Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.Z DENGAN DIAGNOSIS MEDIS SK (STROKE HEMORAGIK)


PADA SISTEM PERSYARAFAN

OLEH :
NI KETUT DIKA NOVITA
(2018.C.10a.0943)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TA 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Ni Ketut Dika Novita


NIM : 2018.C.10a.0943
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul :Asuhan Keperawatan Pada Tn.Z Dengan Diagnosa Medis Stroke
Hemoragik Pada Sistem Persyarafan.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi Serjana Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan ini telah disetujui oleh :


Mengetahui

Ketua Program Studi Pembimbing Akademik


S1 Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Isna Wiranti, S.Kep., Ners

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.Z Dengan Diagnosa Medis Stroke Hemoragik Pada Sistem Persyarafan”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2). Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra
Klinik2 Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 28 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LembarPengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Manfaat 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi 5
2.1.2 Etiologi 5
2.1.3 Patofisiologi 6
2.1.4 Manifestasi Klinis 8
2.1.5 Komplikasi 9
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 9
2.1.7 Penatalaksanaan Medis 10
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian 11
2.2.2 Diagnosa 15
2.2.3 Intervensi 15
2.2.4 Implementasi 29
2.2.5 Evaluasi 29
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan 31
3.2 Diagnosa Keperawatan45
3.3 Intervensi Keperawatan 46
3.4 Implementasi Keperawatan 51
3.5 Evaluasi Keperawatan 51
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan 56
4.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat
ini. Stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.
Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut
(Junaidi, 2011). Penyebab utama stroke diantaranya pasien stroke yang terbiasa
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang menimbulkan
aterosklerosis, yaitu menyempitnya pembuluh arteri disebabkan lemak yang
menempel pada dinding arteri. Para ahli menganggap bahwa aterosklerosis
merupakan penyebab utama stroke pada umumnya. Penyakit stroke sebenarnya sudah
tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh cukup
tingginya insidensi (jumlah kasus baru) kasus stroke yang terjadi di masyarakat.
Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar
lima juta menderita kelumpuhan permanen. Tanggapan masyarakat terhadap penyakit
stroke itu sangat berbahaya karena dimana penyakit ini sulit untuk disembuhkan dan
bisa mengalami serangan yang secara mendadak dan mengakibatkan kematian.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2018, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 penyakit stroke mengalami
kenaikan jika dibandingkan Riskesdas tahun 2013, yaitu dari 7 % menjadi 10,9 %.
Berdasarkan data penelitian di Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
penyakit stroke menempati urutan ke 7 dari penyakit terbanyak di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus, dengan jumlah penderita 602 jiwa, tahun 2018.
sedangkan hasil observasi dan pengkajian yang kami dapatkan dengan pasien dan
keluarga di ruang nusa indah kamar no 5 didapatkan data kurangnya pengetahuan dan
kurangnya kesadaran pasien dan keluarga dalam cara menjaga kesehatan dan pola
hidup yang baik.
2

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga
mengakibatkanseseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Secara global,
penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama kedua kematian. Ini adalah
penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan orang dewasa yang lebih
tua. Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pasokan
darah ke otak terganggu atau berkurang akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah. Stroke iskemik adalah jenis stroke terbanyak yang menyerang populasi
Kaukasian yang mencapai 80% jumlah populasi. Persentase stroke iskemik juga
tinggi pada populasi Asia tapi dengan proporsi stroke perdarahan intrakranial yang
lebih tinggi daripada populasi yaitu sekitar 20-30% terkena stroke perdarahan
intrakranial. Stroke memiliki faktor risiko yang bervariasi dan salah satunya adalah
merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena stroke iskemik hingga 2-3 kali
dan risiko ini meningkat pada perokok berat.4 Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah
perokok di dunia sekitar 1,2 milyar dan Cina menduduki tempat pertama dengan
jumlah perokok sekitar 300 juta. Menurut data dalam The Tobacco Atlas oleh
American Cancer Society, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara
dengan jumlah pengonsumsi rokok terbanyak di dunia.5 Prevalensi perokok pada usia
lebih dari 15 tahun di Indonesia juga meningkat bila dilihat dari data Riskesdas yaitu
34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013 dengan rata-rata setiap
perokok menghabiskan 12,3 batang rokok per hari (Organization, 2015).
Upaya mencegah terjadinya stroke yaitu dengan cara menjaga pola makan,
olahraga secara teratur, berhenti merokok, dan hindari konsumsi minuman beralkohol
diharapkan bisa mengurangi resiko terjadinya penyakit stroke. Upaya untuk
memperkecil resiko dari stroke yaitu diperlukan suatu usaha pencegahan yang
didukung serta dilakukan oleh semua pihak baik keluarga, petugas kesehatan maupun
masyarakat. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stroke
diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien dan keluarga
dalam memberikan asupan gizi rendah garam untuk pasien yang terkena stroke,
melakukan pemeriksaan secara rutin, dan segera memeriksakan diri jika ada keluhan
3

