Anda di halaman 1dari 21

PERCOBAAN 4

TEKNIK PEMISAHAN (KROMATOGRAFI)

I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan pembuatan ekstrak pigmen dari pasta tomat dengan cara
ekstraksi.
2. Melakukan pemisahan senyawa β-Karoten dengan sampel pigmen
menggunakan metode kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.

II. Prinsip Percobaan


1. Pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut.
2. Pemisahan berdasarkan kepolaran dan kecepatan eluasi (migrasi) dengan
cara adsorbsi dan partisi.

III. Teori Dasar


3.1 Ekstrak pigmen (ekstraksi)
Pigmen hayati adalah kelas pigmen yang dihasilkan secara alami oleh
organisme, mikroorganisme atau makhluk hidup lainnya, terutama dihasilkan
oleh tumbuhan, alga, sejumlah bakteri dan beberapa jenis fungi. Pigmen hayati
memiliki fungsi metabolik penting, terutama sebagai penangkap energi cahaya
atau penetral oksidan (Elisa, 2018: 142).
Jenis pigmen dalam tanaman menentukan warna dari bahan tanaman itu
sendiri. Pigmen antosianin memberi warna jingga, merah, biru larut dalam air
dan peka dalam perlakuan panas dan pH. Flavonoid memberikan warna kuning
dan tak berwarna larut dalam air dan tahan terhadap panas. Tannin memberikan
warna kuning atau tak berwarna mempunyai sifat laruta dalam air dan tahan
panas. Klorofil memberikan warna kuning dan merah mempunyai sifat larut
dalam lemah dan tahan panas. Xantofil memberikan warna kuning, larut dalam
air, dan tahan panas (Haryadi,1990: 98).
Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi 3 unsur, yaitu
karbon, hidrogen, dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang mengandung
unsur lain seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium pada klorofil. Jaringan
tumbuhan seperti bunga, batang, kulit, dan kayu mempunyai warna-warna
karakteristik yang disebut pigmen dalam botani (Herlina, 2006: 213)
Yang termasuk jenis dari ekstraksi, yaitu:
III.1.1 Ekstraksi padat-cair
Ekstraksi padat cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat
pada padatan menggunakan pelarut organik. Padatan yang akan diekstrak
dilembutkan terlebih dahulu, dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga diiris-
iris menjadi bagian yang tipis-tipis. Kemudian padatan yang telah halus
dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang telah terbungkus kertas saring
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organik dimasukkan ke
dalam pelarut godog. Kemudian peralatan ekstraksi dirangkai dengan
menggunakan pendingin air. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut
organik sampai semua analit terekstrak (Alimin, 2007: 51).
III.1.2 Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas dasar
perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak saling
bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka pelarut yang
digunakan adalah pelarut organik, dan sebaliknya.
Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara
bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak
dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan
pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui
corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan
konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan
terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah dengan kerapatan lebih
besar dapat dipisahkan untuk dilakukan analisis selanjutnya (Firdaus, 2006: 54).
3.2 Kromatografi
Kromatografi pertama kalo dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia
Michael Tsweet tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman
dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi
kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang
paling umun dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena
dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik sevara kuantitatif, kualitatif
atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya
(Gandjar, 2007: 108).
Kromatografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata, yaitu
chromos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Meskipun
kromatografi diturunkan dari kata warna dan tulis, warna senyawa-senyawa
tersebut jelas hanya kebetulan saja terjadi dalam proses pemisahan ini. Tsweet
sendiri mengantisipasi penerapan pada beraneka ragam sistem kimia. Seandainya
karyanya segera ditanggapi dan diperluas, beberapa bidang sains mungkin akan
lebih cepat maju. Demikianlah kromatografi tetap tersembunyi sampai sekitar
tahun 1931, ketika pemisahan karoten tumbuhan dilaporkan oleh ahli sains
organik terkemuka, yaitu Kuhn. Penelitian ini menarik lebih banyak perhatian
dan kromatografi adsorsi menjadi meluas pemakaiannya dalam bidang kimia
hasil alam.
Seiring perkembangan zaman, terdapat 4 perkembangan utama yaitu:
2. Kromatografi pertukaran ion dalam akhir dasarwasa 1930-an.
3. Kromatografi partisi dalam tahun 1941.
4. Kromatografi gas pada tahun 1952.
5. Kromatografi gel pada tahun 1959.
Selain kemajuan utama ini, yang memberi mekanisme tambahan pada adsorpsi
untuk mendistribusikan zat terlarut antara fase-fase stationen dan mobil, muncul
juga modifikasi dalam geometri sistem kromatografi, seperti dalam kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis (Asih, 2009: 250).
Perkembangan teoritis yang memungkinkan pemahaman tuntas akan
proses kromatografi dan karenaanya menjelaskan factor-faktor yang menentukan
penampilan kolom, pertama kali mmuncul dalam hubungan dengan kromatografi
gas. Namun, pandangan-pandangan tertentu diantaranya terbukti dengan
penyesuaian yang cocok, sama menolongnya dengan memahami kromatografi
dalam mana fase geraknya adalah cairan. Jadi, sekitar tahun 1968 mulailah suatu
revolusi dalam kromatografi cairan yang menjanjikan kecepatan dan efisien baru
dalam memisahkan senyawa yang tak dapat dikerjakan dengan kromatografi gas
(Ratnayani, 2004: 113).
Kromatografi adalah suatu istilah umunya digunakan untuk bermacam-
