Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN 1

“TOPIK BAHASAN :PERAN PERPAJAKAN SEBAGAI SUMBER


PENDAPATAN NEGARA”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7, dengan anggota:
No Nama Mahasiswa NPM No. Urut Paraf
Daftar Hadir
1 Awang Risky Ardian 1302160021 03
2 Hana Aulia Diany 1302160253 16
3 Davin Donovan Kairupan 153060021800 06
4 Nadaa Salsabila 1302160039 26
5 Safwatamal Al Zinji 1302160090 28

KELAS 4-7
PRODI D-III AKUNTANSI
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
MARET 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikanya
makalah ini dengan tepat waktu.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pembuatan makalah Akuntansi Pemerintahan I ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sangat membangun. Akhir kata
penulis mengharapkan Makalah Akuntansi Pemerintahan I ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Tangerang Selatan, 11 Maret 2018

Penulis
PERTANYAAN

1. Buatlah struktur APBN 2018.


2. Berapa presentase kontribusi pajak terhadap penerimaan negara.
3. Jelaskan tax ratio, dan berapa tax ratio seharusnya (benchmarking).
4. Berdasarkan data/daftar jumlah dan nama entitas akuntansi pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kota/kabupaten, ikhtisarkan singkat:
 Profil entitas (visi, misi, proses bisnis/layanan),
 Buatlah alur kerja/mekanisme keuangan pada satker yang dipilih, paling tidak
mencakup perencanaan, perbendaharaan/pelaksanaan anggaran, dan pelaporan,
 Perkembangan praktik pembukuan/akpem yang dilakukan, kesulitannya apa saja.
URAIAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Secara garis
besar struktur APBN adalah :

 Pendapatan Negara dan Hibah,


 Belanja Negara,
 Keseimbangan Primer,
 Surplus/Defisit Anggaran,
 Pembiayaan.

Hal menarik yang dapat kita bahas lebih lanjut dari struktur APBN adalah mengenai
pendapatan negara, khususnya penerimaan negara yang berasal dari pajak. Menurut UU
KUP Pasal 1 ayat (1), Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa salah satu penopang pendapatan nasional yaitu berasal
dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70 % dari seluruh penerimaan negara.
Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara, tanpa pajak kehidupan negara
tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pajak sendiri berperan sangat penting sebagai sumber
dana yang digunakan untuk mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum, seperti: jalan, jembatan,
sekolah, dan rumah sakit dibiayai dari pajak. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan,
biaya kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), gaji pegawai negeri, dan
pembangunan fasilitas publik semua dibiayai dari pajak. Semakin banyak pajak yang
dipungut, maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun.
Karena itu, pajak merupakan ujung tombak pembangunan sebuah negara. Sehingga sudah
sepantasnya sebagai warga negara yang baik untuk taat membayar pajak.
PEMBAHASAN

1. Buatlah struktur APBN 2018


Tema: Pemantapan pengendalian fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan yang
berkeadilan

Tiga strategi fiskal:

1. Optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklmim investasi


2. Efisiensi belanja & peningkatan belanja produktif untuk mendukung program prioritas
3. Mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkrlanjutan.
Asumsi dasar ekonomi makro:

1. Pertumbuhan ekonomi sekitar 5,4%


2. Inflasi 3,5%
3. Kurs rupiah terhadap dolar Rp13.400
4. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,2%
5. Indonesia Crued Price (ICP) sekitar USD48,0 per barel
6. Lifting minyak 800.000 per barel per hari, lifting gas bumi 1.200.000 per barel per hari
Pokok-pokok kebijakan APBN

1. Pendapatan negara
Sebesar 1.894,7 T yang berasal dari:
1. Perpajakan sebesar 1.618,1 T
2. Penerimaan bukan pajak sebesar 275,4 T
3. Hibah sebesar 1,2 T
2. Belanja negara
Sebeaar 2.220,7 T yang terdiri dari:
1. Belanja pemerintah pusat sebesar 1.454,5 T
2. Transfer ke daerah dan dana desa sebesar 766,2 T
3. Pembiayaan
Defisit APBN 2018 diperkirakan sebesar 325,9 T, yang akan ditutupi oleh pembiayaan
hutang dan investasi jangka pendek.
2. Berapa presentase kontribusi pajak terhadap penerimaan negara.

