Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“PENDEKATAN HERMENEUTIKA GADAMER”

Dosen Pengampu:

Dr. Muhammad Iqbal Ph.D

Disusun Oleh:

Fahri Husaini (210211030068)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah Swt, karena atas Taufiq dan Hidayah-Nya
lah sehingga dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan.
Sholawat dan salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw, serta
kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada bapak Muhammad
Iqbal, Ph.D selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu .adapun judul makalah ini
tentang “Pendekatan Hermeneutika Gadamer”.

Semoga dalam makalah ini menjadi alat sebagai referensi sederhana bagi para
pembacanya dan bisa bermanfaat, walaupun masih jauh dari kesempurnaan dan keterbatasan
ilmu maupun referensi serta waktunya. kami selaku penulis menyadari banyak kekurangan
serta keterbatasan, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan masukan serta
saran yang membangun dari para pembaca, pendengar demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari
tentang interpretasi makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa
Yunani hermeneuein yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau
menerjemahkan. Hermeneutika merupakan epistimologi yang muncul bukan sebagai
tradisi berfikir mandiri, melainkan hasil reaksi, dan koreksi dari beberapa pemikiran.
Hermeneutika dianggap sebagai metode yang tepat untuk mengungkapkan makna yang
dimaksud dan yang memungkinkan memberikan pemahaman dan penjelasan
mendalam dan menyeluruh. Hermeneutika juga diartikan sebagai proses mengubah
sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.1
Dalam perkembangannya, ada banyak tokoh dan pemikiran hermeneutik
diantaranya Hans-Georg Gadamer yang merupakan salah satu pemikir hermeneutik
ontologis. Gadamer mematangkan ide kesadaran, interpretasi teks dan fenomena dan
menemukan problem filosofis pengembangan ontologi pemahaman secara objektif.
Gadamer menganggap pemahaman yang benar adalah pemahaman yang mengarah
pada tingkat ontologis bukan metodologis. Artinya kebenaran dapat dicapai bukan
melalui metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan.
Dengan begitu bahasa menjadi medium yang sangat penting bagi terjadinya dialog.
Dalam proses memahami teks, fikiran penafsir meleburkan diri ke dalam pembangkitan
kembali makna teks. Pengarang dan konteks historis dari sebuahteks dipertimbangkan
dalam proses interpretif bersama dengan prasangka-prasangka penafsir seperti tradisi,
bahasa dan budaya.
Makalah kali ini akan membahas pendekatan hermeneutika yang dimotori oleh
Gadamer. Di dalamnya berisi pemabahasan mengenai biogarfi Hans-Georg Gadamer,
pendekatan hermenutika menurut pandangan Gadamer, pengaruh yang ditimbulkan
dari hermeneutika Gadamer serta pemikiran-pemikiran Gadamer dalam hermeneutika
itu sendiri.

