LP & Askep Sistem Persyarafan
LP & Askep Sistem Persyarafan
OLEH :
NI KETUT DIKA NOVITA
(2018.C.10a.0943)
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.Z Dengan Diagnosa Medis Stroke Hemoragik Pada Sistem Persyarafan”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2). Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra
Klinik2 Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LembarPengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Manfaat 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi 5
2.1.2 Etiologi 5
2.1.3 Patofisiologi 6
2.1.4 Manifestasi Klinis 8
2.1.5 Komplikasi 9
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 9
2.1.7 Penatalaksanaan Medis 10
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian 11
2.2.2 Diagnosa 15
2.2.3 Intervensi 15
2.2.4 Implementasi 29
2.2.5 Evaluasi 29
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan 31
3.2 Diagnosa Keperawatan45
3.3 Intervensi Keperawatan 46
3.4 Implementasi Keperawatan 51
3.5 Evaluasi Keperawatan 51
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan 56
4.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat
ini. Stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.
Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut
(Junaidi, 2011). Penyebab utama stroke diantaranya pasien stroke yang terbiasa
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang menimbulkan
aterosklerosis, yaitu menyempitnya pembuluh arteri disebabkan lemak yang
menempel pada dinding arteri. Para ahli menganggap bahwa aterosklerosis
merupakan penyebab utama stroke pada umumnya. Penyakit stroke sebenarnya sudah
tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh cukup
tingginya insidensi (jumlah kasus baru) kasus stroke yang terjadi di masyarakat.
Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar
lima juta menderita kelumpuhan permanen. Tanggapan masyarakat terhadap penyakit
stroke itu sangat berbahaya karena dimana penyakit ini sulit untuk disembuhkan dan
bisa mengalami serangan yang secara mendadak dan mengakibatkan kematian.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2018, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 penyakit stroke mengalami
kenaikan jika dibandingkan Riskesdas tahun 2013, yaitu dari 7 % menjadi 10,9 %.
Berdasarkan data penelitian di Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
penyakit stroke menempati urutan ke 7 dari penyakit terbanyak di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus, dengan jumlah penderita 602 jiwa, tahun 2018.
sedangkan hasil observasi dan pengkajian yang kami dapatkan dengan pasien dan
keluarga di ruang nusa indah kamar no 5 didapatkan data kurangnya pengetahuan dan
kurangnya kesadaran pasien dan keluarga dalam cara menjaga kesehatan dan pola
hidup yang baik.
2
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga
mengakibatkanseseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Secara global,
penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama kedua kematian. Ini adalah
penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan orang dewasa yang lebih
tua. Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pasokan
darah ke otak terganggu atau berkurang akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah. Stroke iskemik adalah jenis stroke terbanyak yang menyerang populasi
Kaukasian yang mencapai 80% jumlah populasi. Persentase stroke iskemik juga
tinggi pada populasi Asia tapi dengan proporsi stroke perdarahan intrakranial yang
lebih tinggi daripada populasi yaitu sekitar 20-30% terkena stroke perdarahan
intrakranial. Stroke memiliki faktor risiko yang bervariasi dan salah satunya adalah
merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena stroke iskemik hingga 2-3 kali
dan risiko ini meningkat pada perokok berat.4 Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah
perokok di dunia sekitar 1,2 milyar dan Cina menduduki tempat pertama dengan
jumlah perokok sekitar 300 juta. Menurut data dalam The Tobacco Atlas oleh
American Cancer Society, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara
dengan jumlah pengonsumsi rokok terbanyak di dunia.5 Prevalensi perokok pada usia
lebih dari 15 tahun di Indonesia juga meningkat bila dilihat dari data Riskesdas yaitu
34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013 dengan rata-rata setiap
perokok menghabiskan 12,3 batang rokok per hari (Organization, 2015).