dilihat dari postur APBN diatas, dapat dilihat bahwa kontribusi pajak sangatlah besar, yaitu
sekitar 85,4%
3. Jelaskan tax ratio, dan berapa tax ratio yang seharusnya (benchmarking)
Rasio pajak adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk
domestik bruto (PDB). Rasio ini menyatakan jumlah pajak yang dikumpulkan pada suatu
masa berbanding dengan pendapatan nasional atau PDB di masa yang sama. Rasio pajak
merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja penerimaan pajak.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tax ratio, antara lain ;

a. Faktor yang bersifat makro, diantaranya tarif pajak, tingkat pendapatan perkapita dan
tingkat optimalisasi tata laksana pemerintahan yang baik .

b. Faktor yang bersifat mikro, diantaranya tingkat kepatuhan wajib pajak, komitmen dan
koordinasi antar lembaga negara serta kesamaan persepsi antara wajib pajak dan peugas
pajak.

Definisi rasio pajak di suatu negara boleh jadi berbeda dengan di negara lain. Definisi yang
digunakan di negara-negara pada umumnya mengikuti definisi yang ditetapkan
oleh IMFatau OECD. Perbedaan utamanya terletak pada unsur atau komponen apa saja
yang dimasukkan sebagai penerimaan pajak. Suatu negara mungkin saja hanya
memasukkan unsur pajak pusat, sedangkan negara lain memasukkan unsur pajak pusat
dan daerah. Bahkan ada pula negara yang memasukkan komponen penerimaan pajak
pusat, pajak daerah dan penerimaan sumber daya alam sekaligus.
Acuan yang digunakan oleh IMF mengenai penerimaan pajak mencakup seluruh
penerimaan pajak, baik dari pusat dan daerah, bea cukai, keuntungan badan usaha yang
dikendalikan pemerintah yang ditransfer ke pemerintah (selain dividen), maupun
penerimaan negara dari sumber daya alam (SDA). Sedangkan definisi OECD terkait
cakupan penerimaan pajak lebih luas lagi, yaitu ditambah dengan kontribusi jaminan sosial.
Indonesia sendiri memiliki dua model dalam perhitungan tax ratio, yaitu tax ratio dalam arti
luas dan tax ratio dalam arti sempit . Tax ratio dalam arti luas membandingkan total nilai
penerimaan perpajakan (pajak pusat), penerimaan SDA migas dan pertambangan minerba
dengan PDB nominal. Sedangkan tax ratio dalam arti sempit membandingkan total nilai
penerimaan perpajakan (pajak pusat) dengan PDB nominal. Dalam mengukur rasio pajak,
pada umumnya Indonesia hanya memasukkan unsur penerimaan pajak pusat saja, yakni
pajak-pajak yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Perbedaan dalam
pengakuan penerimaan pajak yang dijadikan dasar perhitungan rasio pajak merupakan
salah satu alasan mengapa rasio pajak di Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN dan G20 lainnya.

Berikut adalah trend tax ratio di Indonesia

Selama ini, perhitungan tax ratio yang ada di Indonesia dinilai masih kurang ideal yang
kemudian membuat angka tax ratio Indonesia terlihat lebih kecil daripada angka tax ratio
negara negara lain di dunia, bahkan di Asia Tenggara. Berikut adalah perbandinganya
Tax ratio Negara-Negara Asia Tenggara tahun 2011

Untuk itu, OECD memberikan beberapa rekomendasi untuk dapat meningkatkan tax ratio,
yaitu sebagai berikut:

1. Meningkatkan basis pengenaan pajak(tax base).


2. Mengenakan pajak atas resource sector sesuai dengan penghasilannya.
3. Meninjau pengenaan pajak ekspor.
4. Meninjau tax holiday untuk pioneer industry.
5. Meningkatkan kepatuhan (compliance).
6. Meningkatkan upaya-upaya mengenakan pajak untuk usahawan.
7. Meningkatkan sumber daya yang dipergunakan untuk pemeriksaan wajib pajak
berisiko tinggi dan mempunyai potensi penerimaan besar serta menggunakan data
pihak ketiga untuk memperkirakan besarnya potensi pajak.

Berdasarkan data dari APBN 2018 Indonesia, jumlah penerimaan pajak ditargetkan sebesar
1.618,1 T, sementara itu, defisit anggaran terhadap pdb adalah sebesar 2,19% dengan
angka defisit anggaran sebesar 325,9T. Sehingga besarnya PDB 2018 ditargetkan senilai
14.881,3 T. Menggunakan rumus

Total Penerimaan Perpajakan


𝑡𝑎𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = Produk Domestik Bruto

1618,1 𝑇
14881,3 𝑇
= 11%

Maka, seharusnya besaran tax ratio yang ada di Indonesia berada pada kisaran kurang
lebih 11%.
4. Entitas Akuntansi
KEMENTERIAN KEUANGAN
VISI
Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad
ke-21.