1
E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 199), 23-24.
PEMBAHASAN

A. Biografi Gadamer
Hans-George Gadamer lahir 11 Februari 1900, di Marburg, Jerman Selatan dan
dibesarkan di Breslau (sekarang Wroclaw di Poland). Gadamer merupakan anak kedua
dari pasangan Emma Caroline Johanna Gewiese dan Dr. Johannes Gadamer (1867–1928) dikota
Marburg. Sejak usia dua tahun,ia pindah ke kota Breslau (sekarang dikenal dengan nama
Wroclau, Polandia) karena ayahnya diminta jadi profesor luar biasa di Universitas Breslau.
Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga penganut protestan yang taat dan konservatif,
serta memiliki sikap yang puitis dan lembut kebalikan dari ayahnya yang keras dan penuh
disiplin ala budaya Prusia. Ibunya meninggal pada saat Gadamer berusia empat tahun
karena penyakit diabetes. Walaupun besar dalam keluarga Protestan yang taat, tetapi ia
memilih bungkam jika ditanya tentang imannya.2
Ayah Gadamer memiliki disiplin yang ketat dalam bidang akademisi, semenjak
junior ia menempuh pendidikan dasar dan menengahnya di Holy GostSchool dari tahun
1907 sampai 1918, ia menunjukkan minat yang bersebrangan dengan ayahnya. Gadamer lebih
tertarik dengan ilmu-ilmu Humaniora, khususnya sastra dan filologi. Setelah itu ia
mendaftar di Universitas Breslau, ayahnya ingin Gadamer memasuki fakultas eksak,
padahal sejak di pendidikan menengah dia sudah tertarik dengansastradan filsafat.
Gadamer belajar filsafat pada universitas di kota asalnya, antara lain pada Nikolai
Hartmann dan Martin Heidegger dan mengikuti kuliah juga pada Rodolf Bultmann,
seorang teolog protestan. Pada tahun 1922 ia meraih gelar “doktor filsafat”. Gadamer
memperoleh gelar doktor pada usia 22 tahun di bawah bimbingan Martin. Sembilan tahun
kemudian ia menjadi privatdozent di Marburg. Setelah selama tiga tahun mengajar,
tepatnya tahun 1937 ia menjadi profesor. Tetapi dua tahun kemudian Gadamer pindah ke
Leipzig. Pada tahun 1947 ia pindah lagi ke Frankfurt am Main. Akhirnya di tahun 1949 ia
mengajar di Heidelberg sampai pensiunnya.2
Gadamer dikenal sebagai seorang penulis kontemporer dalam bidang hermeneutika
yang amat terkemuka. Lewat karya monumentalnya Wahrheit and Methode: Grundzuge
einer Philosophischen Hermeneutik. (Kebenaran dan Metode: Sebuah Hermeneutika
Filosofis menurut garis besarnya) telah menghantarkan dirinya sebagai seorang filsuf
terkemuka di bidang hermeneutika filosofis. Terbitnya buku ini pertama kali terbit tahun
1960 dalam bahasa Jerman, dianggap sebagai salah satu kejadian terpenting dalam filsafat

2
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman, (Jakarta: Gramedia, 1983), 233.
Jerman dewasa ini. Pada tahun 1965 diterbitkan cetakan kedua dengan suatu kata
pendahuluan yang baru di mana Gadamer menjelaskan maksudnya dan menjawab
sejumlah keberatan-keberatan yang telah dikemukakan oleh sementara kritisi; ditambah
lagi sebuah lampiran. Dan pada cetakan ketiga dari tahun 1972 masih ditambah lagi
dengan suatu kata penutup. Buku ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris
dengan judul Truth and Method. (Kebenaran dan Metode). Karya ini sekaligus merupakan
contoh mengenai model penafsiran reproduktif dan penafsiran produktif karena dari karya
ini telah lahir ratusan artikel, puluhan buku dan desertasi serta makalah seminar yang
khusus membicarakan berbagai dimensi buku Truth and method. Lewat karya besar inilah,
Gadamer menjadi seorang pemikir hermeneutika historis paling ternama di abad ini.

