Anda di halaman 1dari 16

KARAKTERISTIK PEKEMBANGAN SISWA SEKOLAH DASAR

A. Karakteristik Perkembangan Fisik

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Faktor-faktor tersebut
meliputi : pengaruh keluarga/keturunan, gizi, tingkat sosial ekonomi, emosional, jenis
kelamin, kesehatan, suku bangsa, serta ras. Berikut akan dijelaskan tentang faktor-faktor
tersebut.

1. Pengaruh Keluarga/keturunan

Yang dimaksud di sini adalah faktor keturunan . Sebagai contoh anak yang kedua orang tua
atau salah satu orang tuanya bertubuh tinggi besar, maka anaknya akan terlihat lebih besar
dari anak seusianya. Tito terlihat paling besar di antara teman-temannya di kelas, karena
ternyata ayahnya bertubuh besar walaupun ibunya bertubuh kecil.

2. Gizi

Anak yang dalam pertumbuhannya dibesarkan dengan gizi maupun perawatannya yang serba
berkecukupan, akan terlihat lebih besar, tinggi dan sehat untuk seumurnya. Sebaliknya anak
dengan tingkat ekonomi yang kurang, akan menjadikan anak lambat pertumbuhan badannya.

3. Tingkat Sosial Ekonomi

Anak yang dibesarkan oleh keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi
biasanya akan lebih terpenuhi semua kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan fisik.

4. Faktor Emosional

Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid
adrenal yang berlebihan, yang dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan hormon
pertumbuhan di kelenjar pituitary. Sebagai contoh, anak yang selalu mendapat tekanan,
sering dimarahi atau Sering tidak nyaman di lingkungannya, maka anak tersebut akan
menjadi anak yang pendiam, sulit bergaul, selalu ragu-ragu dalam bertindak ataumenjadi
anak yang pemurung, sehingga mengakibatkan terhambatnya bertumbuhan fisiknya.

5. Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin pada usia Sekolah Dasar, dalam pertumbuhan fisiknya hampir tidak
ada perbedaan yang menonjol sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas. Sekitar
usia 11 — 12 tahun, anak perempuan lebih cepat tinggi dan berat dari pada anak laki-laki.

6. Kesehatan

Anak yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebih berat dan tinggi
dari pada anak yang sering sakit-sakitan. Anak akan terlihat sehat dan segar penampilannya,
aktif bergerak seakan tidak mengenal lelah.
7. Suku Bangsa/ ras

Keadaan fisik anak dapat juga dipengaruhi oleh suku bangsa/ras yang diwarisi dari nenek
moyangnya. Perhatikan perbedaan fisik antara orang Eropa, Arab dan Asia. Kita dapat
mengenali mereka dari ciri fisik yang ditunjukkannya.

Untuk itu, kita sebagai guru akan melihat siswa-siswa di kelas yang terlihat sangat bervariasi
ukuran tubuhnya. Tetapi adakalanya dalam satu kelas bahkan satu sekolahan terlihat ukuran
tubuh siswanya relatif sama. Hal ini mungkin dikarenakan lingkungan sekolah atau siswa-
siswanya dari golongan tertentu atau berada di daerah tertentu pula. Sebagai contoh sekolah
yang terletak di lingkungan kota dengan mayoritas anak-anak dari status ekonomi menengah
ke atas, maka terlihat siswa-siswanya memiliki pertumbuhan fisik yang bagus, yaitu tinggi,
besar dan sehat. Untuk itu dalam melaksanakan pembelajaran guru juga harus memperhatikan
keadaan fisik mereka.

B. Karakteristik Perkembangan Motorik

Motorik merupakan gerakan-gerakan tubuh yang terkoordinasi karena adanya kerja sama
antara otot, otak, dan saraf. Ketiga unsur tersebut melaksanakan perannya masing-masing
secara interaksi positif, artinya antarunsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang,
saling melengkapi, sehingga akan tercapai kondisi motoris yang lebih sempurna.

Bagi anak yang mempunyai kelainan otak, walaupun sistem syaraf dan otot sudah
berkembang dengan baik, ia tidak dapat menggunakan kemampuan motorik dengan
sempurna

Setelah anak dapat mengendalikan gerakan motoriknya, maka mereka siap untuk
mempelajari keterampilan selanjutnya. Pada waktu kematangan otot tangan sudah sempurna,
maka anak akan mampu menggenggam dan memegang benda dengan sempurna pula.
Selanjutnya anak siap mempelajari keterampilan menulis, atau memegang sendok untuk
makan dengan benar. Demikian juga, dengan matangnya otot kaki, anak akan mampu
berjalan, melompat, berjalan sambil mengangkat tumit, dan keterampilan-keterampilan yang
menggunakan kaki lainnya.

Keterampilan motorik akan berkembang dengan baik bila dipelajari, dan adanya bimbingan.
Seperti pada keterampilan memegang pensil atau sendok, apabila tidak ada bimbingan cara
memegang yang benar, maka keterampilan tersebut juga tidak akan sempurna. Keterampilan
anak menggunakan jarijarinya, seperti menulis, atau memegang sendok disebut sebagai
keterampilan motorik halus. Sedangkan keterampilan anak dalam berjalan, melompat,
melempar, menangkap, berlari, serta menjaga keseimbangan badannya tersebut disebut
sebagai keterampilan motorik kasar.

Untuk anak usia Sekolah Dasar, antara otot, otak dan sarafnya sudah berkembang baik,
sehingga gerakan motoriknya juga sudah terkoordinasi baik pula.
Semakin bertambah usia anak, maka semakin sempurna gerak motoriknya, hingga benar-
benar dapat menyamai orang dewasa, Seperti contoh pada gerakan-gerakan berikut.

1. Cara memegang

Anak-anak yang masih kecil, cara memegang sesuatu masih asal-asalan Saja, tetapi setelah
lebih dewasa, cara memegang sesuatu sudah sempurna dan Siap untuk melakukan segala
aktivitas tangannya dengan baik.

2. Cara berjalan

Kalau kita perhatikan anak kecil berjalan, seolah-olah seluruh tubuhnya ikut bergerak,
kadang-kadang terlihat oleng ke kiri atau ke kanan, dan masih sering jatuh. Tetapi pada anak
yang lebih dewasa, karena mereka sudah bisa mengoordinasikan anggota badannya, maka
mereka hanya mempergunakan otot yang perlu saja untuk berjalan.