MISI
1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan
prima dan penegakan hukum yang ketat;
2. Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent;
3. Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum;
4. Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efisien dan efektif;
5. Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan
proposisi nilai pegawai yang kompetitif

TUGAS DAN FUNGSI


KEMENTERIAN KEUANGAN

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Kementerian Keuangan :

Tugas : Menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk


membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Fungsi :

1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak,


kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan,
dan pengelolaan pembiayaan dan risiko;
2. perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor
keuangan;
3. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
4. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Keuangan;
5. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan;
6. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Keuangan di daerah;
7. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
8. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan
negara; dan
9. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Keuangan.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan


dibantu oleh Wakil Menteri Keuangan, 11 (sebelas) Unit Eselon I, 8 (delapan) Staf Ahli, dan
5 (lima) Pusat. Selain itu, untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Keuangan telah
dibentuk Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan, dan
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.Berbeda dengan Kementerian lainnya yang bersifat
integrated type, dimana Direktorat-Direktorat Jenderalnya melaksanakan tugas yang sejenis.
Kementerian Keuangan memiliki karakteristik holding type organization dengan
permasalahan yang sangat kompleks, dimana Kementerian Keuangan memiliki instansi
vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia untuk mendukung pelaksanaan tugas
dan fungsi di wilayah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/ PMK.01/2015 mengakomodir penataan


organisasi dalam rangka pelaksanaan program kerja Kabinet Jokowi-JK, serta tindak lanjut
ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan
dan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Secara garis besar,
penataan organisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Dalam rangka membantu Direktur Jenderal Pajak dalam mengoordinasikan


pelaksanaan tugas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dilakukan penambahan 3
(tiga) Staf Ahli Menteri Keuangan dari awalnya berjumlah 5 (lima) yaitu Staf Ahli Bidang
Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, dan Staf Ahli
Bidang Pengawasan Pajak. Selain itu, dalam rangka menangani tugas-tugas perpajakan
internasional (optimalisasi penanganan transfer pricing dan tax treaty) yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun, dilakukan pembentukan Direktorat Perpajakan Internasional.
Terkait penguatan instansi perpajakan dan peningkatan efektivitas pengawasan dalam
sistem self assesment, pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap
hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan penerimaan pajak
secara nasional, serta mengoptimalkan penerimaan pajak, dilakukan pemecahan Direktorat
Intelijen dan Penyidikan menjadi Direktorat Intelijen Perpajakan dan Direktorat Penegakan
Hukum.

b. Dalam rangka mendukung pelaksanaan transformasi kelembagaan dan


peningkatan fungsi manajemen khususnya fungsi perencanaan yang komprehensif di
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dilakukan pembentukan Direktorat Penerimaan
dan Perencanaan Strategis. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepatuhan,
pengawasan, evaluasi kinerja, penjaminan kualitas, dan pemeriksaan internal sumber daya
aparatur, dilakukan reposisi Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai menjadi
Direktorat Kepatuhan Internal.

c. Dalam rangka memberikan kemudahan kepada para investor, lenders, maupun


masyarakat luas untuk lebih mengetahui pengelolaan pembiayaan dan Surat Berharga
Negara, dilakukan pembentukan Investor Relation Unit pada Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) dalam rangka meningkatkan kinerja
pengelolaan utang negara.

d. Perubahan nomenklatur terkait penajaman tugas dan fungsi,serta penyeimbangan


beban kerja sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan stakeholder pada beberapa unit
eselon II dilakukan pada unit Sekretariat Jenderal (Setjen), Direktorat Jenderal Anggaran
(DJA), DJP, DJBC, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan (BPPK).
ALUR KERJA DALAM PERENCANAAN,
PERBENDAHARAAN/PELAKSANAAN ANGGARAN, PELAPORAN
PERKEMBANGAN PRAKTIK PEMBUKUAN / AKPEM
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara,
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan
Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya pengelolaan dimaksud
dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal (Chief Financial Officer/CFO)
dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan,
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Penggunan barang K/L yang
dipimpinnya, serta Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.