yang berhubungan dengan gejala-gejala stroke. Perawatan stroke dirumah yaitu


dengan melatih pasien untuk bergerak, mengajak pasien untuk berbicara,
meningkatkan kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya diri
pasien, meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin, serta mencegah
terjadinya serangan ulang stroke. Berdasarkan beberapa permasalahan diatas
kelompok 4 tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan kepada Tn.Z dengan
diagnosa stroke hemoragik (SH), kelompok berharap dengan memberikan asuhan
keperawatan kepada Tn.Z dengan diagnosa stroke hemoragik (SH), dapat membantu
mengurangi angka kesakitan dan kematian pada pasien dengan masalah stroke
hemoragik (SH).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah
Bagaimana Pemberian Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn.Z Dengan SK (Stroke
Hemoragik) pada system persyarafan.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mampu membuat dan melaksanakan laporan asuhan keperawatan dan
dokumentasi keperawatan pada Tn.Z dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian status kesehatan pada Tn.Z dengan
masalah SK (Stroke Hemoragik)
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menegakan dianosa keperawatan yang mungkin muncul
pada Tn.Z dengan masalah SK (Stroke Hemoragik)
1.3.2.3 Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa
yang muncul pada Tn.Z dengan masalah SK (Stroke Hemoragik)
1.3.2.4 Mahasiswa mampu membuat implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang di buat pada Tn.Z dengan masalah SK (Stroke Hemoragik)
4

1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Tn.Z dengan
masalah SK (Stroke Hemoragik)
1.3.2.6 Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan penyakit
SK (Stroke Hemoragik)

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan SK (Stroke Hemoragik).
1.4.2 Bagi Institusi
Dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta perawat yang
ada untuk mengambil langkah-langkah asuhan keperawatan dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan keperawatan SK (Stroke
Hemoragik).
1.4.3 Bagi IPTEK
Memberikan manfaat untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien dan
membuat pelayanan keperawatan lebih bermakna.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau
kematian (Junaidi, 2011).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2012).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2012).
Jadi, dari berbagai teori diatas dapat di simpulkan bahwa stroke hemoragik
adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di
otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak
mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

2.1.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200
mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
6

1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.


2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa faktor risiko stroke hemoragik,
yaitu:
1. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
4. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi).
5. Konsumsi alkohol.
6. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
7. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid
dalamdinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
8. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9. Overdosis narkoba, seperti kokain.

2.1.3 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak
yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi
yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2014).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun
pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
7

menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2014). Penyumbatan pada arteri serebri
media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral,
serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara
motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect
(Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosumanterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri
serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior
di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma.
Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2014):
1. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
2. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
8

3. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
4. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
5. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
6. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus
(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
7. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
SK (STROKE HEMORAGIK) Hipertensi

Rupture pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Penambahan massa

Edema Kompresi

Pada serebral Pada batang otak Menekan jar.otak

Deficit motoric Oblongata tertekan Kesadaran Refleks batuk Pada serebrum

Gerakan inkordinasi Gangguan Apatis – koma Ggn.fungsi Ggn.pusat Ggn.persepsi


Gangguan
pola napas bersihan motorik bicara sensori
Kematian
Gangguan jalan napas
mobilitas Kelemahan Ggn.bicara
fisik Iskemia – Hipoksia, anggota Pengelihatan
jar.serebral gerak peraba
(ggn.perfusi serebral) Distasia pendengaran
Tirah baring lama disantria pengecapan
Gangguan
Hemiplegia
ADL Decubitus Metabolisme enaerob
Gangguan
Gangguan Asam laktat Ggn.mobilitas Perubahan nutrisi
komunikasi
integritas fisik kurang dari ke
verbal
Nyeri butuhan
kulit

Ggn.rasa
nyaman
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,
baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

2.1.5 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
11

dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapa
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis
biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat
mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko
kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

2.1.6 Pemeriksaan penunjang


Menurut Batticaca ( 2008; 60), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat
dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ) .
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna
12

terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada


perdarahan subarachnoid.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut
(Sylvia dan Lorraine, 2010) :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
13

2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif,
dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat
antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
14

yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
15

b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
16

Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
17

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular


4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.

2.2.3 Intervensi keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
18

Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan


2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi
tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
19

- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.


- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar;
atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan
simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang
dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau
ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai
dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang
gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
20

Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik


(afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak
dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau
“Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika
tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang
pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari
afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien
tidak dapat menggunakan system bel regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
21

Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan


keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,”
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai
dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu
waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal
yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan
cara yang teratur.
22

Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat


memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan
terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis
spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan
jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien
dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus
adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala
netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
23

mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak


paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan
ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam
berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang
bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar
lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.
11) Kolaborasi
o Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif,
dan ambualsi pasien.
24

o Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.


o Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti
baklofen dan trolen(Doenges, 2011).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak
terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
• Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
• Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks
batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan kepada
klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan kontrol
muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa
adanya distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk mengendalikannya di
dalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
25

Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan


resiko terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau
makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan
juga makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese /
hemiplegi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan
26

sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri


dan meningkatkan pemulihan
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
6. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa.
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Intervensi :
1) Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional : Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,
sebagai penetapan rencana tindakan.
2) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul,
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan
yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu
benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau
batas-batas lainnya.
27

Rasional : Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan


persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan
bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang
berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko
terjadinya trauma.
5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis
tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
28

- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-
paru
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin.
29

Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.


