Cerita Wayang
Bram Palgunadi
MENGENAL KEMBALI PAGELARAN WAYANG KULIT
PURWA
Bram Palgunadi
11 Desember 2012 pukul 9:44 ·
Pagelaran wayang kulit purwa yang semarak dan sesekali juga mencekam, merupakan salah satu
daya tarik. Tetapi pagelaran wayang kulit purwa masa sekarang, banyak yang melenceng jauh dari
hakikatnya sebagai pagelaran wayang. Lalu 'digantikan' menjadi pagelaran lainnya, seperti
campursari, dhang-dhutan, lawak, dan bahkan pagelaran wayangnya sendiri pelan-pelan tapi pasti,
lalu berubah mengkerdil menjadi sekedar 'pelengkap penderita'. Pagelaran wayang lalu kehilangan
peran dan fungsinya sebagai media untuk merenungkan hikmah kehidupan. Seperti tampak pada
gambar di atas, pagelaran wayang kulit purwa berubah menjadi 'pagelaran pesindhen'; dan sederet
pesindhen ini lalu dipajang, maaf, seperti layaknya barang dagangan.
Total theater
Pagelaran wayang kulit purwa, merupakan suatu pagelaran „total theater‟, yang
amat sangat berbeda dengan pertunjukan barat (Eropa). Pada pagelaran wayang
kulit purwa, penonton berada di dua sisi panggung pagelaran, yakni di depan
dan belakang; atau berada di depan dan belakang layar wayang. Selain itu,
seluruh unsur yang ada di sekeliling dan di sekitar panggung pagelaran,
merupakan bagian dari pagelaran wayang. Karena karakternya yang seperti itu,
maka seluruh penonton, pemain, dan bahkan orang-orang yang berada di sekitar
tempat pagelaran (misalnya orang-orang yang berjualan makanan, minuman,
mainan anak-anak, cindera-mata, atau lainnya), termasuk seluruh
lingkungannya; merupakan bagian langsung dari pertunjukannya.
Karena hal ini pula, maka penerapan „duduk lesehan‟ menggunakan tikar
(bukan kursi), merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi, guna
membangun suasana total theater dan juga suasana tradisional. Suasana total
Bram Palgunadi: Kumpulan cerita wayang untuk pengisi waktu 4
theater ini akan semakin nyata, jika pagelaran dilakukan di tempat terbuka yang
dilengkapi „tarub‟ atau di pendhapa. Pagelaran yang bersifat „total theater‟,
menghasilkan suasana tidak formal, semarak, menyenangkan, penuh
kebersamaan, bebas, dan santai (relax); dengan berbagai aktifitas lainnya
berlangsung bersama-sama pagelaran wayang. Termasuk kegiatan makan,
minum, berbincang, dan bahkan tidur.
Dhalang adalah tokoh sentral dalam pagelaran wayang kulit purwa Tokoh
sentral dan utama dalam suatu pagelaran wayang kulit purwa, adalah dhalang.
Karenanya, seharusnya tidak boleh dan tidak selayaknya ada orang lain yang
dalam pagelaran wayang kulit purwa bertindak menggantikan peran dan fungsi
dhalang, meskipun hanya sejenak atau hanya sebentar; termasuk pagelaran
campur-sari, dhagelan, lawak, dhang-dhutan, penyanyi, atau lainnya. Jika
dhalang sampai bersedia digantikan perannya sebagai tokoh sentral, meskipun
hanya sebentar atau beberapa saat, maka hal ini sama saja dengan merendahkan
martabat, kehormatan, dan profesinya.
a) Pathet Nem
b) Pathet Lindur
c) Pathet Sanga
d) Pathet Nyamat
e) Pathet Manyura
Sebagai catatan, pada pagelaran wayang kulit purwa, Pathet Lindur dan Pathet
Nyamat tidak selalu digunakan.
_____________________________________________
[1] Pagelaran wayang kulit purwa versi Jawa yang boleh dikatakan masih asli, justru dapat dilihat
pada pagelaran wayang kulit purwa versi Bali, yang diiringi ricikan gender laras slendro.