macam teknik pemisahan yang didasarkan atas patisi sampel diantara suatu rasa
gerak yang bias berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bisa berupa gas
ataupun cair dan rasa diam yang juga bias berupa cairan atau padatan. Istilah
kromatografi diciptakan oleh Tsweet untuk melukiskan daerah-daerah yang
berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hamper bersamaan,
Day yang juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi
petroleum, namun kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk
beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi
padatan cair (LSC). Kemudian, pada akhir tahun 1930 dan permulaan tahun
1940, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapis tipis (TCL)
diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian
diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958 (Putra, 2004: 97).
Disini metode kromatografi sebagian dikelompokkan berdasarkan macam fase
yang digunakannya dan sebagian lainnya berdasarkan pada mekanisme pada
distribusi fase:
 Kromatografi cairan-padat atau kromatografi serapan
Ditemukan oleh Tsweet dan dikenalkan kembali oleh Kuhn dan Lederer
pada tahun 1931, telah digunakan secara luas untuk analisis organik dan
biokimia. Pada umumnya sebagian isi kolom adalah silica gel atau aluminia yang
mempunyai angka banding luas permukaan terhadap volume sangat besar.
Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap, maka pemilihannya sangat
terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada kenyataannya bahawa koefisien
distribusi untuk serapan kerap kali tergantung pada kadar total. Hal ini akan
menyebabkan pemisahan tidak sempurna.
Contoh:
–Kromatografi pertukaran ion.
–Kromatografi orisinil Tsweet dengan larutan eter petroleum dan kolom CaCO3
 Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi partisi
Dikenalkan oleh Martin dan Synge pada tahun 1941 dan kemudian
mendapatkan hadiah nobel untuk hal itu. Fase diam terdiri dari lapisan tipis,
cairan yang melapisi permukaan dari padatan inert yang berpori-pori. Ada
banyak jenis kombinasi cairan yang dapat digunakan sehingga metode ini sangat
berguna. Lebih lanjut koefisien distribusi sistem ini lebih tidak bergantung pada
kadar, memberikan pemisahan lebih tajam.
 Kromatografi gas-padat
Digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Pada waktu dulu
teknik tidak berkembang karena keterbatasannya sama seperti halnya
kromatografi cairan-padat, tetapi penelitian lebih lanjut dengan macam fase padat
baru memperluas penggunaan teknik ini.
 Kromatografi gas-cairan
Merupakan metode pemisahan yang sangat efisien dan serba guna.
Teknik lebih menyebabkan revolusi dalam kimia organik, sejak dikenalkan
pertama kali oleh James dan Martin tahun 1052. Hambatan yang paling utama
ialah bahan cuplikan harus mempunyai tekanan uap paling tidak beberapa liter
pada suhu kolom, sistem ini sangat baik sehingga dapat dikatakan sebagai
metode pilihan dalam kromatografi karena dapat memisahkan dengan cepat dan
peka.
 Kromatografi pertukaran ion
Merupakan bidang khusus kromatografi cairan-cairan. Seperti namanya
sistem ini khusus digunakan untuk spesies ion. Penemu resin sintetik dengan sifat
penukaran ion sebelum perang dunia II telah dapat mengatasi pemisahan rumit
dari logam tanah dan asam amino.
 Penyaringan gel
Penyaringan gel merupakan proses pemisahan dengan gel yang terdiri
dari modifikasi dekstran-molekul polisakarida linier yang mempunyai ikatan
silang. Bahan ini dapat menyerap air dan membentuk susunan seperti saringan
yang dapat memisahkan molekul-molekul dengan berat molekul antara 100
sampai beberapa juta dapat dipekatkan dan dipisahkan. Kromatografi permeasi
gel merupakan bentuk serupa yang menggunakan polistirena yang berguna untuk
pemisahan polimer.
 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan kromatografi yang diberi medan listrik
disisinya dan tegak lurus aliran fase gerak. Senyawa nya bermuatan positif akan
menuju ke katoda dan anion menuju ke anoda, sedangkan kecepatan gerak
tergantung pada besarnya muatan (Sulaiman, 2007: 201).
Prinsip Kromatografi
Pemisahan yang terjadi dalam kromatografi dilaksanakan sedemikian
rupa dengan memanipulasi sifat-sifat fisik umum dari suatu senyawa atau
molekul, yaitu:
a. Kecenderungan sutatu molekul untuk larut dalam cairan (kelarutan).
b. Kecenderungan suatu molekul untuk bertaut dengan suatu serbuk bahan
padat (absorbs).
c. Kecenderungan suatu molekul untuk menguap (volatilitas).
Yang termasuk jenis dari tenik pemisahan atau kromatografi, yaitu:
3.2.1 Kromatografi kertas
Pada kromatografi kertas senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan dapat
diambil dari kertas dengan jalan memotong noda (spot) yang kemudian
melarutkan secara terpisah. Setets dari larutan cuplikan yang mengandung
sejumlah komponen yang dipisahkan dengan cara diteteskan pada daerah yang
diberi tanda diatas sepotong kertas saring dimana ia akan meluas membentuk
noda yang dibuat. Bila noda telah kering, kertas dimasukkan dalam benjana
tertutup yang telah berisi pelarut sebagai fase gerak dimana ujung yang dengan
cuplikan tercelup (noda harus tidak tercelup, sedikit diatas permukaan pelarut).
Pelarut bergerak melalui serta-serta dari kertas oleh gaya kapiler dan
menggerakkan komponen-komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan
jarak dalam arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai
jarak yang cukup jauhn atau setelah waktu yang telah ditentukan, maka kertas
diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan
lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa tidak berwarna maka
harus dideteksi dengan metode kimia atau fisika. Cara yang biasa adalah
menggunakan suatu pereaksi yang memberikan sebuah warna terhadap
beberapa atau semua dari senyawa-senyawa. Sering juga menggunakan cara
deteksi dengan sinar UV atau teknik radiokimia (Kurniawan, 2004: 144).