3. Cara menendang

Perhatikan anak kecil menendang bola, kedua belah tangannya mengayun ke depan dengan
berlebihan, seakan seluruh anggota badannya ikut bergerak. Lain halnya pada anak yang
lebih dewasa, dalam menendang, mereka menggunakan kakinya dengan menempatkan pada
objek sasaran dengan tepat.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka sebagai guru apabila menemui siswa yang belum
sempurna melakukan keterampilan motorik halus atau kasar, hendaknya perlu dilihat dan
diperhatikan apakah siswa tersebut ada kelainan pada sistem saraf, otak dan ototnya, atau
hanya perlu bimbingan dan latihan saja. Apabila ada siswa yang tidak bisa mengoordinasikan
sistem saraf, otak, dan ototnya, perlu dilakukan penanganan lebih lanjut, dengan melakukan
konsultasi dengan para ahli yang berkompeten.

C. Karakteristik Perkembangan Emosi

Pada umumnya ungkapan emosi anak usia Sekolah Dasar teraktualisasi dengan tertawa lepas
dalam mengungkapkan kegembiraan atau rasa senangnya, sedang pada anak yang mengalami
kekecewaan atau kekesalan tak jarang mereka mengungkapkannya dengan ledakan amarah,
merajuk, atau cemberut. Tetapi Anak usia Sekolah Dasar sudah mulai tahu bahwa ungkapan
emosi terutama emosi yang kurang baik, secara sosial tidak diterima oleh teman sebaya atau
orang lain, sehingga anak mulai berusaha mengendalikan ungkapan-ungkapan emosinya
tersebut. Semakin bertambah usia, cara mengungkapkan amarah, kekesalan maupun saat
suasana hati tidak menyenangkan, mereka tidak meledak-ledak lagi, seperti saat mereka
masih kanak-kanak, tetapi diungkapkan dalam bentuk murung, diam, maupun menggerutu.
Anak laki-laki biasanya meluapkan emosinya dengan cemberut atau merajuk, sedang anak
perempuan mengungkapkannya melalui merajuk, menangis atau murung. Pola pendidikan
anak dalam keluarga juga dapat berpengaruh terhadap emosi anak. Keluarga yang otoriter
dalam cara mendidik anak-anaknya akan menjadikan anak yang penakut, selalu raguragu
dalam bertindak, pendiam atau sebaliknya, yaitu menjadi anak yang agresif. Dalam
pendidikan yang otoriter orang tua tidak jarang menerapkan metode hukuman untuk
memperkuat kepatuhan secara ketat. Sebaliknya, cara mendidik yang bersifat demokratis dan
permisif akan menunjang ekspresi emosi yang menyenangkan. Anak akan lebih terbuka,
santai dan mudah bergaul. Namun demikian, anak usia Sekolah Dasar pada umumnya
merupakan periode yang relatif tenang dengan sedikit lonjakan-lonjakan emosi sampai mulai
masa puber. Kita tahu bahwa usia Sekolah Dasar merupakan masa peralihan antara masa
anak dan menjelang remaja, sehingga emosi anak kadang-kadang kurang stabil. Cara anak
mengaktualisasikan emosinya kadang-kadang tidak terkontrol. Pada saat-saat tertentu mereka
bisa tenang, tetapi pada kesempatan lain emosinya melonjak. Sebagai guru perlu
memperhatikan pola perkembangan emosi para siswa. Bimbinglah mereka dengan
menanamkan pengertian perlunya menahan luapan emosi yang sangat berlebihan, karena
akan membawa kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain. Melalui bimbingan tersebut,
emosi anak bisa terkendali.

D. Karakteristik Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial berarti suatu gambaran tentang perilaku anak dalam kehidupan
sosialnya. Pada usia Sekolah Dasar perkembangan sosial anak dapat disebut sebagai usia
berkelompok. Pada usia ini ditandai dengan adanya minat anak terhadap aktivitas bersama
teman-teman. Mereka merasa puas dengan perilaku hidup berkelompok dan bahagia apabila
dapat diterima menjadi anggota dalam suatu kelompok tersebut. Pada umumnya anak lebih
senang bermain dengan teman-teman sekelompoknya dibandingkan dengansaudara-saudara
kandung, orang tua, atau anggota keluarga lainnya. Anak senang berteman. dan mereka
berusaha agar dapat diterima sebagai anggota dalam kelompok dan ikut beraktivitas dalam
kelompok tersebut. Anak mulai Sulit diajak orang tua untuk berkunjung ke rumah famili,
menengok oran Sakit, menghadiri undangan, atau diajak ke pasar, dengan alasan capek, May
Main dengan teman di rumah, atau ada acara televisi yang menarik. Hal in, Menunjukkan
bahwa anak lebih senang berkumpul dengan teman-temannya dari pada dengan orang tuanya.

Agar anak dapat bersosialisasi dengan baik, perlu belajar mengenal menafsirkan dan
melakukan reaksi secara tepat terhadap situasi sosial yang mereka hadapi. Anak mulai belajar
mencari titik temu antara kebutuhan day harapan dirinya dengan harapan dan kebutuhan
orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Harry Stack Sullivan, bahwa persahabatan di
kalangan anak-anak akan membentuk kebiasaan yang terbawa dalam kehidupan dan
pergaulan selanjutnya. Motivasi berteman pada anak Sekolah dasar dapa dibedakan dalam
tiga tahap, yaitu: tahap pemenuhan kebutuhan, tahap balas jasa, dan tahap teman akrab.

1. Tahap Pemenuhan Kebutuhan

Pada tahap ini secara pelan-pelan anak-anak mulai meninggalkan tahap egosentrisnya. Pada
tahap ini anak menghargai teman sebagai individu bukan karena status sosial ekonomi atau
yang lainnya, tetapi mereka lebih tertarik kepada anak lain yang mau bermain bersama,
sehingga terjalin persahabatan, Karena anak menganggap bahwa berteman dan bersahabat
merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Tahap Balas Jasa

Pada tahap ini anak mendapatkan teman karena adanya suatu kepentingan rasa keadilan.
Misalnya Nining pernah dibelikan kue oleh Ayu, maka Ayu berpikiran suatu saat nanti harus
membelikan kue untuk Nining juga. Tahap balas jasa ini biasanya dilakukan pada kelompok-
kelompok dengan berjenis kelamin sama.

3. Tahap Akrab

Pada tahap ini anak-anak menjalin persahabatan yang betul-betul akrab. Mereka saling
berbagi perasaan, masalah maupun konflik, bercanda, tertawa, bercerita, dan kadang-kadang
juga terjadi pertengkaran kecil yang kemudian bersahabat lagi, sehingga akan terbentuk
ikatan emosional yang mendala Hal ini di saat dewasa nanti apabila mercka bertemu akan
menjadi bahan cerita saat mereka berkumpul dengan teman-teman lama mereka. Apabila
mereka tidak bertemu maka akan dikenang sebagai masa-masa yang indah di Waktu kecil.
Sikap anak-anak dan pengalaman sosialnya saat bergaul dengan orang lain atau teman
sebayanya merupakan masa pembentukan sikap sosialnya di kemudian hari.

