Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“GANGGUAN PERSEPSI HALUSINASI”

DISUSUN OLEH:

1. MERI (193210019)
2. AGUS (193210004)
3. EKA AMILIA (193210012)
4. SILVIA MAYANTI PUTRI (193210034)
5. SYAKILA SAYLA NABILA (193210036)
6. RIKA LAILATUL MUSYAROFAH (193210029)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih

diberikan kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul “GANGGUAN PERSEPSI HALUSINASI” ini disusun

untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Jiwa II di program studi S1

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan

sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa, masyarakat dan pembaca.

Jombang, 09 Maret 2021

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 6
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Definisi 7
2.2 Etiologi 7
2.3 Faktor Predisposisi dan Presipitasi 7
2.4 Manifestasi Klinis 9
2.5 Pohon Masalah 10
2.6 Jenis Halusinasi 10
2.7 Fase Halusinasi 11
2.8 Akibat 13
2.9 Penatalaksanaan 14
BAB III 15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 15
3.1 Pengkajian 16
3.2 Diagnosa 19
3.3 Intervensi 20
3.4 Implementasi 25
3.5 Evaluasi 26
BAB IV 28
PENUTUP 28
3.1 Kesimpulan 28
3.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
(Damaiyanti, 2015). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Kusumawati & Hartono, 2015).

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran mencapai


lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat kedua dengan
rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengucapan, penghidu,
perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%,(Muhith, 2015).Menurut Videbeck
(2016) dalam Yosep (2017) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien
tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga
karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya

Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


khususnya di ruang kelas III, klien gangguan jiwa berat : skizofrenia yang disertai halusinasi,
didapatkan rata- rata angka halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya (Mamnu‟ah,
2015).Data klien gangguan jiwa berat di Puskesmas Wirobrajan ada 67 orang dengan
diagnosa medis Skizofrenia, disertai halusinasi pendengaran ada 48 orang. Dampak yang
dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah
tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang
terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan
keterbatasan melakukan aktifitas. Beban sosial ekonomi diantaranya adalah gangguan dalam
hubungan keluarga , keterbatasan melakukan aktifitas sosial, pekerjaan, dan hobi , kesulitan
finansial, dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik keluarga. Beban psikologis
menggambarkan reaksi psikologis seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas dan malu
terhadap masyarakat sekitar, stress menghadapi gangguan perilaku dan frustasi akibat

4
perubahan pola interaksi dalam keluarga (Ngadiran, 2015). Dampak yang dirasakan keluarga
berkepanjangan, maka perlu adanya pengelolaan yang tepat bagi anggota keluarga yang
mengalami halusinasi, maka peran keluarga sangatlah penting untuk terlibat dalam mengatasi
masalah kesehatan yang terjadi. Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan keluarga
dapat bekerja sama dengan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarga
yang mengalami halusinasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari halusinasi?

2. Bagaimana etiologi dari halusinasi?

3. Apa saja faktor predisposisi dan presipitasi yang terjadi pada halusinasi?

4. Bagaimana manifestasi klinis pada halusinasi?

5. Bagaimana pohon masalah dari halusinasi?

6. Apa saja jenis-jenis yang terjadi pada halusinasi?

7. Apa saja fase-fase dari halusinasi?

8. Apa saja akibat dari halusinasi?

9. Bagaimana penatalaksana pada halusinasi?

1.3 Tujuan

a. Mampu memberikan asuhan keperawatan dengan salahsatu anggota keluarga


mengalami halusinasi.
b. Mampu menerapkan proses keperawatan dengan salah satu anggota keluarga yang
mengalami halusinasi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 205).
Halu1sinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2017).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.

2.2 Etiologi

Menurut Mary Durant Thomas (2017), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari
berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik
seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah
sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

6
2.3 Faktor Predisposisi dan Presipitasi

1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2017), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut :
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa

7
dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart (2017), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2.4 Manifestasi Klinis

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk


terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2018) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis :
1. Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
3. Gerakan mata cepat
4. Bicara lambat
5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1. Cemas
2. Konsentrasi menurun
3. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

8
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
1. Cenderung mengikuti halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1. Pasien mengikuti halusinasi
2. Tidak mampu mengendalikan diri
3. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

2.5 Pohon Masalah

2.6 Jenis Halusinasi

Menurut (Menurut Stuart, 2017), jenis halusinasi antara lain :


1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

9
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.
Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.7 Fase Halusinasi

Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2016):


1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,

10
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

1. Rentang Respon Halusinasi


Dari definisi yang telah jelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa halusinasi
merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi :
halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap
gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang
maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

Respon adaptif Respon mal adaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan


menyimpang proses
pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan untuk


dengan berlebih/kurang mengatasi emosi
pengalaman
Perilaku sesuai Perilaku ganjil Ketidak teraturan
Hubungan sosial Prlaku yang bisa Isolasi sosial
harmonis menyebabkan
11
Isolasi sosial

2. Respon Adaptif
adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum
yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam
batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu
sesuai dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana
dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya
menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi
dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.