3.2.2 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi tipis atau TLC seperti kromatografi kertas tidaklah mahal
dan sederhana menjalankannya, dibandingkan kromatografi kertas lebih cepat.
Proses itu mungkin memerlukan waktu hanya sekitar setengah jam, sedangkan
pemisahan yang lazim pada kertas memerlukan beberap jam. TLC sangat
popular dan rutin digunakan dalam banyak laboratorium. Medium pemisahnya
berupa lapisan yang barangkalo setebal 0,1-0,3 mm zat pada absorben pada
lempeng kaca, plastic, atau aluminium. Lempeng yang lazim berukuran 20x5
cm. zat padat yang lazim adalah aluminium, gel silica, dan selulosa. Dulu
peneliti mempersiapkan lempengannya sendiri dengan menyalut kaca itu
dengan suspense air dan zat padat itu biasanya mengandung zat pengikat seperti
plester paris dan kemudian mengeringkan lempengannya tersebut dalam oven.
Lempeng kaca dan lembar plastic maupun aluminium yang telah dilapis
sebelumnya dapat dipotong-potong dengan gunting ukuran yang diinginkan dan
agaknya mayoritas ilmuwan menggunakannya sekarang (Ratnayani, 2004:
122).
Contoh umumnya campuran senyawa organik, ditotalkan didekat salah
satu sisi lempeng dalam bentuk larutan, biasanya beberapa microliter yang
beberapa microgram senyawa-senyawa dapat digunakan dengan hipodermik
atau piper kaca kecil. Noda contoh itu dikeringkan dan kemudian sisi lempneg
itu dicelupkan dalam fase gerak yang sesuai. Pelarut akan menyerap kertas
sepanjang lapisan tipis padat pada lempeng itu dan bersama dengan gerakan itu,
zat-zat terlarut contohnya diangkat dengan laju yang bergantung pada kelarutan
mereka dalam fase gerak tersebut dan pada interaksi mereka dengan zat padat
(Asih, 2009: 148).
3.2.3 Kromatografi kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom
sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat
tersebut berupa pipa gelas yang dilengkap suatu kran dibagian bawah kolom
untuk mengendalikan aliran zat cair, ukuran kolom tergantung dari banyaknya
zat yang akan dipindahkan. Secara umum perbandingan panjang dan diameter
kolom sekitar 8:1, sedangkan daya penyerapannya adalah 25-30 kali berat
bahan yang dipisahkan. Teknik banyak digunakan dalam pemisahan senyawa-
senyawa organik dan konstituen-konstituen yang sukar menguap, sedangkan
untuk pemisahan jenis logam-logam atau senyawa anorganik jarang dipakai
(Yazid, 2005: 98).
Metode pemisahan kromatografi kolom ini memerlukan bahan kimia
yang cukup banyak sebagai fase diam dan fase gerak bergantung pada ukuran
kolom gelas. Untuk melakukan pemisahan campuran dengan metode
kromatografi kolom diperlukan waktu yang cukup lama, bisa berjam-jam untuk
memisahkan satu campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang jelas artinya
kadang-kadang sukar mendapatkan pemisahan secara sempurna karena pita
komponen yang satu bertumpang tindih dengan komponen lainnya. Masalah
waktu yang lama disebabkan laju alir fase gerak hanya dipengaruhi oleh gaya
gravitasi bumi, ukuran diameter partikel yang cukup besar membuat luas
permukaan fase diam relatife kecil, sehingga tempat untuk berinteraksi antara
komponen-komponen dengan fase diam menjadi terbatas (Herndayana, 2006:
2).
3.2.4 Kromatografi HPLC
Ciri teknik ini adalah penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim fase
gerak ke dalam kolom. Dengan memberikan tekanan tinggi, laju dan efisiensi
pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar. Kromatografi penukar ion telah
berhasil digunakan untuk analisis kation, anion, dan ion organik (Veronika,
1999: 103).
Prinsip dasar HPLC (Practical High Performance Liquid
Chromatography) adalah memisahkan komponen dalam sample untuk
selanjutnya diidentifikasi (kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari
masing-masing komponen tersebut (kuantitatif). Analisa kualitatif bertujuan
untuk mengetahui informasi tentang identitas kimia dari analat dalam suatu
sample. Sedangkan analisa kuantitatif untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi
analat tersebut (Riyadi, 2009: 431).
Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair-cair yang dapat
digunakan baik keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area
puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas atau area larutan
standar. Pada prakteknya, perbandingan kurang menghasilkan data yang akurat
bila hanya melibatkan satu standar, oleh karena itu maka perbandingan
dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Khopkar, 1990: 213).
3.3 Pelarut polar
Pelarut polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan
antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan
tersebut mempunyai niali keelektronegatifitas yang berbeda. Contoh: HCl,
NaCl, dan H2O.
Ciri-ciri pelarut polar:
1. Dapat larut dalam air dan pelarut lain.
2. Memiliki kutub positif (+) dan kutub negatif (-), akibat tidak meratanya
distribusi elektron.
3. Memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau
memiliki perbedaan keelektronegatifan.
(Muchtaridi, 2006: 291).
3.4 Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu
ikatan antar electron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi
karena unsur yang berikatan mempunyai nilai keelektronegatifitas yang
sama/hamper sama. Contoh: Cl2, PCl2, H2.
Ciri-ciri pelarut nonpolar:
1. Tidak larut dalam air dan pelarut lain.
2. Tidak memiliki kutub positif (+) dan kutub negatif (-), akibat meratanya
distribusi elektron.
3. Tidak memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui)
atau keelektronegatifannya sama.
(Muchtaridi, 2006: 291).
IV. Alat Dan Bahan
Alat-alat percobaan adalah tabung reaksi, corong, kertas kromatografi,
pipa kapiler, bejana, hot plate hangat, kertas whatman, wadah bermulut lebar,
lampu UV, plat KLT, dan steples.
Bahan-bahan percobaan adalah 0,5 gram pasta tomat, 3 mL etanol,
diklorometan, larutan natrium klorida, serbuk natrium sulfat anhidrat, dan kristal
iodin.

V. Prosedur Percobaan
5.1 Pembuatan ekstrak pigmen (Ekstraksi)
0,5 gram pasta tomat ditambahkan dengan 3 mL etanol, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung rekasi. Selanjutmya diaduk dan dikocok hingga
pasta menjadi mengering, lalu sesudah itu etanol dibuang. Tabung reaksi yang
sudah terisi pasta kering ditambahkan dengan 3 kali 1 mL diklorometan.
Hasilnya diekstrak dengan pelarut menggunakan corong pisah hingga didapatkan
pigmen sebanyak mungkin. Pigmen tersebut ditambahkan dengan NaCl, lalu
dikocok. Setelah itu dipisahkan. Diklorometan ditambahkan dengan serbuk
natrium sulfat anhidrat. Dikocok selama 5 menit, kemudian dipisahkan.
Selanjutnya serbuk natrium sulfat anhidrat dicuci dengan diklorometan dan
dilakukan evaporasi. Hasil ektraksi pigmen pasta tomat ini digunakan untuk
percobaan kromatografi.
5.2 Kromatografi kertas
Disiapkan kertas whatman no. 1. Kemudian ditandai 5 spot dengan ukuran
sudah ditentukan yang bertujuan untuk penotolan pigmen pasta tomat hasil dari
percobaan ekstraksi. Spot 1 ditandai untuk larutan standar β-karoten. Spot 2
ditandai untuk l kali penotolan pigmen pasta tomat. Spot 3 ditandai untuk 2 kali
penotolan pigmen pasta tomat. Spot 4 ditandai untuk 3 kali penotolan pigmen
pasta tomat. Spot 5 ditandai untuk larutan standar β-karoten. Sebelum dilakukan
percobaan, larutan petroleum dan larutan aseton (9:1) dijenuhkan dengan fase
geraknya di dalam benjana kromatografi. Selanjutnya dilakukan penotolan
menggunakan pipa kapiler sesuai aturan di kertas whatman no. 1 yang sudah
diberi tanda pakai pensil. Pipa kapiler yang digunakan harus berbeda pada saat
penotolan pasta tomat dan β-karoten dan dipastikan hasil penotolan ukurannya
tidak melebihi 2 mm. Lalu kertas hasil penotolan disteples membentuk lingkaran
dan diletakkan dalam bejana kromatografi berisi larutan sudah jenuh untuk
dikembangkan. Fase gerak akan bermigrasi 0,5-1,0 cm dari permukaan bagian
atas kertas. Ditunggu sekitar 15 menit-1 jam dan diamati jangan sampai
bermigrasi melebihi panjang kertas. Sesudah itu kertas diangkat dan ditandai
hasil akhir dari spot setelah migrasi dengan pensil, lalu dibiarkan hingga kering.
Nilai Rf setelah dan sebelum percobaan ditentukan dan dibandingkan.
5.3 Kromatografi lapis tipis
Sampel pigmen yang sama digunakan untuk penotolan untuk 2 spot, yaitu
pigmen pasta tomat dan β-karoten pada plat KLT. Sebelum dilakukan percobaan,
larutan heksana dan larutan etanol (7:3) dijenuhkan dengan fase geraknya di
dalam bejana kromatografi. Diamati perubahan spotnya dibawah lampu sinar
UV. Nilai Rf setelah dan sebelum percobaan ditentukan dan dibandingkan.

VI. Hasil Pengamatan Dan Hasil Perhitungan


6.1 Hasil Pengamatan
6.1.1 Percobaan ekstraksi
0,5 gram pasta tomat ditambahkan dengan 3 mL etanol, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung rekasi. Selanjutmya diaduk dan dikocok hingga
pasta menjadi mengering dan terbentuk seperti gumpalan, lalu sesudah itu etanol
dibuang. Tabung reaksi yang sudah terisi pasta kering ditambahkan dengan 1 kali
1 mL diklorometan dan dikocok, ulangi sebanyak 3 kali penambahan. Posisi
diklorometan akan berada diatas pigmen pasta tomat. Hasilnya diekstrak dengan
pelarut menggunakan corong pisah hingga didapatkan pigmen sebanyak mungkin.
Pigmen tersebut ditambahkan dengan NaCl, lalu dikocok. Setelah itu dipisahkan.
Diklorometan ditambahkan dengan serbuk natrium sulfat anhidrat. Dikocok
selama 5 menit, kemudian dipisahkan. Selanjutnya serbuk natrium sulfat anhidrat
dicuci dengan diklorometan dan dilakukan evaporasi. Hasil ektraksi pigmen pasta
tomat ini digunakan untuk percobaan kromatografi.
6.1.2 Percobaan kromatografi kertas
Disiapkan kertas whatman no. 1. Kemudian ditandai 5 spot dengan
ukuran sudah ditentukan yang bertujuan untuk penotolan pigmen pasta tomat
hasil dari percobaan ekstraksi. Selanjutnya dilakukan penotolan menggunakan
pipa kapiler yang berbeda pada saat penotolan β-karoten dan pigmen pasta tomat.
Spot 1 dan spot 5 ditandai untuk larutan standar β-karoten, warna yang dihasilkan
adalah bening/tidak berwarna. Spot 2, spot 3, dan spot 4 ditandai untuk 5 kali
penotolan pigmen pasta tomat, warna yang dihasilkan adalah orange tua. Hasil
penotolan yang dilakukan ukurannya melebihi 2 mm. Sebelum dilakukan
percobaan, larutan petroleum dan larutan aseton (9:1) dijenuhkan dengan fase
geraknya di dalam bejana kromatografi. Waktu yang dibutuhkan untuk posisi
pelarut menjadi jenuh sekitar 20 menit dengan posisi bejana tidak bergerak-gerak
dan tertutup rapat. Lalu kertas hasil penotolan dibentuk menjadi setengah
lingkaran (tidak disteples) dan diletakkan dalam benjana kromatografi berisi
pelarut sudah jenuh untuk dikembangkan menggunakan penjepit. Fase gerak akan
bermigrasi 0,5-1,0 cm dari permukaan bagian atas kertas, ditandai dengan pelarut
di benjana kromatografi menyerap kertas whatman dan naik secara perlahan
sekitar 15 menit-1 jam. Migrasi pelarut yang dihasilkan tidak merata. Ditandai
perubahan akhir dari spot setelah migrasi dengan pensil dan dilihat dengan
menggunakan lampu sinar UV. Hasil migrasi β-karoten (spot 1 dan 5) tidak
terdeteksi/tidak terlihat dan juga hasil migrasi pigmen pasta tomat(spot 2,3, dan 4)
berbentuk seperti ekor (tailing) yang memanjang dengan berbeda ukuran
panjanngnya/tidak saling sejajar. Lalu selanjutnya dibiarkan hingga kering. Nilai
Rf setelah dan sebelum percobaan ditentukan serta dibandingkan untuk masing-
masing spot yang sudah terbentuk.
6.1.3 Percobaan kromatografi lapis tipis
Sampel pigmen yang sama digunakan untuk penotolan untuk 2 spot,
yaitu spot 1 ditandai dengan penotolan 5 kali pigmen pasta tomat dan spot 2
ditandai dengan penotolan 5 kali β-karoten pada plat KLT. Sebelum dilakukan
percobaan, larutan heksana dan larutan etanol (7:3) dijenuhkan dengan fase
geraknya di dalam benjana kromatografi. Waktu yang dibutuhkan untuk posisi
pelarut menjadi jenuh sekitar 20 menit dengan posisi bejana tidak bergerak-gerak
dan tertutup rapat. . Lalu masukkan plat KLT ke dalam bejana berisi pelarut sudah
jenuh untuk dikembangkan menggunakan penjepit. Fase gerak akan bermigrasi
0,5-1,0 cm dari permukaan bagian atas kertas, ditandai dengan pelarut di benjana
kromatografi menyerap plat KLT dan naik secara perlahan sekitar 15 menit-1
jam. Ditandai perubahan akhir dari spot setelah migrasi dengan pensil dan dilihat
dengan menggunakan lampu sinar UV. Hasil migrasi pigmen pasta tomat (spot 1)
dan β-karoten (spot 2) berbentuk sepeti lingkaran yang tidak saling sejajar. Nilai
Rf setelah dan sebelum percobaan ditentukan serta dibandingkan untuk masing-
masing spot yang sudah terbentuk.