Selaku Pengelola Fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas, antara lain:

(1) menyusun Kebijaksanaan Fiskal & Kerangka Ekonomi Makro,


(2) menyusun Rancangan APBN dan Rancangan Perubahan APBN,
(3) mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran,
(4) melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara; serta
(5) menyusun laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Sementara itu, tugas Menteri/Pimpinan K/L selaku Pengguna Anggaran, antara lain:

(1) menyusun rancangan anggaran kementerian/lembaga yang dipimpinnya:


(2) menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran,
(3) melaksanakan anggaran kementerian/lembaga,
(4) mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, serta
(5) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian/lembaga yang
dipimpinnya.

Penyusunan Proyeksi Indikasi Kebutuhan Dana Bendahara Umum Negara (belanja


Non K/L) Output dari tahapan ini adalah angka proyeksi kebutuhan belanja BUN (belanja
Non K/L), kebijakan dan paramenternya yang direncanakan dalam RAPBN. Menteri
Keuangan merupakan pejabat yang diberikan tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara
umum Negara. Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara menyusun
indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk tahun anggaran yang
direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana strategis yang telah
disusun.

Berdasarkan PP No.90 tahun 2010, yang dimaksud dengan belanja BUN atau
belanja Non K/L adalah: pembayaran Bunga Utang, Subsidi, belanja pegawai (kontribusi
sosial, Dana transito), Bantuan Sosial (Dana darurat/penanggulangan bencana alam),
belanja lain-lain (Kebutuhan mendesak (emergency), Cadangan untuk mengantisipasi 34
perubahan kebijakan (policy measures), transfer ke daerah, dan cadangan risiko fiskal.
Belanja BUN juga dapat dikelompokan ke dalam belanja nondiscretionary (wajib) seperti
belanja subsidi dan pembayaran bunga utang serta belanja discretionary (tidak wajib)
seperti sebagian alokasi belanja lainlain.

Dalam melaksanakan fungsi bendahara umum Negara tersebut, Menteri Keuangan


merupakan pengguna anggaran bendahara umum Negara yang menetapkan unit organisasi
di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara
Umum Negara (PPA BUN). Berdasarkan PMK Nomor 247 tahun 2012 tentang Tata Cara
Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Bendahara Umum Negara, unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang
ditetapkan sebagai PPA belanja BUN adalah sebagai berikut:

1. DJPU ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Utang (Bagian Anggaran


999.01) dan PPA BUN Pengelolaan Hibah (Bagian Anggaran 999.02);
2. DJPK sebagai PPA BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah (Bagian Anggaran
999.05);
3. DJA ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (Bagian Anggaran
999.07) dan PPA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (Bagian Anggaran 999.08)

Sedangkan PPA belanja BUN Pengelolaan Transaksi Khusus (Bagian Anggaran


999.99) ditetapkan sesuai dengan jenis transaksi khusus yang dikelolanya dengan rincian
sebagai berikut:

1. BKF, antara lain untuk pengeluaran yang terkait dengan keperluan hubungan
internasional dan pembayaran kontribusi fiskal pemerintah dalam bentuk dukungan
kelayakan;
2. DJPb, antara lain untuk pengelolaan pembayaran belanja pensiun, belanja
asuransi kesehatan veteran, belanja asuransi kesehatan 35 PNS/TNI/POLRI, dan belanja
pembayaran utang unfunded past service liability.

Pada awal tahun anggaran berjalan, PPA BUN menyusun indikasi kebutuhan dana
masing-masing Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang dapat
direncanakan untuk tahun anggaran yang direncanakan. Indikasi kebutuhan dana tersebut
disusun dengan mempertimbangkan Prakiraan Maju dan Rencana Strategis yang telah
disusun. Indikasi kebutahan dana ini digunakan sebagai dasar penyusunan indikasi
kebutuhan dana pengeluaran bendahara umum Negara yang harus disampaikan oleh PPA
BUN kepada Menteri Keuangan c.q. DJA paling lambat minggu pertama bulan Maret.

Indikasi kebutuhan Bendahara Umum Negara tersebut menjadi salah satu bagian
dari usulan belanja negara yang akan dilakukan exercise dan pembahasan dalam rangka
penyusunan kapasitas fiskal oleh Dit. P-APBN setelah berkoordinasi dengan Direktorat
Anggaran III. Selanjutnya Dit PAPBN mengundang masing-masing PPA BUN untuk
mengkonfirmasi dan membahas usulan indikasi anggaran belanja tersebut dan
menyesuaikan dengan kapasitas fiskal belanja Non-KL yang sebelumnya telah disusun oleh
Dit. P-APBN .

Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut, Dit. P-APBN menyusun exercise besaran


Belanja BUN (non K/L) yang terdiri dari belanja pegawai (kontribusi sosial dan dana
transito), Bantuan Sosial (Dana darurat/penanggulangan bencana alam), belanja lain-lain
(Kebutuhan mendesak (emergency), Cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan
(policy measures), serta transfer ke daerah.

Selain penyusunan proyeksi pendapatan, hibah, dan belanja, dalam proses


penyusunan kapasitas fiskal juga memerlukan proyeksi pembiayaan anggaran yang secara
total merupakan konsekuensi dari adanya defisit dan secara rinci merupakan konsekuensi
dari posisi ketersediaan sumbersumbernya. Oleh karena itu, pada pekan pertama dan
kedua di bulan Februari, Dit. P-APBN melakukan penyusunan usulan kebijakan dan
exercise Pembiayaan Anggaran RAPBN.
Seluruh Pos dalam Pembiayaan merupakan bagian dari anggaran BUN. Oleh karena
itu, sama halnya dengan belanja BUN penyusunannya mengacu kepada PMK Nomor 247
tahun 2012 tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara, unit organisasi di lingkungan
Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebagai PPA pembiayaan adalah sebagai berikut:

1. DJPU ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Utang (Bagian Anggaran


999.01) dan PPA BUN Pengelolaan Hibah (Bagian Anggaran 999.02);
2. DJKN ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Investasi Pemerintah (Bagian
Anggaran 999.03);

Di samping itu, unit lainnya yang terkait dalam rangka penyusunan proyeksi
pembiayaan anggaran ini adalah Direktorat Anggaran I, Direktorat Anggaran II, Dan
Direktorat Anggaran III di lingkungan DJA, BKF, DJPb, dan DJPK

Evaluasi Akuntansi Pemerintah pada Kementerian Keuangan

Sebagai salah satu bentuk akuntabilitas, pertanggungjawaban atas pelaksanaan


program yang tertuang dalam Renstra dan untuk mengetahui perkembangan capaian
Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015 – 2019 terhadap target jangka menengah,
dilakukan evaluasi untuk menilai apakah pelaksanaan program-program tersebut telah
sesuai dan mencapai target yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan, dalam pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan evaluasi pelaksanaan Renstra-K/L. Dalam
pasal 12 ayat (1) juga menyebutkan bahwa evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan
dilakukan terhadap pelaksanaan Renja K/L dan RKP untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan dari suatu program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang
tercantum dalam Renstra K/L dan RPJM Nasional.

Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan, serta untuk menilai
pencapaian pelaksanaan agenda prioritas nasional (nawa cita), tujuan dan sasaran
strategis, sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Renstra tersebut. Berdasarkan hasil
evaluasi renstra baik terhadap pencapaian agenda prioritas nasional (nawa cita) maupun
pelaksanaan program, dilakukan proses penyesuaian dalam pencapaian target jangka
menengah Kementerian Keuangan yang dituangkan dalam nota kesepakatan meliputi:
Laporan Kinerja Tahun 2016 53 No 1 Rasio Defisit APBN terhadap PDB -1,80% -2,15% 2
Rasio utang terhadap PDB 24% 26,87% 3 Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 13%
12,17%.

Berdasarkan hasil forum Trilateral Meeting Kementerian PPN/ Bappenas dan


Kementerian Keuangan c.q DJA, disepakati bahwa proses penyesuaian ini tidak perlu
dilakukan dengan melakukan perubahan Renstra Kementerian Keuangan, namun cukup
dengan melakukan penyesuaian target dalam dokumen Renja maupun pada Kontrak Kinerja
Kementerian Keuangan . Hal tersebut sesuai dengan pada pasal 14 Permen PPN/Kepala
Bappenas no. 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L
tahun 2015-2019 yang menyebutkan bahwa perubahan terhadap Renstra K/L 2015-2019
berjalan dapat dilakukan sepanjang (1) terdapat UU yang mengamanatkan perubahan
Renstra K/L; atau (2) adanya perubahan struktur organisasi dan/atau tugas dan fungsi K/L.
Selanjutnya, dalam rangka penyusunan Renja pada tahuntahun berikutnya, apabila terdapat
kondisi dimana terdapat perundang-undangan yang mengharuskan perubahan atas target
kinerja pada Renja/RKA-K/L Kementerian Keuangan, disepakati bahwa Kementerian
Keuangan selaku K/L cukup menyampaikan informasi perubahan tersebut kepada
Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. DJA untuk selanjutnya
ditetapkan dalam dokumen kesepakatan selayaknya forum Trilateral Meeting.

