Anda di halaman 1dari 22

MAKALA

H
PERADABAN ISLAM PADA MASA NABI
MUHAMMAD

Disusun untuk memenuhi tugas Mata


Kuliah : Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pegampu : Rodianto, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok III
1. Linamro’ah Dzawissiadah (2618084)
2. Wiluyo (2618013)
3. Syareza Dany Yusuf (2618127)
4. Vesti Aina Faura (2619001)

Kelas A

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PEKALONGAN
2020
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting untuk mewujudkan


masa depan yang lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui
kejadian-kejadian yng terjadi pada masa lalu, terutama bagi umat Islam.
Perkembangan islam pada masa Nabi Muhammad melalui berbagai macam
cobaan dan tantangan yang dihadapi untuk menyebarkannya. Islam
berkembang dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan
dikendalikan oleh Islam. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan
titik tolak perubahan peradaban islam kearah yang lebih maju.

Pada awal mula Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari Allah SWT
yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepadanya, mendapat
tantangan yang besar dari berbagai kalangan Quraisy. Hal ini terjadi karena pada
masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu berhala- berhala
yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah,
dakwah pertama yang dilakukan di Mekah dilaksanakan secara sembunyi-
sembuyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat sedikit.

Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk islam semakin
hari semakin banyak, Allah pun memerintah Nabi untuk melakukan dakwah
secara terang-terangan. Bertambahnya penganut agama islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw. membuat kemampuan spiritual yang sudah lama
mengakar di kaum Quraisy menjadi terancam. Karena hal inilah mereka
berusaha dengan semaksimal mungkin mengganggu dan menghentikan
dakwah tersebut. Dengan cara diplomasi dan kekerasan mereka lakukan.
Merasa terancam, Allah SWT. memerintahkan Nabi Muhammad beserta
kaum muslim lainnya untuk berhijrah ke kota Madinah dan disinilah kemajuan
islam dimulai.

1
IAIN
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Periode Mekkah

Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah islam dilakukan secara
sembunyi sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di
lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, kemudian Ali bin
Abi Thalib, Abu Bakar sahabat beliau, Zaid bekas budak beliau. Di samping itu, juga
banyak orang-orang yang lebih dahulu masuk islam dengan perantara Abu Bakar
yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun.
Orang-orang yang lebih dahulu masuk islam adalah Utsman bin Affan, Zubair bin
Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin
‘Ubaidillah, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, dan Al-Arqanm bin Abil Arqam, yang
dirumahnya dijadikan markas untuk berdakwah. Kemudian setelah turun ayat 94
Surah Al-Hijr, Nabi Muhammad Saw. memulai berdakwah secara terang-terangan.
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musrik” (QS.
Al-Hijr: 94).
Namun, dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah karena mendapat
tantangan dari kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor
sebagai berikut.
1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka
mengira bahwa tunduk kepada seruan kaum Nabi Muhammad berarti tunduk
kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.

2. Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba


sahaya.

3. Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta tidak
menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.

4. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada
bangsa Arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama
nenek moyang dan mengikuti agama islam.

5. Pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai penghalang rezeki.


Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah
Nabi Muhammad, namun mereka selalu gagal dan puncaknya adalah dengan
diberlakukannya pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat
Nabi Muhammad berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, dan
merupakan tindakan yang paling melemahkan umat islam pada saat itu. Tekanan
dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah nabi Muhammad
terlebih setelah meninggalnya paman beliau, Abu Thalib dan istri tercinta beliau,
Khadijah. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini
merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad sehingga dinamakan Amul
1
Khuzn.
Karena di Mekah dakwah Nabi Muhammad mendapat rintangan dan tekanan,
pada akhirnya nabi memutuskan untuk berdakwah diluar Mekah. Namun, di Thaif
beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini hampir
menyebabkan Nabi Muhammad berputus asa., sehingga untuk menguatkan hati
beliau Allah Swt. mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun
kesepuluh kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mi’raj ini menggemparkan
masyarakat Mekah. Bagi orang kafir masalah ini dijadikan bahan propaganda untuk
mendustakan Nabi Muhammad Saw, sedangkan bagi orang yang beriman ini
merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan
dakwah Islam terjadi, yaitu dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib
(Madinah) untuk berhaji ke Mekah. Mereka terdiri dari dua suku yang saling
bermusuhan, yaitu suku Aus dan Khazraj yang masuk islam dalam tiga
gelombang. Pada gelombang pertama pada tahun kesepuluh tahun kenabian,
mereka datang untuk memeluk agama islam dan menetapkan ajarannya sebagai
upaya untuk mendamaikan permusuhan antara kedua suku, dan mendakwahkan
Islam di Yatsrib. Gelombang kedua, pada tahun ke-12 kenabian mereka datang
kembali menemui Nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan
perjanjian “Aqabah pertama” yang berisi ikrar kesetiaan. Romobongan ini
kemudian kembali ke Ytsrib dengan disertai oleh Mus’ab bin Umair yang diutus
oleh Nabi untuk berdakwah bersama mereka. Gelombang ketiga, pada tahun ke-
13 kenabian, mereka datang kembali kepada nabi untukhijrah ke Ytsrib. Mereka

1Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.67.


akan membai’at Nabi sebagai pemimpin. Nabi akhirnya menyetujui usul mereka
untuk berhijrah. Perjanjian ini disebut perjanjian “Aqabah kedua” karena terjadi pada
2
tempat yang sama.

B. Periode Madinah

1. Hijrahnya Nabi Muhammad Saw.

Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, didahului oleh dua peristiwa yaitu


bai’ah aqabah sughra (pertama) pada tahun 621 M dan bai’ah aqabah kubra
(kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini juga tidak lepas dari usaha
Rasulullah untuk menyampaikan ajarannya kepada sebagian peziarah dan
pedagang dari kota Yatsrib yang melaksanakan ibadah haji. Isi bai’ah itu
antara lain mengikrarkan keimanan kepada Allah dan Rasulnya Muhammad,
amar ma’ruf nahyi munkar, dan kepatuhan kepada beliau pimpinan mereka.
Nabi juga berjanji akan berjuang bersama mereka baik dalam peperangan
maupun perdamaian. Sesungguhnya dalam peristiwa bai’ah aqabah itu telah
terjadi legislasi kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai pimpinan mereka.
Karena telah terjadi fakta persekutuan antara Nabi dengan penduduk Yatsrib,
sampai dengan legistimasi formalnya sebagai kepala negara Madinah,
dengan ditetapkannya Piagam Madinah. Piagam Madinah itulah diatur
kehidupan masyarakat Madinah sehingga menjadi masyarakat yang maju dan
beradab.Mereka hidup dengan menjalankan aturan-aturan yang mereka
sepakati bersama itu.

Melihat pesatnya dakwah Islam di Yasrib dan masuk Islamnya suku Aus
dan Khazraj, maka Rasulullah. memerintahkan umatnya untuk berhijrah ke
kota itu secara perorangan atau berkelompok kecil-kecil agar tidak
3
menimbulkan goncangan bagi masyarakat Quraisy. Rasulullah, sendiri
menunggu perintah hijrah langsung dari Allah swt. Pada suatu malam para
pemuda Quraisy pilihan itu mengepung rumah Rasulullah saw. agar mereka
dapat membunuhnya bila beliau keluar.
2
Ibid, hlm. 68.
3 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm.
23.
Jibril datang menemui Rasulullah dan mengabarkan kepadanya tentang
kesepakatan kaumnya. Dia menyuruh Rasulullah untuk segera hijrah.
Kemudian Rasulullah keluar sambil menebarkan debu di atas kepala mereka
4
yang membuat mereka pingsan.

Rasulullah pergi menemui Abu Bakar, dan menuju ke Gua Tsur di Selatan
Makkah. Sedangkan, Ali bin Abi Thalib diperintahkan tidur di tempat tidurnya
dengan memakai mantel Rasulullah. Tatkala bangun, dia mendapatkan orang-
orang Quraisy memasuki rumah Rasulullah yang nyata hanya menemukan
dirinya.

Kaum Quraisy di Makkah mengumumkan bahwa barang siapa yang


menemukan Muhammad dalam keadaan hidup atau mati akan diberi hadiah
seratus ekor unta. Diantara orang-orang yang akan membunuh Rasulullah
ialah Suraqah bin Malik bin Ju’syum yang mengetahui perjalanan Rasulullah,
tetapi ia gagal karena kudanya jatuh tersungkur tiga kali dan ia terpelanting
sehingga ia mengurungkan niatnya.

Rasulullah bersama sahabatnya mengarungi padang pasir yang luas, dan


gunung-gunung batu yang terjal serta panas yang sangat menyengat selama
berhari-hari, yang akhirnya sampailah di dekat Yasrib pada Suku Bani Sahm yang
dipimpin oleh Buraidah yang menyambutnya. Sementara itu kaum
Muslimin di Yasrib menantikan kehadirannya dengan harap-harap cemas.

Dalam perjalanan ke Yatsrib, Nabi berdiam beberapa hari di Quba’, sekitar


lima kilometer dari Yatsrib dan medirikan masjid di halaman rumah Kalsum bin
Hindun. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi (sekarang bernama Masjid
Quba’). Ali pun kemudian menyusul nabi dan bergabung. Tanggal 12
5
Rabi’ul Awwal Rasulullah datang di Yatsrib.

Sebagai penghormatan, nabi mengubah nama kota itu menjadi Madinah al-
Munawwarah (kota yang bercahaya). Dari sinilah cahaya Islam mulai
memancar ke seluruh dunia.

4
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam : Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, Jakarta: Media
Akbar, 2011, hlm. 102.
5 Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam: dari Arab sebelum Islam hingga
Dinasti-
dinasti Islam, Yogyakarta: Teras, 2012, hlm. 38-39.
Nabi membiarkan untunya berjalan hingga berhenti di tempat penjemurna
kurma milik dua anak yatim dari Bani Najjar yang walinya adalah Sahl dan Suhail
Ibn Amar. Di tempat itulah Rasulullah memerintahkan umatnya untuk
mendirikan masjid dan tempat tinggalnya setelah dibeli dari pemilik
pekarangan itu. Sementara itu Nabi tinggal di rumah Abu Ayyub Khalid ibn
Zaid al-Ansari.

Perlu digarisbawahi, bahwa dalam periode Mekah, dan dakwah yang


dilakukan Nabi ditekankan pada penanaman dasar-dasar keimanan.
Sedangkan di Madinah, Nabi Muhammad saw. menerapkan syari’ah Islam dan
pembangunan ekonomi, sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Dengan pindah ke Madinah, Nabi berhasil meletakkan dasar-dasar
6
kemasyarakatan Islam.

2. Membangun Masyarakat Islam


Dengan hijrah ke Yatsrib, Nabi segera meletakkan dasar-dasar masyarakat
Islam. Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota ini (pemimpin negara)
sekaligus pemimpin agama Islam. Dasar-dasar kehidupan masyarakat Islam
atau yang sering disebut Konstitusi Madinah adalah:7
a. Mendirikan Masjid untuk tempat beribadah juga untuk tempat berkumpul
dan bertemu. Masjid berperan besar dalam menyatukan umat Muslimin
dari berbagai suku dan mempersatukan jiwa mereka serta tempat
bermusyawarah dalam merundingkan persoalan yang dihadapi. Pada
masa nabi, masjid dijadikan pusat pemerintahan.
b. Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesame muslim). Persaudaraan yang
dilakukan Rasulullah berdasarkan agama, bukan berdasarkan pertalian
darah. Mempersatukan umat yaitu mempersaudarakan kaum Anshar dan
kaum Muhajirin. Kaum Anshar adalah penduduk Madinah yang menolong
Rasulullah sedangkan kaum Muhajirin ialah kaum yang hijrah dari Makkah
ke Madinah.
c. Perjanjian persahabatan untuk saling membantu antara kaum muslimin
dengan kaum bukan muslimin. Kemerdekaan beragama dijamin dna

6
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007, Hlm. 68.
7 Khoiriyah,op.cit. hlm. 39
seluruh anggota masyarakat berkewajiban memeprtahankan keamanan
Negara dari serangan luar. Setiap golongan masyarakat memiliki hak
tertentu dalam bidang keagamaan.
d. Meletakkan landasan politik, ekonomi dan kemasyarakan bagi negeri
Madinah yang baru terbentuk. Dasar berpolitik antara lain prinsip keadilan
yang harus dijalankan tanpa pandang bulu. Prinsip egaliter atau kesamaan
derajat antara manusia, yang membedakan adalah ketaqwaan kepada
Allah semata. Untuk memecahkan masalah atau persoalan umat
dipeganglah prinsip musyawarah.
Islam di Madinah menjadi semakin kuat dan berkembang pesat. Hal ini
yang mendorong kaum Quraisy dan musuh Islam lainnya semakin bertambah
memusuhi Islam.
3. Peperangan dalam Islam
a. Perang Badar
Perang Badar al-Kubra terjadi pada tanggal 8 Ramadhan tahun kedua
Hijriyah (624 M), yaitu antara kaum muslimin Madinah di bawah pimpinan
Rasulullah melawan kaum Quraisy. Sebab-sebab perang Badar ini antara lain
kaum Quraisy ingin melenyapkan musushnya padahal mereka telah
merampas harta kaum muslimin di Makkah. Bila kaum Quraisy menang,
maka jalur perdagangan ke utara akan aman tanpa gangguan, tetapi jika
kalah maka perdagangan terganggu yang akan merugikan perniagaan
8
kaum Qurais sehingga mereka bertekad memerangi kaum muslimin.
Medan pertempuran terjadi di dekat sumur Badr (di lembah Badar) antara
Makkah dan Madinah. Sumur itu kepunyaanseorang yang benama Badr
9
sehingga dikenal dengan perang Badr. Nabi sendiri yang memegang
komando. Kaum Quraisy dipimpin oleh Uthbah bin Rabi’ah, AL-Walid putra
Uthbah dan Sayaibah, saudara Uthbah. Sedangkan pasukan Islam
ditampilkan Ubaidah bin Haris, Hamzah, dan Ali bin Abi Talib. Pasukan
Quraisy sebanyak kira-kira 1000 orang, sedangkan kekuatan Islam hanya
300 ornag. Pertempuran ini akhirnya dimenangkan oleh pihak Muslimin.
Ketiga pimpinna Quraisy mati terbunuh termasuk Abu Jahal. Di pihak Islam,
Ubaidah gugur sebagai syahid.
8
Khoiriyah, ibid, hlm. 41
9 Ali Mufrodi, loc.it, hlm. 30.
b. Perang Uhud
Perang Uhud terjadi pada bulan Sya’ban tahun ke-3 Hijriyah di Kaki
Gunung Uhud yang terletak di Utara Madinah. Sebab peperangan ini
berkobar adalah kaum Quraisy ingin menebus kekalahan yang dideritanya
pada waktu perang Badar.
Kaum Quraisy Makkah berangkat menuju Madinah dengan Panglima
perang Abu Sufyan membawa pasukan 300 orang berkendara unta, 200
orang berkendara kuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan 700 orang
berbaju besi. Psukan Nabi berjumlah sekitar 1000 orang, tetapi sampai di
perbatasan kota, 300 orang Yahudi dengan Abdullah bin Ubay membelot
dan kembali ke Madinah. Pasukan Islam tinggal 700 orang. Di bukit Uhud
kedua pasukan bertemu dan terjadi prang dahsyat. Pada awalnya pasukan
Islam menang karena disiplin dan strategi jitu meskipun jumlahnya lebih
kecil. akan tetapi, kemudian karena godaan harata peninggalan perang
musuh, pasukan Islam mulai memungut dengan tidak menghiraukan
gerakan musush meskipun sudah diperaingatkan oleh Nabi agar tidak
meninggalkan posnya. Kelenggangan kaum Muslimin ini dimanfaatkan
oleh musuh. Pasukan Quraisy kemudian menyerang dan pasukan
Islampun porak poranda. Banyak kaum muslimin yang gugur sebagai
syahid dalam perang Uhud ini yaitu sebanyak 70 orang. Nabi sendiri
terluka.10
c. Perang Khandaq
Perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal 5 H, di Madinah. Sekitar
Madinah digali parit (khandaq), ide Salman Al Farisi untuk
mempertahankan dari serangan musuh. Perang ini dimenangkan kaum
muslimin.

d. Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun 628 M/ 6 H, perjanjian dengan
penduduk Makkah. Pada bulan Januari 630 M (8 H) Umat Islam berhasil
menaklukkan kota Makkah / Fathu Makkah.

10 Khoiriyah, op.cit, hlm. 42-43.


e. Perang Khaibar
Perang Khaibar terjadi pada tahun 7 H, di Khaibar, antara Kaum
Muslimin melawan orang Yahudi. Nabi Muhammad membawa 1.600
orang dipimpin Ali bin Abi Thalib. Setelah mengepung selama 6
hari,
pasukan Islam menang.
f. Perang Mu’tah
Perang Mu’tah terjadi pada tahun 8 H, di desa Mu’tah. Sebab: menuntut
balas kekejaman raja Ghassan yang membunuh utusan yang dikirim nabi
dalam rangka dakwah Islam. Pasukan 3000 orang dipimpin Zaid bin
Haritsah. Pasukan Ghassan 200.000 orang. Khalid bin Walid mengambil
alih komando dan menarik pasukannya kembali menuju Madinah.
g. Perang Hunain
Perang Hunain, terjadi pada tahun 8 H, di lembah Hunain. Sebab: masih
adanya dua suku arab yang menentang yaitu Bani Tsaqif di Thaif dan Bani
Hawazin, meskipun Makkah sudah ditaklukkan. Mereka ingin menuntut
bela atas diruntuhkannya berhala-berhala mereka oleh nabi. 12.000 orang
pasukan Islam dipimpin Nabi sendiri. Dengan ditaklukkannya Bani
Hawazin dan Bani Tsaqif, berarti seluruh Jazirah Arab berada di bawah
pimpinan Nabi Muhammad Saw.
h. Perang Tabuk
Perang Tabuk terjadi pada tahun 9 H, di daerah Tabuk. Sebab:
Heraklius bergabung dengan Bani Ghassan dan Bani Lachmides
menyusun pasukan besar untuk menghadapi Islam. Nabi menyusun
pasukan dalam jumlah besar pula. Tentara Romawi akhirnya minder dan
manarik diri ke daerahnya masing-masing. Nabi tidak melakukan
pengejaran tetapi berkemah di daerah Tabuk. Beliau mengadakan
perjanjian dengan penduduk setempat sehingga daerah tersebut menjadi
daerah Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh
Rasulullah.
4. Wafatnya Rasulullah
Setelah Makkah dibebaskan dan Saqif masuk Islam ditambah dengan
beralihnya kepercayaan suku-suku arab di utara ke Islam, maka suku-suku
Arab yang lain berbondong-bondong berdatangan ke Madinah ingin
bergabung dengan Nabi Muhammad. Hal ini terjadi di tahun ke-9 H dan
dinamakan ‘Am al-Wufud, tahun delegasi karena banyaknya delegasi yang
11
datang masuk Islam , diantaranya: delegasi bani Tamim, Bani ‘Amir, Bani
Sa’ad Ibn Bakar, Bani Abdul Qais, Bani Hanifah, Bani Zabid, Bani Kindah, Bani
Hamdan dan lain-lain.
Dalam tahun ke-10 H. Nabi beserta rombongan yang besar melaksanakna
Haji. Haji kali ini diberi nama ‘’ Haji Wada’’ (haji perpisahan) karena ini adalah
ibadah haji Rasulullah yang terakhir dan sempurnalah kerasulan Muhammad
SAW. Nabi Muhammad menyampaikan khutbahnya, yang isinya antara lain :
a) Larangan menumpahkan darah kecuali dengan cara yang haq dan
larangan mengambil harta orang lain dengan cara bathil, karena nyawa dan
harta adalah suci.
b) Larangan riba dan larangan menganiaya satu sama lainnya.
c) Perintah untuk memperlakukan istri dengan baik dan lembut dan perintah
untuk menjauhi dosa.
d) Semua pertengkaran antara mereka di jaman jahiliyah harus saling
dimaafkan.
e) Balas dendam dengan tebusan darah seperti di jaman jahiliyah tidak lagi
dibenarkan.
f) Persaudaraan dan persamaan antar manusia harus ditegakkan, hamba
sahaya diperlakukan dengan baik.
g) Umat Islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yaitu Al-
Qur’an dan Sunah Nabi.
Isi khutbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan islam
(kemanusiaan, persamaan/egaliter, keadilan sosial, keadilan ekonomi,
kebijakan dan solidaritas). Setelah melaksanakan haji, Nabi Muhammad
kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat, mengatur
peradilan, menetapkan zakat, dan mengajarkan para kabilah tentang ajaran-
ajaran islam untuk dikirim dakwah islam ke berbagai daerah. Setelah dua
bulan, nabi sakit demam. Tenaganya menjadi berkurang. Pada hari senin
tanggal 12 rabi’ul awal tahun 11 hijrah/8 juni 632 m, Rasulullah SAW wafat di
rumah istrinya, Aisyah dalam usia 63 tahun.
Ciri khas kehidupan Nabi Muhammad pada periode Madinah adalah

11 Ali Mufrodi, loc.it, hlm 42.

10
IAIN
turunnya Al-Qur’an dengan surat-surat yang panjang, luas cakupannya,
mengandung hukum-hukum Agama seperti shalat, zakat, puasa, pernikahan,
perceraian, perlakuan terhadap budak, tahanan perang dan musuh. Meskipun
Muhammad menjadi Rasul, sebagai pemimpin Agama dan negara, tetapi
kehidupannya masih sangat sederhana. Rumahnya sangat sederhana dan
perilakunya telah mampu membentuk tatanan norma yang diikuti oleh jutaan
orang dari komunitas di Madinah inilah kemudian lahir sebuah negara Islam
yang lebih besar. Dari perjalanan sejarah Nabi, dapat disimpulkan bahwa Nabi
Muhammad mempunyai peran ganda yaitu selain sebagai pemimpin agama
juga sebagai pemimpin negara. Hanya sebelas tahun beliau menjadi
pemimpin politik. Beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam
kekuasaannya.

C. Partai-partai Politik
Kehidupan masyarakat arab sebelum lahirnya islam dan hijrahnya Rasulullah
SAW beserta kaum muslimin, belum lahir seorang pemimpin yang
mempersatukan mereka. Karena mereka belum hidup membentuk sebuah
negara atau kerajaan yang mengatur segala aspek kehidupan. Mereka hidup
berpindah-pindah sesuai dengan perdagangan mereka. Mereka menganggap
orang arab merupakan ras paling baik dan Suku Quraisy merupakan suku paling
terpandang.
Nabi Muhamad SAW beserta kaum muslimin hijrah ke Yatsrib, mereka
disambut dengan suka cita oleh masyarakat Yatsrib. Kaum muslimin yang hijrah
bersama Nabi Muhammad SAW disebut dengan Kum Muhajirin, sedangkan kaum
muslimin Yatsrib disebut dengan Kaum Anshar. Kaum Anshar menyediakan
keperluan Kaum muhajirin yang akan hidup berdampingan dengan mereka.
Kemudian, Nabi Muhammad Saw mempersaudarakan mereka.
Setelah terjadi perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang
Yatsrib yang berhaji ke Makkah yaitu perjanjian Baitul Aqabah I dan II pada tahun
620 dan 621 M, yang menyatakan mereka memeluk agama Islam, bersedia
mendakwahkannya dan juga mengajak Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Yatsrib
serta menjadikan beliau sebagai pemimpin mereka. Pada tahun 622 M Nabi
Muhammad Saw beserta kaum muslimin berhijrah ke Yatsrib, setelah mereka
dianiaya kaum kafir Quraisy. Saat sampai di Yatsrib Nabi Muhammad Saw dan
kaum muslimin (yang disebut Kaum Muhajirin) disambut dengan suka cita oleh
penduduk Yatsrib yang mengharapkan terjadinya peristiwa itu. Masyarakat
Yatsrib sangat beragam, baik agama maupun sukunya. Tetapi, mereka belum
terbentuk masyarakat yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang mengatur
aspek kehidupan mereka. Mereka menyadari, perlunya seorang pemimpin.
Mereka memandang Nabi Muhammad Saw lah yang pantas memimpin dan
menciptakan kondisi yang damai diantara mereka.
Masyarakat Yatsrib memiliki keberagaman agama yaitu Yahudi dan Islam,
serta orang-orang musyrik. Mereka juga terdiri dari bermacam-macam suku yaitu
Bani ‘Auf, al Harits, Sa’idah, Jusyam, An-Najjar, ‘Amru bin Auf, An-Nabit, Al-Aus, dan
Tsa’labah. Setelah Nabi Muhammad membentuk negara Madinah, beliau dapat
mempersatukan mereka walaupun mereka berbeda-beda. Mereka saling
bertoleransi dalam menjalankan ibadah dan tolong-menolong dalam menghadapi
serangan terhadap negara mereka yaitu Madinah.
Setelah Nabi Muhammad Saw disepakati menjadi kepala negara. Pertama
tama beliau menyusun Dustur Madinah (Konstitusi madinah) yang akan mengikat
seluruh warga Madinah dalam persatuan dan pemerintahan. Menurut beberapa
penulis sejarah politik, bahwa dustur ini merupakan konstitusi negara yang
pertama di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa negara yang dipimpin oleh Nabi
Muhammad adalah negara hukum, bukan monarki absolut. Yang menarik di sini
bahwa hukum tata negara dan hukum publik yang diterapkan oleh nabi berlaku
secara menyeluruh kepada penduduk Madinah, sementara Nabi menghargai
kemerdekaan beragama bagi warga Madinah dan tidak memaksakan Islam
kepada mereka. Nabi memberi otonomi kepada kelompok umat beragama
12
dalam menjalankan agama masing-masing.
Menurut Munawir, pondasi yang telah diletakkan dalam Piagam Madinah
sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakan majemuk
(heterogen) di Madinah adalah:
a. Semua pemeluk Islam meskipun bersasl dari banyak suku, tetapi merupakan
suatu komunitas
b. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota

12
M. Basyir Syam, ”Kebijakan dan Prinsip-prinsip Kenegaraan Nabi Muhammad SAW di
Madinah (622-632 M) (Tinjauan Perspektif Pemikiran Politik Islam)” (Makasar: KRITIS:Jurnal Sosial
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Vol. 1, No. 1, Juli 2015), hlm. 162.
komuitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas yang lain didasarkan
atas prinsip-prinsip:
1. Bertetangga baik;
2. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;
3. Membela mereka yang teraniaya;
4. Menghormati kebebasan beragama.
Suatu hal yang patut dicatat bahwa Piagam Madinah, yang oleh banyak pakar
politik didakwakan sebagai konstitusi negara Islam yang pertama itu, tidak
menyebut agama tertentu sebagai agama negara. (Sjadzali, 1993:15-16).
Pada tahun ke-9 H, setelah berdirinya negara Madinah terkenal sebagai ‘Am al
Wufud (tahun delegasi), kerena datangnya berbagai delegasi suku-suku yang ada
di Timur Tengah untuk menyatakan bergabung, bahkan diantara mereka datang
menyatakan keislaman mereka. Mereka yang datang adalah para pembesar atau
tokoh-tokoh masyarakat mereka. Khalil Abdul Karim dalam Daula Yatsrib (Negara
Madinah) menyebutkan adanya 70 delegasi yang menghadap Rasulullah.
Mungkin ada yang terpaksa datang karena melihat kekuatan politik yang telah
terbangun di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad, akan tetapi banyak
diantara mereka yang suka rela karena menyaksikan kepemimpinan beliau yang
sangat santun terhadap mereka yang dipimpinnya. (Karim & Yatsrib, 2005:26)13.
Beliau juga mengajarkan kepada masyarakat Madinah yang heterogen untuk
saling menghargai hak-hak diantara mereka, menunaikan kewajiban seperti zakat
bagi kaum muslimin, membayar pajak dan saling bertoleransi dalam kehidupan.
Nabi Muhammad Saw membangun angkatan bersenjata untuk melindungi
warga Madinah dari ancaman dan serangan, terutama dari kaum kafir Quraisy
yeng selalu memusuhi mereka sejak datangnya Islam. Selain itu, untuk
mempersiapkan diri dari ancaman serangan dua imperium dunia saat itu, yaitu
Persia dan Romawi yang menguasai sebagian besar wilayah Timur
Tengah.
Beliau juga menyeru kepada seluruh masyarakat madinah yang heterogen untuk
membela negara, meskipun kenyataannya umat Islamlah yang selalu tampil
dalam peperangan dengan semangat jihad fi sabilillah. Tetapi, Nabi Muhammad
Saw berperang hanya dalam bentuk pembelaan terhadap agama Islam, negara
dan masyarakat Madinah serta penghianatan. Bahkan jika tindakan diplomasi

13M. Basyir Syam, Ibid. hlm. 165


saja cukup untuk menyelesaikan permasalahan, maka beliau tidak melakukan
perang. Apabila perang terjadi, beliau juga melarang membunuh anak-anak,
perempuan, orang tua renta dan rakyat sipil yang tidak melakukan permusuhan,
serta tidak mengizinkan merampas harta penduduk sipil. Nabi Muhammad Saw
juga selalu terbuka untuk berdiplomasi, membuat perjanjian untuk gencatan
senjata dan perdamaian, seperti Perjanjian Hudaibiyah antara Negara madinah
dengan kaum kafir Quraisy.
Dalam bidang ekonomi, diterapkan kewajiban zakat kepada kaum muslimin
dan dianjurkan sedekah, serta kewajiban pajak (jizyah) kepada non muslim.
Kebijakan itu merupakan wujud persamaan kewajiban dalam kehidupan
bernegaran. Selain itu juga melarang pengambilan hak orang lain, baik muslim
maupun non muslim. Selain untuk membiayai pemerintahan negara, keuangan
negara juga menjadi jaminan sosial bagi kaum dhuafa.
Dalam menjalankan pemerintahan, Nabi Muhammad Saw dibantu oleh Abu
Bakar al-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib.
Selain itu terdapat beberapa sahabat, seperti Salman al-Farisy sebagai arsitek
pengembangan kota, Khalid bin Walid sebagai penasihat strategi angkatan
bersenjata, dan Zaid ibn Tsabit dan Muawiyah ibn Abi Sufyan sebagai sekretaris.

D. Tradisi Keilmuan di Makkah dan di Madinah


1. Tradisi Keilmuan di
Makkah
a. Pendidikan Tauhid, dalam teori praktek

Intisari pendidikan Islam pada periode Makkah adalah ajaran tauhid.


Pendidikan Tauhid merupakan perhatian utama Rasulullah ketika di
Makkah. Pada saat itu masyarakat jahiliyah sudah banyak yang
menyimpang dari ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Karena
tauhid merupakan pondasi yang paling dasar, maka harus ditata terlebih
dahulu dengan kata.

Pokok-pokok ajaran tauhid ini sebagaimana tercermin dalam surat al-


Fatihah, yang pokok-pokoknya sebagai brikut:

1) Bahwa Alah adalah pencipta alam semester yang sebenarnya. Itulah


sebabnya, maka Dia-lah yang berhak mendapatkan segala pujian.
2) Bahwa Allah telah memberikan nikmat, memberikan segala keperluan
bagi semua makhluk-Nya dan khusus pada manusia ditambah
dengan petunjuk dan bimbingan agar mendapat kebahagiaan di dunia
dan akhirat.

3) Bahwa Allah adalah raja hari kemudian yang akan memperhitungkan


segala amal perbuatan manusia di dunia ini.

4) Bahwa Allah adalah sesembahan yang sebenarnya dan yang satu-


satunya. Hanya kepada Allah segala bentuk pengabdian ditunjukan.

5) Bahwa Allah adalah penolong yang sebenarnya, dan oleh karena itu
hanya kepada-Nya lah manusia meminta pertolongan.

6) Bahwa Allah sebenarnya yang membimbing dan memberi petunjuk


kepada manusia dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh
rintangan, tantangan dan godaan.

Mahmud Yunus, dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan


bahwa pembinaan pendidikan Islam masa Makkah ini meliputi:

1) Pendidikan keagamaan yang menitik-tekankan pada pendidikan


tauhid. Hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan
mempersekutukan dengan yang lain.

2) Pendidikan akliyah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusia


dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.

3) Pendidikan akhlak dan budi pekerti. Nabi selalu mengajar sahabatnya


agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid

4) Pendidikan jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan


14
pakaian, badan dan tempat kediaman.

b. Pengajaran al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan intisari dan sumber pokok dari ajaran Islam yang
disampaikan Nabi Muhammad saw. kepada umat. Tugas Muhammad

14 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Mutiara Sumber Widya, Jakarta,1995,hlm.5-6


disamping mengajarkan tauhid juga mengajarkan al-Qur’an kepada
umatnya agar secara utuh dan sempurna menjadi milik umatnya yang
selanjutnya akan menjadi warisan secara turun-temurun, dan penjadi
pegangan dan pedoman hidupnbagi kaum muslimin sepanjang zaman.

Rasulullah bersabda:”aku tinggalkan dua perkara, apabila kamu


berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat, yaitu al-
Qur’an dan sunnah”. Semua yang disampaikan Rasulullah kepada
umatnya adalah berdasarkan al-Qur’an. Bahkan dikatakan dalam sebuah
hadits, bahwa akhlak Rasul adalah al-Quran. Apa yang dicontohkan oleh
Rasul adalah cermin isi al-Qur’an.sehingga kalau umat Islam mau
berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi, maka dijamin mereka
tidak akan tersesat.

Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan


cara :

1) Al Jam’u fis Sudur, Yaitu para sahabat langsung menghafalnya diluar


kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu.

2) Al Jam’u fis Sathur, Yaitu menyuruh para sahabat untuk menuliskan


kembali setelah dibacakan oleh Rasulullah. Biasanya sahabat
menuliskan Al-Qur’an pada ar-Riqa’ (kulit binatang), al-Likhaf
(lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang), al-‘Usbu (pelepah kurma).
Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu
mencapai 40 orang.

2. Tradisi Keilmuan di Madinah


Adapun titik tekan pendidikan islam pada periode Madinah adalah :
1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan
sosial dan politik. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai
berikut :
a) Nabi mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertengkaran antar
suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
b) Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Nabi menganjurkan
kepada kaum Muhajirin untuk usaha dan bekerja sesuai dengan
kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
c) Menjalin kerjasama dan tolong-menolong dalam membentuk tata
kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
d) Shalat jum’at sebagai media komunikasi seluruh umat islam.
2. Pendidikan sosial dan kewarganegaraan. Pendidikan ini dilaksanakan
melalui:
a) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin.
b) Pendidikan kesejahteraan sosial dan tolong menolong.
c) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat.
3. Pendidikan anak dalam islam. Rasulullah selalu mengingatkan kepada
umatnya, antara lain :
a) Agar kita selalu menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka.
b) Agar jangan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah
dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
c) Orang yang dimuliakan Allah adalah orang yang berdo’a agar
dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.
Adapun bentuk-bentuk pendidikan anak dalam islam sebagaimana
digambarkan dalam surat Luqman ayat 13-19 sebagai berikut : 1)
Pendidikan tauhid, 2) Pendidikan shalat, 3) Pendidikan sopan santun
dalam keluarga, 4) Pendidikan sopan santun dalam masyarakat, 5)
Pendidikan kepribadian.
4. Pendidikan Hankam dakwah Islam
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia
segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama,
pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat juga sebagai sarana
penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa
mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, adalah ukhuwah islamiyyah, persaudaraan sesama
muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang
yang hijrah dari Makkah ke Madinah, dan Anshar, penduduk Madinah yang
sudah masuk islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut. Dengan
demikian, diharapkan, setiap muslim merasa terikat dalam suatu
persaudaraan dan kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti
menciptakan suatu bentuk persaudaran yang baru, yaitu persaudaraan
berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam, juga
terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang mereka. Dalam hijrah Nabi ke
Madinah inilah puncak kejayaan Islam pada zamannya Rasulullah saw.
Adapun cara pengajaran / penyampaian Ilmunya, maka ada empat
orangAbdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada muridnya, yaitu :
1) Abdullah bin Umar di Madinah
2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3) Abdullah bin Abbas di Makkah
4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak
melihat semua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka
oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di
Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan ulama di
Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya untuk
melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar
15
Madinah melawat ke Kuffah dan lain-lain.

15
Hamim Hafiddin, “Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah” (Bandung: JURNAL
TARBIYA UIN Sunan Gunung Djati, Vol. 1, No. 1, 2015), hlm. 26
BAB III

PENUTU
P

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa sejarah


peradaban Islam dimasa Nabi Muhammad SAW banyak melewati rintangan-
rintangan dan penganiayaan diluar batas manusia. Namun demikian orang
muslim selalu bersabar dan istiqamah di jalan-Nya. Begitu juga dengan Nabi
Muhammad SAW selalu bersabar dan istiqamah dalam menyiarkan agama
islam dari periode Mekkah hingga Periode Madinah.

Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebagai seorang Rasulullah yang di


utus untuk menyebarkan ajaran Islam, melainkan juga sebagai pemimpin
negara yang pandai dalam berpolitik, sebagai seorang panglima perang serta
seorang administrator yang cakap, hanya dalam waktu kurun waktu singkat
Rasulullah bisa menaklukkan seluruh Jazirah Arab.

Pada akhirnya, perjuangan Nabi Muhammad SAW membuahkan hasil, yaitu


berkembangnya islam dengan pesat, tidak hanya di Madinah bahkan di
Mekkah juga, yang ditandai dengan terjadinya peristiwa Fathul Mekkah.

B. Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman juga memberikan


kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca.

.
DAFTAR
PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah.


Al-Usairy, Ahmad. 2011. Sejarah Islam : Sejak Zaman Nabi Adam hingga
Abad
XX. Jakarta: Media Akbar.

Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:


Pustaka Book Publisher.

Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam: dari Arab sebelum


Islam hingga Dinasti-dinasti Islam. Yogyakarta: Teras.

Mufrodi, Ali. 1999. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos


Wacana Ilmu.

Hamim Hafiddin. 2015. Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah. Bandung:


JURNAL TARBIYA UIN Sunan Gunung Djati. 1(2).

M. Basyir Syam. 2015. Kebijakan dan Prinsip-prinsip Kenegaraan Nabi


Muhammad SAW di Madinah (622-632 M) (Tinjauan Perspektif
Pemikiran Politik Islam). Makasar : Jurnal Sosial Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin. 1(1).

20
IAIN
21
IAIN
PEKALONGAN

Anda mungkin juga menyukai