B. Perspektif Gadamer tentang Hermeneutika


Walaupun bukunya tersebut berjudul Truth and Methode (Kebenaran dan Metode),
namun Gadamer tidak bermaksud menjadikan hermeneutika sebagai metode. Bagi
Gadamer hermeneutika bukan hanya sekedar menyangkut persoalan metodologi
penafsiran, melainkan penafsiran yang bersifat ontologi, yaitu bahwa understanding itu
sendiri merupakan the way of being dari manusia. Jadi baginya lebih merupakan usaha
memahami dan menginterpretasi sebuah teks, baik teks keagamaan maupun lainnya seperti
seni dan sejarah. Gadamer mengawali dalam bukunya tersebut dengan menganalisis seni
secara hermeneutis. Ia memperlihatkan bahwa perkembangan dalam ilmu pengetahuan
alam mengakibatkan perubahan dalam penilaian manusia terhadap bentuk-bentuk
pengenalan yang lainnya, misalnya pengalaman estetis. Ilmu pengetahuan mulai
memenopoli pengenalan objektif, sehingga pengalaman terhadap karya-karya seni
diinterpretasikan sebagai subjek belaka. Menurut Gadamer pengalaman seni benar-benar
mengungkapkan kebenaran kepada kita dan membuat kita menjadi mengerti. Oleh karena
itu kesenian pun termasuk wilayah hermenutika. Bagi Gadamer sebuah karya seni -
terutama drama dan musik memegang peranan penting dalam memahami hermeneutika.
Drama dan musik oleh Gadamer disebutnya sebagai “The reproductive arts” (seni
reproduktif). Dalam bukunya Truth and Methode Gadamer memulai diskusinya-
sebagaimana yang ditulis Richard- lewat karya-karya seni membawanya melangkah lebih
jauh untuk mempertanyakan sekitar interpretasi teks-teks (wacana), sejarah dan sesuatu
yang “diwariskan kepada kita” lewat sebuah tradisi yang masih hidup. Apa yang sekarang
diperlukan untuk memahami pemahaman itu sendiri dan melakukan ini dalam sebuah cara
yang memungknkan kita membuat pengertian tentang klaim bahwa pemahaman mestilah
untuk memaknai sebuah teks. Sedangkan dalam menafsirkan sejarah misalnya, menurut
Gadamer, intensi teologis penafsir sangat mempengaruhi dalam pengambilan makna.
Maksudnya, sejarah sebagai sebuah peristiwa masa lalu manusia diberi makna proyektif
untuk memandang masa depan, dengan kerangka berpikir hari ini. Oleh karenanya
obyektifitas historis menjadi kabur. Yang ada adalah sebuah intensi kedepan berdasarkan
asumsi-asumsi dan sistem nilai yang diwariskan oleh tradisi. Dengan bahasa lain, dalam
tradisi hermeneutis Gadamer, bahwa dalam setiap pemahaman atas teks, unsur
subyektivitas penafsir amat sulit dihindari. Bahkan secara ektrem dikatakan bahwa sebuah
teks akan berbunyi dan hidup ketika dipahami, ditafsirkan, dan diajak dialog dengan
pembacanya. Teks menjadi bermakna karena kita yang memaknainya. Karena itu bisa
dikatakan bahwa apa yang disebut pemahaman dan pengalaman agama sampai pada batas-
batas tertentu merupakan refleksi dan penafsiran subyektif yang muncul dari proses dialog
seseorang dengan dunia yang dihadapi, termasuk dunia tradisi dan teks keagamaan.
Dengan kata lain, ketika seseorang membaca atau memahami sebuh teks, maka secara
tidak langsung ia memproduksi ulang dan menafsirkan teks sesuai dengan kemampuan
dan kecenderungan subyektivitasnya. Oleh karena itu, sebuah teks yang sama, ketika
dibaca ulang akan melahirkan pemahaman baru.

C. Pendekatan Hermeneutika Gadamer

Hermeneutika merupakan salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang


interpretasi suatu makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa
Yunani yaitu “hermeneuein” yang berarti menafsirkan, memberi pemahaman atau
menerjemahkan. Hermeneutika juga diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau
situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.3

Hermeneutika merupakan satu di antara beberapa teori yang menawarkan


pendekatan baru dalam ilmu-ilmu sosial. Meskipun pada awalnya disiplin ilmu ini
hanya mencakup kajian metodologis terkait dengan penafsiran teks, namun menurut
Howard sebangaimana yang dikutip oleh Mudjia Rahadjo bahwa dalam
perkembangansejarahnya hermeneutika hingga mencakup masalah penafsiran secara

3
E. Sumaryo, Hercmeneutik; sebuah metode filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 199), 23-24
menyeluruh.4

Gadamer menyatakan dalam teori hermeneutikanya, bahwa dalam melakukan


penafsiran dia menggunakan konsep fenomenologi Husseri dan eksistensialisme
Heidegger dengan bertolak dari situasi kini dan disini (konteks). Gadamer menolak
asumsi dan cita-cita untuk kembali ke teks dan pengarang asli seperti dikemukakan
Schleiermacher. Gadamer juga menolak pendapat Schleiermacher dan Dilthey
tentang objektivitas penafisiran. Bertolak dari konsep in-der welt-sein (Heidegger),
maka menurut Gadamer si pembuat teks dan si penafsir berada dalam dua kondisi
atau latar belakang budaya historis yang berbeda. Perbedaan lingkungan sosial
budaya dan historis antara si pembuat teksi dan si penafsir, akan membuat keduanya
mempnyai Lebsenwelt dan praduga (prejudice) yang berbeda, sehingga antara subjek
(penafsir) dengan teks berada dalam dua horizon dan tradisi yang berbeda pula.

