Bukujurnalunand
Bukujurnalunand
Volume 4, Nomor 2
Mei, 2015
Media untuk
mempublikasikan
hasil-hasil penelitian
seluruh dosen dan
mahasiswa
Kimia FMIPA
Unand
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Andalas
Tim Editorial Jurnal Kimia Unand
DAFTAR ISI
i
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
ii
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
e-mail: haziz13@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Along with increasing CO2 gas emission in the air that caused by burning fossil fuels for power
plan or transportation, so this emission should be controlled. Controlling the emission can be
done by ‘catching’ CO2 gas emission produced by fossil fuels.One of the fossil fuels is coal. The
aim of this research is to know the optimum condition of absorbing CO 2 as the result of burning
coal by using NaOH with influenced by coal mass, air flow velocity, and concentration of
absorber fluid. For 45 mg coal sample, resulted the highest absorption ability which is 22.29%.
Best flows velocity is 300 mL/min with absorption 27.60%. Air flows velocity depends on
absorbing CO2. In variation of fluid absorber concentration (NaOH), optimum condition of
absorbing CO2 is 0.325 N with absorption 35,56%.
dunia. Perhatian tersebut disebabkan karena Alat yang digunakan yaitu aerator, sumber
gas karbon dioksida (CO2) diduga listrik (raket nyamuk), bunsen (lampu
merupakan penyumbang yang terbesar spiritus), neraca analitik (KERN ALJ 220-
terhadap peristiwa pemanasan global di 4NM), klem, standar (statif), sambungan
dunia ini. Perubahan iklim karena emisi pipa, slang, erlenmeyer buhcner, tabung
CO2 sebagai hasil kegiatan manusia sudah nessler dan alat gelas lainnya.
selayaknya dipikirkan secara serius. Untuk
mencegah cepatnya perubahan iklim, 2.2. Prosedur penelitian
diperlukan satu aktifitas untuk 2.2.1 Pembuatan larutan
menstabilkan konsentrasi CO2 di udara. 2.2.1.1 Larutan NaOH (0,125 N; 0,2 N; 0,25 N;
0,275 N; 0,3N; 0,325 N; 0,35 N)
Pembakaran bahan bakar fosil baik untuk Larutan NaOH dengan berbagai konsentrasi
keperluan pembangkit tenaga listrik atau dibuat dengan cara dilarutkan dalam labu
transportasi merupakan penyumbang yang ukur 500 mL dengan menambahkan
besar dari emisi CO2 ke atmosfer. Karena aquadest sampai tanda batas kemudian
kegiatan tersebut menyumbang emisi yang distandarisasi dengan H2C2O4
besar, maka sudah selayaknyalah emisi gas
CO2 dari kegiatan tersebut mulai 2.2.1.2 Larutan HCl
diupayakan untuk dikendalikan. Larutan HCl dibuat dengan penegenceran
Pengendalian tersebut dapat dilakukan bertingkat dari HCl p.a 37% = 12,06 N. HCl
dalam bentuk ‘penangkapan’ gas CO2 yang 12,06 N diencerkan menjadi 2 N dengan
disebut Carbon Capture and Storage yang memipet 16,56 mL HCl 12,06 N,
dihasilkan dari proses pembakaran bahan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
fosil.3 yang sebelumnya telah diisi dengan sedikit
aquadest, aduk dan tambahkan aquadest
Ada 2 jenis absorbsi, yaitu kimia dan fisis. sampai tanda batas. Untuk membuat HCl
Absorbsi kimia melibatkan reaksi kimia 0,2 N, 10 mL larutan 2 N dipipet dan
antara pelarut cair dengan arus gas dan encerkan kembali dengan labu 100 mL. HCl
solut tetap di fase cair. Dalam absorbsi fisis, 0,2 N distandarisasi dengan NaOH yang
solut dalam gas mempunyai kelarutan lebih telah distandarisasi dengan H2C2O4
besar dalam pelarut cairan, sehingga solut
berpindah ke fase cair. Absorbsi dengan 2.2.1.3 Larutan standar asam oksalat (C2H2O4)
reaksi kimia lebih menguntungkan untuk Larutan standar asam oksalat 0,2 N dibuat
pemisahan. Meskipun demikian, absorbsi dengan menimbang 1,26 gr asam oksalat
fisis menjadi penting jika pemisahan dengan (BE = 63) dan dilarutkan dalam labu ukur
reaksi kimia tidak dapat dilakukan Secara 100 mL dengan menambahkan aquadest
umum, faktor-faktor yang mempengaruhi sampai tanda batas.
absorbsi adalah kelarutan (solubility) gas
dalam pelarut dalam kesetimbangan. Pada 2.2.2 Rangkaian alat
umumnya, naiknya temperatur Pertama diambil standar dan 3 buah klem,
menyebabkan kelarutan gas menurun4 letakkan klem 1 untuk penompang tabung
nessler berisi NaOH untuk menangkap gas
II. Metodologi Penelitian CO2 dari udara luar, sebelum ketabung
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi sampel yang akan dibakar, dengan
Bahan yang digunakan yaitu batubara demikian gas CO2 yang diperoleh dari hasil
sebagai sampel, norit sebagai standar pembakaran adalah lebih murni dan tidak
penentuan C-Organik, asam klorida (HCl) tercampur dengan gas CO2 dari udara luar.
0,2 N, larutan NaOH dalam berbagai Klem ke-2 diletakkan paling bawah dan
konsentrasi (0,125 N; 0,2 N; 0,25 N; 0,275 N; mengahadap kedepan untuk meletakkan
0,3N; 0,325 N; 0,35 N), phenolptalein (pp), sampel yang akan dibakar. Klem ke-3
spiritus, aquadest dan asam oksalat (H2C2O4). terletak dibelakang paling atas untuk
meletakkan Erlenmeyer Buchner berisi
2
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
NaOH untuk menampung CO2 hasil dekatkan ke tabung yang berisi sampel
pembakaran. Pada ujung pipa gas masuk ke secara berlahan untuk menghindari
Erlenmeyer Buchner diberi batu berongga pecahnya tabung. Setelah beberapa saat,
agar udara yang mengalir dengan kecepatan pembakaran dibantu dengan percikan arus
tertentu dapat membentuk gelembung- listrik pada ujung tembaga, hal ini
gelembung kecil dan dapat bereaksi dengan dilakukan beberapa kali sampai
NaOH secara merata. pembakaran selesai. Perubahan wujud dan
warna larutan NaOH pada Erlenmeyer
Aerotor dihubungkan ke tabung nessler, Buchner diamati.
disambungkan dengan posisi tegak pada
klem 1, dihubungkan dengan slang ke klem Setelah diamati, matikan Bunsen namun
2 untuk mengalirkan udara pembakaran. aeroator tetap dihidupkan agar sisa-sisa CO2
Tabung 2 dengan posisi miring yang tertinggal di dalam tabung
dihubungkan dengan slang untuk pembakaran dapat seluruhnya mengalir ke
mengalirkan gas ke buchner. Di bawah Erlenmeyer Buchner. Erlenmeyer Buchner
tabung sampel diletakkan Bunsen untuk dilepaskan dari klem, larutan NaOH yang
pembakaran. Dalam tabung pembakaran telah menyerap CO2 dipipet 10 mL
diberi 2 kawat tembaga ke dalamnya yang kemudian dimasukkan ke dalam
dihubungkan ke sumber listrik untuk Erlenmeyer 125 mL. ditambahkan 1 tetes
mempercepat proses pembakaran. indikator pp terjasi perubahan warna jadi
Rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 1. merah muda. Larutan yang telah
ditambahkan indikator pp dititrasi dengan
HCl 0,2 N. Volume HCl yang digunakan
dicatat. Lakukan hal yang sama dengan
massa yang berbeda.
3
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 300 mL/menit. Pada massa sama dan
0,2 N dankonsentrasi HCl adalah 0,245 N kecepatan aliran yang sama, didapatkan
kondisi optimum penyerapan CO2 terdapat
3.2 Pengaruh Kecepatan Aliran Udara Terhadap pada konsentrasi 0,325 N dengan % absorpsi
Efisiensi Penyerapan CO2 Oleh Larutan NaOH 36,53 %. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH
Pada Pembakaran Norit terhadap % absorpsi CO2 pada pembakaran
norit dapat dilihat pada Gambar 2.
Untuk menentukan absorpsi terbaik pada
kecepatan aliran tertentu, massa norit yang
digunakan adalah 45 mg. Konsentrasi
NaOH yang digunakan adalah 0,2 N dan
konsentrasi HCl adalah 0,245 N. Dapat
dilihat pada Tabel 2.
4
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
3.5 Pengaruh Kecepatan Aliran Udara Terhadap Dari Gambar 3, terlihat % absorpsi mulai
Efisiensi Penyerapan CO2 Oleh Larutan NaOH konstan pada konsentrasi 0,325 N dengan %
Pada Pembakaran Batubara absorpsi adalah 35,56%.
e-mail :primagistrina@gmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Through an experiment process, the usage of nitrogen source to protein and amino acid
content in microalgae Spirulina platensis has been found. This research aimed to analyze protein
and amino acid content in Spirulina platensis cutured in two mediums; medium with NaNO3 as
nitrogen source and urea as nitrogen source, and to determine the best nitrogen source in
Spirulina platensis growth. Protein extraction performed in alkaline extraction method for 5
hours and followed by precipitation in pH 3. Amino acid analysis was performed with
Aminoacid Analyzer. Protein content determination was carried out using Bradford method
that shows the highest protein content in urea biomass culture is 768.17 ppm. Sodium nitrate
biomass cuture shows the lower protein content, that is 146.4 ppm. The growth of Spirulina
platensis was done with spectrophotometer at 560 nm. Amino acid analysis shows that NaNO 3
biomass culture yield the higher amino acid content than urea, but urea biomass culture shows
the best growth with the higher absorbant than NaNO 3 biomass culture.
Keywords:Spirulina platensis, Urea, NaNO3, Amino acid
11
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
dengan garis tengah sel berkisar 1-12 2.2.1 Identifikasi Morfologi Mikroalga
mikron. Spirulina bergerak dengan cara Isolat mikroalga yang diperoleh dari
menggelinding sepanjang garis tengah BBPBAP dilihat morfologinya mengguna-
selnya. Spirulina merupakan kan mikroskop cahaya dengan perbesaran
mikroorganisme yang berkembang biak 100x, kemudian morfologi tersebut di-
dengan cara membelah diri[2]. cocokkan dengan morfologi Spirulina
platensis pada buku identifikasi fito-
Kadar protein pada biomasa Spirulina dapat plankton.
ditentukan menggunakan metoda
Bradford. Metoda Bradford mampu 2.2.2 Pembuatan Medium Pertumbuhan
menganalisa protein lebih cepat dengan Medium pertumbuhan yang digunakan
reaksi pembentukan senyawa kompleks pada penelitian ini adalah Bold Basal
antara comassie blue dengan protein, Medium (BBM) dengan sumber nitrogen
disamping itu metoda ini menggunakan NaNO3 dan medium BBM dengan sumber
reagen lebih sedikit daripada metoda lowry nitrogen urea, masing-masing medium
serta memiliki interferensi yang kecil dari diatur pH nya hingga 10[10]. Medium BBM
zat lain[7,8]. dengan sumber nitrogen NaNO3
mengandung 0,024 g/L NaNO3, 0,075 g/L
Kualitas protein juga ditentukan oleh jenis MgSO4.7H2O, 0,025 g/L NaCl, 0,075 g/L
dan jumlah asam amino penyusunnya. K2HPO4, 0,175 g/L KH2PO4, 0,025 g/L
Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi CaCl.2H2O, 27,22 g/L NaHCO3, serta trace
asam amino pada biomasa Spirulina, pada element. Medium BBM dengan sumber
penelitian ini dilakukan menggunakan alat nitrogen urea dibuat dengan komposisi
Aminoacid Analyzer. serupa dengan medium BBM namun
NaNO3 diganti dengan urea sebanyak 0,174
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui g/L. Medium diautoclave selama 30 menit
kadar protein dan asam amino pada dan didinginkan hingga suhu kamar.
biomasa Spirulina platensis yang dikultur
dengan sumber nitrogen urea dan sumber 2.2.3. Pertumbuhan Mikroalga
nitrogen NaNO3. Mengetahui sumber Isolat Spirulina platensis diukur optical
nitogen yang baik untuk pertumbuhan density awalnya meggunakan spektro-
Spirulina platensis dalam medium BBM. fotometer pada panjang gelombang 560
nm. Isolat tersebut kemudian dikultur ke
II. MetodologiPenelitian dalam medium dengan perbandingan isolat
2.1 Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi dan medium 1:9 (v/v). Kultur diaerasi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pompa akuarium selama
ialah mikroalga Spirulina platensis yang proses pengukuran kurva pertumbuhan.
diperoleh dari BBPBAP (Balai Besar Kultivasi ini dilakukan pada suhu ruang
Pengembangan Budidaya Air Payau), dibawah penyinaran cahaya matahari.
