BAHASA
INDONESIA
Kelas XI
Teks Cerpen
Untuk Sekolah Menengah Kejuruan
Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Kelas XI
Deadline
No. Judul Modul Terbit
Pengumpulan
1 TEKS PROSEDUR Juli 2021
2 TEKS EKSPLANASI Agust 2021
3 TEKS CERAMAH Sept 2021
4 TEKS CERITA PENDEK Nov 2021
Evaluasi pembelajaran semester gasal
5 PROPOSAL Jan 2022
6 KARYA ILMIAH Feb 2022
7 RESENSI Maret 2022
8 DRAMA April 2022
Evaluasi pembelajaran semester genap
Kompetensi Dasar
3.33 Menganalisis kebahasaan resensi dalam kumpulan cerpen atau novel setidaknya dua
karya yang berbeda
4.33 Mengkonstruksi sebuah resensi dari buku kumpulan cerita pendek atau novel yang
sudah dibaca.
Materi Pokok
Sumber: https://www.yuksinau.id/cerpen-pengertian-ciri-unsur-struktur-fungsi/
Cerpen (cerita pendek) adalah jenis karya sastra berbentuk prosa dan
bersifat fiktif yang menceritakan/menggambarkan suatu kisah yang dialami oleh suatu
tokoh secara ringkas disertai dengan berbagai konflik dan terdapat penyelesaian atau solusi
dari masalah yang dihadapi.
Cerita pendek biasanya mempunyai kata yang kurang dari 10.000 kata atau kurang
dari 10 halaman saja. Selain itu, cerpen atau cerita pendek hanya memberikan sebuah kesan
tunggal yang demikian serta memusatkan diri pada salah satu tokoh dan hanya satu situasi
saja.
Pengertian Cerpen Menurut Para Ahli
Berikut pendapat para ahli mengenai penjelasan tentang cerpen.
1. Sumardjo dan Saini
Cerpen adalah cerita fiktif atau tidak benar-benar terjadi,
tetapi bisa saja terjadi kapanpun serta dimanapun yang
mana ceritanya relatif pendek dan singkat.
2. Menurut KBBI
Cerpen berasal dari dua kata yaitu cerita yang mengandung
arti tuturan mengenai bagaimana sesuatu hal terjadi dan
relatif pendek berarti kisah yang diceritakan pendek atau
tidak lebih dari 10.000 kata yang memberikan sebuah kesan dominan serta
memusatkan hanya pada satu tokoh saja dalam cerita pendek tersebut.
3. Nugroho Notosusanto dalam Tarigan
Cerpen atau cerita pendek yaitu sebuah cerita yang panjang ceritanya berkisar
5000 kata atau perkiraan hanya 17 hlm kuarto spasi rangkap serta terpusat
pada dirinya sendiri.
4. Hendy
Cerpen ialah suatu karangan yang berkisah pendek yang mengandung kisahan
tungal.
5. Aoh. K.H
Cerpen merupakan salah satu karangan fiksi yang biasa disebut juga dengan
kisahan prosa pendek.
6. J.S. Badudu
Cerpen merupakan cerita yang hanya menjurus serta terfokus pada satu
peristiwa saja.
7. H. B. Jassin
Menurut pendapat H. B. Jassin, cerpen ialah sebuah cerita yang singkat yang
harus memiliki bagian terpenting yakni perkenalan, pertikaian, serta
penyelesaian.
B. TUJUAN CERPEN
Adapun di dalam cerita pendek terdapat fungsi sastra yang tergolong dalam 5 jenis, yaitu:
1. Fungsi rekreatif: memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para pembaca
nya.
2. Fungsi didaktif: mengarahkan dan mendidik para pembaca nya karena nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan yang ada didalamnya.
3. Fungsi estetis: memberikan keindahan bagi para pembaca nya.
4. Fungsi moralitas: mengandung nilai moral sehingga para pembaca nya dapat
mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi diri nya.
5. Fungsi relegiusitas: mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi
para pembaca nya.
Kesimpulannya, yaitu cerpen (cerita pendek) adalah karangan fiktif yang dibuat oleh
seorang penulis. Pembuatan cerpen harus memperhatikan struktur dan fungsi cerita
pendek.
D. FUNGSI CERPEN
E. CIRI-CIRI CERPEN
Berikut dijelaskan 13 ciri-ciri cerpen beserta penjelasannya lengkap, baik dari segi bahasa,
plot cerita, penokohan, panjang kata dan lain-lain.
3. Bersifat fiktif
Ciri-ciri cerpen berikutnya adalah cerita yang ada pada cerpen bersifat fiktif. Cerita
yang disajikan adalah buah pemikiran dari penulis, bisa dari imajinasi atau
pengalaman, namun semuanya bersifat fiktif atau tidak terjadi pada kehidupan di
nyata.
18. Kesan dan pesan yang ditinggalkan sangatlah mendalam sehingga si pembaca
ikut merasakan isi dari cerita pendek tersebut.
F. STRUKTUR CERPEN
Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan atau inti dari cerita pendek yang
akan dikembangkan menjadi sebuah rangkaian-rangkaian
peristiwa atau bisa juga sebagai gambaran awal dalam cerita.
Abstrak bersifat opsional atau dalam artian bahwa setiap cerpen
boleh tidak terdapat struktur abstrak tersebut.
Orientasi
Orientasi berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang
berkaitan dengan jalan cerita dari cerpen tersebut.
Komplikasi
Komplikasi berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan
secara sebab dan akibat. Pada komplikasi, biasanya mendapatkan
karakter ataupun watak dari berbagai tokoh cerita pendek
tersebut, hal ini karena pada bagian komplikasi kerumitan mulai
bermunculan.
Evaluasi
Evaluasi yaitu struktur konflik yang terjadi dan mengarah pada
klimaks serta sudah mulai mendapatkan penyelesaiannya dari
konflik yang terjadi tersebut.
Resolusi
Pada bagian resolusi, pengarang mulai mengungkapkan solusi
yang dialami tokoh.
Koda
Pada bagian koda, terdapat nilai ataupun pelajaran yang dapat
diambil dari cerita pendek tersebut oleh pembacanya.
G. KAIDAH CERPEN
H. JENIS-JENIS CERPEN
1. Cerpen mini (flash), adalah cerpen yang memuat jumlah kata antara 750-1.000 kata.
Cerpen dengan jenis mini (flash) penulisannya biasanya to the point, tidak
menggunakan penjelasan atupun deskripsi yang mendalam dan bertele-tele.
2. Cerpen ideal, adalah cerpen yang memuat jumlah kata antara 3.000-4.000 kata.
Sesuai namanya, cerpen ini merupakan gambaran cerita pendek yang ideal. Baik dari
segi jumlah kata, bahasa, dan isi. Sehingga cerpen ideal ini memilik gaya bahasa dan
isi yang lebih mudah untuk dipahami.
3. Cerpen panjang, adalah cerpen yang memuat jumlah kata antara 4.000-9.000.
didalam beberapa definisi, cerpen panjang di batasi dengan jumlah kata sebanyak
10.000 kata (sekitar 8-10 halaman).
Aliran – aliran pada cerita pendek atau cerpen merupakan filosopi dasar yang
mencirikan gaya penulisan atau pengucapan sastra seorang sastrawan. Berdasarkan aliran –
aliran cerita pendek, berikut ini beberapa macam cerpen tersebut,
1. Realisme
Aliran realism muncul sekitar abad ke-18. Aliran ini merupakan aliran dalam
kesusastraan yang melukiskan suatu keadaan secara sesungguhnya. H. B. Jassin
mendefinisikan aliran ini sebagai aliran yang mengambarkan karya senin seperti
keadaan yang sebenarnya terlihat oleh mata. Pengarang menempatkan dirinya
sebagai pengamat yang objektif sehingga dalam menuliskan karyanya dibuat teliti,
tanpa prasangka, tanpa bercampur dengan tafsiran subjektif, maupun memaksakan
pandangan atau kehendaknya kepada pelaku atau tokoh maupun pembaca
ceritanya. Aliran ini bertolak belakang dengan aliran romantisme yang
dianggap cengeng dan berlebihan oleh penganut aliran realis. Karya realisme banyak
mengambil cerita atau gambaran dari masyarakat bawah, seperti kaum tani; buruh;
gelandangan; pelacur; dan premanisme.
2. Impresionalisme
Impresionalisme berasal dari kata impesi yang berarti kesan. Berbeda dari aliran
realisme, menurut J. S. Badudu, kaum penganut aliran impresionalisme tidak akan
melukiskan hal – hal yang dilihatnya secara mendetail, namun hanya kesan pertama
yang melekat dari penglihatan sang pengarang itulah yang akan diceritakan kembali
oleh sang pengarang kepada pembacanya.
3. Naturalisme
Aliran ini dapat dikatakan sebagai cabang dari aliran realisme. Aliran naturalism
cenderung menggambarkan hal apapun yang nyata dirasakan, tidak seperti aliran
realism yang kebanyak berkutat tentang kehidupan sehari – hari. Naturalisme lebih
cenderung menggambarkan hal – hal buruk, jorok, bahkan berbau pornografis,
namun aliran naturalism juga melancarkan kritik sosial secara lebih tajam. Penganut
aliran naturalism akan mengungkapkan aspek – aspek alam semesta yang bersifat
fatalis dan mekanis, serta mementingkan gerak dan aktivitas manusia yang
mewujudkan kebendaan maupun kehidupan moral yang rendah.
4. Neo-Naturalisme
Aliran ini merupakan bentuk aliran baru atau lanjutan dari aliran naturalism. Aliran
ini menggabungkan aliran realism dengan naturalism, di mana aliran ini
menggambarkan hal – hal buruk maupun kenyataan yang baik. Aliran ini muncul
karena adanya ketidakpuasan terhadap aliran realisme yang dianggap tidak mampu
menyatakan ekspresi jiwa pengarang serta ketidakpuasan terhadap aliran
naturalisme yang dianggap kurang mengekspresikan hal secara ekstrim.
5. Determinisme
Determinisme berasal dari kata ‘to determine’ yang berarti menentukan. Aliran ini
merupakan cabang dari aliran naturalisme. Aliran ini berpusat pada takdir, di mana
menurut kaum determinisme, takdir merupakan suatu hal yang ditentukan oleh
unsur biologis dan lingkungan. J. S. Badudu menjelaskan, jika aliran ini akan
memandang nasib sebagai bukan sesuatu yang ditentukan oleh Tuhan, melainkan
nasib ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitarnya. Aliran ini berpendapat jika ke-
mlarat-an yang dialami seseorang, sifat jahat yang dimiliki seseorang, maupun sakit
yang diderita seseorang bukanlah karena takdir Tuhan, melainkan karena pengaruh
lingkungan. Contoh karya – karya yang menggunakan aluran ini di antaranya “Neraka
Dunia” karya Nur St. Iskandar, “Pada Sebuah Kapal” karya N. H. Dini, serta “Atheis”
karya Achdiat K. Mihardja.
6. Ekspresionalisme
Ekspresionalisme dijelaskan oleh H. B. Jassin merupakan suatu aliran di mana
penganutnya mampu mengenali manusia hingga pikiran dan perasaan yang paling
dalam, kesedihan dan kesengsaraan, ketinggian rasa susila, dan kerendahan hawa
nafsu. Pada aliran ini, si pengarang seolah – olah masuk ke dalam tokoh – tokohnya
dan aktif di dalam jiwa tokoh tersebut Aliran jenis ini menjadikan pengarang sebagai
pemain yang subjektif yang turut menyatakan apa yang menjadi dirinya pada setiap
cerita yang ia tuliskan.
7. Romantisme
Aliran romantisme memfokuskan pada perasaan. Romantisme kadang dianggap
sebagai penyakit kaum muda yang belum banyak mengecap pahit – manis
kehidupan, di mana mereka lebih sering
mengukur segalanya dengan intuisi dan
perasaan tanpa melibatkan otak. Aliran
romantisme sangat mementingkan penggunaan
kata – kata indah serta pengandaian atau awang
– awang di alam mimpi. Karya romantisme ada
jenis yang cengeng, yang melukiskan kegalauan
jiwa remaja yang berlagu tentang bahagia
romansa seakan dunia hanya milik berdua,
berlarian di taman bunga yang indah dipayungi awan dan pelangi yang menghiasi.
Namun, ada pula jenis romantisme dewasa yang dibalut dengan pengalaman dan
pengetahuan yang mampu melahirkan karya sastra mengharukan, seperti “Romeo
dan Juliet” karya Shakespeare serta “Les Mirables” karya Victor Hugo.
8. Idealisme
Aliran ini didefinisikan oleh Sabarudin Ahmad sebagai aliran romantisme yang
mendasarkan cita – cita ceritanya bertumpu pada cita – cita atau ide si penulis
semata. Pengikut aliran ini akan memandang jauh ke depan ke masa mendatang
dengan segala kemungkina yang diharapkan akan terjadi. Karya aliran ini umumnya
indah dan menawan, salah satu contohnya adalah penciptaan tokoh Tuli dalam
cerpen Layar Terkembang yang diceritakan mampu mewujudkan cita – citanya untuk
mengangkat harkat markabat kaum wanita seperti yang dicita – citakan R. A. Kartini.
Karya lain yang tergolong aliran idealisme antara lain “Pertemuan Jodoh” karya
Abdul Muis serta “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli.
9. Surealisme
Aliran ini muncul di Perancis dalam rentang Perang Dunia Pertama dan Perang Dunia
Kedua. Tokoh aliran ini berusaha menggambarkan suatu dunia mimpi tanpa
mengarahkan maksudnya, sehingga pembaca didorong untuk memberikan
penafsiran mereka sendiri–sendiri. Penggambaran cerita dalam aliran surealisme
umumnya melompat – lompat sehingga sulit untuk dipahami. Pembaca dituntut
mampu menyatukan sendiri tata bahasa, pemikiran, serta logika yang ditampilkan
secara acak oleh pengarang di dalam karya surealismenya.
I. UNSUR INTRINSIK CERPEN
Unsur - unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun
karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri.
1. Tema
Tema adalah sesuatu yang
menjadi dasar cerita, sesuatu yang
menjiwai cerita, atau sesuatu yang
menjadi pokok masalah dalam
cerita. Tema dalam banyak hal
bersifat “mengikat” kehadiran atau
ketidakhadiran peristiwa, konflik
serta situasi tertentu, termasuk pula
berbagai unsur intrinsik yang lain.
2. Tokoh
Tokoh adalah individu
ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam
berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula
berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan perbedaan sudut
pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis,
yaitu:
(1) Tokoh utama, tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan.
(2) Tokoh protagonis, tokoh yang kita kagumi yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
(3) Tokoh antagonis, tokoh penyebab terjadinya konflik dalam sebuah cerita.
(4) Tokoh sederhana, tokoh yang hanya memiliki satu kualitas peribadi tertentu,
satu sifat watak yang tertentu saja.
(5) Tokoh bulat (kompleks), tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
(6) Tokoh statis, memiliki sikap dan watak yang relatif tetap , tak berkembang,
sejak awal sampai akhir cerita.
(7) Tokoh berkembang, tokoh cerita yang mengalami perubahan dan
berkembang perwatakan sejalan dengan perkembangan serta perubahan
peristiwa dan plot yang dikisahkan.
(8) Tokoh tipikal, tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan
individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau
kebangsaan.
(9) Tokoh netral, tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar
– benar merupakan tokoh imajiner, yang hanya hidup dan bereksistensi
dalam dunia fiksi, Ia hadir semata – mata demi cerita, atau bahkan dialah
yang empunya cerita, pelaku cerita dan diceritakan.
(10) Tokoh tambahan, yaitu tokoh lain dalam cerita selain tokoh utama.
Pengenalan atau eksposisi, biasanya pada tahap ini penulis akan memperkenalkan tokoh-
tokoh yang ada dalam cerita novel , karakter-karakter tokoh dan lingkungan tokoh.
Pertentangan atau konflik, pada tahap ini biasanya tokoh utam mengalami konflik dengan tokoh lain, diri sendiri, maupun dengan
a-b
tau penanjakan, pada tahap ini biasanya konflik yang dialami tokoh semakin melebar dan terjadi beberapa pertentangan antar tokoh.
ncak ketegangan, pada tahap ini terjadi ketegangan yang memuncak atau masalah yang memuncak sehingga memunculkan kejutan-ke
c-d
ap ini ketegangan sudah cukup mereda
ni terjadi penyelesaian konflik yang biasanya ditunggu-tunggu oleh pembaca, ada dua penyelesaian dalam cerita novel, yaitu happy end
e-f
Jenis – Jenis Alur
a. Alur maju atau progresif merupakan alur yang menceritakan peristiwa-
peristiwa secara kronologis atau berurutan. Dalam alur ini cerita
diawali dengan tahap pengantar dan di akhiri tahap penyelesaian.
b. Alur mundur atau regresif merupakan alur yang menceritakan peristiewa-
peristiwa secara terbalik. Dalam alur ini cerita tidak dimulai dari tahap
pengantar
c. Alur campuran merupakan perpaduan dari alur maju dan dan alur mundur.
Konflik
Konflik cerita, yaitu pokok permasalahan yang terjadi dan sesuatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan atau perselisihan antara dua kekuatan yang seimbang
dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Bentuk konflik sebagai bentuk
kajadian dapat dibedakan ke dalam dua kategori:
1) Konflik fisik (eksternal) adalah konflik yang terjadi antara seseorang tokoh
dengan sesuatu di luar dirinya. Misalnya, konflik (permasalahan) yang dialami
seseorang tokoh akibat adanya banjir besar, gunung meletus, dsb. Konflik
sosial, sebaliknya adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial
antarmanusia, atau masalah yang muncul akibat hubungan antarmanusia.
Konflik sosial berupa masalah peperangan, perburuhan, dsb.
2) Konflik batin (internal) adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa
seseorang tokoh atau tokoh-tokoh cerita. Jadi ia merupakan konflik yang
dialami manusia dengan dirinya sendiri, intern seorang manusia. Misalnya,
hal itu terjadi akibat pertentangan antara dua keinginan, keyakinan pilihan
yang berbeda, harapan-harapan,dll. Dapat disimpulkan bahwa beberapa
konflik di atas saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu
dengan yang lain, dan dapat terjadi secara bersamaan.
5. Setting/Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,
ruang, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok.
Latar tempat, yaitu penggambaran tempat atau lokasi kejadian dalam
cerita.Misalnya: di hutan, di gunung, di jalan, dan sebagainya.
Latar waktu, yaitu penggambaran mengenai waktu kejadian. Misalnya: pagi
hari, malam hari, sore hari, dan sebagainya.
Latar suasana, yaitu suasana yang menyertai sebuah cerita. Misalnya: keadaan
sekitar tokoh. Namun budaya juga termasuk dalam latar ini.
6. Sudut Pandang
Adalah posisi pengarang dalam membawakan ceritanya. Bisa jadi ia menjadi
tokoh dalam cerita tersebut (pengarang berada di dalam cerita). Namun, bisa juga
dia hanya menjadi pencerita saja (pengarang berada di luar cerita).
Sudut Pandang dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama
Pada sudut pandang orang pertama, posisi pengarang berada di
dalam cerita. Ia terlibat dalam cerita dan menjadi salah satu tokoh dalam
cerita (bisa tokoh utama atau tokoh pembantu). Salah satu ciri sudut
pandang orang pertama adalah penggunaan kata ganti ‘aku’ dalam cerita.
Oleh karena itu, sudut pandang orang pertama sering disebut juga sudut
pandang akuan.
a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama (Tokoh ‘aku’ menjadi tokoh
utama dalam cerita).
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” mengisahkan tentang
berbagai peristiwa yang terjadi serta tingkah laku yang
dialaminya. Tokoh ”aku” akan menjadi pusat perhatian dari kisah
cerpen tersebut. Dalam sudut pandang ini, tokoh "aku" digunakan
sebagai tokoh utama.
Contoh:
Pagi ini cuaca begitu cerah hingga dapat mengubah suasana
jiwaku yang penat karena setumpuk tugas yang terbengkelai
menjadi teringankan. Namun, sekarang aku harus mulai bangkit
dari tidurku dan bergegas untuk mandi karena pagi ini aku harus
bekerja keras.
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang mengungkapkan ceritanya melalui
bahasa yang digunakan. Setiap pengarang memiliki gaya masing-masing. Gaya
bahasa berfungsi sebagai alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan,
dan menghidupkan cerita secara estetika. misalnya personifikasi, gaya bahasa ini
mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan sifat – sifat seperti
manusia. simile (perumpamaan), gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan
pengibaratan.
8. Amanat
Unsur-unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur dari luar novel tersebut. Adapun beberapa
unsur ekstrinsik cerpen, yaitu:
1. Sejarah/Biografi Pengarang biasanya sejarah/biografi pengarang berpengaruh pada
jalan cerita di novelnya
2. Situasi dan Kondisi secara langsung maupun tidak langsung, situasi dan kondisi akan
berpengaruh kepada hasil karya
3. Nilai-nilai dalam cerita.Dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang
disisipkan oleh pengarang. Biasanya di dalam karya sastra ada banyak sekali nilai-
nilai kehidupan yang bisa kita ambil, yaitu nilai moral,
sosial, religius, budaya, pendidikan, etika, estetika,
politik, patriotik, psikologi, ekonomi, historia, dan
sebenarnya masih ada banyak lagi.
1) Nilai Moral
Nilai Moral adalah nilai dalam cerpen/novel yang
berhubungan dengan perangai, budi pekerti, atau
tingkah laku manusia terhadap sesamanya.
Biasanya nilai ini dapat diketahui melalui deskripsi tokoh, hubungan antartokoh,
dialog, dan lain-lain.
Pada kutipan cerpen diatas, terdapat nilai moral yang diambil. Nilai moral
tersebut adalah aku yang berotak pandai dan hanya ingin berteman dari
golongan menengah ke atas menggambarkan kesombongan yang merupakan
sifat buruk.
2) Nilai Sosial
Nilai Sosial adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan masalah
sosial dan hubungan manusia dengan masyarakat (interaksi sosial antar-
manusia). Biasanya nilai ini dapat diketahui dengan penggambaran hubungan
antar-tokoh.
Berikut contoh kutipan Nilai Sosial:
"Dua penumpang laki-laki, saat melihat Lail dan ibunya masuk, berdiri
memberikan tempat duduk, "Terimakasih". Lail dan ibunya segera
duduk" (Kutipan Novel "Hujan" karya Tere Liye)
Pada kutipan novel diatas, terdapat nilai sosial yang diambil. Nilai sosial tersebut
digambarkan oleh perilaku sopan santun dua penumpang laki-laki yang
memberikan tempat duduknya kepada Lail dan ibunya yang baru masuk.
Kemudian Lail dan ibunya mengucapkan terimakasih, yang menggambarkan
bahwa Lail dan ibunya menghargai sopan santun kedua laki-laki itu.
3) Nilai Religi
Nilai Religius adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan
kepercayaan atau ajaran agama tertentu. Biasanya nilai ini dapat diketahui
dengan simbol agama tertentu, kutipan atau dalil dari suatu kitab suci, dan
penggambaran nilai-nilai kehidupan yang dilandasi ajaran agama yang bersifat
universal.
Pada kutipan cerpen diatas, terdapat nilai religius yang diambil. Nilai religius
tersebut meliputi jilbab yang merupakan penutup aurat yang dipakai perempuan
muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai ke dada.
4) Nilai Budaya
Nilai Budaya adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan adat
istiadat, kebudayaan, serta kebiasaan suatu masyarakat. Biasanya nilai ini dapat
diketahui dengan penggambaran adat istiadat, bahasa dan gaya bicara tokoh
yang mencerminkan bahasa tertentu, dan kebiasaan yang berlaku pada tempat
para tokoh.
Pada kutipan cerpen diatas, terdapat nilai budaya yang diambil. Nilai budaya
tersebut adalah tari jaipong yang merupakan tarian tradisional (kebudayaan)
khas Jawa Barat.
5) Nilai Pendidikan/Edukatif
Nilai Pendidikan/Edukatif adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan
dengan pengubahan tingkah laku dari baik ke buruk (pengajaran) atau bisa juga
berhubungan dengan sesuatu hal yang mempunyai latar belakang
pendidikan/pengajaran.
Pada kutipan novel diatas terdapat nilai pendidikan, yaitu Ayah Lintang yang
memutuskan untuk mendidik anak lelaki tertuanya Lintang agar tidak menjadi
seperti dirinya, agar kelak dapat mengubah nasib keluarganya.
6) Nilai Etika
Nilai Etika adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan sopan
santun dalam aspek kehidupan. Merupakan bagian dari nilai moral.
Pada kutipan cerpen diatas, terdapat nilai etika yang diambil. Nilai etika tersebut
adalah kita menuruti perintah orangtua dengan membelikan bahan membuat
kue untuk ibunya yang tidak enak badan.
7) Nilai Estetika
Nilai Estetika adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan
keindahan baik dari segi bahasa, penyampaian cerita, pelukisan alam,
keistimewaan tokoh, dan lingkungan sekitar tokoh.
Pada kutipan cerpen diatas, terdapat nilai estetika yang diambil. Nilai estetika
tersebut terdapat pada penggunaan kalimat "Beban yang menekan
pundaknya adalah pikulan yang digantungi dua keranjang batu kali. Jalan
tanah yang sedang didakinya sudah licin dibasahi air yang menetes dari
tubuh". Menurut penulis, penggunaan kata beban, menekan, dan pikulan
merupakan bentuk permainan bahasa yang indah. Gambaran lingkungan
sekitar pelaku juga menjadikan cerpen ini semakin jelas dan hidup.
8) Nilai Politik
Nilai Politik adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan usaha
warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, proses pelaksanaan
kebijakan di masyarakat, dan penyelenggaraan pemerintahan diberbagai tingkat
dalam negara.
Pada kutipan cerpen diatas, terdapat nilai politik yaitu money politics yang
merupakan suatu bentuk pemberian uang terhadap seseorang agar dapat
mempengaruhi orang tersebut untuk memilihnya pada saat pemilihan umum.
9) Nilai Patriotik/Perjuangan
Nilai Patriotik adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan jiwa
kepahlawanan atau suatu perjuangan (misalkan perjuangan hidup, semangat
yang membara, cinta tanah air, dan lain-lain).
Pada kutipan cerpen diatas terdapat nilai patriotik, yaitu antusiasme anak-anak
kecil dalam menunjukkan dukungannya bagi tim nasional Indonesia, sebagai
salah satu bentuk kesetiaan (semangat yang membara), sebagai wujud nyata
patriotisme.
Pada kutipan cerpen diatas terdapat nilai psikologi yang diambil. Nilai Psikologi
tersebut adalah karakter aku yang mengalami Shock, yang merupakan sebuah
keadaan psikologis dimana dia terkejut atas apa yang terjadi pada matanya.
11) Nilai Ekonomi
Nilai Ekonomi adalah nilai dalam cerpen/novel yang berhubungan dengan
status/kondisi ekonomi, perdagangan, atau permasalahan ekonomi dalam
masyarakat.
Pada kutipan novel diatas, terdapat nilai historis yang diambil. Nilai historis
tersebut adalah menyinggung tentang 30 September 1965 yang merupakan
permulaan dari sejarah gelap bangsa Indonesia yang sampai ini masih
didebatkan terkait kisah sesungguhnya mengenai peristiwa tersebut.
K. CARA MENGIDENTIFIKASI UNSUR INSTRINSIK NOVEL
1. Tema
Baca keseluruhan cerita dan memahaminya,kalo perlu baca berulang-ulang.
Tentukan tokoh utama yang mengalami kejadian/masalah, lalu tentukan
masalah yang dihadapi tokoh utama tersebut dan biasanya temanya berkaitan
dengan permasalahan.
Tulis hal-hal yang dibicarakan dalam cerita,baik itu tersirat maupun tersurat
hal yang paling banyak dibicarakan biasanya yang menjadi pokok bahasan atau
tema
Tema : Perjuangan seorang Remaja melawan penyakit kanker Ganas,
(Rabdomiosarcoma), tetapi memiliki semangat untuk Hidup.
2. Tokoh
Tulis saja nama – nama orang/tokoh yang terlibat dalam cerita tersebut.
Kalau tokoh utama : dengan menghitung berapa banyak tokoh tersebut
tampil dan berapa banyak dibicarakan, tokoh yang paling banyak dibicarakan
adalah tokoh utama.
3. Watak
Menunjukan secara langsung bagaimana perilakunya
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri
Memahami bagaimana jalan pikiranya
Melihat bagaimana tokoh itu menghadapi masalah yang ada.apa yang di
katakana oleh tokoh.
Melalui Fisik
Bapak K.A Harfan Efendy Noor yang berwajah sabar sedang duduk disamping
sekolah.
Seorang wanita berjilbab dan tinggi itu Nampak berkilau ditengah
kerumunan orang.
Wanita berkalung sorban itu melirik kami dengan pandangan jijik.
Melalui Jalan Pikiran
“Bisa diakalin nih anak”. Borek sinis.
“Bagus dengan begini aku bisa menag dalam perlombaan itu”, pikir Akiong
dalam hati.
Melalui Masalah
“Sudah menyerah ya ? semangat dong”, ujar lintang.
“Saya akan berusaha mencari siswa lagi pak” Bu Mus bergegas.
4. Alur
Pahami, cermati jalan cerita lihat urutan peristiwa dalam cerita novelnya
Dengan melihat atau menulis kapan cerita itu dimulai dan diakhiri, jika cerita
diawali dari waktu lalu menuju waktu sekarang,berarti cerita tersebut beralur
maju,demikian sebaliknya.
5. Setting/latar
Kapan dan dimana cerita itu berlangsung,.
Latar Waktu
1. Siang hari_Contoh kalimat : “Kita tunggu aja sampai jam 11 siang mudah-
mudahan ada 1 siswa lagi yang mendaftar”.
2. Pagi hari_Contoh kalimat : “Persis pada saat matahari terbit mereka bergegas
pergi ke sekolah Muhammdiyah”.
Latar Tempat
1. Di sekolah_Contoh kalimat : “Borek lagi tidur tuh di kelas”. Sahut Lintang.
2. Di bawah Pohon_Contoh kalimat : “Pohon ini begitu teduh rek, mudah-mudahan
emosi kau bisa seperti ini”. Oceh Lintang.
6. Suasana
Dilihat dari keadaan dalam cerita tersebut . Misalnya, suasana gembira, sedih,
tegang, penuh semangat, tenang, damai, dan sebagainya.
Menyenangkan_Contoh kalimat : “Horeee… kan sudah aku bilang, ini
adalah panggilan kemenangan kita”.
Menegangkan_Contoh kalimat : “Kalau kita tak mendapatkan 1 siswa lagi
sampai jam 11 siang ini tamatlah riwayat sekolah ini buk”.
7. Sudut pandang
Berkaitan dengan penceritaan penulis,jika pengarang memakai istilah aku untuk
menghidupkan tokoh,seolah-olah dia menciritakan pengalamanya sendiri maka
itu SP orang ke 1,dia Ke 3.
8. Amanat
Dapat ditangkap dari sebab akibat perbuatan para tokohnya,jika tokoh
adalah orang yang jujur dan dalam cerita ia menjadi orang yang berhasil
dalam hidupnya berari cerita itu mengandung pasan/amanat tentang
kejujuran.
Janganlah menyerah, hiraukan orang yang mengganggumu, teruslah
berjalan jika menurutmu itu benar.
Dari bersekolah dengan sungguh-sungguh cita-cita akan tercapai walaupun
dengan usaha yang sulit
9. Konflik
Dilihat dari suatu permasalahan yang ada atau yang di hadapi oleh tokoh-tokoh
dalam cerita tersebut.
Konflik dalam novel ini dimulai saat sekolah yang menjadi dambaan anak-anak
Laskar Pelangi akan digusur karena tidak memenuhi syarat yaitu harus memiliki
siswa minimal 10 orang.
Contoh kalimat : “jika sampai jam 11 kita tak mendapatkan 1 siswa lagi
tamatlah riwayat kita pak “.
Konflik kedua dalam novel ini terjadi pada saat tokoh utama tidak dapat
bersekolah lagi di sekolah Muhammdiyah.
Contoh kalimat : belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak
jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga.
c. Simile
Simile merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit, maksudnya
ialah bahwa ia lansung mengatakan sesuatu sama dengan hal lain
(Keraf: 138). Dalam hal ini bahasa yang membandingkan mengunakan
kata-kata perbandingan, terlihat dalam ketipan berikut:
Saya berdiri terpaku seperti berubah menjadi batu. (hal: 7)Maksud dari
berubah menjadi batu adlah diam tanpa ada gerakan.
e. Metonimia
Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah
kata untuk menyatakan suatu hal lain karena memiliki pertalian yang
sangat erat (Keraf : 142).
Setelah selesai mengisap pipanya, ia berbaring, maka saat kemudian
gubuk kami akan bergetar dengan suara dengur yang keras.
(hal:27)Kemudian pada suatu malam, tubuhnya seakan-akan lebih berat dari
biasa dan nafasnya berbau lain, maka saya buka mata saya. (hal:30)
f. Klimaks dalam novel ini terjadi pada saat anak-anak laskar pelangi harus
melawan sekolah PN yang sudah jauh lebih maju.
Contoh kalimat : “jika kalian ingin sekolah ini tidak digusur, menagkanlah
perlombaan itu dan bawalah piala ke desa rawa rontek ini”.
TUGAS 1
Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri.
Tikus berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang
mampu membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat
(sepanjang yang kami temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi
kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus
kebun.Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.
Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak
kami ingini itu, ketika saya tengah menonton flm-video The End of the Affair yang dibintangi
Ralph Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, sementara istri telah mendengkur
kecapaian di kamar. Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan
Julianne, tengah bugil di ranjang, yang membuat saya menahan napas dan pupil mata
melebar, tiba-tiba kaki saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya
lihat tikus hitam besar itu berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris
copot, darah naik ke kepala akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas.
Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam
tongkat di dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik memegangnya dan
menuju ke arah balik rak buku.Tangan saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun,
tak saya lihat wujud benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian
bawah di mana terdapat lubang untuk memasukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk
memeriksanya, saya harus mematikan televisi dulu yang ternyata masih menayangkan
adegan panas pasangan intelektual Inggris itu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang
saya tiba-tiba.
Imigran gelap rumah itu saya biarkan selamat dahulu.
Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang
pembenci tikus, sampai pada suatu hari istri saya yang justru memberitahukan kepada saya
adanya tikus tersebut. Berita itu begitu pentingnya melebihi kegawatan masuknya teroris di
kampung kami.
“Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”
“Di mana Mamah lihat?”
“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa, menahan
napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.
“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah
kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”
“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke rak
buku.
“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”
Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan
senter ke bagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Ke mana dia menghilang?
Sejak itu istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak dibungkus
kain, juga tempat sendok. Tudung saji diberati dengan ulekan agar tikus tidak bisa
menerobos masuk untuk menggasak makanan sisa. Gelas bekas saya minum nescafe-cream
malam hari harus ditutup rapat. Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah sambil
diberati batu. Strategi kami adalah semua tempat makanan ditutup rapat-rapat sehingga
tikus tak akan bisa menerobos.
Istri saya memesan dibelikan lem tikus paling andal, yakni merek Fox. Selembar
kertas minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumuran lem itu
ditaruh ampela ayam bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas.
Pada malam itu, ketika istri saya tengah asyik menonton sinetron “Cinta Kamila”, yang
setiap malam setengah sembilan selalu menangis itu, istri saya tiba-tiba berteriak
memanggil saya yang sedang mengulangi membaca Filsafat Nietsche di kamar kerja, bahwa
si tikus terperangkap.
Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus
hitam sedang meronta-ronta melepaskan diri dari kertas yang berlem itu.
“Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan di mana di dapur
itu.
“Jangan dipukul Pah!”
“Lalu bagaimana?” Saya menjawab mendongkol.
“Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya seluruh lem lengket
ke badannya.”
“Lalu diapakan?” Saya semakin dongkol.
“Buang di tempat sampah!”
“Aah, mana pukul besi?”Kedongkolan memuncak.
“Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”
Saya mengalah. Ketika tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh
ketakutan memandang saya. Ah, persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus
saya bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah di depan rumah, sambil tak lupa
memenuhi perintah istri saya agar penutupnya diberati batu.
Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya
bahwa tikus itu lepas ketika Mang Maman tukang sampah mau menuangkan sampah ke
gerobaknya. Cerita Mang Maman, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke
kebun sebelah dengan terbungkus kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini beberapa hari
kemudian diperkuat oleh Bi Nyai, pembantu kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang
belang-belang kulitnya. Geram juga saya, dan diam-diam saya membeli dua jebakan tikus.
Ketika mau saya pasang malam harinya, istri saya keberatan.
“Darahnya ke mana-mana,” katanya.
“Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawabku.
Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu
dulu kupukul kepalanya, tentu beres.
Pada waktu subuh istri membangunkan saya.
“Tikusnya kena, Pah!”
Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah
tak banyak keluar. Ketika saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus yang kulitnya sudah
belang-gundul.
“Ini bukan tikus yang lepas itu, Mah!”
“Masa?”Ia mendekat mengamati.
“Kalau begitu ada tikus lain.”
“Mungkin ini istrinya,” celetekku.
Ketika mau saya lepas dari jebakan, istri saya melarangnya.
“Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”
Rasa tidak aman masih menggantung di rumah kami.Tikus belang itu masih hidup.
Dendam kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus dengan
bergantiganti umpan, seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kegemaran saya, sosis,
namun tak pernah berhasil menangkap si belang.
Bibi mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam
bakar di restoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayam itu
dipasang istri saya di tengah lumuran lem Fox, sisanya saya pakai lauk makan malam.
Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari karton
tebal yang dilumuri lem.Tikus itu benar-benar musuh istri saya, di beberapa bagian
badannya sudah tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah
minta ampun.
“Mah, cepat ambil pukul besinya.”
Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. Ketika mau saya
hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.
“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga dibungkus koran.
Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”
Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang
merontaronta itu bisa lepas lagi.
“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.
“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi
cukup tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu
berpengalaman lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.
Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang
bibi di tempat sampah.
Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa
menutup kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus,
tetapi sekarang tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedamaian rumah kami mulai
nampak, sampai pada suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bunyi bayi
tikus! Inilah gejala perang baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami.
“Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu kelaparan ditinggal kedua orangtuanya.
Kalau mati bagaimana? Kalau mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.
Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah kami
obrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak kedengaran
tangisnya lagi. “Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” kata saya.
“Nunggu Mang Maman kalau ambil sampah siang,” kata istri. Ketika Mang Maman mau
mengambil sampah di depan rumah, bibi minta kepadanya untuk naik ke para-para mencari
bayi-bayi tikus.
“Di sebelah mana, Bu?” tanya Mang Maman.
“Tadi hanya terdengar di dapur saja. Mungkin di atas dapur ini atau dekat-dekat sekitar
situ,” sahut istri saya.
Sekitar setengah jam kemudian Mang Mamang berteriak dari para-para bahwa bayi-
bayi tikus itu ditemukan. Mang Maman membawa bayi-bayi itu di kedua genggaman
tangannya sambil menuruni tangga.
“Ini Bu ada lima. Satu bayi telah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah
tersengal-sengal.”
Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.
“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.
“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”
“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.
“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman sambil
meringis.
“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”
“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”
Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong
menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong
celananya, sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak
sampahnya.
Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia. Tikus selalu mengikuti manusia dan
memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan,
tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak
akan pernah berakhir.
Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi
oleh penampakan tikus-tikus yang baru.
1 Abstrak
2 Orientasi
3 Komplikasi
4 Evaluasi
5 Resolusi
6 Koda
TUGAS 2
1. Kerjakan di buku tulis masing-masing dengan memberi identitas pada bagian atas
tulisan:
Nama =
Kelas =
No. Presensi =
Tugas = TUGAS 2_TEKS CERITA PENDEK_UNSUR-UNSUR CERPEN
2. Terdapat pilihan pengerjaan tugas.
Alternatif berikutnya adalah, kerjakan semua tugas-tugas dalam modul teks
prosedur ini pada Ms. Word. Beri keterangan dan identitas lembar yang berbeda
pada setiap tugas. Format file pengumpulan Ms. Word: Teks
Cerpen_Nama_Kelas_Presensi
3. Contoh cara menjawab masing-masing butir soal:
Nomor =
Kunci jawaban = (sebutkan abjad A/B/C/D/E)
Pembahasan = _ (tulis alasan dan pembahasan)
"Ini tidak adil! Ini tidak adil!" teriak saya pada Jumat dini hari itu. Saya tersedu-sedu di
pojok ditunggui istri yang ikut berlelehan air matanya tak mengerti. Saya rnemukul-
mukul dinding sambil terus nyerocos.
''Mengapa justru Bibit yang dipilih! Kenapa bukaji saya bangkotannya. Kenapa bukan
kamu, ibunya. Kenapa bukan Joko, atau Jarot, atau Anting, atau Bening." Istri serta-
merta memeluk saya sambil menangis sejadi-jadinya. Sesungguhnya semesta ini
digelar berdasarkan perikemanusiaan dan periketuhanan?
Bibit, satu-satunya harapan saya di dunia, harus saya buang. Jika dia sudah saya buang
dan tidak lagi merupakan bagian dari saya, tidak ada lagi alasan bagi Malaikat Izrail
memburunya ...
Di usia yang tersisa, Suarni dan Said ingin berkumpul kembali dengan anak-anak, ingin
rnerasakan kehangatan di tengah-tengah mereka, seperti dulu, saat mereka masih di
kampung. Keduanya tak henti-hentinya berharap, mudah-mudahan, ada di antara
anak-anak yang mengajak tinggal di Jakarta, menghabiskan hari tua di sana. Aih,
betapa menyenangkan bila Suarni masih dapat membuatkan makanan kesukaan Ijal,
Ketek, Basa, atau Irham. Akan tetapi, setelah sekian lama menunggu dan berharap,
ajakan itu tak kunjung tiba. Kalaupun sekali waktu Suarni dan Said datang berkunjung,
itu hanya sekedar menjenguk cucu-cucu, sepekan dua pekan. Setelah itu, mereka
kembali pulang ke kampung. Tidak untuk tinggal berlama-lama, sebagaimana
keinginan mereka. Harapan Suarni dan Said kini beralih pada Alida. Anak perempuan
semata wayang, yang juga memilih hidup di Jakarta sejak menikah dengan Yung.
Nilai budaya yang terdapat dalam penggalan cerpen tersebut adalah ...
A. Keinginan orang tua berkumpul dengan anak-anak di usia tua.
B. Kebijakan orang tua mengunjungi anak-cucu di kota lain.
C. Memasakkan makanan kesukaan untuk suami dan anak-cucu setiap hari.
D. Setelah tua tinggal bersama anak di kota besar.
"Pak, jangan tinggalkan aku," suara Mama begitu pelan, namun menyayat. Air
matanya kian membanjir. Begitu pula denganku. Tetapi aku tak berkata apa-apa. Bibir
Bapak bergerak perlahan. Dia berjuang keras untuk mengeluarkan kalimat yang
menyesaki tenggorokannya. Dan akhirnya, MAAF. Kata itulah yang mampu kueja dari
gerakan bibirnya yang tak mengeluarkan suara. Lalu sekali lagi, MAAF. Aku tak mampu
berkata-kata. Kulihat mata Bapak lambat laun meredup. Genggaman jarinya
melemah, Hingga akhirnya benar-benar tak ada.
"Bapak.....!!!"
Bacalah kutipan cerpen berikut dengan saksama untuk menjawab soal nomor 4 dan 5!
(1) la seorang yang tak suka kepada keramaian. (2) la senang duduk dalam kamarnya
menyendiri, mengarang cerita, menulis syair, atau berpikir. (3) Yang belakangan inilah
paling sering diperbuatnya. (4) Maklum, orang tak setiap hari bisa mengarang. (5)
Apalagi orang seperti dia yang kerap kali duduk-duduk saja, terpisah dari dunia ramai.
(6) Tapi pikirannya produktif dan makin banyak kertas yang ditulisinya. (7) Istrinya
suka akan tabiatnya yang demikian itu.
(Tikus dan Manusia, Trisno Sumarjo)
Nilai apa yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut? Sertakan bukti kutipan!
Nilai apa yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut? Sertakan bukti kutipan!
Nilai apa yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut? Sertakan bukti kutipan!
4. Bacalah penggalan cerita berikut!
Acara pesta telah ditentukan waktunya. Pesta pernikahan Ali dan Ina. Para
pemuda tampak sibuk mendirikan pentas tempat pertunjukan untuk menghibur
tamu. Hiburan akan diisi rebab Pesisir Selatan. Ibu-ibu sibuk di dapur. Mereka
memasak gulai cubadak sebagai hidangan khas orang baralek.
Nilai apa yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut? Sertakan bukti kutipan!
Nilai apa yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut? Sertakan bukti kutipan!
TUGAS 4
1. Produksilah sebuah cerpen yang berangkat dari kisah selama pandemi Covid-19.
Boleh mengangkat cerita asli dg nama-nama samaran atau diproses kreatifkan agar
cerita lebih hidup dan menarik untuk disimak.
2. Lakukan bimbingan secara berkala, dalam sepekan minimal 1x konsultasi ke guru
pengajar. Buatlah tabel dan jadwal konsultasi kalian untuk diisi guru
Nama siswa =
Kelas =
Presensi =
KETENTUAN:
1. Kerjakan dengan menulis di buku masing-masing
2. Format identitas di lembar buku tulis siswa:
Nama =
Kelas = No. Presensi =
Materi = Evaluasi Akhir Teks Cerpen
3. Contoh cara menjawab masing-masing butir
soal: Nomor =3
Kunci jawaban = (sebutkan abjad A/B/C/D/E)
Pembahasan = (tulis alasan dan pembahasan)
4. Silahkan foto masing-masing lebar halaman pengerjaan dan kumpulkan pada
classroom sesuai deadline. Jika terdapat indikasi kecurangan, nilai akan
dianulir.
No. SOAL
1 Bacalah kutipan cerpen berikut dengan cermat!
Dikutip dari: Agus Noor, “Tukang Jahit”dalam Cinta di Atas Perahu Cadik Cerpen
Kompas Pilihan 2007
…. Sudah hampir jam satu malam, ketakutan menyerangku. Aku ingin menelepon ke
rumah, tapi kupastikan Mak Yem menunggu ayah di rumah sakit. Tiba-tiba aku
merasa bersalah, ini sebuah egoisme. Aku dan Yu Ning kejar karir dan selalu lupa
kalu masih punya ayah yang harus kami perhatikan. Selalu lupa menelepon
beliauhanya untuk mengucapkan, “Halo”. Padahal, sebelum keberangkatanku ke
Jakarta, ayah
bilang, “Kalian berdua memilih karir di Jakarta. Tak seorang pun memang ingin
bersama laki-laki tua sepertiku. Aku tahu tidak ada yang harus disalahkan, setiap anak
pasti mencari sarangnya yang baru. Tapi, sesekali teleponlah aku. Itu sudah lebih dari
cukup.”
Dikutip dari Ratna Indraswari Ibrahim, “Ayah Pulang” dalam http://cerpen kompas.
ordpress.com/2007
Suntingan yang tepat untuk kalimat yang bercetak miring sesuai dengan EBI adalah….
A. Aku dan Yu Ning dikejar karir dan selalu lupa kalau masih punya Ayah
yang harus kami perhatikan.
B. Aku dan Yu Ning terkejar karir dan selalu lupa kalau masih punya Ayah yang
harus kami perhatikan.
C. Aku dan Yu Ning pengejar karir dan selalu lupa kalau masih punya Ayah
yang harus kami perhatikan.
D. Aku dan Yu Ning mengkejar karir dan selalu lupa kalau masih punya Ayah
yang harus kami perhatikan.
E. Aku dan Yu Ning mengejar karir dan selalu lupa kalau masih punya Ayah
yang harus kami perhatikan.
6 Bacalah kutipan cerpen berikut dengan saksama!
(1) Godril terbangun dari tidurnya pada tengah malam (2) Wajahnya pucat dan
berkeringat. (3) Tubuhnya pun basah karena keringat yang bercucuran. (4) Dia
berusaha memejamkan matanya, tetapi tetap gagal. (5) Tatapannya terbentur pada
langit-langit kamar hotel dan terbangun oleh mimpi-mimpi yang menakutkan.
Dikutip dari: Hamdani M.W., “Peti Mati”dalam Romansa, Yogyakarta, Labuh, 2005.