2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
1. Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
distensi kandung kemih yang berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
30

mencegah enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering
berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000
cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
- Konsistensi feses lunak.
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik
dan eliminasi reguler.
31

4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan
peristaltik.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus,
yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien
tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan
maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi
klien maka validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.
(Basford. 2013)

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila masalah
tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk
mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali rencana
perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang ada.
(Basford. 2013).
32

Hasil Evaluasi yang mungkin didapat  adalah :


1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
3. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
4. Tidak terjadi gangguan nutrisi.
5. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
6. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
7. Jalan nafas tetap efektif.
8. Integritas kulit baik.
9. Eliminasi urin dapat terkontrol.
10. Konstipasi tidak terjadi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan ada tanggal, 27 Oktober 2020
bertempat di Rumah Sakit, dengan teknik anamnesa (wawancara), observasi,
pemeriksaan fisik, dan data dari buku keperawatan pasien, di dapat data-data
sebagai berikut :
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.Z
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Rta Milono Km.9
Tgl MRS : 20 Oktober 2020
Diagnosa Medis : SK (Stroke Hemoragik)
3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sakit kepala.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan pada hari Senin 19 Oktober 2020 pukul 09.00 wib
dirumah pasien mengalami sakit kepala dan sampai tidak sadarkan diri, lalu
keluarga pasien langsung membawa pasien ke rumah sakit Pasien segera di
tangani dengan diberikan terapi infus Nacl 0,9%+ drip tramadol 1 amp +
ODR 8 mg 20tpm, infus manitol 2x100 cc injeksi asam traneksamat 3x500
mg dan ada terpasang DC (kateter),pada pukul 11.30 wib pasien masuk
bangsal untuk melanjutkan pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut.
34

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Pasien mengatakan penyakitnya yang stroke itu baru terkena serangan
pertama, ada riwayat hipertensi sudah 5 tahun yang lalu, dan pasien tidak
pernah dioperasi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit stroke, hipertensi, CHF di
dalam keluarganya.

GENOGRAM KELUARGA :

KETERANGAN :
Klien :
Perempuan :
Laki-laki :
Serumah :
Meninggal :
Hubungankeluarga :

3.1.3 PEMERIKASAAN FISIK


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit yang berat, tingkat kesadaran Compos mentis, pasien
berbaring di tempat tidur, penampilan terlihat kurang bersih dan rapi, Nacl
0,9%+ drip tramadol 1 amp + ODR 8 mg 20tpm ditangan sebelah kiri
35

pasien, terpasang DC (kateter), dan ADL pasien dibantu penuh oleh keluarga
dengan skala aktivitas 5 (tergantung secara total) .
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
sedang, suasana hati sedih, berbicara cukup jelas , fungsi kognitif orientasi
waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang
pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi
tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 190/120 mmHg, Nadi
82 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,1 0C.

3.1.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada simetris, type pernafasan dada dan perut, tidak ada sesak nafas,
irama pernafasan teratur bunyi napas vesikuler, tidak ada nafas tambahan.
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.5 Cardiovascular (Bleeding)


Tidak nyeri dada, cappilary refill >2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada
odema ekstrimitas atas dan bawah, tidak ada peningkatan Vena Jugularis,
Bunyi Jantung S1 S2 Reguler.
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ),
M: 5( menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) dan total Nilai
GCS:14 normal, kesadaran Tn.Z compos menthis, pupil Tn.Z isokor tidak
ada kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri positif.
36

Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan
menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien mampu
mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf kranial II (Optikus): pasien
mampu membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat meminta
pasien untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien
dapaat mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV
(Troklearis): pasien dapat menggerakkan bola matanya (pergerakan bola
mata normal). Saraf kranial V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien
dapat mengunyah dengan lancar. Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu
menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis):
pasien dapat membedakan rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII
(Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana suara petikan jari
perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien dapat
merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat
mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien tidak
mampu menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus):
pasien kurang mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari negatif, jari ke hidung
negatif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan negatif;
pasien tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep
kanan dan kiri postif dengan skala 2, refleks brakioradialis kanan dan kiri
positif dengan skala 2, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 2,
refleks akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 2, refleks babinski kanan
dan kiri positif dengan skala 2. Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik

3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Produksi urine 1500ml/7jam, warna kuning, bau amoniak, dan tidak ada
masalah/lancar
Masalah Keperawatan : tidak ada
37

3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir terlihat tampak kering, gigi tampak lengkap, gusi tampak tidak ada
luka, lidah tampak lembab, mukosa tampak lembab, tonsil tampak tidak ada
radang, tidak ada nyeri dan gangguan menelan, tidak ada haemoroid, BAB 1
x/hr, warna coklat, konsistensi berbentuk, bising usus 5 x/menit
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone)


Pergerakan Tn. K terbatas, ukuran otot simetris, ekstremitas atas 3 5 dan
ekstremitas bawah 3 5 normal pergerakannya dan tidak ada deformitas,tidak
ada peradangan, tidak ada perlukaan.
Masalah keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik

3.1.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, kosmetik, suhu kulit
klien hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik, tekstur kuli halus, tidak
ada lesi, tekstur rambut halus, distribusi rambut sedikit, dan bentuk kuku
simetris.
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.11 Sistem Penginderaan


Fungsi penglihatan baik, gerakkan bola mata normal, tidak ada visus, scelera
norma/putih, kornea bening, tidak ada nyeri. Dan tidak ada keluhan lain,
klien dapat mendengar dengan baik. bentuk hidung simetris, tidak ada lesi,
patensi, obstruksi, nyeri tekan sinus, trensluminasi. Cavum nasal berwarna
merah muda dengan integritas baik, dan septum nasal baik.
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.12 Leher dan Kelenjar Limfe


Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, dan mobilitas leher bebas.
38

3.1.13 Sistem Reproduksi


Klien berjenis kelamin Pria: tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, tidak
ada perdarahan, gland penis baik, meatus uretra baik, srotum baik, hernia
baik, tidak ada kelainan, dan tidak ada keluhan lainnya.
Masalah Keperawatan :tidak ada

3.1.14 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.14.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan sakit yang diderita bisa sembuh asalkan mendengar apa
yang dikatakan dokter dan teratur minum obat.
3.1.14.2 Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan klien 160 cm, BB sekarang 43 Kg, dan BB sebelum sakit 58 Kg,

43 Kg
IMT= =16,80 menunjukkan kategori kurang normal kerena
1,60 cmx 1,60 cm
normal IMT pada pria adalah 18-25), tidak ada kesukaran untuk menelan, dan
diet biasa.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


3 x sehari ( tidak
Frekuensi/hari 3 x sehari (habis)
habis)
Setengah piring Satu porsi (1 piring) nasi
Porsi
nasi dan lauk pauk dan lauk pauk
Nafsu makan Kurang Baik
Jenis Makanan Nasi + lauk pauk Nasi + lauk pauk
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 750 cc 1500 cc
Kebiasaan makan Kurang baik Baik
Keluhan/masalah Tidak nafsu makan Tidak ada
Masalah Keperawatan : Defisit Nutrisi
3.1.14.3 Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan tidur dengan nyenyak.
39

Masalah Keperawatan: tidak ada


3.1.14.4 Kognitif
Klien mengatakan tidak tahu dan tidak mengerti mengenai penyakit yang
dialaminya.
Masalah Keperawatan: Defisit Pengetahuan
3.1.14.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Gambaran diri: Pasien selalu menyukai semua yang ada pada dirinya
Ideal diri : Pasien mengharapkan agar cepat sembuh
Identitas diri : Pasien mengatakan saya seorang ibu
Harga diri : Keluarga mengatakan klien orang baik
Peran diri : Klien adalah seorang ibu rumah tangga
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.14.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit Sesudah sakit
Melakukan pekerjaan dengan Membatasi kegiatan seperti berjalan
normal kaki jauh atau menaiki tangga dan
Skala aktivitas : 1 (mandiri) lebih banyak beristirahat
skala aktivitas : 3 (memerlukan
bantuan/ pengewasan/ bimbingan
sederhana)
Masalah Keperawatan : Intoleransi Aktivitas
3.1.14.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien selalu berdiskusi dengan keluarga di setiap permasalahan dalam
pelayanan kesehatan
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.14.8 Nilai-Pola Keyakinan
Klien beragama kristen dan selama sakit klien sering berdoa dan beribadah.
Masalah Keperawatan : tidak ada
40

3.1.15 Sosial - Spiritual


3.1.15.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien berkomunikasi dengan lancar
3.1.15.2 Bahasa sehari-hari
Klien biasanya berkomunikasi menggunakan bahasa banjar dengan keluarga
dan menggunakan bahasa indonesia dengan petugas kesehatan.
3.1.15.3 Hubungan dengan keluarga
Klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya
3.1.15.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Klien memiliki hubungan yang baik dengan teman satu kamar dan petugas
kesehatan.
3.1.15.5 Orang berarti/terdekat
Orang terdekat dan berarti bagi klien adalah istrinya.
3.1.15.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Sebelum sakit : klien biasa menghabiskan waktu luang dengan berbincang
bersama keluarganya
Sesudah sakit : klien lebih banyak beristirahat
3.1.15.7 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit : klien biasanya pergi ke masjid untuk sholat atau sholat
dirumah saja bersama keluarga.
Sesudah sakit : klien lebih banyak beristirahat dan hanya berdoa di rumah

3.1.16 Data Penunjang (Radiologis, Laboraturium, dan Penunjang Lainnya)


Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 9 oktober 2020 didapatkan hasil:
Biopsy lesi menunjukkan terjadinya lentigo maligna
Laboraturium 25 oktober 2020 :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 9.00 x10^3/ul 4.00-11.00 10^3/uL
HGB 11.6 g/dl 12.0-16.0 g/dl
HCT 37 % 37.0-48.0 %
PLT 258x10^3/ul 150-400 10^3/uL
41

