Anda di halaman 1dari 14

ACCOUNTING FAIR 2021

ESSAY COMPETITION

DESA MAJU 2045: MODEL PENGEMBANGAN ROBOTIC PROCESS


AUTOMATION (RPA) DALAM PENERAPAN TRIPLE BOTTOM LINE
(TBL) PADA SISTEM AKUNTANSI DESA BERBASIS PRINSIP
SYARIAH

Diusulkan Oleh :

Fadilatul Ilmiah (190810301087/2019)

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER

2021

1
2
PENDAHULUAN

Kemajuan zaman ditandai dengan perkembangan di bidang teknologi dan


munculnya otomatisasi. Menurut Rahmad dan Fragastia (2014), perkembangan
teknologi timbul dari motivasi manusia yang terus berfikir kreatif dengan cara
mencoba penemuan baru dan juga mengoptimalkan kinerja teknologi sebelumnya.
Kemajuan teknologi dan otomatisasi seringkali membawa kemudahan bagi
kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan kemajuan teknologi selalu berkaitan erat
dengan efisiensi operasional dan peningkatan kinerja, meskipun masih tergantung
pada bagaimana sumber daya manusia mengadopsi dan merangkul teknologi
tersebut.

Teknologi yang saat ini telah mendominasi kebutuhan manusia, membuat


manusia harus berpikir keras untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
mumpuni. Oleh karena itu, berkembangnya teknologi juga didasari oleh
berkembangnya ilmu pengetahuan. Salah satu bidang ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan teknologi adalah sistem informasi. Dilansir dari website
sekawanmedia.co.id, bahwa pengertian sistem informasi yaitu suatu studi
yang mengkombinasikan aktivitas manusia dengan penggunaan teknologi untuk
mendukung manajemen dan kegiatan operasional. Selain itu, sistem informasi juga
merupakan studi yang berkaitan dengan mengumpulkan, menyaring, dan
mendistribusikan data. Luasnya studi yang berkaitan dengan sistem informasi
menjadikan seluruh informasi tidak dapat terekam, namun inti dari adanya sistem
informasi adalah untuk menyelaraskan pekerjaan antara manusia dan mesin agar
menciptakan hasil yang efektif.

Pemanfaatan teknologi robot saat ini tidak asing di telinga manusia.


Beberapa industri dan bisnis, telah aktif menggunakan teknologi robot untuk
meringankan pekerjaaan karyawan. Setelah revolusi Customer Relationship
Management dan Enterprise Resources Planning (ERP), saat ini telah muncul
teknologi baru yang akan mengubah cara kerja manusia, yaitu Robotic Process
Automation (RPA) (Santos dkk., 2019). RPA merupakan teknologi otomatisasi
proses bisnis yang berdasar pada software robot (bots) atau berdasarkan teknologi
kecerdasan buatan (artificial Intelligence) (Hodson, 2015). Dengan demikian,

3
bentuk dari RPA bukan merupakan robot fisik namun berupa robot software. Tipe
otomatisasi yang berada pada RPA, bertujuan untuk mengotomatisasi proses bisnis
agar efisiensi meningkat dan biaya yang dikeluarkan berkurang.

Konsep formula 3P (Triple Bottom Line) pertama kali dikemukakan oleh


John Elkington (1997). Formula 3P terdiri dari dimensi ekonomi (profit), dimensi
sosial (people), dan dimensi lingkungan (planet). Konsep ini muncul dikarenakan
terdapat berbagai permasalahan yang terjadi dalam lingkup sosial dan lingkungan.
Permasalahan tersebut merupakan tantangan yang menciptakan peluang baru bagi
perusahaan atau pelaku bisnis untuk bertanggung jawab terhadap masalah
disekitarnya. Masalah-masalah tersebut antara lain: pengangguran, kerusakan
lingkungan, kemiskinan, dan lain sebagainya. Tantangan tersebut menimbulkan
pergeseran paradigma usaha melalui konsep pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Development). Paradigma baru membuat pelaku usaha tidak lagi
berpijak pada konsep nilai perusahaan diukur pada profit (single bottom line)
melainkan berpijak pada konsep “Formula 3P” (triple bottom line).

