Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BATU SALURAN


KEMIH (BATU GINJAL)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah


(PPKMB)

OLEH:
NAMA : NURUL AISYAH, S.Kep.
NIM : 2314901210169
KELOMPOK : 23 G, 2 AJ

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
BATU GINJAL

1. Definisi
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau
kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat,
kalsium urat, asam urat dan magnesium.(Brunner & Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran
kemih. (Luckman dan Sorensen). Dari dua definisi tersebut diatas saya
mengambil kesimpulan bahwa batu saluran kemih adalah adanya batu di dalam
saluran perkemihan yang meliputi ginjal,ureter,kandung kemih dan uretra.
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral, paling umum
oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain juga
membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari
saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan pada pelvis dan kalik
ginjal.(Marilynn E,Doenges 2002).
2. Fisiologis
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada beberapa
macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal, antara lain :
renal tubular acidosis dan medullary sponge kidney. Secara epidemiologi
terdapat dua faktor yang mempermudah/mempengaruhi terjadinya batu pada
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik, yang
merupakan keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik,
yaitu pengaruh yang berasal dan lingkungan disekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
 Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada usia 30
- 50 tahun.
 Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat terkena
penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana dalam
vitamin C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula dengan
konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D menyebabkan absorbs
kalsium dalam usus meningkat.
 Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak disbanding
dengan pasien perempuan.
 Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
 Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
 Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat
meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat, dan
kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
 Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim panas
dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami
dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan
ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan
meningkat.
 Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya
banyak duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life )
 Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.
 Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
ston belt (sabuk batu).
a. Jenis-Jenis Batu pada Saluran Kemih
1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea
seperti Proteus mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan
Providensia. Bakteri ini memecah urea menjadi ammonia yang pada
akhirnya menurunkan keasaman urin.
2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan
gangguan metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan
peningkatan asam urat dalam tubuh.
3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme
dan renal tubular acidosis.
4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
1) Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal
serta ureter proksimal.
a) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam
dan disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus.
Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala, namun secara
perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
b) Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
2) Batu di ginjal
1) Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
2) Hematuri.
3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan
pada wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis.
4) Mual dan muntah.
5) Diare.
3) Batu di ureter
1) Nyeri menyebar ke paha dan genitalia.
2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
3) Hematuri akibat abrasi batu.
4) Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5
– 1 cm.
4) Batu di kandung kemih
1) Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri.
2) Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih
akan terjadi retensi urin
c. Komplikasi
a. Obstruksi
b. Hidronephrosis.
c. Gagal ginjal
d. Perdarahan.
e. Pada laki-laki dapat terjadi impoten.
d. Pencegahan
- Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5
liter per hari
- Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
- Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
- Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
- Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat,
dan allopurinol tergantung dari jenis batunya.
e. Penatalaksanaan
Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar dengan
sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran lebih dari 6
mm memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang berukuran
kecil yang tidak menimbulkan gejala, dapat diobservasi selama 30 hari
untuk melihat apakah dapat keluar dengan sendirinya sebelum diputuskan
untuk dilakukan intervensi bedah. Tindakan bedah yang cepat, perlu
dilakukan pada pasien yang hanya mempunyai satu ginjal, nyeri yang
sangat hebat, atau adanya ginjal yang terinfeksi yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
1) Penghilang rasa sakit
Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena
batu ginjal adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau
dilaudid. Namun standar saat ini untuk menghilangkan nyeri akut
karena batu ginjal adalah penyuntikan ketorolak melalui pembuluh
darah.
2) Intervensi bedah
- Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini
menggunakan getaran gelombang untuk memecahkan batu
dari luar sehingga batu menjadi serpihan kecil yang pada
akhirnya dapat keluar dengan sendirinya.
- Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat
dilakukan pada batu ginjal yang besar atau yang mengalami
komplikasi atau untuk batu yang tidak berhasil dikeluarkan
dengan cara ESWL.
f. Pathway

1. Pohon masalah

Faktor etiologi:

