Anda di halaman 1dari 21

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSIS MEDIS NEFROLITIASIS

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak

fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan

pengatur kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang

ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra

dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal

tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter,sebuah vesika urinaria (buli-

buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine kelingkungan luar tubuh.

Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3

cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang

dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram

(Nuari & Widayati, 2017).


Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuni dibentuk

di dalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari

substansi ekskresi di dalam urin. Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau

kalkulus dalam velvis renal, pembentukan deposit mineral yang kebanyakan

adalah kalsium oksalat dan kalsium phospat meskipun juga yang lain urin acid

dan kristal, juga membentuk kalkulus (batu ginjal).

Batu ginjal/ Nefrolitiasis pada anak menyebabkan morbiditas yang

signifikan. Angka kejadiannya di negara-negara maju telah meningkat pesat

selama 25 tahun terakhir. Sebanyak 75%-85% batu ginjal disebabkan oleh

Kalsium oksalat dan kalsium fosfat (Mirmozaffari, 2019). Studi dalam beberapa

tahun terakhir telah menunjukkan hubungan yang mengkhawatirkan antara

keduanya nefrolitiasis dan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis, penyakit

kardiovaskular, dan patah tulang pada anak-anak dan orang dewasa. (Ang et al.,

2020)

2. Etiologi

Menurut Wijayaningsih (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan

terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :

a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia

30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.

b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila

jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet

banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau

terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan

pekerjaan (kurang bergerak).

2
Berapa penyebab lain adalah :

a. Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan

menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.

c. Stasis obstruksi urine

Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu

saluran kencing.

d. Suhu

Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat

sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum

meningkatkan insiden batu saluran kemih

3. Manifestasi Klinis

Batu yang terjebak di kandung kemih menyebabkan iritasi dan berhubungan

dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika terjadi obstruksi pada leher

kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi

ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien. Jika sudah terjadi

komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab

penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul

dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal

(nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi

ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan

(Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di

daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.

3
4. Pemeriksaan Penunjang

a. Urine

1) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat

berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah

menyebabkan pengendapan batu asam urat.

2) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan

batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.

3) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam

proses pembentukan batu saluran kemih.

4) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah

terjadi hiperekskresi.

b. Darah

1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

2) Lekosit terjadi karena infeksi.

3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

4) Kalsium, fosfat dan asam urat.

c. Radiologis

1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi

bendungan atau tidak.

2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan

ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad

pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.

d. USG (Ultra Sono Grafi)

4
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.

5. WOC

Faktor Intrinsik : Faktor Idiopatik : Faktor Ekstrinsik :

- Herediter - Gangguan metabolik - Geografis


- Umur - Infeksi saluran kemih - Iklim dan temperatur
- Jenis Kelamin - Dehidrasi - Asupan air
- Obstruksi - Diet
- Pekerjaan

Defisiensi kadar magnesium, sitrat


prifosfor, mukoprotein dan peptide

Resiko kristalisasi mineral

Peningkatan konsistensi larutan urine

Penumpukan kristal

Pengendapan

Batu saluran kemih


Batu merusak Kencing tidak tuntas
Spasme batu saat dinding setempat
turun dari ureter
Gangguan eliminasi
Hematuria
urin
Sumbatan saluran kemih Farmakologi
Hb turun

Anemia Ketidakpatuhan regimen


terapeutik
Insufisiensi O2

Intoleransi aktivitas Kurang pengetahuan

Nyeri

6. Penatalaksanaan

a. Menghilangkan obstruksi

b. Mengobati infeksi

c. Menghilangkan rasa nyeri.

d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya

5
rekurensi

e. Terapik medik dan simtomatik

 Terapik medik => mengeluarkan batu ginjal atau melarutkan batu

 Pengobatan Simtomatik = > mengusahakan agar nyeri khususnya kolik

ginjal yang terjadi menghilang dengan pemberian simpatolitik selain itu

dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretikum bendofluezida 5 -

10 mg/hr.

f. Terapi mekanik

 E S W L = > Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

 Terapi pembedahan

 Jika tidak tersedia alat litotriptor

g. Jenis pembedahan untuk batu ginjal

1) Uteroskopi

Jenis atau metode operasi ini adalah dengan menggunakan ureteroskop di

mana dengan alat inilah dokter akan mengangkat batu ginjal dan

memasukkannya ke dalam ureter lewat kandung kemih dan uretra. Keluarnya

urine biasanya akan melewati uretra sebagai jalur terakhir yang datang dari

kandung kemih kemudian menuju ke luar tubuh.

