DEPARTEMEN
Disusun Oleh
AVITA DYAH NINGTIAS
(191210004)
obstruksi Pembedahan
Defisit
Reflek
pengetahuan
renointestinal
Pembatasan gerak
Risiko infeksi
Hambatan
mobilitas fisik
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan system piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan
sedikit gejala umum secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal: sedangkan
yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal
dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri
tekan ke seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien
mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidak nyamanan abdominal dapat terjadi.
Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renointestinal dan proktimitas anatomik
ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut,
dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien merasa ingin berkemih, namun
hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu.
Kolompok gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu
dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm
biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan
secara spontan. Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala
iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu
menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retnsi urin.Jika infeksi
berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang
mengancam kehidupan pasien ( Brunner&Suddarth 2005).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos abdomen
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih.
Batu- batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling
sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio-lusen).
b. Pielografi intra vena (IVU)
Bertujuan menilai keadaan anatomi fungsi ginjal. Selain itu IVU dapat
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan keadaan sistem
saluran kemih akbiat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu
pada keadaan-keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yangsedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengerutan ginjal.
9. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segeradikeluarkan agar
tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada
batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu
dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan cara :
a. ESWL/ Lithotripsi adalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian
yang kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b. Metode Endourologi
c. Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit kedalam
pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari kateter yang
tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur.
d. Pielototomi dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.
10. Komplikasi
a. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
b. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan atau
pengangkatan batu ginjal
c. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang (Corwin,
2009).
11. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2) Keluhan pasien
Pasien mengatakan nyeri pada bagian yang dioperasi
P=nyeri perut bagian kiri
Q=Terasa tertusuk jarum
R=perut sebelah kiri
S=Skala nyeri 3
T=Hilang timbul
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sudah melakukan operasi batu ginjal 5x dan dalam sebulan
terakir beliau juga operasi batu ginjal.Sebelum pasien di Ruang Bima,pasien
bermula dari poli urologi tanggal 29-11-2021 sekitar pagi.Setelah pasien
mengeluh apa yang dirasakan yaitu nyeri pinggang lalu pasien dianjurkan
untuk rawat inap dan dipindah ke Bima pada tanggal 29-11-2021 sekitar siang
jam 12.30
4) Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki keturunan asma,hipertrnsi (+) dan diabetes
melitus (-)
5) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada penyakit turunan seperti sakit batu
ginjal
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti.Tanda-tanda vital : TD meningkat, nadi
bervariasi.
b) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan
warna kulit, muka tampak pucat.
c) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala sakit kepala.
d) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
e) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor,
sclera ikterus (-/-), reflek cahaya positif, tajam penglihatan.
f) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal.
g) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasancuping
hidung tidak ada.
h) Mulut dan faring
Biasanya kurang bersih
i) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan.
j) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste(-),
perkusi resonan, rhonchi (-/-) pada basal paru, wheezing (-/-), vocal
fremitus tidak teridentifikasi.
k) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan. Perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2
tunggal: dalam batas normal, gallop(-),mumur (-). capillary refill 2 detik.
l) Abdomen
Normal
m) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada, tidak ada hemoroid, terpasang
kateter.
n) Ekstremitas
Akral hangat,kaki kekuatan otot
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Resiko infeksi(D.0142) ditandai dengan efek tindakan invasif
c. Intervensi Keperawatan
d. Implementasi
Rencana tindakan yang akan diberikan ke pasien untuk mencapai tujuan agar
perkembangan pasien lebih membaik.Dan rencana tindakan ini sesuai yang diberikan
untuk pasien batu renal.
e. Evaluasi
Pada tahap ini akan dilakukan catatan perkembangan selama hari pertama sampai 3
hari untuk melihat perkembangan pasien yang sudah diberikan asuhan
keperawatan.Pada tahap evaluasi batu renal ini di dapatkan pasien membaik ketika
sudah dilakukan operasi dan melanjutkan planning discard untuk kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.