Upaya mencegah terjadinya stroke yaitu dengan cara menjaga pola makan,
olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan hindari konsumsi minuman beralkohol
diharapkan bisa mengurangi resiko terjadinya penyakit stroke. Upaya untuk
memperkecil resiko dari stroke yaitu diperlukan suatu usaha pencegahan yang
didukung serta dilakukan oleh semua pihak baik keluarga, petugas kesehatan maupun
masyarakat. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stroke
diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien dan keluarga
dalam memberikan asupan gizi rendah garam untuk pasien yang terkena stroke,
melakukan pemeriksaan secara rutin, dan segera memeriksakan diri jika ada keluhan
3
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Tn.Z dengan
masalah SK (Stroke Hemoragik)
1.3.2.6 Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan penyakit
SK (Stroke Hemoragik)
2.1.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200
mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
6
2.1.3 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak
yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi
yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2014).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun
pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
7
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2014). Penyumbatan pada arteri serebri
media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral,
serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara
motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect
(Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosumanterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri
serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior
di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma.
Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2014):
1. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
2. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
8
3. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
4. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
5. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
6. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus
(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
7. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
SK (STROKE HEMORAGIK) Hipertensi
Hemoragik serebral
Penambahan massa
Edema Kompresi
Ggn.rasa
nyaman
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,
baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
2.1.5 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
11
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapa
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis
biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat
mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko
kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif,
dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat
antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
14
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
15
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
16
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-
paru
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin.
29
mencegah enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering
berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000
cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
- Konsistensi feses lunak.
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik
dan eliminasi reguler.
31
4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan
peristaltik.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus,
yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila masalah
tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk
mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali rencana
perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang ada.
(Basford. 2013).
32
GENOGRAM KELUARGA :
KETERANGAN :
Klien :
Perempuan :
Laki-laki :
Serumah :
Meninggal :
Hubungankeluarga :
pasien, terpasang DC (kateter), dan ADL pasien dibantu penuh oleh keluarga
dengan skala aktivitas 5 (tergantung secara total) .
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
sedang, suasana hati sedih, berbicara cukup jelas , fungsi kognitif orientasi
waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang
pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi
tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 190/120 mmHg, Nadi
82 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,1 0C.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan
menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien mampu
mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf kranial II (Optikus): pasien
mampu membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat meminta
pasien untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien
dapaat mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV
(Troklearis): pasien dapat menggerakkan bola matanya (pergerakan bola
mata normal). Saraf kranial V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien
dapat mengunyah dengan lancar. Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu
menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis):
pasien dapat membedakan rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII
(Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana suara petikan jari
perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien dapat
merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat
mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien tidak
mampu menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus):
pasien kurang mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari negatif, jari ke hidung
negatif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan negatif;
pasien tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep
kanan dan kiri postif dengan skala 2, refleks brakioradialis kanan dan kiri
positif dengan skala 2, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 2,
refleks akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 2, refleks babinski kanan
dan kiri positif dengan skala 2. Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
43 Kg
IMT= =16,80 menunjukkan kategori kurang normal kerena
1,60 cmx 1,60 cm
normal IMT pada pria adalah 18-25), tidak ada kesukaran untuk menelan, dan
diet biasa.
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA PENYEBAB
2. Klien menanyakan
penyebab dari melanoma
3. Klien menunjukkan
persepsi yang keliru
mengenai masalah
47
PRIORITAS MASALAH
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d suplai O2 ke otak menurun ditandai
dengan pasien tampak meringis, hasil CT scan: pendarahan intrakarnial (+) pada
ruang subarachnoid pada sisterna basalis, fissura interhemisfer, sisterna
interpeduncular kanan, fissura silvii kanan, tentorium serebelli, sulci cortical
biparietal, kesadaran: E4 M5 V5, hasil laboratorium didapatkan dengan, WBC=
9.00 x 10^3/ul, HGB= 11,6 g/dl, HCT= 37 %, PLT= 258 x 10^3/ul, TTV: TD:
200/100 mmHg, N : 96 x/menit, S : 36,7°C, RR: 20 x/menit.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d terjadinya penurunan kekuatatan otot ditandai
dengan, pasien tampak lemah, pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien
tampak sulit untuk menggerakkan badan, aktivitas pasien di bantu penuh oleh
keluarga dengan skala aktivitas 5 (tergantung secara total), pergerakan pasien
terbatas. Ekstremitas atas 3 5 ekstremitas bawah 3 5
3. Resiko defisit nutrisi b/d reflek menelan berkurang ditandai dengan Pasien
tampak lemas, makanan pasien 1 porsi tidak habis, pasien mendapatkan diet cair
dan rendah garam, berat badan dari 58 kg menjadi 43 kg
4. Intoleransi akivitas berhubungan dengan gangguan pernapasan dibuktikan
dengan klien mengatakan mudah lelah dan cape saat berjalan, klien tampak
dibantu oleh keluarganya saat kekamar mandi, pasien tampak sesak nafas saat
keluar dari kamar mandi, skala aktivitas : 3 (memerlukan bantuan/ pengewasan/
bimbingan sederhana).
5. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan
Klien mengatakan tidak mengerti dan mengetahui mengenai penyakit yang
dialaminya.
48
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn.Z
Ruang Rawat :
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda 1. mengetahui keadaan umum pasien,
serebral tidak keperawatan selama 3x7 jam vital mempertahankan keadaan tekanan darah
efektif b/d suplai diharapkan dengan kriteria 2. Anjurkan klien untuk sistemik berubah secara fluktasi.
O2 ke otak
hasil: mengeluarkan nafas 2. mengetahui aktivitas ini dapat meningkatkan
menurun.
1. Pasien tidak gelisah apabila bergerak dan tekanan intrakranial, dan intraabdomen,
2. Tidak adanya keluhan berbalik di tempat tidur. mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
nyeri kepala 3. Anjurkan klien untuk mengubah posisi dapat melindung diri dari efek
3. Pasien tidak ada mual, menghindar batuk dan valsava.
dan kejang mengejan berlebihan. 3. Batuk dan mengenjan dapat meningkatkan
4. GCS 4,5,6 4. Baringkan klien (tirah tekanan intracranial dan potensial terjadi
5. Tanda-tanda vital pasien baring) total dengan perdarahan ulang.
kembali normal: posisi tidur terlentang 4. Perubahan pada tekanan intrakarnial akan dapat
TD : 120/80 mmHg, tanpa bantal. menyebabkan resiko terjadinya herniasi otak.
Nadi : 60-100x/menit, 5. Ciptakan lingkungan yang 5. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
Suhu : 36-36,7 ºC, RR : tenang dan batasi meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
16-20x/menit. pengunjung. ketenangan mungkin diperlukan untuk
6. Berikan terapi instruksi pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
dokter obatdengan stroke hemoragik.
golongan anti- 6. Untuk mengurangi perdarahan intrakarnial.
fibrinolitik.
49
Keperawatan
Into Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan penyebab pasien 1. Menetapkan kemampuan atau
keperawatan selama 1 x 8 jam lemas kebutuhan pasin memudahkan
Intoleransi
diharapkan intoleransi aktivitas 2. Kaji respon pasien terhadap pemilihan intervensi
akivitas pada pasien dapat teratasi dengan aktifitas 2. Untuk mengetahui bagaimana
berhubungan kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien untuk respon pasien terhadap aktifitas
dengan gangguan 1. Mampu melakukan aktivitas melakukan aktifitas sesuai 3. Untuk mengetahui kemampuan
pernapasan. sehari-hari secara mandiri dengan kemampuannya pasien untuk melakukan aktifitas
2. Tanda-tanda vital normal 4. Anjurkan klien istirahat bila 4. Agar pasien tidak merasa
3. Mampu berpindah posisi terjadi kelelahan dan kelemahan kelelahan
4. Klien berpartisipasi dalam 5. Kaji keadaan pasien setelah 5. Untuk mengetahui keadaan pasien
aktivitas fisik yang melakukan aktifitas setelah melakukan aktifitas.
