Artikel tersebut berasumsi bahwa otonomi daerah diperlukan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Bentuk otomomi yang diberikan dalam meningkatkan PAD ialah berupa kewenangan atas pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang terdapat dalam UU no. 28 tahun 2009. Hal tersebut dikatakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keungan (DJPK) dari data SPBD tahun 2020 bahwa sumber PAD tersbesar berasal dari pajak daerah dengan sebesar 71.64%.
Bentuk implementasi dalam meningkatkan pendapatan daerah yaitu (1) eksistensifikasi
pendapatan dengan cara pengelolaan sumber penerimaan baru serta penjaringan Wajib Pajak/ Wajib Retribusi baru. Penjaringan wajib pajak dilakukan melalui kerjasama dengan KPP setempat untuk tukar menukar data pajak. (2) intensifikasi Pendapatan dapadt dilakukan dengan mengoptimalisasi penerimaan sesuai potensi daerah serta optimalisasi penerimaan daru piutang. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pemutakhiran atau validasi data pajak daerah dengan cara melakukan pengecekan di lapangan secara bertahap dan saat piutang pajak daerah sudah kadaluarsa, dapat dilakukan penghapusan sesuai peraturan perundang- undangan melalui ketetapan kepala daerah. (3) penguatan kelembagaan yang dilakukan melalui restrukturisasi organisasi sesuai kebutuhan daerah, peningkatan kapasitas SDM, modernisasi administrasi perpajakan daerah serta penyederhanaan proses bisnis. Dalam modernisasi administrasi perpajakan daerah dapat dilakukan dengan penguatan mekanisme berupa pendataan, pendaftaran, pembayaran, pengawasan, penagihan hingga pemeriksaan serta pemungutannya dilakukan dengan pendekatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak daerah.