Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PENGEBOMAN NAGASAKI DAN

HIROSHIMA
A. LATAR BELAKANG PENGEBOMAN NAGASAKI DAN HIROSHIMA
Pada musim panas 1945, Perang Dunia II di wilayah Pasifik hampir berakhir. Sejak
Desember 1941, Amerika Serikat mulai memukul mundur pasukan Jepang hingga
hanya tanah air mereka sendiri yang tetap berada dalam kendali. Amerika Serikat
bersiap meluncurkan invasi ke Jepang untuk mengakhiri perang.
Sambil bersiap melakukan invasi, pada 26 Juli presiden A.S. Harry S. Truman dan
perdana menteri Inggris Clement Attlee, dengan presiden Nasionalis China Chiang
Kai-shek, bersama-sama mengeluarkan Deklarasi Potsdam. Deklarasi ini berisi seruan
penyerahan tanpa syarat dari Jepang dan mencantumkan persyaratan perdamaian
tambahan.
Pada titik ini Truman tahu bahwa tes bom atom pertama di Alamogordo, New
Mexico, telah berhasil 10 hari sebelumnya. Tes tersebut merupakan puncak dari
proyek rahasia selama tiga tahun AS. Reaktor atom buatan manusia pertama dibangun
di lapangan squash, Universitas Chicago pada tahun 1942. Reaktor yang lebih
canggih dibangun di Hanford, sekaligus sebagai tempat produksi plutonium. Uji
pertama bom plutonium dilakukan di Alamogordo pada tanggal 16 Juli 1945.
Meskipun Deklarasi Potsdam telah menjelaskan bahwa Jepang akan menghadapi
konsekuensi berat jika mereka memilih untuk melanjutkan perang, pada akhirnya
Jepang tetap menolak ultimatum tersebut.
Truman lalu memerintahkan penggunaan bom atom yang telah dites sebelumnya.
Sekretaris Perang AS, Henry L. Stimson, menganggap penggunaan bom tersebut lebih
baik daripada mengorbankan kehidupan pasukan A.S untuk invasi.
Militer A.S. memilih kota Hiroshima dan Kokura sebagai sasaran, karena keduanya
termasuk di antara kota-kota Jepang yang sejauh ini lolos dari serangan bom A.S. dan
Sekutu.
B. KEHANCURAN NAGASAKI DAN HIROSHIMA

Pada tanggal 6 Agustus 1945 tepatnya pukul 09.15 pagi waktu Tokyo, pesawat pembom B-29
Enola Gay, yang dikemudikan oleh Paul W. Tibbets, terbang di langit Hiroshima. Misi
Hiroshima adalah untuk mengejutkan Tokyo agar menerima syarat penyerahan tanpa syarat
Deklarasi Potsdam. Tanpa disangka pemerintah Jepang, pesawat itu menjatuhkan sebuah bom
atom uraniumbernama Little Boy di Hiroshima. Dalam hitungan menit, kota terbesar ketujuh
Jepang telah rata dengan tanah dan ribuan orang menjadi korban.

Di hari yang sama, bom lain disiapkan di Pulau Tinian untuk target kedua. Pada tanggal 9
Agustus, pesawat B-29 Bock’s Car bersiap untuk mengebom Kokura. Namun, asap  yang
mengepul di atas sasaran menyebabkan pilot Sweeney mencari target alternatif lain yaitu
Nagasaki.

Kota industri Nagasaki hancur akibat bom yang diberi nama “Fat Man” pada pukul 11:02
pagi. Bom itu meledak pada  ketinggian1.800 kaki untuk memaksimalkan dampak ledakan
tersebut. Fat Man meratakan bangunan, menghancurkan sistem kelistrikan, dan menimbulkan
kebakaran. Bom tersebut menghancurkan 39 persen kota Nagasaki, dan memakan korban
ribuan penduduk.

Bom tersebut menghasilkan kebakaran, tekanan ledakan, dan tingkat radiasi yang sangat tinggi.
Keduanya diledakkan sekitar 600 meter di atas permukaan tanah, sehingga kontaminasi di bawah
tanah menjadi minim. Curah hujan selanjutnya mendepositkan bahan radioaktif ke timur Nagasaki
dan barat dan barat laut Hiroshima, namun sebagian besar bahan radioaktif terbawa ke atmosfer
oleh ledakan itu sendiri.

( Nagasaki sebelum dan sesudah di bom)

( Bom Hisroshima)

Sumber : https://wawasansejarah.com/sejarah-pengeboman-hiroshima-dan-nagasaki/
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
A. LATAR BELAKANG PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Latar belakang peristiwa Rengasdengklok yang paling pertama adalah
kekalahan bangsa Jepang, yang pada itu menjajah bangsa Indonesia. Jepang
menyatakan dirinya kalah perang setelah kota penting mereka yaitu Hirosima dan
Nagasaki di bom atom oleh Amerika Serikat.
Kekalahan tersebut pada akhirnya mampu tercium oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang pun pada akhirnya sudah mendirikan suatu
komite yang terdiri dari orang orang Indonesia untuk mempersiapkan
kemerdekaannya.
Latar belakang selanjutnya adalah adanya perbedaan pendapat yang terjadi
antara golongan muda dan golongan tua dalam rangka memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Golongan tua lebih setuju untuk menunggu proses
perundingan dengan komite panitia kemerdekaan yang telah disusun oleh bangsa
Jepang, untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Sementara golongan muda lebih setuju untuk segera langsung
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa menunggu keputusan
panitia kemerdekaan bentukan Jepang (PPKI). Golongan muda sangat ingin untuk
merealisasikan hal ini, karena melihat posisi kekalahan Jepang dan terjepit itu sebagai
sebuah kesempatan emas.
B. TUJUAN PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Tujuan dari peristiwa ini tidak lepas dari peran para anggota muda yang ingin
segera menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin. Para
anggota muda ini ingin mengamankan para tokoh tua ke suatu tempat yang aman.
Tempat yang aman ini jatuh kepada Rengasdengklok, yang berada di daerah
Karawang provinsi Jawa Barat. Golongan tua yang nantinya menjadi presiden dan
wakil presiden pertama Republik Indonesia ini diamankan ke dalam sebuah rumah
sederhana milik petani.
Rengasdengklok dipilih karena dinilai sebagai tempat yang paling aman di
antara tempat yang lainnya. Tempat ini dinilai dapat menghindarkan para golongan
tua dari intervensi pihak luar.
C. KRONOLOGI PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Kronologi peristiwa Rengasdengklok tidak lepas dari pengumuman bangsa Jepang oleh
Kaisar Hirohito pada tanggal 14 Agustus tahun 1945, tepat sekitar seminggu setelah proses
pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh tentara sekutu, yang diprakarsai oleh Amerika
Serikat.

Para pemuda yang bekerja di kantor berita Jepang yang bernama Domei, dengan cepat
merespon berita tersebut sebagai kabar baik, dan diteruskan kepada rekan rekannya di tanah
air.

Sementara golongan tua belum tahu akan hal tersebut, padahal pada saat itu wakil dari
golongan ini yaitu Ir. Soekarno, dan M. Hatta sedang berunding dengan Panglima tertinggi Jepang di
wilayah Asia Tenggara Marsekal Terauchi.

Para golongan muda tersebut langsung mendesak para golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan namun terjadi perbedaan pendapat. Akhirnya berdasarkan
keputusan rapat pada tanggal 16 Agustus tahun 1945 yang diikuti oleh Soekarni, Mawardi, dan
Shudanco Singgih, memutuskan untuk segera mengamankan para golongan tua seperti Soekarno,
dan M. Hatta.
Shudanco diputuskan untuk diberi tugas menculik kedua golongan tua tersebut. Proses
penculikan ini juga tidak lepas dari bantuan militer, dan pihak militer lainnya. Para golongan tua yang
diculik itu akhirnya diamankan ke Rengasdengklok sehari penuh.

Ketidak beradaan Soekarno dan M. Hatta di Jakarta membuat anggota kelompok tua lainnya
Ahmad Soebardjo untuk mencari keberadaan kedua orang tersebut. Akhirnya para golongan tua pun
tahu kalau rekannya tersebut diculik oleh para golongan muda.

Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta pada jam 11 malam tanggal 16 Agustus 1945, dan
singgah di rumah Laksamana Maeda yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol no. 1, Menteng. Lokasi ini
dinilai aman karena kedudukan Laksamana Maeda sebagai kepala kantor penghubung harus
dihormati, dan jauh dari intervensi militer.

Soekarno dan Hatta beserta anggotanya sudah sangat  semakin yakin untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari tangan Jepang. Pasalnya sesaat setelah
mereka kembali ke Jakarta, mereka juga telah melakukan perundingan dengan pihak Jepang, namun
Jepang tidak sepenuhnya setuju. Akhirnya setelah itu Soekarno dan Hatta beserta rekan rekan
lainnya, segera menyusun naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

Sumber : https://salamadian.com/peristiwa-rengasdengklok-singkat/
GOLONGAN MUDA BERHARAP DENGAN
GOLONGAN TUA

Pasca Jepang runtuh, terjadi perdebatan sengit antara Golongan Muda dan Golongan Tua
dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Setelah Jepang menyerah pada sekutu tanggal 14 Agustus 1945, status Jepang tidak lagi
memerintah Indonesia tetapi hanya berfungsi sebagai penjaga, yakni menjaga situasi, kondisi
seperti pada masa perang dan adanya perubahan-perubahan di Indonesia. Sampai Sekutu
mengambil alih kekuasaan atas semua wilayah jajahan Jepang. Tentu saja kemerdekaan tidak
mungkin bisa didapat dari Jepang.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda dipimpin Chaerul Saleh, setelah berdiskusi
dengan Tan Malaka, mengadakan rapat untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi
kemerdekaan. Salah satu hasilnya yaitu mendesak Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamirkan kemerdekaan  malam itu juga atau paling lambat 16 Agustus 1945.

Sjahrir kemudian menemui Soekarno dan Hatta dengan membawa hasil rapat tersebut.
Awalnya Soekarno menolak keras petrmintaan Sjahrir tersebut karena Bung Karno masih
menunggu keputusan Jepang. Ini sangat berbeda denga golongan pemuda, yang pada saat itu
menginginkan merdeka lebih cepat tanpa bantuan Jepang. Namun, karena didesak Sjahrir,
Bung Karno pun berjanji mengumumkan proklamasi pada tanggal 15 Agustus setelah pukul
lima sore. Sjahrir pun menginstruksikan kepada pemuda yang bekerja di kantor berita Jepang
untuk bergerak lebih cepat.

Namun, perihal pelaksanaan kemerdekaan, Sjahrir mendeteksi ketidakseriusan Soekarno


dalam memerdekakan Indonesia pada saat itu. Terbukti, pada pukul lima sore 15 Agustus
1945, ribuan pemuda telah menunggu dan bersiap-siap mendengar kabar proklamasi dari
Soekarno dan Hatta. Alhasil, pada pukul enam kurang beberapa menit Soekarno
mengabarkan penundaan proklamasi.

Hal tersebut membuat marah para pemuda  yang menjadi pengikut Sjahrir. Namun,
batalnya diumumkan proklamasi tak sempat dikabarkan di Cirebon. Para pemuda Cirebon
yang basisnya mendukung Sjarir, dibawah pimpinan dokter Soedarsono, pada hari itu
mengumumkan proklamasi versi mereka sendiri.

Pada malam itu pula, kira-kira pukul 10 malam, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok
pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Bahkan Wikana
mengancam Soekarno jika tidak mengumumkan kemeredakaan saat itu juga, maka akan
terjadi pertumpahan darah esok harinya. Akhirnya Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa
memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan tokoh golongan tua lainnya, seperti
Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusmasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Hasilnya
masih sama, penolakan untuk kemerdekaan saat itu juga. Hingga pada akhirnya, golongan
muda mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta
dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.

Golongan tua yang merupakan orang-orang yang cukup koperatif kepada tentara jepang,
enggan untuk kemerdekaan segera diproklamirkan. Janji yang telah diberikan, membuat para
golongan tua tak ingin terburu-buru. Selain itu, kedudukan Jepang di Indonesia masih cukup
kuat, dan para golongan tua tak ingin ada pertumpahan darah terjadi.

Lain halnya dengan golongan tua, golongan muda merasa indonesia sudah cukup kuat
untuk menyatakan kemerdekaannya. Wikana sebagai perwakilan golongan muda mendesak
Bung Karno untuk mengumumkan kemerdekaan. Mereka pun semakin geram dengan
keputusan golongan tua yang dinilai terlalu bergantung dengan janji yang diberikan jepang.
Akhirnya, mereka menginisiasi untuk melakukan penculikan terhadap Bung Karno dan Bung
Hatta ke Rengasdengklok.

Sumber : https://himmahonline.id/article/15-agustus-1945-golongan-muda-berhadapan-
dengan-golongan-tua
PENULISAN TEKS PROKLAMASI
KEMERDEKAAN INDONESIA
A. KRONOLOGIS PERMUSAN TEKS PROKLAMASI

Setelah peristiwa Rengasdengklok, rombongan Ir. Soekarno segera kembali ke Jakarta


sekitar pukul 23.00 WIB pada 16 Agustus 1945. Semula tempat yang dituju adalah
Hotel des Indes (Duta Indonesia). Namun, tidak jadi karena pihak hotel tidak
mengizinkan kegiatan apa pun selepas pukul 22.30 WIB. Di hotel yang terletak di
Jalan Gajah Mada ini, pada pagi sebelumnya juga telah direncanakan pertemuan
anggota PPKI, tetapi pihak Jepang melarangnya. Dalam keadaan demikian, Achmad
Soebardjo membawa rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam
Bonjol No. 1. Setelah tiba di Jl. Imam Bonjol No. 1, Soekarno dan Moh. Hatta lalu
diantarkan Laksamana Maeda menemui Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer
Jepang) Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto. Akan tetapi, Gunseikan menolak
menerima Soekarno - Hatta pada tengah malam. Dengan ditemani oleh Maeda,
Shigetada Nishijima, Tomegoro Yoshizumi, dan Miyoshi sebagai penterjemah,
mereka pergi menemui Somubuco (Direktur/ Kepala Departemen Umum Pemerintah
Militer Jepang) Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Tujuannya untuk menjajaki
sikapnya terhadap pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada pertemuan tersebut tidak dicapai kata sepakat antara Soekarno - Hatta di satu
pihak dengan Nishimura di lain pihak. Soekarno - Hatta bertekad untuk
melangsungkan rapat PPKI pada pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 Rapat PPKI itu
tidak jadi diadakan karena mereka dibawa ke Rengasdengklok. Mereka menekankan
kepada Nishimura bahwa Jenderal Besar Terauchi telah menyerahkan pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada PPKI. Di lain pihak, Nishimura
menegaskan garis kebijaksanaan Panglima Tentara ke-XVI di Jawa, bahwa dengan
menyerahnya Jepang kepada Sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak
diperbolehkan lagi mengubah status quo.
Berdasarkan garis kebijaksanaan itu, Nishimura melarang Soekarno- Hatta untuk
mengadakan rapat PPKI dalam rangkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.
Samapailah Soekarno - Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi
membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Mereka hanya
berharap pihak Jepang supaya tidak menghalang-halangi pelaksanaan Proklamasi oleh
rakyat Indonesia sendiri.
B. PROSES PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Maeda. Di
rumah Maeda telah hadir, para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin
pergerakan dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta. Setelah
berbicara sebentar dengan Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo, maka
kemudian Laksamana Maeda minta diri untuk beristirahat dan mempersilahkan para
pemimpin Indonesia berunding di rumahnya. Para tokoh nasionalis berkumpul di
rumah Maeda untuk merumuskan teks proklamasi. Kemudian di ruang makan Maeda
dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ketika peristiwa bersejarah
itu berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang kepercayaan
Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B. M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta,
dan Achmad Soebardjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Soekarno pertama kali menuliskan kata pernyataan Proklamasi sebagai judul
pada pukul 03.00 WIB. Achmad Soebardjo menyampaikan kalimat "Kami bangsa
Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia". Moh. Hatta
menambahkan kalimat: "Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya".
Soekarno menuliskan: Jakarta, 17 - 8 - 05 Wakil-wakil bangsa Indonesia sebagai
penutup.
Pada pukul 04.00 WIB dini hari Soekarno meminta persetujuan dan tanda
tangan kepada semua yang hadir sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Para pemuda
menolak dengan alasan sebagian yang hadir banyak yang menjadi kolaborator Jepang.
Sukarno mengusulkan agar teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh,
yakni Soekarno dan Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima.
Dengan beberapa perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian
diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.

Pertemuan dini hari itu menghasilkan naskah Proklamasi. Agar seluruh rakyat
Indonesia mengetahuinya, naskah itu harus disebarluaskan. Timbullah persoalan
tentang cara penyebaran naskah tersebut ke seluruh Indonesia. Sukarni mengusulkan
agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah dipersiapkan bagi
berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi.
Namun, Soekarno tidak setuju karena lapangan Ikada merupakan tempat umum yang
dapat memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Ia sendiri
mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.
56. Usul tersebut disetujui dan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dibacakannya bersama Hatta di tempat itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945
pukul 10.00 WIB.
Sumber:
https://www.kompasiana.com/leonjyz/5ca21b489715941f5912a542/perumusan-teks-
proklamasi-kemerdekaan-indonesia?page=1
PEMBACAAN TEKS PROKLAMASI 17
AGUSTUS 1945
A. DETIK DETIK PROKLAMASI

Detik-Detik Proklamasi Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul  05.00 pagi,


fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun pagi masih menggelantung di
tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah
Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi
hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia hari  itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada
pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda  yang bekerja
pada pers dan  kantorkantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan
menyebarkannya ke seluruh dunia (Hatta, 1970:53). Menjelang pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Wakil
Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada  Mr. Wilopo untuk mempersiapkan
peralatan yang diperlukan  seperti mikrofon dan beberapa pengeras suara. Sedangkan
Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk mempersiapkan  satu tiang bendera.
Karena situasi yang tegang, Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu,
masih ada dua tiang bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari
sebatang bambu yang berada di  belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi
tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah.
Bendera  yang dijahit  dengan tangan oleh Nyonya  Fatmawati Soekarno sudah
disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran
tidak  sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.  
Sementara  itu, rakyat yang telah mengetahui  akan dilaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa
pemuda dan rakyat yang berbaris teratur. Beberapa orang  tampak gelisah, khawatir
akan adanya pengacauan dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi
belum juga dimulai.
Waktu itu Soekarno terserang  sakit, malamnya panas dingin terus menerus 
dan baru  tidur  setelah selesai merumuskan teks Proklamasi. Para undangan telah
banyak  berdatangan, rakyat yang telah menunggu  sejak pagi, mulai tidak sabar lagi.
Mereka  yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera
dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera
membacakan  teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks
Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta.

Anda mungkin juga menyukai