FOTOMETRI BAGIAN II
Oleh:
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bumi beredar mengelilingi matahari satu kali edar dalam satu tahun, hal ini berarti
kedudukan bumi terhadap bintang juga berubah selama satu tahun. Bintang juga seperti
matahari adalah benda angkasa yang memancarkan cahayanya sendiri. Seperti yang telah
diketahui bahwa warna cahaya bintang itu berbeda-beda, dan menurut hukum radiasi,
bintang yang biru suhunya lebih tinggi dari bintang yang sinar cahayanya kuning. Jadi
cahaya bintang tersebut dipengaruhi oleh suhu permukaan bintang. Jika dilihat warna
bintang dengan menggunakan mata dan dengan menggunakan plat film akan menunjukkan
hasil yang berbeda, hal ini disebabakan karena mata akan lebih peka terhadap cahaya merah
dan kuning, sedangkan plat film peka terhadap cahaya biru dan putih.
Perbedaan cahaya bintang ini tidak hanya dipengaruhi oleh jarak bintang terhadap
pengamat, tetapi juga dipengaruhi suhu permukaan bintang tersebut dan spektrum yang
dipancarkan oleh bintang. Untuk mengatasi keterbatasan penglihatan warna bintang,
sekarang ini telah dibuat plat film yang peka terhadap berbagai spektrum cahaya. Ada
berbagai spektrum cahaya bintang yang hampir sama dengan spektrum cahaya matahari, hal
ini yang membedakan penglihatan warna bintang yang diamati. Selain memiliki perbedaan
cahaya, bintang juga bisa mengalami revolusi. Berdasarkan latar belakang inilah maka
dipandang perlu untuk membahas lebih jauh tentang fisika bintang-bintang
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghitung suhu efektif bintang?
2. Apa yang dimaksud cahaya bintang yang terabsobsi oleh atmosfer bumi dan materi antar
bintang?
3. Tujuan
1. Untuk memahami cara menghitung suhu efektif bintang.
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai cahaya bintang yang terabsobsi oleh atmosfer
bumi dan materi antar bintang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Suhu efektif suatu benda seperti bintang atau planet adalah suhu benda hitam yang akan
memancarkan jumlah total radiasi elektromagnetik. Suhu efektif sering digunakan sebagai
perkiraan suhu permukaan tubuh ketika kurva emisivitas tubuh (sebagai fungsi panjang
gelombang) tidak diketahui.
Ketika emisivitas bersih bintang atau planet dalam pita panjang gelombang yang relevan
kurang dari satu (kurang daripada benda hitam), suhu aktual tubuh akan lebih tinggi dari suhu
efektif. Emisivitas bersih mungkin rendah karena permukaan atau sifat atmosfer,
termasuk efek rumah kaca.
Suhu efektif a bintang adalah suhu a tubuh hitam dengan luminositas yang sama per luas
permukaan (FBol) sebagai bintang dan didefinisikan menurut Hukum Stefan –
Boltzmann FBol = σTeff4 . Perhatikan bahwa total (bolometrik) luminositas bintang
kemudian L = 4πR σTeff , dimana R adalah radius bintang.Definisi jari-jari bintang jelas tidak
2 4
langsung. Lebih tepatnya suhu efektif sesuai dengan suhu pada jari-jari yang ditentukan oleh
nilai tertentu dari Kedalaman optik Rosseland (biasanya 1) di dalam file suasana bintang. Suhu
efektif dan luminositas bolometrik adalah dua parameter fisik dasar yang diperlukan untuk
menempatkan bintang di Diagram Hertzsprung – Russell. Suhu efektif dan luminositas
bolometrik bergantung pada komposisi kimiawi sebuah bintang.
Suhu efektif Matahari kita sekitar 5780kelvin (K).Bintang memiliki gradien suhu yang
menurun, bergerak dari inti pusatnya ke atmosfer. "Suhu inti" Matahari — suhu di pusat
Matahari tempat berlangsungnya reaksi nuklir — diperkirakan 15.000.000 K.
Itu indeks warna dari sebuah bintang menunjukkan suhunya dari yang sangat dingin —
menurut standar bintang — bintang M merah yang memancar dengan kuat di inframerah ke
bintang O biru yang sangat panas yang sebagian besar memancar di ultraungu. Suhu efektif
sebuah bintang menunjukkan jumlah panas yang diradiasikan bintang tersebut per satuan luas
permukaan. Dari permukaan yang paling hangat sampai yang paling dingin adalah
urutannya klasifikasi bintang dikenal sebagai O, B, A, F, G, K, M.