2) Bedah Terbuka

Ciri-ciri batu ginjal mulai parah, maka bedah terbuka ini bisa menjadi

solusinya meski memang ini lebih dimanfaatkan pada zaman dulu. Di zaman

sekarang sudah tergolong jarang, tapi tetap bisa digunakan untuk pengangkatan

batu ginjal yang ukurannya cukup besar. Disesuaikan dengan namanya, dokter

bakal menciptakan sayatan di permukaan kulit.

6
3) ESWL atau Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

Prosedur operasi ini lebih kepada penghancuran batu ginjal yang

memanfaatkan gelombang suara frekuensi tinggi atau ultrasound. Penghancurkan

prosesnya dilakukan oleh dokter supaya batu ginjal yang sudah berukuran cukup

besar dapat menjadi serpihan-serpihan kecil dan dapat dikeluarkan secara lebih

gampang. Maka solusi ini memang diperlukan ketika batu ginjal sudah parah.

4) PCNL atau Percutaneous Nephrolithotomy

Sama seperti metode yang sebelumnya disebutkan, PCNL ini juga

merupakan cara menghancurkan batu ginjal, terutama yang ukurannya sudah

terbilang besar. Dokter akan melakukan pembedahan dengan menciptakan

sayatan kecil pada permukaan kulit yang letaknya dekat dengan organ ginjal.

B. KONSEP KEPERAWATAN PERIOPERATIF

1. Definisi

Menurut Maryunani, 2015, dalam Seprinus Patoding (2023) Keperawatan

perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman

fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.

Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan

yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif.

2. Tahap dalam keperawatan perioperatif

a. Fase pre operasi

Fase pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang

dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika

pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan operasi. Pada fase

7
ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup

penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara

pre operatif dan menyiapkan pasien anestesi yang diberikan pada saat operasi.

Persiapan operasi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan

psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).

1) Persiapan Psikologi Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani

operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan

perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari

keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk

mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi,

pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan,

pengiriman ke ruang operasi, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-

pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki,

mobilitas dan membantu kenyamanan.

2) Persiapan Fisiologi

a) Diet (puasa), pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi

pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak

diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal

anaesthesi makanan ringan diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi

pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya

operasi.

b) Persiapan Perut, Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada

bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah

cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.

8
c) Persiapan Kulit, Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut

d) Hasil Pemeriksaan, hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-

lain.

e) Persetujuan Operasi atau Informed Consent yaitu Izin tertulis dari pasien atau

keluarga harus tersedia.

b. Fase Intra operasi

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi

bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini

lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian

medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh

sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh:

memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai

perawat scrub atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan

menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.

Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan

posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman

pasien dan keadaan psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan

dalam pengaturan posisi pasien adalah : 1) Letak bagian tubuh yang akan

dioperasi. 2) Umur dan ukuran tubuh pasien. 3) Tipe anaesthesia yang digunakan.

4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).

Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien: Atur posisi pasien dalam

posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan

dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan pasien intra operatif

biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota

9
steril dan tidak steril : 1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator,

asisten ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen 2) Anggota tim yang tidak

steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota

lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

c. Fase Post operasi

Fase Post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operasi dan

intra operasi yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery

room) pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan

klinik atau di rumah. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup

rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian

meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah

komplikasi.

Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan

pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang

penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase

post operasi meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :

1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi

(recovery room), Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus

diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.

Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat

drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi

ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien

dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus

dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi ini

10
merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan

koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.

2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca

anastesi, Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara

di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi

(PACU: post anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak

mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke

ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak

berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah

akses bagi pasien untuk: a) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca

operatif (perawat anastesi). b) Ahli anastesi dan ahli bedah. c) Alat monitoring

dan peralatan khusus penunjang lainnya.