dibutuhkan 6. Pantau asupan nutrisi untuk 6. Asupan nutrisi dapat membantu
memastikan sumber energy pasien memiliki energy untuk
yang adekuat melakukan aktifitas
7. Pantau respons kardiorespiratori 7. Untuk mengetahui tingkat
terhadap aktivitas pasien. toleransi terhadap aktifitas yang
dilakukan oleh pasien
Keperawatan hasil)
Kurang Setelah dilakukan 1. Diskusikan keadaan patologis pasien 1. Meningkatkan pengetahuan pasien dan
pengetahuan tindakan 2. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan keluarga akan kondisi pasien, sehingga dapat
mengenai keperawatan selama diskusikan rencana melakukan membantu dalam meningkatkan harapan
kondisi,
1 x 8 jam kembali aktifitas. yang realiatis dan meningkatkan pemahaman
pengobatan, dan
perawatan b/d diharapkan pasien 3. Dorong paisen untuk meminta terhadap keadaan dan kebutuhan apsien saat
kurangnya dan keluarga bantuan dalam penyelesaian masalah ini.
informasi mengerti tentang dan memvalidasi keputusan, sesuai 2. Meningkatkan pemahaman dan memberikan
tentang stroke, kondisi, pengobatan, kebutuhan. harapan pada masa datang dan kemungkinan
tidak mengenal dan perawatan 4. Identifikasi faktor-faktor resiko, dan untuk dapat hidup normal Kembali
sumber pasien. Ditandai jelaskan pada pasien serta keluarga 3. beberapa pasien mungkin mengalami
informasi.
dengan pasien dan (seperti; hipetensi, obesitas, merokok, masalah dalam pengambilan keputusan yang
keluarga kooperatif aterosklerosis dll). memanjang dan berperilaku impulsif,
selama perawatan. 5. Identifikasi tanda/gejala yang kehilangan kemampuan untuk
memerlukan kontrol secara medis, mengungkapkan keputusan yang dibuat
seperti; gangguan fungsi penglihatan, 4. Meningkatkan kesehatan secara umum dan
sensorik, motorik, gangguan respon memungkinkan paisen untuk menghindari
mental atau prilaku, dan sakit kepala faktor resiko sehingga tidak terjadi
hebat kekambuhan.
5. Evaluasi intervensi dengan cepat
menurunkan resiko terjadinya
komplikasi/kehilangan fungsi yang berlanjut.
Ruang Rawat :
Hari / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Tanggal Jam Nama Perawat
Kamis, 29 Diagnosa 1 S : pasien mengatakan masih sakit kepala
oktober 2020 1. Mengobservasi tanda-tanda vital O:
Dx 1 2. Menganjurkan klien untuk 1. Pasien tampak meringis
mengeluarkan nafas apabila bergerak 2. Pasien tampak lemas
dan berbalik di tempat tidur. 3. TTV:TD: 190/120 mmHgN : 82 Ni Ketut Dika Novita
3. Menganjurkan klien untuk menghindar x/menitS : 36,1°CRR: 20 x/menit
batuk dan mengejan berlebihan. 4. GCS E4 M5 V5
4. Membaringkan klien (tirah baring) total 5. Pasien mulai nyaman dengan suasana
dengan posisi tidur terlentang tanpa lingkungan yang tenang.
bantal. 6. Pasien koperatif
5. Menciptakan lingkungan yang tenang
dan batasi pengunjung. A: Masalah belum teratasi
6. memberikan terapi instruksi dokter obat P: Lanjutkan intervensi 1-6
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau
pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling
serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat
setiap tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-
orang muda pada usia produktif. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga
kini masih belum memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir
pengobatan kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya
pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus
disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan
komjunitas dalam masyarakat.
4.2 Saran
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat
kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam
berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan
diagnosa keperawatan
59
LEMBAR KONSUL
Nama Mahasiswa : Ni Ketut Dika Novita
Program Studi : S1 Keperawatan
Tingkat / Semester : III A/V
Preseptor Akademik : Isna Wiranti, S.Kep., Ners
NO Hari / Hasil Konsultasi TTD TTD
Tanggal Preseptor Mahasiswa