Jepara, Indonesia, media pertumbuhan Pertumbuhan di ukur tiap hari
(NaHCO3, NaCl, MgSO4.7H2O, menggunakan spektrofotometer dengan
CaCl2.2H2O, fertilizer), akuades, urea, panjang gelombang 560 nm sampai
NaNO3,NaOH, EDTA (ethylenediamine- didapatkan fasa stasioner[11].
tetraacetic acid), reagen Bradford dan HCl.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian 2.2.4 Persiapan Biomasa
ini ialah peralatan gelas, pompa aquarium, Isolat mikrolga dikultur kembali ke dalam
pipa udara, net plankton, kertas pH, medium BBM dengan perbandingan isolate
mortar, spektrofotometer UV-Vis (Genesys dan media 1:9 (v/v). Kultivasi dilakukan
20 Thermo Scientific), neraca analitik (Kern sampai kultur berada pada fasa akhir
&Sohn GmbH), mikroskop cahaya, eksponensial. Kultur disaring
magnetic stirrer, ultrasentrifus, menggunakan net plankton dan dikering
ultrasonikator, dan Amino Acid Analyzer. anginkan. Biomasa kering dihaluskan
menggunakan mortar, kemudian disimpan
2.2 Prosedur penelitian pada botol vial tertutup.
12
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
2.2.5 Ekstraksi dan Isolasi Protein nitrogen murni, kemudian sampel dioven
Proses isolasi diawali dengan melakukan pada suhu 110oC selama 24 jam. Sampel
ekstraksi protein. Proses ini dilakukan yang telah dihidrolisis dibiarkan sampai
dengan melarutkan biomasa kering suhu ruang dan disaring menggunakan
menggunakan akuades dengan kertas saring Whatman no.41. Filtrat
perbandingan 1:20 (b/v). Biomasa dipipet 1 mL ke tabung 10 mL dan
disonikasi selama 3 menit menggunakan dibekukan dengan es kering, pengeringan
ultrasonikator, kemudian didiamkan dalam dilanjutkan dalam pengering vakum.
ice bath selama 2 menit. Natrium Sampel hidrolisis kering dilarutkan
hidroksida 2M ditambahkan ke dalam kembali dengan HCl 0,1 N hingga volume 3
biomasa yang telah disonikasi sampai pH mL dan dihomogenkan menggunakan
11. Biomasa pH 11 distirer selama 5 jam vortex, selanjutnya disaring menggunakan
pada suhu 60oC, kemudian disentrifus membran dengan ukuran 0,22µm. Filtrat
dengan kekuatan 20.000 gravitasi selama 15 hasil saringan diinjeksikan pada alat Amino
menit pada suhu 20oC untuk proses Acid Analyzer (AAA) sebanyak 100µL.
isolasinya[9,12]. Pengendapan protein Amino Acid Analyzer menggunakan resin
dilakukan pada suhu dingin dengan penukan ion (Cation exchange)W3 dengan
menambahkan HCl 2M pada isolat protein ukuran kolom 6x460 mm, tinggi resin 220
sampai pH 3, kemudian larutan disentrifus mm dan suhu kolom 70oC. Larutan buffer
menggunakan ultrasentrifus dengan yang digunakan adalah larutan trisodium
kekuatan 20.000 gravitasi selama 15 menit sitrat. Kecepatan alir larutan buffer
dan pada suhu 5oC. Pelet ditambah buffer 33mL/jam dan kecepatan alir larutan
fosfat pH 7 0,01 M, kemudian disimpan ninhidrin 16,5 mL/jam , serta kecepetan
pada suhu dingin untuk analisa recorder 6 inch/jam dan tekanan kolom 450
berikutnya[12]. psi. Konsentrasi larutan standar yang
diinjeksikan yaitu 0,250 µmol/mL[13].
2.2.6 Penentuan Kadar Protein
Kandungan protein dianalisa III. Hasil dan Pembahasan
menggunakan metoda Bradford. Proses ini
diawali dengan pembuatan larutan stadar 3.1 IdentifikasiMorfologiMikroalga
Bovine Serum Albumin (BSA) dengan Hasil penelitian memperlihatkan morfologi
konsentrasi 7,8-1000 ppm. Larutan standar mikroalga yang digunakan dalam
BSA masing-masing diambil 5 mL dan penelitian ini yaitu Spirulina platensis.
ditambah 5 mL reagen Bradford, kemudian Pengamatan ini dilakukan menggunakan
diinkubasi selama 15 menit. Larutan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x.
standar diukur serapannya pada panjang
gelombang 595 nm. Pelet yang telah
ditambah buffer fosfat diambil 5 mL dan
ditambah reagen Bradford 5 mL, kemudian
diinkubasi 15 menit. Larutan kemudian
diukur serapannya pada panjang Dindingsel
gelombang 595 nm. Konsentrasi protein
dapat ditentukan dengan persamaan
Trikoma
regresi[8].
13
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
berupa filamen dengan bentuk spiral sangat buruk.Pada hari kedua sampai hari
berwarna hijau kebiruan. Hal ini sesuai ke 10 Spirulina platensis mengalami
adaptasi, hal ini ditandai dengan kenaikan
dengan morfologi Spirulina nilai absorban yang tidak signifikan setiap
platensispada buku identifikasi dua harinya. Terjadi kenaikan absorban
fitoplankton. pada hari ke 10 sebesar 0,017 A.
14
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
15
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
3.4 Identifikasi Asam Amino biomasa kultur NaNO3 jauh lebih tinggi
Hasil yang didapat dalam proses daripada biomasa kultur urea.
identifikasi asam amino pada sampel
mikroalga Spirulina platensis kultur NaNO3 Asam amino esensial yang dihasilkan oleh
dan kultur urea menggunakan Amino Acid kedua biomasa yaitu histidin, treonin,
Analyzer adalah sebagai berikut : valin, metionin, lisin, isoleusin, dan
fenilalanin. Secara keseluruhan kadar asam
amino yang dikandung oleh biomasa
kultur NaNO3 lebih tinggi bila
dibandingkan dengan biomasa kultur urea.
Hal ini disebabkan oleh kadar prekursor
awal, yaitu asam glutamat pada biomasa
kultur NaNO3 lebih besar daripada kultur
urea. Semua asam amino berasal dari
senyawa intermediet Glikolisis, siklus asam
sitrat, dan pentose phosphat pathway.
Nitrogen masuk ke dalam metabolisme
melalui proses Asimilasi amonium
membentuk Glutamat dan Glutamin[13].
IV. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
Gambar 6. Komposisi protein pada Spirulina dapat disimpulkan bahwa kadar protein
platensis kultur NaNO3 dan kultur tertinggi didapat pada biomasa Spirulina
Urea
platensis kultur urea, yaitu sebesar 768,17
Keterangan : ASP (As.Aspartat), SER ppm atau 62% dari berat kering selnya.
(Serin), GLU (As.Glutamat), GLY (Glisin), Kadar protein pada NaNO3 yang
HIS (Histidin), ARG (Arginin), THR didapatkan sangat kecil yaitu 146,45 ppm
(Treonin), ALA (Alanin), PRO (Prolin), CYS atau 11,86% dari berat kering sel nya.
(Sistein), TYR (Tyrosin), VAL (Valin), MET Perbedaan sumber nitrogen mempengaruhi
(Metionin), LYS (Lisin), ILE (Isoleusin), kadar protein di dalam sel Spirulina
LEU (Leusin), PHE (Fenilalanin) platensis. Semakin banyak ion amonium
yang mampu diubah sel maka protein yang
Berdasarkan data diatas asam amino dihasilkan meningkat. Asam Amino
tertinggi yang dikandung oleh biomasa Esensial yang terkandung didalam
kultur NaNO3 dan biomasa kultur urea sampelyaitu histidin, treonin, valin,
yaitu asam glutamat, masing-masing metionin, lisin, isoleusin, dan fenilalanin.
sebanyak 3,56 g dan 2,86 g dalam 100 g Biomasa kultur NaNO3 menghasilkan
sampel. Jumlah asam amino sistein pada kadar asam amino yang lebih tinggi
biomasa kultur NaNO3 sangat jauh lebih daripada biomasa kultur urea.
tinggi daripada jumlah sistein pada
biomasa kultur urea. Hal ini bergantung V. UcapanTerimaKasih
pada jumlah metionin dan serin dalam tiap Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kultur tersebut. kepada analis laboratorium biokimia dan
bioteknologi Universitas Andalas.
Dalam biosintesis sistein, metionin
menyumbangkan atom sulfur dan serin
menyumbangkan kerangka karbon. Pada
biomasa kultur NaNO3 jumlah metionin
dan serin lebih besar jika dibandingkan
dengan jumlah pada kultur urea. Hal ini
yang menyebabkan jumlah sistein pada
16
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
17
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
*e-mail: syukriarief@gmail.com
Abstract
Secara garis besar, sintesis nanopartikel lengkap tentang kondisi optimum serta
perak dapat dilakukan dengan metode top- peranan gambir sebagai bioreduktor.
down (fisika) dan metode bottom-up (kimia). Kondisi optimum biosintesis nanopartikel
Sintesis dengan metode tersebut perak dilihat dengan melakukan variasi
menimbulkan dampak yang tidak baik bagi suhu sistesis dan penggunaan capping agent
lingkungan sekitar dan mahluk hidup dalam pembentukan nanopartikel perak.
karena menggunakan bahan kimia yang Kemudian, nanopartikel perak yang telah
berbahaya dan cukup reaktif serta disintesis akan dikarakterisasi dengan XRD,
menggunakan peralatan yang mahal. Oleh dan TEM.
karena itu, dari berbagai metode yang telah
dikembangkan oleh para ahli, bermunculan II. Metodologi Penelitian
metode baru untuk sintesis nanopartikel
yang dikenal dengan green nanotechnology 2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
berbasis tumbuhan sebagai bioreduktor. Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu daun gambir (Uncaria
Indonesia sebagai negara dengan sumber gambir Roxb.), Perak Nitrat (Brataco,
daya alam dan keanekaragaman hayati 99,98%), Polivinil Alkohol (PVA) (Brataco),
memiliki potensi untuk penelitian yang dan aquadest. Pereduksi alami yang
terkait dengan eksplorasi pemanfaatan digunakan adalah daun gambir yang
tumbuhan sebagai agen dalam biosintesis diambil dari daerah Payakumbuh.
nanopartikel. Beberapa jenis tumbuhan
yang telah dipublikasikan sebagai reagen Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
biosintesis adalah Eucalyptus hybrida 2, ini yaitu peralatan gelas, kertas saring
Artocarpus heterophyllus 3, Camellia Sinensis 4, Whatman, aluminium foil, piknometer,
dan Mollugo nudicaulis.5 Penggunaan A. timbangan analitik, pipet tetes, corong, pH
indica untuk biosintesis nanopartikel perak meter, hot plate stirrer, magnetic bar, sentrifus,
telah dilakukan oleh Shankar dkk.6. Shankar X-Ray Diffraction (XRD; Phillips X’pert
memperolah hasil bahwa proses reduksi Powder PAN alytical), Transmission
dimulai sekitar 2 sampai 4 jam setelah Electron Microscope (TEM; JEOL JEM 1400).
penambahan ekstrak.