3. Klasifikasi Perawatan Perioperatif

Menurut urgensimmaka tindakan operasi dapat diklasifikasikan menjadi 5

tingkatan, yaitu :

a. Kedaruratan/Emergency, pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan

mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan operasi tanpa di tunda. Contoh:

perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang

tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.

b. Urgen, pasien membutuhkan perhatian segera. Operasi dapat dilakukan dalam

24-30 jam. Contoh: infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada

uretra.

11
c. Diperlukan, pasien harus menjalani operasi. Operasi dapat direncanakan

dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh: Hiperplasia prostat tanpa

obstruksi kandung kemih, gangguan tyroid dan katarak.

d. Elektif, Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi operasi, bila tidak

dilakukan operasi maka tidak terlalu membahayakan. Contoh: perbaikan Scar,

hernia sederhana dan perbaikan vaginal.

e. Pilihan, Keputusan tentang dilakukan operasi diserahkan sepenuhnya pada

pasien. Indikasi operasi merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait

dengan estetika. Contoh: bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan operasi di bagi menjadi :

a. Minor, menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan

yang minim. Contoh: incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi

b. Mayor, menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.

Contoh: Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.

4. Komplikasi post operatif dan penatalaksanaanya

a. Syok

Syok yang terjadi pada pasien operasi biasanya berupa syok hipovolemik.

Tanda-tanda syok adalah: Pucat , Kulit dingin, basah, pernafasan cepat, sianosis

pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan

darah, urine pekat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi

dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi

pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi,

memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.

b. Perdarahan

12
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai

kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijaga

tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap

perdarahan.

c. Trombosis vena profunda

Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh

darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah

embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.

1) Retensi urin Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus operasi

rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter

kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah

pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.

2) Infeksi luka operasi Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya

kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di

ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian

antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.

3) Sepsis Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman

berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat

menyebabkan kegagalan multi organ

4) Embolisme pulmonal Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan

darah, udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di

sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang

akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak

13
nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca

operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.

5) Komplikasi gastrointestinal Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi

pada pasien yang mengalami operasi abdomen dan pelvis. Komplikasinya

meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,

pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam

aktivitas atau yang menggangu saat ini.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Di mana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor

yang mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di

bawa ke RS.

d. Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu

Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Gambaran kesehatan keluarga, adanya riwayat penyakit yang sama di dalam

keluarga.

f. Riwayat psikososial

Hubungan dengan keluarga, teman, dan petugas rumah sakit.

14
g. Pola-pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup

Bagaimana pola hidup klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam

menjaga kebersihan diri, perawatan dan tata laksana hidup sehat.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Nafsu makan pada klien batu ginjal cenderung menurun.

3) Pola aktivitas dan latihan

Klien mengalami gangguan aktivitas fisik sehubungan dengan nyeri.

4) Pola eliminasi

Hematuri, dysuria.

5) Pola tidur dan istirahat

Pola istirahat terganggu akibat rasa tidak nyaman dan nyeri

6) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi klien terhadap tindakan operasi yang akan dilakukan.

7) Pola sensori dan kognitif

Pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah sakit.

8) Pola reproduksi seksual

Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam mengalami gangguan yang

berhubungan dengan reproduksi dan seksual.

9) Pola hubungan peran

Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada

gangguan.

10) Pola penaggulangan stress

Bagaiamanamklien mengatasi stress yang timbul.

15
11) Pola nilai dan kepercayaan

Kebutuhan klien untuk tetap beribadah dan kesiapan secara spiritual dalam

menghadapi rencana operasi.

h. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fokus nefrolitiasis didapatkan adanya perubahan TTV sekunder

dari nyeri. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.

1) Inspeksi

Terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi.

Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.