Selain melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan renstra maupun renja,


Kementerian Keuangan juga melaksanakan evaluasi mandiri atas implementasi SAKIP
Kementerian Keuangan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. Kegiatan ini bertujuan
untuk melakukan penilaian atas implementasi SAKIP tingkat Kementerian Keuangan
sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai penyelenggaraan SAKIP di lingkungan
Kementerian Keuangan secara menyeluruh. Selain itu juga ditujukan untuk melakukan
perbaikan, peningkatan manajemen serta akuntabilitas kinerja Kementerian Keuangan.
Evaluasi mandiri atas Implementasi SAKIP Kementerian Keuangan dilaksanakan sesuai
dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Auditor
Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).
Pemprov Banten

Visi
Banten yang maju, mandiri, berdaya saing, sejahtera dan berakhlakul karimah

Misi

1. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance);


2. Membangun dan Meningkatkan kualitas infrastruktur;
3. Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan berkualitas;
4. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan berkualitas;
5. Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Alur kerja dalam perencanaan, perbendaharaan / pelaksanaan


anggaran, dan pelaporan perkembangan praktik pembukuan /
akpem

Dalam pemerintahan daerah provinsi Banten, mengikuti alur / siklus pengelolaan keuangan
yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri, seperti berikut :

Dokumen Pelaksanaan
Penyusunan APBD APBD dan
Penatausahaan
Pengeluaran

Perubahan APBD

Pelaksanaan dan
Penatausahaan
Akuntansi dan
Penerimaan
Pelaporan

Dalam proses penyusunan APBD terdapat beberapa langkah, mulai dari penyusunan
KUA dan PPAS, penyiapan pedoman penyusunan RKA SKPD, penyiapan dan pembahasan
Raperda APBD, penyusunan Raper KDH Penjabaran APBD, sampai Penetapan Perda.
Untuk selanjutnya, terdapat proses pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan
dari APBD pada tahun berjalan seperti penyiapan rancangan DPA SKPD, penyediaan dana,
penerbitan SP2D, pembelanjaan dana untuk gaji dan tunjangan, UP, dan barang dan jasa ,
pengajuan SPP, sampai pembuatan SPJ.
Setelah itu dibuat dokumen pelaksanaan APBD dan penatausahaan penerimaan dan
pengeluaran seperti pelaksanaan pendapatan daerah oleh bendahara penerimaan,
bendahara penerimaan pembantu, dan bank kas daerah. Lalu, dilakukan juga akuntansi dan
pelaporan seperti menyusun laporan keuangan SKPD, laporan keuangan PEMDA,
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, dan pembahasan laporan keuangan PEMDA.
Perubahan APBD juga bisa terlaksana bila ada perubahan – perubahan perencanaan
anggaran pada tahun pelaksanaan APBD berjalan.
PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
VISI
" JOMBANG SEJAHTERA UNTUK SEMUA "

MISI
Meningkatkan Kualitas Kehidupan Sosial dan Beragama.

Mewujudkan Layanan Dasar yang Terjangkau.

Meningkatkan Perekonomian Daerah yang Berdaya Saing dan Merata.

Menyediakan Infrastruktur Dasar yang Berkualitas dan Berwawasan Lingkungan.

Mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Bersih.

Alur kerja dalam perencanaan, perbendaharaan / pelaksanaan


anggaran

Praktik pembukuan Akpem yang dilakukan dan kesulitannya

Upaya Pemerintah Kabupaten Jombang dalam Implementasi SAP Berbasis Akrual


Komitmen, Regulasi dan Kebijakan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyatakan bahwa SAP yang
diterapkan dalam penyusunan dan penyajian LK adalah SAP berbasis akrual. Implementasi
SAP berbasis akrual tersebut paling lambat dilaksanakan mulai Tahun Anggaran 2015,
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
pada Pemerintah Daerah. Menindaklanjuti hal tersebut, diperlukan upaya yang efektif dari
pemerintah daerah untuk mendukung implementasi SAP berbasis akrual tersebut.