Sebagai informasi, pagelaran wayang kulit purwa versi Jawa, pada masa lampau berkembang
pada masa perkembangan agama Hindhu dan Buddha; sebagai bagian dari pelaksanaan ritual
adat dan kepercayaan. Tetapi setelah agama Islam masuk dan berkembang di Pulau Jawa,
sebagian penduduk yang beragama Hindu, beserta berbagai bentuk kesenian asli Jawa, termasuk
pagelaran wayang kulit purwa, para pegiat dan masyarakat pendukung keseniannya,
„menyelamatkan diri‟ ke arah timur dan menyeberang ke Pulau Bali. Sebagai catatan, bentuk
asli wayang kulit Jawa pada masa awal, sama dengan dengan bentuk wayang kulit versi Bali
(yang sampai sekarang masih bisa dilihat dan relatif tidak banyak berubah bentuknya).
[2] Pagelaran wayang kulit madya, lazimnya membawakan cerita wayang yang didasarkan atas
berbagai cerita yang berkembang seusai Perang Barata-Yudha. Batas awal yang bisa dikatakan
sebagai „bagian transisi‟ antara wayang kulit purwa dan wayang kulit madya, adalah pagelaran
wayang yang menceritakan episode setelah Pandhawa memenangkan Perang Barata-Yudha.
Misalnya, cerita „Parikesit Jumeneng Nata‟. Wayang Madya adalah wayang kulit yang
diciptakan oleh Mangkunegara IV sebagai penyambung cerita Wayang Purwa dengan Wayang
Gedog. Cerita Wayang Madya merupakan peralihan cerita Purwa ke cerita Panji. Salah satu
cerita Wayang Madya yang terkenal adalah cerita Anglingdarma. Wayang madya tidak sempat
berkembang di luar lingkungan Pura Mangkunegaran. Cerita Wayang Madya menceritakan
sejak wafatnya Prabu Yudayana sampai Prabu Jaya-Lengkara naik tahta. Cerita Wayang Madya
ditulis oleh R. Ngabehi Tandakusuma dengan judul Pakem Ringgit Madya yang terdiri dari lima
jilid, dan tiap jilid berisi 20 cerita atau lakon. Wayang madya (Jawa) adalah wayang yang
menggunakan unsur „cerita sesudah zaman purwa‟. Cerita itu mengisahkan para raja Jawa yang
dianggap keturunan Pandawa. Sementara itu wayang gedog, wayang klitik, dan wayang beber
(ketiganya dari Jawa), juga wayang gambuh dan wayang cupak dari Bali, melakonkan cerita
panji.
Suatu pagelaran wayang kulit purwa di pedalaman. Penuh kenangan dan mengingatkan dari mana
kita dulu berasal...
Melihat pagelaran wayang kulit purwa, seakan seperti melihat kembali seluruh kehidupan kita....
Radyan Bima-Sena, tak bisa menahan diri, karena merasa puteranya secara sengaja telah
dikorbankan.....
O,
Kamahatmyan setyaning tanaya,
Mangaji mangastuti laku utami,
Myang ingajara ilmu kang winadi,
O,
Kayogyan ika huriping driya,
Lir pawarahing dewa,
Kang winarah ing jaman parwa,
Sangsaya isti istyakara kang
utama,
O,
Pindha manikam cahyanya,
O,
O……[5]
___________________________
[1] Bathara Darma, sering disebut dengan nama lain, yaitu Bathara Ulam Derma atau Bathara
Wulan Derma. Sedangkan sebutan ‘bathara’ seringkali juga diganti dengan sebutan ‘hyang’
,‘sang hyang’, ‘hywang’, atau ‘sang hywang’. Karenanya, lalu sering disebut „Sang Hyang
Wulan Derma‟.
[2] Bathara Darmi, sering disebut dengan nama lain, yaitu Bathara Ulam Dermi atau Bathara
Wulan Dermi. Sedangkan sebutan ‘bathara’ seringkali juga diganti dengan sebutan ‘hyang’
,‘sang hyang’, ‘hywang’, atau ‘sang hywang’. Karenanya, lalu sering disebut „Sang Hyang
Wulan Dermi‟.
[3] Istilah 'vimana', pada masa sekarang justru dikenal sebagai kendaraan ruang angkasa yang
sekarang kita kenal sebagai 'UFO" (unidentified flying object)atau 'benda terbang tak dikenal',
yang dalam istilah populer sering disebut 'piring terbang' (flying saucer).
[4] Saat masih muda, Prabu Boma Nara Sura bernama Radyan Suteja atau seringkali juga disebut
Radyan Sitija. Pada saat ia berhasil mengalahkan Prabu Bomantara, sukma Prabu Bomantara
Pagelaran 'bayang-bayang' wayang kulit purwa, yang menggetarkan hati, mengharu-biru emosi,
dan memikat hati penonton, merupakan dambaan....