3. Maladaptif
adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan
masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses
data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti
ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-
lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai
dengan peran.
12
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan
atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.

2.8 Akibat

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri


sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2016). Menurut Townsend, M.C
suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain. Seseorang
yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain
dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :


1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang
akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan

13
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif
tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di
telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Data yang Perlu Dikaji


a) Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
b) Faktor prediposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
- Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
- Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
- Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
- Komunikasi peran ganda
- Tidak ada komunikasi
- Tidak ada kehangatan
- Komunikasi dengan emosi berlebihan
- Komunikasi tertutup
- Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan
konflik dalam keluarga
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis

15
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan
nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
g. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
- Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
- Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
- Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2017), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah :
a. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
b. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala,
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm
tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan

16
c. Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi,
ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
d. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan
meliputi :
a. Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b. Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.
d. Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah
klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
h. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah),
berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
i. Status mental
- Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
- Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
- Aktivitas motorik : meningkat/menurun
- Afek : sesuai/maladaprif

17
- Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai
dengan nformasi
- Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan
dapat mempengaruhi proses piker
- Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
- Tingkat kesadaran
- Kemampuan konsentrasi dan berhitung
j. Mekanisme koping
- Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
- Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggungjawab kepada oranglain.
- Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
- Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,
pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
-
3.2 Diagnosa

1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

18
3.3 Intervensi

N Perencanaan
Tg o
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
l D
x

Gangguan sensori TUM: Klien dapat


persepsi: mengontrol
halusinasi halusinasi yang
(lihat/dengar/peng dialaminya 1. Setelah….. x
hidu/raba/kecap) Tuk 1 : interaksi klien
menunjukkan tanda – 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
Klien dapat tanda percaya kepada
membina hubungan komunikasi terapeutik :
perawat :  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
saling percaya  Ekspresi wajah  Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
bersahabat.  Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
 Menunjukkan  Buat kontrak yang jelas
rasa senang.  Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
 Ada kontak  Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
mata.  Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
 Mau berjabat  Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
tangan.  Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
 Mau
menyebutkan
nama.
 Mau menjawab
salam.
 Mau duduk
berdampingan
dengan perawat.
 Bersedia
mengungkapkan

19
masalah yang
dihadapi.

TUK 2 : 2. Setelah ….. x 2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Klien dapat interaksi klien 2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (*
mengenal menyebutkan : dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien yang
halusinasinya o Isi sedang halusinasi:
o Waktu  Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi dengar/
o Frekunsi lihat/ penghidu /raba/ kecap )
o Situasi dan  Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
kondisi yang  Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut,
menimbulkan namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada
halusinasi bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
 Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
 Katakan bahwa perawat akan membantu klien
Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :

 Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang,


sore, malam atau sering dan kadang – kadang )
 Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi

2. Setelah…..x 2.3. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
interaksi klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
menyatakan 2.4. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi
perasaan dan perasaan tersebut.
responnya saat 2.5. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien
mengalami menikmati halusinasinya.
halusinasi :
 Marah
 Takut

20
 Sedih
 Senang
 Cemas
 Jengkel
TUK 3 : 3.1. Setelah….x interaksi 3.1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika
Klien dapat klien menyebutkan terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
mengontrol tindakan yang 3.2. Diskusikan cara yang digunakan klien,
halusinasinya biasanya dilakukan  Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
untuk  Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara
mengendalikan tersebut
halusinasinya 3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya
3.2. Setelah …..x halusinasi :
interaksi klien  Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( “saya tidak mau
menyebutkan cara dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat halusinasi terjadi)
baru mengontrol  Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk
halusinasi menceritakan tentang halusinasinya.
 Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang
3.3. Setelah….x interaksi telah di susun.
klien dapat memilih  Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang
dan memperagakan berhalusinasi.
cara mengatasi 3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
halusinasi mencobanya.
(dengar/lihat/penghi
du/raba/kecap ) 3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
3.6. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika berhasil beri
3.4. Setelah ……x pujian
interaksi klien 3.7. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
melaksanakan cara stimulasi persepsi
yang telah dipilih
untuk
mengendalikan
halusinasinya
3.5. Setelah … X
pertemuan klien
mengikuti terapi