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa


penyelenggaraan pemerintahan desa diselenggarakan berdasarkan asas
akuntabilitas. Asas akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
termasuk dalam pengelolaan keuangan desa. Alasan mengapa RPA dibutuhkan
dalam penerapan Triple Bottom Line (TBL) pada akuntansi desa karena sistem
otomatisasi akan membantu perangkat desa untuk menyusun laporan keuangan
menjadi lebih cepat dan akurat. Kegiatan yang berulang seperti mengetik,
melakukan ekstraksi data, dan memindahkan data yang besar dari satu sistem ke
sistem yang lain akan lebih mudah dengan RPA. Selain itu, dengan adanya TBL
juga akan membantu desa untuk bangkit dari segala keterpurukan sehingga desa
dapat lebih maju dan berkembang. Ditambah dengan penerapan prinsip syariah
dalam segala kegiatan membuat rancangan program ini menjadi lebih bermakna.
Suatu ketidakjelasan dan kebingungan akan dapat diselesaikan berdasarkan prinsip
syariah yang mana bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, dan lain sebagainya. Untuk
itu demi mendukung gerakan Desa Maju 2045, penulis menggagaskan ide
dibentuknya model pengembangan robotic process automation dalam penerapan
triple bottom line pada sistem akuntansi desa berbasis prinsip syariah.

4
PEMBAHASAN

Proses akuntansi dan keuangan adalah salah satu proses yang paling banyak
didukung atau diambil alih oleh robot software (Peccarelli, 2016). Namun
meskipun begitu, penerapan robot software tidak sepenuhnya mengambil pekerjaan
manusia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Davenport dan Ronanki,
didapatkan bahwa 47 % dari proyek RPA tidak menjadikan penggantian karyawan
administrative sebagai tujuan utama dari implementasi RPA (Davenport, 2018).
Operasi pencatatan akuntansi memerlukan akurasi yang tinggi, konsistensi, dan
banyak diantaranya yang memerlukan pengelolaan manual untuk transaksi yang
berulang. Seorang pegawai biasanya mengumpulkan informasi dari berbagai sistem
yang terpisah-pisah dan kemudian memproses data tersebut sebelum akhirnya
menginputkan ke dalam sistem akuntansi. Proses pengumpulan data dan
pengolahannya secara manual ini akan memakan banyak waktu dan tak jarang
menimbulkan banyak kesalahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi dan
otomatisasi untuk membantu akuntan.

Robotic Process Automation (RPA) dan Kecerdasan Buatan (AI)


merupakan bagian dari perkembangan teknologi informasi yang membawa dampak
bagi praktik akuntansi (Adrianto, 2020). Dampak tersebut dapat berupa
penggantian peran akuntan di beberapa pekerjaan. Dengan adanya implementasi
RPA, maka tanggung jawab akuntan di masa depan akan lebih dari sekedar
pembukuan transaksi. Misalnya menjadi konsultan bisnis atau pemimpin
transformasi RPA di organisasi. Potensi pemanfaatan RPA harus diikuti dengan
keterampilan di bidang teknologi dan data yang tinggi serta kemampuan
komunikasi yang mumpuni. Hal itu dikarenakan adanya RPA berguna untuk
mengotomatisasi proses bisnis rutin yang berulang, serta untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas operasi bisnis. Untuk itu, pemanfaatan RPA diharapkan
dapat membuat pekerja lebih memprioritaskan waktu kepada pekerjaan dan tugas
yang lebih bernilai tambah (Cewe dkk., 2018).

Keberhasilan RPA terbukti dari survei terhadap 450 perusahaan yang


menemukan bahwa setiap responden berencana untuk memperluas penggunaan
RPA dalam dua tahun ke depan (Protiviti, 2019). Menyadari potensi dari RPA,

5
Cooper et al. (2019) menemukan bahwa kantor akuntan 4 besar berinvestasi besar-
besaran dalam teknologi RPA dan berencana untuk meningkatkan investasi mereka
secara signifikan di masa depan. Dengan begitu, adopsi RPA sangat relevan dengan
akuntansi karena luas dan kecepatannya dapat membuat organisasi memanfaatkan
teknologi di seluruh lini layanan perpajakan, jaminan, konsultasi, dan lain
sebagainya.

Menurut pendapat dari Aguirre & Rodriguez (2017) dibandingkan


menggunakan Application Programming Interface (API), robots akan melakukan
pekerjaan repetitif ini menggunakan Graphical User Interface. Dengan begitu,
tidak perlu mengubah infrastruktur teknologi informasi di perusahaan sehingga
tugas repetitif yang sebelumnya dilakukan oleh manusia dapat dilakukan robot
dengan lebih cepat dan efisien. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, RPA
akan meringankan beban pegawai dari pekerjaan rutin dan berulang, sehingga
pegawai dapat fokus pada pekerjaan dan tugas yang memerlukan skill unik manusia
dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Perangkat otomatisasi proses bisnis
sebelumnya dapat dikatakan kalah canggih dari RPA, hal itu dikarenakan robots
(berupa coding program dalam server) akan berperan seperti manusia untuk
melakukan input dan mengelola informasi dari berbagai sistem TI.

Proses akuntansi yang dapat dilakukan otomatisasi untuk meningkatkan


kinerja dan akurasi termasuk (Jędrzejka, 2019):

1. Akun – akun yang perlu di tutup di akhir periode, validasi dari entry jurnal,
rekonsiliasi akun, serta konsolidasi.
2. Pelaporan keuangan, pelaporan kinerja internal dan manajemen, pelaporan
aturan dan ketentuan dari eksternal.
3. Pengelolaan piutang dan hutang, updating data konsumen, supplier,
pemrosesan faktur, otomatisasi otorisasi, serta validasi dan posting
pembayaran, penerimaan kas, penagihan dan penyesuaian faktur dengan
order pembelian dan penjualan.
4. Manajemen kas, transaksi dalam perusahaan, akuntansi terhadap
persediaan, beban dan perjalanan, akuntansi aktiva tetap dan akuntansi
pajak.

6
Kementerian Lingkungan Hidup, membentuk program penataan lingkungan
hidup perusahaan (PROPER). Program PROPER diharapkan dapat meningkatkan
kualitas kehidupan sekitar perusahaan dan lingkungan yang bermanfaat.
Berdasarkan penelitian dari Rosyidah (2017), perusahaan di sektor industri
manufaktur mempunyai jumlah peserta PROPER terbanyak dibandingkan dengan
sektor industri lainnya. Peningkatan jumlah peserta PROPER sektor industri
manufaktur dari tahun ke tahun, membuktikan bahwa perusahaan mulai menyadari
nilai kesuksesan perusahaan tidak lagi diukur dengan melihat kondisi keuangannya,
namun juga dilihat dari tanggung jawab perusahaan sosial dan lingkungan.

Beberapa faktor yang dapat memengaruhi pengungkapan tanggung jawab


sosial, salah satunya adalah profitabilitas. Laba merupakan tujuan tertinggi dalam
suatu perusahaan tanpa memandang aspek lainnya. Investor seringkali melakukan
penilaian terhadap perusahaan dengan melihat kinerja keuangannya. Penilaian
kinerja keuangan dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan profit perusahaan dilaporan keuangan. Penelitian mengenai
profitabilitas dengan pengungkapan tanggung jawab sosial telah dilakukan.
Tsoutsoura (2004), kinerja keuangan perusahaan yang kuat mampu untuk
berinvestasi dalam jangka panjang. Karena perusahaan dengan profitabilitas tinggi
akan lebih leluasa untuk memiliki bentuk pengungkapan.

Triple bottom line dikembangkan oleh Elkington menjadi 3 istilah yaitu


economy prosperity (nilai harta kekayaan ekonomi), environmental quality
(kualitas lingkungan hidup), dan social justice (keadaan sosial). Triple bottom line
dikenal dengan istilah “Formula 3P”, yaitu terdiri dari unsur people (perusahaan
yang mempedulikan sosial dan lingkungan disekitarnya), profit (perusahaan
berupaya meningkatkan keuntungan bagi perusahaan), dan planet (kemampuan
perusahaan dalam menjaga kelestarian alam/bumi). Perusahaan yang baik adalah
perusahaan yang akan memperoleh tiga unsur tersebut yaitu keuntungan,
kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Menurut Rajafi dan Irianto (2007), sampai saat ini belum terdapat standar
atau panduan yang berterima umum mengenai praktik triple bottom line reporting.
Sehingga jenis informasi yang dilaporkan mengenai ketiga aspek dalam triple

7
bottom line reporting juga beragam dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.
Terlebih lagi untuk dimensi sosial dan lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor
budaya dari negara yang bersangkutan. Sebagai contoh norma mengenai kesamaan
gender di tempat kerja dan upah minimum untuk buruh, berbeda antara negara satu
dengan negara lain.

Sampai saat ini, belum terdapat konsensus mengenai indikator-indikator


tersebut. Implementasi pelaporan berkelanjutan di Indonesia didukung oleh
sejumlah aturan seperti UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan aturan yang dikeluarkan Bursa Efek Jakarta mengenai
Prosedur dan Persyaratan Listing dan juga standar laporan keuangan (PSAK)
(Rajafi dan Irianto, 2007). Dengan adanya aturan yang dikeluarkan Bursa Efek
Jakarta mengenai Prosedur dan Persyaratan Listing ini diharapkan perusahaan-
perusahaan di Indonesia terutama yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta akan
memiliki kepdulian yang lebih tinggi terhadap permasalahan-permasalahan
lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Venkatraman & Nayak (2015b) menyatakan bahwa strategi keberlanjutan


bisnis berbasis triple bottom line atau triple-p menuntut peran akuntansi untuk
mengumpulkan dan menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para stakeholder
tentang komitmen manajemen dalam memenuhi tanggung jawabnya tersebut, yaitu
tanggung jawab kepada pemegang saham (profit), tanggung jawab kepada
masyarakat (people), dan tanggung jawab lingkungan (planet) (Chen et al., 2014;
Gray, 2006; Heggen., 2018). Untuk itu, laporan akuntansi pertanggung jawaban
sosial yang diterbitkan oleh perusahaan tidak hanya melaporkan hasil dari proses
mengidentifikasi, mengukur, dan menilai segala bentuk kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan sosial perusahaan tetapi sekaligus juga mempengaruhi pihak
eksternal khususnya dalam hal pengambilan keputusan. Pada intinya pelaporan
akuntansi pertanggungjawaban sosial mencakup beberapa point sebagai berikut:

1. Menilai dampak sosial dari aktivitas perusahaan


2. Mengukur efektivitas program sosial perusahaan
3. Melaporkan seberapa jauh perusahaan tersebut memenuhi tanggungjawab
sosialnya.

8
4. Menyediakan informasi baik internal maupun ekstenal yang memungkinkan
penilaian secara menyeluruh terhadap sumber daya dan dampaknya secara
sosial maupun ekonomi.

Rancangan RPA dalam penerapan TBL tidak hanya berguna bagi akuntansi
perusahaan juga berguna bagi akuntansi desa. Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Keuangan Desa diwujudkan dalam Laporan Keuangan Pemerintahan Desa. Untuk
mewujudkan pertanggungjawaban keuangan Desa yang memadai, Laporan
Keuangan Pemerintahan Desa disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan Desa (SAPDesa). Penyusunan SAPDesa dilatar belakangi
oleh kebutuhan akan akuntabilitas dan transparansi keuangan desa yang saat ini
menjadi signifikan setelah adanya dana desa.

Pembukuan desa dilakukan dengan sistem single entry. Sarana pencatatan


utama adalah buku kas umum yang berfungsi untuk merekam semua transaksi
penerimaan dan pengeluaran kas. Selanjutnya untuk memilah rincian transaksi
penerimaan dan pengeluaran berdasarkan jenis kegiatan dibuat buku kas pembantu
kegiatan. Selain itu juga ada buku kas pembantu pajak, dan buku bank desa.
Laporan keuangan yang digunakan sebagai pertanggungjawaban kepala desa
kepada bupati/walikota adalah Laporan Pertanggung jawaban Realisasi
Pelaksanaan APBDesa. Laporan tersebut berisi informasi pendapatan, belanja, dan
pembiayaan desa. Laporan pertanggungjawaban juga dilampiri dengan Laporan
Kekayaan Milik Desa yang isinya mirip dengan neraca, yaitu berupa informasi
tentang aset lancar dan tidak lancar; kewajiban jangka pendek; dan kekayaan bersih
yang diperoleh dari selisih antara aset dengan kewajiban.

Dengan adanya RPA, maka sistem pencatatan keuangan dan akuntansi desa
tidak lagi dilakukan secara manual namun dilakukan secara otomatis. Selain itu
dengan ditambah penerapan TBL maka laporan keuangan yang dihasilkan tidak
hanya sebatas mementingkan laba namun juga mementingkan kepentingan umum.
Kepentingan umum tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah sehingga sangat
cocok jika diterapkan di desa sebagai entitas pemerintah yang paling kecil. Dilansir
dari radarbangsa.com, bahwa Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar mengatakan, keberhasilan

9
pembangunan desa menjadi penopang terwujudnya Indonesia Emas tahun 2045.
Dengan begitu, diharapkan penggunaan dana desa akan lebih tepat sasaran, yang
mana didasarkan pada permasalahan dan prioritas kebutuhan desa.

Ditambah lagi dengan penerapannya yang berbasis prinsip syariah maka


mencegah timbulnya segala bentuk kecurangan. Menurut Pratama dkk. (2017),
prinsip-prinsip akuntansi syariah antara lain: (1) Pertanggungjawaban
(Accountability); (2) Prinsip Keadilan; dan (3) Prinsip Kebenaran. Alasan lain
mengapa perlu diberlakukan prinsip syariah karena berdasarkan
data Worldpopulationreview yang dikutip dari databoks.katadata.co.id, bahwa
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar pada 2021, yakni
sebanyak 231 juta jiwa atau sekitar 86,88% dari jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia. Dengan terlaksananya program-program tersebut, maka nantinya
akan membantu desa untuk bangkit dan semakin berjaya.

10
PENUTUP

Bertambahnya zaman menimbulkan berbagai temuan baru, salah satunya


adalah RPA. RPA sebagai sistem yang dapat mengotomatisasi berbagaipekerjaan,
sangat cocok diterapkan pada akuntansi. Banyaknya sumber data seringkali
membuat pencatatan dan pembukuan menjadi kurang optimal. Maka dari itu, hadir
RPA yang akan membantu beberapa pekerjaan manusia menjadi lebih efektif dan
efisien. Tidak hanya itu, penerapan TBL juga diperlukan guna mendukung program
SDGs pemerintah dan juga menjaga kelestarian lingkungan.

Desa sebagai unit terkecil dari pemerintah membawa dampak yang besar
bagi kesejahteraan penduduknya. Dengan membawa rancangan RPA serta
penerapan TBL ke desa, diharapkan dapat menghasilkan reaksi yang positif dari
masyarakat. Hal itu dikarenakan penggunaan dan pencatatan dana desa dapat
dihitung dan dipergunakan lebih akurat lagi. Serta untuk mencegah berbagai tindak
kecurangan, dibutuhkan kesadaran dan hukum yang mengikat, seperti contohnya
implementasi prinsip syariah yang berpedoman pada kejujuran serta keadilan.
Dengan menggabungkan berbagai komponen tersebut, diharapkan dapat membawa
perubahan yang lebih baik bagi kehidupan manusia, dengan cara terbentuknya desa
maju 2045.

11
DAFTAR PUSTAKA
Adani, R. M. 2021. Pengertian Sistem Informasi dan Contoh Penerapan pada Dunia
Industri. https://www.sekawanmedia.co.id/sistem-informasi/. [Dilansir
pada 30 Oktober 2021].
Adrianto, Z. 2020. Robotic Process Automation and Accounting. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Terapan. 16(2): 40-53.
Aguirre, S., & Rodriguez, A. (2017). Automation of a Business Process Using
Robotic Process Automation (RPA): A Case Study, Cham.
Cewe, C., Koch, D., & Mertens, R. (2018). Minimal Effort Requirements
Engineering for Robotic Process Automation with Test Driven
Development and Screen Recording, Cham.
Chen, J. C., Chen, J. C., & Patten, D. M. (2014). Manipulative Environmental
Disclosure: Further Analysis of Corporate Projections of Environmental
Capital Spending. Accounting and the Public Interest, 14(1), 87-109.
Cooper, L. A., D. K. Holderness Jr., T. L. Sorensen, and D. A. Wood. 2019. Robotic
process automation in public accounting. Accounting Horizons. 33(4): 15-
35.
Databoks. 2021. Sebanyak 86,88% Penduduk Indonesia Beragama Islam.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/sebanyak-8688-
penduduk-indonesia-beragama-islam. [Diakses pada 30 Oktober 2021].
Davenport, T. H. R., Rajeev. (2018). Artificial Intelligence for the real world.
Harvard Business Review, Volume 96.
Elkington, J. 1997. "The Triple Bottom Line of 21 st Century Business Cannibals
With Forks". Cannibals with Forks. Vol 1(April): pp 1–16.
Gray, R. (2006). Social, Environmental and Sustainability Reporting and
Organisational Value Creation?: Whose Value? Whose Creation?
Accounting, Auditing & Accountability Journal, 19(6), 793819.
Heggen, C., Sridharan, V. G., & Subramani am, N. (2018). To the Letter vs the
Spirit: A Case Analysis of Contrasting Environmental Management
Responses. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 31(2), 478-
502.

12
Hodson, H. (2015). AI interns: Software already taking jobs from humans.
Retrieved from (https://www.newscientist.com/article/mg22630151-700-
ai-interns-software-already-takingjobs-
fromhumans/?ignored=irrelevant#.VY2CxPlViko).
Isa, M. 2021. Desa Maju Penopang Terwujudnya Indonesia Emas 2045.
https://www.radarbangsa.com/news/31173/desa-maju-penopang-
terwujudnya-indonesia-emas-2045. [Diakses pada 30 Oktober 2021].
Jędrzejka, D. (2019). Robotic process automation and its impact on accounting.
Zeszyty Teoretyczne Rachunkowości, 2019(105 (161)), 137-166.
Peccarelli, B. (2016). The Robo-Accountants Are Coming: How professional
services firms need to prepare for the robo revolution. Retrieved from
https://www.cfo.com/accounting/2016/05/robo -accountants-coming/.
Pratama, B. C., I. G. Setiawiani., S. Fatimah, dan H. Felani. 2017. PENERAPAN
PRAKTEK DAN TEORI AKUNTANSI SYARIAH BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH. Jurnal Akuntansi. 13(2): 83-91.
Protiviti. 2019. 2019 Global RPA Survey Results. Available at:
https://www.protiviti.com/sites/default/files/united_kingdom/insights/2019
-global-rpasurvey-protiviti_global.pdf
Rajafi, L. B. dan G. Irianto. 2007. ANALISIS PEN GUN GKAPAN LAPORAN
SOSIAL DAN LINGKUNGAN SEBAGAI BAGIAN DARI TRIPLE
BOTTOM LINE REPORTING DAL AM AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL PERUSAHAAN: Studi
Perbandingan RataRata Tema Pengungkapan Antar Kelompok Industri
yang Terdaftar pada Bursa Efek Jakarta Tahun 2005. TEMA. 8(1): 72-91.
Rahmad, I.F. and Fragastia, V.A., 2014, October. Perancangan Navigasi Robot
Berbasis Suara Menggunakan Android. In Seminar Nasional Informatika
(SNIf) (Vol. 1, No. 1, pp. 320-324).
Rosyidah, N. A. 2017. ANALISIS PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM LINE
DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI. Jurnal Equity. 3(4): 1-17.
Santos, F., Pereira, R., & Vasconcelos, J. B. (2019). Toward robotic process
automation implementation: an end-to-end perspective. Business Process
Management Journal, 26(2), 405-420.

13
Tsoutsoura. (2004). Corporate Social Responsibility and Financial Performance.
Haas School of Business. University of California, Vol 1(1), pp 1–21.
(online). (http://www.haas.berkeley.edu/faculty/pdf/berdahl.pdf, diakses 30
Oktober 2021).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014. Desa. 15 September
2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5495.
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009. Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 5059. Jakarta.
Venkatraman, S., & Nayak, R. R. (2015b). Corporate Sustainability: An IS
Approach for Integrating Triple Bottom Line Elements. Social.
Responsibility Journal, 11(3), 482-501.

14

Anda mungkin juga menyukai