Bintang merah bisa jadi sangat kecil katai merah, bintang dengan produksi energi yang
lemah dan permukaan kecil atau raksasa yang membengkak atau bahkan supergiant bintang
seperti Antares atau Betelgeuse, salah satunya menghasilkan energi yang jauh lebih besar
tetapi melewatinya melalui permukaan yang begitu besar sehingga radiasi bintang sedikit per
unit luas permukaan. Bintang di dekat tengah spektrum, seperti bintang
sederhana Matahari atau raksasa Capella meradiasikan lebih banyak energi per unit luas
permukaan daripada bintang katai merah lemah atau bintang super raksasa, tetapi jauh lebih
sedikit daripada bintang putih atau biru seperti Vega atau Rigel.1
2 𝜎𝑇4
𝑒𝑓
𝐿 4𝜋 𝑅 𝑅 4
F = 4𝜋𝑟2 = = ( 𝑟 )2 𝜎𝑇𝑒𝑓
4𝜋𝑟2
Disini kita akan menggunakan persamaan fluks untuk bintang terdekat yakni matahari
yang kemudian kita bandingkan dengan fluks bintang yang akan kita cari sehingga kita bisa
mengukur suhu efektif bintang.
δ 𝑅
=
2 𝑟
Sehingga dari persamaan di atas diperoleh fluks pancaran sebuah bintang yang berjarak r
dari pengamat adalah
δ2 4
F= 𝜎𝑇𝑒𝑓
4
Nah, untuk fluks matahari bisa kita tulis seperti di bawah ini
3
δ 20 4
F0 = 𝜎𝑇𝑒𝑓0
4
Nah sekarang kita akan membandingkan fluks bintang yang akan kita cari dengan fluks
bintang matahari sehingga diperoleh perbandingan suhu efektif sebagai berikut
𝑇𝑒𝑓 𝐹 δ
= (𝐹 )1/4 ( δ0 ) ½
𝑇𝑒𝑓𝑜 0
𝑇 𝐹 δ
Log(𝑇 𝑒𝑓 ) = 0,25 log (𝐹 )+0,5 log ( δ0 )
𝑒𝑓𝑜 0
Oleh karena,
𝐹
m-m0 = -2,5 log (𝐹 )
0
maka diperoleh
Untuk matahari kita ketahui bahwa Tef = 5785 K, δ = 1920″ dan m0 = -26,79 sehingga
diperoleh persamaan untuk menghitung suhu efektif bintang:
Dari persamaan di atas jika kita mengetahui magnitudo semu dan diameter suatu bintang,
maka kita bisa mengetahui suhu efektif bintang tersebut. 2
Saat cahaya Matahari memasuki atrnosfer Bumi, cahaya matahari akan berinteraksi
dengan partikel-partikel udara. Partikel di udara, terutama lapisan atas yang dilalui cahaya
lebih dulu didominasi oleh Oksigen (O) dan Nitrogen (N). Interaksi antara cahaya dan materi
melibatkan tiga fenomena: absorbsi (penyerapan), transmisi (penerusan), dan refleksi
(pemantulan).4
𝑚 −𝑚𝑠2
𝑠1
𝜏0 = 1,086 (𝑠𝑒𝑐
𝑠1 −𝑠𝑒𝑐 𝑠2 )
𝑚 𝑝 − 𝑚 𝑝0 = 1,086𝜏0 𝑠𝑒𝑐𝑝
Dimana 𝑚 𝑠1 adalah magnitudo bintang standar saat berada pada 𝑠1 , 𝑚 𝑠2 adalah
magnitudo bintang standar saat barada pada 𝑠2 , 𝑝 adalah jarak zenith bintang program,
𝑚 𝑝 adalah magnitudo bintang program setelah adsorbsi dan 𝑚 𝑝0 adalah magnitudo
bintang program sebelum adsorbsi.7
3
Agus Mulyono, Kajian Cahaya Perspektif Fisika dan Tasawuf, Ulul Albab, Vol. 9 No. 1, 2008. Hlm.74
4 Ibid, hlm.80
5 Sunkar Eka Gautama, Astronomi dan Astrofisika (Makassar: SMA Negeri 1 Makassar, 2010). hlm. 20
6 Ibid
7 Ibid
5
B. Adsorbsi oleh Materi Antar Bintang (MAB)
Secara umum terdapat dua jenis penyusun materi antar bintang, yang pertama
adalah debu antar bintang dan yang kedua adalah gas. Masing-masing jenis materi ini
memberikan pengaruh yang berbeda ketika diamati. 8
1. Debu antar bintang
Materi ini jauh lebih kecil kelimpahannya dibandingkan dengan gas antar bintang,
namun pengaruhnya terhadap berkas cahaya visual lebih besar. Hal ini disebabkan
ukuran partikelnya yang besar (dalam orde 1/1000 mm), bandingkan dengan panjang
gelombang cahaya tampak (1/20000 mm), sehingga materi ini cenderung untuk
menyerap dan menghamburkan berkas cahaya. Debu antar bintang ini tersusun dari
partikel-partikel es, karbon, atau silikat. Karakteristik debu ini menghasilkan
bermacam efek terhadap cahaya bintang, yang akan dijelaskan sebagai berikut. 9
a. Nebula gelap
Ada daerah tertentu di ruang antar bintang yang memiliki kepadatan debu yang
sangat tinggi, sehingga cukup untuk menjadi awan (nebula) yang kedap cahaya.