2. Teori nukleasi Teori matriks Penghambatan krist

Batu Ginjal (Urolitiasis)

obstruksi Pembedahan

Post operasi

Invasi kuman Hydronefrosis

Ansietas
Resiko infeksi

Reflek
renointestinal

Mual muntah Tirah baring

Resiko kurang
volume cairan

Fungsi muskuloskeletal Defis


belum pulih perawata
3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Pengkajian
1) Akivitas/ istirahat
 Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/
mobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh
penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
2) Sirkulasi
 Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal),
kulit hangat dan kemerahan.
3) Eliminasi
 Gejala: riwayat adanya/ISK kronis: obstruksi sebelumnya
(kalkulus), penurunaan haluan urine, kandung kemih penuh,
rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
 Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
4) Makanan/ cairan
 Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi
purine, kalsium oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan
pemasukan cairan: tidak minum air yang cukup.
 Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus,
muntah.
5) Nyeri/ kenyamanan
 Gejala:
- Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut
kostovetebrel: dapat menyebar kapanggul, abdomen,
dan turun ke lipatan paha/ genetalia.
- Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di
pelvis atau kalkulus ginjal.
- Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan
posisi atau tindakan lain.
 Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada
daerah ginjal pada palpasi.
6) Keamanan
 Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.
7) Penyuluhan/ pembelajaran
 Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus,
bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
Penggunaan antibiotik anti hipertensi, natrium bikarbonat
aluporinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium/
vitamin.
b. Pemeriksaan Penunjang
 Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara
umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium
oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
(meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalium
fosfat).
 Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat.
 Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus,
proteus, klebsiela, pseudomonas)
 Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam
urat, fosfat, protein, elektrolik.
 BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/
rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
 Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida
dan penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
 Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan
infeksi/septicemia.
 SDM: Biasanya normal.
 Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi
(mendorong presitipasi pemadatan atau anemia, perdarahan
disfungsi/gagal ginjal).
 Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine)
 Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan
anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
 IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab
nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada
struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
 Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter
dapat menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
 CT Scan: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain;
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
1) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi
batu.
c. Masalah keperawatan
 Diagnosis keperawatan
 Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah,
tekanan dan mitasi kateter/ badan
 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat
selama pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.
 Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek
spasme otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung
kemih.
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
pengetahuan atau informasi.
d. Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional

1. Perubahan eliminasi urine NOC : urinary elimination NIC :urinary retention care
berhubungan dengan - Urinary continence monitor intake dan output
obstruksi bedah, tekanan dan - Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Rasional: mengetahui keseimbangan cairan
mitasi kateter/ badan 3×24 jam perubahan eliminasi urin dapat teratasi instruksikan pada keluarga pasien untuk memonitor
Kriteria Hasil : output urin
- kandung kemih kosong secara penuh - Rasional : sebagai acuan pemberian terapi cairan
- tidak ada residu urin > 100-200cc selanjutnya
- bebas dari ISK sediakan privacy untuk elimasi
- tidak ada spasme bladder - Rasional : memberikan privasi pada pasien
- balance cairan seimbang kateterisasi jika perlu
- Rasional : memudahkan pasien untuk eliminasi
stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada
abdomen
- Rasional : merangsang pasien untuk berkemih
2. Nyeri berhubungan dengan NOC: pain level dan pain control NIC: Pain Managament
iritasi mukosa kandung - Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kemih, refleks spasme otot: 3×24 jam nyeri berkurang (P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas, R=daerah dan
presedur bedah atau tekanan Kriteria Hasil: penyebarannya, S=seberapa kuat nyeri yang dirasakan,
dari balon kandung kemih. - Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab T=waktu terjadinya nyeri)
nyeri dan mampu menggunakan teknik - Rasional : mengetahui skala nyeri yang dirasakan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) pasien
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi
frekuensi) nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang kebisingan
- Rasional : memberikan kenyamanan bagi pasien
Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik
relaksasi nafas dalam
- Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan
pasien
Tingkatkan istirahat
- Rasional : manajemen energi pasien
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Rasional : mengevaluasi hasil tindakan dan
menentukan intervensi lanjutan
Pertahankan kepatenan kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
- Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan risiko distensi / spasme
buli-buli
Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
- Rasional : Menghilangkan spasme