____________________________________
[1] „Trikora‟ adalah singkatan judul pidato Bung Karno, yang isinya memerintahkan rakyat
Indonesia bergabung menjadi sukarelawan dan menyerbu Irian Barat, yang saat itu masih
menjadi wilayah jajahan Belanda.
[2] PN adalah singkatan dari „perusahaan negara‟. Sekarang, sebutannya sudah berganti menjadi
PERUM, singkatan dari „perusahaan umum‟.
[3] KPH merupakan singkatan dari „Kesatuan Pemangkuan Hutan‟. Pejabat tertinggi di kantor
KPH adalah seorang „administratur‟, yang di kalangan kehutanan sering disingkat
penyebutannya menjadi ADM. Seorang ADM, biasanya membawahi beberapa „sinder‟ yang
kantornya lazim disebut „kesinderan‟. Seorang „sinder kehutanan‟, biasanya membawahi
beberapa „mantri hutan‟, yang kantornya lazim disebut „kemantren‟ atau kantor KRPH
(Kesatuan Resor Pemangkuan Hutan). Seorang „mantri hutan‟, biasanya membawahi sejumlah
„mandor hutan‟. Dan, seorang „mandor hutan‟ biasanya membawahi sejumlah „blandhong‟,
yaitu pekerja yang bekerja secara langsung di hutan. Di wilayah kemantren tertentu, biasanya
terdapat suatu lokasi yang khusus melakukan pembibitan atau penyemaian tanaman hutan,
TPK (tempat penimbunan kayu) hasil tebangan hutan, dan kadang-kadang ada juga base
workshop dan base station tempat menyimpan sejumlah peralatan berat untuk keperluan
kehutanan, seperti traktor, buldozer, truk trailer, truk katrol, dan kelengkapan bahan bakar serta
minyal pelumas untuk keperluan berbagai mesin itu. Unit ini, seringkali disebut sebagai unit
peralatan mekanisasi kehutanan, yang lokasinya biasanya terpencil di tengah hutan.
[4] Saradan, adalah nama sebutan sebuah TPK (tempat Penimbunan Kayu) gelondongan kayu jati
dan pohon rimba milik PN Perhutani KPH Madiun, yang sangat terkenal dan sangat besar
Pagelaran wayang beber di masa lampau. Sederhana, penuh ritual, sesaji, dan mistik.
Terowongan kereta-api di Garahan, merupakan salah satu pemandangan unik dan indah
wilayah ini.
Ini adalah sebuah cerita imajiner, yang selama berminggu-minggu saya pikirkan.
Sebagian besar pecinta wayang (tentu saja tidak semuanya), umumnya sangat
menyukai figur Arjuna. Dhalang yang memainkan tokoh ini di jagat
pewayangan, bahkan seringkali mengungkapkan sejumlah 'nama alias' kepada
Arjuna. Misalnya, Pandhusiwi (karena putra Pandhu), Janaka, Permadi,
Kombang Ali-ali, Panengah Pandhawa (karena ia merupakan anak ketiga di
antara lima anak), Palguna (karena lahir di musim kemarau. Palguna = musim
kemarau). Dan, tentu masih banyak lagi nama alias yang diberikan kepada
"Apa yang kita tahu tentang Sang Arjuna itu, sepenuhnya benar", begitu kata
sahabat saya memulai ceritanya secara tiba-tiba. "Tapi banyak bagian-bagian dari
kehidupan Sang Arjuna, yang kita sebenarnya sama sekali tidak pernah tahu",
begitu lanjutnya. Lalu ia asyik nerocos bercerita tentang kehidupan Sang Arjuna,
sementara saya hanya bisa terbengong-bengong dan manggut-manggut, sambil
menjublak terkesiap, terkesima, dan terpana; mendengar semua cerita sahabat
saya itu.....
Cobalah bayangkan siapakah Sang Arjuna itu? Kita hanya mengenal dia sebagai
seorang ksatria pejabat tinggi negara di Kerajaan Amarta, yang terlihat sukses
hidupnya, penuh dengan gemerlap, penuh dengan berbagai bintang tanda jasa,
dan penuh dengan penghormatan karena dia banyak berjasa. Banyak wanita
yang tergila-gila kepadanya, karena ia memang tampan, pintar, cerdas, banyak
pengetahuannya, luas wawasannya, dan tubuhnya itu lo benar-benar membuat
para wanita menjadi 'keblinger', lupa diri, klepek-klepek, dan gelap mata.