Efektivitas upaya pemerintah daerah dalam implementasi SAP berbasis akrual ditandai
dengan adanya komitmen dari Kepala Daerah dan personil kunci serta dukungan dari pihak
DPRD. Seluruh pihak tersebut harus bersamasama mendukung efektivitas implementasi
SAP berbasis akrual melalui persetujuan anggaran kegiatan, perencanaan yang memadai,
serta proses internalisasi perencanaan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait dengan
implementasi SAP berbasis akrual.

Permendagri 64 Tahun 2013 mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyediakan


perangkat regulasi dan kebijakan terkait implementasi SAP berbasis akrual. Perangkat
regulasi dan kebijakan tersebut mencakup kebijakan akuntansi pemerintah daerah, Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD), dan Bagan Akun Standard (BAS), yang diatur lebih
lanjut melalui peraturan kepala daerah.

Pemerintah Kabupaten Jombang telah menerbitkan Peraturan Bupati 21 Tahun 2014


tanggal 23 Mei 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Kabupaten Jombang dan
Peraturan Bupati Jombang Nomor 22 Tahun 2014 tanggal 23 Mei 2014 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Kabupaten Jombang. Untuk mendukung implementasi SAP berbasis
akrual tersebut Pemerintah Kabupaten Jombang telah melaksanakan hal-hal sebagai berikut

a. Pemda telah menyusun dan menetapkan rencana/strategi implementasi SAP


berbasis akrual . Pemerintah Kabupaten Jombang telah menyusun strategi
implementasi penerapan SAP berbasis akrual dalam bentuk rencana aksi (Action
Plan) yang memuat target, pihak yang terlibat, tahapan dan output yang disusun oleh
Bupati dan seluruh Kepala SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jombang.
Dokumen rencana aksi (Action Plan) telah di setujui dan ditandatangani oleh Bupati
dan DPRD sebagai wujud komitmen bersama.
b. Kepala Daerah telah mendapatkan pernyataan komitmen dari SKPD yang
mendukung perencanaan implementasi SAP berbasis akrual. Keterlibatan SKPD
dalam perencanaan strategi implementasi SAP berbasis akrual sebagai wujud
komitmen bersama antara pemda dengan SKPD dan diharapkan dapat lebih
meningkatkan rasa tanggungjawab dari SKPD agar dapat menjalankan kegiatan
pemerintahan dengan sebaik-baiknya menghasilkan laporan keuangan daerah
sesuai dengan SAP berbasis akrual

Kendala yang dihadapi

Namun demikian selain upaya tersebut di atas, masih terdapat kendala terkait dengan
regulasi dan kebijakan pemerintah daerah untuk implementasi Standar Akuntansi
Pemerintahan berbasis akrual, khususnya perangkat regulasi dan kebijakan yang belum
sepenuhnya mendukung SAP berbasis akrual dan diimplementasikan, yaitu :

a. Regulasi dan kebijakan SAP berbasis akrual, belum sepenuhnya relevan dan
mutakhir meskipun Pemkab Jombang telah mempunyai Peraturan Bupati Jombang
Nomor 21 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Kabupaten Jombang
dan Peraturan Bupati Jombang Nomor 22 Tahun 2014 tanggal 23 Mei 2014 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Jombang.
b. Regulasi dan kebijakan SAP berbasis akrual belum sepenuhnya diimplementasikan.
Masih terdapat kebijakan SAP berbasis akrual yang belum diimplementasikan. Hal
ini dapat dilihat dari Laporan Keuangan Semester I Tahun 2015 khususnya pada
bagian neraca
c. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kewajiban penerapan SAP berbasis akrual
mengharuskan pemerintah daerah menyesuaikan sistem akuntansi berbasis kas
menuju akrual (cash towards accrual) yang sedang diterapkan saat ini ke sistem
akuntansi berbasis akrual, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010. Penyesuaian tersebut berdampak pada sistem penatausahaan keuangan
pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah perlu menyiapkan sumber daya
yang memadai terutama Sumber daya manusia.

Pengelolaan Teknologi Informasi dalam Implementasi SAP Berbasis Akrual

Salah satu aspek yang dapat mendukung kesuksesan implementasi SAP berbasis akrual
pada pemerintah adalah aspek pengelolaan teknologi informasi yang memadai. Hal ini
disebabkan karena jumlah transaksi yang besar dan semakin kompleks memiliki risiko
tingkat kesalahan yang tinggi jika dilaksanakan secara manual. Dengan pengelolaan aplikasi
teknologi informasi yang memadai, pemerintah daerah dapat mengolah transaksi keuangan
secara akurat dan tepat waktu untuk menghasilkan laporan keuangan guna pengambilan
keputusan.