Perkembangan sosial anak SD merupakan suatu tahapan yang dapat menentukan kualitas
sosial mereka setelah dewasa. Untuk itu sckolah hendaknya selalu menanamkan
demokratisasi dalam kehidupan sosial di sekolah. Guru memegang peran untuk membangun
kehidupan sosial Siswanya. Perilaku yang menunjukkan adanya hambatan perkembangan
Siswa antara lain: selalu menyendiri, pemalu, bersifat agresif mau menang sendiri. Selain itu,
tak jarang anak-anak terlihat berkelompok, dan masih banyak lagi masalah sosial yang
dihadapi siswa yang kadang-kadang dapat menimbulkan konflik di antara mereka. Untuk
mengetahui hubungan antar siswa dalam satu kelas, guru dapat mempergunakan teknik
sosiometri. Melalui teknik sosiometri tersebut akan terlihat siapa yang banyak temannya, atau
siapa yang tidak mempunyai teman. Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam
pergaulannya, maka guru dapat membantu sesuai dengan masalah yang dihadapi siswa
tersebut. Dalam hal ini guru dapat mempergunakan teknik sosiometri untuk mengetahui
hubungan sosial mereka. Melalui teknik sosiometri tersebut akan terlihat siap yang banyak
temannya, atau siapa yang tidak mempunyai teman. Sosiometri adalah suatu teknik untuk
menggambarkan struktur hubungan yang ada di dalam bentuk sosiogram (Arifin, 1982).
Adapun kegunaan sosiometri bagi guru atau konselor adalah dengan sosiometri tersebut dapat
diidentifikasi (ditemukan) siswa mana yang memerlukan bantuan dalam menyesuaikan
dirinya terhadap kelompok. Dalam beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa bilamana
anak memperoleh status sosiometri tinggi, maka ia cenderung dapat menyatakan dirinya
sesuai dengan ciri-ciri kelompoknya serta mengarahkan kegiatannya pad hal-hal yang
disepakati oleh kelompok. Dengan demikian melalui sosiometri ini guru atau konselor dapat
mengetahui tingkat kegiatan siswanya dengan kebutuhan/tuntutan kelompok, yang
selanjutnya dapat penggerak ke arah penyesuaian sosial.
Karakteristik Perkembangan Intelektual, Bahasa, Moral, dan Spiritual Anak

A. Karakteristik Perkembangan Intelektual

Intelegensi atau intelek, pada dasarnya mempunyai arti yang sama, dalam hal ini intelek
maksudnya ialah pikir, sedang intelektual adalah kemampuan kecerdasan. Berpikir
merupakan perbuatan menimbangnimbang, menguraikan, menghubungkan, sampai pada
akhirnya mengambil keputusan. Sedang kecerdasan merupakan kemampuan seseorang dalam
memecahkan masalah dengan cepat.

Pada usia Sekolah Dasar anak mulai memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan objektif.
Anak memasuki masa belajar, pada masa ini anak mulai ingin mengetahui segala sesuatu,
mereka berusaha menambah pengetahuan, kemampuan, maupun pengalamannya. Anak usia
SD sangat senang dengan kegiatan yang menantang, beraktivitas dan banyak bergerak,
seakan anak tidak pernah diam dan tidak punya rasa capek. Banyak kegiatan yang ingin
mereka lakukan dan coba.

Menurut Piaget perkembangan kognitif anak usia Sekolah Dasar termasuk pada tahap
perkembangan operasi konkret. Pada tahap ini anak mampu berpikir secara logis dan
kuantitatif, mereka mampu berperilaku objektif dalam mengkaji kejadian. Kemampuan
berpikir logis ini terwujud dalam kemampuan mengklasifikasikan objek sesuai dengan
klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya, kemampuan untuk
memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif. Mereka telah
mampu berpikir desenter, yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian pada beberapa
atribut dari sebuah benda atau kejadian secara bersamaan dan mengerti hubungan antar
dimensi. Perhatikan percobaan konservasi Piaget di bawah ini.

1. Desentrasi dan Konservasi

Dalam kegiatan ini, anak diperlihatkan 2 buah gelas dengan ukuran dan ma. Gelas tersebut
diisi air sama banyaknya, kemudian mberi komentar tentang isi dalam gelas tersebut apakah
sama banyak, mereka berkata bahwa isi gelas tersebut sama. Kemudian isi gelas  dipindahkan
ke dalam gelas yang berbeda ukurannya, yang satu berukuran pendek dan besar, dan yang
lain berbentuk kecil dan tinggi Anak ditanya apakah kedua isi gelas tersebut sama, maka
mereka menjawab tetap sama, karena isi gelas tadi hanya dipindahkan, tanpa ditambah
ataupun dikurangi isinya. Hal ini menunjukkan bahwa anak punya konsep bahw, perubahan
pada satu dimensi, misal tinggi air dalam gelas, dapat dikompensasikan dengan perubahan
dari dimensi lain yaitu lebar. Hal tersebut termasuk dalam konservasi isi/volume. Selain dari
konservasi isi/volume ada juga konservasi substansi, konservasi jumlah, dan konservasi berat.

2. Seriasi

Karakteristik lain dari tahap operasional konkret adalah kemampuan untuk mengatur benda
sesuai dengan beberapa dimensi kuantitatif, seperti berat atau ukuran. Pada tahap ini anak
mampu mengurutkan benda dari yang besar sampai yang terkecil, atau sebaliknya. Misalnya
anak diberikan beberapa buah gelas dengan beberapa bentuk dari yang terbesar sampai
terkecil, kemudian mereka diminta mengurutkan gelas-gelas tersebut dari yang bentuknya
terbesar sampai terkecil atau sebaliknya dari yang terkecil sampai terbesar, mereka dapat
melakuyannya dengan sempurna dan benar.

3. Pemikiran Rasional

Pada tahap ini anak dapat menyebutkan karakteristik teman-teman sekelas, misalnya Bram
yang kurus, Tito yang gemuk, Lulu yang pendek, Dion yang tinggi, dan seterusnya. Anak
dapat membandingkan dua benda atau lebih atau suatu kejadian. Dalam hal ini anak dapat
berpikir secara rasional sesuai dengan yang mereka lihat. Misalnya pada malam hari kamar
Neby lebih terang dari pada kamar Fero, atau Bram kurus sedang Tito lebih gemuk, Lala
lebih pendek dari pada Sani. Tito lebih gemuk dari Bram.