Mereka semua pada bermimpi ingin memiliki Sang Arjuna. Ingin bersama
dengan Sang Arjuna selamanya. Ingin dijadikan isterinya. Ingin jadi
kekasihnya. Atau, setidak-tidaknya ingin supaya namanya bisa dikenang oleh
Sang Arjuna. Kalau mereka sudah berhasil memiliki coretan tanda-namanya,
seakan-akan seluruh isi dunia ini sudah dihadiahkan kepada mereka. Jangankan
wanita lajang, janda kembang, atau remaja putri; bahkan wanita yang sudah
bersuami dan berumah-tangga pun masih juga memimpikan Sang Arjuna
sebagai pendamping hidupnya. Ini sudah keterlaluan! Lalu suami mereka itu
mau dikemanakan? Apa suami mereka itu dianggap patung, semut, belalang,
'manuk' (burung), atau angin? Lo, ini faktanya lo! Bukan isu, tapi merupakan
kenyataan! Bahkan tidak hanya wanita yang tergila-gila kepadanya, priapun
juga banyak yang tergila-gila kepada Sang Arjuna. Mereka itu, memimpikan
hendak menjadi seperti Sang Arjuna. Padahal mereka itu kan bukan Arjuna?
Bagaimana bisa mereka memimpikan dirinya menjadi Arjuna? Caranya
berpakaian ditiru, cara berbicaranya ditiru, cara berpidatonya ditiru, caranya
merayu wanita ditiru, bahkan caranya berperi-laku ditiru. Waaaaah! Semuanya
ditiru, dari urusan kepala sampai kaki kok dipakai sebagai acuan hidup.
Bagaimana mereka bisa seperti itu? Apa mereka itu sudah kehilangan
Bram Palgunadi: Kumpulan cerita wayang untuk pengisi waktu 55
kepribadiannya? Apa mereka itu tidak mikir? Lawong kenyataannya badannya
berbeda, rejekinya berbeda, pengetahuannya berbeda, dan segalanya kan
berbeda, kok mau jadi seperti Arjuna!
Itu tadi baru urusan kesukaan dan gaya hidup lo. Cobalah memahami bagaimana
kehidupan Arjuna. Kata pak dhalang, Arjuna itu "garwanipun sakethi kurang
siji" (isterinya sejuta kurang satu). Waaaaa... Kelihatannya hidup Arjuna jadi
menyenangkan seperti 'playboy' ya? Tapi tunggu dulu! Sejuta kurang satu!
Berapa itu? Itu isterinya semua? La kalau isterinya sebanyak itu, terus kapan
Sang Arjuna mau mengunjungi mereka? Apa bisa dia mengatur waktu untuk
menggilir mereka satu per satu? Jumlah hari saja, setahun cuma 360. Jadi kalau
isterinya hampir sejuta, kan dia harus mengunjungi dan menggilir isterinya kira-
kira sehari tiga atau empat isteri. Memangnya bisa melakukannya? Dan,
memangnya bisa melakukan kayak makan obat? La kalau misalnya dia memang
sanggup melakukan hal itu, maka saya yakin Sang Arjuna itu merupakan laki-
laki yang paling loyo di dunia! Dan, liat aja, nanti pas umur 40 tahun, dia sudah
megap-megap kehabisan tenaga! Terus, kalau itu memang bisa dilakukan, lalu
kapan dia bekerja untuk negara? Jangan lupa lo, dia kan pejabat tinggi negara
Kerajaan Amarta! Lo, ini pertanyaan logis saja... Hal lainnya, kalau isterinya
segitu bayaknya, terus bagaimana dia menghidupi seluruh isterinya itu? Lalu
berapa besar uang belanja setiap isteri atau setiap rumah-tangganya? Waaa,
kayaknya mulai kelihatan rumit! Saya sih sangat yakin, Arjuna tidak akan bisa
hafal semua nama isterinya, lawong terlalu banyak. Itu baru isterinya, belum
lagi simpanannya, wanita-wanita yang hanya menjadi pemujanya, dan belum
termasuk pula gadis-gadis remaja yang seringkali berebut coretan tanda-nama
Arjuna sebagai 'fans'-nya. Ini masih belum termasuk sejumlah wanita yang
dengan sengaja mengaku-ngaku sebagai isteri Arjuna! Bagaimana Arjuna bisa
menolak, kalau mereka yang datang mengaku-ngaku sebagai isterinya itu,
berparas cantik, sexy, bertubuh sintal, dan muda belia. Kalau sudah seperti ini,
Arjuna biasanya lebih sering menyerah kalah. Atau, mungkin saja, sengaja
menyerah kalah. Dan, seperti biasanya, luluhlah hati Sang Arjuna, menghadapi
wanita-wanita cantik yang sangat memujanya itu. Mau tertipu atau tidak, itu
urusan belakangan. Meskipun kenyataannya banyak juga yang menipu Arjuna
dan kenyataannya Arjuna juga sangat sering tertipu oleh muslihat seperti ini.
