenuhi dan menyebabkan meningkatnya
kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Pada variabel ini menggunakan
indikator sebagai berikut:
1. Mengetahui dan berusaha memahami undang-undang perpajakan
2. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi pajak
3. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib
pajak

3.5.3 Sanksi pajak


Menurut Mardiasmo (2003:39) sanksi perpajakan merupakan jaminan
bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
(preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Argumentasi yang
dipakai adalah semakin berat sanksi perpajakan yang dikenakan bagi wajib pajak
yang melanggar peraturan maka wajib pajak semakin takut untuk melanggar
sehingga akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Pada
variabel ini menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Kedisiplinan wajib pajak
2. Pelaksanaan sanksi yang tegas terhadap semua wajib pajak yang melakukan
pelanggaran
3. Sanksi diberikan sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran
DAFTAR PUSTAKA

Adiasa, Nirawan. 2013. Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Moderating Preferensi Risiko. Accounting Analysis


Journal. Vol 2 :3.

Ajzen, Icek dan Fishbein. 1980. Theory of Reasoned Action. Edisi Kesatu. Oleh

Jogiyanto. Yogyakarta : Andi Publisher.

Faizah, Siti. 2009. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak dalam
Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (studi kasus Di Kecamatan Dukuhturi
Kabupaten Tegal). Skripsi. Semarang: FE UNNES.

Ghony D dan Almanshur F , 2012. Metodologi Penelitian kualitatif. Yogjakarta:

Ar‐Ruzz Media

Imelda, Bona. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak
OrangPribadi. Skripsi. Universitas Dipenogoro.

Jatmiko, A. N. (2006). Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda,
Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
(Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarag). Tesis.

Priambudi, Atsani Adiansah Adam. 2013. “Pengaruh Pemahaman Perpajakan, Tarif Pajak,
Sanksi Pajak, serta Pelayanan Pembayaran Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
UMKM di Kota Surabaya”. Universitas Brawijaya, Malang: Skripsi yang tidak
dipublikasikan.

Purnamasari, Apriani, Sukirman, dan Umi Pratiwi. 2016. Pengaruh Pemahaman, Sanksi
Perpajakan, Tingkat Kepercayaan Pada Pemerintah dan Hukum, Serta Nasionalisme
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB-P2 (Studi Pada Wajib Pajak
PBB-P2 di Kota Banjar, Jawa Barat). Simposium Nasional Akuntansi XIX. Lampung.

Anda mungkin juga menyukai