Pemerintah Kabupaten Jombang dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan


berbasis akrual khususnya dalam aspek pengelolaan teknologi informasi diketahui beberapa
hal sebagai berikut :

a. Pemda telah melakukan analisis kebutuhan sistem aplikasi untuk mendukung


implementasi SAP berbasis akrual Pemkab Jombang berupaya melaksanakan manajemen
tata kelola keuangan yang berbasis teknologi informasi untuk terwujudnya pengelolaan
keuangan yang baik sesuai dengan peraturan yang berlaku, efektif, efisien, transparan,
akuntabel dan auditabel. Hal tersebut penting untuk meningkatkan kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah menuju terwujudnya manajemen pemerintahan yang good
governance

b. Pemda telah memberlakukan pembatasan akses fisik ke ruang data server, pembatasan
akses logical ke aplikasi dan database melalui penggunaan user id dan password. Ruangan
server SIMDA terletak di ruangan server DPPKAD bersama dengan server SIMDA BMD.
Pembatasan akses fisik dalam ruangan server telah diterapkan oleh DPPKAD. Ruangan
server selalu dalam keadaan terkunci dengan pemegang kunci adalah Kabid Akuntansi
DPPKAD. Sedangkan ruangan server dan jaringan Pemkab Jombang yang menghubungkan
jaringan pada SKPD dan server SIMDA terletak di Kantor Arsip, PDE dan Perpustakaan
pada Gedung Sekretariat Daerah. Adapun ruangan server tersebut selalu dalam keadaan
terkunci.

Kendala/ kesulitan yang Dihadapi dalam pengelolaan IT

Disamping hal-hal yang telah dicapai Pemkab Jombang dalam persiapan SAP berbasis
akrual dalam aspek pengelolaan IT tersebut, masih terdapat kendala yaitu Sistem aplikasi
yang dimiliki belum sepenuhnya terintegrasi secara vertikal (sistem aplikasi SKPD kepada
SKPKD) dan horisontal (antar aplikasi dalam sistem).
Sistem aplikasi yang dimiliki Pemkab Jombang belum terintegrasi secara vertikal dan
horizontal. Terintegrasi vertikal yaitu sistem aplikasi SIMDA antara SKPD dengan SKPKD
belum semuanya terintegrasi secara otomatis. Dari 64 SKPD terdapat 57 SKPD yang sudah
terintegrasi secara online dan tujuh SKPD yang masih offline/belum terintegrasi. Pada SKPD
yang masih offline, Bendahara SKPD masih menggunakan media rekonsiliasi manual
dengan membawa data SIMDA per SKPD untuk direkonsiliasikan ke DPPKAD secara
periodik.

Terintegrasi horizontal yaitu sistem aplikasi SIMDA dan SIMDA BMD belum terintegrasi
secara memadai, sehingga diperlukan waktu untuk melakukan rekonsiliasi antara SIMDA
dan SIMDA BMD. Aplikasi lain yang belum terintegrasi secara horizontal adalah Sistem
Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (SIMPATDA), Sistem Informasi Manajemen Gaji
Taspen (SIM Gaji Taspen), Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) dan
aplikasi pada BLUD.

Pengelolaan teknologi informasi dengan adanya aplikasi SIMDA yang bekerja sama dengan
BPKP tidak dapat dipungkiri sangat membantu Pemerintah Kabupaten Jombang dalam
pembuatan laporan keuangan. Dengan adanya aplikasi SIMDA ini diharapkan laporan
keuangan dapat dibuat tepat waktu, akurat dan akuntabel. Pemerintah Kabupaten Jombang
telah berupaya mencegah dan melindungi database aplikasi SIMDA dari akses pihak luar
dan kerusakan atau kehilangan database.
REFERENSI
 https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018
 http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12643-quo-vadis-tax-
ratio-indonesia
 https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-134.pdf
 http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=6914&q=&hlm=8
 http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Meningkatkan_Tax_Ratio_Indonesia20140
602100259.pdf
 https://id.wikipedia.org/wiki/Rasio_pajak
 https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/laporan%20kinerja%20kemenkeu%20
2016%20final_0.pdf
 http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/publikasi/buku%20pokok%20siklus%20ap
bn.pdf
 https://www.bantenprov.go.id/id/read/sda-lh.html
 www.jombangkab.go.id
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai