Anda di halaman 1dari 2

JURGEN HABERMAS DAN HERMENEUTIKA KRITIS

Oleh Yurid Nihaya Dzulkifli

Habermas lahir pada tanggal 18 Juni 1929, di kota kecil Gummersbach dekat
Düsseldorf, Jerman. Ia berasal dari keluarga menengah. Ayahnya seorang direktur kamar
dagang dan industri di kota tersebut. Ia juga pernah masuk dalam dinas militer di usianya
yang ke 15 tahun. Habermas muda tertarik dengan pemikiran Heidegger tetapi ia melepaskan
diri dari pengaruh Heidegger karena keterlibatannya dalam Nazi. Sikap kritisnya terungkap
dari artikel dengan judul berpikir Heidegger melawan Heidegger. Pada tahun 1954,
Habermas meraih gelar doktor dari Universitas Bonn dengan disertasi tentang Schelling. Ia
juga sebagai pengajar filsafat dan sosiologi di Frankfurt. Ia tidak hanya aktif dalam menulis
saja melainkan dengan melakukan banyak perdebatan beberapa filsuf. Habermas mulai
karirnya dengan Marxis dan sebagai pembela demokrasi liberal dan ia juga mengarah ke
politik dan agama.

Tradisi dan Refleksi Kritis, Paradigma komunikasi intersubyektif ini menempatkan


dalam proses memahami sebagai bahasan sentral, ini dilatarbelakangi belakangi oleh G.W.F.
Hegel, Walter Benjamin dan Hannah Arendt, dan juga tradisi hermeneutik Schleiermacher. Ia
banyak belajar dari Wahrheit und Methode untuk mempelajari teori sosialnya. Hambermas
menemukan pendiriannya dalam hermeneutiknya ini dengan membaca tanggapan kritis dari
hermeneutik Gadamer. Dari sinilah Habermas pun mengambil pendirian tentang hermeneutik
kritisnya. Habermas pun mengungkapkan dalam pemikiran Gadamer, yaitu:

1. Gadamer beranggapan bahwa memahami tidak lepas dari prasangka

2. Konsep prasangka ini juga bergerak dalam tradisi

3. Memahami melalui kesepahaman dengan tradisi.

Gadamer mengatakan bahwa prasangka itu legitim tetapi menurut Habermas


prasangka itu dapat menjadi pengetahuan jika seseorang tersebut bisa menerimanya dengan
cara refleksi. Menurut Gadamer bahwa setiap pengetahuannya tentang kenyataan seperti seni,
sains, sejarah ini bertolak dari horizon pemahaman yang menjadi pra-pemahaman. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa masalah hermeneutik universal ini berlaku pada semua
pengetahuan. Dalam esainya yang berjudul Der Universalitasabspruch der Hermeneutik ia
memberi kritik untuk Gadamer dan untuk mengembangkan hermeneutiknya sendiri.
1. Batasan hermeneutik bahasa ilmu-ilmu alam; menurut Habermas pengetahuan ini
dipertahankan dengan pengetahuan ilmiah karena dalam hal ini metode penting
untuk menemukan kebenaran
2. Batasan hermeneutik teks abnormal; batasan lain hermeneutik dengan klaim
universalitas sehingga sulit untuk dipenuhi

Keadaan abnormal ini yang dihadapi oleh penafsir adalah tentang bahasa dan perilaku
contohnya adalah turis asing. Oleh karena itu Habermas menyatakan ada 2 kasus dalam hal
ini, yaitu :

1. Kasus psikopatologis, dalam hal ini seperti kasus gangguan kejiwaan ia


menunjukan perilaku yang tidak dapat dipahami.

2. Kasus perilaku kolektif hasil indoktrinasi: kasus ini melibatkan kelompok, pelaku
dan penutur bisa memahami bahasa dan perilaku mereka tetapi mereka tidak sadar
bahwa mereka telah salah paham sehingga tuturan dan perilaku mereka itu tidak
dihasilkan akal melainkan dari efek indoktrinasi ideologis, seperti ideologi rasis
pada zaman Nazi.

Dari dua kasus tadi Habermas mengatakan bahwa" komunikasi yang terdistorsi secara
sistematis". Maka dari itu komunikasi yang telah menghasilkan kesalahpahaman yang
membuat mereka tidak menyadari bahwa itu salah paham dan itu menjadikan distorsi
sistematis dalam komunikasi satu sama lain. Menurut Habermas hermeneutik biasa dapat
digunakan dalam komunikasi baik bagi orang luar ataupun dirinya sendiri.

Dalam hermeneutiknya Habermas memiliki pendirian sendiri. Jika hermeneutik biasa


dikembangkan mulai dari Schleiermacher sampai dengan Gadamer yang menemui batasnya
bila berhadapan dengan komunikasi terdistorsi yang sistematis. Hermeneutik khusus adalah
hermeneutik kritis yang dikembangkan oleh Habermas. Hermeneutik kritis bisa digunakan
sebagai sebuah metode ilmiah untuk memahami struktur teks dan makna. Ada 2 batasan
menurut Habermas, yang pertama metode ilmiah, ia mengkhususkan hermeneutik sebagai
metode ilmiah karena pada waktu itu ia kembali pada hermeneutik Dilthey dan untuk
menjalankan hermeneutik kritisnya ia menggunakan psikoanalisis Freud dan kritik ideologi
Karl Marx. Yang kedua teks sebagai hasil distori, jika psikoanalisis ataupun kritik ideologi
menghadapi suatu teks yang tak lazim maka susunan makna yang tertulis itu merupakan hasil
distorsi sistematis yang tidak disadari oleh penulisnya.

Anda mungkin juga menyukai