Untuk memahami teks, menurut Gadamer seseorang harus melakukan


peleburan horizon (fusion of horizon) melalui dialog dengan menggunakan bahasa
sebagai mediasi. Fungsi horizon itu dicapai melali dialog dan membandingkan
berbagai penafsiran sehingga dengan pertemuan horizon (horizon pembuat dan
penafsir) kita menemukan suatu yang baru dan berbeda dengan sebelumnya. Fusi
horizon ini menjadi titik tolak bagi Gadamer untuk menafsirkan teks. Arena makna
teks baru muncul ketika teks dan penafsir terlibat sebuah dialog (percakapan
hermeneutis) yang berakhir dengan peleburan kedua cakrawala.

Menurut Gadamer pemahaman yang benar adalah pemahaman yang mengarah


pada tingkat ontologis, bukan metodologis. Artinya kebenaran dapat dicapai bukan
melalui metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan.
Dengan begitu bahasa menjadi medium yang sangat penting bagi terjadinya dialog.
Dalam proses memahami teks, fikiran penafsir meleburkan diri ke dalam
pembangkitan kembali makna teks. Pengarang dan konteks historis dari sebuah teks
dipertimbangkan dalam proses interpretif bersama dengan prasangka-prasangka
penafsir seperti tradisi, bahasa dan budaya.

4
Paul Ricoeur dalam Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer, Terj. A. Norma Permata, (Yogyakarta:
Fajar Pustaka. 2003), 53
SUBJEK TEKS

MAKNA

Gadamer (seperti juga Nietzsche atau Heidegger) menyingkirkan epsitemologi


modern (pencerahan) dan menganggap percakapan dengan teks adalah sebuah
permainan (game) dimana kita berpartisipasi di dalamnya. Penyamaan pengalaman
hermeneutis dengan permainan ini adalah sutau situasi dimaan proses memberi dan
mengambil terjadi antara si penafsir dengan teks yang ditafsirkan dan hasil akhirnya
adalah pemahaman.5

Adapun dalam hermeneutika Gadamer, pemahaman ini lebih penting dariaturan-


aturan atau metode. Hermeneutika, dengan demikian, tujuannya tidak memproduksi
makna si penulis atau pembuat teks seperti dikemukakanSchleiermcher atau Dilthey,
tetapi untuk menciptakan makna baru (memproduksi) dengan upaya dialog antara dua
horizon itu atau dua nilai-nilai dan pandangan (teks dan penafsir) dengan peleburan dua
horsion itu. Analisis hermeneutika filosofis Gadamer atas proses pemahaman ini
memberikan pendasaran filosofis dan implikasi bagi ilmu-ilmu humaniora.
Berikut akan dipaparkan pokok-pokok pikiran hermeneutika Gadamer, di
antaranya:
1. Pengetahuan tidak hanya bebas “prasangka”, akan tetapi justru memerlukannya.
Oleh karena itu, daripada kita menyembunyikan prasangka, lebih baik
mengeksplisitkannya.
2. Karena tidak bebas prasangka, maka pemahaman tidak bisa dilepaskan dari
Wirkungsgeschichte (sejarah efektif), yaitu kenyataan bahwa pemahaman juga
merupakan suatu kontinuitas proses sejarah.7
Sementara itu, ada tiga hal penting dalam pemikiran Hermenutika Gadamer,
yaitu:
1. Memahami kenyataan atau realitas sesungguhnya adalah menafsirkan. Dengan

5
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Kalasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada ), 196.
kata lain, hermeneutika bersifat reproduktif, produktif dan transformatif.
2. Semua pemahaman pada pokoknya terkait dengan bahasa. Kita selalumemahami
lewat bahasa, bahasa adalah medium universal dimana pemahaman itu sendiri
akan terwujud.
3. Pemahaman atas makna teks tidak dapat dipisahkan dari aplikasinya. Gadamer
menegaskan, apa yang ingin disampaikan bukanlah mengenai apa yang dikatakan
pembicara atau penulis awalnya, akan tetapi teks sebagai satu tahapan dalam
komunikasi.