Tapi apa boleh buat, lawong penipunya cantik, sexy, bertubuh sintal, dan yang
jelas juga pandai merayu. Kalau sudah begini, tertipu juga nggak apa-apalah,
yang penting tidak sampai masuk berita gosip sore di stasiun 'Amarta TV' dan
tidak ketahuan sama wartawan 'paparazi' yang suka mengumbar gambar-gambar
seronok di majalah dan koran kuning. Tapi belakangan ini, Sang Arjuna agak
was-was juga, karena media 'internet' sudah membanjiri hampir seluruh wilayah
Kerajaan Amarta. Selain itu, banyak orang punya telepon genggam yang
dilengkapi kamera digital. Jadi, Sang Arjuna harus lebih ekstra 'eling lan
Cobalah juga kaubayangkan, Arjuna itu kan banyak sekali isterinya. Bayangkan
kalau saja setiap isteri itu punya satu anak saja, lalu anaknya Arjuna itu
sebenarnya berapa? Kan jadi sejuta? Jadi anggauta seluruh keluarga Sang
Arjuna itu, kan jadinya dua juta orang. Itu kalau setiap satu isteri punya satu
anak. Apa ya semuanya kenal bapaknya? Lawong ibunya saja nggak pernah
dikunjungi. Ibunya, sekali-kalinya bertemu suaminya, kan saat menikah atau
dinikahkan, lalu berbulan-madu, lalu semua berakhir begitu saja. Semua
berakhir di situ. Isterinya lalu ditinggalkan begitu saja. Sang Arjuna lalu
berkelana lagi sekehendak hatinya. Katanya sih mencari ilmu pengetahuan,
menambah wawasan, dan pengalaman. Tapi kenyataannya, yang lebih sering
terjadi kan buntut-buntutnya bertemu gadis lain dan akhirnya menikah di suatu
tempat antah-berantah. Menurut berita yang bisa dipertanggung-jawabkan
sumber dan kebenarannya, Sang Arjuna paling sering menikahi anak gadis
guru-guru spiritualnya. Namanya juga guru spiritual, jadi tempat tinggalnya
juga harus sesuai dong dengan istilah 'spiritual', jadi adanya ya di tempat-tempat
yang asing, di gunung-gunung, di hutan belantara, di gua-gua yang amat jauh
dari peradaban. Aneh juga lo. Orang yang berasal dari sebuah kota metropolitan
seperti Kota Amarta-Pura, kok bisa-bisanya jatuh cinta kepada gadis dusun yang
berasal dari pedalaman. Tapi itulah kenyataan yang terjadi. Kalau menurut
berita gosip paling mutakhir, Sang Arjuna yang memang orang kota
metropolitan itu, sangat suka jika dikagumi oleh gadis remaja yang 'masih
hijau', yang cenderung tidak tahu apa-apa, apalagi soal cinta. Jadi sebenarnya
yang jatuh cinta itu, lagi-lagi adalah si gadis, bukan Sang Arjuna! Itu awalnya
saja. Adapun Sang Arjuna, awalnya bolehlah dikatakan sebenarnya hanya ingin
menyenangkan hati si gadis gunung itu. Sudahlah tentu ayah sang gadis itu akan
merasa sangat bingung, jika anak gadisnya ternyata jatuh cinta kepada orang
kota, yang sedang menjadi muridnya. Apalagi ayahnya kan juga sangat tahu,
jika Sang Arjuna itu merupakan salah satu kerabat Pandhawa dan seorang
pejabat tinggi negara di Kerajaan Amarta. Apalagi yang mau dipertimbangkan?