21
aktivitas kelompok

TUK 4 : 4.1. Setelah … X 4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan
Klien dapat pertemuan keluarga, topik )
dukungan dari keluarga 4.2 Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/
keluarga dalam menyatakan setuju kunjungan rumah)
mengontrol untuk mengikuti  Pengertian halusinasi
halusinasinya pertemuan dengan  Tanda dan gejala halusinasi
perawat  Proses terjadinya halusinasi
4.2. Setelah ……x  Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
interaksi keluarga halusinasi
menyebutkan  Obat- obatan halusinasi
pengertian, tanda  Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri
dan gejala, proses kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
terjadinya halusinasi bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk
dan tindakan untuk mengatasi halusinasi )
mengendali kan  Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara
halusinasi mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di rumah

TUK 5 : 5.1. Setelah ……x 5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum
Klien dapat interaksi klien obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping
memanfaatkan obat menyebutkan; penggunan obat
dengan baik o Manfaat
minum obat
o Kerugian tidak 5.2 Pantau klien saat penggunaan obat
minum obat 5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
o 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
Nama,warna,d 5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi
osis, efek terapi hal – hal yang tidak di inginkan .
dan efek
samping obat

22
5.2. Setelah ……..x
interaksi klien
mendemontrasikan
penggunaan obat
dgn benar
5.3. Setelah ….x
interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi dokter

23
3.4 Implementasi

A. Pasien
SP1
1. Bantu pasien mengenal halusinasi(isi, waktu terjadinya, frekuensi, situasi
pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi)
2. Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
Tahapan tindakannya meliputi:
1. Jelaskan cara menghardik halusinasi
2. Peragakan cara menghardik
3. Minta pasien memperagakan ulang
4. Pantau penerapan cara ini,beri penguatan perilaku pasien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Latihn berbicara /bercakap dengan orang lain saat halusinasi muncul
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2. Latihan kegiatan agar halusinasi tidak muncul
Tahapannya :
1. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
2. Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
3. Latih pasien melakukan aktivitas
4. Susun jadwal aktivitas sehari hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih (dari
bangun sampai tidur malam)
SP4
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2 dan 3)
2. Tanyakan program pengobatan
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
4. Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
5. Jelaskan bila obat putus
6. Latihan pasien minum obat

24
7. Masukkam dalam jadwal harian pasien
B. Keluarga
SP1
1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
2. Jelaskan tentang halusinasi, pengertian dan jenis halusinasi yang di alami
SP2
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP1)
2. Latih keluaega merawat pasien
3. RTL keluarga/jadwali keluarga untuk merawat pasien
SP3
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP2)
2. Latiha keluarga merawat pasien
3. RTL keluarga/jadwali keluarga untuk merawat pasien
SP4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL keluarga : follow up dan rujukan

3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tinjdakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
implementasinya sudah berhasil dicapai. (Ferry, 2009).
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui
anamnesis.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil lab, dan tes
diagnostic klien yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung.
A : Assesment
Masalah atau diagnose yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif
maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus
berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun objektif, dan sering di

25
ungkapkan secara terpisah pisah, maka proses pengkajian adalah suatu proses yang
dinamik.
P : Paliatif
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkan
assessment

26
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2015).
Halu1sinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2017).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.
3.2 Saran

Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kata
sempurna maka dari situ kami mengharapkan pesan dan kritik dari para pembaca.

27
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. (2016), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
Kurniawati (2017). Asuhan keperawtawan jiwa. Kapita selecta
CMHN (2015).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta :WHO-FIK UI.
Herdman, T.H. (2017), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell
Stuart,G.W. (2018). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8thedition. Missouri:
Mosby. http://eprints.ums.ac.id/25898/2/01_bab_satu.pdf.
nasution (2018), Asuhan Keperawatan Jiwa. USU digital Library
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3582/1/keperawatan-
mahnum2.pdf
Potter, A. P&Perry,G,A. 2015. Fundamental of Nursing: Concepts, Process and Practice.
Mosby Year Book, St. Louis.

Schultz dan Videback. 2018. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott-
Raven Publisher: Philadelphia.

Stuart dan Sundeen. 2018. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Tim Direktorat Keswa. 2017. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1.
Bandung : RSJP Bandung.

28

Anda mungkin juga menyukai