4. Inklusi Kelas

Anak pada tahap operasi konkret dapat berpikir secara bersamaan tentang bagian dan
keseluruhan. Dalam pengertian ini anak dapat menggambarkan prinsip logis bahwa terdapat
hubungan hierarki antargolongan. Misal, jambu termasuk buah-buahan, semua buah-buahan
termasuk makanan, selanjutnya anak dapat memikirkan sebuah operasi dan secara mental
dapat memisahkan setiap golongan benda dan menggabungkannya kembali. Golongan
makanan adalah sesuatu yang dapat dimakan, tidak hanya buah. Selain itu anak dalam tahap
operasi konkret dapat mengerti bahwa sifat khusus dari benda dapat termasuk lebih dari satu
golongan yang mempunyai hubungan pada satu saat yang disebut denga prinsip penggandaan
kelas atau relasi. Sebagai contoh, jambu termasu dalam golongan makanan alamiah dan
manis rasanya, sedang biskuit termasuk golongan makanan buatan dari golongan yang terbuat
dari tepung.

Dengan melihat kenyataan bahwa anak senang dengan segala aktivitas, maka kita sebagai
guru hendaknya memberikan kegiatan pada anak untuk, menunjang pengembangan
intelegensinya. Untuk itu, anak dilatih untuk, berpikir atau mencoba memecahkan suatu
masalah. Seperti bermain tebak gambar, mengisi teka-teki, bermain catur, atau permainan
lainnya yang memerlukan pemikiran yang agak mendalam, seperti menganalisis atau
mengevaluasi. Di sekolah guru hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang dapat
memberi kesempatan siswa untuk beraktivitas baik di dalam kelas maupun di luar kelas untuk
memberikan pengetahuan dan pengalaman belajar yang lain. Anak harus diberi kesempatan
untuk bergerak, berbuat, bertindak dan juga sekaligus berpikir. Dalam menyampaikan Suaty
materi pembelajaran, guru dituntut kreatif menciptakan kegiatan yang dapat mengembangkan
intelegensi siswanya. Misalnya dalam pelajaran IPA, untuk menjelaskan makanan yang
mengandung vitamin tertentu, guru dapat memberi contoh makanan-makanan maupun buah-
buahan sambil mengembangkan intelegensi anak tentang inklusi kelas. Atau untuk
menjelaskan suatu materi yang lain, guru dapat mengaitkannya dengan suatu aktivitas yang
menarik dan menantang kegiatan siswa. Rancanglah metode pembelajaran yang dapat
mengembangkan intelegensi siswa Anda sesuai dengan materi yang akan Anda sampaikan
dan tingkat kematangan siswa.
B. Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak

Bahasa digunakan oleh manusia maupun binatang, tetapi manusia mempunyai kemampuan
berbahasa lebih tinggi derajatnya dari pada binatang. Karena manusia mempunyai akal dan
pikiran, juga mempunyai ragam bahasa. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki
kecenderungan untuk berhimpun dalam kelompok, sehingga memerlukan cara bergaul atau
berteman yang baik. Dalam bergaul dan berkomunikasi manusia dapat menggunakan bahasa
baik dalam bentuk tulisan, percakapan, bahasa isyarat maupun ekspresi wajah.

Dalam berkomunikasi, manusia juga harus memperhatikan aturan atau nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat. Jika dalam berkomunikasi tidak memperhatikan nilai-nilai yang ada, maka
berkomunikasi tersebut tidak akan efektif. Nilai-nilai moral harus diberikan sedini mungkin,
agar tertanam dalam diri anak tentang hal-hal yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, bagaimana bersikap, bertutur kata yang baik terhadap orang lain.
Pembelajaran tentang hal-hal yang baik tidak cukup melalui lisan saja, tetapi harus diberikan
contoh, karena anak-anak masih sulit menerima katakata yang abstrak tanpa ada penjelasan
atau contoh yang jelas. Di sekolah guru memberikan contoh berbuat yang baik pada anak,
demikian juga di rumah, orang tua memberi teladan bagi anak-anaknya, karena anak-anak
masih suka mencontoh perilaku, tutur kata, tindakan orang tua, guru maupun teman
sebayanya.

1. Perkembangan Bahasa

Tangisan pertama selalu diharapkan pada seorang bayi yang baru lahir, sebagai tanda bahwa
bayi yang lahir tersebut sehat. Tangisan seorang bayi merupakan isyarat atau simbol untuk
menyampaikan pikiran, perasaan, kebutuhan maupun keinginan kepada orang lain. Sebagai
contoh, seorang bayi yang sedang lelap tertidur, tiba-tiba menangis, membuat orang tua atau
orang-orang di dekatnya terkejut, setelah dilihat ternyata ada seekor nyamuk menggigit.
Dalam hal ini tangisan bayi tersebut mengisyaratkan bahwa dia merasakan ketidaknyamanan
karena digigit nyamuk dan merasa gatal.

Seperti telah disampaikan pada uraian terdahulu bahwa komunikasi dapat dilakukan dengan
menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan dapat dalam bentuk percakapan, tulis, isyarat
tangan, gerak tubuh, ekspresi wajah, ungkapan musik, dan sebagainya.

Pada binatang pun terjadi komunikasi atau percakapan seperti halnya pada manusia. Pada
lebah percakapan dinyatakan dengan bau atau bahasa bau, bahasa ketok digunakan oleh
masyarakat semut.

Bentuk komunikasi pada manusia merupakan yang paling sempurna dari pada binatang,
karena manusia dapat melakukannya melalui berbagai sarana prasarana yang ada. Tiap
individu dituntut memiliki kemampuan untuk takan/mengekspresikan pikirannya dan
menangkap pemikiran orang lui bahasa, sehingga komunikasi dapat berlangsung secara
efektif. Anak-anak lebih dapat mengerti apa yang dikatakan orang lain dari pada pikiran dan
perasaan mereka dengan kata-kata.
Semakin matang organ-organ yang berkaitan dengan proses berbicara seperti alat bicara,
pertumbuhan dan perkembangan otak, anak semakin Jelag dalam mengutarakan kemauan,
pikiran maupun perasaannya melalui ucapan atau bahasanya. Hal tersebut tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan, orang tua atau orang yang selalu dekat dengan anak yang mampu
member rangsangan dengan cara sering mengajak berbicara, mengenalkan nama benda-benda
di sekitar, nama binatang, nama anggota tubuh, nama buah-buahan, dan sebagainya. Dengan
sering mendengar orang berbicara, maka anak akan cepat bicara dan mengenal bahasa.
Keluarga sebagai salah satu model yang dapat dicontoh anak dalam belajar bicara, dapat
mempengaruhi kelancaran anak dalam berbahasa. Anak akan mengalami kesulitan dalam
berbicara apabila tidak pernah memperoleh model yang dapat ditiru dalam mengembangkan
kemampuan bicaranya, sehingga potensi bicara anak juga tidak akan berkembang
sebagaimana mestinya. Seperti kisah seorang anak yang tinggal di hutan dan diasuh oleh
serigala, maka anak tersebut hanya bisa menirukan suara srigala. Dalam keluarga, anak
mendapatkan bimbingan untuk memperbaiki kata-kata yang salah, seperti pada ucapan cucu
untuk susu, bing untuk mobil, seterah untuk terserah. Apabila orang tua atau pengasuhnya
tidak memberikan contoh yang benar, maka anak akan selalu mengucapkan kata-kata
tersebut. Peran orang tua sangat besar dalam memperbaiki ucapan salah dari anak Sebagai
contoh, Fero bilang pada ibunya, ma..., au num cucu. Ibunya secara pelan-pelan berkata pada
Fero : ” Fero..., coba bilang, mama..., mau minum susu..”. Dengan bimbingan yang diberikan
secara terus menerus dapat memotivasi dan melatih anak untuk berbicara dengan benar. Jadi,
sebagai orang tua atau guru jangan berbicara layaknya seorang anak yang belum pandai
berbicara pada anak. Sebagai contoh, ” Cini cayang..., udah mik cucu belum..?” Hal tersebut
tidak akan membuat anak dapat berbicara dengan baik dan lancar. Dengan demikian, anak
yang selalu mendapat motivasi positif akan terpacu untuk mengembangkan potensi
bicaranya.

2. Fungsi Bicara

Bahasa yang digunakan oleh manusia mempunyai fungsi:

a. Untuk mengekspresikan perasaan

Fungsi bahasa pertama ini merupakan kalimat spontan yang terucap tanpa ada tujuan apapun
dan kepada siapa pun. Sebagai contoh: Bu Inggit tiba-tiba berkata pelan: “yaa....”, ternyata
salah satu bunga yang sedang dirangkainya patah. Kalimat “yaa...” menggambarkan Bu
Inggit sedikit mengalami kekecewaan karena bunganya patah.

b. Untuk mempengaruhi orang lain

Sebagai contoh, seorang bayi menangis di saat bangun tidur, ibunya datang melihat penyebab
bayinya menangis, dilihat celananya tidak basah oleh pipisnya. Setelah digendong masih juga
menangis, ibunya membuatkan bubur susu dan menyuapinya. Setelah merasa kenyang, maka
bayi pun terlihat tenang kembali. | Lain lagi dengan Bram yang sudah pandai bicara, diajak
ibunya ke toko. Bram melihat mainan pesawat terbang di toko tersebut. Kemudian Bram
berkata pada ibunya : ...” ibu.., pesawat itu bagus ya..., belikan ya...”. Ibunya berkata :..” iya..,
nanti ibu belikan, tapi kalau ibu sudah punya uang ..., Sekarang kan kita mau beli susu dan
makanan”. Kalimat yang diucapkan Bram, ibunya, maupun tangisan bayi merupakan kalimat
yang berfungsi agar orang lain terpengaruh.

c. Untuk menyampaikan informasi

Fungsi bahasa ke 3 ini bermaksud untuk menyampaikan informasi memberitahukan sesuatu


kepada orang lain. Sebagai contoh, Novi yang baru kelas I, saat pulang sekolah, berkata pada
ibunya: "ibu...ibu..., aku tadi di sekolah menggambar kucing..., bagus ya.. nanti mau aku
tempel di kamar Perkataan Novi tadi sebagai kalimat berita.

3. Tahap-tahap Bicara

Sebelum seorang dapat berbicara dengan lancar, ada beberapa tahapan yang bisa dilaluinya.
Berikut ini akan dijelaskan setiap tahapan tersebut.

a. Menangis

Menangis merupakan cara bayi untuk berkomunikasi dan juga melakukan hubungan sosial
dengan sekelilingnya. Arti tangisan bayi dapat ditandai melalw irama, intensitas dan juga
gerakan badan yang mengiringinya. Melalui irama, intensitas maupun gerakan badan yang
mengiringinya tersebut akan diketahui arti tangisan bayi. Apakah bayi sedang Sakit, terkejut,
lapar, haus, marah, atau hanya sekedar minta diperhatikan. Bayi yang menangis secara tiba-
tiba, terdengar keras, menandakan bayi terkejut, sedang merasakan sakit badannya atau
sedang bermimpi buruk. Tangisan bayi yang terdengar merengek sambil menjulurkan tangan,
dapat diartikan bayi hanya ingin diperhatikan karena ibunya akan pergi bekerja, atau hanya
ingin digendong. Bayi sampai berumur 3 tahun menganggap bahwa tangisannya dapat
sebagai senjata ampuh dan cara yang manjur untuk memperoleh perhatian dari orang tua atau
orang-orang di sekitarnya.

b. Berceloteh

Dengan bertambahnya umur dan semakin berkembangnya mekanisme suara, bayi dapat
mengeluarkan sejumlah bunyi eksplosif. Suara-suara yang dikeluarkan kalau didengar tidak
menimbulkan arti, hanya beberapa huruf hidup atau mati yang digabungkan sehingga
menimbulkan bunyi. Kadangkadang permainan alat bicara seperti mulut, atau lidah, dapat
menimbulkan bunyi secara berulang-ulang, sehingga kadang-kadang tercipta suara baru,
seperti.. ma.. ma.. ma..., br... br..., ta... ta..., ng.. ng.., dan sebagainya. Coba Anda perhatikan
anak-anak di sekeliling, bagaimana cara mereka menciptakan suara dan belajar berbicara. Hal
ini membuat bayi termotivasi untuk belajar bicara, yang lambat laun suara-suara itu akan
terdengar jelas dan mempunyai arti. Melalui latihan maupun bimbingan dari orang tua,
pengasuh, atau orang-orang di sekitarnya, bayi termotivasi untuk belajar bicara.