6.2 Hasil Perhitungan


6.2.1 Percobaan kromatografi kertas
Spot 1, β-karoten tidak terdeteksi.
Spot 2 (pigmen pasta tomat)
Jarak yang ditempuh spot sampel dari awal: 4,6 cm
Jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal: 7 cm

Rf = 4,6

7
= 0,657 cm
Spot 3 (pigmen pasta tomat)
Jarak yang ditempuh spot sampel dari awal: 5 cm
Jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal: 7 cm

Rf = 5

7
= 0,714 cm

Spot 4 (pigmen pasta tomat)


Jarak yang ditempuh spot sampel dari awal: 4,8 cm
Jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal: 7 cm

Rf = 4,8

7
= 0,685 cm

Spot 5, β-karoten tidak terdeteksi.


6.2.2 Percobaan kromatografi lapis tipis
Spot 1 (pigmen pasta tomat)
Jarak yang ditempuh spot sampel dari awal: 5,2 cm
Jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal: 5,7 cm

Rf = 5,2

5,7
= 0,912 cm

Spot 2 (β-karoten)
Jarak yang ditempuh spot sampel dari awal: 0,9 cm
Jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal: 5,7 cm

Rf = 0,9

5,7
= 0,157 cm

VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini adalah melakukan pembuatan ekstrak pigmen dari
pasta tomat dengan melalui cara ekstraski atau pemisahan sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran antara sampel dan pelarut, kemudian juga melakukan
pemisahan senyawa β-karoten dengan sampel pigmen menggunakan metode
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis dengan pemisahan berdasarkan
kepolaran dan kecepatan migrasi eluen (adsorbsi).
7.1 Pembuatan ekstrak pigmen (Ekstraksi)
0,5 gram pasta tomat ditambahkan dengan 3 mL etanol, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung rekasi. Penggunaan etanol dikarenakan memiliki
sifat universal (semi polar) yang cocok dikondisi polar maupun non polar yamg
ada pada 0,5 gram pasta tomat, bertujuan untuk memisahkan senyawa yang kita
inginkan dalam percobaan ini, yaitu β-karoten. Selanjutmya diaduk dan dikocok
hingga pasta menjadi mengering dan terbentuk seperti gumpalan, lalu sesudah itu
etanol dibuang. Tabung reaksi yang sudah terisi pasta kering ditambahkan dengan
1 kali 1 mL diklorometan dan dikocok, ulangi sebanyak 3 kali penambahan agar
lebih merata dan seimbang dengan penambahan 3 mL etanol. Penggunaan
diklorometan yang sifatnya nonpolar akan menarik β-karoten keluar dari pigmen
pasta tomat yang juga bersifat nonpolar, sebab pada umumnya nonpolar akan
menarik nonpolar. Posisi diklorometan akan berada diatas pigmen pasta tomat
yang sudah terkandung β-karoten. Hasilnya diekstrak dengan pelarut
menggunakan corong pisah hingga didapatkan pigmen sebanyak mungkin.
Pigmen tersebut ditambahkan dengan NaCl karena berfungsi lebih
mengkrucutkan diklorometan dari senyawa-senyawa lain yang ikut terbawa dari
pigmen pasta tomat yang tidak hanya mengandung β-karoten dan likopen, lalu
dikocok. Setelah itu dipisahkan. Diklorometan ditambahkan dengan serbuk
natrium sulfat anhidrat. Karena kemungkinan molekul air ikut masuk ke dalam
diklorometan, maka fungsi dari serbuk natrium sulfat anhidrat adalah menarik
molekul-molekul air yang berasal dari udara tersebut atau disebabkan karena
masih tersisa nya air di dinding-dingding corong pisah agar lebih memurnikan β-
karoten. Dikocok selama 5 menit, kemudian dipisahkan. Selanjutnya serbuk
natrium sulfat anhidrat dicuci dengan diklorometan dan dilakukan evaporasi.
Hasil ektraksi pigmen pasta tomat yang mengendap pada dasar corong ini
digunakan untuk percobaan kromatografi dan β-karoten yang berada diatas
pigmen pasta tomat digunakan sebagai pembanding apakah di dalam pasta tomat
mengandung β-karoten yang ditandai dengan kesejajaran hasil spot di kedua nya
(β-karoten dan pigmen pasta tomat).
7.2 Kromatografi kertas
Disiapkan kertas whatman no. 1 dikarenakan cocok dalam percobaan ini
yang tidak menggunakan larutan bersifat merusak. Kemudian ditandai 5 spot
dengan ukuran sudah ditentukan yang bertujuan untuk penotolan pigmen pasta
tomat hasil dari percobaan ekstraksi. Selanjutnya dilakukan penotolan
menggunakan pipa kapiler yang berbeda pada saat penotolan β-karoten dan
pigmen pasta tomat supaya tidak tercampur antara β-karoten dengan pigmen pasta
tomat. Spot 1 dan spot 5 ditandai untuk larutan standar β-karoten, warna yang
dihasilkan adalah bening/tidak berwarna. Ketika ditotol warna yang terbentuk
langsung hilang diatas kertas whatman. Spot 2, spot 3, dan spot 4 ditandai untuk 5
kali penotolan pigmen pasta tomat, konsentrasi disama ratakan agar mudah dalam
proses percobaannya, warna yang dihasilkan adalah orange tua. Hasil penotolan
yang dilakukan ukurannya melebihi 2 mm, disebabkan karena ketidak sengajaan
pada saat penotolan yang melebihi jumlahnya. Sebelum dilakukan percobaan,
larutan petroleum dan larutan aseton (9:1) dijenuhkan dengan fase geraknya di
dalam bejana kromatografi. Fase diam dari kromatografi kertas adalah air dan
termasuk pemisahan berdasarkan adsorbsi (cair-cair). Waktu yang dibutuhkan
untuk posisi pelarut menjadi jenuh disebabkan pelarut yang sudah ditentukan
tersebut mudah menguap. Tunggu sekitar 20 menit dengan posisi bejana tidak
bergerak-gerak mempercapat penjenuhan dan tertutup rapat agar molekul air di
udara tidak ikut masuk dan melambatkan proses penjenuhan. Lalu kertas hasil
penotolan dibentuk menjadi setengah lingkaran (tidak disteples) supaya lebih
mudah serta efisien dan kemudian diletakkan dalam bejana kromatografi berisi
pelarut sudah jenuh untuk dikembangkan menggunakan penjepit. Kondisi bejana
harus tetap tertutup rapat dikarenakan akan mempercepat eluasi (proses migrasi)
larutan. Fase gerak akan bermigrasi 0,5-1,0 cm dari permukaan bagian atas kertas,
ditandai dengan pelarut di bejana kromatografi menyerap dan naik secara
perlahan sekitar 15 menit-1 jam. Migrasi pelarut yang dihasilkan tidak merata
diakibatkan kesalahan pada saat memasukkan kertas whatman dengan
permukaannya tidak terkena pelarut secara bersamaan. Ditandai perubahan akhir
dari spot setelah migrasi dengan pensil dan dilihat dengan menggunakan lampu
sinar UV. Pada saat menandai harus menggunaka pensil yang terbuat dari karbon
dan sifatnya polar, bukan pulpen (nonpolar). Hasil migrasi β-karoten (spot 1 dan
5) tidak terdeteksi/tidak terlihat karena dikedua spot ini pelarut sudah melewati
batas garis yang sudah ditentukan serta tidak boleh dilewati dan juga hasil migrasi
pigmen pasta tomat(spot 2,3, dan 4) berbentuk seperti ekor (tailing) yang
memanjang dengan berbeda ukuran panjanngnya/tidak saling sejajar karena
penotolan ekstrak yang terlalu pekat sehingga nempel terus/bergesekkan dengan
pelarut atau kemungkinan pelarut yang digunakan tidak cocok. Lalu selanjutnya
dibiarkan hingga kering. Nilai Rf setelah dan sebelum percobaan ditentukan serta
dibandingkan untuk masing-masing spot yang sudah terbentuk.
7.3 Kromatografi lapis tipis
Sampel pigmen yang sama digunakan untuk penotolan untuk 2 spot, yaitu
spot 1 ditandai dengan penotolan 5 kali pigmen pasta tomat dan spot 2 ditandai
dengan penotolan 5 kali β-karoten pada plat KLT. Kelebihan menggunakan plat
KLT yang terbuat dari aluminium adalah sebagai penyangga dan dapat dipakai
untuk larutan apa saja. Sebelum dilakukan percobaan, larutan heksana dan larutan
etanol (7:3) dijenuhkan dengan fase geraknya di dalam benjana kromatografi.
Fase diam dari kromatografi kertas adalah silica gel dan termasuk pemisahan
berdasarkan partisi (cair-cair). Waktu yang dibutuhkan untuk posisi pelarut
menjadi jenuh disebabkan pelarut yang sudah ditentukan tersebut mudah
menguap. Tunggu sekitar 20 menit dengan posisi bejana tidak bergerak-gerak
mempercapat penjenuhan dan tertutup rapat agar molekul air di udara tidak ikut
masuk dan melambatkan proses penjenuhan. Lalu masukkan plat KLT ke dalam
bejana berisi pelarut sudah jenuh untuk dikembangkan menggunakan penjepit.
Fase gerak akan bermigrasi 0,5-1,0 cm dari permukaan bagian atas kertas,
ditandai dengan pelarut di benjana kromatografi menyerap plat KLT dan naik
secara perlahan sekitar 15 menit-1 jam. Kenaikan itu terjadi karena silica gel yang
sifatnya polar, sedangkan eluen (larutannya) bersifat non polar yang akan
mengakibatkan proses eluasi (migrasi) pada plat KLT. Ditandai perubahan akhir
dari spot setelah migrasi dengan pensil dan dilihat dengan menggunakan lampu
sinar UV. Pada saat menandai harus menggunaka pensil yang terbuat dari karbon
dan sifatnya polar, bukan pulpen (nonpolar). Hasil migrasi pigmen pasta tomat
(spot 1) dan β-karoten (spot 2) berbentuk sepeti lingkaran yang tidak saling
sejajar disebabkan karena terdapat kegagalan dalam ekstraksi (β-karoten terlarut
untuk pelarut sebelumnya), eluen yang dipakai tidak cocok, atau sudah ter-eluasi
terlebih dahulu. Nilai Rf setelah dan sebelum percobaan ditentukan serta
dibandingkan untuk masing-masing spot yang sudah terbentuk.

VIII. Kesimpulan
Pembuatan ekstrak pigmen dilakukan dengan penarikan-penarikan
senyawa kimia di dalam matriks agar didapat suatu larutan yang diinginkan,
contoh pada percobaan kali ini larutan standar β-karoten dan pigmen pasta. Hal
tersebut dikenal dengan menggunakan cara ekstraksi, yaitu proses memisahkan
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel (pigmen pasta tomat) dan
pelarut (diklorometan).
Kromatografi kertas dan lapis tipis adalah memilik persamaan, yaitu
termasuk isolasi atau pemisahan dengan sistem cair-cair berdasarkan kepolaran
dan kecepatan eluasi (migrasi) dengan cara adsorbsi dan partisi. Termasuk ke
dalam pemisahan kualitatif karena dapat mengetahui adanya larutan standar β-
karoten di dalamnya dan komponen apa saja yang terdapat di senyawa yang kita
ingin ketahui. Perbedaan yang signifikan dari ke dua cara pemisahan ini adalah
pada saat fase diamnya, dimana kromatografi kertas memiliki fase diam berupa
air dan kromatografi lapis tipis memiliki fase diam berupa silica gel.
Pada pecobaan pemisahan atau kromatografi kali ini juga bertujuan untuk
membandingkan ke dua kromatografi agar dapat dikarakterisasi dengan
mengetahui nilai Rf setelah dilakukan eluasi. Dalam kromatografi kertas, spot 1
dan spot 5 (β-karoten) tidak terdeteksi sehingga tidak dapat diketahui nilai Rf-
nya. Spot 2 (pigmen pasta tomat) didapatkan hasil Rf-nya sebesar 0,657 cm
dengan jarak yang ditempuh spot sampel dari awal 4,6 cm dan jarak yang
ditempuh pelarut/fase gerak dari awal 7 cm, spot 3 (pigmen pasta tomat)
didapatkan hasil Rf-nya sebesar 0,714 cm dengan jarak yang ditempuh spot
sampel dari awal 5 cm dan jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal 7
cm, dan spot 4 (pigmen pasta tomat) didapatkan hasil Rf-nya sebesar 0,685 cm
dengan jarak yang ditempuh spot sampel dari awal 4,8 cm dan jarak yang
ditempuh pelarut/fase gerak dari awal 7 cm. Dalam kromatografi lapis tipis, spot
1 (pigmen pasta tomat) didapatkan hasil Rf-nya sebesar 0,912 cm dengan jarak
yang ditempuh spot sampel dari awal 5,2 cm dan jarak yang ditempuh
pelarut/fase gerak dari awal 5,7 cm dan spot 2 (β-karoten) didapatkan hasil Rf-
nya sebesar 0,157 cm dengan jarak yang ditempuh spot sampel dari awal 0,9 cm
dan jarak yang ditempuh pelarut/fase gerak dari awal 5,7 cm.

IX. Daftar Pustaka


Adnan. (1997). Teknik Kromatografi Analis Bahan Makanan. Yogyakarta:
Andi Offset.
Alimin. (2007). Kimia Analitik. Makassar: UIN Alauddin Makassar.
Asih. (2009). Isolasi dan Identifikasi Senyawa. Jakarta: Erlangga.
Elisa. (2016). Kromatografi Kertas. Yogyakarta: UGM.
Firdaus. (2006).Teknik Laboratorium Kimia Organik. Makassar: UNHAS.
Gandjar, G. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haryadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar: Jakarta: Gramedia.
Hendayana. (2006). Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Herlina. (2006). The Composition and Contenc Of Pigment. Jakarta:
Erlangga.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia
Kurniawan, Y. (2004). Kimia Dasar Volume 2. Jakarta : Erlangga.
Muchtaridi. (2006). Kimia 1. Jakarta: Yudhistira Ghalia Indonesia.
Putra, E. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Sumatra Utara:
Gramedia.
Ratyani, K. (2008). Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Bukit
Jimbran: UNAD.
Sulaiman, H. (2007). Pemisahan dengan Elektroforesis kertas.
Yogyakarta: Gramedia.
Veronika. (1999). Practical High Performance Liquid Chromatography.
Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Yazid, E. (2005). Kimia Fisika Paramedis. Yogyakarta: Alauddin press.

Anda mungkin juga menyukai