2.2. Prosedur penelitian
Untuk menghasilkan partikel perak dengan 2.2.1. Preparasi Ekstrak Daun Gambir
kualitas nano yang baik maka diperlukan Tumbuhan yang digunakan untuk proses
penggunaan capping agent dengan tujuan green synthesis yaitu Gambir (Uncaria gambir
untuk mencegah terbentuknya aglomerasi Roxb). Bagian tumbuhan yang digunakan
koloid nanopartikel perak. yaitu daun dalam kondisi segar. Untuk
preparasi ekstraknya, daun gambir
Dalam penelitian ini, akan dilakukan dikeringanginkan dalam suatu ruangan
pengamatan terhadap sintesis nanopartikel yang terlindungi dari sinar matahari
perak menggunakan ektrak daun gambir langsung. Selanjutnya daun gambir
(Uncaria gambir Roxb). Ekstrak gambir dihaluskan. Serbuk yang didapatkan
mengandung katekin, yaitu suatu senyawa kemudian disimpan dalam wadah yang
polifenol yang digunakan karena memiliki bersih dan terlindung dari cahaya untuk
kemampuan sebagai zat pereduksi. Perak mencegah terjadinya kerusakan dan
nitrat akan direduksi oleh ekstrak daun penurunan mutu.
gambir sehingga lebih ramah lingkungan
dan ekonomis. Kemampun gambir sebagai Ekstrak tumbuhan diperoleh dengan cara
bioreduktor untuk sintesis nanopartikel menimbang serbuk sebanyak 10 g kemudian
perak sebelumnya telah dibuktikan dalam ditambah 100 mL aquadest dan direbus pada
penelitian pendahuluan oleh Rahmah, W. 7 suhu didihnya selama ± 1 jam. Setelah itu,
Namun, belum didapatkan penjelasan yang larutan disaring dengan kertas saring
19
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Ag (0.01 M)
Kemudian endapan yang didapat dicuci
menggunakan aquadest dan aseton. Endapan (b)
perak yang dihasilkan dikarakterisasi Ag (0.1 M)
20
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
22
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
e-mail: yulizaryusufch@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
The preliminary study about the content of the plastic in fried banana and cooking oil that
was assumed containing plastic have been done, which using texture analyzer and GC-MS. On
the test of the texture analyzer, can be seen that there were differences between fried banana that
contained plastic compared to fried banana that contained no plastic. This is proved by 4 times of
the repetition of the hardness. Where the hardness of fried banana which contained plastic is
bigger than the fried banana which has no plastic, the point are 46,76 and 41,08 ; 59,35 and 31,99 ;
36,86 and 32,23 ; 22,25 and 26,79 in N/cm 2. While the result of the chromatogram, the chemical
compounds presented in the used of cooking oil contained metyl ester squalene, methanol
squalene carbinol, tetracosahexaene-hexamethyl squalene.
bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji Mass Spectrometry menembaki bahan yang
tengkawang, biji kakao, dan lain- lain). sedang diteliti dengan berkas elektron dan
Tidak semua minyak nabati dapat dipakai secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai
untuk menggoreng. Menurut Keraten, suatu spectrum sibir-sibir (fragmen) ion
minyak yang termasuk golongan setelah positif. Catatan ini disebut spectrum massa.
mengering (semi drying oil) misalnya Terpisahnya sibir- sibir ion positif
minyak biji kapas, minyak kedelai, dan didasarkan pada massanya (lebih tepat,
minyak biji bunga matahari tidak dapat massa dibagi muatanm tetapi kebanyakan
digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini ion bermuatan tunggal [8].
disebabkan karena jika minyak tersebut
kontak sengan udara pada suhu tinggi akan Tidak menggunakan radiasi menggunakan
mudah teroksidasi sehingga berbau tengik. elektromagnetik yang berinteraksi dengan
Minyak yang dipakai menggoreng adalah analit, tetapi teknik analisis ini disebut juga
minyak yang tergolong dalam kelompok teknik spektroskopi, karena memberikan
non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan spectrum rasio massa terhadap muatan dari
membentuk lapisan keras bila dibiarkan ion molekul dan ion fragmen molekul yang
mongering di udara, contohnya adalah terbentuk pada ionisasi dengan benturan
minyak sawit.[2]. elektron. Untuk keperluan identifikasi dan
. penentuan struktur senyawa kimia
Disamping itu, Ketengikan adalah informasi terpenting yang dibutuhkan
perubahan kimiawi yang menyebabkan adalah berat molekul. Mass spectrometry
minyak menjadi tengik dan rasanya tidak adalah satu- satunya teknik analisis yang
enak, berdasarkan reaksi kimia yang terjadi dapat memberikan informasi tersebut
pada minyak, dikenal ada dua jenis dengan akurasi tinggi. Pembentukan ion
ketengikan yaitu ketengikan oksidatif dan molekul dan ion fragmen molekul
hidrolitik.. Pada penelitian ini minyak tergantung kepada ionisasi yang dilakukan.
goreng diukur dengan menggunakan GC- Pada ionisasi dengan benturan elektron
MS. Gas Chromatrography berfungsi sebagai menggunakan voltase filament pembangkit
alat pemisah berbagai campuran komponen elektron 7 sampai 15 V, dapat diharapkan
dalam sampel sedangkan Mass Spectrometry tidak terjadi fragmen dan tidak terbentuk
berfungsi untuk mendeteksi masing masing ion yang lebih berat dari ion molekul. Ion
komponen yang telah dipisahkan pada Gas terberat, kecuali yang disebabkan oleh
Chromatrography [3]. pengaruh isotop adalah berat molekul
nominal jika menggunakan spectrometer
Gas Chromatography merupakan metode massa resolusi rendah dan berat molekul
yang tepat dan cepat untuk memisahkan jika menggunakan instrument dengan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang resolusi tinggi [9].
dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa
detik untuk campuran sederhana sampai Elektron yang dibangkitkan dengan
berjam- berjam untuk campuran yang potensial filament 70 V, memberikan
mengandung 500-1000 komponen. elektron dengan energi cukup besar untuk
Komponen campuran dapat didefinisikan pembentukan ion fragmen molekul yang
dengan waktu tambat (waktu retensi) yang rasio m/z-nya khas untuk molekul senyawa
khas pada kondisi yang tepat. Waktu yang dianalisis. Sistem ionisasi dan
tambat adalah waktu yang menunjukkan pemisahan molekul berdasarkan rasio m/z-
berapa lama suatu senyawa bertahan dalam nya terjadi di dalam Mass Spectrometry pada
kolom. Bagian utama dari kromatrografi gas tekanan 0,005 torr dan temperature 200 ±
adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, 0,250C.
fase diam, suhu, dan detector[4,5,6,7]
Keuntungan yang besar dari Mass
Spectrometry adalah sensivitas yang lebih
24
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
besar dari teknik analisis lainnya, ukuran Sampel minyak goreng bekas diambil dari
sampel analisis yang relatif kecil dan beberapa pedagang gorengan. Selain itu
kespesifikan yang diperlukan untuk dilakukan juga uji perbandingan dengan
identifikasi senyawa, dan konfirmasi ada/ sampel minyak baru dan minyak bekas
tidak adanya senyawa yang dicurigai[10]. penggorengan pisang goreng yang
Diduga pada sampel minyak goreng ini dilakukan sendiri.
mengandung plastik. Plastik adalah polimer
rantai-panjang dari atom yang mengikat 2.2.2. Perlakuan daya tekan pada pisang goreng
satu samalain. Rantai ini membentuk Pada percobaan ini, pisang goreng tersebut
banyak unit molekul berulang, atau dimasak dengan dua jenis minyak yang
"monomer".Istilah plastik mencakup produk berbeda. Dimana minyak tersebut diberi
polimerisasi sintetik atau semi-sintetik, plastik dan satu lagi tidak diberi plastik.
namun ada beberapa polimer alami yang Kemudian setelah pisang tersebut digoreng,
termasuk plastik. Plastik terbentuk dari dilakukan uji daya tekan pisang tersebut
kondensasi organik atau penambahan dengan menggunakan texture analyzer.
polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain
untuk meningkatkan performa atau
ekonomi. Plastik berisi beberapa aditif yang 2.2.3. Menentukan komponen kimia yang
diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat terdapat dalam minyak secara Gas
fisik kimia plastik itu sendiri. Dapat Cromatography-Mass Spectrometry
diketahui bahwa, pada pisang goreng yang Pada percobaan ini minyak goreng hasil
biasa dijual oleh pedagang gorengan dari menggoreng pisang diambil untuk
dilakukan tindak lanjut lebih dengan cara dijadikan sampel, kemudian sampel minyak
melakukan uji daya tekan pada pisang goreng lain nya diambil dari beberapa
tersebut.[11,12,13,14,15] pedagang gorengan. Dimasukkan kedalam
botol vial, dan diberi kode sampel,
Selain itu, pisang goreng yang akan kemudian dibawa ke Laboratorium
dijadikan sampel, diukur daya tekan nya Kesehatan Provinsi Sumatera Barat untuk
dengan menggunakan texture analyzer. analisis GC – MS.
Dimana biasanya alat ini digunakan untuk
mengukur daya tekan pada buah. III. Hasil dan Pembahasan
3.1. Perlakuan daya tekan pada pisang goreng
II. Metodologi Penelitian Berdasarkan dari hasil data analisis
2.1. Bahan , peralatan dan instrumentasi kekerasan diatas, dapat kita lihat bahwa
Bahan utama yang digunakan pada pengaruh penambahan plastik yang
penelitian ini yaitu pisang batu ,sampel dimasukkan ke dalam minyak sangat
minyak goreng baru merck sania, minyak berdampak pada sampel pisang. Hal ini
goreng bekas penggorengan dan sampel dapat dilihat dari daya tekan pisang
minyak goreng bekas yang diambil dari tersebut. Pisang yang dimasak dengan
beberapa pedangang gorengan dan plastik, menggunakan minyak plastik memiliki
pelarut organik (n-heksana). daya tekan yang lebih besar dibandingkan
dengan pisang yang dimasak dengan
Peralatan yang digunakan yaitu erlenmeyer, minyak yang tanpa menggunakan plastik
beberapa botol vial ukuran 5 ml. Sedangkan dapat dilihat pada Tabel 1. Dapat
peralatan instrumentasi yang digunakan diasumsikan bahwa plastik yang menempel
yaitu seperangkat GC- MSjenis kolom RTx pada pisang tersebut secara tidak langsung
5MS dan seperangkat texture analyzer melindungi keutuhan gurih dari pisang
broolfield. tersebut, sehingga pisang goreng yang
walaupun masih dingin tetap terasa gurih.
2.2. Prosedur penelitian
2.2.1. Pengambilan sampel
25
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Tabel 1. Data analisis kekerasan pada Pada data GC diatas, dapat dilihat bahwa
pisang goreng ada nya puncak waktu 20-27menit. Data ini
data analisis kekerasan diperkuat dengan adanya komponen-
hardness ( komponen yang terdapat pada data MS.
no kode N/cm2) Dimana dari data tersebut diduga adalah
1 pisang 1 + minyak plastik 46,76 polimer yang terdapat pada plastik, dengan
2 pisang 1 + tanpa minyak plastic 41,08 waktu retensinya adalah 21.500. senyawa
polimer tersebut adalah metyl ester
3 pisang 2 + minyak plastik 59,35 squalene, methanol squalene carbinol,
4 Pisang 2 + tanpa minyak plastik 31,99 tetracosahexaene- hexamethyl squalene.
26
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
tersebut. Hal ini dapat dikatakan bahwa yang diberi plastik seperti : metyl ester
sampel tersebut tidak mengandung polimer squalene, methanol squalene carbinol,
senyawa plastik. tetracosahexaene- hexamethyl squalene.
Referensi
1. Sari, A. R., 2013, Screening Kandungan
PLastik Pada Minyak Goreng yang
terdapat pada Gorengan di Jati
Padang, Skripsi Sarjana Kedokteran,
Universitas Andalas.
Gambar 4. Sampel yang diambil dari 2. Wahyuni, D., 2010, Zat-Zat Berbahaya
pedagang gorengan diuji yang Terkandung Dalam Makanan,
Universitas PGRI, Yogyakarta.
dengan Gas Chromatography
3. Agusta, A., 2000, Minyak Atsiri
Tumbuhan Tropika, Penerbit ITB,
Bandung.
4. Eaton, D. C., 1989, Laboratory
Investigations in Organic Chemistry,
USA: McGraw-Hill,152-157.
5. Gritter, R. J., d 1991, Pengantar
Kromatografi Terbitan Kedua, Penerbit
ITB. Bandung.
6. Nair, Mc N., and Bonelli, 1988, Dasar-
Dasar Kromatografi Gas.
Gambar 6. Sampel yang diambil dari
7. Strayer, D.., 1750, Food Fats and Oils.
pedagang gorengandiuji
Ninth Eddition. Institute of Shortening
dengan Mass spectrometry
and Edible Oils, Inc. New York Avenue,
NW, Washington, DC.
8. Husni, A., 2007, Pemucatan Minyak
Hasil kromatogram diatas hampir sama
Sawit Curah Menggunakan Mineral
dengan hasil kromatrogram pada Gambar
Clay Kuning Serta Campuran Pozzolan
4.2.1(a dan b). Sehingga dapat dikatakan
dan Silika. Skripsi Sarjana Kimia,
bahwa sampel yang diambil dari pedagang
Universitas Andalas.
gorengan mengandung plastik.
9. Pakpahan, J. F., 2013. Pengurangan
FFA dan warna dari Minyak Jelantah
IV. Kesimpulan
Dengan Adsorben Serabut Kelapa dan
Berdasarkan dari penelitian yang telah
Jerami. Jurnal Teknik Kimia USU. 2 (1),
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
33-35.
adanya pengaruh daya tekan terhadap
10. Aminah, R., 2010. Bilangan Peroksida
perlakuan sampel pisang goreng yang
Minyak Goreng Curah dan Sifat
diberi plastik dengan yang tidak diberi
Organoleptik Tempe pada
plastik. Dari hasil kromatogram GC- MS
Pengulangan Penggorengan. Program
dapat terlihat jelas ada nya senyawa-
Studi Teknologi Pangan Fakultas. Ilmu
senyawa yang terdapat pada minyak goreng
27
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
28
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas
e-mail: afrizalitam@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Isolation of secondary metabolite compound from tempuyung leaves (Sonchus arvensis L.) has
been done. Toxicity assay of n-hexane extract, ethyl acetate extract, methanol extract and water
extract has been tested, and methanol extract obtained high activity in toxicity assay using Brine
Shrimps Lethality Test (BSLT) with LC50 values 403.645 mg/L. Isolation was continued by
maceration using methanol solvent. Methanol extract was soluted with water and than was
fractionated with n-hexane and has been continued by ethyl acetate solvent. Toxicity of each
fractions was tested, and water fraction obtained highest activity with LC 50 values 269.774 mg/L.
Water fraction was freeze-dried and column chromatographied using silica gel as the stationary
phase and n-hexane, ethyl acetate and methanol as the mobile phase with using Step Gradient
Polarity (SGP) method. Isolated compound is white-brown solid around 3 mg which has single
spot with some eluent comparisons on thin layer chromatography. The results of chemical
characterization of isolated compound using spectroscopy method indicates that the isolated
compound was included as coumarin group.
29
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
30
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
2.2. Prosedur penelitian dimetil sulfoksida dan air laut. Setelah itu,
2.2.1 Persiapan Sampel ke dalam masing-masing vial dimasukkan
Sampel daun tempuyung sebanyak 750 10 ekor larva udang.
gram diambil disekitar kampus Universitas Terhitung dari larva udang dimasukkan ke
Andalas, Padang. Sampel dipotong – dalam masing-masing vial, dilakukan
potong, dikeringanginkan, digrinder sampai pengamatan setiap 4 jam selama 24 jam dan
halus, dan ditimbang. diamati jumlah larva udang yang mati. LC50
dihitung dengan hubungan nilai logaritma
2.2.2. Ekstraksi Kandungan Metabolit Sekunder konsentrasi dan nilai Probit dari persentase
Sebanyak 25 g serbuk daun tempuyung mortalitas hewan uji. Ekstrak yang aktif
dimasukan kedalam wadah dan dimaserasi terhadap uji toksisitas dilanjutkan untuk
dengan masing-masing pelarut n-heksana, mengisolasi senyawa metabolit sekunder.
etil asetat, metanol dan air dengan masing-
masing 500 mL selama 3 hari (diaduk), 2.2.4. Maserasi dan Fraksinasi Dari Daun
setelah itu disaring dan didapatkan filtrat. Tempuyung
Filtrat n-heksan, etil asetat dan metanol Sebanyak 650 g sampel tempuyung yang
diuapkan dengan rotary evaporator sudah halus dimaserasi selama 3 hari
sedangkan filtrat air diFreezdryer. Ekstrak dengan metanol, kemudian disaring dan
pekat masing-masing pelarut diuji toksisitas diambil filtratnya. Maserasi dilakukan
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test berulang sampai filtrat tidak berwarna dan
(BSLT). dilanjutkan dengan menguapkan pelarut
dengan rotary evaporator.
2.2.3. Skrining Awal Uji Toksisitas Dengan
Metode Brine Shrimp Lethality Test Terhadap Ekstrak dari metanol dilakukan proses
Ekstrak fraksinasi dengan pelarut n-heksana terlebih
Uji berdasarkan metode Meyer (1982)[13]. dahulu lalu dilanjutkan dengan pelarut etil
asetat. Terlebih dahulu ekstrak dilarutkan
2.2.3.1. Pembenihan Udang dengan 200 mL akuades yang sudah
Hewan uji yang digunakan adalah larva dipanaskan dalam gelas piala 1 L dan
udang Artemia salina Leach. Larva diaduk dengan stirer selama kurang lebih
didapatkan dengan menetaskan telur udang lebih 30 menit. Kemudian larutan
selama 48 jam dalam wadah pembiakan. didinginkan dan ditambahkan 100 mL n-
Wadah pembiakan terdiri atas dua bagian heksana dan diaduk selama 2 jam. Setelah
yang salin terhubung, dimana terdapat itu larutan dimasukkan kedalam corong
bagian terang dan bagian gelap. Wadah pisah dan didiamkan selama 1 malam.
kemudian diisi dengan air laut dan telur Ambil lapisan n-heksana dan dilakukan
udang yang akan ditetaskan dimasukkan penambahan pelarut n-heksana berulang
kedalam wadah bagian gelap. Setelah sampai pelarut menjadi bening, dan
menetas larva akan berenang menuju dilanjutkan dengan pelarut etil asetat
bagian terang wadah. dengan cara yang sama. Fraksi n-heksana,
etil asetat dan air tersebut dikeringkan dan
2.2.3.2. Uji Toksisitas dihitung massanya dan dilakukan uji
Sebanyak 40 vial uji disiapkan untuk toksisitas dengan metode Brine Shrimp
masing-masing ekstrak dan 2 vial untuk Lethality Test (BSLT).
larutan kontrol. Sampel uji dengan variasi
konsentrasi 200, 400, 600, 800, dan 1000 2.2.5. Isolasi Metabolit Sekunder Dari Fraksi Air
mg/L masing-masingnya dilakukan duplo.
Larutan sampel tersebut diuapkan, setelah 2.2.5.1. Uji Kromatografi Lapis Tipis
kering ditambah 50 µL dimetil sulfoksida Pendahuluan
dan dicukupkan 10 mL dengan air laut. Ekstrak pekat air dilarutkan dengan
Untuk larutan kontrol hanya berisi 50 µL metanol. Larutan tersebut ditotolkan pada
31
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
batas bawah plat KLT yang berukuran 7 x 1 2.2.5.3. Kromatografi Kertas Preparatif Fraksi C
cm (1 cm batas bawah dan 0,5 cm batas atas) Setelah dilakukan kromatografi kertas
dengan menggunakan kapiler. Plat KLT untuk menentukan fraksi yang
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi mengandung kumarin, maka dipilih fraksi
eluen perbandingan etil asetat : metanol C yang positif mengandung kumarin
(4:6). dan noda dilihat dengan lampu UV dengan jumlah relatif banyak. Selanjutnya
pada panjang gelombang 254 nm dan 365 fraksi C dielusi dengan campuran eluen n-
nm. butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5). Noda
yang terlihat pada lampu UV 365 nm di
2.2.5.2. Pemisahan Dengan Kromatografi Kolom tandai dengan pensil dan dipotong kecil-
Dari Fraksi Air kecil menggunakan gunting. Kemudian
Sebanyak 80 g silika gel yang telah dimaserasi dengan metanol dan dibiarkan
dibuburkan dengan n-heksana lalu beberapa jam sambil diaduk. Lalu larutan
dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi disaring dengan kapas. Selanjutnya ekstrak
sedikit dengan keadaan kran kolom terbuka. digabung dan diuapkan, kemudian
Fase diam dihomogenkan dengan dimonitor dengan plat KLT dengan
mengelusi secara berulang-ulang dengan n- penampak noda lampu UV 254/365 nm.
heksana. Fraksi air yang akan di Endapan yang didapat direksritalisasi
kromatografi kolom ditimbang, lalu sampai didapatkan senyawa murni.
dipreadsorpsi dengan silika gel
perbandingan 1 : 1 dan digerus dengan 2.2.6. Uji Kemurnian dan Karakterisasi
lumpang sampai terbentuk bubuk. Senyawa Hasil Isolasi
Kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan Kemurnian senyawa ini diuji dengan KLT
dilanjutkan dengan mengelusi dengan berbagai perbandingan eluen (8:2,
menggunakan eluen n-heksan, etil asetat 6:4 dan 4:6).
dan metanol. Eluen yang digunakan adalah Senyawa hasil isolasi dikarakterisasi
sistem eluen Step Gradien Polarity (SGP) menggunakan spektroskopi UV-Vis dan
dengan kenaikan perbandingan 0,5. Hasil Inframerah (IR).
elusi ditampung dengan vial, kemudian
diuji KLT dan filtrat dengan pola noda yang III. Hasil dan Pembahasan
sama digabung sehingga didapatkan
beberapa fraksi (A, B, C, D, E, F, G, H, I, J). 3.1.Ekstraksi Kandungan Metabolit Sekunder
Fraksi C memiliki pola noda yang Hasil dari ekstraksi senyawa metabolit
sederhana. sekunder, dapat dilihat pada Tabel 2.
2.2.5.3. Kromatografi Kertas Fraksi C Hasil Tabel 2. Hasil ekstraksi dengan pelarut n-
Kromatografi Kolom heksana, etil asetat, metanol, dan air
Untuk menganalisa adanya senyawa dari daun tempuyung.
kumarin, maka dilakukan analisis Ekstrak Massa (gram) Rendemen (%)
32
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
3.2. Skrining Awal Uji Toksisitas Dengan karena hasil rendemen fraksi air paling
Metode Brine Shrimp Lethality Test Terhadap besar dibandingkan kedua fraksi lainnya.
Ekstrak Hasil dari uji toksisitas dari masing-masing
Hasil uji toksisitas didapatkan dari fraksi dapat dilihat pada Tabel 5.
perbandingan pada kurva regresi antara log
konsentrasi (X) dan persentase pada tabel Tabel 5. Hasil LC50 fraksi n-heksana, etil asetat
probit (Y). dan air
Fraksi Regresi LC50 (mg/L)
Tabel 3. Hasil LC50 ekstrak n-heksana, etil asetat, Air y = 0,994x + 2,584 269,774
metanol, dan air
Etil asetat y = 1,058x + 2,203 440,554
Ekstrak Regresi LC50 (mg/L)
n-Heksana y = 0,297x + 4,117 939,727
n-heksana Y = -0,489x + 6,279 413,04
34
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
[4] Roselyndiar, 1999, Fomulasi Kapsul [11] Halim, R. Nasa, 2011, Efek Daun
Kombinasi Ekstrak Herba Seledri Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
(Apium graveolens L.) Dan Tempuyung Terhadap Penurunan Tekanan Darah
(Sonchus arvensis L.), Fakultas Pria Dewasa, Laboratorium Farmakologi
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Universitas Indonesia, Jakarta. Maranatha.
[5] Murtadlo, Y., Kusrini, D., Fachriyah, E., [12] Dhianawaty, D., Padmawinata, K.,
2013, Isolasi, Identifikasi Senyawa Soediro, I., Andreanus, A., Soemardji,
Alkaloid Total Daun Tempuyung 2013, Isolasi, Karakterisasi Dan Uji
(Sonchus arvensis Linn) Dan Uji Aktivitas Antikalkuli Apigenin 7-O-
Sitotoksik Dengan Metode BSLT (Brine Glukosida Dari Daun Sonchus arvensis
Shrimp Lethality Test), Chem Info, Vol 1, L., Pada Tikus Dengan Metode
No. 1, 379 – 385. Matriks-Asam Glikolat, Fakultas
Farmasi FMIPA ITB, Bandung.
[6] Lumbanraja, L. B., 2009, Skrining
Fitokimia Dan Uji Efek Antiinflamasi [13] Meyer, Ferirgni, Putnam, Jacopsen,
Ekstrak Etanol Daun Tempuyung Nikhols, Mc, Laughlin, 1982, Brine
(Sonchus arvensisi L.) Terhadap Radang Shrimp : A Convenient General
Pada Tikus, Fakultas Farmasi Universitas Bioassay For Active Lant Constituent,
Sumatera Utara, Medan. Plant Medica, vol 45.