c. Holofrase

Mulai usia 2 tahun sampai menjelang sekolah, anak sudah mulai jelas berbicaranya, mereka
belajar bicara tidak lagi dengan ibu atau pengasuhnya, tetapi juga dengan lingkungan. Selain
sebagai sarana berkomunikasi, berbicara juga berfungsi sebagai sarana bersosialisasi. Dengan
berbicara anak pat mengutarakan maksud pembicaraannya dan juga dapat mengerti
pembicaraan teman bermainnya. Seperti yang diucapkan Wina saat bertamu ke rumah
tctangga bersama ibunya, "Wina mau” sambil menunjuk kue yang ada di atas meja. Dengan
perkataan tersebut ibunya dapa menangkap maksud ucapan Wina bahwa dia mau makan kue
yang ada di atay meja tersebut. Untuk menyampaikan gagasannya, anak memerlukan bantuan
ekspresi agar dimengerti orang yang diajak bicara. Dengan demikian anak akan mudah
bersosialisasi, karena apabila anak tidak lancar bicaranya maka akan sulit diterima dalam
komunitasnya. Semakin bertambahnya usia anak kemampuan bahasanya semakin meningkat,
semakin beragam, dan mampu menggunakan tata bahasa. Di samping sebagai sarana
berkomunikasi dan bersosialisasi, berbicara juga dapat berfungsi untuk memperoleh
kemandirian. Hal ini terlihat pada perlakuan orang tua yang menganggap anak-anak belum
mampu mengerjakan sesuatu, maka masih selalu membantu mereka, misalnya memakai
sepatu, makan, merapikan mainan ataupun berangkat ke sekolah sendiri. Pada usia tertentu
anak-anak ingin mencoba mengerjakan sendiri walaupun belum sempurna. Hal ini diutarakan
anak pada orang tua atau pengasuhnya,... “bu..., aku mau makan sendiri ya...”. Walaupun
terlihat nasi berantakan di meja atau di lantai, jika orang tua memberi kesempatan kepada
anak untuk melakukan, anak akan merasa senang, karena merasa dihargai dan diperhatikan.

d. Mengobrol

Mengobrol (social speech) merupakan bentuk berbicara yang mempunyai makna sosial,
bertujuan agar pembicaraannya didengar dan dimengerti oleh orang lain. Pada waktu
mengobrol, anak harus mampu menyesuaikan diri dengan pokok pembicaraan dan perilaku
yang diajak bicara. Dalam kegiatan mengobrol dapat berbentuk tanya jawab, bertukar pikiran
atau informasi, juga dapat berupa permintaan, suruhan, maupun ancaman.

Dengan berakhirnya masa anak-anak (sekitar usia 6 tahun), semakin luaslah cakrawala
sosialnya, sehingga pembicaraan anak yang semakin beragam dan secara bertahap mulai
menguasai tata bahasa. Topik-topik pembicaraan meliputi lingkungan, keluarga, sekolah,
teman-teman, permainan, hobi maupun kegiatan lainnya. Pada tahap ini, anak mengetahui
bahwa inti dari berkomunikasi adalah mengerti apa yang dikatakan orang lain. Apabila ia
tidak mengerti maksud dari pembicaraan orang lain dan anak tidak dapat mengutarakan
maksud pemikiran yang akan disampaikan, maka anak akan sulit diterima dalam
kelompoknya.

4. Faktor-faktor yang Memacu Anak Cepat Bicara

a. Keluarga

Orang tua, saudara dan orang lain dalam keluarga sering melibatkan anak-anak untuk
membicarakan berbagai hal sesuai dengan dunia anak. Keterlibatan tersebut akan
memperkaya kosakata anak. Susunan kata dalam kalimat yang diucapkannya juga semakin
baik. Seperti yang diucapkan Anto waktu berkata pada ayahnya saat mengajak berjalan-
jalan,...” Anto..., enaknya hari ini kita jalan-jalan ke mana ya...?”, Tanya ayah pada Anto.
Kemudian Anto menjawab: ”...seterah ayah ajalah, mau ke mana..., tapi aku ingin beli buku
cerita...”. Kemudian ayahnya berkata, memperbaiki ucapan Anto : “...Bukan seterah..., tapi
terserah...”. Di sini terlihat peran orang tua sebagai pembimbing bicara dan bahasa anak,
sehingga akan memacu anak berani mengutarakan pendapatnya.

b. Media elektronik

Radio, televisi, film, tape recorder, dan media elektronik lain dapat membantu anak untuk
belajar bicara dan menambah kosakata. Melalui media tersebut, anak dapat mendengarkan
dan menyimak pembicaraan orang lain dengan seksama, pemahaman terhadap pembicaraan
orang lain juga meningkat.

c. Sekolah

Melalui buku pelajaran, komunikasi dengan guru dan teman-teman di sekolah, anak-anak
dapat meningkatkan penguasaan kosakata. Mereka juga mampu meningkatkan pemahaman
terhadap kalimat-kalimat yang dibaca, dan didengar di sekolah. Penambahan kosakata tidak
saja dalam bahasa Indonesia, mungkin juga kata-kata yang berasal dari bahasa asing.

C. PERKEMBANGAN MORAL

Di zaman yang serba instan seperti sekarang ini, segala sesuatu ingin serba cepat, namun
tidak demikian dengan perkembangan moral dan keagamaan, yang harus melalui proses.

Dalam pergaulan sehari-hari kita sering mendengar kata moral yang dihubungkan dengan
tingkah laku orang. Tingkah laku yang bermoral adalah tingkah laku yang sesuai dengan
nilai-nilai tata cara/adat yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai yang
dianut oleh kelompok atay Masyarakat tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan masyarakat setempat. Nilai
moral bukanlah sesuatu yang diperoleh dari lahir, melainkan sesuaty yang diperoleh dari luar.
Dengan demikian, seorang anak harus diajarkan bagaimana bertingkah laku yang baik, sesuai
dengan norma yang berlaku, terus menerus, dan diturunkan dari orang tua. Pada awal masa
kanak-kanak perkembangan moralnya masih dalam tingkat rendah, hal ini karena anak belum
mengerti masalah standar moral, mereka hanya belajar bagaimana bertindak, tanpa
mengetahui mengapa harus bertindak. Selanjutnya secara bertahap sesuai dengan taraf
perkembangannya, anak mulai sadar dan mengerti apa, mengapa, dan bagaimana sesuatu
harus dilakukan. Pada mulanya anak mempelajari nilai-nilai moral yang berlaku di rumah,
kemudian di sekolah, dan selanjutnya setelah mereka bergaul akan menyesuaikan dengan
norma kelompoknya.

1. Perkembangan Moral Menurut Beberapa Pakar

Usia Sekolah Dasar merupakan tahun-tahun imajinasi, tahun-tahun keajaiban bagi anak. Di
usia ini anak mulai bergolak, mempunyai keinginan yang besar untuk menjelajah, mencoba,
sampai akhirnya menemukan sesuatu kegiatan yang cocok dengan dirinya. Seperti halnya
dengan Caca, yang mengikuti olah raga Taek Won Do, berenang, bulu tangkis, les
matematika, dan les bahasa Inggris. Sebagai guru atau orang tua harus dapat mengarahkan
keinginan anak sesuai dengan kemampuannya. Melalui pergaulan dengan teman-teman dan
dunia luar, anak akan banyak belajar nilai-nilai moral yang berlaku di suatu kelompok atau
lingkungan. Untuk selanjutnya akan diuraikan pendapat para ahli tentang perkembangan
moral.

a. Menurut Piaget

Anak usia sekitar 5 tahun mempunyai konsep bahwa benar salah masih dipahami dengan
kaku. Anak menganggap berbohong itu adalah perbuatan yang salah dan tidak baik. Pada
tahap ini menurut Piaget disebut dengan tahap moralitas heteronomus (heteronomous
morality). Tetapi pada anak usia sekitar 11 tahun, yang proses berpikirnya sudah mulai
berkembang, banyak bergaul dengan teman sebayanya dan adanya pengaruh dari lingkungan,
kadang-kadang menganggap bahwa berbohong tidak selalu buruk.

b. Menurut Kohlberg

Kohlberg menamakan moralitas anak baik untuk tingkat pertama perkembangan moral anak-
anak. Pada tahap ini anak mengikuti semua peraturan yang telah diberikan, dengan tujuan
untuk mengambil hati orang lain dan berharap dapat diterima dalam kelompok. Sebagai
contoh, karena sedang libur sekolah, Sita berumur 5 tahun ikut ke kantor ibunya. Pada waktu
sampai di ruangan, ibunya berkata: “Sita..., ini tante Ima, ayo beri salam..., dan juga pada
tante dan om yang lain ya...!”. Dengan patuh Sita berkeliling menyalami satu persatu teman-
teman ibunya.

Pada tingkat kedua perkembangan moral anak, Kohlberg menyebutnya dengan moralitas
konvesional atau moralitas dari aturan-aturan. Yang dimaksud di sini, anak menyesuaikan
diri pada peraturan-peraturan yang ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh
kelompok tersebut. Sebagai contoh, Ruben sebagai anggota kelompok Palang Merah Remaja
yang baru bergabung, diwajibkan mencuci piring sebagai masa orientasinya seperti juga
anggota kelompok yang lainnya. Dalam hal ini Ruben mematuhi peraturan tersebut dengan
senang hati

2. Faktor — faktor yang Mempengaruhi Moral

Seperti telah disebutkan di depan bahwa tingkah laku moral anak adalah sesuatu yang
diperoleh dan dipelajari dari luar. Pada awalnya anak hanya menuruti suatu perintah atau
meniru saja perbuatan orang tua, guru atau orang-orang di sekitarnya. Tetapi sejalan dengan
taraf perkembangan umurnya maka timbul kesadaran dan pengertian akan apa, mengapa dan
bagaimana sesuatu perbuatan dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak di antaranya adalah:

a. Lingkungan rumah

Di rumah anak akan melihat dan meniru semua sikap dan perilaku Setiap Anggota keluarga,
sehingga peran orang tua sangat berpengaruh dalan Pembentukan tingkah laku anak. Sikap
saling berbagi, saling menghargai Saling menghormati, dan sopan terhadap orang yang lebih
tua, ditunjang oleh Suasana rumah yang nyaman akan mempengaruhi tingkah laku anak d
kemudian hari. Melalui larangan, anjuran, pemberian hukuman dan hadiah perbuatan yang
salah dan perbuatan yang benar, akan membentuk tingkah laku anak di kemudian hari.
Dengan adanya model yang baik, akan mendorong anak untuk berbuat dan bertingkah Jaku
baik pula.

b. Lingkungan sekolah

Di sekolah dengan diadakan kegiatan yang mengandung unsur-unsur persaingan yang sehat,
seperti olah raga akan melatih anak untuk belajar bagaimana menerima kekalahan, berjiwa
sportif, menghormati kemenangan orang lain, menerima kekalahan, dan juga dapat melatih
kerja sama, Selanjutnya, dengan adanya hubungan antar siswa dengan siswa, siswa dengan
guru, maupun siswa dengan staf lainnya akan banyak mempengaruhi aspek kepribadian anak.
Untuk itu di sekolah harus diciptakan hubungan yang baik antar siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, maupun siswa dengan staf lainnya untuk memperkecil kemungkinan
tumbuhnya perbuatanperbuatan maupun nilai-nilai moral yang kurang baik.

c. Teman sebaya dan aktivitasnya

Semakin bertambah usia anak semakin luas lingkungan sosialnya, baik dengan teman sebaya
maupun dengan orang yang lebih dewasa. Masingmasing anak akan memiliki pola sikap
maupun pola kepribadian. Apabila dalam satu kelompok terdapat perbedaan yang jauh antara
pola sikap maupun kepribadiannya dengan lingkungan maka akan muncul konflik. Apabila di
antara mereka masih mempertahankan sikap dan tidak mau menyesuaikan diri dengan norma
lingkungannya, maka akan sulit diterima oleh lingkungannya.

Aktivitas anak sangat banyak, mulai dari membaca buku, melihat televisi, kegiatan olah raga,
kegiatan organisasi keagamaan, dan sebagainya. Ini semua akan dapat mempengaruhi
perkembangan moral anak.

d. Intelegensi dan jenis kelamin

Anak dengan intelegensi rendah mengalami kesulitan untuk mencerna norma-norma,


sehingga anak tersebut akan menarik diri, pemalu, dan ditolak oleh lingkungan atau
kelompoknya. Kemungkinan anak akan menjadi agresif karena terjadinya penolakan tersebut.

Anak perempuan biasanya cenderung lebih matang dalam penyesuaian diri terhadap nilai-
nilai moral dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan
bahwa jumlah kenakalan anak laki-laki jumlahnya lebih besar dari pada anak perempuan.

D. PERKEMBANGAN AGAMA

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, arus informasi dapat diterima begitu cepat baik
secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut dapat mempengaruhi berbagai dimensi
kehidupan anak, sehingga dapat mengikis nilai-nilai keagamaan. Menurut Zakiah Darajat
(dalam Martini Jamaris), mendefinisikan bahwa agama sebagai iman, pikiran, yang
diserapkan oleh perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan, dan sikap.
Peran agama dalam kehidupan manusia sangat penting, sebab agama menjadi pengarah dan
penentu dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan seharihari. Dalam ajaran agama
terkandung nilai-nilai moral dan etika yang harus dipakai sebagai pedoman hidup yang
universal dan abadi sifatnya. Selain itu agama mengajarkan untuk bertingkah laku dan
berakhlak yang baik, seperti kejujuran maupun keadilan. Bagi anak-anak, ajaran tersebut
masih bersifat abstrak sehingga perlu contoh-contoh konkret baik dalam bentuk perilaku
maupun kata-kata dalam kehidupan sehari-hari

Pada awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh, baik dari orang tuanya saat
mereka di rumah, maupun dari guru di sekolah. Apabila di rumah atau di sekolah, orang tua
atau guru memperlakukan mereka dengan kasih sayang, maka mereka juga akan
memperlakukan temantemannya dengan kasih sayang pula. Bambang Waluyo dalam
artikelnya menyebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek penting
yaitu: 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa). 2. Pengajaran
agama (ditujukan kepada pikiran). Guru berkewajiban menyadarkan siswa tentang adanya
Tuhan dengan melakukan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya dengan cara
melakukan ibadah tepat waktu dan berlaku sopan santun terhadap yang lebih tua. Pada bagian
terdahulu telah disebutkan bahwa anak belajar agama dengan mencontoh, melalu
bendengaran, penglihatan dan berbagai panca indera lainnya. Selanjutnya Yengan semakin
bertambahnya usia, anak mampu berpikir secara abstrak sehingga dapat mencerna
pendengaran dan penglihatan yang diterimanya dan menjalankan agama dengan penuh
kesadaran.

Dalam menyampaikan materi pelajaran agama atau mata pelajaran lainnya, guru dituntut
untuk kreatif melalui pemilihan metode maupun metode pembelajaran yang tepat dan sesuai
dengan kemampuan dan kondisi siswanya. Guru yang cakap tidak hanya bisa menyampaikan
ilmy pengetahuan, mencerdaskan dan memberi kemahiran pada siswa melalui materi
pelajaran yang disampaikan, tetapi juga harus dapat mengembangkan nilai moral keagamaan
siswa. Sesuai dengan ciri-ciri siswa Sekolah Dasar perlu diciptakan pembelajaran dapat
dicapai dengan baik.

Metode yang akan kita gunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi
perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosional, maupun intelegensi siswa. Untuk siswa-
siswa di kelas rendah, dapat mempergunakan metode bercerita, bermain, karyawisata,
demonstrasi, atau pemberian tugas, Untuk kelas tinggi, kita dapat menggunakan metode
ceramah, bercerita diskusi, tanya jawab, dapat juga dengan metode pemberian tugas atau
metode lainnya yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Berikut ini akan diuraikan
tentang berbagai metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di SD.

1. Metode Bercerita

Bercerita dapat dipakai sebagai metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat, kisah tokoh-tokoh agama, peristiwa atau cerita tentang kehidupan sehari-hari.
Dalam bercerita tersebut guru dapa! memberikan tekanan pada nilai-nilai yang baik atau
buruk, dengan harap para siswa dapat mencontoh hal-hal yang baik dan menghindari hai-ha
yang buruk.
2. Metode Bermain

Melalui bermain dapat juga dilakukan pembelajaran, karena siswa senang belajar sambil
bermain. Guru dapat menjelaskan kepada para siswa tentang arti kebersamaan, dan berbagi
rasa bersama teman-temannya, sehingga siswa tidak bersikap menang sendiri, dapat
menerima kekalahan dan tidak sombong apabila menang dalam bermain atau mempunyai
mainan yang lebih baik dibandingkan teman-temannya.

3. Metode Karyawisata

Dengan berkaryawisata siswa akan melihat dan mengamati secara langsung kehidupan aneka
binatang, tumbuhan, atau keindahan alam, sebagai bukti adanya keagungan Tuhan. Pada
kegiatan karyawisata, siswa dapat meraba bulu binatang yang selama ini hanya dilihat
digambar, memegang badan pesawat, mencium harumnya bunga, mendengarkan merdunya
kicauan burung, mendengar auman singa, melihat bentuk gajah yang sangat besa, melihat
kebun buah dan objek-objek lain. Melalui karyawisata, siswa dapat mensyukuri nikmat serta
karunia yang telah diberikan Tuhan. Di sini nila, dan moral agama siswa dapat dikembangkan
dengan melihat ciptaan Tuhan.

4. Metode Demonstrasi

Melalui metode demonstrasi siswa dapat mengenal langkah-langkah dalam melaksanakan


ibadah. Misalnya menunjukkan cara mengerjakan sholat, mulai mengambil air wudu
(menyucikan diri sebelum melakuka sholat) sampai dengan salam, atau kegiatan-kegiatan
lain.

5. Metode Pemberian Tugas

Tugas dapat diberikan secara perorangan maupun kelompok. Seperti dalam pemberian tugas
menghafal bacaan sholat, bacaan surat-surat pendek, doa-doa sebelum dan sesudah
melakukan sesuatu yang selanjutnya doa-doa tersebut diamalkan atau dijalankan sehari-hari.
Misalnya, guru memberi tugas pada siswa menghafalkan doa sebelum makan, yang
selanjutnya diharapkan siswa mengamalkan atau menjalankannya. Atau guru memberi tugas
menghafal surat-surat pendek bacaan sholat, maka siswa pada waktu sholat dapat menghafal
bacaan sholat tersebut.

6. Metode Diskusi dan Tanya Jawab

Metode diskusi lebih sesuai diberikan untuk siswa kelas tinggi, karena siswa kelas tinggi
(kelas 4 sampai kelas 6) pada umumnya sudah dapat berpikir secara abstrak. Sedang metode
tanya jawab dapat diberikan pada kelas rendah untuk pertanyaan hafalan atau pertanyaan
yang tidak memerlukan pemikiran lebih mendalam. Seperti pertanyaan ”siapa yang
menciptakan pohon, bulan, matahari, atau yang lainnya”. Pertanyaanpertanyaan tersebut bagi
anak kecil hanya sekedar mengetahui dengan penjelasan sederhana dari guru, sehingga anak
bisa mengetahuinya. Sedang metode diskusi, perlu pemikiran lebih mendalam dari siswa,
sehingga siswadapat bertukar pikiran, memecahkan masalah, atau menanyakan suatu masalah
yang sekiranya siswa tidak mengetahuinya.

Anda mungkin juga menyukai