Anaknya mau, muridnya tidak menolak! Di lain pihak, bagi Sang Arjuna kan
Di dunia pewayangan, kita selalu berhadapan dengan dua tokoh wanita, yaitu
Cangik dan Limbuk. Mereka berdua, selalu ditampilkan saat tiba pada adegan
'keputren' di suatu kerajaan. Ini merupakan suatu adegan yang boleh dikatakan
selalu ada di setiap pagelaran wayang. Saking seringnya kedua tokoh ini tampil,
sampai-sampai kita tidak pernah tahu atau tidak mau tahu, siapakah sebenarnya
mereka berdua itu. Pada judul bahasan ini, saya memakai istilah 'dua sahabat' dan
bukannya memakai istilah 'dua wanita'. Memang keduanya, Cangik dan Limbuk,
adalah dua orang wanita. Tetapi keduanya sebenarnya sudah meningkatkan level
dirinya, menjadi 'dua sahabat' bagi sang putri atau permaisuri yang diikutinya.
Kesalahan terbesar dari kita sebagai pengamat dan penikmat pagelaran wayang,
khususnya wayang kulit, adalah bahwa tokoh Cangik dan Limbuk seringkali kita
pandang sebagai dua orang dayang-dayang atau kasarnya sebagai 'pembantu'
seorang putri atau permaisuri raja. Ini merupakan kesalahan pemahaman yang bisa
dikatakan fatal. Mengapa demikian? Sebab mereka berdua, Cangik dan Limbuk,
sebenarnya bukanlah dayang-dayang dan bukan pula pembantu dalam pemahaman
umum seperti yang kita kenal. Mereka berdua, adalah 'panakawan', yang artinya
'sahabat'. Jika tokoh panakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong; adalah
________________________________________
Di bawah ini, saya tambahkan cerita Mas Yohanes Triwidiantono, yang sangat
menyentuh perasaan.
Yohanes Triwidiantono 09 Mei 5:46
Pak Bram ingkang kinurmatan, Saya juga punya kenangan sepanjang hayat seperti
panjenengan; sewaktu kecil (1962 - 1968) saya dimong oleh mbok-dhe Karso, yang
adalah suami-isteri tetangga sebelah rumah, tanpa anak. Bukan hanya mbok-dhe
Karso yang nggemateni saya, namun juga pakdhe Karso. Oleh orang-tua saya,
suami-isteri ini digaduhi sepasang cempe. Tak heran, saya pun sering ikut angon
cempe ke ladang. Yang saya tahu adalah saya dijagai melebihi apapun, termasuk
memenuhi keinginan dan saya. Suatu saat saya diberi pondoh (pucuk batang pohon
kelapa), karena terasa manis lembut dan tidak keras, saya menikmatinya, sayang
hanya sedikit karena hanya pembagian entah tetangga mana yang menebang pohon.
Ini merupakan obrolan antar sahabat, saat sedang suntuk dan capek bekerja.
Topiknya, sudah jelas mempertanyakan, apakah Rahwana itu raja yang jahat atau
bukan? Bagi saya dan sejumlah sahabat, ini jelas merupakan dilema yang bisa
menyebabkan saya dan beberapa sahabat saya dibenci orang. Sebabnya jelas, kita
mencoba melihat Rahwana dari sisi dia sebagai manusia. Sebagian besar dari kita,
umumnya melihat Rahwana sebagai tokoh yang jahat.
Sedangkan Rama, sebagai orang baik yang dizalimi. Itu pandangan orang pada
umumnya. Sedangkan dalam pandangan saya (dan beberapa sahabat saya lainnya),
kita bisa bersikap begitu karena kita selalu menerima 'wejangan' dari orang tua kita,
bahwa Rahwana itu orang jahat dan Rama orang baik. Kita bahkan menerima
Bram Palgunadi: Kumpulan cerita wayang untuk pengisi waktu 71
pandangan itu begitu saja, tanpa pernah mempertanyakan, apa saja kebaikan
Rahwana dan apa pula keburukan Rama.
Dalam cerita Ramayana yang lazim disampaikan kepada kita, sesuai dengan pakem
pewayangan, diceritakan bahwa Rahwana sangat ingin memperisteri Dewi Sinta.
Padahal, Dewi Sinta saat itu sudah menjadi isteri Rama. Untuk itu, ia berupaya
memperdaya Rama dan Laksmana, supaya bisa menculik Dewi Sinta. Penculikan
itu berhasil sukses! Meskipun selama perjalanan Rahwana diserang oleh Jatayu,
tetapi halangan itu bisa diatasinya, dan Dewi Sinta bisa diboyong Rahwana ke
Alengkadiraja. Tiga tahun, Dewi Sinta ditawan di sebuah
'keputren', ditemani DewiTrijatha, adik Rahwana. Dan selama tiga tahun pula
Rahwana selalu berusaha membujuk Dewi Sinta untuk bersedia menjadi
permaisurinya. Segala upayanya untuk menjadikan Dewi Sinta sebagai permaisuri,
ditolak oleh Dewi Sinta secara halus. Jadi Rahwana sebenarnya dapat dikatakan
gagal memperisteri Dewi Sinta. Bahkan, saat Rahwana agak kelewatan sikapnya,
saat sedang membujuk Dewi Sinta, ia dihalangi oleh Dewi Trijatha, adiknya. Tentu
saja Rahwana menjadi marah, dan Dewi Trijatha dikutuk oleh Rahwana. Kutukan
Rahwana menyatakan, bahwa Dewi Trijatha akan mendapat jodoh jika sudah
menjadi 'perawan tua' dan jodohnya adalah seorang wanara tua yang bertubuh
pendek, jelek, dan buruk muka. Kutukan Rahwana ini, membuat Dewi Trijatha
sedih berkepanjangan. Keinginan Rahwana untuk bisa menjadikan Dewi Sinta
sebagai permaisurinya, telah mengorbankan banyak hal, termasuk kekuasaan,
keluarga, sanak saudara, dan kerajaan Alengka. Rahwana, akhirnya terbunuh dalam
suatu pertempuran melawan Rama yang dibantu ribuan pasukan wanara (kera). Ia
merupakan orang terakhir dari Kerajaan Alengka yang mati di medan laga,
melawan musuh. itulah ringkasan seluruh cerita tentang Rahwana yang sangat
terkenal itu.
Sekarang cobalah kita pahami barang sedikit cerita kebalikannya, ditinjau dari sisi
Rahwana. Cobalah untuk mendinginkan kepala dan tidak emosional sewaktu
membaca cerita ini. Tentu saja, cerita ini merupakan cerita imajiner, jadi
gunakanlah juga imajinasi anda saat membacanya.....
Bayangkalah, Alengkadiraja adalah sebuah negara adidaya, yang terkenal sangat
kaya dan makmur. Kerajaan ini, politiknya sangat stabil, keamanan di seluruh
wilayah Kerajaan Alengkadiraja sangat terkendali dan sangat aman. Rakyatnya
demikian sejahtera, sehingga banyak orang yang berasal dari manca negara, datang
dan akhirnya tinggal bermukim di Kerajaan Alengkadiraja. Menurut sejarahnya,
Kerajaan Alengkadiraja juga tidak pernah memperlakukan kerajaan-kerajaan di
sekitar wilayahnya sebagai negara jajahan. Alengkadiraja juga tidak pernah
menyerbu negara lain. Kerajaan Alengkadiraja, memang bukan sebuah negara
demokratis seperti Amerika. Kerajaan Alengkadiraja, memang merupakan sebuah
negara monarki (kerajaan), yang dipimpin oleh seorang diktator luar biasa besar
dan sangat luas kekuasaannya, yang berjuluk Prabu Rahwana. Kerajaan besar ini,
Bram Palgunadi: Kumpulan cerita wayang untuk pengisi waktu 72
bahkan tidak memerlukan adanya Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat
berbagai undang-undang. Segala aturan dan undang-undang, cukup ditangani oleh
Rahwana yang dibantu sejumlah pejabat tinggi kepercayaannya. Sejak Kerajaan
Alengkadiraja berdiri, sampai akhirnya tumbang oleh serbuan para 'monyet' yang
membantu Rama, tidak pernah ada berita negatif sedikitpun yang menyatakan
bahwa Rahwana pernah berbuat menzalimi rakyatnya. Begitu juga para pejabat
tingginya, selalu mempunyai 'track record' yang baik dan tidak tercela. Bagi rakyat
di Kerajaan
Alengkadiraja, pemerintahan diktatorial nyatanya justru jauh lebih baik dari pada
pemerintahan demokratis yang centang-perenang dan tak jelas juntrungannya.