35
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
e-mail: zulkarnain_ch@yahoo.co.id
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Research to isolate from freshwater microalgae in the river bottom area Minturun potential for
biodiesel production has been carried out. Of the isolated using the dilution method obtained
two species of microalgae which allegedly is Scenedesmus and Scenedesmus dimorphus
quadricaudamelalui observation by light microscopy at a magnification of 400 times. Both of
these species perpendaran light using nile red staining method under the microscope
flouroscence showing lipid production potential. From these observations S. dimorphus provide
brighter glow that indicate higher levels of lipids. Further extraction conducted on this species
using water and hexane solvent to obtain crude extract lipids. Lipids were obtained later in the
trans-esterification using an acid catalyst and a base. Trans-esterification results were analyzed
using gas chromatography mass spectrometry (GC-MS) and identified 10 types of fatty acid
methyl esters which have potential as a biodiesel.
Keywords : Microalgae, nile red, trans-esterification, GC-MS, fatty acid methyl ester
sehingga mampu mengurangi efek rumah jumlah triacylgriserol dari 1,4 % hingga
kaca. Disamping itu, penggunaan mikroalga mencapai 12,5% [8,11,12].
tidak membahayakan produksi makanan,
bahkan mikroalga juga dapat berpotensi
sebagai sumber nutrisi karena beberapa II. Metodologi Penelitian
mikroalga dapat mengandung asam lemak 2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
esensial [3,4,5,6,7]. Bahan kimia utama yang digunakan pada
penelitian ini yaitu kalium nitrat (KNO3),
Mikroalga memiliki kandungan lipid dan Heksana (C6H14) teknis, metanol (CH3OH)
asam lemak yang dapat dikonversi menjadi teknis), nile red ( Aldrich Sigma N 3303 ),
biodiesel melalui reaksi transesterifikasi [8]. dan bolt bassal medium (BBM).
Dibandingkan tumbuhan penghasil
biodiesel lainnya, mikroalga menghasilkan Peralatan gelas yang digunakan yaitu
biodiesel lebih banyak dengan hanya erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, pipet
membutuhkan sedikit area tumbuh. Sebagai gondok, dan kaca arloji. Sedangkan
contoh, minyak yang diperoleh dari peralatan instrumentasi yang digunakan
tanaman pangan membutuhkan lahan yang yaitu mikroskop cahay (Zeiss Axiovert
luas [9]. Erc5s), Spektrofotometer Visible ( Thermo
Scientific Genesys 20 ), dan Gas
Kondisi kultivasi mikroalga merupakan Chromatography – Mass Spectometry (GC –
faktor yang penting yang perlu MS) (QP2010 Shimidzu).
diperhatikan untuk memperoleh akumulasi
lipid dalam sel mikroalga. Kondisi kultivasi 2.2. Prosedur penelitian
tersebut berhubungan dengan nutrien yang 2.2.1. Pengambilan sampel
diberikan selama kultivasi. Chlamydomonas Sampel mikroalga diambil dari sampel air
reinhardtii tumbuh dengn baik pada pH 7,5. yang berasal dari perairan air tawar di
Pemberian CO2 akan membantu daerah Lubuk Minturun, Padang, Sumatera
pertumbuhan, tetapi akan menghambat Barat pada bulan Maret tahun 2013 kondisi
dalam jumlah yang tinggi. Hal ini cuaca pagi cerah dan suhu sekitar 25-30o C.
disebabkan pengaruh penurunan pH Sampel di ambil dari 4 titik pada bebatuan
dengan banyaknya CO2. Kandungan dan 4 titik pada aliran air dari sungai yang
minyak yang terdapat dalam mikroalga ini ber – pH 7 kemudian disimpan kedalam
adalah 25,25% (w/w) dalam biomassa wadah botol kaca 500 mL.
kering [10] .
2.2.2. Isolasi mikroalga dari sampel
Nutrien utama yang diperlukan untuk Sampel yang telah ditumbuhkan dan
produksi mikroalga adalah nitrogen dan diamati pertumbuhan selnya kemudian
fosfor. Masing-masing nutrien memiliki diisolasi dengan metoda dilusi. Masing-
pengaruh tersendiri terhadap kandungan masing sumber pengambilan titik mikroalga
lipid dalam sel mikroalga. Produktivitas dimasukkan kedalam 8 wadah kaca yang
biomassa tertinggi dari mikroalga Neochloris masing – masing telah dilabel X1 hingga X8
oleoabundans diperoleh dengan pemberian yang kemudian masing – masingnya
nitrogen yang bersumber dari sodium nitrat. diencerkan meenggunakan media BBM
NaNO3 merupakan sumber nitrogen yang hingga pengenceran 10-5. Setelah
dapat mempertinggi kandungan lipid. diencerkan, setiap sampel diinkubasi selama
Intensitas cahaya juga memiliki peran 20 hari menggunakan shaker dengan
penting dalam akumulasi lipid. Peningkatan kecepatan 300 rpm. Pertumbuhan sel
intensitas cahaya dan pembatasan mikroalga yang telah encerkan diamati
pemberian nutrien pada Neochloris setiap hari dengan menggunakan
oleabundans menyebabkan peningkatan mikroskop (Zeiss Axiovert Erc5s). Dari hasil
37
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
medium Bold Bassal’s Medium (BBM) dapat hingga hari ke-3 dan meningkat pada hari
dilihat pada Gambar 2. ke 4 hingga hari ke-14 dan stabil hingga hari
ke-21 dan menurun hingga hari ke-24. Hal
ini dimungkinkan adanya adaptasi pada S.
Dimorphus terhadap medium baru dan
stabil pada masa stasioner yang disebabkan
karena mempunyai daya tahan yang lebih
lama pada kondisi yang kritis. S.
Quadricauda memiliki nilai serapan tertinggi
pada hari ke- 16 dan mengalami penurunan
Isolat a Isolat b nilai serapan hingga hari ke-24. Masa
statsioner pada S. Quadricauda tidak stabil
Gambar 2. Spesies mikroalga hasil isolasi. seperti S.dimorphus. Berbeda dengan S.
Quadricauda yang tidak bertahan lama pada
Identifikasi terhadap sampel diukur dari fasa stasioner akibat menumpuknya sisa –
kemiripan gambar berdasarkan penelitian sisa metabolisme.
sebelumnya yang terhimpun di
algaebase.org. Dari gambar yang 3.4. Pewarnaan nile red
didapatkan pada isolat a dilihat memiliki Hasil pewarnaan Nile red pada isolat
kemiripan dengan gambar pada database mikroalga dapat dilihat pada gambar 3.4.
menunjukkan bahwa sel tersebut
merupakan morfologi dari species
Scenedesmus dimorphus. Pada isolat b
dibandingkan dengan morfologi pada
database memiliki kemiripan yang
menunjukkan bahwa isolat b adalah species
Scenedesmus quadricauda.
3.3. Kurva pertumbuhan isolat mikroalga
Pengukuran kurva pertumbuhan
menggunakan Sprektofotometer Thermo (a1) (a2)
Scientific Genesys 20 dilakukan selama 25
hari dengan inokulasi yang serupa untuk
masing-masing isolat mikroalga. Kurva
pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar
3.3.
(b1) (b2)
Gambar 4. Perpendaran lipid dari
mikroalga menggunakan
reagen Neil Red menggunakan
Mikroskop Flourosence. a1
menunjukkan perpendaran
dari Schenedesmus
quadricauda (a2). b1
menunjukkan perpendaran
Gambar 3. Kurva pertumbuhan masing-
lipid dari Schenedesmus
masing isolat mikroalga.
dimorphus (b2).
Dari Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa pada
S. Dimorphus mengalami penurunan serapan
39
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
40
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
41
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
e-mail: vinda_darman@yahoo.co.id
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
The treatments cases of tofu by using hazardous chemicals (Formaldehyde) still common among
in the public, it is necessary to tofu handling that is safe for the public. It has been conducted
research on the effects of some treatments on reducing levels of formaldehyde in 2 types of tofu,
that tofu I and tofu II, which is determined by UV-Vis spectrophotometry at a wavelength 412.78
nm and temperature at 40 °C. First, tofu soaked in formaldehyde solution (300 mg / L) for 24
hours, then washed, soaked and boiled. The filtrate was reacted with Nash reagent. Yellow color
formed was measured at λ 412.78 nm. The results showed that there is a decrease of content
formaldehyde in the sample has 18.39% tofu I and 22.63% for the tofu II after washed, 25.91% and
25.51% after soaked, 63.21% and 72.02% after boiled. Furthermore, tofu of the market that
allegedly contain formaldehyde and then washed, soaked and boiled. The results showed that
there is a decrease in content formaldehyde in the sample tofu I and II has 38.40% and 29.49%
after washed, 52.17% and 53.22% after soaked, 87.32% and 85.42% after boiled.
Keywords: Formaldehyde, Nash, Tofu, spectrophotometry
Sampai saat ini, praktek penggunaan disaring dengan kertas saring kemudian
formalin sebagai pengawet bahan makanan filtrat yang telah disaring dilakukan
masih sering dilakukan oleh produsen, pemeriksaan dengan penambahan reagent
seperti terungkap dari hasil survei di Nash.
beberapa daerah [5]. Dengan demikian,
bahan makanan berformalin menjadi Pembuatan reagen Nash
ancaman bagi kesehatan dan keselamatan Sebanyak 2 mL asetil aseton, 3 mL asam
jiwa masyarakat, baik dalam jangka waktu asetat dan 150 g ammonium asetat
pendek maupun panjang [6]. Oleh karena dilarutkan dengan akuadest dan
itu, perlu ada upaya yang harus dilakukan dicukupkan volumenya hingga 1 L.
untuk menjamin bahan makanan yang akan
dikonsumsi masyarakat bebas formalin. Pengaruh Suhu Terhadap Penentuan
Berdasarkan latar belakang dan survey awal Panjang Gelombang dan Nilai Serapan
lapangan, maka perlu dilakukan penelitian Maksimum
tentang pengaruh beberapa perlakuan yaitu Dipipet sebanyak masing – masing 5 mL
pencucian, perendaman dan perebusan larutan formalin 10 mg/L kedalam labu
pada sampel tahu terhadap pengurangan ukur 25 mL. Ditambahkan 5 mL akuadest
kadar formalin. Untuk hasil pengujian dan 5mL pereaksi Nash. Masing – masing
terlebih dahulu dilakukan terhadap sampel campuran dipanaskan dengan penangas air
yang direndam dalam larutan formalin dan pada suhu 40 oC, 60 oC dan pada suhu
setelah itu baru dianalisis dengan beberapa kamar selama 30 menit. Setelah dingin
perlakuan, dan untuk pengujian selanjutnya ditepatkan volumenya menggunakan
dilakukan analisis terhadap beberapa akuadest, dikocok hingga homogen.
perlakuan pada sampel yang dijual Diamati serapannya pada panjang
dipasaran. Analisis ini menggunakan gelombang 380 - 490 nm dengan alat
spektrofotometri sinar tampak [7]. spektrofotometer UV-Vis hingga didapat
niai serapan maksimum untuk setiap suhu.
II. Metodologi Penelitian
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi Pembuatan Kurva Kalibrasi
Bahan yang digunakan pada penelitian ini Masing – masing larutan formalin dengan
yaitu Formalin 37 %, ammonium asetat konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 mg/L.
(NH4C2H3O2) (Merck), asam asetat glacial Dipipet 5 mL kedalam masing – masing
(CH3COOH), asetil aseton labu 25 mL kemudian ditambahkan
(CH3COCHCOCH3), akuadest, sampel tahu. akuadest 5 mL dan 5 mL pereaksi Nash lalu
Peralatan gelas yang digunakan yaitu dipanaskan dalam penangas air pada suhu
erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu optimum selama 30 menit. Setelah dingin
ukur, kaca arloji, spatula, lumpang alu. ditepatkan volumenya menggunakan
Sedangkan peralatan instrumen yang akuadest, dikocok hingga homogen.
digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis.
Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
2.2. Prosedur penelitian Setelah kurva kalibrasi diperoleh, konsen-
Persiapan sampel trasi terkecil yang masih dapat terdeteksi
Sampel berasal dari dua macam tahu yang (LOD) dan terdeteksi secara kuantitatif
proses pembuatannya berbeda. Sampel (LOQ) dihitung secara statistik melaui garis
diberi kode sampel tahu I dan sampel tahu linier dari kurva standar, setelah diperoleh
II. Tahap selanjutnya masing – masing data simpangan baku respon analitik dari
sampel tahu I atau tahu II baik yang blanko dan slope (b) pada persamaan garis
sebelum direndam atau yang sudah y = a + bx.
direndam dalam larutan formalin ditimbang
sebanyak 10 gram dan ditambah akuadest
sebanyak 50 mL. Masing – masing sampel
dihaluskan dengan lumpang kemudian
43
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
44
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
45
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Referensi
46
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
e-mail: uci_ciliang@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Isolation of triterpenoid compounds from the bark of Ashoka (Polyalthia longifolia) was performed.
Ashoka bark powder was extracted by maceration method using solvent hexane, ethyl acetate and
methanol. Hexane extract was separated using column chromatography with hexane as mobile phase
and ethyl acetate in Step Gradient Polarity (SGP) continued recolumn chromatography with isocratic
manner. The result compuond in the form of needles crystals with melting point of 138-139 ° C and
the specific test using Liebermann-Burchard reagent (LB) gives a single red stain with various degrees
polarity of the eluent, indicating that the isolated compounds was pure and including of
triterpenoids. UV spectra data showed no conjugated double bonds and IR spectra data showed the
presence of the -OH functional group at wave number 3429.30 cm-1. The wave number 2934.30 cm-1
indicated the peak -CH stretching, while the C = O at 1709.46 cm-1, and the geminal dimethyl group
which is a specific absorption of triterpenoid compound shown in the area 1382.16 cm-1.toxicity test
with brine shrimps method showed that the hexane crude gives high power toxicity.
Keyword:: Ashoka (Polyalthia longifolia), Triterpenoid, Toksisitas
I. Pendahuluan
Senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan diteliti.Hal ini mendorong para ahli untuk
merupakan hasil dari metabolisme, baik melakukan penelitian tentang isolasi, sintesis,
metabolisme primer maupun metabolisme uji bioaktivitas, dan pemanfaatan lebih
sekunder.Hasil metabolisme sekunder banyak lanjut.[2]. Salah satu tumbuhan yang
memberikan efek fisiologis dan efek digunakan sebagai bahan obat tradisional
farmakologis yang lebih dikenal dengan adalah tanaman shoka atau Polyalthia
senyawa kimia aktif. Keanekaragaman dan longifolia.
kekayaan sumber daya hayati menyediakan
peluang dalam mengkaji kandungan kimia Polyalthia longifoliamerupakan salah satu
berkhasiat unuk diolah menjadi antara lain spesies dari family Annonaceae.Polyalthia
sebagai bahan baku industri, pangan dan longifoliamerupakan tumbuhan evergreen yang
sebagai obat-obatan. Banyak jenis tumbuhan berasal dari India, umumnya ditanam karena
yang sudah dimanfaatkan sejak lama sebagai keefektifannya dalam mengurangi polusi
makanan dan obat-obat tradsional, tapi belum udara.Kenampakan pohon ini berupa
diketahui senyawa yang terkandung di piramida simetris dengan cabang seperti
dalamnya.[1] pendulum dan daun lanset dengan tepi
bergelombang. Pohon ini dapat tumbuh
Penggunaan tumbuhan obat untuk sampai 30 kaki.[3]
menyembuhkan berbagai macam penyakit
telah lama dilakukan manusia.Hal ini Polyalthia longifoliamerupakan tanaman yang
mendorong para ahli untuk mengkaji dianggap penting karena dapat digunakan
kandungan tumbuhan tersebut yang berperan sebagai obat tradisional. Tanman ini juga
sebagai sumber obat.Sampai saat ini masih digunakan sebagai agen antipiretik, efek
banyak potensi tumbuhan obat yang belum
47
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
antimikroba, fungsi sitotoksik, dan efek seluruh metanol menguap hingga kering. Lalu
hipotensi.[4] ditambahkan kloroform dan akuades
perbandingan 1:1 masing-masingnya
Pada penelitian kali ini dilakukan upaya sebanyak 5 mL, kocok dengan baik, kemudian
untuk mengisolasi dan mengidentifikasi pindahkan ke dalam tabung reaksi, biarkan
senyawatriterpenoid dari ekstrak heksana sejenak hingga terbentuk dua lapisan
pada kulit batang Polyalthia longifolia dan kloroform-air. Lapisan kloroform di bagian
menguji aktivitas toksisitas nya. bawah digunakan untuk pemeriksaan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk senyawa triterpenoid dan steroid sedangkan
mengiolasi kandungan metabolit sekunder lapisan air digunakan sebagai uji terhadap
golongan senyawa triterpenoid dari fraksi senyawa flavonoid, fenolik dan saponin.
heksana pada kulit batang Polyalthia longifolia
dan menguji aktifitas toksisitas dari ekstrak 2.2.2 Ekstraksi Kulit Batang Ashoka (Polyalthia
heksana, etil asetat, dan metanol dari kulit longifolia)
batang Ashoka (Polyalthia longifolia). Serbuk halus kulit batang Ashoka (±2
Penelitian ini dapat bermanfaat terhadap Kg)diekstraksi dengan metode
perkembangan ilmu Kimia Organik Bahan maserasimenggunakan pelarut heksana, etil
Alam dalam mengetahui senyawa metabolit asetat dan metanol.Maserasi pertama kali
sekunder yang terkandung pada kulit batang dilakukan dengan pelarut heksana selama 3-4
Ashoka (Polyalthia longifolia). hari (sambil dikocok sekali-kali).k Kemudian
disaring.Maserasi dilakukan berulang kali
II. Metodologi Penelitian hingga maserat tidak lagi memberikan warna
pekat atau terjadi perubahan warna yang
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi signifikan dari maserasi pertama.Hasil dari
Bahan-bahan yang digunakan dalam maserasi kemudian digabungkan dan
penelitian ini adalah sampel kulit batang diuapkan pelarutnya dengan menggunakan
ashoka, pelarut teknis yang telah didistilasi rotary evaporator dengan suhu 400C hingga
yaitu heksana, etil asetatdan metanol. Fasa didapatkan ekstrak pekat heksana. Ampas
diam yang digunakan pada kromatografi yang didapat dari maserasi dengan heksana,
kolom yaitu silika gel 60 F254. Plat kemudian dimaserasi lagi menggunakan etil
kromatografi lapis tipis (KLT) DC-Alufolien asetat selama 3–4 hari dengan metode yang
Kieselgel 60 F254 Merck (20x20 cm), kertas sama. Hasil dari maserasi kemudian
saring dan aluminium foil.Bahanyang digabungkan dan diuapkan pelarutnya
digunakan untuk uji fitokimia yaitu pereaksi dengan menggunakan rotary evaporator
Mayer untuk identifikasi alkaloid, pereaksi dengan suhu 40oC hingga didapatkan ekstrak
Lieberman Burchad (asam asetat anhidrat dan pekat etil asetat.Ampas dari maserasi dengan
asam sulfat pekat) untuk identifikasi etil asetat dimaserasi dengan metanol dengan
triterpenoid dan steroid, sianidin test (bubuk perlakuan yang sama seperti maserasi
magnesium dan asam klorida pekat) untuk heksana dan etil asetat.
identifikasi flavonoid, besi (III) kloridauntuk
identifikasi fenolik, ammonia (NH4OH), 2.2.3 Kromatografi Kolom
natrium hidroksida (NaOH) untuk identifikasi Sebelum melakukan kromatografi kolom,
kumarin dan akuades(H2O). Bahan yang ekstrak kental heksana tersebut terlebih
digunakan untuk uji toksisitas yaitu Artemia dahulu di KLT dengan beberapa variasi eluen
salina, DMSO, dan air laut. agar dapat menentukan pelarut yang cocok
untuk proses pemisahan dengan kromatografi
2.2. Prosedur penelitian kolom ini. Dengan KLT ini nantinya juga
2.2.1 Uji Profil Fitokimia dapat ditentukan apakah pemisahan
Serbuk halus kulit batang Ashoka sebanyak 2 menggunakan SGP atau isokratik.
gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian dimaserasi dengan metanol yang Pemisahan-pemisahan senyawa dari ekstrak
telah dipanaskan (di atas penangas air) selama kental fraksi heksana ini dipisahkan dengan
15 menit. Kemudian disaring dalam keadaan metoda kromatografi kolom dengan
panas ke tabung reaksi lain dan biarkan menggunakan fasa diam silika gel dan fasa
48
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
gerak heksana, etil asetat dan methanol. lampu UV λ 254 nm dan λ 365 nm, uap iodin,
Dalam pembuatan kolom, ± 100 gram silika dan pereaksi Lieberman-Burchad. Untuk
gel dibuat menjadi seperti bubur dengan senyawa murni akan memberikan bercak
menggunakan pelarut heksana dan kemudian noda tunggal meskipun digunakan eluen
dimasukkan secara perlahan-lahan kedalam dengan kepolaran yang berbeda.
kolom yang sebelumnya pada dasar kolom
telah diberi kapas yang berfungsi sebagai Indentifikasi golongan senyawa dilakukan
penyaring atau penahan silika. Ketika sebagai uji lanjutan untuk mengetahui
memasukkan bubur silika kedalam kolom, golongan senyawa yang diisolasi. Uji
sepertiga kolom harus terisi dengan pelarut golongan senyawa dilakukan dengan
heksana dengan kondisi kran terbuka. Hal ini kromatografi lapis tipis (KLT) dengan
bertujuan untuk menghilangkan menggunakan lampu UV 254 dan 365 nm
kemungkinan adanya gelembung udara pada sebagai pengungkap noda, uap iodin, pereaksi
kolom yang nantinya dapat mengganggu Lieberman-Burchad, Amonia dan Natrium
proses pemisahan. Setelah dimasukkan bubur Hidroksida
silika tadi, kemudian dimasukkan sampel
yang akan dikolom yang terlebih dahulu 2.2.4.2 Pengukuran Titik Leleh
dipreabsorbsi dengan mencampurkan ekstrak Senyawa hasil isolasi dimasukkan ke dalam
kental heksana dengan silika dengan pipa kapiler kemudian diamati saat senyawa
perbandingan 1 : 1 sampai homogeny dan mulai meleleh sampai meleleh seluruhnya
berbentuk bubuk. menggunakan melting point apparatus.
Senyawa hasil isolasi dianggap murni jika
Selanjutnya kolom dielusi dengan sistem SGP jarak titik lelehnya ≤ 20C.
yang dimulai dari pelarut non polar yaitu
heksana 100 %,etil asetat 100% dan methanol 2.2.4.3Spektroskopi Ultraviolet-Visible (UV-
100%. Hasil elusi dari kolom ditampung Vis) dan Infra Merah (IR)
dengan vial dan kemudian di KLT untuk Senyawa hasil isolasi dikarakterisasi dengan
mengetahui pola nodanya. Pola noda dan Rf Spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR dimana
yang sederhana kemudian digabungkan masing-masing spektrum yang didapatkan
sehingga didapatkan beberapa fraksi yang dianalisis sehingga didapatkan informasi
lebih sederhana. tentang golongan dan struktur senyawa
tersebut.
Fraksi dengan pola noda yang lebih sederhana
kembali direkromatografi kolom dan hasilnya 2.2.5Uji Toksisitas dengan Metoda Brine
di KLT kembali. Proses ini dilakukan hingga Shrimps Lethality Bioassay
didapatkan noda tunggal pada plat KLT yang Pada percobaan ini, hewan yang digunakan
terlihat dibawah lampu UV, dengan adalah larva udang Artemia salina Leach. Larva
menggunakan uap iodin, dan pereaksi ini diperoleh dengan cara menetaskan telur
Liebermann-Burchard. Senyawa yang telah udang selama 48 jam dalam wadah
murni dilanjutkan dengan menguji pembiakan. Wadah pembiakan terdiri atas
kemurniannya dengan KLT dan titik leleh, dua bagian yaitu bagian terang dan bagian
dan dilanjutkan dengan karakterisasi dengan gelap. Wadah pembiakan ini kemudian diisi
spektroskopi ultraviolet (UV-Vis) dan dengan air laut, dan telur udang yang akan
inframerah serta melakukan uji bioaktifitas ditetaskan ditempatkan pada bagian gelap.
berupa uji toksisitas. Setelah menetas larva akan berenang menuju
bagian terang.
2.2.4Uji kemurnian dan Karakterisasi Senyawa
Uji toksisitas ini dilakukan terhadap ekstrak n-
2.2.4.1Uji Kromatografi Lapisan Tipis heksana, etil asetat dan metanol.Persiapan
Senyawa hasil isolasi dilarutkan dengan sampel dilakukan dengan menimbang
pelarut yang sesuai dan ditotolkan pada plat masing-masing ekstrak pekat sebanyak 0,1 g,
KLT dan dielusi dengan beberapa kemudian dilarutkan dengan 100 mL metanol,
perbandingan eluen. Hasil elusi dilihat sehingga didapatkan konsentrasi sampel 1000
dengan menggunakan pengungkap noda mg/L yang dianggap sebagai larutan induk.
49
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
No Eluen Rf
1 Heksan : etil asetat (9:1) 0,28
2 Heksan : etil asetat (8:2) 0,44 Gambar1. Spektrum UV senyawa hasil isolasi
3 Heksan : etil asetat (6:4) 0,98 dengan pelarut metanol
51
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
IV. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil
isolasi dari fraksi heksana kulit batang ashoka
adalah golongan triterpenoid yang berupa
padatan berwarna putih.Hasil uji toksisitas
menunjukkan ekstrak heksana berpotensi
sebagai anti toksisitas yang paling baik
dengan nilai LC50 489, 78 mg/L.
e-mail : jeanybuchermi29@gmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 2516
Abstract
The non-aqueous titration study using three types of samples. This study aims to determine the
nifedipine levels contained in drugs of different products samples. LOD values were obtained
sequentially in nifedin, nifedipine and farmalat is 0.0514; 0.0436 and 0.0532. LOQ value in
nifedin, nifedipine and farmalat is 0.1712; 0.1455 and 0.1772. Values of the correlation
coefficients obtained in a strong linearity test with one-way relationship. Vallue %recovery
obtained at nifedin, nifedipine and farmalat is 100.06%; 98.75% to 100.9%. Levels obtained dried
samples ranged from 1.53% to 2.74%, with the highest contenst in nifedin and lower in the
nifedipine (OGBdexa).
53
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
presisi, linearitas, batas deteksi LoD dan Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g; 0,3 g; 0,5
kuantisasi LoQ serta recovery dari nifedipine. g; 0,7 g; 0,9 g dilarutkan dalam 50 mL asam
Penelitian ini bermanfaat sebagai asetat glasial, dititrasi dengan asam
pengembangan metode yang akan sangat perklorat 0,1 N, dicari hubungan antara
berguna untuk industri farmasi dan berat nifedipine Vs asam perklorat. Setelah
organisasi penelitian. itu ditentukan koefisien korelasi, slope,
intercept dan persamaan regresi.
II. METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Uji Recovery
Waktu dan Tempat Penelitian Sampel nifedipine ditimbang masing-masing
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan sebanyak 0,1 g; 0,3 g; 0,5 g; 0,7 g; 0,9 g
Maret sampai Agustus 2014 di (dengan tiga kali pengulangan masing-
Laboratorium Analisis Terapan Jurusan masing penimbangan) dilarutkan dalam 50
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu mL asam asetat glasial. Dititrasi dengan
Pengetahuan Alam Universitas Andalas. asam perklorat 0,1 N, lalu dihitung persen
recovery.
Alat dan Bahan
Alat Penentuan Kuantitatif Nifedipine
Alat yang digunakan adalah labu ukur, Analisis dengan Titrasi Bebas Air
gelas ukur, erlenmeyer, buret, kaca arloji, Sampel uji nifedipine ditimbang 0,1 g
spatula besi, neraca analitik, aluminium sebanyak 5 kali ulangan dan dilarutkan
foil, sarung tangan, masker, cawan petri. dalam 50 mL asam asetat glasial, dititrasi
Bahan dengan asam perklorat 0,1 N. Dihitung
Bahan yang digunakan adalah nifedin nilai S dan %RSD. Ditentukan kadar
(sanbe), nifedipine (OGB dexa), farmalat nifedipine dalam obat.
(fahrenheit), Asam perklorat (Merck), Asam
asetat glasial (Merck), kalium hidrogen
flatat (Merck), kristal violet. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
54
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
55
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Nifedipine (OGBdexa)
Berdasarkan pada percobaan yang telah
dilakukan, setiap variasi berat sampel
nifedipine dilakukan tiga kali pengulangan.
Berdasarkan pada pengulangan dicari nilai
rata-rata dari berat nifedipine dan rata-rata
56
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Tabel 4.3 %Recovery nifedipine pada obat Tabel 4.5 Berat nifedipine pada obat
farmalat nifedipine serta nilai standar
No. Berat Volume Recovery deviasi dan %RSD.
Farmalat HClO4 (%) Berat OGB Volume HClO4 Nifedipine
(gram) (mL) (gram) 0,1 N (%)
1. 0,1008 0,08 87,05 (mL)
0,1001 0,10 109,53 0,1006 0,04 1,41
0,1012 0,10 108,22 0,1029 0,06 2,06
2. 0,3007 0,32 106,03 0,1013 0,04 1,40
0,3013 0,32 105,82 0,1009 0,04 1,42
0,3110 0,32 102,37 0,1025 0,04 1,40
3. 0,5021 0,52 101,33 s = 0,2954
0,5001 0,50 97,83 %RSD= 19,31%
0,5015 0,52 101,46
4. 0,7004 0,70 97,05 Didapatkan kadar rata-rata nifedipine pada
0,7010 0,70 96,97 obat nifedipine (OGBdexa) adalah 1,53%.
0,7001 0,70 97,10
5. 0,9012 0,94 100,86 Farmalat
0,9008 0,94 100,90 Dari hasil analisis farmalat diperoleh berat
0,9002 0,94 100,98 nifedipine sebagai berikut:
Tabel 4.6 Berat nifedipine pada obat
Rata-rata 100,9
farmalat serta nilai standar
deviasi dan %RSD.
Penentuan Kuantitatif
Nifedin Berat Volum HClO4 Nifedipine
Dari hasil analisis nifedin diperoleh berat farmalat 0,1 N (%)
nifedipine sebagai berikut : (gram) (mL)
Tabel 4.4 Berat nifedipine pada obat nifedin 0,1022 0,06 2,1
serta nilai standar deviasi dan 0,1024 0,08 2,80
%RSD 0,1028 0,08 2,78
Berat nifedin Volume HClO4 Nifedipine 0,1004 0,08 2,85
(gram) 0,1 N (%) 0,1081 0,08 2,65
(mL) s = 0,3042
0,1013 0,08 2,82 %RSD = 11,5%
0,1020 0,08 2,80
0,1045 0,08 2,74 Didapatkan rata-rata kadar nifedipine dalam
0,1009 0,1 2,55 obat farmalat adalah 2,64%.
0,1028 0,08 2,78
s = 0,1090
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
%RSD =
3,98%
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah
Didapatkan nilai rata-rata kadar nifedipine
dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
pada obat nifedin adalah 2,74%.
pengujian tingkat presisi, linieritas dan
%recovery berturut-turut memiliki tingkat
Nifedipine (OGB dexa)
ketelitian yang tinggi, hubungan
Dari hasil analisis obat nifedipine diperoleh
linier/searah dan mendekati perolehan
berat nifedipine sebagai berikut:
100%. Dari hasil analisis terhadap sampel
obat-obatan yang beredar di pasaran
diperoleh rata-rata kadar nifedipine dalam
beberapa sampel adalah 2,30%, hal ini
menunjukkan kedekatan dengan kadar
pada kemasan.
57
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
V. Ucapan Terima Kasih 12. Ding L., Li L., Ma P., 2007, Journal of
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pharmaceutical and biomedical analysi, 43
kepada analis-analis Laboratorium Jurusan (2), 575-579.
Kimia yang turut membantu selama 13. Dipiro J. T., 2005, Pharmacotherapy: A
penelitian. Pathophysiologic Approach, 6, The
McGraw-Hill Company, USA.
REFERENSI 14. Soedigdo S., Soedigdo P., 1997,
1. Smelt zer, S. C., Bare B. G, buku Pengantar Cara Statistika Kimia, ITB:
terjemahan, 2002, Buku Ajar Bandung.
Keperawatan Medikal Bedah Brunner 15. Miller J. C., 1991, Statisktika Untuk
dan Suddarth, 8(1), diterjemahkan oleh Kimia, 2, ITB: Bandung.
Agung Waluyo (dkk), EGC. 16. Underwood A. L., Day R. A., 2002,
2. Chang C. A., Ochaya V. .O, Inorg Chem, Analisis Kimia Kuantitatif, 6, Erlangga:
25, 1986, 355-358. Jakarta, Hal 214.
3. Hendayana S, dkk, 1994, Kimia 17. Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan
Analitik Instrumen, Semarang: IKIP Validasi Metode dan Cara
Press. Perhitungannya, Majalah ilmu
4. Tjay T. H., Raharjo K, 2002, Obat-obat kefarmasian, Desember, 3(1).
penting, Jakarta: PT elok media 18. Ganjar G., Rohman, 2009, Kimia
komputindo, 503,527. Farmasi analisis, Yogyakarta: Pustaka
5. Mycek M. J., Harvey, R. A., Champe C. pelajar.
C., 2001, Farmakologi Ulasan 19. Khopkar M. S., 2010, Konsep Dasar
Bergambar, 2, diterjemahkan oleh Kimia Analitik, Jakarta: UI Press.
Azwar Agoese, Jakarta: Widya Medika, 20. Underwood L., 1980, Analisa Kimia
189-190. Kuantitatif, 4, Jakarta: Erlangga.
6. Setiawati A., Bustami Z. S., 1995, 21. Sumardi, b, Tinjauan Umum Validasi
Antihipertensi dalam Farmakologi dan Metode Analisis, Pusat Kimia Lembaga
Terapi, 4, Jakarta: UI Press, 329. Ilmu Pengetahuan Indonesia.
7. Ikhsan J., 2006, Penentuan Reaksi 22. [AOACS] Asosociation of Official
Protonasi dan Deprotonasi Molekul Analytical Chemist, 2005, Official
Organik serta Konstanta Methods of Analysist of AOAC
Kesetimbangan Reaksinya dengan International, 18, AOAC international:
Titrasi Potensiometri, J. Peran Kimia, Maryland.
Pendidikan Kimia dan Industri Kimia
dalam Pembangunan yang Berwawasan
Lingkungan.
8. Underwood A. L., Day R. A., 1986,
Analisa Kimia Kuantitatif, 5, Jakarta:
Erlangga.
9. Cairns D., 2004, Intisari Kimia Farmasi,
2, Penerbit: Buku Kedokteran EGC, 138-
139.
10. Watson G. D., 2005, Pharmaceutical
Analysis. A Textbook for Pharmacy
Students and Pharmaceutical
Chemists, 2, Edinburgh London New
York Philadelphia ST Louis Sydney
Toronto.
11. Rajan V. R., Rohit H. T., 2011, A
validated non-aqueous potentiometric
titration method for the quantitative
determination of Azelnidipine from
pharmaceutical preparation, J. Chem.
Pharm.Res., 3(3): 1-5.20122.
58
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
e-mail: admi_unand@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
A Synthetic process has been carried out for preparation of cobalt (II) grafted on modified silica and applied in
transesterification reaction. First step was a modification of silika support with anyline and bor trifluoride in
toluene at room temperature. An acetonitrile solution of cobalt chloride then was added with the modified silika
and refluxed at 70 oC for 2 hours. Product obtained was characterized with Fourier Transform Infra Red (FT-IR). In
general it can be concluded that the grafted product showed the formation of anylinium species wich then
consumed during grafting process due to its reaction with cobalt cation (FTIR analysis).
Keyword: grafting, modified silika, metal loading, metal leaching, and biodiesel
2.1. Bahan Kimia, Peralatan dan Instrumentasi 2.2.2. Sintesis Co (II) yang diamobilisasi pada
Peralatan yang digunakan diantaranya adalah Silika Modifikasi
beberapa peralatan gelas, magnetic stirrer, Kobalt (II) klorida heksa hidrat dipanaskan
kondensor, neraca analitis, oven, corong pada suhu 170 oC sampai semua hidratnya
Buchner, desikator, dan corong pisah dan
59
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
hilang kemudian dicampurkan dengan silika Si-O. Adanya vibrasi dari B-O-Si
modifikasi dengan perbandingan mol >Si-OH membuktikan bahwa permukaan silika telah
: CoCl2 adalah 1: 1,2. Silika modifikasi 2,42 g, membentuk [Si-O-BF3]- yang dapat bereaksi
CoCl2 0,259 g dan 10 mL asetonitril dengan kompleks Co(II)-asetonitril yang akan
dicampurkan secara bersamaan dalam labu di grafting. Munculnya puncak CN stretching
alas bulat dan direfluks sambil distirrer dari anilin pada angka gelombang 1493 cm-1
dengan kecepatan 300 rpm selama 2 jam pada juga membuktikan keberhasilan dari
temperatur 60 oC. Suspensi yang terbentuk modifikasi silica. 5
dicuci dengan asetonitril dan dikeringkan.
Filtrate yang dihasilkan diuji dengan AAS
untuk menentukan persen metal loading.
Keberhasilan proses Amobilisasi dilihat dari
karakterisasi FT-IR.
60
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
61
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
*email : safni@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Degradation of Toluidine Blue with the addition of ZnO/Zeolit had been carried out by
Sonolysis, Photolysis and Ozonolysis. The degraded solution measured using
Spectrophotometer UV-Vis and HPLC at a wavelength of 612 nm. It was found that for, 100
minutes sonolysis of 12 mg/L Toluidine Blue using ultrasonic radiation with frequency of 50
kHz, at temperature 30°C and with the addition of 4.0 mg ZnO/Zeolit the compound was
decomposed to 91.2%. In other case, photolysis method using UV light irradiation (λ=365 nm) it
was result 96.4% degradation in the same duration process. Ozonolysis method in the
degradation of Toluidine blue was faster than the one with photolysis and sonolysis. In HPLC
analysis showed that the peak of the chromatogram of Toluidine blue decrease clearly.
62
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
63
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Hasil sonolisis, fotolisis dan ozonolisis persentase degradasi sebesar 11,82%. Suhu
disentrifus selama 10 menit untuk 30°C merupakan suhu yang paling optimal
memisahkan ZnO/Zeolit dari larutan. untuk membentuk kavitasi dan juga
Adanya perbedaan serapan awal dengan merupakan kondisi yang bagus untuk proses
serapan setelah sonolisis, fotolisis maupun degradasi Toluidine blue sebelum
ozonolisis yang dideteksi dengan ditambahkan katalis. Secara umum dengan
spektrofotometer UV/Vis menunjukkan kenaikan suhu, kecepatan reaksi juga
adanya senyawa Toluidine blue yang telah meningkat. Suhu yang cukup tinggi akan
terdegradasi. Larutan sisa degradasi membentuk banyak kavitasi yang dapat
Toluidine blue pada kondisi pendegradasian memecah molekul air menjadi radikal
optimum dianalisis dengan HPLC. hidrogen dan radikal hidroksil.9
H2O H● + ●OH
H● + O2 HO2● ●OH + ½ O2
2●OH H2O2
Gambar 2. Spektrum serapan Toluidine blue pada 2HO2 H2O2 + O2
variasi konsentrasi (a) = 8 mg/L, (b) =
10 mg/L, (c) = 12 mg/L, (d) = 14 Pengaruh Waktu Degradasi Toluidine Blue
mg/L, dan (e) = 16 mg/L. secara Sonolisis, Fotolisis, dan Ozonolisis
tanpa Penambahan Katalis
Pengaruh Suhu Pada Proses Sonolisis Degradasi Toluidine blue dengan konsentrasi
Pengaruh suhu terhadap persentase 12 mg/L sebanyak 20 mL secara sonolisis
degradasi Toluidine blue 12 mg/L sebanyak dilakukan pada suhu 30°C dan secara
20 mL dilakukan pada suhu 20°C, 25°C, 30°C, fotolisis selama 100 menit dengan interval
35°C, dan 40°C selama waktu iradiasi 40 waktu 20 menit, dan secara ozonolisis selama
menit. Dari Gambar 3 terlihat bahwa suhu 60 menit dengan interval waktu 10 menit
optimum degradasi Toluidine blue adalah tanpa penambahan katalis. Gambar 4
30°C, dimana setelah 40 menit sonolisis menunjukkan peningkatan persentase
64
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
65
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Gambar 6. Kurva pengaruh waktu terhadap Gambar 7. Kurva pengaruh waktu terhadap
persentase degradasi Toluidine blue 12 persentase degradasi Toluidine blue 12
mg/L secara sonolisis pada suhu mg/L secara sonolisis, fotolisis, dan
30°C, secara fotolisis, dan ozonolisis ozonolisis dengan penambahan
dengan penambahan katalis katalis Zeolit
ZnO/Zeolit
Tujuan penambahan katalis Zeolit ini yaitu
Sonolisis Toluidine blue 12 mg/L pada suhu untuk membandingkan pengaruh
30C selama 100 menit dengan penambahan ZnO/Zeolit dengan Zeolit dalam membantu
4,0 mg ZnO/Zeolit diperoleh persentase proses degradasi senyawa Toluidine blue.
degradasi 91,15%. Secara fotolisis diperoleh Pada penambahan Zeolit persentase
persentase degradasi sebesar 96,38% dengan degradasi yang didapatkan lebih besar
waktu yang sama. Sedangkan secara dibandingkan ZnO karena zeolit merupakan
ozonolisis persentase degradasi mencapai katalis termal dan bersifat sebagai absorben.
96,78% selama 60 menit dengan penambahan Pada proses degradasi Toluidine blue ini zeolit
katalis ZnO/Zeolit. Perbedaan persentase menyerap molekul-molekul zat warna dan
degradasi antara tanpa penambahan katalis kemungkinan tidak terjadi proses degradasi
dan dengan penambahan ZnO/Zeolit karena hanya warna molekul dari Toluidine
memperlihatkan keefektifan ZnO/Zeolit blue yang terserap.
sebagai katalis yang berfungsi untuk
mempercepat proses degradasi Toluidine blue. Pengaruh waktu terhadap Degradasi
Toluidine Blue secara Sonolisis, Fotolisis,
Pengaruh waktu terhadap Degradasi dan Ozonolisis dengan penambahan ZnO
Toluidine Blue secara Sonolisis, Fotolisis, Degradasi Toluidine blue 12 mg/L secara
dan Ozonolisis dengan penambahan Zeolit sonolisis dilakukan pada suhu 30°C dan
Degradasi Toluidine blue 12 mg/L secara secara fotolisis selama 100 menit dengan
sonolisis dilakukan pada suhu 30°C dan interval waktu 20 menit, dan secara
secara fotolisis selama 100 menit dengan ozonolisis selama 60 menit dengan interval
interval waktu 20 menit, dan secara waktu 10 menit dengan penambahan 4,0 mg
ozonolisis selama 60 menit dengan interval ZnO. Pengaruh waktu degradasi dengan
waktu 10 menit dengan penambahan 4,0 mg penambahan ZnO dapat dilihat pada
Zeolit. Pengaruh waktu degradasi dengan Gambar 8.
penambahan Zeolit dapat dilihat pada
Gambar 7. Pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa
terjadi kenaikan persentase degradasi dengan
Pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa bertambahnya waktu dengan adanya katalis
terjadi kenaikan persentase degradasi dengan ZnO. Secara sonolisis pada suhu 30°C
bertambahnya waktu dengan adanya katalis diperoleh persentase degradasi sebesar
Zeolit. Secara sonolisis pada suhu 30°C 40,44% selama 100 menit. Secara fotolisis
diperoleh persentase degradasi sebesar dengan waktu yang sama diperoleh
81,69% selama 100 menit. Secara fotolisis persentase degradasi sebesar 85,91%.
dengan waktu yang sama diperoleh Sedangkan secara ozonolisis persentase
persentase degradasi sebesar 89,74%. degradasi mencapai 80,68% selama 60 menit.
Sedangkan secara ozonolisis persentase
degradasi mencapai 86,72% selama 60 menit.
66
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
67
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
dan terbentuk puncak baru yang lebih Pada kromatogram setelah didegradasi
banyak dibandingkan dengan setelah di secara ozonolisis terlihat bahwa terjadi
degradasi secara sonolisis yang terlihat pada penurunan puncak senyawa Toluidine blue
gambar (c). Begitu juga dengan dan muncul puncak-puncak baru dengan
menggunakan metode ozonolisis selama 60 konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
menit dengan menggunakan katalis dengan setelah didegradasi secara fotolisis
ZnO/Zeolit sebanyak 4,0 mg. yang terlihat pada gambar (d). Hal ini sesuai
dengan persentase degradasi yang
didapatkan, dimana setelah ozonolisis
(a) didapatkan persentase degradasi yang lebih
besar dibandingkan setelah fotolisis dan
sonolisis.
IV. Kesimpulan
Referensi
1 Laksmi, W L. K., Setiawan, I. G.,
Maliawan, S., Menekan Angka
Gambar 10. Kromatogram HPLC Toluidine blue 12 Mortalitas Kanker Rongga Mulut
mg/L (a) sebelum degradasi, (b) Melalui Skrining, Bagian/SMF Ilmu Bedah
setelah sonolisis pada suhu 30°C, (c) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
setelah fotolisis selama 100 menit, dan Denpasar.
(d) setelah ozonolisis selama 60 menit
2 Saili. T., Prasetyaningtyas, W. E.,
dengan penambahan 4,0 mg
ZnO/Zeolit. Kolom C18 (250 × 4,6 Setiadi, M. A., Agungpriyono, S.,
mm), asetonitril : air (40:60), laju alir Boediono, A., 2006, Status DNA
1,0 mL/menit dan volume injeksi 20 Spermatozoa Domba Setelah Proses
µL Pengeringbekuan, JITV, Vol. 11, No. 3,
215-221.
68
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
3 Arief. S., Safni, Roza, P. P., 2007, 13 Ameta, G., Vaishnav, P., Malkani, R. K.,
Degradasi Senyawa Rhodamin B Secara Ameta, S. C., 2009, Sonolytic,
Sonolisis Dengan Penambahan TiO2 Photocatalytic and Sonophotocatalytic
Hasil Sintesa Melalui Proses Sol-Gel, J. Degradation of Toluidine Blue, J. Ind.
Ris. Kim, Vol. 1, No. 1, 64-70. Council Che, Vol. 26, No. 2, 100-105.
4 Safni, Puteri, T. N. H., dan Suryani, H., 14 Zilfa, Yusuf, Y., Safni, Rahmi, W., 2013,
2008, Degradasi Zat Warna Rhodamin-B Pemanfaatan TiO2/Zeolit Alam Sebagai
Secara Sonolisis dan Fotolisis dengan Pendegradasi Pestisida (Permetrin)
Penambahan TiO2-Anatase, Jurnal Sains. secara Ozonolisis, Prosiding Semirata
Tek. Far, Vol. 13, No. 1, 38-42. FMIPA Universitas Lampung, 477-482.
5 Safni, Maizatisna, Zulfarman, dan Sakai, 15 Peller, J., Wiest, O., Kamat, P. V., 2001,
T., 2007, Degradasi Zat Warna Naphtol Sonolysis of 2,4-Dichlorophenoxyacetic
Blue Black Secara Sonolisis dan Fotolisis Acid in Aqueous Solution. Evidence for
dengan Penambahan TiO2-Anatase, J. ·OH- Radical-Mediated Degradation, J.
Ris. Kim, Vol. 1, No. 1, 43-49. Phys. Chem. A., 105: 3176-3181.
6 Safni, Sari, F., Maizatisna, Zulfarman,
2009, Degradasi Zat Warna Methanil
Yellow Secara Sonolisis dan Fotolisis
dengan Penambahan TiO2 Anatase,
Journal Sains Materi Indonesia, Vol. 11,
No. 1, 47-51.
7 Safni, Loekman, U., Febrianti, F.,
Maizatisna, Sakai, T., 2008, Degradasi
Zat Warna Sudan I Secara Sonolisis dan
Fotolisis dengan Penambahan TiO2-
Anatase, J.Ris Kimia, Vol. 2, No. 1, 163-
169.
8 Wijaya, K., Sugiharto, E., Tahir, I. F. I.,
Rudatiningsih, 2006, Fotodegradasi
Zar Warna Alizarin S Menggunakan
TiO2-Zeolit dan Sinar UV, Indo. J. Chem,
Vol. 6, No. 1, 32-37.
9 Safni, Zuki, Z., Haryati, C., Maizatisna,
Sakai, S., 2008, Degradasi Senyawa
Alizarin-S Secara Sonolisis dan Fotolisis
dengan Penambahan TiO2-Anatase, J.
Pilar Sains, 1, 31-36.
10 Safni, Amelia, F., Liansari, O., Suyani,
H., Yusuf, Y., 2009, Degradation of
Rhodamin-B and Alizarin-S dyes by
sonolysis and fotolysis methods with
ZnO-H2O2 as catalyst, J. Ris. Kim, Vol. 1,
No. 3, 76-82.
11 Safni, Wulandari, D. F., Zulfarman,
Maizatisna, Sakai, T., 2008, Degradasi
Indigo Carmine Secara Sonolisis dan
Fotolisis Dengan Penambahan TiO2-
Anatase, J. Sains MIPA, Vol. 14, No. 3,
143-149.
12 Zilfa, Suryani, H., Safni, Jamarun, N.,
2008, Penggunaan Zeolit Sebagai
Pendegradasi Senyawa Permetrin
dengan Metode Fotolisis, Jurnal Natur
Indonesia, Vol. 14, No. 1, 14-18.
69