Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

PERSEPSI REMAJA TENTANG UKIRAN PA’ MANUK


LONDONG DI KELURAHAN SARIRA KECAMATAN
MAKALE UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

RICHAL PALEMBANGAN

1781040019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA


JURUSAN SENI RUPA DAN DESAIN
FAKULTAS SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021

i
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumuan Masalah ................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ................................. 6

A. Kajian Pustaka....................................................................................... 6

1. Persepsi .............................................................................................. 6

2. Remaja ............................................................................................... 11

3. Ukiran ................................................................................................ 15

4. Pa’ Manuk Londong .......................................................................... 17

B. Kerangka Pikir ...................................................................................... 23

III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 24

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ................................................................... 24

B. Variabel dan Langkah Langkah Penelitian ........................................... 25

C. Desain Penelitian ................................................................................... 26

ii
iii

D. Defenisi Operasional Variabel .............................................................. 27

E. Sasaran Penelitian ................................................................................. 27

F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 28

G. Teknik Analisis Data ............................................................................. 29

H. Jadwal Penelitian ................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31

iii
iv

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir…………………………...... 23

2. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian………………………………....... 24

3. Gambar 3.2 Skema Desain Penelitian……………………...……. 26

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang memiliki berbagai jenis

kebudayan yang berkembang mulai dari Sabang sampai ke Merauke yang

beraneka-ragam corak dan tradisinya. Budaya merupakan cara hidup yang

berkembang serta dimiliki bersama oleh kelompok orang yang diwariskan dari

generasi ke generasi sehingga budaya mempengaruhi banyak aspek dalam

kehidupan manusia atau mayarakat. Budaya juga dapat diartikan merupakan suatu

kebiasaan yang terbentuk dari aktivitas masyarakat sahari hari yang bersifat

kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku

komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan

sosial manusia.

Menurut Koentjaraningrat (dalam Megawanti 2015: 227) yang sependapat

dengan seorang ahli sosiologi, Talcott Parsons dan seorang ahli antropologi, A.L

Kroeber, yang membedakan wujud kebudayaan atas ide-ide dan konsep-konsep,

tindakan, serta aktivitas manusia yang berpola. Senada dengan Parsons dan

Kroeber, J.J Honigmann membedakan adanya tiga “gejala kebudayaan” yaitu ideas,

activities, dan artifacts. Atas dasar itu, Koentjaraningrat menyimpulkan bahwa ada

tiga wujud kebudayaan, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya (pola sikap).

1
2

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyarakat (pola kelakuan).

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(polasarana/kebendaan).

Ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan begitu saja,

melainkan satu kesatuan dan saling berkaitan satu sama lainnya. Adat-istiadat

dalam kebudayaan yaitu pengatur dan pemberi arah kepada seluruh tindakan serta

aktivitas manusia, sehingga manusia dapat menghasilkan kebudayaan fisik yang

dapat dilihat dan dinikmati semua manusia.

Menurut Widia (2019: 11) Indonesia memiliki Undang Undang tentang

kebudayaan nasional. Pada 27 April 2017, Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017

tentang Pemajuan Kebudayaan disahkan Pemerintah sebagai acuan legal formal

pertama untuk mengelola kekayaan budaya di Indonesia.Istilah “pemajuan

kebudayaan” tidak muncul tiba-tiba. Istilah tersebut sudah digunakan para pendiri

bangsa pada UUD 1945 dalam Pasal 32, yaitu “Pemerintah memajukan kebudayaan

nasional Indonesia”, untuk menegaskan bahwa kebudayaan merupakan pilar

kehidupan bangsa. Saat terjadi perubahan UUD 1945 pada awal masa reformasi

melalui proses amandemen, pemajuan kebudayaan tetap menjadi prioritas bahkan

makin ditegaskan. Pasal 32 UUD 1945 dikembangkan menjadi, “Negara

memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan

menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai

nilai budayanya”. Dengan kehadiran UU Pemajuan Kebudayaan, cita cita pendiri

bangsa agar Indonesia menjadi bangsa dengan masyarakat berkepribadian secara


3

budaya, mandiri secara ekonomi, serta berdaulat secara politik, kini siap

diwujudkan.

Menurut Sarlis (2016: 3) salah satu kebudayaan di Indonesia yang dilirik

oleh mata dunia adalah kebudayaan yang berada di sulawesi selatan tepatnya di

kabupaten Tana Toraja. Salah satu kebudayaan yang ada di Toraja adalah seni

ukiran.Seni ukiran Toraja biasanya terdapat pada tomgkonan (rumah adat Toraja),

alang (lumbung padi) dan erong (peti mayat). Seni ukiran suku Toraja tidak hanya

sekedar gambar yang dibuat begitu saja, ukiran atau yang biasa di sebut “passura”

oleh masyarakat Toraja lahir karena dorongan hidup serta cita-cita kehidupan

masyarakat Toraja pada zaman dahulu yang dituangkan dalam bentuk ukiran dan

dapat dibaca untuk mendapatkan arti masing-masing ukiran tersebut. Menurut

Jainuddin E. S (2020: 34) sejarah ukiran Toraja dalam garonto pasura (ukiran

dasar) ada empat ukiran dan salah satunya adalah ukiran pa’ manuk londong

(representasi motifnya dari ayam jantan).

Fenomena yang terjadi pada saat ini masyarakat toraja terutama para

remajanya mulai kurang memperhatikan kebudayaannya contoh salah satunya

adalah ukiran.Remaja yang ada di toraja sebagai penerus kebudayaan di Toraja

mulai melupakan nama, makna dan fungi dari ukiran terebut. Sesuai dengan

wawancara yang saya lakukan didaerah tempat saya saat KKN saya menemui

beberapa masyarakat dan mewawancarai tentang pengetahuan remaja di daerah

tersebut mengenai salah satu ukiran di Toraja yaitu ukiran pa’ manuk londong dan

masyarakat yang saya wawancarai menurutnya para remaja di daerah tersebut

sudah mulai tidak mengetahui dan melupakan maksud dan makna dari ukiran pa’
4

manuk londong.dan setelah saya mendapat informasi tersebut dugaan awal saya hal

yang menyebabkan para remaja di daerah tersebut sudah melupakan maksud dan

makna dari ukiran pa’ manuk londong karena kurangnya edukasi dari orang tua dan

kurangnya motifasi dari remaja itu sendiri untuk mengetahui budayanya.

Dari beberapa penjelasan atau informasi tersebut peneliti tertarik utuk

meneliti “Persepsi Remaja Tentang Ukiran Pa’ Manuk Londong di Kelurahan

Sarira Kecamatan Makale Utara Kabupaten Tana Toraja”.

B. Rumuan Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah tersebut maka dalam penelitian ini yang

menjadi rumusan penelitian adalah

1. Bagaimana gambaran ukiran pa’ manuk londong dalam kehidupan Masyarakat

Toraja?

2. Bagainana makna ukiran pa’ manuk londong bagi Masyarakat Toraja?

3. Bagaimana persepsi remaja terhadap ukiran pa’ manuk londong di Kelurahan

Sarira Kecamatan Makale Utara Kabupaten Tana Toraja?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian tersebut

adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran dari ukiran pa’ manuk londong dalam kehidupan

Masyarakat Toraja.

2. Untuk mengetahui makna tentang ukiran pa’ manuk londong.


5

3. Untuk mengetahi persepsi remaja terhadap ukiran pa’ manuk londong di

Kelurahan Sarira Kecamatan Makale Utara Kabupaten Tana Toraja

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah khasana ilmu

pengetahuan,terutama yang berkaitan dengan presepsi remaja terhadap ukiran pa’

manuk londong, serta menambah referensi bacaan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru seni rupa

Dapat digunakan sebagai bahan acuan dan masukan dalam mendidik remaja,

sehingga remaja lebih mengenal budaya ukiran terutama pada ukiran Pa’ Manuk

Londong.

b. Bagi Anak Remaja

Dengan adanya penelitian ini, remaja dapat lebih mengerti dan memahami

makna pada ukiran Pa’Manuk Londong dalam kehidupan Masyarakat Toraja.

c. Bagi Peneliti

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan

tentang budaya Toraja khususnya mengenai simbol ukiran Pa’Manuk Londong.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka
1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi berarti tanggapan langsung

atas sesuatu. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris perception yang artinya

adalah pengamatan, pengelihatan, daya memahami. Dalam psikologi yang disebut

persepsi mengacu pada kajian proses sentral yang memberikan koherensi dan

kesatuan input sensori (proses priperal) (dalam Soraya 2018 : 187).

Menurut Herlan dan Yono (dalam Soraya 2018 : 187) “Persepsi adalah suatu

proses dengan cara apa seseorang melakukan pemilihan, penerimaan,

pengorganisasian, dan penginterpretasian atas informasi yang diterimanya dari

lingkungan”. Menurut Robbins (dalam Soraya 2018 : 187) “persepsi adalah

proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris

mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka”.

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (dalam Soraya 2018 : 187) persepsi

adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir sesuatu pengamatan,

kemampuan tersebut antara lain: kemampuan untuk membedakan, kemampuan

untuk mengelompokkan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu

seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama.

Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan

ciri kpribadian individu yang bersangkutan.

6
7

Menurut Thoha (dalam Soraya 2018 : 187), persepsi pada hakikatnya adalah

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi

tentang lingkunganya baik melalui pengelihatan, pendengaran, penghayatan,

perasaan, dan penciuman.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut peneliti dapat menyimpulkan

bahwa persepsi merupakan tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan

informasi yang digunakan untuk memberikan gambaran dan pemahaman terhadap

suatu objek.

b. Ciri Ciri Umum Persepsi


Menurut Aini (2021: 34-35) penginderaan terjadi dalam suatu konteks

tertentu, konsep ini biasa disebut dunia persepsi. Agar dapat dihasilkan suatu

penginderan yang bermakna, ada ciri-ciri umum tertentu dalam dunia persepsi :

a) Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap

indera, yaitu sifat sensori dasar masing-masing indera (cahaya untuk

penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengar,

sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).

b) Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita

dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar depan latar

belakang, dan lain-lain.

c) Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat

lambat, tua muda, dan lain-lain.


8

Dari pembahasan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa ada 3 ciri ciri

umum persepsi yaitu modalitas, dimensi ruang, dimensi waktu, dengan demikian

dalam hal perepsi dapat terjadi ketika dapat dirasakan oleh indra manusia.

c. Faktor Faktor Persepsi


Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Menurut

David Krech dan Richard S. Cruthfield (dalam Nasution 2021: 11)

menyebutkan faktor structural. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

a) Faktor Fungsional: Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman

masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor-faktor personal.

Persepsi tidak ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik

orang yang memberkan respon pada stimuli tersebut.

b) Faktor Struktural: Faktor Struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-

efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.Selain faktor

kebutuhan di atas, Leavitt juga menyatakan bahwa cara individu melihat

dunia adalah berasal dari kelompoknya serta keanggotaannya dalam

masyarakat. Artinya, terdapat pengaruh lingkungan terhadap cara individu

melihat dunia yang dapat dikatakan sebagai tekanan-tekanan sosial.

Menurut Toha (dalam Nasution 2021: 11) faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang yaitu (a) Faktor internal: perasaan, sikap dan

karakteristik individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatiaan (fokus),

proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat

dan motivasi. (b) Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang
9

diperoleh, pengetahuan, kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,

pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Menurut Sarlito W. Sarwono (dalam Nasution 2021: 11) faktor-faktor

yang mempengaruhi persepsi yaitu :

a) Perhatian, biasanya tidak menangkap seluruh rangsang yang ada disekitar kita

sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja.

Perbedaan fokus perhatian antara satu dengan orang lain akan menyebabkan

perbedaan persepsi.

b) Kesiapan mental seseorang terhadap rangsangan yang akan timbul.

c) Kebutuhan merupakan kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri individu

akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Kebutuhan yang berbeda akan

menyebabkan persepsi bagi tiap individu.

d) Sistem nilai, yaitu sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga

berpengaruh pula terhadap persepsi.

e) Tipe kepribadian, yaitu dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu

akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Sehubungan dengan itu maka

proses terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh diri seseorang persepsi antara

satu orang dengan yang lain itu berbeda atau juga antara satu kelompok

dengan kelompok lain.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut peneliti menyimpulkan

bahawa faktor faktor persepsi dapat terjadi karna suatu indvidu menangkap

rangsangan di sekitarnya dan dipengaruhi oleh linkungan yang dirasakan oleh

individu itu sendiri.


10

d. Aspek-Aspek Persepsi
Menurut Walgito (dalam Rahmi 2014 : 2) aspek aspek yang terdapat dalam

persepsi yaitu: 1) Kognisi, menyangkut komponen pengetahuan, pandangan,

pengharapan, cara berpikir mendapatkan pengetahuan, dan pengalaman masa lalu,

serta segala sesuatu yang diperoleh dari hasil pikiran individu. 2) Afeksi, aspek ini

menyangkut komponen perasaan dan keadaan emosi individu terhadap objek

tertentu serta segala sesuatu yang menyangkut evaluasi baik buruk berdasarkan

faktor emosional seseorang. 3) Konasi, aspek konasi menyangkut motivasi, sikap,

perilaku atau aktivitas individu sesuai dengan persepsinya terhadap suatu objek atau

keadaan tertentu.

Menurut gabungan persepsi terhadap pembelajaran kontesktual yang digunakan

oleh Coren dkk dan komponen pembelajaran kontekstual dari Johnson adalah

sebagai berikut:

a. Aspek kognisi

Berkaitan dengan bagaimana pandangan individu terhadap komponen

pembelajaran kontekstual, antara lain: membuat keterkaitan-keterkaitan yang

bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur

sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh

dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian

autentik.

b. Aspek afeksi

Menurut Amelia Pramitasari (2011: 95) berkaitan dengan bagaimana

penilaian individu berkaitan dengan perasaan dan emosinya terhadap komponen

pembelajaran kontekstual, antara lain: membuat keterkaitan-keterkaitan yang


11

bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur

sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh

dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian

autentik.

Menurut Mc Dowell dan Newell (dalam Suharsono 2016: 32) ada 2 aspek yang

melatarbelakangi terjadinya persepsi, di antaranya adalah:

a. Kognitif yaitu cara berfikir, mengenali, memaknai, dan memberi arti suatu

rangsangan yaitu pandangan individu berdasarkan informasi yang diterima oleh

panca indra, pengalaman atau yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari.

b. Afeksi yaitu cara individu dalam merasakan, mengekspresikan emosi terhadap

rangsangan berdasarkan nilai-nilai dalam dirinya dan kemudian mempengaruhi

persepsinya.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahawa

aspek aspek pada persepsi ada dua bagian penting yang melatarbelakangi hal

tersebut yaitu kognitif dan afeksi kedua hal terebut di gunakan oleh suatu individu

untuk memaknai atau memberi arti pada suatu lingkungan individu itu sendiri

melalui rangsangan panca indra.

2. Remaja
a. Pengertian Remaja
Dilihat dari bahasa inggris teenager, remaja artinya yakni manusia berusia

belasan tahun. Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi

dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang

lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan

remaja menuju kedewasaan. Menurut Hurlock (dalam Surbakti 2017: 29) remaja juga
12

berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik .

Menurut Restu dan Yusri (dalam Eni Lestarina H. K, 2017: 2) secara

psikologis, masa remaja adalah bahwa usia anak tidak lagi merasa di bawah tingkat

orang-orang yang lebih tua, melainkan pada tingkatan yang sama.

WHO (dalam M. Nisfiannoor, 2005 : 7) mendefinisikan remaja ke dalam tiga

kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi. Secara lengkap remaja

didefinisikan sebagai suatu masa: (a) individu berkembang dari saat pertama kali ia

menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

kematangan seksual, (b) individu mengalami perkembangan psikologik dan pola

identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, (c) terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih

mandiri. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa

remaja yaitu perkembangan atau pertumbuan secara fisik dan secara pemikiran hal

ini terjadi saat peralihan dari masa anak ke masa dewasa umur yang di kategorikan

remaja yaitu mulai dari umur 10 -20 tahun.

b. Ciri-Ciri Remaja

Menurut Blair & Jones, Ramse, Mead, Dusek, Besonkey (dalam Ida Umami

2019: 3) mengemukakan sejumlah ciri khas perkembangan remaja sebagai berikut:


13

a) Mengalami perubahan fisik (pertumbuhan) paling pesat dibandingkan dengan

periode perkembangan sebelum maupun sesudahnya, pertumbuhan fisik pada

permulaan remaja sangat cepat. Tulang-tulang badan memanjang lebih cepat

sehingga tubuh nampak makin besar dan kokoh. Demikian juga jantung,

pencernaan, ginjal dan beragai organ tubuh bagian dalam bertambah kuat dan

berfingsi sempurna.

b) Memiliki energi yang berlimpah secara fisik dan psikis yang mendorong

mereka untuk berprestasi dan beraktivitas. Periode remaja merupaka periode

paling kuat secara fisik dan paling kreatif secara mentual sepanjang periode

kehidupan menusia.

c) Memiliki fokus perhatian yang lebih terarah kepada teman sebaya dan secara

berangsur melepaskan diri dari keterikatan dengan keluarga terutama orang

tua. Dalam beberapa aspek, keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari

orang tua belum dibarengi dengan kemampuannya untuk mandiri dalam bidang

ekonomi.

d) Memiliki ketertarikan yang kuat dengan lawan jenis. Pada periode ini, remaja

sudah mulai mengenal hubungan lawan jenis bukan hanya sekedar sebagai

kawan. Akan tetapi, hubungan sudah mulai cenderung mengarah kepada saling

menyukai.

e) Memiliki keyakinan kebenaran tentang keagamaan. Pada masa ini, remaja

berusaha menemukan kebenaran yang hakiki. Apabila remaja mampu

menemukannya dengan cara yang baik dan benar, maka ia akan memperoleh
14

ketenangan dan sebaliknya bila merasa tidak menemukakan kebenaran hakiki,

keyakinannya tentang agama akan menjadi goyah.

f) Memiliki kemampuan untuk menunjukkan kemandirian. Kemandirian remaja,

biasanya ditunjukkan pada kemampuan mereka dalam mengambil keputusan

terkait dengan kegiatan dan aktivitas mereka.

g) Berada pada periode transisi antara kehidupan masa kanak-kanak dan

kehidupan orang dewasa. Oleh kerena itu, mereka akan mengalalmi berbagai

kesulitan dalam hal penyesuaian diri untuk menempuh kehidupan sebagai

orang dewasa. Mereka bingung dalam mengahadapi diri sendiri dan sikap-

sikap orang di sekitar mereka yang kadang memperlakukan mereka senagai

anak, namun di sisi lain menuntut mereka bertingkah laku dewasa.

h) Pencarian identitas diri merupakan suatu kekhasan perkembangan termaja

untuk mengatasi periode transisi seperti dikemukakan sebelimnya. Remaja

ingin menjadi seorang yang dianggap benar dalam menghadapi kehidupan ini.

Oleh kerena itu, remaja memerlukan keyakinana hidup yang benar untuk

mengarahkan mereka dalam bertingkah laku. Keyakinan hidup itu disebut

filsafat hidup. Remaja butuh filsafat hidup agar dapat memfungsikan dirinya

secara sosial, emosional, moral dan intelektual yang dapat menimbulkan

kabahagiaan pada dirinya. Remaja membutuhkan suatu keyakinan bertingkah

laku sebagai anggota keluarga, (sebagai anak, kakak, atau adik), sebagai

pelajar, sebagai bangsa Indonesia dengan nilai dan adapt-adat atau budayayang

khas. Semuanya itu dapat dimiliki remaja, jika ia diperkenalkan dengan nilai-

nilai filsafat itu, diberikan model dari orang-orang dewasa yang dekat dengan
15

nilai-nilai filsafat itu (orang tua dan guru), dan dikenai dengan tingkah laku

yang mrngundang nilai-nilai filsafat hidup itudan mendaptatkan sokongan dan

penghargaan kalau tingakah laku sesuai dengan nilai-nilai filsafat hidup itu.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bawah ciri

ciri remaja dapat dilihat dari perubahan fisik, kencenderungan lebih aktif atau lebih

dominan bersama umur sebayanya, dan pola pikir yang berubah sehingga

cenderung memperlihatkan kemandirian dalam menanggapi sesuatu.

3. Ukiran
a. Pengertian Ukiran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1988: 984) ukiran

merupakan hasil dari proses menggores, memahat untuk membuat sebuah karya

pada kayu, logam, dan sebagainya. Menurut Musclih dan Sudarman (dalam

Kristiyanto, 2006: 12) dinyatakan bahwa ukir adalah teknik membentuk dengan

cara menggores, mencukil, memahat gambar ornamen pada bahan tertentu yang

sesuai sehingga menghasilkan bentuk cekung dan timbul atau datar sesuai dengan

gambar rencana yang bernilai estetis.

Menurut Yudhoseputro (dalam Kristiyanto 2006: 12) seni ukir adalah

arsitektur memahat kayu yang membentuk bagian - bagian bangunan seperti tiang,

rusuk, palang untuk kepentingan konstruksi atau membentuk dasar ornamen pada

alas dan mahkota tiang, pada panel-panel pintu, jendela, sekat ruang, dan langit-

langit.
16

Pendapat atau pernyataan tersebut peneliti menyimpulkan bawah seni ukir

secara umum adalah teknik memahat atau mencungkil yang menghasilkan sebuah

karya yang estetis.

b. Pengertian Seni Ukiran dalam Masyarakat Toraja

Menurut Deprianus Sarlis (2016: 3) seni ukiran suku Toraja bukan hanya

sekedar gambar yang diciptakan begitu saja, ukiran atau yang biasa di sebut

“passura” itu lahir karena dorongan hidup serta cita-cita kehidupan masyarakat

Toraja pada zaman dahulu kala yang dicetuskan dalam bentuk ukiran yang dapat

dibaca untuk mendapatkan arti masing-masing ukiran tersebut. Oleh karena itu

semua jenis ukiran yang ada hingga sekarang ini mempunyai arti yang mendalam

bagi suku Toraja.

Menurut Tangirerung (2017: 37) pada mulanya, orang Toraja hanya

mengenal empat macam ukiran yang disebut garonto passura, artinya dasar ukiran.

Garonto passura terdiri dari: 1) pa' barre allo, yaitu ukiran yang menyerupai

matahari atau bulan, benda yang mulia di atas bumi berasal dari Sang Pencipta yang

memberi hidup dan kehidupan bagi umat-Nya. 2) pa' tedong, ukiran yang

menyerupai kepala kerbau. Ukiran ini sebagai lambang kerja keras dan

kemakmuran. Ukiran ini diletakkan pada tiang-tiang yang berdiri tegak sebagai

tulang punggung bangunan. Artinya, bekerja adalah tulang punggung kehidupan,

tanpa bekerja tidak dapat hidup. 3) pa' manuk londong, ukiran yang menyerupai

ayam jantan, sebagai simbol peradilan. Peradilan tersebut berdasarkan norma,

aturan yang berasal dari langit untuk menata kehidupan manusia. 4) pa' sussuk,

ukiran yang menyerupai garis-garis lurus, sebagai lambang kebersamaan dan


17

kesatuan dalam lingkup kerabat yang tergabung dalam kelompok tongkonan. Dari

keempat dasar ukiran tersebut berkembang hingga sekarang sudah dikenal lebih

dari 150 macam ukiran.

Pendapat atau pernyataan para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bawah

seni ukiran bagi masyarakat Toraja adalah suatu sarana yang di gunakan untuk

menyampaikan dorongan hidup serta cita-cita kehidupan masyarakat Toraja dalam

bentuk simbol.

4. Pa’ Manuk Londong


a. Pengertian Ukiran Pa’ Manuk Londong
Sebagai salah satu suku yang dianggap besar oleh banyak orang, masyarakat

Toraja secara turun-temurun mempercayai bahwa setiap makna hidup atau

pedoman hidup dapat digambarkan atau diilustrasikan dalam bentuk benda, baik itu

tulisan, gambar, maupun patung. Dalam ukiran sendiri, setiap pola, warna, dan

bentuk mempunyai makna yang mendalam bagi masyarkat Toraja.

Menurut Deprianus Sarlis (2016: 8) ukiran pa’panuk londong merupakan

salah satu pokok ukiran Toraja hingga saat ini dan mempunyai arti atau simbolis

sehubungan dengan filsafah dari pokok kehidupan manusia Toraja. Ukiran

pa’manuk londong dapat digunakan semua lapisan masyarakat Toraja tanpa

memandang strata sosial masyarakat Toraja karena ukiran ini mempunyai makna

filosopi bagi masyarakat Toraja yang diyakini mampu menjadi salah satu tuntunan

atau pedoman hidup sebagai makhluk sosial. Berikut makna simbol ukiran bagi

Masyarakat Toraja :
18

a) Makna simbol psikologi Orang Toraja yaitu

- Orang Toraja harus seperti ayam jantan yang dapat mempertahankan, menjaga,

melindungi kominatasnya sekalipun harus mempertaruhkan nyawanya.

- Orang Toraja harus seperti ayam jantan yang tekun mengingatkan bahwa hari

sudah menjelang pagi dan membangunkan orang-orang disekitarnya untuk

tekun dan ulet mencari rejeki selagi hari masi siang. Itula sebabnya pa’manuk

londong tersebut menginjakkan kakinya di ukiran “pa’bare allo” (ukiran

matahari) sebagai simbol keagungan masyarakat Toraja sebab matahari

mengisyaratkan sebagi simbol pembawa berkah.

b) Makna simbol pengadilan tertinggi bagi Masyarakat Toraja karena keputusan

dengan cara adu ayam ini pada masa lampau tidak dapat diganggu gugat oleh

siapapun dan barang siapa yang mencoba mengganggu gugat keputusan dengan

cara tersebut maka ia akan dikena sangsi sosial yaitu dimusuhi oleh semua orang

sebab telah menghinakan keputusan tertinggi.

Menurut Paganna' (2018: 134) kehadiran dari ukiran pa’ manuk londong pada

rumah adat Toraja diartikan atau lebih merujuk pada simbol sebagai penolong yang

lain bagi manusia dan juga motif tersebut kerap di artikan dengan sikap dasar

Orang Toraja yang hadir dalam kejujuran dan keberanian serta disiplin yang tinggi,

bagaikan ayam jantan yang senantia berkata jujur ketika pagi mulai menyingsing

atau ketika malam sudah menghampiri bumi.

Menurut Jainuddin E. S. (2020: 38) pa’ manuk londong (representasi

motifnya dari ayam jantan) yang melambangkan kepemimpinan yang arif dan

bijaksana, keberanian, dapat dipercaya. Ukiran pa’ manuk londong dalam ungkapan
19

Toraja “manarang ussuka’ bongi, ungkarorai malillin” artinya pintar mengukur

tibanya malam, arif mengetahui saat berakhirnya gelap.

Senada dengan pengertian dari para ahli tersebut Menurut Tangirerung

(2017: 37) pa’ panuk londong merupakan simbol peraturan dan peradilan dalam

ukiran pa’ manuk londong ini ingin menyampaikan bahwa masyarakat orang Toraja

mengenal nilai nilai keadilan serta keteraturan dan peraturan. Dengan kata lain

masyarakat Toraja adalah orang-orang yang menjunjung tinggi keteraturan, nilai-

nilai keadilan dan kebenaran. Arti atau makna dari ukiran pa’ manuk londong yaitu

melambangkan kepimpinan yang arif dan bijakana, yang dapat di percaya karna

pandai, berani, jantan serta gentleman. Pemahaman dan intuisinya tepat serta selalu

mengatakan apa yang benar.

Pendapat atau pernyataan para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bawah

pa’ manuk londong yaitu sebuah simbol untuk menyampaikan pesan ke orang

Toraja bahwa sikap dasar orang Toraja harus menjunjung tinggi kejujuran,

pemberani serta disiplin yang tinggi.

b. Bagian Bagian Pa’ Manuk Londong


1. Manuk

Menurut Johana R.Tangirerung (2017: 3) manuk artinya ayam dan londong

artinya jantan. Pa’ manuk londong adalah ukiran berupa ayam jantan biasaya

terdapat pada bagian muka dan belakang rumah adat Toraja pada papan atas

berbentuk segitiga. Dan biasanya di letakkan di atas ukiran pa’ barre allo.

Menurut Paganna', R.D.Yans Sulo (2018: 130) jenis ayam yang sering di

munculkan baik pada lindo para banua atau alang maupun pada katik adalah jenis
20

ayam yang biasa di kenal dengan nama sella’ mabussa baba’na dan koro-koro

langi’. Kalau di lihat dua jenis ayam yang biasa disandingkan di depan rumah adat

Toraja atau lumbung. Dua jenis ayam tersebut, kalau mau sedikit lebih liar

berkontemplasi, sebetulnya menunjuk pada keabadian perpaduan dua tempat yang

tidak pernah akan terpisahkan. Ayam sella' mabusa baba'na dan koro-koro langi’

merupakan dua makhluk surga (dalam kisah penciptaan Sauan Sibarrung) yang

diturunkan ke bumi, tetapi pada akhirnya kembali ke surga (dalam kisah Pong

Tulangdidi’) dikisahkan bahwa pada akhirnya ayam sella' terbang ke angkasa raya

bersama tuannya dan masuk ke bulan, yang sesungguhnya hendak mengatakan

terbang ke langit atau surga, demikian pun dengan koro-koro langi’ terbang ke

langit atau surga). Lebih jauh lagi, dua sosok manusia yang di identikkan dengan

dua jenis ayam tersebut menjadi simbol keabadian, yang satu "bangkit” dengan

sabda bunyi ayam sella’ dan yang lain merindukan kekekalan hidup. Jadi, dua

jenis ayam tersebut hendak menunjuk perjalanan hidup manusia di muka bumi,

bagaimana sesungguhnya manusia Toraja berjalan pada sebuah pencarian hidup

abadi (kisah tentang Puang Lakipadada) dan bahwa manusia yang datangnya dari

atas mengembara ke bumi dan akan mengalami kematian, tetapi makhluk langit

sendiri memberikan kebangkitan badan beserta dengan rahmat-rahmat yang

dibutuhkannya (kisah kebangkitan Pong Tulangdidi' dan kekayaannya). Jika

sedikit membahas masuk dalam alam kebijaksanaan, ayam merupakan jenis

binatang yang tidak pernah mengenal kata terlambat. Ayam menjadi simbol

kedisiplinan waktu, tidak pernah terlambat untuk berkokok dan atau naik dan

turun dari pohon tempatnya bertengger. Ayam juga mengajarkan kebijaksanaan


21

hidup supaya senantiasa berbagi dan tidak egois. Perhatikan saja seekor ayam

jantan yang sering berbagi dengan pasangannya. Jadi, simbol ayam merupakan

sebuah didikan terselubung untuk manusia Toraja supaya senantiasa tidak

mengabaikan perkara disiplin dalam hidup dan semangat berbagi dengan yang

lain.

2. Pa’ Barre Allo

Menurut Tangirerung (2017: 37) Berasal dari Bahasa Toraja, yaitu barre

artinya Bulatan atau Bundaran dan allo artinya Matahari. Pa’barre allo berarti

ukiran menyerupai matahari yang bersinar terang, memberi kehidupan kepada

seluruh makhluk penghuni alam semesta. Dari ukiran ini Masyarakat Toraja

percaya bahwa sumber kehidupan dan segala sesuatu yang ada dimuka bumi

berasal dari Puang Matua (Tuhan).

Hal menarik adalah mengapa ukiran ayam jago diletakkan di atas ukiran Pa’

Barre Allo? Ini pula yang memperlihatkan pentingnya simbol ayam jago bagi

masyarakat Toraja. Ia memiliki tempat tertinggi dalam tatanan peraturan hidup

orang Toraja. Diletakkan tepat di atas pa’ bare allo, artinya adalah pertama, proses

peradilan itu harus berdasarkan kehendak dewata (Tuhan) yang menempatkan

karapasan atau kedamaian di atas segala-galanya. Kedua, secara periodik dalam

berkokok, ayam senantiasa mengingatkan tentang waktu-waktu tertentu, yang

kemudian dikonotasikan oleh masyarakat Toraja sebagai peringatan bagi setiap

anggota masyarakat mengenai keberadaan aturan-aturan adat yang harus ditaati

dalam menjalani kehidupan di dalam dunia ini. Dengan demikian, ukiran ayam
22

jago diletakkan di atas ukiran pa'barre allo, untuk memberikan makna konotatif

bahwa masyarakat Toraja senantiasa diperingatkan untuk terus sadar akan diri

mereka yang hidup di dalam waktu dan di bawah serta diatur oleh aturan-aturan

adat.

3. Warna dan alat yang digunakan dalam ukiran Pa’ Manuk Londong

Menurut Jainuddin E. S (2020 : 33) ada empat warna dasar yang digunakan

Masyarakat Toraja pada ukiran pa’manuk londong yaitu, merah, putih, kuning

dan hitam karena keempat warna tersebut memiliki makna filosofi bagi

Masyarakat Toraja yaitu sebagai berikut :

a) Warna merah, adalah warna kehidupan manusia, artinya darah manusia.

b) Warna putih juga merupakan warna kehidupan manusia karena warna daging

dan tulang manusia. Jadi kehidupan manusia dengan warnah darah dan tulang

serta warna daging manusia.

c) Warna kuning melambangkan kemuliaan dan Ketuhanan atau disebut juga

warna pengabdian.

d) Warna hitam adalah warna kematian dan warna kesedihan.

Dan ukiran Toraja ini dibuat hanya dengan menggunakan alat sederhana

seperti sussu’ (terbuat dari besi yang menyerupai pisau dengan ujung yang

runcing), pa’ tallang (terbuat dari sebilah bambu yang fungsinya digunakan

sebagai penggaris), pensil, pisau, pahat dan pekantun (terbuat dari besi yang

menyerupai palu dengan bagian kepala berukuran lebih besar dari palu biasa).
23

B. Kerangka Pikir
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka dapat dirumuskan kerangka pikir. Berikut adalah kerangka

pikir.

Persepsi remaja terhadap ukiran pa’ manuk londong di kelurahan


sarira kecamatan makale utara kabupaten tana toraja.

Gambaran ukiran pa’ Makna ukiran pa’ manuk


manuk londong: londong:
1. Bentuk 1. Simbol psikologi
2. Warna 2. Simbol pengadilan
tertinggi

Persepsi remajaterhadap
ukiran pa’ manuk londong :

1. Aspek aspek
2. Faktor Faktor

Gambar 2.1 Kerangka Pikir.


24

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian


1. Jenis Penelitan
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Menurut Yusuf A Muri (dalam Silvia Kardina Azhar 2013: 148)

penelitian deskriptif yaitu salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk

mendeskripsikan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta fakta dan

sifat populasi tertentu atau coba menggambarkan fenomena secara detail.

Menurut Sukmadinata (dalam zulkhairi 2018: 148) penelitian deskriptif

kualitatif yaitu untuk mendeskripsikan dan mengambarkan fenomena-fenomena

yang ada,baik bersifat ilmiah maupun rekayasa manusia, sehingga lebih

memperhatian karakteristik, kualitas dan ketertarikan antar kegiatan.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Kelurahan Sarira Kecamatan Makale

Uratara Kabupaten Tana Toraja

24
25

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

B. Variabel dan Langkah Langkah Penelitian


a. Variabel Penelitian

Variabel dan sasaran yang ingin di teliti guna memperoleh data yang akurat.

Dengan menggunakan variable kita dengan mudah memperoleh dan memahami

masalah.Adapun variabel dalam penelitian ini adalah persepsi remaja tentang

ukiran pa’ manuk londong di Kelurahan Saria Kecamatanan Makale Utara

Kabupaten Tana Toraja

b. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang di gunakan untuk memudahkan proses

penelitian agar terlaksana dengan baik sehingga dapat mencapai hasil yang di

inginkan. Agar sasaran ini tercapai dan dapat di laksanakan secara sistematis dan

tearah, maka perlu dicantumkan gambaran dari langkah-langkah penelitian yang

akan dilakukan. Secara umum langkah-langkah penelitian yang dimaksud adalah

pengumpulan data berupa hasil wawancara, observasi secara langsung, praktik, dari
26

data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengelolaan data kemudian dianalisis

untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan.

C. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu rencana yang akan ditetapkan dalam

menghasilkan sesuatu, baik berupa barang maupun berupa kegiatan tertentu.

Dengan adanya desain penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan mudah, maka

desain penelitian harus disusun dengan baik dan terencana. Berikut desain

penelitian yang akan dilakukan:

Persepsi remaja tentang ukiran pa’ manuk londong di


Kelurahan Sarira Kecamatan Makale Utara Kabupaten
Tana Toraja.

Teknik pengumpulan data:


Observasi, wawancara dan dokumwntasi

Pengolahan data

Analisis data

Deskripsi data

Hasil

Gambar 3.2 Desain Penelitian


27

D. Defenisi Operasional Variabel


a. Persepsi

Persepsi merupakan tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan

informasi yang digunakan untuk memberikan gambaran dan pemahaman terhadap

suatu objek.

b. Remaja

Remaja yaitu perkembangan atau pertumbuan secara fisik dan secara

pemikiran hal ini terjadi saat peralihan dari masa anak ke masa dewasa umur yang

di kategorikan remaja adalah mulai dari umur 10 - 20 tahun.

c. Ukiran

Seni ukiran bagi Masyarakat Toraja adalah suatu sarana yang di gunakan

untuk menyampaikan pesan, nasihat, dan saran dalam bentuk dorongan hidup

serta cita-cita kehidupan masyarakat Toraja dalam bentuk simbol.

d. Pa’ Manuk Londong

Pa’ manuk londong yaitu sebuah simbol yang menyampaikan pesan ke orang

Toraja bahwa sikap dasar orang Toraja harus menjunjung tinggi nilai kejujuran,

pemberani serta disiplin yang tinggi.

E. Sasaran Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja di Kelurahan Sarira Kecamatan

Makale Utara Kabupaten Tana Toraja yang memiiki rentang usia mulai dari 10

sampai 20 tahun yang berjumlah 31 orang yang diambil dari perkumpulan pemuda

Gereja Bukit Ajaib Lemo di Kelurahan Sarira. Sedangkan objek dalam penelitian

ini adalah persepsi remaja terhadap ukiran pa’ manuk londong.


28

F. Teknik Pengumpulan Data


Untuk mencapai sasaran penelitian yang dibutuhkan pada data yang

disebutkan pada variabel penelitian tersebut maka, data akan dikumpulkan dengan

teknik sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara melaksanakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan

diteliti. Observasi sangat perlu dilakukan untuk mengamati bagaimana persepsi

remaja terhadap ukiran pa’ manuk londong. Observasi dianggap selesai apabila

peneliti telah memperoleh data yang teridentifikasi secara detail. Observasi

dilakukan dengan alat bantu diantaranya yaitu internet, buku catatan dan kamera

untuk memudahkan analisis lebih lanjut dalam sebuah penelitian.

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung

dengan responden. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat

memperkuat data hasil obsevasi. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan

beberapa alat bantu yaitu buku catatan untuk mencatat dan Handphone untuk

merekam semua percakapan dengan narasumber. Adapun pertanyaan dalam sesi

wawancara tersebut yaitu menyangkut tentang hal-hal yang berkaitan dengan

rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan diajukan kepada remaja di

Kelurahan Sarira Kecamtan Makale Utara Kabupaten Tana Toraja.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data yang telah didapatkan

pada saat penelitian di lapangan, baik itu pada saat melakukan observasi ataupun
29

pada saat melakukan wawancara kepada responden. Teknik ini dilakukan dengan

cara mengambil foto atau gambar pada saat penelitian berlangsung untuk digunakan

sebagai bahan dokumentasi.

G. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu deskriptif

kualitatif. Menurut Mohajan, Haradhan (dalam Yuliani, 2018: 85) penelitian

deskriptif kualitatif diartikan sebagai penelitian yang mengkaji peristiwa tindakan

sosial yang alami menekankan pada cara orang menafsirkan, dan memahami

pengalaman mereka untuk memahami realitas sosial sehingga individu mampu

mecahkan masalahnya sendiri. Semua data hasil penelitian diuraikan dengan cara

deskriptif melalui proses sebagai berikut:

Proses analisis data dimulai dengan menganalisis semua data yang berasal

dari observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diambil secara pribadi maupun

dokumen resmi. Kemudian selanjutnya adalah mengolah dan mendeskripskan data

dalam bentuk uraian berdasarkan kenyataan di lapangan. Tahap terakhir dari teknik

analisis data ini yaitu memeriksakan keabsahan data. Setelah data tersebut diolah

dan dideskripsikan sesuai kenyataan di lapangan kemudian kembali diperiksa

keabsahannya, lalu dikonfirmasi kembali dengan narasumber untuk memperkuat

hasil penelitian.

H. Jadwal Penelitian
Penelitian akan di perkirakan berlangsung selama kurang lebih beberapa

bulan maka peneliti mendeskripsikannya dalam table sebagai berikut :


30

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

September Oktober November Desember

1. Penyusunan Proposal X
Penelitian

2. Seminar Penelitian X
Proposal

3. Izin/Persuratan X
penelitian

4. Pelaksanaan Penelitian X

5. Penulisan Skripsi X

6. Ujian Skripsi X
31

DAFTAR PUSTAKA

Aini, W. I. (2021). Persepsi Masyarakat Terhadap Institut Agama Islam (Iain)


Bengkulu. Skripsi.

Amelia Pramitasari, Y. I. (2011). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Metode


Pembelajaran Kontekstual Dengan Motivasi Belajar Biologi Siswa Kelas Xi
Ipa Sman 1 Pangkalan Kerinci, Riau. Jurnal Psikologi Undip.

Dalam Silvia Kardina Azhar, D. S. (2013). Persepsi Siswa Tentang Layanan


Informasi Kesehatan Produksi Remaja Yang Di Berikan Guru Bk Sman 1
Kubung. Jurnal Ilmiah Konseling.

Delima, N. E. (2016). Pengaruh Persepi Kemudahan Penggunaan, Perepsi


Kegunaan,Dan Pengalaman Terhadap Minat Wajib Pajak Menggunakan
Sistem E- Filing. Jurnal Akutansi Indoneia.

Deprianus Sarlis, M. S. (2016). Makna Penggunaan Sumbol Ukiran Pa' Manuk


Londong Pada Masyarakat Toraja. Jurnal Ilmu Komunikasi Uho.

Dr. Ida Umami., M. K. (2019). Psikologi Remaja. Yogyakarta: Idea Press.

Eni Lestarina, H. K. (2017). Perilaku Konsumtif Dikalangan Remaja. Jurnal Riset


Tindakan Indonesia.

Eni Lestarina, H. K. (2017). Perilaku Konsumtifdikalangan Remaja. Jurnal Riset


Tindakan Indonesia.

Hartono, R. L. (2015). Persepsi Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penanggalan Jawa


Dalam Penentuan Waktu Pernikahan (Studi Kasus Desa Jonggrang
Kecamatan Barat Kabupaten Magetan Tahun 2013). Jurnal Agastya.

Jainuddin, E. S. (2020). Eksplorasi Etnomatematika Pada Ukiran Toraja. Jurnal


Matematika Dan Pendidikan Matematika.

Jainuddin, E. S. (2020). Eksploriasi Etnomatematika Pada Ukiran Toraja. Jurnal


Matematika Dan Pendidikan Matematika.

Kristiyanto. (2006). Seni Kaligrafi Arab Ukir Kayu. Skripsi.

Lebang, Y. A. (2015). Analisis Semiotika Simbol Kekuasaan Pada Rumah Adat


Toraja (Tongkonan Layuk). Journal Ilmu Komunikasi.

31
1
32

M. Nisfiannoor, E. Y. (2005). Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja Yang


Berasal Dari Keluarga Bercerai Dengan Keluarga Utuh. Jurnal Psikologi.

Megawanti, P. (2015). Persepsi Masyarakat Setu Babakan Terhadap Perkampungan


Budaya Betawi Dalam Upaya Melestarkan Kebudayaan Betawi . Sosio E-
Kons.

Nasution, R. A. (2021). Analisis Persepsi Pedagang Pada Penggunaan Qris Sebagai


Alat Transaksi Umkm Di Kota Medan. Skrpsi.

Paganna', R. S. (2018). Bisikan Suci Passura' Toraya. Jawa Tengah: Nugra Media.

Putro, K. Z. (2017). Memahami Ciri Dan Tugas Perkembangan Masa Remaja.


Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama.

Rahmi, A. G. (2014). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Financial Reward


Dengan Komitmen Kerja Pada Atlet. Jurnal Rap Unp.

Sarlis, D. (2016). Makna Penggunaan Simbol Ukiran “Pa’manuk Londong” Pada


Masyarakat Toraja. Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi & Informasi.

Soraya, N. (2018). Analisis Persepsi Mahasiswa Terhadap Kompetensi Dosen


Dalam Mengajar Pada Program Studi PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Uin Raden Fatah Palembangan. Jurnal Pendidikan Agama Islam.

Suharsono, A. S. (2016). Hubungan Persepsi Terhadap Kesehatan Dengan


Kesadaran (Mindfulness) Menyetor Sampah Anggota Klinik Asuransi
Sampah Di Indonesia Medika. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.

Surbakti, K. (2017). Pengaruh Game Online Terhadap Remaja. Jurnal Curere.

Surbakti, K. (2017). Pengaruh Game Online Terhadap Remaja. Jurnal Curere.

Tangirerung, J. (2017). Berteologi Melalui Simbol-Simbol Upaya Mengungkap


Makna Injil Dalam Ukiran Toraja. Jakarta: Pt Bpk Gunung Mulia.

Widia, I. K. (2019). Pemajuan Kebudayaan Dalam Rangka Menjadikan Kalimantan


Timur. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 11.

Yuliani, W. (2018). Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif Dalam Perspektif


Bimbingan Dan Konseling. Quanta.

Zulkhairi, A. (2018). Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Remaja Terhadap Perilaku


Menyimpang. Ners Indonesia.
33

Anda mungkin juga menyukai