2) Palpasi

Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa

kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

3) Perkusi

Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan

ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut (D.0077)

b. Intoleransi aktifitas (D.0056)

c. Gangguan Eliminasi Urine (D.0040)

d. Defisit pengetahuan (D.0111)

16
3. Tujuan, Kriteria Hasil, Data Mayor, Minor, dan Diagnosa yang sesuai SDKI dan SLKI (PPNI, 2017, 2018, 2019)
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan tingkat nyeri menurun Observasi:
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik kualitas, intensitas nyeri
atau emosional yang Memburuk Membaik  Identifikasi skala nyeri
berkaitan dengan 1 Frekuensi nadi  Identifikasi respons nyeri non verbal
kerusakan jaringan 1 2 3 4 5  Identifikasi faktor yang memperberat dan
aktual atau fungsional, 2 Pola nafas memperingan nyeri
dengan onset 1 2 3 4 5  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
mendadak atau lambat Meningk Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
dan berintensitas at Meningka Menurun Terapeutik:
ringan hingga berat t  Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
yang berlangsung 3 Keluhan nyeri  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
kurang dari 3 bulan. 1 2 3 4 5  Fasilitasi istirahat dan tidur
4 Meringis  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
1 2 3 4 5
Edukasi
5 Gelisah
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
1 2 3 4 5
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
6 Kesulitan tidur
nyeri
1 2 3 4 5
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

17
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.12379)
(D.0056) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan toleransi aktivitas meningkat. Observasi:
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
Ketidakcukupan energi Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat kelelahan
untuk melakukan Menurun Meningkat  Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari-hari 1 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari  Monitor kelelahan fisik dan emosional
1 2 3 4 5 Edukasi
2 Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah  Anjurkan tirah baring
1 2 3 4 5  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Terapeutik:
Meningkat Menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
3 Keluhan lelah  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
1 2 3 4 5  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
4 Dispnea saat aktivitas
berpindah atau berjalan
1 2 3 4 5
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan

18
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Eliminasi Urin Eliminasi Urin (L.04034) Manajemen Eliminasi Urin (I.04152)
(D.0040) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
pengosongan kandung kemih yang lengkap membaik
Observasi:
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
Disfungsi Eliminasi Urin Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
inkontinensia urin
Menurun Meningkat
1 Sensasi berkemih  Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
1 2 3 4 5 inkontinensia urin
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor eliminasi urin
Meningkat Menurun Terapeutik:
3 Desakan berkemih  Catat waktu-waktu haluaran berkemih
1 2 3 4 5  Batasi asupan cairan, jika perlu
4 Distensi kandung kemih  Ambil sampel urin tengah
1 2 3 4 5 Edukasi
5 Disuris
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
1 2 3 4 5
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
 Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat suppositoria, jika perlu

19
4. Implementasi Keperawatan

Implementas keperawatan merupakan kegiatan spesifik yang dilakukan

perawat berdasarkan intervensi yang telah direncanakan. Tujuannya adalah

membantu klien keluar dari masalah kesehatan yang dihadapi. Tindakan-tindakan

keperawatan pada intervensi keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik,

kolaborasi dan edukasi.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang

membandingkan secara sistematis antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau

kiteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi adalah untuk

mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai berdasarkan kriteria hasil sesuai

dengan standar luaran keperawatan Indonesia (PPNI, 2019).

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP

(subjective, objective, assesment, dan planing). Adapun komponen SOAP yaitu:

S (Subjective): dimana perawat menemukan keluhan pasien yang masih

dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan,

O (Objective): adalah data yang dirasakan hasil pengukuran atau observasi

perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan

keperawatan,

A (Assesment): adalah interprestasi dari data subjektif dan objektif,

P (Planing): merupakan perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,

dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang

telah ditentukan sebelumnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ang, A. J. S., Sharma, A. A., & Sharma, A. (2020). Nephrolithiasis: Approach to


Diagnosis and Management. Indian Journal of Pediatrics, 87(9), 716–725.
https://doi.org/10.1007/s12098-020-03424-7
Mirmozaffari, M. (2019). Presenting a Medical Expert System for Diagnosis and
Treatment of Nephrolithiasis. European Journal of Medical and Health
Sciences, 1(1), 9–11. https://doi.org/10.24018/ejmed.2019.1.1.20
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan (1st ed.). Deepublish.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesi: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Seprinus Patoding. (2023). Konsep Perawatan Perioperasi dan Langkah-Langkah
Perioperasi. Rizmedia.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Trans Info Medika.

21

Anda mungkin juga menyukai