Anda di halaman 1dari 9

RESUME

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

“DASAR STANDAR PROFESI KONSELING DAN KREDENSIALISASI”

Dosen Pengampu :

Drs. Taufik, M. Pd., Kons

Oleh :

Iqbal Maulana Akmal

18006028

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
A. Dasar Pertimbangan Standarisasi Profesi Konseling
1. Inisiatif Direktorat Jenderal Penddidikan Tinggi melalui Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan
Tinggi (PPTKKPT) membentuk suatu Tim dengan kolaborasi ABKIN
untuk mengembangkan dasar standardisasi profesi konseling merupakan
langkah strategis dalam rangka profesionalisasi dan proteksi tenaga
kependidikan di Indonesia. Langkah ini dimaksudkan untuk
dirumuskannya standard profesi tenaga konseling, pemberian lisensi
praktik mandiri (privat) konselor, kode etik profesi, dan sistem pengawasan
praktik tenaga konseling, serta layanan advokasi baik bagi masyarakat
pengguna maupun tenaga konseling. Profesionalisasi konseling di
Indonesia harus dilihat dalam konteks upaya untuk :
a. mengokohkan dan mempromosikan identitas, kelayakan, dan
akuntabilitas konselor profesional secara nasional maupun
internasional;
b. menegaskan identitas profesi konseling dan masyarakat konselor yang
secara nasional telah memenuhi standard;
c. memantapkan kerjasama antara Lembaga Pendidikan Tenaga
Konseling dengan organisasi profesi konseling (ABKIN) dalam
mendidik dan menyiapkan tenaga konseling profesional;
d. mendorong perkembangan profesi konselor sesuai dengan tuntutan
dinamika perkembangan masyarakat;
e. memberikan perlindungan kepada tenaga konseling profesional serta
para penggunanya.
2. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan
bahwa perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi (Pasal 19 ayat 3). Sebelumnya, ditetapkan bahwa
kurikulum perguruan tinggi disusun oleh kalangan perguruan tinggi
bersama masyarakat profesi dan pengguna (Kepmendiknas nomor

2
045/U/2002). Di sini tampak bahwa organisasi profesi memiliki peran yang
cukup signifikan untuk berkontribusi di dalam merencanakan kurikulum
pendidikan tinggi. Hal ini dapat dimaknai bahwa pendidikan tenaga
konseling profesional menjadi tanggung jawab perguruan tinggi (LPTK)
bersama masyarakat profesi dan pengguna.
3. Kredensialisasi profesi konseling, yang meliputi sertifikasi, lisensi dan
akreditasi menjadi tanggung jawab bersama antara perguruan tinggi dan
organisasi profesi berdasarkan standard profesi yang telah dirumuskan dan
ditetapkan. Hal ini penting untuk berkembangnya public trust terhadap
profesi konseling, baik dalam konteks kehidupan keprofesian nasional
maupun internasional.
4. Beberapa ketentuan, peraturan, kebijakan, dan kesepakatan yang mendasari
pengembangan standardisasi profesi konseling di Indonesia, adalah :
a. Dasar Legal
1) UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional
2) PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi
3) SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya
4) SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
5) SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk Teknis
Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya
6) SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya
7) SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa

3
8) SK Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi
9) Surat Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan
Bimbingan dan Konseling.
b. Organisasi
1) Memorandum Ketua Umum Pengurus Besar IPBI (sekarang
ABKIN) Tahun 1996, tentang Penyelen-ggaraan Program
Pendidikan Profesi Konselor
2) Hasil Konvensi Nasional ke-11 IPBI di Mataram tanggal 27-29
Juli 1998, khususnya tentang Program Pendidikan Profesi
Konselor
3) Kebijakan Pengembangan Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN) tahun 2001-2005.

B. Orientasi Pendidikan Akademik Dan Profesi Konselor


1. Penyiapan tenaga profesi konseling yang memakai standard profesional
dilaksanakan melalui pendidikan di perguruan tinggi yang secara khusus
membina calon tenaga profesional untuk menguasai wawasan,
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang semuanya terpadukan
bagi terlaksananya pekerjaan profesional yang dimaksudkan itu. Isi
pendidikan tersebut, baik yang berorientasi akademik maupun profesi
mengacu kepada kebutuhan manusia yang esensial sesuai bidang
keprofesionalannya, misalnya :
Profesi Acuan Bidang Isi
 Kedokteran ---- Kesehatan
 Farmasi ---- Obat-obatan
 Psikologi ---- Kondisi dan dinamika
psikologis individu
 Akuntansi---- Keuangan

4
 Konseling---- Perkembangan dan permasalahan
individu
Acuan masing-masing bidang keprofesian itu dipilah-pilah
serta dirinci, dan selanjutnya menjadi isi setiap kegiatan program
pendidikan, sesuai dengan spesifikasinya.
2. Jurusan/program studi/konsentrasi sebagai ujung tombak lembaga
pendidikan di perguruan tinggi bertanggung jawab atas embinaan
calon pelaksana pekerjaan profesi, terutama pada tingkat prajabatan.
Dalam melaksanakan tanggungjawabnya itu, lembaga pendidikan tersebut
dilengkapi dengan :
a. Visi dan misi, menunjukkan ke mana lembaga tersebut
diarahkan dalam membina para mahasiswanya ke arah profesi
tertentu, dan mengacu kepada hal-hal yang lebih praktis dalam
pencapaian tujuan-tujuan pokok lembaga.
b. Kurikulum, meliputi :
1. Maksud dan tujuan profesi, termasuk di dalamnya
paradigma profesi yang dimaksud;
2. Isi profesi, yaitu acuan bidang isi pokok profesi beserta
rinciannya;
3. Ilmu dan teknologi, yaitu acuan ilmu (ilmu-ilmu) yang
mendasari beserta teknologinya bagi pelaksanaan profesi;
4. Sasaran layanan, yaitu kelompok individu yang akan
menerima produk atau layanan; sasaran layanan ini menjadi
acuan dalam menentukan spesifikasi materi isi, ilmu dan
teknologi yang akan diolah di dalam kurikulum;
5. Kemampuan dan kewenangan, terutama memuat gambaran
kompetensi pelaksana profesi yang dihasilkan oleh lembaga
(yang diwujudkan dalam bentuk unjuk kerja dan kode etik
profesional).

5
c. Mahasiswa, yang direkrut sesuai kriteria yang mendukung
dikuasainya kompetensi yang telah ditetapkan. Dalam hal
ini seleksi yang memadai diperlukan.
d. Dosen, yang menguasai sepenuhnya kurikulum yang
dimaksud (dari landasan keilmuan, isi, sampai dengan
implementasinya). Lebih jauh dosen dituntut untuk memiliki
pengalaman langsung dan pribadi – dengan frekuensi
(waktu) dan variasi yang memadai – dalam pelaksanaan
kegiatan profesional atau profesi terhadap sasaran di
lapangan.
e. Sarana, yang memadai untuk mengimplementasikan kurikulum
secara penuh dan utuh. Alat bantu proses belajar-mengajar,
perpustakaan, laboratorium, serta fasilitas praktik di lapangan
sangat menentukan keberhasilan lembaga dalam menyiapkan
calon pelaksana profesi.

3. Pola umum pendidikan tenaga profesi konseling dapat digambarkan


sebagai berikut :

a. Pendidikan jenjang Sarjana (S1) Konseling merupakan program


pendidikan akademik dan dasar bagi pendidikan profesional
konseling selanjutnya. Untuk program pendidikan akademik jenjang
lebih tinggi, Sarjana Konseling yang memenuhi persyaratan dapat
menempuh pendidikan Magister (S2) Konseling, dan selanjutnya
Doktor (S3) Konseling pada program Pascasarjana. Program
pendidikan akademik pascasarjana (S2 dan S3) ini membina
akademisi yang lebih menekankan kemampuan analisis
teoritik/keilmuan dalam bidang konseling.

6
b. Pada jalur profesi, Sarjana Konseling yang memenuhi persyaratan
dapat menempuh program Pendidikan Profesi Konselor (PPK), untuk
mendapatkan gelar profesi Konselor (disingkat Kons.). Program
pendidikan profesi tingkat pertama ini merupakan program Spesialis
I (Sp.1) yang menghasilkan Konselor Umum. Kelanjutan dari
program Spesialis I (Sp.1) adalah program Pendidikan Profesi
Konselor Spesialis yang merupakan program Spesialis II (Sp.2) untuk
memperoleh gelar spesialisasi pada bidang konseling tertentu (gelar
itu adalah Konselor Spesialis, disingkat Kons. Sp.), seperti konseling
bidang keluarga/ perkawinan, konseling karir/jabatan, konseling
pendidikan. Program pendidikan profesi ini (PPK program Sp.1 dan
Sp. 2) membina praktisi yang lebih menekankan kemampuan praktik
pelayanan di lapangan.
c. Program PPK (Sp.1 dan Sp.2) didesain khusus untuk menyiapkan
konselor sebagai tenaga praktisi konseling. Dalam pelaksanaannya,
sebagai alternatif, PPK (Sp.1 dan Sp.2) dapat dilaksanakan terpisah
dari atau serempak dengan pendidikan akademik Magister (S2) atau
Doktor (S3) Konseling. Seseorang dapat mengambil secara serempak
program Magister (S2) atau Doktor (S3) Konseling dengan program
Sp.1 atau Sp.2. Seseorang dimungkinkan memperoleh gelar ganda,
yakni gelar profesi (Konselor atau Konselor Spesialis) dan gelar
akademik (Magister atau Doktor) secara bersamaan.

4.Akuntabilitas pendidikan tenaga profesional konseling merupakan


pengendalian mutu lembaga berdasarkan standard profesi. Hal-hal berikut
terkait langsung dengan akuntabilitas lembaga pendidikan dalam bidang
profesi konseling.

a. Akreditasi lembaga, untuk melihat apakah berbagai kriteria standardisasi


profesi konseling telah dipenuhi oleh lembaga.

7
b. Sertifikasi, mengacu kepada dikuasainya kompetensi profesional
konseling oleh para pelaksana yang telah dibina oleh lembaga
pendidikan prajabatan.
c. Pengukuran hasil layanan, mengacu kepada kepuasan pengguna yang
akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan pelayanan profesi konseling.
d. Implementasi kode etik profesi, yang mengikat para pelaksana profesi
konseling dalam menjalankan kegiatan profesionalnya. Kesalahan-
kesalahan yang diperbuat akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan
yang ada di dalam kode etik tersebut; sanksi ini diberikan oleh
organisasi profesi.
e. Advokasi fungsional, mengacu kepada hak pelaksana profesi konseling,
pengguna, dan/atau profesi itu sendiri dari intervensi pihak lain yang
merugikan pihak yang bersangkutan.

8
KEPUSTAKAAN
Sukamto. 2004. Dasar Standadisasi Profesi Konseling. Jakarta;Direktorat Pembinaan
Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
IKI. 2008. Arah Pengembangan Profesi Konselor. Padang: Konselor.org. UU No. 20
Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6

Anda mungkin juga menyukai