3. Ansietas berhubungan NOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction
dengan perubahan status - Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Gunakan pendekatan yang menenangkan
kesehatan 1×24 jam ansietas dapat teratasi - Rasional : memberikan rasa nyaman pada pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang yang dirasakan
Kriteria Hasil: selama prosedur
- Pasien mampu mengidentifikasi dan - Rasional : menurunkan rasa cemas pasien
mengungkapkan gejala cemas Dengarkan dengan penuh perhatian
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan - Rasional : memberikan penghargaan pada pasien
menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas Identifikasi tingkat kecemasan
- Vital sign dalam batas normal - Rasional : mengetahui tingkat cemas yang dirasakan
pasien
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Rasional : mengurangi rasa cemas pasien
4. Defisiensi pengetahuan NOC : NIC : teaching : disease proses
berhubungan dengan Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
kurangnya pajanan - Knowledge : disease proses tentang proses penyakit yang spesifik
pengetahuan atau informasi. - Knowledge : health behavior - Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien
- Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
1×24 jam klien mengetahui informasi tetntang penyakit
penyakitnya. - Rasional : Pasien dan keluarga mengetahui tentang
tanda dan gejala dari penyakit yang dialami
Kriteria Hasil : Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman - Rasional : pasien dan keluarga mengetahui tentang
tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program kondisinya
pengobatan Sediakan informasi tentang kondisi
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan - Rasional : mengetahui perkembangan kondisi pasien
prosedur yang telah dijelaskan Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan
- Rasional : untuk mencegah komplikasi di masa
mendatang
5. Risiko tinggi terhadap NOC : Fluid balance - NIC : Fluid management
kekurangan volume cairan - Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama - Monitor tanda-tanda vital klien
berhubungan dengan 3×24 jam volume cairan klien akan seimbang - Rasional: TTV untuk mengetahui adanya
kesulitan mengontrol dengan kebutuhan cairan klien keabnormalitasan pada tubuh klien
perdarahan, pembatasan pra-
operasi - Kriteria Hasil : - Pasang kateter urin sesuai indikasi
- Tekanan darah dalam rentang normal - Rasional: Kateter urin untuk menghitung haluaran
- Integritas kulit baik cairan dan melakukan analisa urin
- Membran mukosa lembab - Monitor status hidrasi klien
- Rasional: Status hidrasi yang buruk mengindikasikan
adanya kekurangan tubuh yang bermakna dan dapat
membahayakan klien
- Beri terapi cairan sesuai indikasi
- Rasional: Terapi cairan yang sesuai akan membantu
mengurangi keparahan dari kondisi klien
- Monitor respon hemodinamik
- Rasional: Menganalisis status hemodinamika untuk
mendeteksi secara dini adanya kelainan pada tubuh
klien
- Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk
menjaga keseimbangan cairan tubuh klien
- Rasional: Pemberian obat untuk menjaga agar
kelebihan haluaran cairan dapat diminimalkan.

6. Resiko tinggi terhadap NOC NIC :


infeksi berhubungan dengan - Immune status
trauma jaringan sekunder - Knowledge: infection control Monitor tanda dan gejala infeksi
terhadap: presedur bedah, - Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam - Rasional: Mengobservasi adanya infeksi
presedur alat invasive, alat tidak terjadi infeksi dan meningkatkan status imun Dorong masukan nutrisi yang cukup
selama pembedahan kateter, - Rasional: Meningkatkan daya tahan tubuh pasien
irigasi kandung kemih. Kriteria Hasil : Pertahankan teknik aseptik
- Tanda-tanda vital dalam keadaan normal - Rasional: Mencegah transmisi silang mikroorganisme
- Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal - Rasional: Mencegah penularan infeksi
Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
- Rasional: Mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori
dan Aplikasi dalam praktik. EGC: Jakarta

NANDA Internasional 2018-2020, Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi, Penerbit: EGC

Wilkinson, J.M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC. Jakarta.

Barabai, 27 Oktober 2023


Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(Yurida Olviani, Ns.,M.Kep.) (Hj. Sri Hartati, S. Kep.,Ners.)

Ners Muda

Nurul Aisyah, S.Kep.

Anda mungkin juga menyukai