Adapun dalam menafsirkan suatu teks, ada tiga hal penting yang harus
dipertimbangkan, syaitu:
1. Dalam konteks apa suatu teks ditulis.
2. Bagaimana komposisi tata bahasa teks, bagaimana menyatakannya dan apayang
harus dinyatakannya.
3. Bagaimana jika keseluruhan teks (pandangan dunianya).8
Buku yang ditulis Gadamer yang berjudul Truth and Method (Kebenaran dan
Metode) memuat pokok-pokok pikirannya tentang hermeneutika filosofis yang tidak
hanya berkaitan dengan teks, melainkan seluruh objek ilmu sosial dan humaniora.
Walaupun demikian, bahasa dalam sebuah teks tertentu masih mendapat porsi perhatian
Gadamer yang cukup tinggi dan merupakan objek utama hermeneutikanya. Gadamer
mengatakan semua yang tertulis pada kenyataannya lebih diutamakan sebagai objek
hermeneutika.
Apabila kita melihat dari pandangan Dilthey sebelumnya, ada dua bidang ilmu
pengetahuan yaitu Naturwissenchaften yang mengacu keadaan ilmu-ilmu alam (fisika,
kima, dan lain-lain) dan Geisteswissenschaften yang mengacu kepada ilmu- ilmu sosial
kemanusiaan (humaniora), (sosial, budaya, politik, ekonomi, psikologidan lain-lainDi
dantara keduanya terdapat perbeedaan dari sisi objek, dan hubungan subjek dan objek
dalam masing-masing bidang ilmu itu. Perbedaan objek antarakedua ilmu di atas dapat
kita lihat misalnya objek Naturwissenchaften yang berupa “benda-benda fisik” dan
objek Geisteswissenchaften yang berupa manusia (berikut dengan kompleksitas pikiran,
tindakan, nilai dan kehendaknya).
Perbedaan hubungan posisi subjek dan objek pada Naturwissenchaften yang
relatif bisa diduga atau pasti dalam banyak hal tidak mempengaruhi subjek ataupun
sebaliknya. Sementara hubungan posisi subjek dan objek pada Geisteswissenchaften
saling mempengaruhi. Terkait dengan metode kedua bidang ilmu ini, ringkasnya dapat
dikatakan metode bagi Naturwissenchaften adalah Erklaren (penjelasan) sementara
metode dalam Geisteswissenchaften adalah verstehen sebagai penafsiranpemahaman)
yang artinya sesuatu bersifat hermeneutis.

D. Pengaruh Hermeneutika Gadamer

Pengaruh luas karya Gadamer juga dapat dilacak dalam disiplin di luar ilsafat
dan ilmu sosial, mulai dari kedokteran, bisnis hingga pada dimensi makna arsitektur. Di
dalamnya terkandung makna dialogis yang didasarkan pada bidang tersebut.6 Gadamer
mengemukakan suatu metode dasar untuk memahami yaitu melalui dialog. Sebuah
dialog melibatkan pertukaran antara dua orang yang saling berkomunikasi tentang suatu
hal. Pertukaran ini tidaklah ditentukan oleh salah satu pihak saja, tetapi oleh hal yang
menjadi topik dalam komunikasi tersebut.
Dalam ilmu sosial, pengaruh hermeneutika sangat luas, misalnya tentang debat
status ilmiah dan ilmu sosial, relasi subjek dan objek, makna “objektivitas”. Adapun
formulasi metode yang tepat, kandungan makna dari objek, semuanya itu sangat
dipengaruhi oleh hermeneutika dan dan saat ini hal tersebut masih dilakukan di atas
landasan hermeneutika.
Gadamer beranggapan bahwa pemahaman selalu dimediasi oleh bahasa. Hal
tersebut karena dialog dan pemahaman sama-sama membutuhkan kesepakatan umum
yang terbentuk di dalam proses pemahaman tersebut. Dalam hal ini, Gadamer
merumuskan semua pemahaman adalah sebuah interpretasi dan semua interpretasi
melibatkan pertukaran antara yang sudah dikenal dan yang belum dikenal.
Dua penelitian hermenutika yang dilakukan oleh Dilthey tampaknya tidak
disepakati oleh Gadamer, menurutnya hermeneutika tidak hanya terdapat dalam ilmu
kemanusiaan, problem penafsiran terdapat pula dalam dunia kehidupan sehari-hari,
sejarah, seni, sastra dan segala bentuk pengetahuan yang sudah menjadi sebuah tradisi.
Menurut Gadamer, hermenutika sejauh berhubungan dengan dunia pengetahuan lebih
cenderung dinggap sebagai sebuah “seni” daripada ”metode”. Hermenutika adalah
sebuah daya kekuatan subversive sebagai segala bentuk pendekatan yang dianggap
sistemik.

6
Fajriudin, Historiografi Islam: Konsepsi dan Asas Epsitemologi Ilmu Sejarah dalam Islam,
(Jakarta: Prenamedia Group, 2018), h. 198.
Seorang peneliti atau penafsir sejarah dalam upaya mencari sebuah kebenaran,
haruslah tidak terpaku terhadap metode sebab logikanya kebenaran bukan produk dari
sebuah metode. Metode tidak mampu secara mutlak menjadi wahana pemahaman yang
menghasilkan kebenaran. Kebenaran hanya akan dicapai apabila batas-batas metodologi
telah dilampaui.7
Pemikiran Gadamer yang penting mengenai literatur dan seni adalah tiga ide
yang tercantum di dalam tulisannya yang berjudul “The Relevance of The Beautiful”.
Tiga ide tersebut adalah seni sebagai lakon atau permainan, simbol dan perayaan.
Karakter simbolis dari seni menurut Gadamer bukanlah di dalam arti suatu bentuk
representasi yang sederhana, melainkan bahwa seni selalu menunjukkan sesuatu yang
lebih dari secraa harfiah disajikannya.
Pemikiran Gadamer lainnya yang juga cukup terkenal adalah lingkaran
hermenutis. Dasar pemikiran ini adalah untuk dapat memahami arti keseluruhan dari
sebuah teks, haruslah dipahami terlebih dahulu bagian-bagian dari teks tersebut.
Demikian juga sebaliknya, untuk dapat memaham bagian-bagian dari sebuah teks,
haruslah dipahami makna dari keseluruhan teks terlebih dahulu.

7
Muhammad Supraja, Pengantar Metodolgi Ilmu Sosial Kritis Jurgen Habermas,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018), 73.
PENUTUP
Hermeneutika merupakan salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang
interpretasi suatu makna yang juga menawarkan pendekatan atau metodologi baru
dalam ilmu-ilmu sosial. Gadamer seorang tokoh dalam teori hermeneutikanya, bahwa
dalam melakukan penafsiran dia menggunakan konsep fenomenologi Husseri dan
eksistensialisme Heidegger dengan bertolak dari situasi kini dan disini (konteks).
Pembuat teks dan si penafsir berada dalam dua kondisi atau latar belakang
budaya historis yang berbeda. Perbedaan lingkungan sosial budaya dan historis antarasi
pembuat teks dan si penafsir, akan membuat keduanya mempnyai lebsenwelt dan
praduga (prejudice) yang berbeda, sehingga antara subjek (penafsir) dengan teksberada
dalam dua horizon dan tradisi yang berbeda pula. Kebenaran dapat dicapai bukan
melalui metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan.
Bahasa menjadi medium yang sangat penting bagi terjadinya dialog. Semua pemahaman
pada pokoknya terkait dengan bahasa. Kita selalu memahami lewat bahasa, bahasa
adalah medium universal dimana pemahaman itu sendiri akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Fajriudin. Historiografi Islam: Konsepsi dan Asas Epsitemologi Ilmu Sejarah dalam
Islam. Jakarta: Prenamedia Group. 2018.
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta: Gramedia, 1983.

Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Kalasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2014.

Ricoeur, Paul dalam Josef Bleicher. Hermeneutika Kontemporer. Terj. Norma


Permata. Yogyakarta: Fajar Pustaka. 2003.

Sumaryono, E. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1999.

Supraja, Muhammad. Pengantar Metodolgi Ilmu Sosial Kritis Jurgen Habermas.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2018.

Anda mungkin juga menyukai