Ureum 28 mg/dl 21-53 mg/dl


Glukosa sewaktu 176 mg/dl <200 mg/dl
Creatinin 1.0 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl
Kolesterol 158 mg/dl <220 mg/dl
Trigliserida 84 mg/dl <220 mg/dl

3.1.17 Penatalaksanaan Medis


No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1. Citicolin 2x500 mg IV Citicolin adalah obat yang
digunakan untuk terapi
penyakit alzheimer dan
jenis demensia, trauma
kepala, penyakit
serebrovaskular seperti
stroke.
2. Asam 3x500 mg IV Asam traneksamat adalah
traneksamat obat yang digunakan untuk
mengurangi atau
menghentikan perdarahan.
3. Manitol 2x 100 cc IV Manitol adalah obat
diuretik yang digunakan
untuk mengurangi tekanan
dalam kepala (intrakranial)
akibat pembengkakan otak
serta menurunkan tekanan
bola mata akibat
glaukoma.
4. Flunarizine 3x10 mg oral Flunarizin adalah obat
yang digunakan untuk
mencegah migrain, yaitu
nyeri kepala berdenyut
dengan tingkatan sedang
hingga berat yang
42

mengenai satu sisi kepala


saja.
5. Betahistin 3x12 mg oral Betahistine adalah obat
yang digunakan untuk
mengobati penyakit
Meniere, yang umumnya
menimbulkan gejala
vertigo, gangguan
pendengaran, dan telinga
berdenging (tinnitus).
6. Alprazolam 1x 0,5 mg oral Alprazolam adalah obat
golongan benzodiazepine,
yang biasanya digunakan
untuk mengatasi gangguan
kecemasan dan serangan
panik. Obat ini dapat
membuat penggunanya
merasa lebih tenang dan
tidak terlalu tegang.
7. NaCl 0,9 % + 20 tpm IV Cairan yang digunakan
drip tramadol+ untuk mengganti cairan
ondansentron + tubuh.
ketorolac Tramadol adalah obat
pereda rasa sakit, misalnya
rasa sakit atau nyeri setelah
operasi.
Ondansetron adalah obat
untuk mencegah serta
mengobati mual dan
muntah.
Ketorolac adalah obat
43

dengan fungsi mengatasi


nyeri sedang hingga nyeri
berat untuk sementara.

Palangka Raya, 28 Oktober


2020
Mahasiswa,

(Ni Ketut Dika Novita)


44

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA PENYEBAB

DS : Peningkatan tekanan Perfusi jaringan


Pasien mengatakan lemah, darah serebral tidak efektif
sakit kepala.
DO : Gangguan pembuluh
1. Pasien tampak meringis darah di otak
2. Hasil CT scan:
pendarahan intrakarnial Trombosis intraserebal
(+) pada ruang
subarachnoid pada Suplai O2 ke otak
sisterna basalis, fissura menurun
interhemisfer, sisterna
interpeduncular kanan, Gangguan perfusi
fissura silvii kanan, jaringan otak
tentorium serebelli, sulci
cortical biparietal.
3. Kesadaran: E4 M5 V5
4. Hasil laboratorium
didapatkan dengan,
WBC= 9.00 x 10^3/ul,
HGB= 11,6 g/dl, HCT=
37 %, PLT= 258 x
10^3/ul.
5. TTV:
TD: 200/100 mmHg
N : 96 x/menit
S : 36,7°C
RR: 20 x/menit
DS : Kekuatan neuromuskular Gangguan mobilitas
Pasien mengatakan tangan Terjadinya penurunan
fisik
kanan dan kaki kanan, sulit kekuatan otot
untuk digerakkan
DO : kelemahan/kelumpuhan
1. Pasien tampak lemah sebagian atau seluiruh
2. Pasien tampak berbaring anggota badan
di tempat tidur
3. Pasien tampak sulit untuk Gangguan mobilitas fisik
menggerakkan badan
4. Aktivitas pasien di bantu
penuh oleh keluarga
dengan skala aktivitas 5
45

(tergantung secara total).


5. Pergerakan pasien
terbatas. Ekstremitas atas
3 5 ekstremitas bawah
35
DS : gangguan aliran darah Defisit nutrisi
Pasien mengatakan selama dan oksigen ke otak
sakit tidak ada nafsu makan.
DO : fungsi otak menurun
1. Pasien tampak lemas
2. Makanan pasien 1 porsi reflek menelan berkurang
tidak habis.
3. Pasien mendapatkan diet anoreksia
cair dan rendah garam.
4. turgor kulit cukup kasar resiko defisit nutrisi
5. Berat badan dari 58 kg
menjadi 43 kg
DS : Ketidakseimbanga antara Intoleransi aktivitas
Pasien mengatakan mudah suplai dan kebutuhan
lelah dan capek saat berjalan oksigen
DO :
1. Pasien tampak dibantu Kelemahan fisik
oleh keluarganya saat
kekamar mandi Imobilitas
2. Pasien terlihat sesak
nafas saat keluar dari Intoleransi aktivitas
kamar mandi
3. TTV:
TD: 200/100 mmHg
N : 96 x/menit
S : 36,7°C
RR: 20 x/menit
4. skala aktivitas : 3
(memerlukan bantuan/
pengawasan
DS : Konsep penyakit Defisit Pengetahuan
Klien mengatakan tidak
mengerti dan mengetahui Kurang pengetahuan
mengenai penyakit yang mengenai penyakit
dialaminya.
DO :
1. Klien tampak tidak Kurangnya informasi
memahami mengenai
penyakitnya
46

2. Klien menanyakan
penyebab dari melanoma
3. Klien menunjukkan
persepsi yang keliru
mengenai masalah
47

PRIORITAS MASALAH
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d suplai O2 ke otak menurun ditandai
dengan pasien tampak meringis, hasil CT scan: pendarahan intrakarnial (+) pada
ruang subarachnoid pada sisterna basalis, fissura interhemisfer, sisterna
interpeduncular kanan, fissura silvii kanan, tentorium serebelli, sulci cortical
biparietal, kesadaran: E4 M5 V5, hasil laboratorium didapatkan dengan, WBC=
9.00 x 10^3/ul, HGB= 11,6 g/dl, HCT= 37 %, PLT= 258 x 10^3/ul, TTV: TD:
200/100 mmHg, N : 96 x/menit, S : 36,7°C, RR: 20 x/menit.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d terjadinya penurunan kekuatatan otot ditandai
dengan, pasien tampak lemah, pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien
tampak sulit untuk menggerakkan badan, aktivitas pasien di bantu penuh oleh
keluarga dengan skala aktivitas 5 (tergantung secara total), pergerakan pasien
terbatas. Ekstremitas atas 3 5 ekstremitas bawah 3 5
3. Resiko defisit nutrisi b/d reflek menelan berkurang ditandai dengan Pasien
tampak lemas, makanan pasien 1 porsi tidak habis, pasien mendapatkan diet cair
dan rendah garam, berat badan dari 58 kg menjadi 43 kg
4. Intoleransi akivitas berhubungan dengan gangguan pernapasan dibuktikan
dengan klien mengatakan mudah lelah dan cape saat berjalan, klien tampak
dibantu oleh keluarganya saat kekamar mandi, pasien tampak sesak nafas saat
keluar dari kamar mandi, skala aktivitas : 3 (memerlukan bantuan/ pengewasan/
bimbingan sederhana).
5. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan
Klien mengatakan tidak mengerti dan mengetahui mengenai penyakit yang
dialaminya.
48

RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn.Z
Ruang Rawat :
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda 1. mengetahui keadaan umum pasien,
serebral tidak keperawatan selama 3x7 jam vital mempertahankan keadaan tekanan darah
efektif b/d suplai diharapkan dengan kriteria 2. Anjurkan klien untuk sistemik berubah secara fluktasi.
O2 ke otak
hasil: mengeluarkan nafas 2. mengetahui aktivitas ini dapat meningkatkan
menurun.
1. Pasien tidak gelisah apabila bergerak dan tekanan intrakranial, dan intraabdomen,
2. Tidak adanya keluhan berbalik di tempat tidur. mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
nyeri kepala 3. Anjurkan klien untuk mengubah posisi dapat melindung diri dari efek
3. Pasien tidak ada mual, menghindar batuk dan valsava.
dan kejang mengejan berlebihan. 3. Batuk dan mengenjan dapat meningkatkan
4. GCS 4,5,6 4. Baringkan klien (tirah tekanan intracranial dan potensial terjadi
5. Tanda-tanda vital pasien baring) total dengan perdarahan ulang.
kembali normal: posisi tidur terlentang 4. Perubahan pada tekanan intrakarnial akan dapat
TD : 120/80 mmHg, tanpa bantal. menyebabkan resiko terjadinya herniasi otak.
Nadi : 60-100x/menit, 5. Ciptakan lingkungan yang 5. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
Suhu : 36-36,7 ºC, RR : tenang dan batasi meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
16-20x/menit. pengunjung. ketenangan mungkin diperlukan untuk
6. Berikan terapi instruksi pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
dokter obatdengan stroke hemoragik.
golongan anti- 6. Untuk mengurangi perdarahan intrakarnial.
fibrinolitik.
49

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji mobilitas dan observasi terhadap 1. mengidentifikasikan
mobilitas fisik keperawatan selama 3x7 jam peningkatan kerusakan. kekuatan/defisiensi dan dapat
b/d terjadinya diharapkan dengan kriteria hasil: 2. Ubah posisi klien miring kiri dan memberikan informasi terhadap
penurunan 1. Pasien dapat ikut dalam
kanan tiap 2 jam. usaha penyembuhan.
kekuatatan program latihan
otot. 2. Tidak terjadinya kontraktur 3. Ajarkan klien untuk melakukan 2. latihan gerak aktif meningkatkan
sendi latihan gerak aktif pada ekstrimitas massa otot, tonus otot dan
3. Agar meningkatkan otot klien yang tidak sakit. kekuatan otot serta memperbaiki
4. Klien dapat menunjukkan 4. Bantu klien melakukan ROM, dan fungsi jantung akibat tirah
tindakan untuk meningkatkan perawatan diri. baring.
mobilitas 5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi 3. membantu mempertahankan
untuk latihan fisik. ekstensi pinggul fungsional,
tetapi penting kita kaji
kemampuan pasien akan
bernapas
4. Jelaskan pada pasien dan
keluarga adanya terapi khusus
bagi pasien pasca stroke
5. mendorong pasien untuk
melakukan aktivitas secara
teratur
50

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Resiko defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tekstur, turgor kulit. 1. Mengetahui status nutrisi klien.
nutrisi b/d keperawatan selama 3x7 jam 2. Lakukan oral hyniene 2. Untuk menjaga kebersihan mulut
reflek menelan diharapkan dengan kriteria hasil: 3. Tentukan kemampuan klien dalam merangsang nafsu makan.
1. Turgor pasien membaik mengunyah, menelan, dan reflek 3. Untuk menetapkan jenis
2. Asupan dapat masuk sesuai batuk. makanan yang akan diberikan
kebutuhan 4. Anjurkan klien makan dalam porsi pada klien.
3. Kemampuan menelan pasien kecil dengan jumlah sering. 4. Untuk membantu meningkatkan
dapat kembali normal 5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam asupan makan pasien.
4. Nafsu makan bertambah pemberian makanan. 5. Untuk menentukan jumlah kalori,
sesuai porsi yany ditentukan jenis nutrien yang dibutuhkan,
5. Berat badan dapat dan pemberian diet tepat. kondisi
dipertahankan/ ditingkatkan pasien.

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


51

Keperawatan
Into Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan penyebab pasien 1. Menetapkan kemampuan atau
keperawatan selama 1 x 8 jam lemas kebutuhan pasin memudahkan
Intoleransi
diharapkan intoleransi aktivitas 2. Kaji respon pasien terhadap pemilihan intervensi
akivitas pada pasien dapat teratasi dengan aktifitas 2. Untuk mengetahui bagaimana
berhubungan kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien untuk respon pasien terhadap aktifitas
dengan gangguan 1. Mampu melakukan aktivitas melakukan aktifitas sesuai 3. Untuk mengetahui kemampuan
pernapasan. sehari-hari secara mandiri dengan kemampuannya pasien untuk melakukan aktifitas
2. Tanda-tanda vital normal 4. Anjurkan klien istirahat bila 4. Agar pasien tidak merasa
3. Mampu berpindah posisi terjadi kelelahan dan kelemahan kelelahan
4. Klien berpartisipasi dalam 5. Kaji keadaan pasien setelah 5. Untuk mengetahui keadaan pasien
aktivitas fisik yang melakukan aktifitas setelah melakukan aktifitas.
dibutuhkan 6. Pantau asupan nutrisi untuk 6. Asupan nutrisi dapat membantu
memastikan sumber energy pasien memiliki energy untuk
yang adekuat melakukan aktifitas
7. Pantau respons kardiorespiratori 7. Untuk mengetahui tingkat
terhadap aktivitas pasien. toleransi terhadap aktifitas yang
dilakukan oleh pasien

Diagnosa Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional


52

Keperawatan hasil)
Kurang Setelah dilakukan 1. Diskusikan keadaan patologis pasien 1. Meningkatkan pengetahuan pasien dan
pengetahuan tindakan 2. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan keluarga akan kondisi pasien, sehingga dapat
mengenai keperawatan selama diskusikan rencana melakukan membantu dalam meningkatkan harapan
kondisi,
1 x 8 jam kembali aktifitas. yang realiatis dan meningkatkan pemahaman
pengobatan, dan
perawatan b/d diharapkan pasien 3. Dorong paisen untuk meminta terhadap keadaan dan kebutuhan apsien saat
kurangnya dan keluarga bantuan dalam penyelesaian masalah ini.
informasi mengerti tentang dan memvalidasi keputusan, sesuai 2. Meningkatkan pemahaman dan memberikan
tentang stroke, kondisi, pengobatan, kebutuhan. harapan pada masa datang dan kemungkinan
tidak mengenal dan perawatan 4. Identifikasi faktor-faktor resiko, dan untuk dapat hidup normal Kembali
sumber pasien. Ditandai jelaskan pada pasien serta keluarga 3. beberapa pasien mungkin mengalami
informasi.
dengan pasien dan (seperti; hipetensi, obesitas, merokok, masalah dalam pengambilan keputusan yang
keluarga kooperatif aterosklerosis dll). memanjang dan berperilaku impulsif,
selama perawatan. 5. Identifikasi tanda/gejala yang kehilangan kemampuan untuk
memerlukan kontrol secara medis, mengungkapkan keputusan yang dibuat
seperti; gangguan fungsi penglihatan, 4. Meningkatkan kesehatan secara umum dan
sensorik, motorik, gangguan respon memungkinkan paisen untuk menghindari
mental atau prilaku, dan sakit kepala faktor resiko sehingga tidak terjadi
hebat kekambuhan.
5. Evaluasi intervensi dengan cepat
menurunkan resiko terjadinya
komplikasi/kehilangan fungsi yang berlanjut.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Tn.Z
53