Walaupun kepadatan partikelnya masih jauh lebih rendah dari pada di Bumi, namun
besarnya awan ini mengakibatkan terhalangnya cahaya bintang. Celah gelap
memanjang di daerah Cygnus dan Horsehead Nebulae (Kepala Kuda) di Orion adalah
contoh nebula gelap, yang menghalangi datangnya berkas cahaya bintang ke arah
pengamat.10
6
b. Efek redupan
Sekumpulan debu dapat juga memberikan efek meredupnya cahaya bintang.
Besarnya bervariasi, misalnya 1 magnitudo setiap 1 kiloparsek yang ditempuh cahaya
tersebut. Hal ini memunculkan permasalahan ketika akan ditentukan jarak sebuah
bintang. Karena dalam menentukan jarak, diperlukan perbandingan antara magnitudo
semu dan mutlak. Harga magnitudo semu yang didapat akan mengalami kesalahan
akibat dari efek redupan tersebut, sehingga menyebabkan kesalahan pada nilai jarak
bintang. Untuk mengatasinya, perlu diketahui terlebih dahulu seberapa besar efek
redupan yang dialami cahaya bintang tersebut.11
c. Efek pemerahan
Penghamburan berkas cahaya tidak sama di semua panjang gelombang. Karena
ukuran partikel debu yang kecil, maka hanya gelombang elektromagnetik yang
mempunyai panjang gelombang yang pendek yang lebih terkena efek penghamburan
ini. Artinya, hanya cahaya ungu dan biru yang paling terkena efeknya. Sementara
merah dan jingga tidak mengalami halangan yang berarti ketika melintasi debu antar
bintang. Akibat dari kekurangan cahaya ungu dan biru ini, cahaya yang sampai di
Bumi akan tampak merah. Hal inilah yang disebut sebagai efek pemerahan. 12
d. Nebula pantulan
Hamburan oleh debu antar bintang, terutama cahaya biru, terkadang menerangi
daerah di sekitarnya. Akibatnya, awan debu antar bintang ini akan tampak biru karena
cahaya bintang di belakangnya melintasi awan debu ini. Contoh dari nebula pantulan
ini adalah gugus bintang Pleiades di Taurus serta Nebula Trifid di Sagittarius.13
7
Trifid Nebula/M20 (Sumber: APOD)
8
Great Orion Nebula (Sumber: APOD)
Ada dua macam lagi nebula emisi yang berbeda dengan yang disebut di atas. Kedua
macam nebula ini dibentuk dalam evolusi bintang. Yang pertama adalah planetary
nebula, yaitu ketika sebuah bintang bermassa kecil menjelang evolusi tahap akhirnya,
melontarkan selubung gas yang didorong dari bintang akibat tekanan dari dalamnya.
Selama proses ini, gelombang UV dari bintang meradiasi selubung tersebut, sehingga
terjadi peristiwa yang sama seperti penjelasan sebelumnya. Dan kita dapat melihat
sebuah bintang di tengah-tengah awan gas tersebut. Contoh planetary nebula jenis ini
adalah Nebula Cincin (M57) di rasi Lyra.14
Yang kedua adalah sisa ledakan supernova. Supernova adalah peristiwa ledakan
bintang bermassa besar akibat tekanan yang sangat besar dari bagian pusat bintang.
PENUTUP
Kesimpulan
Suhu efektif suatu benda seperti bintang atau planet adalah suhu benda hitam yang akan
memancarkan jumlah total radiasi elektromagnetik. Suhu efektif sering digunakan sebagai perkiraan
suhu permukaan tubuh ketika kurva emisivitas tubuh (sebagai fungsi panjang gelombang) tidak
diketahui.
Ketika emisivitas bersih bintang atau planet dalam pita panjang gelombang yang relevan kurang
dari satu (kurang daripada benda hitam), suhu aktual tubuh akan lebih tinggi dari suhu efektif.
Emisivitas bersih mungkin rendah karena permukaan atau sifat atmosfer, termasuk efek rumah kaca.
Suhu efektif a bintang adalah suhu a tubuh hitam dengan luminositas yang sama per luas
permukaan (FBol ) sebagai bintang dan didefinisikan menurut Hukum Stefan – Boltzmann FBol = σTeff4 .
Perhatikan bahwa total (bolometrik) luminositas bintang kemudian L = 4πR2 σTeff4 ,
dimana R adalah radius bintang.Definisi jari-jari bintang jelas tidak langsung. Lebih tepatnya suhu
efektif sesuai dengan suhu pada jari-jari yang ditentukan oleh nilai tertentu dari Kedalaman optik
Rosseland (biasanya 1) di dalam file suasana bintang. Suhu efektif dan luminositas bolometrik adalah
dua parameter fisik dasar yang diperlukan untuk menempatkan bintang di Diagram Hertzsprung –
Russell. Suhu efektif dan luminositas bolometrik bergantung pada komposisi kimiawi sebuah bintang.
Secara umum terdapat dua jenis penyusun materi antar bintang, yang pertama adalah
debu antar bintang dan yang kedua adalah gas. Masing-masing jenis materi ini memberikan
pengaruh yang berbeda ketika diamati.
12
DAFTAR PUSTAKA
13