Rahwana sangat menginginkan Dewi Sinta sebagai permaisurinya. Sebagai
manusia, itu merupakan hal yang wajar. Namanya juga naksir. Salahnya, Dewi
Sinta sudah menjadi isteri orang lain. Bahwa Rahwana menculik Dewi Sinta, itu
memang kesalahan fatal. Tapi bagaimana lagi? Namanya juga usaha! Apalagi
dilandasi rasa cinta yang membara. Segala cara bisa ditempuh. Kalau nggak begitu,
kan malah dipertanyakan orang, seberapa besar cintanya? Kan kata pepatah juga
menyatakan bahwa 'cinta itu buta'. Bahkan cinta itu, mudah indikasinya. Orang
yang benar-benar cinta, akan berada pada kondisi hilang akal dan hilang ingatan.
Kalau masih bisa berpikir jernih dan tidak hilang akal, pastilah orang itu tidak
benar-benar jatuh cinta. Mungkin hanya pura-pura jatuh cinta. Kalau tidak hilang
ingatan (terhadap banyak hal), pastilah orang itu juga tidak jatuh cinta. Cobalah
renungkan saat anda dulu jatuh cinta. Apakah benar anda tidak hilang akal dan
hilang ingatan? Contohnya, saat anda jatuh cinta, bukankah anda menjadi bingung
dan tidak tahu apa yang harus diperbuat? Segala kecanggihan diri anda tiba-tiba
lenyap begitu saja, saat berhadapan dan bertemu dengan wanita idaman anda. Saat
anda jatuh cinta dulu, bukankah anda juga hilang ingatan? Lupa daratan, lupa
makan, lupa tidur, dan bahkan lupa segalanya. Anda hanya bisa mengingat satu hal
saja. Yaitu wanita idaman anda! Hal lainnya? Tentu saja anda lupakan. Ingatan
anda tentang nasehat orang tua yang mengatakan bahwa hidup harus berhati-hati,
juga bisa anda abaikan seketika. Anda tiba-tiba berubah menjadi manusia yang
berani mati demi sang pujaan hati. Woooooo..... luar biasa! Jatuh cinta, ternyata
bisa mengubah segalanya........
Begitu juga dengan Raja Rahwana yang julukan aslinya adalah 'King of Forest
Blood', dari sebuah kerajaan adidaya yang sangat terkenal di seantero jagat maya
dengan sebutan 'The Great Alengka Kingdom'. Rahwana, seorang 'manusia
berdarah rimba raya' telah jatuh cinta! Ini merupakan suatu fenomena dan peristiwa
yang sangat luar biasa yang amat sangat langka, yang diliput oleh semua stasiun
televisi di seluruh dunia sebagai sebuah peristiwa besar! Ia telah dinobatkan
menjadi 'the greatest man of the year', yang selalu ditayangkan dalam bentuk
'headline' di semua surat-kabar, majalah, harian lokal dan internasional, internet,
stasiun televisi, stasiun radio dalam negeri dan manca negara.
Dewi Sinta, menjalani penantian datangnya sang kekasih Sri Rama, yang tak kunjung datang
juga....
ELEGI SINTA
(Dorothea Rosa Herliany)
Kuburu Rahwana,
Dan kuminta ia menyetubuhi nafasku,
Menuju kehampaan langit,
Kubiarkan terbang, agar tangan yang takut dan kalah itu tak mampu menggapaiku.
Dewi Sinta, cantik, manja, dan membuat Rama dan Rahwana jatuh hati.
Sinta-Sinta abad duapuluh satu! Centil, cantik, sexy, dan gaya. Jadi pantas saja Rahwana dan
Rama jatuh hati setengah mati....
Srikandhi memang terkenal sebagai gadis yang cantik rupawan, sexy, sensual, dan karena itu
pula banyak pria yang tergila-gila padanya. Tetapi kepandaiannya berkelahi sudah jelas
membuat ciut para pria teman-teman sebayanya.
Srikandhi sebagai seorang gadis 'tomboy' yang hidup di kalangan keluarga istana
Kerajaan Pancala Radya, memang terkenal sebagai seorang gadis yang pandai,
bengal, tangkas, pandai berkelahi, sexy, sensual, pandai bergaul, pandai pula bicara,
dan berani dalam banyak hal. Matanya yang besar dan selalu berbinar-binar saat
memandang lawan bicaranya, seolah memancarkan sihir yang memukau lawan
bicaranya. Sehari-hari Srikandhi, selalu berdandan dan menyesuaikan diri dengan
kemajuan jaman. Namanya juga 'gadis masa sekarang'. Di kampus Universitas
Bram Palgunadi
11 November 2011 pukul 6:01