Ruang Rawat :
Hari / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Tanggal Jam Nama Perawat
Kamis, 29 Diagnosa 1 S : pasien mengatakan masih sakit kepala
oktober 2020 1. Mengobservasi tanda-tanda vital O:
Dx 1 2. Menganjurkan klien untuk 1. Pasien tampak meringis
mengeluarkan nafas apabila bergerak 2. Pasien tampak lemas
dan berbalik di tempat tidur. 3. TTV:TD: 190/120 mmHgN : 82 Ni Ketut Dika Novita
3. Menganjurkan klien untuk menghindar x/menitS : 36,1°CRR: 20 x/menit
batuk dan mengejan berlebihan. 4. GCS E4 M5 V5
4. Membaringkan klien (tirah baring) total 5. Pasien mulai nyaman dengan suasana
dengan posisi tidur terlentang tanpa lingkungan yang tenang.
bantal. 6. Pasien koperatif
5. Menciptakan lingkungan yang tenang
dan batasi pengunjung. A: Masalah belum teratasi
6. memberikan terapi instruksi dokter obat P: Lanjutkan intervensi 1-6

Hari / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Tanggal Jam Nama Perawat
54

Kamis, 29 Diagnosa 2 S : keluarga pasien mengatakan tangan dan


oktober 2020 1. Mengkaji mobilitas dan observasi kaki sebelah kanan masih belum bisa
Dx 2 terhadap peningkatan kerusakan. digerakkan
2. Mengubah posisi klien miring kiri dan O:
kanan tiap 2 jam. 1. Pasien hanya bisa terbaring di tempat Ni Ketut Dika Novita
3. Mengajarkan klien untuk melakukan tidur
latihan gerak aktif pada ekstrimitas 2. Pasien masih lemas
yang tidak sakit. 3. Aktivitas pasien masih dibantu oleh
4. Membantu klien melakukan ROM, dan keluarga
perawatan diri. 4. Pasien belum mampu untuk duduk
5. Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi sendiri.
untuk latihan fisik. 5. Pasien kooperatif
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-5

Hari / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Tanggal Jam Nama Perawat
55

Kamis, 29 Diagnosa 3 S : pasien mengatakan tidak ada nafsu makan


oktober 2020 1. Mengobservasi tekstur, turgor kulit.
Dx 3 2. Melakukan oral hygiene O:
3. Menentukan kemampuan klien dalam 1. Turgor kulit pasien cukup kasar
mengunyah, menelan, dan reflek batuk. 2. Mulut pasien tampak tidak bersih
Ni Ketut Dika Novita
4. Menganjurkan klien makan dalam porsi 3. Pasien tampak sulit untuk mengunyah
kecil dengan jumlah sering. dan menelan makanan.
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam 4. Pasien koperatif
pemberian makanan. A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-5

Hari / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Tanggal Jam Nama Perawat
56

Kamis, 29 Diagnosa 4 S : Pasien mengatakn masih belum bisa


oktober 2020 1. Menentukan penyebab pasien lemas beraktifitas normal
2. Mengkaji respon pasien terhadap O:
Dx 4
aktifitas 1. Pasien tampak lemas
3. Menganjurkan pasien untuk melakukan 2. Pasien tampak belum bisa beraktifitas Ni Ketut Dika Novita
aktifitas sesuai dengan kemampuannya 3. Pasien tampak berbaring ditempat
4. Menganjurkan klien istirahat bila tidur
terjadi kelelahan dan kelemahan A : Masalah teratasi sebagian
5. Mengkaji keadaan pasien setelah P : Lanjutkan intervensi 1, 3, 4, 6 dan 7
melakukan aktifitas
6. Memantau asupan nutrisi untuk
memastikan sumber energy yang
adekuat
7. Pantau respons kardiorespiratori
terhadap aktivitas pasien.

Hari / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Tanggal Jam Nama Perawat
57

Kamis, 29 Diagnosa 5 S : Pasien mengatakan sudah memahami


oktober 2020 1. Mengidentifikasi kesiapan dan informasi yang telah diberikan
kemampuan menerima informasi O:
Dx 5
2. Menyediakan materi dan media 1. Pasien tampak sudah bisa mengerti
pendidikan kesehatan mengenai penyakit yang Ni Ketut Dika Novita
3. Menjadwalkan Pendidikan Kesehatan dideritanya
sesuai kesepakatan 2. Pasien dan keluarga mampu
4. Memberikan kesempatan untuk menerima informasi
bertanya 3. Mampu mengikuti Pendidikan
Kesehatan dengan baik
4. Pasien dan keluarga mampu
mengikuti jadwal sesuai
kesepakatan
5. Mampu memahami informasi yang
diberikan
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
58

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau
pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling
serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat
setiap tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-
orang muda pada usia produktif. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga
kini masih belum memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir
pengobatan kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya
pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus
disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan
komjunitas dalam masyarakat.

4.2 Saran
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat
kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam
berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan
diagnosa keperawatan
59

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp. (0536)3327707

LEMBAR KONSUL
Nama Mahasiswa : Ni Ketut Dika Novita
Program Studi : S1 Keperawatan
Tingkat / Semester : III A/V
Preseptor Akademik : Isna Wiranti, S.Kep., Ners
NO Hari / Hasil Konsultasi TTD TTD
Tanggal Preseptor Mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai