Anda di halaman 1dari 44

ISSN No.

2303-3401

Volume 10 Nomor 3
Agustus, 2021

Media untuk mempublikasikan


hasil-hasil penelitian seluruh
dosen dan mahasiswa Kimia
FMIPA Unand

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Andalas
Tim Editorial Jurnal Kimia Unand
Emil Salim, M.Sc, M.Si
Dr. Syukri
Prof. Dr. Adlis Santoni
Prof. Dr. Rahmiana Zein
Prof. Dr. Syukri Arief
Dr. Mai Efdi

Alamat Sekretariat
Jurusan Kimia FMIPA Unand
Kampus Unand Limau Manis, Padang – 25163
PO. Box 143, Telp./Fax. : (0751) 71 681
Website Jurnal Kimia Unand: www.jurnalsain-unand.com
Corresponding E-mail: salim_emil17@yahoo.com
syukri@fmipa.unand.ac.id
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL ARTIKEL Halaman

1. DEGRADASI ZAT WARNA METHYL ORANGE MENGGUNAKAN 1-6


TiO2 /ZEOLIT KLINOPTILOLIT-Ca SECARA FOTOLISIS
Niken Suherli, Zilfa, Rahmiana Zein

2. PEMURNIAN KATEKIN DARI GAMBIR 7-10


Norman Ferdinal , Bustanul Arifin, Aldho Pramana Putra

3 KINERJA KARBON AKTIF SABUT KELAPA SEBAGAI 11-19


ELEKTRODA KAPASITOR LAPIS RANGKAP LISTRIK
Hermansyah Aziz, Olly Norita Tetra, Natasha Dwi Putri

4 STUDI KOMPUTASI INHIBISI KOROSI BESI OLEH MOLEKUL 20-34


MORIN DAN TURUNANNY A
Imelda, Emriadi, Iqbal Desriman

5 PEMANFAATAN KARBON AKTIF CANGKANG SAWIT 35-41


(Elaeis guineensis) SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM
Fe(III) DAN Cu(II)
Yulizar Yusuf, Deswati , Dimas Adi Putra

i
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

DEGRADASI ZAT WARNA METHYL ORANGE MENGGUNAKAN


TiO2/ZEOLIT KLINOPTILOLIT-Ca SECARA FOTOLISIS
Niken Suherli1,*, Zilfa 1 , Rahmiana Zein1
1 Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

Kampus Limau Manis, Padang, 25163, Indonesia


* Email: suherliniken@gmail.com

Abstrak: Penelitian tentang degradasi zat warna Methyl Orange men ggunakan TiO2 /zeolite klinoptilolit-Ca
secara fotolisis telah dilakukan. Pada penelitian ini digunakan zat warna Methyl Orange 6 mg/L. Zat warna
tersebut didegradasi secara fotolisis dan ditentukan pengaruh variasi waktu dan massa katalis TiO 2 /zeolit.
Persentase degradasi Methyl Orange 6 mg/L terbesar didapat dengan menggunakan 1 g TiO2 /zeolit dan waktu
penyinaran 90 menit dengan persentase degradasi 62,10%. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa
TiO2 /zeolit mampu mendegradasi zat warna dengan baik.

Kata kunci: TiO2 /zeolit, Methyl Orange, Degradasi, Fotolisis

1. Pendahuluan proses ini terjadi penguraian senyawa menjadi


senyawa sederhana yang tidak berbahaya seperti
Permintaan tekstil yang meningkat dalam CO2 dan H2 O dengan bantuan cahaya untuk
masyarakat menyebabkan banyak muncul sektor mengaktifkan kerja katalis 5 .
industri tekstil baru yang umumnya menggunakan Pada penelitian ini digunakan katalis TiO2 .
zat warna dalam salah satu proses produksi. TiO2 atau Titanium Dioksida adalah fotokatalis yang
Sebagian besar warna dalam limbah dari industri efektif dan sudah cukup banyak digunakan pada
tekstil melibatkan senyawa aromatik yang secara beberapa penelitian sebelumnya karena
kimiawi stabil dan dapat berbahaya bagi kesehatan kemampuannya untuk mengoksidasi yang kuat,
manusia dan juga lingkungan 1 . stabilitas kimiawi, biaya rendah dan toksisitas yang
Molekul zat warna merupakan gabungan lebih sedikit dengan band gap sekitar 3,2 eV6 .
dari zat organik tidak jenuh den gan kromofor Fotokatalisis menggunakan TiO2 saja akan kurang
sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai maksimal karena TiO2 memiliki luas permukaan
pengikat warna dengan serat, salah satu contoh zat yang relatif rendah sehingga diperlukan support
warna dan yang akan digunakan pada penelitian ini katalis yang dapat meningkatkan hasil degradasi
adalah Methyl Orange. Methyl orange merupakan dari TiO2 7 . Dalam meningkatkan hasil degradasi
senyawa berwarna penting yang digunakan dalam dapat digunakan support katalis untuk TiO2 yaitu
industri pewarnaan dan tekstil 2 . Methyl Orange zeolit yang akan membentuk TiO2 /zeolit.
dapat memberikan beberapa efek berbahaya seperti: Zeolit merupakan salah satu sumber
peningkatan detak jantung, muntah, syok, sianosis, mineral yang banyak terkandung di bumi Indon esia,
penyakit kuning, quadriplegia, dan nekrosis namun pemanfaatannya belum maksimal, di
jaringan pada manusia 3. Zat warna tekstil dapat Indonesia zeolit dapat ditemukan dalam jumlah
memberikan dampak negatif apabila zat warna besar dalam bentuk hampir murni. Salah satu
tersebut dibuang secara langsung ke aliran sungai daerah yang menghasilkan zeolit adalah Sumatera
atau tidak diolah dengan baik sehingga masih Barat, bertepatan di daerah Lubuk Selasih,
mengandung zat yang berbahaya yang akan Kenagarian Batang Barus, Keca matan Gunung
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan Talang, Kabupaten Solok. Jenis zeolit yang
berdampak buruk pada kesehatan manusia 4 . ditemukan adalah jenis Klinoptilolit-Ca 8 . Zeolit alam
Karena bahaya yang ditimbulkan maka mempunyai potensi yang cukup baik untuk
limbah cair dari zat warna tekstil harus diolah pengolahan air dan limbah. Selain itu, berdasarkan
sebelum dibuang ke saluran air. Limbah cair dari zat sifatnya zeolit mempunyai kelebihan memiliki
warna tekstil yang tidak diolah akan menjadi jumlah pori yang banyak, luas permukaan yang luas
permasalahan yang semakin luas di bidang industri. dan struktur kristal tiga dimensi yang kaku
Penanggulangan limbah zat warna ini dapat sehingga dapat meningkatkan kinerja TiO 2 untuk
dilakukan dengan proses fotolisis dimana pada degradasi yang efisien 9 .

1
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin 2.2.3 Penentuan Serapan Ma ksimum Senyawa
melakukan penelitian mengenai degradasi terhadap Methyl Orange
zat warna Methyl Orange untuk men gurangi bahaya Penentuan serapan maksimum dilakukan dengan
yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Met ode membuat larutan Methyl Orange dalam beberapa
yang digunakan untuk degradasi senyawa ini variasi konsentrasi yaitu 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/L dari
adalah fotolisis dengan menggunakan katalis larutan Methyl Orange 100 mg/L. Absorban Methyl
TiO2 /zeolit, dimana hasil degradasi akan dianalisis Orange diukur dengan menggunakan
dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang
300-800 nm.
2. Metodologi Penelitian
2.2.4 Penentuan Pengaruh Waktu Degradasi Methyl
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi Orange Tanpa Katalis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penentuan pen garuh waktu degradasi tanpa katalis
Methyl Orange (Merck), TiO2 (Merck), Z eolit dilakukan dengan menga mbil 20 mL Methyl Orange
Clinoptilolite-Ca Lubuak Salasiah, air destilasi, HCl 6 mg/L lalu dimasukkan kedalam 6 petridis.
(Merck), NaCl (Merck) , AgNO3 (Merck). Kemudian difotolisis dengan variasi waktu 30, 45,
60, 95 dan 105 menit dibawah lampu UV(𝝀=365 nm).
Alat-alat yang digunakan adalah FTIR (Fourier Absorban setelah fotolisis diukur dengan
Transform Infrared), spektrofotometer UV-Vis, kotak spektrofotometer UV-VIS.
irridiasi yang dilengkapi lampu UV (Luster BLB 10
W-TB), sentrifus, magnetic stirrer, oven, furnace, 2.2.5 Penentuan Pengaruh Penambahan Jumlah
dan peralatan gelas seperti beaker glass, test tube, Katalis TiO2 /zeolit
gelas ukur, pipet tetes, coron g, batang pen gaduk, Penentuan pen garuh pena mbahan jumlah katalis
dan labu ukur. dilakukan dengan menimbang katalis TiO 2 /zeolit
sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,2 g. Kemudian
2.2. Prosedur penelitian dimasukkan ke dalam 6 petridis yang berisi 20 mL
2.2.1 Aktivasi Zeolit clipnotilolit-Ca Methyl Orange 6 mg/L dan difotokatalisis dibawah
Zeolit sebanyak 250 g digerus halus dan diayak lampu UV (𝝀=365 nm) selama wa ktu optimum.
menggunakan ayakan 450 mesh. Zeolit 450 mesh Larutan disentrifus sela ma 15 menit dan diukur nilai
diaktivasi menggunakan HCl 0,2 M dan distirer absorbannya dengan spektrofotometer UV-VIS.
selama 30 menit, setelah 30 menit pH diukur dan
dibilas dengan aquades sampai pH netral. Setelah 2.2.6 Penentuan Pengaruh Waktu setelah
pH netral zeolit disaring dan dioven selama 1 jam Penambahan Katalis TiO2 /zeolit, TiO2 dan
pada suhu 100°C dan didapatkan zeolit teraktivasi. Zeolit
Zeolit yang telah diaktivasi dijenuhkan dengan Penentuan pengaruh waktu setelah penambahan
penambahan NaCl 0,1 M dan diaduk selama 1 jam,. katalis TiO2 /zeolit, TiO2 dan zeolit dilakukan
Zeolit dipisahkan dari filtrat dengan proses dengan menga mbil 20 mL Methyl Orange 6 mg/L
penyaringan, filtrat dari zeolit diuji dengan AgNO 3 kemudian dimasukkan kedalam 6 petridis. Masing-
apabila masih terbentuk endapan putih maka zeolit masing petridis dita mbahkan katalis dengan massa
dicuci dengan air destilasi hingga tidak terbentuk optimum, lalu difotokatalisis dengan variasi waktu
lagi endapan putih. 30, 45, 60, 75, 90 dan 105 menit dibawah la mpu UV
(𝝀=365 nm). Larutan disentrifus sela ma 15 menit
2.2.2 Preparasi Katalis TiO2 /Zeolit clipnotilolit-Ca dan diukur nilai absorbannya dengan
100 g zeolit yang telah dijenuhkan dimasukkan ke spektrofotometer UV-VIS.
dalam air destilasi dan diaduk selama 5 jam, lalu
ditambahkan 4 g TiO2 dengan perbandingan (1:25) 3. Hasil dan Diskusi
secara bertahap sambil diaduk. Hasil pencampuran 3.1 Pengukuran Serapan Maksimum Methyl Orange
dipisahkan menggunakan penyaringan dan Pada pengukuran Methyl Orange didapatkan puncak
dikeringkan dengan oven pada temperatur 100°C. serapan maksimum pada panjang gelombang 463
Katalis digerus sampai halus lalu diayak nm seperti yang terlihat pada gambar 1 10,11 .Panjang
menggunakan pengayak 150 mesh. Hasil ayakan gelombang yang didapat pada pengukuran ini akan
dikalsinasi pada temperatur 400°C selama 10 jam.

2
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

digunakan untuk mengukur absorban larutan 3.3 Penentuan Pengaruh Jumlah Katalis TiO 2 /zeolit
sebelum dan sesudah degradasi. terhadap Persentase Degradasi Methyl Orange
Gambar 3 menunjukkan dimana semakin banyak
jumlah katalis yang ditambahkan maka akan
semakin tinggi persentase degradasi Methyl Orange
yang didapat. Hal ini terjadi karena sema kin
meningkatn ya situs aktif, jumlah foton yang
terserap dan jumlah radikal hidroksil (•OH) yang
dihasilkan13 . Pada peneletian ini didapatkan
persentase degradasi terbesar untuk Methyl Orange 6
mg/L sebanyak 61,21 % dengan pena mbahan massa
TiO2 /zeolit sebanyak 1 gra m untuk masing-masing
zat warna.
Gambar 1. Spektrum serapan Methyl Orange pada variasi
konsentrasi (a) 2 mg/L, (b) 4 mg/L, (c) 6 mg/L, (d) 8 100
mg/L, (e) 10 mg/L 90
80

(%) Degradasi
70
Dari dari data tersebut dapat dilihat hubungan 60
antara absorban den gan konsentrasi pada 50
40
Persamaan regresi Methyl Orange yang didapatkan 30
yaitu y = 0,0719x + 0,0113 dengan nilai R 2 = 0.9988. 20
10
3.2 Penentuan Pengaruh Waktu terhadap Persentase 0
Degradasi Methyl Orange tanpa katalis 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama Massa (g)
waktu penyinaran maka persentase degradasi yang
didapat semakin besar, tetapi perubahan yang Gambar 3. Kurva pengaruh massa TiO2/zeolit terhadap
terjadi tidak signifikan Hal ini karena semakin lama persentase degradasi 20 mL
waktu penyinaran akan menghasilkan jumlah OH● larutan Methyl Orange 6 mg/L.
yang semakin tinggi dan memberikan hasil
degradasi yang lebih besar, tetapi perubahan yang 3.4 Penentuan Pengaruh Waktu Setelah
terjadi tidak signifikan karena tidak adanya katalis Penambahan Katalis TiO2 /Zeolit terhadap
untuk meningkatkan hasil degradasi 12 . Pada Persentase Degradasi Methyl Orange
penelitian ini persentase degradasi terbesar yang Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin lama
didapat untuk Methyl Orange 6 mg/L adalah 5,83 % waktu yang digunakan dalam proses penyinaran
dengan waktu optimum penyinaran selama 90 maka nilai persentase degradasi yang didapatkan
menit. semakin meningkat. Pada Methyl Orange 6 mg/L
waktu optimum un tuk radiasi yang didapatkan
30 adalah 90 menit dengan persentase degradasi
62,10%.
(%) Degradasi

Persentase degradasi cenderung meningkat


20 seiring perta mbahan waktu karena saat TiO 2 /zeolit
disinari oleh sinar UV maka elektron pada
10 semikonduktor akan mengalami eksitasi dari pita
valensi ke pita konduksi dan menghasilkan radikal
0 hidroksil (•OH) sebagai pengoksidasi zat warna
30 45 60 75 90 105 yang akan didegradasi 13 , penambahan zeolit sebagai
Waktu (menit) support katallis juga dilakukan sehingga dapat
memperbesar luas permukaan dari TiO 2 untuk
meningkatkan daya adsorbsi TiO2 14 .
Gambar 2. Kurva pengaruh waktu penyinaran 20 mL
larutan Methyl Orange 6 mg/L tanpa katalis.

3
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

100 100
90 90
(%) Degradasi

(%) Degradasi
80 80
70 70
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
30 45 60 75 90 105 30 45 60 75 90 105
Waktu (menit) Waktu (menit)

Gambar 4. Kurva pengaruh waktu dengan penambahan 1 Gambar 5. Kurva pengaruh waktu dengan penambahan
g TiO2/zeolit terhadap persentase degradasi 20 mL 0,038 g TiO2 terhadap persentase degradasi 20 mL larutan
larutan Methyl Orange 6 mg/L. Methyl Orange 6 mg/L.

TiO2 /zeolit ketika dikenai sinar UV yang Peningkatan hasil degradasi seiring bertambahnya
bersesuaian atau melebihi energi celah pita dapat waktu disebabkan karena semakin banyaknya foton
menyebabkan elektron mengalami eksitasi dari pita yang berinteraksi dengan sistem dan menghasilkan
valensi ke pita konduksi (menghasilkan ecb-) yang lebih banyak elektron yang berpindah ke pita
menyebabkan adanya kekosongan atau hole (h cb+) konduksi lalu elektron dan hole bereaksi dengan OH -
yang berperan sebagai muatan positif. Selanjutnya dan O2 terlarut untuk menghasilkan spesies oksigen
hole (h cb+) akan bereaksi dengan hidroksida logam aktif, seperti radikal hidroksil dan radikal
yaitu hidroksida titan yang terdapat dalam larutan superoksida yang dapat mendegradasi senyawa
membentuk radikal hidroksida loga m sebagai organik. Semakin la ma proses degradasi, maka
oksidator kuat untuk mengoksidasi Methyl Orange. jumlah OH• yang dihasilkan akan semakin tinggi
Mekanisme dari degradasi adalah sebagai berikut 12 : dan menyebabkan efisiensi degradasi meningkat
sampai akhirnya cenderung konstan 13 .
hv + TiO2 /zeolit h vb+ + ecb-
h vb+ + H2 O OH• + H+ 3.6 Penentuan Pengaruh Waktu Setelah
h vb+ + OH- OH• Penambahan Zeolit terhadap Persentase
(ecb-) + O2 O2 •- Degradasi Methyl Orange dan Rhodamine B
2 O2 •- + 2 H2 O OH•+ 2OH- + Gambar 6 menunjukkan semakin lama waktu
O2 penyinaran yang diberikan ma ka semakin besar
Zat warna + OH• CO2 + H2 O persentase degradasi yang didapat. Pada Methyl
Orange 6 mg/L didapatkan persentase degradasi
3.5 Penentuan Pengaruh Waktu Setelah tertinggi yaitu 33,18% dengan waktu optimum 90
Penambahan Katalis TiO2 terhadap Persentase menit. Pada proses degradasi dengan zeolit, proses
Degradasi Methyl Orange yang terjadi hanya fotolisis karena tidak
Gambar 6 menunjukkan semakin lama waktu yang digunakannya katalis pada proes degradasi, zeolite
digunakan dalam proses penyinaran maka akan pada degradasi ini berguna untuk pros es adsorbsi
semakin tinggi nilai persentase degradasi yang dimana zeolit merupakan senyawa yang berperan
didapatkan. Pada Methyl Orange 6 mg/L didapatkan sebagai adsorben yang baik14 .
persentase degradasi terbesar yaitu 39,24% dengan
waktu optimum radiasi 90 menit.

4
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

100
90
IV. Kesimpulan
(%) Degradasi

80
70
60 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
50
40 dapat disimpulkan bahwa katalis TiO 2 /zeolit
30 mampu meningkatkan persentase degradasi dari
20 Methyl Orange dibandingkan katalis TiO2 atau zeolit
10 saja. Persentase degradasi tertin ggi pada Methyl
0
Orange 6 mg/L yaitu 62,10% yang didapatkan saat
30 45 60 75 90 105
penyinaran selama 90 menit dengan pensambahan 1
Waktu (menit) g TiO2 /zeolite.

Gambar 6. Kurva pengaruh waktu dengan penambahan


0,962 zeolit g terhadap persentase degradasi 20 mL larutan Referensi

3.7 Perbandingan Persentase Degradasi Methyl 1. Nezamzadeh-Ejhieh A.; Moazzeni, N. Sunlight


Orange tanpa Katalis, Pena mbahan Katalis Photo Decolorization Of A Mixture Of Methyl
TiO2 , Zeolit, TiO2 /Zeolit Orange And Bromocresol Green By CuS
Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin lama Incorporated In A Clinoptilolite Z eolite As A
waktu penyinaran dilakukan maka akan sema kin Heterogeneous Catalyst. Journal of Industrial and
besar nilai persentase degradasi yang didapat selain Engineering Chemistry. 2013. JIEC-1194 10.
itu nilai persentase degradasi juga meningkat 2. Subkhan, M.; Awaluddin, A.; Presetya.; Siregar,
dengan adanya penambahan katalis terhadap S, S.; An ggraini, R . Degradasi Katalitik Zat
larutan. Persentase degradasi optimum yang Warna Metil Jingga Menggunakan Katalis
didapat dari penyinaran tanpa katalis, TiO 2 /zeolite, Oksida Mangan Manganosite. Jurnal Photon.
TiO2 dan zeolit saja dengan waktu penyinaran 90 2018. 9 (1).
menit adalah 5,83%, 62,10%, 39,24% dan 33,18%. 3. Nezamzadeh-Ejhie, A.; Karimi-Sha msabad, M.
Comparison of photocatalytic efficiency of
supported CuO on to micro and nano particles
of zeolite X in photodecolorization of
Meth ylene blue and Meth yl orange aqueous
mixture. Applied Catalysis A: General,.2014. 477:
83-92.
4. Zein, R.; Ra madhani, P.; Aziz, H.; Suhaili,R.
Biosorben Cangkang Pensi (Corbicula moltkiana)
Sebagai Penyenyerap Zat Warna Metanil Yellow
Ditinjau dari pH dan Model Kesetimbangan
Adsorsi. Jurnal Litbang Industri. 2019. 9: 15-22.
5. Riskiani, E.; Suprihatin, I.; Sibarani, J.
Fotokatalis Bentonit-Fe2 O3 Untuk Degradasi
Gambar 7. Perbandingan persentase degradasi 20 mL Zat Warna Remazol Brilliant Blue. Cakra Kimia
larutan Methyl Orange 6 mg/L tanpa katalis, 0,038 g TiO2, (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry). 2018.
0,962 g zeolit, dan 1 g TiO2/zeolit. 7(1).
6. Gunnagol, R, M.; Rabinal, M, H,K. TiO 2 -
Berdasarkan hasil persentase degradasi yang Graphene Nanocomposites for Effective
didapat dengan melakukan variasi waktu optimum Photocatalytic Degradation of Rhodamine -B
didapatkan hasil persentase degradasi terbesar dari Dye. Chemistry Select. 2018. 3: 2578-2585.
penyinaran menggunakan katalis TiO2 /zeolit yang 7. Andari, N, D.; Wardhani, S. Fotokatalis
menunjukkan bahwa TiO2 berhasil disupport oleh TiO2 /zeolit Untuk Degradasi Metilen Biru.
zeolit. Chem. Prog. 7(1): 9-14.

5
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

8. Zilfa.; Rahmayeni.; Stiadi, Y.; Adril. Utilization 11. Acedo-Mendoza, A. G.; Infantes-Molina, A.;
of Natural Zeolit Clipnotilolite-Ca Vargas-Hernández, D.; Chávez-Sánchez, C. A.;
as a Support of ZnO Catalyst for Con go-R ed Rodríguez-Castellón, E.; Tánori-Córdova, J. C.
Degradation and Con go-R ed Photodegradation of methylene blue and
Waste Applications with Photolysis. Oriental methyl orange with CuO supported on ZnO
Journal of Chemistry. 2018. 34(2): photocatalysts: The effect of copper loading
887-893 and reaction tempera ture. Materials Science in
9. Nezamzadeh-Ejhieh, A.; Salimi, Z. Solar Semiconductor Processing. 2020. 119, 105257.
Photocatalytic Degradation Of O- 12. Zilfa.; Rahmayeni.; Za marun, N. Utilization
Phenylenediamine By Heterogeneous CuO/X Natural Zeolyte From West Sumatera For TiO2
Zeolite Catalyst. Journal of Desalination. 2011. Support in Degradation of Congo Red and A
280: 281-287. Waste Simulation by Photolysis. Der Pharmacia
10. Jaseela, P. K., Garvasis, J., & Joseph, A. Selective Lettre. 2017. 9: 1-10.
adsorption of methylene blue (MB) dye from 13. Safni.; Wahyuni, M, R.; Khoiriah.; Yusuf, Y.
aqueous mixture of MB and methyl orange Photodegradation of Ph enol using N -doped
(MO) using mesoporous titania (TiO2) – poly TiO2 Catalyst. Molekul. 2019. 14(1): 6-10
vinyl alcohol (PVA) nanocomposite. Journal of 14. Fatimah, I.; Sugiharto, E.; Wijaya, K.; Tahir, I.;
Molecular Liquids, 2019. 286, 110908 Kamalia. Titanium Oxide Dispersed On Natural
Zeolite (TiO2 /Zeolite) And Its Application For
Congo Red Photodegradation. Indo J Chem.
2006. 6(1): 38-42

6
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

PEMURNIAN KATEKIN DARI GAMBIR


Norman Ferdinal 1,* , Bustanul Arifin 1 , Aldho Pramana Putra 1

1 Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
*E-mail: ferdinalnorman@yahoo.co.id

Abstrak: Isolasi senyawa katekin dari gambir telah dilakukan. Gambir yang telah dihaluskan diekstrak
dengan metoda maserasi menggunakan pelarut metanol. Untuk pemurnian senyawa digunakan pelarut etil
asetat, heksan, dan air. Hasil isolasi berupa serbuk berwarna putih sebanyak 4,933 g dari 76,993 g katekin
kotor. Senyawa hasil isolasi ini memiliki titik leleh 175,8 – 177,4 0 C dengan serapan maksimum pada panjang
gelombang 280,10 nm. Senyawa ini memiliki gugus fungsi –OH, stretching C-O, C=C aromatis dan bending
CH2 pada pengukuran dengan spektrofotometri Infra Merah.

Kata Kunci: gambir, isolasi, katekin

1. Pendahuluan Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Perancis dan


Tanaman gambir (Uncaria gambir) merupakan Swiss [4]. Pemurnian katekin dari gambir akan
salah satu diantara family Rubiceae (kopi-kopian) menghasilkan katekin dengan mutu yang bagus
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yaitu dari sehingga meningkatkan nilai ekonomis dari
ekstrak (getah) daun dan ranting mengandung produk gambir itu sendiri. Berdasarkan
asam katechu tannat (tanin), katechin, penelusuran literatur, peneliti sebelumnya telah
pyrocatecol, florisin, lilin, fixed oil. Kandungan melakukan isolasi katekin dari gambir dengan
utama gambir adalah asam katechu tannat (20- menggunakan pelarut etil asetat, heksan dan air,
50%), katekin (7-33%), dan pyrocatecol (20-30%). namun pengerjaannya dilakukan sampai 3 kali
Asam catechu tannat (C15 H12 O5 ) atau tanin pengulangan [5,6,7]. Ada juga peneliti lain yang
merupakan anhidrat dari katekin. Tanin mudah melakukan penelitian ini namun hasil katekin
berikatan dengan protein, karena mengandung yang didapat kurang bagus yaitu katekin yang
sejumlah gugus hidroksil. Atom H pada masih bewarna kuning [8,9]. Sedangkan secara
gugus hidroksil tersebut sangat reaktif dan dapat literatur katekin itu bewarna putih. Oleh sebab itu
membentuk ikatan hidrogen dengan protein. perlu dicari metoda lain yang lebih sederhana
Katekin (C15 H14 O6 ) termasuk dalam golongan dengan hasil yang lebih bagus tentunya.
senyawa flavonoid, tidak bewarna dan dalam
keadaan murni sedikit larut dalam air dingin 2. Metodologi Penelitian
tetapi sangat mudah larut dalam air panas, 2.1 Alat
larut dalam alkohol dan etil asetat. Apabila Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
katekin dipanaskan pada suhu adalah erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, pipet
110°C atau dipanaskan pada larutan alkali gondok, corong, wadah plastik, thermometer, hot
karbonat, maka akan kehilangan satu molekul air plate, oven, neraca analitik, seperangkat alat
dan berubah menjadi asam catechu tannat distilasi, plat KLT (Kromatografi Lapis Tipis),
(C15 H12 O5 ) atau tanin [1]. aluminium voil, rotary evaporator (Heidolph
Kegunaan gambir secara tradisional adalah Laborota 4000), spektrofotometer UV (Shimadzu
sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan, PharmaSpec UV-1700), spektrofotometer IR FTIR
seperti di Malaysia gambir digunakan untuk (Thermo Scientific Nicolet iS10), lampu UV (λ =
obat luka bakar, obat diare, disentri dan obat 254 dan 356 nm).
sakit kerongkongan. Secara modern gambir
banyak digunakan sebagai bahan baku industri 2.2 Bahan
farmasi dan makanan [2,3]. Gambir (Uncaria gambir) diperoleh dari
daerah Halaban, Payakumbuh. Gambir yang
Indonesia sebagai pemasok utama gambir dunia digunakan merupakan olahan dari daun gambir.
yaitu mencapai 80%, sebagian besar berasal Sebanyak 500 g digunakan untuk isolasi katekin.
dari daerah Provinsi Sumatera Barat dengan
negara tujuan Banglades, India, Pakistan,
7
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut 2.3.4.1 Metoda Ciba-Geigy untuk penentuan kadar
pada proses ekstraksi dan pemurnian adalah katekin
akuades, heksan (Brataco), etil asetat (Brataco), Katekin ditimbang sebanyak 50 mg,
metanol (Brataco), I2 (Merck), dan sitroborat. dilarutkan dengan etil asetat didalam labu ukur
50 mL. Larutan ini diletakan kedalam ultrasonic
2.3 Prosedur Penelitian bath selama 5 menit kemudian disaring. Dibuang
2.3.1 Isolasi Senyawa 15 mL filtrat hasil penyaringan pertama dan
Sebanyak 500 g sampel gambir yang telah teruskan penyaringan. Dipipet 2 mL filtrat ke
dihaluskan, dimaserasi dengan metanol selama 3 dalam erlenmeyer 100 mL dan tambahkan
hari (sambil diaduk sekali-sekali). Setelah itu 50 mL etilasetat. Larutan ini diletakan
disaring dan diuapkan pelarutnya dengan kedalam ultrasonic bath selama 5 menit lalu
menggunakan rotari evaporator hingga diukur serapannya dengan spektrofotometer
didapatkan ekstrak kasar metanol. UV. Spektrum yang didapatkan kemudian
Ekstrak kasar metanol ini dikering anginkan diolah dan didapatkan jenis senyawa yang
hingga kering sampai beberapa hari. Setelah telah diisolasi [2].
kering ditambahkan akuades 800 mL dan
disaring dengan kapas hingga didapatkan fraksi 3. Hasil dan Diskusi
air. Fraksi air ini didinginkan didalam freezer, 3.1 Maserasi
setelah itu disaring dengan kain tisu hingga Hasil ekstraksi 500 g gambir dengan metoda
didapatkan katekin kotor. maserasi, diperoleh ekstrak kasar metanol yang
sudah dikering anginkan sebanyak 349,831 g.
2.3.2 Pemurnian Senyawa Dari ekstrak kering sebanyak 349,831 g ini
Katekin kotor dihaluskan dan dikering anginkan diperoleh katekin kotor 239,841 g yang masih
selama beberapa hari. Setelah kering dilarutkan bewarna coklat.
dengan etil asetat dan disaring hingga didapatkan
filtratnya. Filtrat ini ditambahkan heksan hingga 3.2 Pemurnian Senyawa
mengendap semua larutan coklatnya dan Dari hasil pemurnian katekin kotor sebanyak
didapatkan larutan katekin yang masih bewarna 76,993 g dengan menggunakan pelarut etil asetat,
hijau (mengandung klorofil). Endapan dipisahkan heksan dan air diperoleh katekin bewarna putih
dan larutannya ini dikeringkan dan setelah kering yang sesuai dengan literatur sebanyak 4,933 g
direndam dengan air . Larutan ini kemudian dengan rendemen 3,073 %. Katekin yang didapat
dipanaskan dipenangas air dengan suhu 40 oC diuji kemurniannya menggunakan KLT dengan
untuk menghilangkan klorofilnya. Kemudian beberapa perbandingan eluen dan penampak
larutan ini disaring dengan kapas hingga noda uap I2 dan sitroborat. Hasil KLT dapat
didapatkan larutan katekin yang bersih. dilihat pada Tabel 1
Kemudian larutan ini didinginkan didalam Tabel 1 Hasil uji kemurnian senyawa
freezer dan disaring dengan kain tisu hingga kita menggunakan KLT berbagai eluen.
mendapatkan katekin bersih bewarna putih.

2.3.3 Uji kemurnian senyawa


Uji kemurnian senyawa katekin yang didapat
dilakukan dengan metoda Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Eluen yang digunakan adalah
metanol dan etil asetat dengan perbandingan etil Dari data diatas dapat dinyatakan bahwa senyawa
asetat dan metanol 8:2, 7:3, 5:5 dan methanol hasil isolasi telah murni karena noda yang muncul
100%. Penampak noda yang digunakan adalah telah tunggal. Senyawa tersebut dapat
uap I2 dan sitroborat. disimpulkan bersifat relatif polar karena dengan
ditingkatkannya kepolaran eluen nilai Rfnya
2.3.4 Karakterisasi meningkat.
Karakterisasi pertama yang digunakan adalah
penentuan titik leleh. Karakterisasi selanjutnya 3.3 Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi
menggunakan spektrofotometer UV/VIS dan Untuk memastikan senyawa hasil isolasi yang
spektrofotometer IR. didapatkan telah murni maka dilakukan

8
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

pengujian titik leleh, spektroskopi UV dan Berdasarkan penjelasan diatas pita serapan
Spektroskopi Inframerah. maksimum yang diperoleh dari spektrum UV yaitu
280,10 nm menandakan adanya eksitasi elektron
dari π– π*. Untuk lebih memastikan bahwa
3.3.1 Titik leleh hasil yang didapatkan merupakan senyawa
Dari hasil pengujian titik leleh didapatkan titik katekin maka spektrum UV senyawa hasil
leleh dari kristal adalah 175,8 - 177,4 °C. isolasi dibandingkan dengan spektrum UV
Berdasarkan rentang nilai titik leleh < 2 maka senyawa katekin dari literatur [10]. Dari
dapat diindikasikan senyawa hasil isolasi telah perbandingan spektrum ini dapat dinyatakan
murni. bahwa senyawa hasil isolasi ini telah murni
dengan serapan standar sama yaitu pada bilangan
3.3.2 Spektroskopi UV gelombang 280 nm. Spektrum pembanding tersebut
Karakterisasi senyawa hasil isolasi dilakukan dapat diamati pada Gambar 2.
dengan menggunakan spektrofotometer UV-
1700 Series. Spektrum UV diperoleh dengan
melewatkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu melalui larutan encer senyawa tersebut
dalam pelarut yang tidak menyerap cahaya pada
panjang gelombang tersebut. Spektrum UV yang
dihasilkan dengan menggunakan pelarut etil asetat
memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang 280,10 nm yang dapat dilihat pada
Gambar

Gambar 2. Spektrum UV senyawa katekin literatur.

3.3.3 Spektroskopi Inframerah


Karakterisasi senyawa hasil isolasi memperlihatkan
beberapa serapan penting yang terlihat pada
gambar berikut.

Gambar 1. Spektrum UV senyawa hasil isolasi dengan


pelarut etil asetat
Gambar 3. Spektrum Inframerah senyawa hasil isolasi.
Umumnya senyawa yang mempunyai transisi σ –
σ* mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang Pada spektrum memperlihatkan bilangan
150 nm, senyawa yang mempunyai transisi π– π* gelombang 3393,37 , 1628,40 , 1522,59 , 1468,23 ,
(tidak berkonjugasi) mengabsorpsi cahaya pada 1289,85 , dan1052,99 cm-1. Indikasi beberapa pita
panjang gelombang 190 nm, sedangkan senyawa serapan penting yaitu pita serapan -OH pada
yang mempunyai transisi n – π* mengabsorpsi vibrasi regangan 3393,37 cm-1, regangan - OH
cahaya pada panjang gelombang 300 nm. bebas ini didukung oleh adanya vibrasi ulur C-O
pada daerah 1052,99 cm-1. Pada daerah 1628,40 cm-

9
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

1 menandakan adanya C=C aromatis, sedangkan 3. Suherdi, A. D.; Syamsu, H.: Budidaya dan
pada daerah 1468,23 cm-1 ada tekuk C-H dari CH2 . pasca panen gambir serta
permasalahannya. Biro Bina Pengembangan
Untuk lebih memastikan bahwa hasil yang Sarana Perekonomian 1991, 47.
didapatkan merupakan senyawa katekin maka 4. Djanun, L. N. C.: Peluang ekspor gambir
spektrum IR senyawa hasil isolasi dibandingkan dipasar Internasional. BPEN, Depperindak
dengan spektrum IR senyawa katekin dari 1998, 47.
literatur [11]. Spektrum pembanding tersebut 5. Ferdinal, N.; Nazir, N.: Studi Pemurnian
dapat diamati pada Gambar 4. Gambir Untuk Mendapatkan Catechin
Murni. Prosiding Seminar Nasional
Gambir 2001.
6. Ferdinal, N.: Pemurnian Catechin Dari
Gambir Koto Panjang Pesisir Selatan.
Jurnal Riset Kimia Vol.5 No. 1 2011, 40-45.
7. Ferdinal, N.: Isolasi Dan Karakterisasi
Catechin Dari Gambir. Prosiding Seminar
Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia 2011.
8. Rahmawati, N.; Bakhtiar, A.; Putra, D. P.:
Isolasi Katekin dari Gambir (Uncaria
gambir(Hunter).Roxb) untuk Sediaan
Gambar 4. Spektrum IR senyawa katekin dari
Farmasi dan Kosmetik. Jurnal Penelitian
literatur
Farmasi Indonesia 2012, 6-10.
9. Muchtar, H.; Yusmeiarti.; Yeni, G.:
4. Kesimpulan
Pengaruh Jenis Absorban Dalam Proses
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan
Isolasi Katechin Gambir. Jurnal Riset
kesimpulan bahwa senyawa hasil isolasi dari
Industri Vol. 2 No.1 2008, 14-23.
gambir ini merupakan senyawa golongan
10. File:Spectre UV-vis catechine.PNG,
flavonoid yaitu katekin yang bewarna putih.
https://en.wikipedia.org/wiki/File%3ASp
ectre_UV-vis_catechine.PNG
11. Sheng Geng , Sharui Shan, Hanjun Ma,
Benguo Liu* : Antioxidant Activity and α-
Glucosidase Inhibitory Activities of the
Polycondensate of Catechin with Glyoxylic
Acid, PLOS ONE
DOI:10.1371/journal.pone.0150412, 2016, 1-
Gam bar 5. Struktur kate kin 10.

Metoda untuk pemurnian katekin ini lebih


sederhana dari peneliti sebelumnya. Katekin
yang didapatkan sebanyak 4,933 g dengan
rendemen 3,073%. Senyawa hasil isolasi ini
memiliki titik leleh 175,8- 177,4°C dan serapan
maksimumnya pada panjang gelombang 280 nm.

Referensi
1. Thorpe, J. F.; Whiteley, M. A.: Thorpe’s
Dictionary of Applied Chemistry.Fourth
edition. Vol II. Longmans Green and Co.
London1921, 434-438.
2. Nazir, M.: Gambir: Budidaya,
Pengolahan dan Prospek Diversifikasinya.
Yayasan Hutanku 2000, 125-126.

10
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

KINERJA KARBON AKTIF SABUT KELAPA SEBAGAI ELEKTRODA


KAPASITOR LAPIS RANGKAP LISTRIK
Hermansyah Aziz 1 , Olly Norita Tetra 1 , Natasha Dwi Putri*
1 Laboratorium Kimia Fisika, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Andalas, Kampus Limau Manis, Padang, 25163 Indonesia


* Email: putrinatashadwi@gmail.com

Abstrak : Dalam penelitian ini karbon a ktif disintesis dari limbah sabut kelapa yang belum banyak
dimanfaatkan. Proses aktivasi menggunakan aktiva tor KOH dengan perbandingan massa 1:2 (sabut kelapa :
KOH) dan dikarbonisasi secara satu tahap pada suhu 400ºC selama 2 jam. Karbon aktif sabut kelapa
memiliki luas permukaan spesifik sebesar 1,2561 m2 /g, volume pori sebesar 0,004235 cm3 /g, dan diameter
pori sebesar 20,1256 nm. Nilai kapasitansi maksimum sebesar 18,83 mF dan konduktivitas maksimum
sebesar 4,65x10-4 cm-1Ω-1 didapatkan dengan ukuran plat elektroda 3 x 9 cm 2 , frekuensi 100 Hz, tebal
rangkaian 1,27 mm, konsentrasi larutan elektrolit H 3 PO4 0,25 N, dan waktu pengisian selama 30 menit.

Kata kunci : Karbon aktif sabut kelapa, kapasitor lapis rangkap listrik, kapasitansi, aktivator KOH

1. Pendahuluan Dalam pembuatan kapasitor lapis rangkap


Seiring berta mbahnya waktu kemajuan di bidang listrik, larutan elektrolit merupakan salah satu
teknologi semakin meningkat, salah satunya komponen yang penting. Larutan yang berbeda
adalah teknologi elektronik. Peralatan elektronik akan memberikan jumah muatan dan ukuran ion
tentunya sangat dibutuhkan oleh manusia untuk yang berbeda dan menyebabkan nilai kapasitansi
membantu pekerjaan sehari – hari. Peralatan yang didapatkan juga berbeda [10].
elektronik tentunya membutuh kan energi, sela ma Sejauh ini belum banyak dilaporkan
ini sumber en ergi berasal dari air, angin, dan penggunaan karbon aktif sabut kelapa sebagai
cahaya matahari, namun tetap saja masih dirasa bahan elektroda kapasitor lapis rangkap listrik.
kurang optimum [1]. Untuk memenuhi Karbon aktif sabut kelapa umumnya digunaan
kebutuhan energi dibutuh kan peralatan sebagai adsoben logam – logam berat pada air
penyimpan energi, salah satunya adalah baterai. dan udara [4]. Pada penelitian penggunaan
Tetapi ba terai hanya ma mpu men yimpan energi karbon aktif sabut kelapa sebagai bahan elektroda
dalam jumlah yang kecil dan berbahaya ba gi kapasitor lapis rangkap listrik akan dipelajari
lingkungan karena menghasilkan limbah B3. Oleh lebih lanjut.
sebab itu orang – orang pada saai ini banyak
beralih menggunakan kapasitor lapis rangkap 2. Metodologi Penelitian
listrik [2][3]. 2.1 Alat
Kapasitor lapis rangkap listrik merupa kan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
peralatan penyimpan en ergi yang dapat diisi dan stirrer (IKA’C-MAGHS4), furnace (Naberth erm),
dikosongkan dalam hitungan menit serta oven (Nabertherm), kabel buaya , neraca analitis
dianggap lebih ra mah lingkungan karena (Mettler PM4000), mikrometer sekrup digital
menggunakan elektroda karbon yang berasal dari (Krisbow 06000780678) dan peralatan gelas
biomassa [4]. Karbon secara luas digunakan laboratorium lainnya. Peralatan instrumen yang
sebagai elektroda kapasitor lapis rangkap listrik digunakan adalah charger (Handphone Nokia
karena stabilitasnya yang bagus dan harganya 5V), LCR-Meter (SANWA LCR700), Multimeter
yang relatif murah [5]. (SANWA CD800a), SEM- EDX (Jeol JSM-6510LA),
Sabut kelapa memiliki kandungan lignin FTIR (Shimadzu8400) dan SAA (Surface Area
(45,84%), selulosa (43,44%), hemiselulosa (0,25%) Analyzer) (Autosorb-1).
pektin (3,00%) dan abu (2,22%) [6]. Kandugan
lignin yang tinggi memberikan keuntungan 2.2 Bahan
dalam pembuatan karbon aktif karena 60% Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
kandungan lignin adalah karbon[4]. limbah sabut kelapa (yang diambil dari peda gang
KOH merupa kan salah satu senyawa yang kelapa di kota padang, Kalium Hidroksida (KOH)
banyak digunakan. Sampai saat ini telah banyak (Merck), Asam Klorida (HCl) (Merck) , Asam
karbon aktif dari biomassa yang diaktivasi Pospat (H3 PO4 ) (Merck), Polivinil Alkohol (PVA),
menggunakan KOH seperti beligo [7], serbuk plat tembaga, kaca, lem kertas, aluminium voil,
kayu [8], ampas kopi [9] dan buah delima [5]. dan akuades.

11
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

2.3 Prosedur Penelitian penjepit kertas dan kaca agar tida k lepas dan
2.3.1 Preparasi Karbon Aktif Sabut Kelapa dihubungkan dengan arus listrik.
Sabut kelapa dipotong kecil – kecil, dibersihkan,
dan dicuci menggunakan akuades kemudian
dikeringkan pada suhu ±110ᵒC sampai
didapatkan berat konstan. Sabut kelapa yang
telah kering dihaluskan menggunakan gerinder
sampai didapatkan bubuk sabut kelapa. 5 gram
bubuk sabut kelapa direndam dalam 80 mL
larutan KOH 1 N, diaduk selama 4 jam kemudian
disaring, dicuci menggunakan akuades beberapa
kali dan dikeringkan. Untuk proses aktivasi 1 Gambar 1. Rangkaian Superkapasitor Metoda Plat
gram bubuk sabut kelapa yang telah
diperlakukan dengan KOH 1 N ditambahkan 2 2.3.5 Pengukuran Sifat-sifat Listrik dari Rangkaian
gram KOH dalam 5 mL akuades, diaduk sela ma Superkapasitor
15 menit kemudian disaring dan dikeringkan [9]. Pengukuran sifat listrik dilakukan untuk
Bubuk sabut kelapa dikarbonisasi pada suhu mengetahui nilai kapasitansi (C), induktansi (L),
400ºC selama 2 jam. Karbon yang didapatkan dan resistensi (R) menggunakan alat LCR-Meter
dihaluskan dan diayak menggunakan saringan 45 serta mengetahui nilai arus (A) dan tegangan (V)
µm, kemudian dicuci menggunakan HCl sampai menggunakan multimeter.
didapatkan pH netral dan dilanjutkan pencucian
menggunakan akuades beberapa kali. Karbon 3. Hasil dan Pembahasan
yang didapatkan akan digunakan sebagai bahan 3.1 Karakterisasi Karbon Aktif Kulit Kacang Tanah
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik. dan Karbon Limbah Baterai
3.1.1Scanning Electron Microscopy (SEM)
2.3.2 Karakterisasi Karbon Aktif Sabut Kelapa Morfologi permukaan karbon aktif sabut kelapa
Karbon aktif sabut kelapa dikarakterisasi dengan dapat diamati menggunakan peralatan SEM dan
menggunakan Scanning Electron Microscopy – memberikan ga mbaran mendetail mengenai
Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX), Surface Area bentuk pori pada karbon a ktif. Ga mbar 2
Analyzer (SAA) dan Fourier Transform Infrared menunjukkan pori – pori pada permukaan karbon
(FTIR). aktif sabut kelapa mulai terbentuk akibat
perlakuan aktivasi fisika dan kimia. Pori – pori
2.3.3 Pembuatan Separator yang terbentuk memiliki kedalaman yang
1 gram PVA ((CH 2 CHOH)n ) dilarutkan dengan 20 dangkal dan diameter pori yang besar, hal ini
mL larutan H 3 PO4 dengan konsentrasi 0,1 N. diakibatkan penggunaan gas oksign pada saat
Campuran distirrer pada suhu 50ºC diatas hot proses karbonisasi yang dapat merusak pori yang
plate sampai homogen. Setelah homogen, terbentuk.
campuran dituangkan kedalam petridish dan
dibiarkan sampai kering secara alami. Langkah
yang sama dilakukan untuk konsentrasi larutan
H3 PO4 0,2 N, 0,25 N, 0,3 N, 0,4 N, 0,5 N.

2.3.4 Pembuatan Plat Elektroda Superkapasitor


Tembaga dibersihkan agar tidak ada pengotor
yang menempel. Plat tembaga dipotong dengan
ukuran 3x3 cm2 , 3x5 cm2 , 3x7 cm2 dan 3x9 cm2
sebanyak dua buah plat untuk masing – masing
ukuran. Plat tembaga tersebut ditimbang dan
massanya dicatat. Karbon aktif den gan massa
tertentu direkatkan pada permukaan plat
tembaga menggunakan lem kertas. Rangkaian
kapasitor lapis rangkap disusun dengan k edua
elektroda disusun seperti sand wich yang Gambar 2. Hasil karakterisasi SEM karbon aktif sabut
dipisahkan oleh separator PVA (Polivinil kelapa dengan perbesaran 10.000 kali pada suhu
Alkohol) yang mengandung larutan elektrolit karbonisasi 400ºC selama 2 jam dan ukuran partikel 45
H3 PO4 di bagian tengahnya (Gambar 1). µm
Kemudian rangkaian tersebut dijepit dengan

12
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

3.1.2 Energi Dispersive X-Ray (EDX) stretching OH hidroksil. Pada angka gelombang
Karakterisasi EDX dilakukan untuk menganalisa 2926,67 cm-1 menunjukkan adanya stretching
unsur-unsur yang terkandung di dalam karbon metilena (>CH2). Pada angka gelombang 1992,95
aktif sabut kelapa. Hasil karakterisasi EDX cm-1 menunjukkan adanya stretching C=C pada
terhadap karbon aktif sabut kelapa terdapat cincin aromatik. Angka gelombang 1322,08 cm-1
dalam Tabel 1 menunjukkan adanya bending OH dan angka
Berdasarkan Tabel 1 terlihat karbon aktif gelombang 1062,21 cm-1 menunjukkan adanya
sabut kelapa mengandung unsur karbon (C), stertching C-O alkil yang tersubsitusi eter [14].
oksigen (O), silikon (Si), kalium (K), dan
aluminium (Al). Komposisi unsur C dengan % 120 Sabut Kelapa
massa paling tinggi menandakan aktivator KOH
100
mendegradasi ikatan – ikatan karbohidrat pada
sabut kelapa dengan baik. Unsur O berasal dari 80

gugus fungsi dan air yang dihasilkan dari reaksi

%Transmittan
60

antara aktivator den gan sabut kelapa. Untuk


unsur kalium berasal dari sisa aktivator yang 40

masih terdapat dalam karbon aktif, sedangkan 20

untuk unsur silikon dan aluminium


0
kemungkinan berasal dari mineral-mineral yang
terkandung dalam pada bahan dasar yang
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

Angka Gelombang (cm-1)


digunakan. Gambar 3. Spektrum FTIR karbon aktif sabut kelapa

Tabel 1. Komposisi unsur yang terkandung 3.1.4 Surface Area Analyzer (SAA)
didalam karbon aktif sabut kelapa Analisa SAA dilakukan untuk menentukan luas
permukaan, ukuran pori, volume pori dan
Unsur Berat (%) adsorbsi serta desorbsi dari karbon aktif. Analisa
C 67,70 ini men ggunakan alat Surface Area Analyzer
dengan metode Brunauer Emmet Teller-Barret
O 26,00 Joyner Halenda (BET -BJH). Analisa dengan
Si 3,34 metode BET dilakukan untuk menentukan luas
permukaan spesifik dari karbon aktif sabut kelapa
K 2,55 dan jenis kurva isoth ermnya. Metode BJH
Al 0,03 dilakukan untuk men getahui volume pori dan
ukuran pori dari karbon aktif sabut kelapa.
Berdasarkan hasil analisa BET dan BJH
Menurut standar nasional Indonesia (SNI) didapatkan luas permukaan spesifik dari karbon
06-3730-1995 tentang karbon aktif, karbon aktif aktif sabut kelapa sebesar 1,2516 m2 /g, volume
yang baik memiliki kadar karbon minimal 65%, pori sebesar 0,004235 cm3 /g dan rata – rata
dan dalam pen elitian ini kadar karbon yang diameter pori sebesar 20,1256 nm. Kurva isotherm
didapatkan sebesar 67,70% yang menandakan BET dari karbon aktif sabut kelapa dapat dilihat
bahwa karbon aktif sabut kelapa memenuhi pada gambar 4
syarat sebagai karbon aktif [11]. Semakin banyak Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa
unsur karbon yang terkandung maka semakin kurva isotherm BET menunjukkan bahwa karbon
banyak muatan yang akan tersimpan, karena aktif yang terbentuk memiliki struktur mesopori
yang berperan menyimpan muatan dalam dan ditunjukkan oleh loop histerisis pada tekanan
kapasitor lapis rangkap listrik adalah karbon[12]. relatif (<0,1P/P0 <0,9). Pada tekanan telatif
rendah, hanya terjadi sedikit penyerapan sampai
3.1.3. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) pada tekanan relatif P/P 0 = 1 terjadi penyerapan
FTIR dilakukan untuk menentukan gugus fungsi yang tinggi yang membuktikan bahwa karbon
yang terdapat pada permukaan karbon aktif sabut aktif yang terbentuk merupakan tipe IV [15] dan
kelapa, hasil spektrum FT IR ditunjukkan pada didukung oleh data SEM yang memperlihatkan
Gambar 3 diameter pori yang besar.
Permukaan karbon aktif men gandung
beberapa gugus fungsi dan tidak akan pernah
terlepas dari oksigen kecuali dipanaskan diatas
suhu 950°C dalam keadaan vakum [13]. Spektrum
FTIR karbon aktif sabut kelapa pada angka
gelombang 3339,97 cm-1 menunjukkan adanya

13
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

massa karbon aktif juga dilakukan untuk


4
mendapatkan ketebalan optimum dari rangkaian
jumlah N2 yang diserap (cm 3/g)
3.5
kapasitor lapis rangkap listrik.
3
2.5
2 12

Kapasitansi (mF)
1.5 10
1 8
0.5 6
0
4
0 0.5 1
2
Tekanan relatif (P/P0)
0
0 0.2 0.4 0.6
Gambar 4. Kurva isoterm adsorbsi-desorbsi N2 karbon Massa (g)
aktif sabut kelapa
Gambar 6. Pengaruh variasi massa terhadap nilai
Gambar 5 menunjukkan semakin besar diameter kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis rangkap
pori maka volume pori yang terbentuk juga listrik
semakin kecil. Karbon aktif dengan diameter
yang kecil (mikropori) memberikan kinerja yang Gambar 6 memperlihatkan bahwa nilai
baik sebagai elektroda kapasitor lapis rangkap kapasitansi meningkat dengan berta mbahnya
listrik [16], tetapi kombinasi struktur mesopori massa karbon aktif yang digunakan sampai pada
dan mikropori akan memberikan kinerja yang massa 0,4 g dan menurun pada massa 0,5 g.
lebih baik dibandingkan struktur mikropori saja. Naiknya nilai kapasitasi terjadi karena semakin
Berdasarkan gambar terlihat diameter pori berada banyak karbon aktif yang digunakan maka
di rentang 2 – 21 nm yang menandakan karbon semakin tebal plat elektrodamyang terbentuk dan
aktif yang terbentuk memiliki struktur mesopori semakin banyak muatan yang tersimpan untuk
dan didukung juga oleh hasil karakterisasi SEM membentuk lapis rangkap listrik. Sedangkan
dan kurva BET. menurunnya nilai kapasitansi pada massa 0,5
diakibatkan karena apabila plat terlalu tebal akan
menyebabkan jarak tempuh muatan akan
3.92
semakin jauh, sehingga tidak banyak muatan
Volume pori (x10 -3 cm3/g)

3.9 yang tersimpan dan nilai kapasitansi menurun


3.88 [17]. Nilai kapasitansi maksimum didapatkan
pada massa 0,4 g sebesar 9,63 mF dengan
3.86 ketebalan optimum 1,27 mm
3.84
3.2.2 Pengaruh frekuensi terhadap nilai kapasitansi
3.82
dari elektroda kapasitor lapis rangkap listrik
3.8 Perubahan frekuensi yang digunakan akan
3.78 menyebabkan perubahan pada nilai kapasitansi
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 dari kapasitor lapis rangkap listrik. Semakin besar
frekuensi yang diberikan mengakibatkan lebih
Rata - rata diameter pori (nm) banyak gelombang yang ditransmisikan, sebelum
kapasitor terisi penuh arah arus listrik sudah
Gambar 5. Hubungan antara rata – rata diameter pori berbalik sehingga terjadi pengosongan muatan
dengan volume pori secara cepat. Hal ini menyebabkan kema mpuan
kapasitor dalam menyimpan muatan berkurang
3.2 Pengukuran Sifat-Sifat Listrik
[18].
3.2.1 Pengaruh variasi massa karbon aktif terjadap
Gambar 7 menunjukkan nilai kapasitansi
kinerja elektroda kapasitor lapis rangkap listrik
yang paling optimum adalah pada nilai frekuensi
Massa karbon merupakan salah satu
rendah. Pada frekuensi 1000 Hz nilai kapasitansi
parameter yang menentukan banyaknya muatan
yaitu 4,01 mF, nilai kapasitansi ini meningkat
yang tersimpan di dalam karbon aktif dan akan
menjadi 9,63 mF pada frekuensi 100 Hz.
membentuk lapis rangkap listrik, oleh karena itu
Kapasitansi mencapai nilai maksimum pada
dilakukan pengukuran nilai kapasitansi terhadap
frekuensi rendah karena pada frekuensi rendah
karbon aktif sabut kelapa yang digunakan sebagai
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik. Variasi

14
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

ion-ion elektrolit lebih mudah berpindah menuju


20
elektroda membentuk lapis rangkap listrik [19].

Kapasitansi (mF)
18
16
14
12 12
10
Kapasitansi (mF)

10 8
6
8 4
6 2
0
4 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55
2
Konsentrasi H 3PO 4 (N)
0
0 200 400 600 800 1000 Gambar 9. Pengaruh variasi larutan elektrolit H3PO4
Frekuensi (Hz) terhadap nilai kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis
rangkap listrik
Gambar 7. Pengaruh variasi frekuensi terhadap nilai
kapasitansi dari kapasitor lapis rangkap listrik Gambar 9 menunjukkan nilai kapasitansi dari
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik
3.2.3 Pengaruh variasi luas plat elektroda meningkat untuk konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,25 N
terhadap nilai kapasitansi dari elektroda kemudian turun pada konsentrasi 0,3 N sampai
kapasitor lapis rangkap listrik 0,5 N. Nilai kapasitansi maksimum didapatkan
Luas plat elektroda berbanding lurus dengan nilai pada konsentrasi larutan elektrolit 0,25 N sebesar
kapasitansi [20], hal ini dikarenakan semakin 17,73 mF. Naiknya nilai kapasitansi pada
banyak karbon aktif yang terdapat dalam konsentrasi 0,1 sampai 0,25 N disebabkan karena
rangkaian menyebabkan semakin banyak semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin
muatan yang tersimpan di dalam pori karbon dan banyak muatan yang terserap ke dalam pori –
semakin banyak lapis rangkap listrik yang pori karbon dan membentuk lapis rangkap listrik
terbentuk. sedangkan turunnya nilai kapasitansi pada
konsentrasi 0,3 sampai 0,5 N disebabkan karena
20
semakin tinggi konsentrasi larutan elektrolit
Kapasitansi (mF)

15 semakin banyak muatan yang bergerak di


dalamnya, sehingga saat proses pengisian muatan
10 – muatan ini akan bergerak lamba t dan
menyebabkan penumpukkan pada antar muka
5
elektrolit dan pemisah. Terjadinya penumpukan
0 ini mengakibatkan sulitnya muatan tersebut
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 untuk kembali ke separator dan kemudian akan
mengganggu transport muatan ke masing –
Luas plat (cm2)
masing elektroda. Suasana asam dari larutan
elektrolit juga dapat menyebabkan kerusakan
Gambar 8. Pengaruh variasi luas plat elektroda
pada pori karbon aktif sehingga akan semakin
terhadap nilai kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis
rangkap listrik sedikit muatan yang tersimpan [21][22].

Pada gambar 4.7 terlihat semakin besar luas plat 3.2.5 Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit H3 PO4
elektroda yang digunakan semakin besar nilai terhadap konduktivitas elektroda superkapasitor
kapasitansinya. Nilai kapasitansi maksimal Konsentrasi elektrolit mempengaruhi nilai
didapatkan pada plat elektroda dengan ukuran konduktivitas dari suatu elektroda
3x9 cm2 yaitu sebesar 17,53 mF superkapasitor. Nilai konduktivitas ini diperoleh
dari perbandingan tebal plat elektroda terhadap
3.2.4 Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit H3 PO4 nilai resitansi dan luas plat elektroda.
terhadap nilai kapasitansi dari elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik
Konsentrasi larutan elektrolit dapat
mempen garuhi kapasitansi dari elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik.

15
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

5
Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai
kapasitansi meningkat seiring berta mbahnya
Konduktivitas (x10-4 Ω-1cm-1)
4.5
4 waktu pen gisian, namun terjadi penurunan
3.5 setelah waktu pengisian 30 menit. Nilai
3
kapasitansi maksimum didapatkan pada lama
2.5
2 waktu pengisian 30 menit sebesar 18,83 mF,
1.5 menurunnya nilai kapasitansi setelah waktu
1 pengisian 30 menit diakibatkan karena semakin
0.5 lama waktu yang digunakan untuk proses
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55
pengisian akan menyebabkan terjadinya
perubahan mekanik pada separator PVA
Konsentrasi elektrolit H3PO4 (N) (swelling) karena adanya kenaikan suhu.
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit Perubahan mekanik pada separator menyebabkan
H3PO4 terhadap nilai konduktivitas dari elektrpoda muatan tidak dapat bergerak menuju elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik dan terjadi penumpukan sehingga akan
menurunkan nilai kapasitansi dari kapasitor lapis
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai rangkap listrik [21].
konduktivitas dari elektroda kapasitor lapis
rangkap listrik meningkat dari konsentrasi 0,1 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
sampai konsentrasi 0,25 N dan turun untuk Tumimomor (2018) karbon aktif sabut kelapa
konsentrasi 0,3 sampai 0,5 N. Konduktivitas yang diaktivasi menggunakan KOH dan
merupa kan kemampuan suatu materi untuk digunakan sebagai elektroda kapasitor lapis
menghantarkan arus listrik, semakin tinggi rangkap listrik memilki nilai kapsitansi spesifik
konsentrasi larutan elektrolit maka semakin cepat yang cukup besar yaitu 53,70 F/g [23]. Pada
kemampuan untuk men ghantarkan muatan dari penelitian kali ini nilai kapasitansi yang
separator menuju elektroda dan menyebabkan didapatkan relatif kecil, perbedaan nilai
terjadinya penumpukkan muatan yang menuju kapasitansi yang cukup jauh ini dapat disebabkan
permukaan elektroda. Penumpukkan muatan ini oleh perbedaan aliran gas dan suhu yang
akan menyebabkan proses pengisian dan digunakan pada saat proses karbonisasi.
pengosongan terganggu. Peningkatan konsentrasi
larutan elektrolit akan meningkatkan mobilitas 3.2.7 Pengaruh variasi waktu pengisian terhadap
ion namun dengan meningkatnya mobilitas ion sifat listrik kapasitor lapis rangkap listrik
dapat menyebabkan proses pengisian dan 3.2.7.1 Pengaruh waktu pengisian terhadap arus
pengosongan kapasitor lapis rangkap listrik [22]. listrik
Pengukuran arus listrik dilakukan untuk
3.2.6 Pengaruh variasi waktu pengisian terhadap mengetahui jumlah arus masuk ataupun arus
nilai kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis keluar dalam membentuk lapis rangkap listrik
rangkap listrik pada waktu pengisian.
Waktu pengisian merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk perpindahan muatan dari 0.5
separator menuju elektroda dan membentuk lapis
rangkap listrik. Lamanya waktu pen gisian akan 0.4
Arus (A)

mempengaruhi nilai kapasitansi. 0.3

20
0.2
Kapasitansi (mF)

0.1
15
0
10 0 20 40 60 80
Waktu pengisian (menit)
5

0
Gambar 12. Pengaruh waktu pengisian terhadap arus
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 listrik dari kapasitor lapis rangkap listrik

Waktu pengisian (menit) Gambar 4.11 menunjukkan bahwa nilai arus


Gambar 11. Pengaruh variasi waktu pengisian relatif konstan walaupun waktu pengisian
terhadap nilai kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis ditingkatkan (data pada lampiran 10). Hal ini
rangkap listrik menandakan bahwa resistansi kapasitor lapis

16
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

rangkap listrik yang telah dirakit dapat menjaga Jumlah muatan dihitung berdasarkan persamaan
arus yang keluar konstan. Diketahui juga bahwa Faraday dan jumlah elektron berhubungan
kapasitor lapis rangkap listrik tidak dengan bilangan avogadro. Nilai kapasitansi akan
mengeluarkan arus sekaligus melainkan berbanding lurus dengan jumlah muatan dan
mengeluarkan arus secara konstan [22][24]. jumlah elektron.

3.2.7.2 Pengaruh waktu pengisian terhadap Tabel 4.2 menunjukkan s emakin tinggi
tegangan listrik kapasitansi maka jumlah muatan dan jumlah
Pengukuran tegangan listrik dilakukan untuk elektron juga akan semakin meningkat. Jumlah
mengetahui besar beda potensial pada waktu muatan maksimum didapatkan pada konsentrasi
pengisian dalam membentuk lapis rangkap listik. larutan elektrolit 0,25 N sebesar 1.710 x 103
Coulomb dan jumlah elektron ma ksimum juga
1 didapatkan pada konsentrasi 0,25 N sebesar
106,770 x 1020 e-.
0.8 Nilai kapasitansi, jumlah muatan dan jumlah
Tegangan (V)

0.6 elektron meningkat seiring dengan meningkatnya


konsentrasi larutan elektrolit H3PO4, na mun
0.4 pada konsentrasi 0,3 N terjadi penurunan
0.2 terhadap nilai kapasitansi, jumlah muatan dan
jumlah elektron. Hal ini terjadi karena adanya
0 penumpukan elektron disekitar permukaan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 elektroda akibat banyaknya elektron yang
Waktu pengisian (menit) dihasilkan pada konsentrasi larutan elektrolit
yang lebih tinggi [26]
Gambar 13. Pengaruh variasi waktu pengisian
terhadap tegangan listrik dari kapasitor lapis rangkap
listrik

Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai tegangan


listrik yang dihasilkan kapasitor lapis tangkap
listrik relatif konstan walaupun waktu
pengisiannya ditingkatkan. Ini menandakan telah
terbentuk dipol yang sempurna pada elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik dalam memb entuk
lapis rangkap listrik [25].

3.2.8 Hubungan kapasitansi, jumlah muatan dan


jumlah elektron kapasitr lapis rangkap listrik
Tabel 2. Hubungan kapasitansi, jumlah muatan dan jumlah elektron pada variasi konsentrasi elektrolit
H3 PO4 dari elektroda superkapasitor.

Konsentrasi elektrolit Kapasitansi Jumlah muatan Jumlah elektron


H3 PO4 (N) (mF) (x 10 3 Coulomb) (x10 20 e-)
0,1 10,20 984 61,424
0,2 12,49 1.205 75,215
0,25 17,73 1.710 106,770
0,3 17,53 1.692 105,566
0,4 10,01 966 60,280
0,5 8,13 784 48,959

4. Kesimpulan Hasil karakterisasi SEM menunjukkan mulai


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terbentukn ya pori – pori pada karbon aktif,
dapat disimpulkan bahwa karbon dari sabut berdasarkan hasil karakterisasi EDX didapatkan
kelapa yang diaktivasi menggunakan KOH dan persen C s ebesar 67,70% dengan struktur
proses karbonisasi langsung dapat digunakan mesopori, luas permukaan spesifik 1,2561 m2 /g,
sebagai elektroda kapasitor lapis rangkap listrik. volume pori 0,004235 cm3 /g dan dia meter pori

17
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

rata – rata sebesar 20,156 nm yang didukung Coffee Grounds for Symmetric
dengan data BET dan BJH. Karbon aktif sabut Supercapacitor. Journal of The Taiwan Institute
kelapa memiliki kinerja yang baik sebagai of Chemical Engineers 2019, 101, 177-185.
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik dilihat 10. Borenstein,A.; Hanna, O.; Attias, R.; Luski, S.;
dari hasil pengukuran LCR - meter yang Brousse.; T, Aurbach D.: Carbon-based
memberikan nilai kapasitansi maksimum sebesar composite materials for supercapacitor
18,83 mF dan nilai konduktivitas maksimum electrodes: a review. Journal of Material Chem
sebesar 4,56x10 -4 Ω-1 cm-1 . Nilai kapasitansi dan 2017, 5, 12653-12672.
konduktivitas maksimum didapatkan dengan 11. Sahara, E.; Sulihingtyas, W.D.; Mahardika, I
ukuran karbon 45µm, ukuran plat elektroda 3x9 P.A.S.: Pembuatan dan Karakterisasi Arang
cm2 , tebal rangkaian 1,27 mm, konsentrasi larutan AKktof dari Ba tang Tanaman Gumitir
elektrolit H3 PO4 0,25 N dan waktu pengisian 30
(Tagetes erecta) yang Diaktivasi den gan
menit.
H3 PO4 . Jurnal Kimia 2017, 11(1), 1-9
Referensi 12. Jamilatun, S.; Setyawan, M.: Pembuatan
1. Burke, A.: Ultrasupercapacitors: Why, How, Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan
and Where is The Technplogy. Journal of Aplikasinya untuk Penyerapan Asap Cair.
Power Science 2000, 9(1), 37-50. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 2014,
2. Xu, T.; Wang, W.; Gordin, M.L.; Wang, D.; 12(1), 1-14.
Choi, D.: Lithium-ion Batteries for Stationary 13. Marsh, H.; R einoso, F.R .: Activated Carbon.
Energy Storage. Energy Storage Technologies Elsevier Science 2006.
2010, 62(9), 24-30. 14. Nandiyanto, A.B.D.; Oktiani, R .; Raghadita,
3. Kötz, R.; Carlen, M.: Principles and R.: How to Read and Interpret FTIR
Application of Electrochemical Capacitors. Spectroscope of Organic Material. Indinesian
Electrochemical Acta 2000, 45, 2483-2498. Journal of Science and Tech nology 2019, 4(1),
4. Sesuk, T.; Ta mmawat, P.; Somton , K.;
97-118
Limthongkul, P.; Kobsiriphat, W.: Activated
Carbon Derived from Coconut Coir Pith as 15. Thommes, M.; Kaneko, K.; Neimark, A.V.;
High Performance Supercapacitor Electrode Olivier, J.P.; R einoso, R .F.; R ouquerol, J.;
Material. Journal of Energy Storage 2019, 25, Sing, K.S.W.: Physisorption of Gases, with
1-9. Special Reference to The Evaluation of
5. 2.Zang, J.; Tian, T.; Yang, G.; Jia, S.; Zhou, S.; Surface Area and Pore Size Distribution
Xu, H.; Wang, Y .: A Facile Preparation of (IUPAC Technical Report). IUPAC Technical
Pomegranate-like Porous Carbon by
Report 2015, 87(9-10), 1051-1069.
Carbonization and Activation of Phenolic
Resin Prepared via Hydrothermal Synthesis 16. Ghosh, S., Santhosh, R., Jeniffer, S.,
in KOH Solution for High Performance Raghavan, V., Jacob, G., & Nanaji, K. et al.;
Supercapacitor Electrodes. Advanced Powder Natural biomass derived hard carbon and
Technology 2019. 1-8. activated carbons as electrochemical
6. Anggraini, V. Shear Strength Improvement supercapacitor electrodes. Scientific Reports.
of Sandy Soil Using Coconut Fiber. 2019, 9, 16315.
International Journal of Civil Engineering and 17. Fristina, R.: Pemanfaatan Kertas Karbon
Technology 2016, 7(3), 2. Sebagai Bahan Elektroda pada
7. Yu, D.; Ma, Y.; Chen, M.; Dong, X.: KOH Superkapasitor, Skripsi. Fakultas MIPA,
Activation of Wax Gourd-Derived Carbon Universitas Andalas. 2016.
Materials with High Porosity and 18. Juhiswari, Yuyun: Efek Ukuran Bulir
Heteroatom Content for Aqueous or Terhadap Kapasitansi Superkapasitor Den gan
All-Solid-State Supercapacitors. Journal of Elektroda Dari Komposit Ekstrak Pasir Besi
Colloid Interface Science 2019, 537, 569–578. Dan Arang Aktif Dari Kulit Biji Mete. Skripsi,
8. Yang, L.; Feng, Y .; Cao, M.; Yao, J.: Two-Step FKIP Universitas Haluoleo: Kendari 2016.
Preparation of Hierarchical Porous Carbon 19. Grandys, P.; Rika, D.; Istria, P.R.; Ah mad, F.;
from KOH-Activated Wood Sawdust for Amanda, P.: Analisis Luas Permukaan Arang
Supercapacitor. Material Chemical Physic 2019, Aktif Den gan Menggunakan Metode BET
238. (SAA). Universitas Negeri Semarang:
9. Chiu, Y.H.; Lin, L.Y.: Effect of Activating Semarang, 2004.
Agent for Producing Activated Carbon using 20. Pradana, H. Y .; Sintesis rGO/Glukosa
A Facile One-Step Synthesis with Waste dengan Variasi Perbandingan Massa dan

18
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Proses Eksfoliasi Secara Kimia Untuk Bahan 24. Kaiwen, Z.; Yuanyuan, L.; Ming, Z .: The
Elektroda Superkapasito. Skripsi. Fakultas Porous Carbon Derived From Water
MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Hyacinth With Well-Designed Hierarchical
November, Surabaya, 2017.
Structure For Supercapaitors. Journal of Power
21. Perdana, Y.A.: Performance Karbon Aktif dari
Sources. 2017, 366: 270-277.
Limbah Cangkang Kelapa Sawit sebagai
25. Aliza, R.: Pengaruh Suhu Pembakaran
Bahan Elektroda Superkapasitor, Skripsi. terhadap Performance TiO2/C
FMIPA, Universitas Andalas. 2017. Berpendukung Keramik Sebagai Elektroda
22. Fitrina, V. N., Diantoro, N., Nasikhudin: Superkapasitor. Skripsi, FMIPA Universitas
Sintesis dan Karakterisasi Superkapasitor Andalas. 2015.
Berbasis Nanopartikel Berbasis Nanopartikel 26. Waltrip, B.; Seifert, F.: A Programmable
TiO2 /C. Skripsi. FMIPA, Universitas Negeri Capacitor for Inductance Measurement. IEEE
Malang, 2014. Transaction on Instrumental and Measurement
23. Tumimomor, F.R.; Palilingan, S.C.: 2017, 99, 1-7.
Pemanfaatan Karbon Aktif dari Sabut Kelapa
sebagai Elektroda Superkapasitor.
FULLERENE Journal of Chemistry 2018, 3(1),
13-18.

19
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

STUDI KOMPUTASI INHIBISI KOROSI BESI OLEH MOLEKUL


MORIN DAN TURUNANNYA
Imelda 1 , Emriadi1 , Iqbal Desriman1,*
1 Laboratory of Electrochemical/Photochemical, Chemistry Department of Faculty of Mathematics and

Natural Sciences, Andalas University, Campus of Limau Manis, Padang 25163


*Email : iqbaelpoxc@gmail.com

Abstract: One of the serious problems in the industrial sector is the corrosion of metals or alloys, which
causes enormous property losses. Metal damage due to corrosion also causes environmental damage
which is a major concern in the metal industry, especially in acidic media. The use of organic inhibitors is
the right solution for the prevention of metal corrosion because it is more environmentally friendly. In
this study, a computational study was conducted to analyze the inhibition ability of iron anti -corrosion
by 6 morine derivatives with gas and ethanol solvent phases using the Density Functional Theory (DFT)
method with the base set B3LYP / 6-31G. The quantum chemical parameters obtained from the
optimization results are the optimal geometric structure, EHOMO, ELUMO, dipole moment (DM), and
total energy. From the EHOMO and ELUMO values obtained, the ionization potential (I), electron affinity
(A), bandgap (ΔE), electronegativity (χ), hardness (ɳ), softness (σ), electrophilicity (ω), nucleophilicity are
calculated. (ε). Then the optimization of the Fe atom is also performed to obtain the value of charge
transfer (ΔN), ΔEBack donation, and interaction energy (Δѱ). From the calculation of these quantum
chemical parameters, 3 gas-phase inhibitors were selected to be optimized with the Fe atom so that the
values of Eads, Ebinding, enthalpy (ΔH), free energy Gibbs (ΔG), and entropy energy (ΔS) were selected
which indicates that inhibitor 2 (substituted) groups R1 (-CH3) and R2 (-CH3)) have better anti-corrosion
inhibition ability than inhibitors 1,3,4,5, and 6.

Keywords : DFT, Morine, Inhibition, Iron

1. Pendahuluan
Salah satu masalah serius di sektor industri efektif[4]. Secara umum diasumsikan bahwa
adalah korosi logam atau paduan, yang molekul organik dapat diadsorpsi pada
menyebabkan kerugian properti yang sangat permukaan logam melalui beberapa gugus aktif
besar[1]. Kerusakan logam akibat korosi juga seperti heteroatom yang mengandung atom O,
menyebabkan kerusakan lingkungan yang N, S, P, -C=O, -OH, ikatan rangkap dua atau
menjadi perhatian utama dalam industri logam, tiga cincin aromatic[5]. Studi sebelumnya
terutama di media asam. karena itu, ada menunjukkan bahwa sebagian besar inhibitor
permintaan yang tinggi untuk mengembangkan organik mengurangi laju korosi melalui adsorpsi
metode pencegahan korosi atau mengurangi laju pada permukaan logam dan kinerja
korosi[2]. penghambatan dengan keberadaan atom-atom
Pendekatan yang paling ramah yang mempunyai pasangan elektron bebas
lingkungan dan hemat biaya untuk mencegah mengikuti urutan O <N <S <P[6].
logam terhadap korosi adalah dengan Kimia komputasi merupakan cabang
menggunakan inhibitor organic[3]. Efisiensi ilmu kimia yang menggunakan hasil kimia teori
penghambatan suatu inhibitor dalam yang diterjemahkan ke dalam program
lingkungan tertentu sangat dipengaruhi oleh komputer untuk menghitung sifat-sifat molekul
struktur kimia dan interaksinya dengan dan perubahannya. Kimia komputasi juga dapat
permukaan logam. Banyak senyawa organik melakukan simulasi terhadap sistem-sistem
heterosiklik yang mengandung nitrogen, besar seperti molekul protein dan kristal cair.
belerang, oksigen, fosfor dan elektron π dikenal Sifat molekul yang dapat dihitung yaitu struktur
sebagai penghambat korosi baja yang efektif, atom, energi, perubahan energi, muatan,
karena mereka terserap pada permukaan logam momen dipol, kereaktifan, frekuensi getaran,
dan membentuk film penghalang yang dan besaran spektroskopi. Metode perhitungan

20
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

dalam kimia komputasi yang paling banyak Molekul morin dan turunannya seperti yang
digunakan adalah metode Density Functional terlihat pada Tabel 1 digambarkan
Theory (DFT) karena hasil penelitiannya yang menggunakan Gauss view 6.0
akurat mendekati hasil eksperimen[7]. Tabel 3.1. Struktur kerangka morin dan
Beberapa penelitian secara komputasi turunannya
tentang inhibisi korosi besi telah banyak Senyawa
Struktur
dilakukan diantaranya yaitu efisiensi inhibisi Turunan R1 R2
Kerangka Morin
korosi dan adsorpsi N-dimetil-4 - (((1-metil-2- Morin
fenil-2,3-dihidro-1H-pyrazol4-il) imino) metil) - 1 H H
N-alkylbenzenaminium bromide pada baja karbon
dalam asam klorida[8], dan studi kimia 2 CH3 CH3
eksperimental dan komputasi dari dua senyawa 3 H CH3
imidazol sebagai inhibitor korosi untuk baja
4 CH3 H
ringan dalam larutan HCl[2].
Salah satu senyawa organik yang 5 OH CH3
berpotensi menjadi inhibitor korosi adalah 6 CH3 OH
morin. Morin adalah senyawa organik yang
banyak terdapat pada tumbuhan seperti kulit
2.3.2 Optimasi molekul turunan morin
dan daun nangka, daun jambu biji dll. Senyawa
Molekul turunan morin dalam fasa gas dan
morin merupakan senyawa golongan flavonoid
pelarut etanol dioptimasi dengan pengaturan
dan polifenol yang mengandung elektron π
optimasi + frequensi menggunakan paket
berkonyugasi cincin aromatik dan atom oksigen.
program Gaussian 16 W metode perhitungan
Pada farmakologis morin dilaporkan memiliki
DFT dan basis set B3LYP/6-31G. Output data
sifat antioksidan, inhibitor oksidasi, anti
berupa struktur geometri optimal, E HOMO, ELUMO,
inflamasi[9]. Berdasarkan strukturnya, morin
Contour HOMO (Highest Occupied Molecular
memiliki atom O dan elektron π berkonyugasi
Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied
sehingga potensial digunakan sebagai inhibitor
Molecular Orbital), energi total, momen dipol
korosi.
serta ESP (Elektrosatik Potensial). Kemudian
Berdasarkan uraian tersebut maka
ditentukan nilai bandgap (ΔE), potensial ionisasi
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
(I), afinitas elektron (A), elektronegativity (χ),
secara komputasi menggunakan metode DFT
hardness (ɳ), softness (σ), elektrofilisitas (ω),
tentang efisiensi senyawa morin dan
nukleofilisitas (ε), ΔN (transfer muatan), ΔE Back
turunannya sebagai inhibitor korosi besi (Fe).
Donation, energi interaksi (Δѱ). Nilai-nilai tersebut
didapatkan berdasarkan persamaan berikut:
2. Metodologi Penelitian
2.1 Alat ΔE=ELUMO - EHOMO ε=
1

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini − EHOMO−ELUMO


ω
𝑋𝑓𝑒 − 𝑋𝑖𝑛ℎ
yaitu seperangkat PC komputer dan perangkat Χ= ΔN =
2 2(ɳ𝐹𝑒 + ɳ𝑖𝑛ℎ)
ELUMO −EHOMO
lunak (software) Gaussian 16 W dan Gauss View ɳ=
2
6.0 1 ɳ
σ= ΔEBack Donation = −
ɳ 4
𝑥2 (𝑋𝑓𝑒 − 𝑋𝑖𝑛ℎ)2
2.2 Molekul ω= =
µ
Δѱ = −
2ɳ 4 4(ɳ𝐹𝑒 + ɳ𝑖𝑛ℎ)
Molekul yang dianalisis untuk penelitian ini
adalah molekul morin dan turunannya serta
Berdasarkan parameter diatas kemudian
atom Fe dalam fasa gas dan pelarut etanol
dianalisis kestabilan inhibitornya.
2.3 Prosedur penelitian
2.3.3 Optimasi molekul turunan morin yang
2.3.1Penggambaran struktur molekul dan
berinteraksi dengan Fe
struktur elektronik
Molekul morin yang berikatan dengan atom Fe
kemudian dilakukan optimasi+frequensi
menggunakan paket program Gaussian 16 W

21
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

dengan metode perhitungan DFT dan basis set 3.1 Struktur molekul inhibitor
B3LYP/6-31G. Hasil optimasi berupa struktur
geometri optimal, entalpi, energi bebas gibbs
dan entropi. Setelah itu ditentukan nilai energi
adsorpsi dan energi binding dengan persamaan
berikut:

Eads = Ekompleks − (EFe + Einh)


Ebinding = −Eads

Berdasarkan parameter energi adsorpsi, energi


binding, energi entalpi, energi bebas gibbs dan
energi entropi kemudian dianalisis:
1. Mekanisme interaksi antara molekul morin
dengan atom Fe
2. Efisiensi inhibisi molekul morin terhadap
korosi besi
3. Struktur turunan molekul morin yang efisien
sebagai inhibitor korosi.
Gambar 3.1 Struktur molekul dari turunan molekul
3. Hasil dan Diskusi morin

Molekul morin dan turunannya merupakan menggunakan metode DFT seperti terlihat pada
molekul yang bisa dijadikan sebagai inhibitor Gambar 3.1.
korosi karena mengandung atom oksigen dan mengetahui kinerja anti korosi dengan
elektron π dalam stukturnya. Penelitian ini menerapkan perhitungan parameter kimia
Dalam penelitian ini, enam molekul morin dan kuantum.
turunannya dipilih untuk dianalisis efisiensi anti mengetahui kinerja anti korosi dengan
korosi besi. Objektif penelitian ini adalah untuk menerapkan perhitungan parameter kimia
menganalisis beberapa molekul turunan morin kuantum.
sebagai inhibitor korosi secara komputasi
3.2 Struktur geometri, Contour HOMO-LUMO
dan ESP
Struktur geometri optimal, contour HOMO dan
LUMO molekul morin dalam fasa gas dan
pelarut diperlihatkan pada Gambar 3.2 dan 3.3.

Inh 1

Inh 2

22
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Inh 3

Inh 4

Inh 5

Inh 6

Struktur geometri optimal Contour HOMO Contour LUMO

Gambar 3.2 Struktur geometri optimal (warna: atom oksigen = merah, carbon = abu, hidrogen = putih), Contour
HOMO, dan Contour LUMO (warna: hijau = OM bonding, merah = OM anti bonding) turunan molekul morin fasa
gas

Inh 1

Inh 2

23
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Inh 3

Inh 4

Inh 5

Inh 6

Struktur geometri optimal Contour HOMO Contour LUMO

Gambar 3.3 Struktur geometri optimal (warna: atom oksigen = merah, carbon = abu, hidrogen = putih), Contour
HOMO, dan Contour LUMO (warna: hijau = OM bonding, merah = OM anti bonding) turunan molekul morin fasa
pelarut.

Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 menunjukkan dalam fasa gas maupun pelarut, diketahui
struktur geometri optimal, contour HOMO dan gugus -C=C- berperan sebagai donor elektron
LUMO Inh 1-6 dalam fasa gas dan pelarut dan gugus -C-C-, -C=O berperan sebagai
etanol. Contour HOMO merupakan kerapatan akseptor elektron. Hal ini menunjukkan adanya
elektron pada pita HOMO sedangkan contour resonansi elektron π pada cincin benzen menuju
LUMO merupakan kerapatan elektron pada pita gugus -C=O. Sedangkan pada gugus -CH3 , H
LUMO[15]. HOMO berperan sebagai daerah dan -OH pada C5 dan C6 tidak terdapat
donor elektron dan LUMO berperan sebagai kerapatan elektron yang menunjukkan bahwa
daerah akseptor electron[10]. Berdasarkan gugus tersebut hanya berperan sebagai
contour HOMO/LUMO Semua inhibitor baik penginduksi (induksi + dan induksi -).

24
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Inh 1 Inh 2 Inh 3

Inh 4 Inh 5 Inh 6


Gambar 3.4 ESP inhibitor fasa gas

Inh 1 Inh 2 Inh 3

Inh 4 Inh 5 Inh 6

Gambar 3.5 ESP inhibitor fasa pelarut.

ElectroStatic Potensial (ESP) yang elektropositif. Semakin berwarna merah maka


ditunjukkan oleh Gambar 3.4 dan 3.5 daerah tersebut semakin elektronegatif dan
menunjukkan daerah elektronegatif dan semakin berwarna biru maka daerah tersebut

25
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

semakin elektropositif[16]. Urutan nilai oksigen pada gugus -C=O. Hal ini terjadi karena
ekelektronegatifan berdasarkan warna adalah resonansi elektron π pada morin menuju gugus -
adalah merah > kuning > hijau > biru[18]. C=O dan diprediksi atom Fe akan terikat pada
Berdasarkan gambar ESP inhibitor morin pada atom oksigen pada gugus -C=O. Selain pada
fasa gas maupun fasa pelarut diketahui daerah gugus -C=O, atom Fe juga bisa berikatan pada
yang paling elektronegatif terletak pada atom atom oksigen pada gugus -OH.

3.3 Parameter Kereaktifan molekul inhibitor hardness (ɳ), elektronegativitas (χ),


Parameter pengukuran secara komputasi untuk elektropilisitas (ω), nukleofilisitas (ε) dan energi
menentukan kereaktifan suatu inhibitor korosi total. Tabel 3.1 dan 3.2 menunjukkan kereaktifan
dapat diketahui dari nilai potensial ionisasi (I), parameter kimia kuantum dari enam molekul
afinitas elektron(A), bandgap(ΔE), softness(σ), morin dan turunannya.

Tabel 3.1 Perhitungan parameter kereaktifan inhibitor morin fasa gas


Parameter Inh 1 Inh 2 Inh 3 Inh 4 Inh 5 Inh 6

HOMO (Hartree) -0,2002 -0,1954 -0,1980 -0,1982 -0,1998 -0,1966

LUMO (Hartree) -0,0583 -0,0547 -0,0573 -0,0563 -0,0597 -0,0597

I (Hartree) 0,2002 0,1954 0,1980 0,1982 0,1998 0,1966

A (Hartree) 0,0583 0,0547 0,0573 0,0563 0,0597 0,0597

ΔE (Hartree) 0,1419 0,1407 0,1407 0,1419 0,1401 0,1369

ɳ (Hartree) 0,0710 0,0703 0,0704 0,0709 0,0701 0,0685

σ (Hartree -1 ) 14,0923 14,2187 14,2106 14,0994 14,2735 14,6092

χ (Hartree) 0,1292 0,1251 0,1276 0,1272 0,1298 0,1281

ω (Hartree) 0,1177 0,1112 0,1157 0,1141 0,1202 0,1199

ε (Hartree -1 ) 8,4993 8,9950 8,6400 8,7623 8,3193 8,3388

Energi (kJ/mol)
-2,8981 -3,1045 -3,0013 -3,0013 -3,1987 -3,1987
(10 6 )

Tabel 3.2. Perhitungan parameter kereaktifan inhibitor dengan adanya pelarut (etanol)
Parameter Inh 1 Inh 2 Inh 3 Inh 4 Inh 5 Inh 6

HOMO -0,2000 -0,1978 -0,1986 -0,1992 -0,1996 -0,1966


LUMO -0,0786 -0,0768 -0,0775 -0,0778 -0,0788 -0,0784
I 0,2000 0,1978 0,1986 0,1992 0,1996 0,1996
A 0,0786 0,0768 0,0775 0,0778 0,0788 0,0784

ΔE 0,1215 0,1210 0,1210 0,1214 0,1208 0,1182


ɳ 0,0607 0,0605 0,0605 0,0607 0,0604 0,0591
σ 16,4650 16,5303 16,5262 16,4799 16,5604 16,9205
χ 0,1393 0,1373 0,1381 0,1385 0,1392 0,1375

26
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

ω 0,1597 0,1558 0,1575 0,1581 0,1605 0,1600

ε 6,2612 6,4186 6,3502 6,3249 6,2314 6,2519


Energi
-2,8978 -3,1042 -3.0011 -3,0010 -3,1985 -3,1985
(kJ/mol)(10 6)
A. Potensial ionisasi lebih rendah menunjukkan kemampuan
Potensial ionisasi (EI) adalah energi yang menerima elektron lebih baik dan juga ini akan
dibutuhkan untuk melepaskan satu mol meningkatkan adsorpsi inhibitor pada
elektron terluar dari atom dalam keadaan gas. logam[10]. Kemampuan peningkatan terhadap
Semakin kecil energi potensial ionisasi maka permukaan logam naik dengan naiknya nilai E
semakin mudah elektron dilepaskan[19]. Dalam HOMO dan turunnya nilai E LUMO. E HOMO
proses interaksi Inhibitor dengan besi, inhibitor yang besar itu terdapat pada inhibitor 2 pada
berperan menyumbangkan elektron/ tabel 3.1 dan inhibitor 6 pada tabele 3.2 yang
melepaskan elektron kepada atom besi. Maka akan mudah untuk mendonorkan elektron lebih
semakin kecil energi ionisasi, semakin baik sedangkan E LUMO yang lebih kecil itu
mudah/kuat interaksi inhibitor tersebut dengan pada inhibitor 5 menunjukkan kemampuan
atom besi[12]. Pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 nilai menerima elektron juga lebih baik.
energi potensial ionisasi yang paling kecil
adalah pada inhibitor 2. Nilai energi ionisasi
Nilai-nilai bandgap (ΔE) merupakan selisih
dalam fasa pelarut tidak jauh berbeda dengan
antara pita HOMO dan LUMO, semakin kecil
fasa gas. Energi ionisasi Inh 2 < Inh 6 < Inh 3 <
bandgap maka semakin mudah elektron
Inh 4 < Inh 5 < Inh 1 untuk fasa gasa dan Inh 2 <
tereksitasi yang berarti semakin reaktif molekul
Inh 3 < Inh 4 < Inh 5 = Inh 6 < Inh 1 untuk fasa
tersebut[17]. Inhibitor 6 memiliki nilai band gap
pelarut.
yang lebih kecil dibandingkan dengan 5
inhibitor lainnya. Bandgap Inh 6 < Inh 5 < Inh 2
B. Afinitas Elektron < Inh 3 < Inh 4 < Inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6
Afinitas elektron menyatakan kemampuan < Inh 5 < Inh 2 < Inh 3 < Inh 4 < Inh 1 untuk fasa
suatu atom/molekul/ion untuk menangkap 1 pelarut.
mol elektron. Semakin kecil energi afinitas
D. Hardness dan Softness
elektron maka semakin mudah atom/molekul
Hardness global (ɳ) dan softness (σ) adalah sifat
dalam menangkap electron[20]. Inhibitor korosi
penting untuk mengukur molekul stabilitas dan
besi bersifat mendonorkan elektronnya ke atom
reaktivitas[21]. Sebuah molekul keras memiliki
Fe, bukan menerima elektron dari atom Fe yang
celah energi yang besar dan molekul yang
berarti bahwa inhibitor yang reaktif adalah
lembut memiliki celah energi yang kecil[10].
inhibitor yang mempunyai afinitas elektron
Molekul lunak lebih reaktif daripada yang keras
yang besar[19]. Berdasarkan nilai afinitas
karena mereka dapat dengan mudah
elektron maka Inh 5 dalam fasa gas maupun
mendonorkan elektron ke akseptor[17].
pelarut diketahui sebagai inhibitor yang paling
Adsorpsi dapat terjadi pada bagian dari molekul
bagus. Afinitas elektron Inh 5 > Inh 6 > Inh 1 >
yang memiliki nilai softness (σ) tertinggi. Dalam
Inh 3 > Inh 4 > Inh 2 untuk fasa gas dan Inh 5 >
sistem korosi, inhibitor bertindak sebagai basa
Inh 1 > Inh 6 > Inh 3 > Inh 4 > Inh 2 untuk fasa
lewis sementara logam bertindak sebagai asam
pelarut.
lewis[18].
C. Band gap
Terlihat bahwa nilai-nilai E HOMO yang lebih
Logam adalah asam lunak dan inhibitor sebagai
tinggi menunjukkan kecenderungan untuk
basa lunak yang paling efektif untuk korosi
mendonorkan elektron lebih baik dan
asam dari logam ini[22]. Biasanya, inhibitor
meningkatkan adsorpsi inhibitor pada
dengan nilai hardness global yang kecil (maka
permukaan logam[19]. Sedangkan E LUMO
nilai tertinggi softness global) diharapkan
menunjukkan kemampuan molekul sebagai
memiliki nilai efisiensi inhibisi tinggi[11]. Nilai
akseptor electron[15]. Oleh karena itu E LUMO

27
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

hardness global yang paling rendah dan softness Sehingga inhibitor yang bagus mempunyai nilai
global yang paling tinggi terdapat pada inhibitor elektrofilisitas yang kecil[12]. Data tabel 4.1 dan
6. Nilai Hardness Inh 6 < Inh 5 < Inh 2 < Inh 3 < Tabel 4.2 menunjukkan bahwa inh 2 adalah
Inh 4 < Inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6 < Inh 5 < inhibitor terbaik dalam fasa gas maupun fasa
Inh 2 < Inh 3 < Inh 4 < Inh 1 untuk fasa pelarut. pelarut. Elektrofilisitas Inh 2 < Inh 4 < Inh 3 <
Nilai softness Inh 6 > Inh5 > Inh 2 > Inh 3 > Inh 4 Inh 1 < Inh 6 < Inh 5 untuk fasa gas dan Inh 2 <
> inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6 > Inh 5 > Inh 2 Inh 3 < Inh 4 < Inh 1< Inh 6 < Inh 5 untuk fasa
> Inh 3 > Inh 4 > Inh 1 untuk fasa pelarut. pelarut.
E. Elektronegativitas G. Nukleofilisitas
Elektronegativitas atau keelektronegatifan (χ) Nukleofilisitas merupakan suatu sifat dari suatu
merupakan ukuran dari kekuatan atom atau atom atau molekul yang bermuatan positif atau
molekul untuk menarik elektron pada dirinya netral dan dapat memberikan sepasang
sendiri. Elektron akan bergerak dari electron[13]. Dimana semakin besar nilai
atom/molekul yang elektropositif ke yang nukleofilisitas suatu inhibitor maka semakin
elektronegatif[20]. Semakin besar nilai besar dan kuat memampuan inhibitor untuk
keelektronegatifan maka kekuatan atom atau mendonorkan elektron kepada atom Fe[21].
inhibitor untuk menarik elektron akan semakin Pada Tabel 4.1 dan 4.2 nilai nukleofilisitas yang
besar dan ketika dikombinasikan dengan logam paling besar terdapat pada inhibitor 2 dalam
maka kemampuan logam untuk mendonorkan fasa gas maupun fasa pelarut, sehingga inhibitor
elektronnya akan semakin kecil[23]. Inhibitor yang berkemungkinan kuat untuk berikatan
berperan mendonorkan elektron pada atom Fe dengan logam adalah Inh 2. Nukleofilisitas Inh 2
dalam proses inhibisi korosi besi bukan menarik > Inh 4 > Inh 3 > Inh 1 > Inh 6 > inh 5 untuk fasa
elektron dari atom Fe. Sehingga inhibitor yang gas dan Inh 2 > Inh 3 > Inh 4 > Inh 1 > Inh 6 >
reaktif terhadap atom Fe adalah inhibitor yang Inh 5 untuk fasa pelarut.
memiliki elektronegativitas yang kecil[11].
H. Energi total
Berdasarkan data Tabel 4.1 dan Tabel 4.2
Energi total menandakan kereaktifan suatu
diketahui Inh 2 lebih reaktif terhadap atom Fe
inhibitor dimana semakin kecil nilai energi total
dalam fasa gas maupun pelarut. Nilai
maka semakin reaktif inhibitor tersebut karena
Elektronegativitas Inh 2 < Inh 4 < Inh 3 < Inh 6 <
jika nilai energi total suatu inhibitor semakin
Inh 1 < Inh 5 untuk fasa gas dan Inh 2 < Inh 4 <
besar maka semakin stabil inhibitor tersebut dan
Inh 3 < Inh 6 < Inh 1 < Inh 5 untuk fasa pelarut.
semakin kecil kemampuannya untuk
F. Elektrofilisitas mendonasikan elektronnya ke logam[11].
Elektrofilisitas merupakan suatu sifat dari suatu Namun pada beberapa literatur dinyatakan
atom atau molekul yang bermuatan positif atau energi total tidak terlalu mempengaruhi
netral dan dapat menerima sepasang elektron. kereaktifan inhibitor. Pada Tabel 4.1 dan 4.2
Semakin kecil nilai elektrofilisitas suatu nilai energi total yang paling kecil terdapat pada
inhibitor maka semakin rendah kemampuannya inhibitor 6 dalam fasa gas maupun fasa pelarut.
dalam menerima elektron dari atom Fe[21]. Energi total Inh 6 < Inh 5 < Inh 2 < Inh 3 < Inh 4
Inhibitor sendiri bersifat memberikan elektron < Inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6 < Inh 5 < Inh 2
bukan menerima elektron dari atom Fe. < Inh 4 < Inh 3 < Inh 1 untuk fasa pelarut.

3.4 Parameter kekuatan interaksi inhibitor dan atom Fe

Tabel 4.3 Perhitungan energi transfer muatan, energi interaksi, energi back-donation dan momen dipol
fasa gas
Parameter ΔN Δѱ ΔEb-d DM

Inh 1 0,1530 -2,5722 x 10 -3 -1,7741 x 10 -2 5,7353


Inh 2 0,1730 -3,2685 x 10 -3 -1,7583 x 10 -2 5,6802

28
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Inh 3 0,1611 -2,8365 x 10 -3 -1,7593 x 10 -2 2,8422


Inh 4 0,1621 -2,8858 x 10 -3 -1,7731 x 10 -2 3,5069
Inh 5 0,1517 -2,5079 x 10 -3 -1,7515 x 10 -2 3,0882

Inh 6 0,1615 -2,8034 x 10 -3 -1,7135 x 10 -2 3,6495

Tabel 4.4 Perhitungan energi transfer muatan, energi interaksi, energi back-donation dan momen dipol
fasa pelarut
Parameter ΔN Δѱ ΔEb-d DM

Inh 1 0,1182 -0,0139 x 10 -3 -1,5184 x 10 -2 9,4099


Inh 2 0,1285 -1,6416 x 10 -3 -1,5124 x 10 -2 9,4209
Inh 3 0,1247 -1,1546 x 10 -3 -1,5128 x 10 -2 9,8057
Inh 4 0,1221 -1,4852 x 10 -3 -1,5170 x 10 -2 9,2110
Inh 5 0,1190 -1,4057 x 10 -3 -1,5096 x 10 -2 10,6038
Inh 6 0,1293 -1,6485 x 10 -3 -1,4775 x 10 -2 14,3489

A. Energi transfer muatan Energi back-donation merupakan kemampuan


Energi transfer muatan menunjukkan jumlah suatu logam untuk mengembalikan elektronnya
elektron yang ditransfer oleh inhibitor ke atom kepada inhibitor sehingga nantinya logam yang
Fe[13]. Semakin besar nilai energi transfer telah berikatan dengan inhibitor akan kelebihan
muatan maka semakin banyak elektron yang elektron dan akan mempengaruhi ikatan antara
didonorkan inhibitor ke atom Fe sehingga akan inhibitor dengan logamnya[21]. Interaksi yang
semakin kuat ikatan inhibitor dengan atom kuat antara atom Fe dengan inhibitor ditandai
Fe[11]. Nilai energi transfer muatan yang paling dengan tidak ada/kecil elektron yang
besar pada fasa gas terdapat pada Inh 2 dan dikembalikan oleh atom Fe ke inhibitor[13].
pada fasa pelarut terdapat pada Inh 6. Nilai Pada Tabel 4.3 nilai energi back-donation yang
energi transfer muatan Inh 2 > Inh 4 > Inh 6 > paling kecil terdapat pada inhibitor 6 dalam fasa
Inh 3 > Inh1 > Inh 5 dalam fasa gas dan Inh 6 > gas maupun pelarut. Energi back donasi Inh 6 <
Inh 2 > Inh 3 > Inh 4 > Inh 5 > Inh 1 dalam fasa Inh 5 < Inh 2 < Inh 3 < Inh 4 < Inh1 dan dalam
pelarut. fasa gas dan Inh 6<Inh 5< Inh 4<Inh2<Inh 3<
Inh 1.
B. Energi interaksi inhibitor-logam
Semakin besar nilai energi interaksi suatu D. Momen dipol
inhibitor maka semakin kuat pula kemungkinan Momen dipol merupakan pengkutuban dari
ikatan antara inhibitor dengan logam[13]. Pada suatu inhibitor untuk membentuk sudut
Table 4.3 nilai energi interaksi yang paling besar polarisasinya, dimana semakin besar nilai
pada fasa gas terdapat pada Inh 2 dan pada fasa momen dipol dari suatu inhibitor maka semakin
pelarut terdapat pada Inh 6 yg memungkinkan kuat pula ikatan yang terbentuk antara inhibitor
untuk berinteraksi kuat antara inhibitor dengan dengan logam tersebut[10]. Pada tabel 4.3, nilai
logamnya. Nilai energi interaksi Inh 2 > Inh 4 > momen dipol fasa gas terdapat pada inhibitor 1
Inh 6 > Inh 3 > Inh 1 > Inh 5 dalam fasa gas dan dan pada fasa pelarut terdapat pada inhibitor 6.
Inh 6 > Inh 2 > Inh 3 > Inh 4 > Inh 5 > Inh 1 Nilai momen dipole Inh 1 > Inh 2 > Inh 6 > Inh 4
dalam fasa pelarut. > Inh 5 > Inh 3 dalam fasa gas dan Inh 6 > Inh 5
> Inh 3 > Inh 2 > Inh 1 > Inh 4 dalam fasa
C. Energi back-donation
pelarut.
3.5 Mekanisme resonansi elektron π pada
senyawa morin

29
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Berdasarkan diagram ESP dan muatan atom elektron π pada senyawa morin adalah sebagai
maka diperkirakan mekanisme resonansi berikut:

Gambar 3.7 Mekanisme resonansi elektron π pada


Inhibitor 6
Gambar 3.6 Muatan muliken pada inhibitor 6
3.6 Analisa kereaktifan inhibitor terhadap atom terjadinya resonansi elektron π pada cincin
Fe dalam fasa gas dan pelarut aromatis menuju gugus -C=O[17]. Berdasarkan
nilai parameter kereaktifan molekul maka di
Berdasarkan diagram ESP dan muatan maka perkirakan kereaktifan Inh 6 > Inh 2 > Inh 5 >
diperkirakan atom Fe akan berikatan dengan Inh 4 > Inh 3 > Inh 1 pada fasa gas maupun
atom oksigen pada gugus -C=O atau pada pada fasa pelarut.
gugus –OH[12]. Proses ini didahului oleh
pada gugus benzen akan lebih mudah
Inh 6 mempunyai gugus penarik elektron pada beresonansi. Pada Inh 2 mengandung 2 buah
C5 cincin benzen dan pendorong elektron pada gugus CH3 pada C5 dan C6 yang berperan
C6. Adanya gugus penarik elektron -OH pada sebagai gugus pendorong elektron.
C5 menyebabkan elektron π antara C6 dan C5
gugus OH pada C5 dan gugus CH 3 pada C6.
Adanya gugus pendorong elektron pada C5 Sedangkan pada inhibitor 3, 1, dan 5 terjadi
gugus benzen menyebabkan resonansi elektron ikatan hidrogen antara atom H pada C6 dengan
π antara C5 dan C6 sedikit melemah sehingga gugus OH pada C5. Ikatan hidrogen lebih kuat
kereaktifan Inh 2 kecil dari Inh 6. Sedangkan Inh dibandingkan dengan ikatan van der waals,
5 mempunyai gugus pendorong elektron pada sehingga inhibitor 3, 1, dan 5 lebih susah
C5 dan penarik elektron pada C6. Inh 6 lebih mengalami resonansi elektron.
reaktif dibanding Inh 5 karena gugus pendorong
elektron inh 6 terletak pada C6 yang lebih dekat
Berdasarkan nilai parameter kereaktifan dan
ke gugus -C=O sehingga resonansi elektron π
interaksi inhibitor dengan atom Fe juga
lebih mudah pada Inh 6. Inh 4 hanya memiliki
diketahui bahwa inhibitor cendrung lebih
gugus pendorong elektron CH 3 pada C6 dan Inh
reaktif dalam fasa pelarut dibandingkan dalam
3 memiliki gugus pendorong elektron pada C5,
fasa gas. Hal ini karena dalam fasa pelarut
karena gugus CH 3 pada Inh 4 lebih dekat ke
terjadi proses pengkutuban sehingga atom
gugus -C=O maka resonansi elektron π pada inh
oksigen akan lebih bermuatan negatif dan
4 lebih besar dibanding inh 3. sedangkan Inh 1
molekul inhibitor dengan atom Fe akan lebih
tidak memiliki efek induksi sehingga kurang
mudah untuk bereaksi[6]. Dalam fasa pelarut
reaktif dibanding inhibitor yang lain.
ada interaksi elektrostatik antara inhibitor
dengan pelarut sehingga ikatan oksigen dan
Jika dilihat dari efek sterik pada inhibitor 6, 2,
hidrogen pada gugus OH akan melemah
dan 4 terjadi interaksi van der waals antara
akibatnya oksigen akan lebih elektronegatif.

30
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

3.7 Interaksi Inhibitor dengan ion Fe+3 Energi ikatan (Ebinding), Energi Bebas Gibbs
(ΔG) dan Entropi (ΔS) dinyatakan dalam Tabel
Kekuatan interaksi inhibitor dengan ion Fe +3 4.4. Sedangkan interaksi inhibitor 2 dengan ion
dinyatakan dalam Energi adsorpsi (Eads), Fe+3 diperlihatkan pada Gambar. 4.8

Gambar 3.8 Interaksi inhibitor 2 dengan Fe +3

Tabel 3.5 Energi adsorpsi, energi binding, entalpi (ΔH), energi gibbs (ΔG) dan energi entropi (ΔS)
komplek inh + Fe+3 fasa gas
Eads (kJ/mol) Ebinding (kJ/mol) ΔH (kJ/mol) ΔG (kJ/mol) ΔS
Molekul
(10 3 ) (10 3 ) (10 3 ) (10 3 ) (kJ/mol K)

Inh 2 + Fe+3 4,0063 –4,0063 3,9770 4,0184 -0,1388

Inh 3+ Fe+3 3,9783 –3,9783 3,9502 3,9915 -0,1378


Inh 4+ Fe+3 4,0503 –4,0503 4,0217 4,0622 -0,1358

selama transformasi dari satu keadaan ke yang


Energi adsorpsi merupakan parameter yang lain, maka keadaan akhir akan memiliki
menunjukkan kekuatan suatu logam untuk kandungan panas yang lebih rendah daripada
menyerap inhibitor sedangkan energi binding keadaan awal, entalpi perubahan ΔH akan
merupakan kekuatan suatu inhibitor untuk negatif (eksotermis). Jika panas yang diserap
berikatan dengan logam[15]. Nilai negatif pada selama transformasi, maka keadaan akhir akan
energi ikatan menunjukkan bahwa reaksi memiliki kandungan panas yang lebih tinggi,
berlangsung secara eksotermis[18]. Semakin ΔH akan positif (endotermik). Dari tabel 4.4
besar nilai energi adsorpsi dan energi binding dapat dilihat semua nilai entalpi dari setiap
maka semakin kuat ikatan yang terjadi antara senyawa bertanda positif yang berarti semua
inhibitor dengan logamnya sehingga reaksi yang terjadi berlangsung secara
menghasilkan nilai efisiensi inhibisi yang besar endotermik[14].
pula[16]. Pada table 4.4 dapat dilihat nilai energi
adsorpsi dan energi binding yang lebih besar Energi Bebas Gibbs (ΔG) adalah
terdapat pada ikatan inhibitor 4 dengan Fe+3 . suatu parameter termodinamika yang dapat
Namun nilai ini tidak terlalu berbeda dengan digunakan untuk menghitung kerja reversibel
Inh 2 + Fe+3 . maksimum yang dapat dilakukan oleh
sistem termodinamika pada suhu dan tekanan k
Entalpi adalah jumlah panas yang dilepaskan onstan[16]. Jika nilai energi bebas gibbs bertanda
atau diserap oleh sistem termodinamika dari negatif maka reaksi akan berlangsung secara
lingkungan sekitarnya ketika berada pada spontan dan jika bertanda positif maka reaksi
tekanan konstan. Jika panas yang dilepaskan yang berlangsung tidak spontan. Semakin

31
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

negatif nilai (ΔG) maka semakin spontan reaksi diketahui bahwa interaksi inhibitor morin
tersebut[17]. Dari Tabel 4.4 dapat dilihat semua dengan ion Fe+3 merupakan interaksi kimia[18].
nilai energi bebas gibbs dari setiap senyawa
bertanda positif yang berarti semua reaksi yang 4. Kesimpulan
terjadi berlangsung secara tidak spontan[14].
Berdasarkan hasil optimasi senyawa morin dan
Energi entropi merupakan energi yang turunannya menggunakan metode DFT dan
menyatakan suatu ukuran derajat basis sets B3LYP 6-31G dapat diambil
ketidakteraturan suatu sistem termodinamika. kesimpulan bahwa struktur morin yang terbaik
Semakin tinggi nilai entropi maka semakin sebagai inhibitor korosi besi adalah inhibitor 2
tinggi pula nilai derajat ketidakteraturan suatu dan 6 dikarenakan dari berbagai perhitungan
inhibitor dan logam, dan akan semakin mudah parameter kereaktifan dan kekuatan interaksi
terbentuk kompleks inhibitor dengan ion logam, yang telah dianalisis didapatkan inhibitor 2 dan
sedangkan semakin rendah nilai entropi maka 6 cendrung lebih reaktif. Berdasarkan nilai
semakin rendah pula nilai derajat parameter kereaktifan dan interaksi inhibitor
ketidakteraturan suatu inhibitor dan akan dengan ion Fe+3 juga diketahui bahwa inhibitor
semakin sulit untuk membentuk kompleks cendrung lebih reaktif dalam fasa pelarut
dengan logam[18]. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat dibandingkan dalam fasa gas. Hal ini karena
nilai energi entropi yang besar terdapat pada dalam fasa pelarut terjadi proses pengkutuban
inhibitor 2. Nilai ini menunjukkan Inh 2 lebih sehingga atom oksigen akan lebih bermuatan
mudah berinteraksi dengan ion Fe+3 . negatif dan molekul inhibitor dengan ion Fe +3
akan lebih mudah untuk bereaksi. Interaksi
Berdasarkan referensi dinyatakan bahwa ikatan antara inhibitor dengan ion Fe+3 memiliki nilai
kimia terjadi jika energi ikatan diatas -40 kJ/mol energi bebas Gibbs yang positif yang
dan ikatan fisika jika energi ikatan kecil dari - menandakan interaksi yang terjadi berlangsung
20kJ/mol[24]. Tanda negatif menunjukkan secara tidak spontan dan nilai energi ikatan
proses pembentukan ikatan terjadi secara berada pada range –3,9783 x 10 3 sampai –4,0503
eksotermis. Berdasarkan nilai energi ikatan x 10 3 kJ/mol yang menunjukkan bahwa
interaksi yang terjadi adalah interaksi kimia.

HCl Solution. Journal of Molecular Liquids.


Referensi 2019, 286, 1-9.
[1] Frankel, G.; Mauzeroll, J.; Thornton, G.;
Bluhm, H.; Morrison, J.; Maurice, V.; [3] Raja, P. B.; Ismail, M.; Ghoreishiamiri, S.;
Rayment, T.; Williams, D.; Cook, A.; Mirza, J.; Ismail, M. C.; Kakooei, S.;
Joshi, G.; Davenport, A.; Gibbon, S.; Rahim, A. A. Reviews on Corrosion
Kramer, D.; Acres, M.; Tautschnig, M.; Inhibitors: A Short View. Journal Chemical
Habazaki, H.; Marcus, P.; Shoesmith, D.; Engineering Communications. 2016, 203 (9),
Wren, C.; Majchrowski, T.; Lindsay, R.; 1145–1156.
Wood, M.; Todorova, M.; Scully, J.;
Renner, F.; Kokalj, A.; Taylor, C.; [4] Xhanari, K.; Finšgar, M.; Knez Hrnčič,
Virtanen, S.; Wharton, J. Corrosion Scales M.; Maver, U.; Knez, Ž.; Seiti, B. Green
and Passive Films: General Discussion. Corrosion Inhibitors for Aluminium and
Journal Faraday Discuss. 2015, 180, 205– Its Alloys: A Review. Journal RSC
232. Advances. 2017, 7 (44), 27299–27330.

[2] Talari, M.; Mozafari Nezhad, S.; Alavi, S. [5] Kovačević, N.; Kokalj, A. The Relation
J.; Mohtashamipour, M.; Davoodi, A.; between Adsorption Bonding and
Hosseinpour, S. Experimental and Corrosion Inhibition of Azole Molecules
Computational Chemistry Studies of on Copper. Journal Corrosion Science.
Two Imidazole-Based Compounds as 2013, 73, 7–17.
Corrosion Inhibitors for Mild Steel in

32
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

[6] Guo, L.; Safi, Z. S.; Kaya, S.; Shi, W.; Applied Sciences and Environment
Tüzün, B.; Altunay, N.; Kaya, C. Management, 2019, 23(10), 1819-1824.
Anticorrosive Effects of Some Thiophene
Derivatives against the Corrosion of Iron: [14] Yetri, Y.; Emriadi; Jamarun, N.;
A Computational Study. Journal Frontiers Gunawarman. Corrosion Behavior of
in Chemistry. 2018, 6, 1–12. Environmental Friendly Inhibitor of
Theobroma Cacao Peels Extract for Mild
[7] Pranowo, H. D. Kimia Komputasi; Steel in NaCL 1.5 M. Journal Environment
Universitas Gadjah Mada: yogyakarta, Asia, 2016, 9, 45–59.
2017.
[15]. Fu, J. J.; Li, S. N.; Wang, Y.; Cao, L. H.;
[8] Tawfik, S. M. Corrosion Inhibition Lu, L. D. Computational and
Efficiency and Adsorption Behavior of Electrochemical Studies of Some Amino
N,N-Dimethyl-4-(((1-Methyl-2-Phenyl- Acid Compounds as Corrosion Inhibitors
2,3-Dihydro-1H-Pyrazol-4- for Mild Steel in Hydrochloric Acid
Yl)Imino)Methyl)-N- Solution. Journal of Material Science, 2010,
Alkylbenzenaminium Bromide 45, 6255-6265.
Surfactant at Carbon Steel/Hydrochloric
Acid Interface. Journal of Molecular [16] Erramli, H.; Assouag, M.; Elharfi, A.
Liquids. 2015, 207, 185–194. Evaluation of Corrosion Inhibition
Performance of Phosphorus Polymer for
[9] Rahayu, D.; Bagitaningtyas, A.; Hidayat, Carbon Steel in [ 1 M ] HCl :
A.; P, A. S. Pengembangan Dye Computational Studies ( DFT , MC and
Sensitized Solar Cell Dengan Senyawa MD Simulations ). Journal Integrative
Morin Dari Kayu Nangka ( Artocarpus Medicine Research. 2020, 9 (3), 2691–2703.
Heterophyllus L .). Jurnal Penelitian
Mahasiswa UNY. 2011, VI (1). [17] Ozoemena, C. P.; Charles, M.
Computational Modeling and Statistical
[10] Verma, D. K. Density Functional Theory ( Analysis on the Corrosion Inhibition of
DFT ) as a Powerful Tool for Corrosion Aluminium in Nitric Acid Solution By
Inhibitors in Aqueous Phase. Journal Ethenolic Extract of Citrus Sinesis Seed.
Intech Open. 2018, 87–105. Journal Method in Next Generation
Sequencing, 2019, 7(1), 25-46.
[11] Wazzan, N. A.; Mahgoub, F. M. DFT
Calculations for Corrosion Inhibition of [18] Ouakki, M.; Galai, M.; Rbaa, M.;
Ferrous Alloys by DFT Calculations for Abousalem, A. S.; Lakhrissi, B.;
Corrosion Inhibition of Ferrous Alloys by Cherkaoui, M. Quantum Chemical and
Pyrazolopyrimidine Derivatives. Journal Experimental Evaluation of the
of Physical Chemistry, 2014, 4(1): 6-14. Inhibitory Action of Two Imidazole
Derivatives on Mild Steel Corrosion in
[12] Radhi, A. H.; Du, E. A. B.; Khazaal, F. A.; Sulphuric Acid Medium. Journal Heliyon,
Abbas, Z. M.; Aljelawi, O. H.; Salam, D. 2019, 5, 1-18.
HOMO-LUMO Energies and
Geometrical Structures Effecton [19] Ebenso, E. E.; Isabirye, D. A.; Eddy, N. O.
Corrosion Inhibition for Organic Adsorption and Quantum Chemical
Compounds Predict by DFT and PM3 Studies on the Inhibition Potentials of
Methods. Journal Neuro Quantology, 2020, Some Thiosemicarbazides for the
18(1): 37-45. Corrosion of Mild Steel in Acidic
Medium. International Journal of Molecular
[13] Erazua, E. A.; Adeleke, B. B. A Sciences, 2010, 11, 2473–2498.
Computational Study of Quinoline
Derivatives as Corrosion Inhibitors for [20] Obi-egbedi, N. O.; Ojo, N. D.
Mild Steel in Acidic Medium. Journal of Computational Studies of the Corrosion

33
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Inhibition Potentials of Some Derivatives (Density Functional Theory). Jurnal


of 1H-Imidazo [4, 5-F] [1, 10] Litbang Industri. 2019, 9 (2), 111.
Phenanthroline. Journal of Science
Research. 2015, 14, 50-56. [23] Geerlings, P.; Brussel, V. U. Chemical
Reactivity as Described by Quantum
[21] Erdogan, S.; Safi, Z. S.; Guo, L.; Kaya, S.; Chemical Methods. International Journal of
Isin, D. O.; Kaya, C. A computational Molecular Science. 2002, 3, 276-309.
study on corrosion inhibition
performances of novel quinoline [24] Gusti, D. R.; Emriadi; Alif, A.; Efdi, M.
derivatives against the corrosion of iron. Surface Characteristics on Mild Steel
Journal of Molecular Structure. 2017, 1134, Using Aqueous Extract of Cassava
751-761. (Manihot Esculenta) Leaves as a
Corrosion Inhibitor. Journal Der Pharma
[22] Marni, L. G.; Emriadi, E.; Syukri, S.; Chemica. 2016, 8 (17), 113–118.
Imelda, I. Mempelajari Inhibisi Korosi
Senyawa Khellin Dan Visnagin Pada
Atom Besi Menggunakan Metode DFT

34
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

PEMANFAATAN KARBON AKTIF CANGKANG SAWIT (Elaeis


guineensis) SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Fe(III) DAN Cu(II)

Yulizar Yusuf1,*, Deswati2 , Dimas Adi Putra 1,2


1 Laboratorium Kimia Analisis Terapan Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

2 Laboratorium Kimia Analisis Lingkungan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163


Email : yulizaryusuf1@gmail.com

Abstract: Research on the utilization of palm shell activated carbon (Elaeis guineensis) as an adsorbent
of Fe(III) and Cu(II) metal ions has been carried out. From the research that has been done, the optimum
conditions for Fe(III) and Cu(II) ions are: activator concentration of 1.5 M, contact time of 45 minutes,
pH 4 for Fe(III) and pH 9 for Cu(II), Fe concentration (III) and Cu(II) were 30 mg/L and 25 mg/L,
respectively, with an adsorbent mass of 2.5 g for Fe(III) and 1 g for Cu(II). Furthermore, the optimum
conditions obtained were applied to residential well water, the absorption efficiency of Fe(III) metal ion
was 78.32%; 66.72%; 80.07% and the absorption capacity of Fe(III) metal ions is 0.0231 mg/g; 0.0695
mg/g; 0.0528 mg/g. Activated palm shell carbon has good ability as heavy metal adsorbent in
residential well water around PT. Wilmar Pelintung in Dumai. The quality of water after adsorption is
still not suitable for use and not in accordance with the quality standards of drinking water quality in
accordance with PP RI No. 22 of 2021 at 0.3 mg/L for Fe(III) ions and 0.02 mg/L for Cu(II) ions.
Keywords: Adsorption, Fe Metal, Cu Metal, Palm Shell Carbon

1. Pendahuluan pencemaran yang terjadi di lingkungan kita


Air merupakan unsur yang sangat yang menyebabkan kualitas air menjadi
dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup yang buruk. Kualitas air yang buruk dapat
ada di bumi. Apabila pengembangan sumber diakibatkan dari sanitasi lingkungan yang
daya air tidak dilakukan secara kontiniu maka tidak baik. Apabila air tanah dan air
kehidupan mahluk hidup tidak akan seperti permukaan telah tercemar maka
saat ini. Pentingnya pengembangan serta mikroorganisme penyebab penyakit akan
pengolahan sumber daya air adalah nilai awal dengan mudah tersebar melalui pemakaian
kehidupan mahkluk hidup 3 . Air yang rumah tangga. Oleh sebab itu pemeliharaan
digunakan harus bebas dari mikroorganis me kualitas maupun kuantitas air sangat penting
penyebab penyakit dan bahan-bahan kimia demi kehidupan makhluk hidup yang
berbahaya. Hingga saat ini, masih banyak berkelanjutan 6 .
masyarakat yang memanfaatkan kualitas air Sampai saat ini masyarakat masih
yang kurang baik sehingga mengakibatka n banyak menggunakan sumur sebagai sumber
terjangkitnya berbagai penyakit seperti diare, persediaan air bersih, sebagai aktifitas dalam
tipus, kolera, muntaber dan lain sebagainya. kehidupan sehari-hari dan sebagai sumber air
Air dengan kualitas yang buruk apabila minum. Tetapi air sumur pada saat sekarang
digunakan dalam jangka panjang dapat banyak yang sudah tercemar baik yang bersifat
mengakibatkan penyakit seperti anemia, organik maupun anorganik sehingga air
keropos tulang, korosi gigi dan kerusakan pada sumur pada masyarakat menjadi keruh.
ginjal. Hal ini dikarenakan air yang digunakan Pemeliharaan dari kualitas dan kuantitas air
mengandung logam-logam berat yang sangatlah penting untuk kelestarian
beracun 1-3 . lingkungan yang berkelanjutan dan kesehatan
Seiring dengan perkembangan zaman tubuh. 4
sangat sulit untuk mendapatkan kualitas air Salah satu bentuk pemakaian air dalam
yang baik akibat banyaknya pencemaran- kehidupan adalah untuk dikonsumsi. Air

35
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

minum yang baik harus memiliki beberapa Persiapan Adsorben


karakteristik seperti jernih, tidak berbau, tidak Cangkang Sawit diperoleh di PT. Wilmar
beracun, tidak berasa, tidak berwarna, tidak Pelintung Kota Dumai, Riau. Cangkang Sawit
merubah fungsi tubuh dan lain-lain. Untuk dicuci dengan akuades, Setelah itu dikering
meningkatkan kualitas air maka harus anginkan dan selama 2 jam dipanaskan dengan
dilakukan pengolahan serta penjernihan furnace dengan suhu 600°C. Kemudian karbon
sumber air yang mana salah satunya adalah air cangkang sawit dihaluskan dengan ayakan 200
sumur. Pada umumnya penjernihan air mesh.
dilakukan secara kimia dengan menggunakan Aktivasi Adsorben
bahan-bahan kimia seperti klorin, kaporit dan Karbon cangkang sawit ditimbang 5 g dan
tawas. Penggunaan bahan kimia tersebut dapat diaktivasi dengan H 2 SO4 dengan konsentrasi
menimbulkan masalah lainnya seperti iritasi. 0,5 M, 1 M, 1.5 M dan 2 M. Selama 24 jam
Untuk itu diperlukan inovasi dan alternatif lain campuran tesebut direndam. Lalu disaring
untuk menjernihkan air dengan bahan yang dengan kertas whatman 42 dan kemudian
bersifat alami serta ramah lingkungan. dicuci sampai pH mendekati netral sekitar 6-7
Penggunaan bahan alami untuk pengolahan dengan aquadest. Residu yang didapatkan
dan penjernihan alami belum terlalu dipahami dikeringkan dalam oven 110°C selama ±2 jam.
oleh masyarakat. Salah satu metoda yang dapat Setelah kering sampel disimpan untuk
digunakan adalah adsorpsi dan filtrasi. Metoda percobaan selanjutnya.
tersebut dilakukan dengan menambahkan Penentuan konsentrasi aktivator optimum
adsorben (karbon aktif) ke dalam saringan dan konsentrasi larutan Fe (III) dan Cu(II)
pasir lambat agar limbah maupun pengotor optimum
yang terdapat dalam air dapat tersaring dan Larutan ion logam Fe(III) sebanyak 50 mL
terserap ke dalam pori-pori karbon aktif. dengan konsentrasi 5 mg/L dimasukkan ke
Cangkang kepala sawit (Elaeis guineensis) dalam erlenmeyer dan ditambahkan 0,5 gram
merupakan salah satu bahan yang patut diuji karbon aktif cangkang sawit yang telah
kelayakannya dalam proses pengolahan dan diaktivasi H 2 SO4 dengan variasi konsentrasi
penjernihan air karena cangkang kelapa sawit aktivator 0,5 M, 1 M, 1,5 M, dan 2 M
dapat dibuat menjadi arang aktif serta mudah perbandingan (1:100) kemudian di stirrer
didapatkan 8 . dengan kecepatan kurang lebih 200 rpm
2. Metoda Penelitian selama waktu 30 menit. Lalu larutan disaring
Bahan Kimia menggunakan kertas saring whatman No.42
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dan filtratnya diambil lalu konsentrasi larutan
adalah sampel air sumur masyarakat kota ion logam Fe(III) diukur menggunakan SSA
Dumai, Cangkang Sawit, Asam Sulfat (H 2 SO4 pada panjang gelombang 248,3 nm. Kemudian
p.a), Asam Nitrat (HNO3 ), Fe(NO3 )3 .9H2 O, dibuat kurva antara konsentrasi aktivator
Cu(NO3 )2 .3H2 O, Natrium Hidroksida 6 M H2 SO4 0,5 M, 1 M, 1,5 M, dan 2 M terhadap
(NaOH), dan akuades. kapasitas adsorpsi larutan ion logam Fe(III)
Peralatan dan Cu(II). Dari kurva akan diperoleh
Peralatan yang akan digunakan adalah ayakan konsentrasi aktivator optimum. Dilakukan
dengan ukuran 200 mesh (Sieve), magnetic perlakuan yang sama untuk Cu(II) pada
stirrer (Corning PC-420D), oven( Memmert), panjang gelombang 324,7 nm.
kertas saring Whattman No.42, furnace, Penentuan waktu kontak optimum terhadap
spatula, neraca analitik (Kern & Sohn GmbH), adsorpsi larutan ion logam Fe(III) dan Cu(II)
pH meter, pH universal, lumpang dan alu, dan Sebanyak 50 mL diambil larutan ion logam Fe
peralatan gelas lainnya seperti pipet takar, dengan konsentrasi 5 mg/L lalu dimasukkan
erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, corong, kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan
gelas piala, kaca arloji dan peralatan gelas 0,5 gram karbon aktif cangkang sawit dengan
lainnya. konsentrasi aktivator yang optimum lalu

36
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

distirrer selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 menit 248,3 nm. Kemudian dibuat kurva antara
dengan kecepatan 200 rpm. Lalu disaring variasi konsentrasi larutan ion logam Fe
larutan menggunakan kertas saring whatman dengan kapasitas adsorpsi. Dari kurva akan
No.42 lalu filtratnya diambil dan konsentrasi didapat konsentrasi awal optimum larutan ion
larutan ion logam Fe diukur menggunakan logam Fe. Dilakukan perlakuan yang sama
SSA pada panjang gelombang 248,3 nm. untuk Cu(II) pada panjang gelombang 324,7
Kemudian dibuat kurva antara variasi waktu nm.
kontak dengan kapasitas adsorpsi larutan ion Penentuan massa adsorben optimum
logam Fe(III). Dari kurva akan didapat waktu terhadap adsorpsi logam Fe (III) dan Cu (II)
kontak optimum. Dilakukan perlakuan yang Sebanyak 50 mL larutan ion logam Fe diambil
sama untuk Cu(II) pada panjang gelomban g dengan konsentrasi awal optimum
324,7 nm. dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ke
Penentuan pH optimum terhadap adsorpsi dalam masing-masingnya ditambahkan 0,5; 1;
ion logam Fe(III) dan Cu(II) 1,5; 2; 2,5 dan 3 g karbon aktif cangkang sawit
Sebanyak 50 mL larutan ion logam Fe dengan dengan konsentrasi aktivator optimum.
konsentrasi 30 mg/L dimasukkan kedalam Kemudian dengan kecepatan 200 rpm distirrer
erlenmeyer setelah itu diatur pH dengan selama waktu optimum. Kemudian disaring
variasi 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. PH masing-masing larutan menggunakan kertas saring whatman
larutan diatur dengan penambahan H 2 SO4 No.42 dan filtratnya diambil dan konsentrasi
0,01 M dan NaOH 0,01 M. Kemudian 0,5 gram larutan ion logam Fe diukur menggunakan
karbon aktif cangkang sawit ditambahkan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm.
dengan konsentrasi aktivator optimum Kemudian dibuat kurva antara variasi massa
kemudian di stirrer dengan kecepatan 200 rpm dengan kapasitas adsorpsi larutan ion logam
selama waktu optimum. Larutan lalu disaring Fe(III). Dari kurva akan didapat massa
menggunakan kertas saring whatman No.42 optimum. Dilakukan perlakuan yang sama
dan filtratnya diambil dan diukur konsentrasi untuk Cu(II) pada panjang gelombang 324,7
larutan ion logam Fe menggunakan SSA pada nm.
panjang gelombang 248,3 nm. Kemudian Percobaan dengan menggunakan sampel air
dibuat kurva antara variasi pH dengan sumur masyarakat kota Dumai
kapasitas adsorpsi larutan ion logam Fe(III). Persiapan air sumur
Dari kurva akan didapat pH optimum. Sampel air sumur diambil dari perumahan di
Dilakukan perlakuan yang sama untuk Cu(II) sekitar PT. Wilmar Pelintung di Dumai
pada panjang gelombang 324,7 nm. sebanyak 3 titik secara acak. Sampel air sumur
Penentuan konsentrasi awal optimum diatur pHnya sampai 3-4 dengan penambahan
terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Fe HNO3 p.a dan disimpan kedalam botol.
(III) dan Cu (II) Selanjutnya air sumur disaring dengan kertas
Larutan ion logam Fe sebanyak 50 mL dengan saring dan dibawa ke laboratorium untuk
variasi konsentrasi larutan ion logam 5 mg/L, dianalisis.
10 mg/L, 15 mg/L, 20 mg/L, 25 mg/L, 30 Perlakuan terhadap sampel air sumur
mg/L, 35 mg/L dimasukkan ke dalam Kondisi optimum yang didapatkan lalu
erlenmeyer dengan pH optimum dan digunakan untuk sampel air sumur dari
ditambahkan 0,5 gram karbon aktif cangkang masyarakat Kota Dumai. Dipipet sebanyak 50
sawit dengan konsentrasi aktivator optimum mL air sumur yang telah disaring dalam
kemudian dengan kecepatan 200 rpm di stirrer erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 2,5 gram
selama waktu optimum. Kemudian disaring adsorben kedalam larutan sampel kemudian
larutan menggunakan kertas saring whatman diatur pH menjadi 4 dan dengan kecapatan
No.42 dan filtratnya diambil dan diukur 200 rpm diaduk selama 45 menit. Kemudian
konsentrasi larutan ion logam Fe disaring larutan dengan kertas saring
menggunakan SSA pada panjang gelomban g Whatman No.42 dan filtratnya diambil serta

37
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

konsentrasi ion logam Fe(III) dan Cu(II) Gambar 1. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe
diukur menggunakan SSA. (lll) dan Cu (II) terhadap variasi konsentrasi
Analisis data aktivator H2SO4.
Sampel air sumur setelah diadsorbsi dengan Pengaruh Waktu Kontak terhadap Kapasitas
karbon aktif diukur serapannya dengan Adsorpsi Ion Logam Fe (III) dan Cu (II)
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan
Atom(SSA). Parameter pengujian yang
dilakukan dalam adsorpsi air sumur dengan
karbon aktif cangkang kelapa sawit yaitu
pengujian pengaruh konsentrasi aktivator,
waktu kontak, pH, massa adsorben, dan
konsentrasi awal ion logam.
3. Hasil dan Diskusi
Pengaruh Konsentrasi Aktivator terhadap
Kapasitas Adsorpsi Ion Logam Fe (III) dan
Cu (II)
Berdasarkan gambar 1. terlihat bahwa Gambar 2. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe
kapasitas adsorpsi pada ion Cu(II) dengan (III) dan Cu (II) terhadap variasi waktu kontak.
berbagai variasi konsentrasi asam sulfat Berdasarkan Gambar 2. didapatkan terjadinya
sebagai aktivator, didapatkan kapasitas peningkatan kapasitas adsorpsi pada ion
adsorpsi yang tidak jauh berbeda dimana Fe(III) dari waktu 15 menit hingga 45 menit,
kapasitas adsorpsi optimum Cu(II) adalah dimana kapasitas adsorpsi optimum pada
pada konsentrasi asam sulfat 1,5 M. Pada waktu 45 menit sebesar 0,3798 mg/g. Waktu
kapasitas adsorpsi ion Fe(III) didapatkan kontak yang semakin lama akan memberika n
kondisi optimumnya pada konsentrasi asam waktu yang cukup bagi ion Fe(III) untuk
sulfat 1,5 M dan ini sama dengan ion Cu(II). masuk ke pori-pori arang cangkang sawit
Kapasitas adsorpsi optimum ion Cu(II) dan sehingga kapasitas adsorpsinya semakin
ion Fe(III) masing-masing didapatkan sebesar besar. Pada waktu kontak 60 hingga 90 menit
0,4561 mg/g dan 0,4696 mg/g. Konsentrasi terjadi penurunan kapasitas adsorpsi yang
asam sulfat yang kecil dari 1,5 M disebabkan terjadinya kejenuhan pada pori-
menghasilkan kapasitas adsorpsi lebih kecil pori arang cangkang sawit terhadap ion
dipengaruhi oleh proses aktivasi yang belum Fe(III). Pada ion Cu(II) didapatkan hasil
maksimal pada arang cangkang sawit. Pada kapasitas adsorpsi yang konstan (tidak jauh
konsentrasi asam sulfat diatas 1,5 M, nilai berbeda) karena pengaruh waktu kontak pada
kapasitas adsorpsi menurun disebabkan oleh ion Cu(II) tidak berpengaruh pada kapasitas
terjadinya kerusakan pada pori-pori arang adsorpsi9 .
cangkang sawit7-8 . Pengaruh pH terhadap Kapasitas Adsorpsi
Ion Logam Fe (III) dan Cu (II)
Berdasarkan Gambar 3. pada ion logam Cu(II)
didapatkan bahwa kapasitas adsorpsi
cenderung meningkat dengan bertambahnya
pH larutan. pH optimum yang diperoleh
untuk adsorpsi ion logam Cu(II) yaitu pada
pH 9 dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,9868
mg/g. Pada ion logam Fe(III) didapatkan
kondisi optimumnya pada pH 4 dengan
kapasitas adsorpsi sebesar 2,5542 mg/g.
Kapasitas adsorpsi yang kecil pada pH rendah
disebabkan karena adanya persaingan antara

38
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

ion hidrogen (H+) dengan ion logam untuk meningkat yang terikat pada adsorben
berinteraksi dengan gugus fungsi yang ada akibatnya nilai kapasitas penyerapannya
pada permukaan karbon cangkang sawit. meningkat13 . Banyaknya ion yang terikat pada
Menurut Wang dkk (2009), kompetisi antara situs aktif pada adsorben akan semakin
ion H+ dengan ion logam dapat menyebabka n meningkat jika konsentrasi larutan dinaikkan,
kerusakan pada struktur karbon cangkang sehingga kapasitas adsorpsinya juga semakin
sawit sehingga menyebabkan penurunan besar. Penurunan kapasitas adsorpsi pada
kapasitas adsorpsi terhadap ion logam10 . Pada konsentrasi ion logam yang semakin tinggi
pH tinggi kompetisi ion H+ sebagai disebabkan karena telah jenuh situs aktif
kompetitor ion logam akan menurun karena dengan ion logam menyebabkan terjadinya
larutan bersifat basa dimana pada pH tinggi pelepasan adsorbat dari pori-pori adsorben.
akan menghasilkan endapan hidroksida Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
logam yang mengurangi kelarutan ion bahwa jika konsentrasi larutan semakin besar
logam11 . Pada ion Cu(II) pH optimum yaitu 9, maka adsorpsi ion logam Fe(III) dan Cu(II)
Hal ini disebabkan oleh penambahan OH- juga semakin bertambah sampai batas
yang berlebih sehingga memiliki potensi tertentu14 .
membentuk kompleks dengan endapan logam
hidroksida yang terbentuk dan akan
melarutkan kembali logam yang telah
mengendap sehingga kapasitas penyerapan
meningkat12 .

Gambar 4. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe


(III) dan Cu (II) terhadap variasi konsentrasi
ion logam Fe(III) dan Cu(II).
Pengaruh Massa Adsorben terhadap
Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Fe (III) dan Cu
Gambar 3. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe (II)
(III) dan Cu (II) terhadap variasi pH Berdasarkan Gambar 5. efisiensi adsorpsi
Pengaruh Konsentrasi terhadap Kapasitas optimum ion logam Fe(III) adalah pada massa
Adsorpsi Ion Logam Fe(III) dan Cu(II) adsorben sebesar 2,5 gram dan ion logam Cu(II)
Berdasarkan Gambar 4. didapatkan nilai pada massa adsoben 1 gram dengan efisiensi
kapasitas adsorpsi mengalami peningkatan penyerapan masing-masing sebesar 87,51%,
seiring dengan konsentrasi ion logam Cu(II) dan 98,58%. Semakin banyak massa adsorben,
dan Fe(III) yang semakin tinggi. Konsentrasi maka semakin banyak juga situs aktif pada
optimum untuk adsorpsi ion logam Fe(III) karbon cangkang sawit yang akan berinteraks i
yaitu pada konsentrasi 30 mg/L dengan dengan ion logam. Semakin banyak interaksi
kapasitas adsorpsi sebesar 2,6479 mg/g yang terjadi antara situs aktif pada karbon
sedangkan untuk adsorpsi ion Cu(II) optimum cangkang sawit dengan ion logam, maka ion
pada konsentrasi 25 mg/L dengan kapasitas logam Fe(III) dan Cu(II) yang terserap juga
adsorpsi sebesar 2,2335 mg/g untuk ion akan banyak15 . Pada adsorpsi ion logam Fe(III),
Cu(II). Peningkatan kapasitas adsorpsi ini terjadi penurunan efisiensi penyerapan pada
disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi massa 3 g, sedangkan ion logam Cu(II) pada
larutan, maka akan menyebabkan jumlah ion massa 1,5 g. Penurunan persentase efisiensi

39
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

bisa terjadi akibat sudah jenuhnya permukaan Fe B 5,207 1,733 66,72


adsorben terhadap ion-ion logam Fe(III) dan (III) C 3,296 0,657 80,07
Cu(II) sehingga peningkatan massa adsorben A - - -
tidak akan mempengaruhi lagi pada Cu
B - - -
peningkatan penyerapan oleh ion-ion logam (II)
C - - -
yaitu Fe dan Cu.
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
cangkang sawit di PT. Wilmar Nabati
Indonesia, Pelintung di Dumai, Riau cukup
menjanjikan untuk dijadikan sebagai adsorben
ion logam berat Fe(III) dan Cu(II). Kondisi
optimum dari parameter yang diuji yaitu
dengan konsentrasi aktivator 1,5 M, waktu
kontak 45 menit untuk masing-masing ion
logam, pH optimum 4 untuk ion Fe(III) dan
Cu(II), konsentrasi larutan ion logam Fe 30
Gambar 5. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe
mg/L dan untuk ion logam Cu (II) pada 25
(III) dan Cu (II) terhadap variasi Massa
mg/L dengan massa adsorben 2,5 gram untuk
Adsorben.
ion logam Fe (III) dan 1 gram untuk ion logam
Aplikasi Kondisi Optimum pada Sampel
Cu(II). Pada perlakuan air sumur didapatkan
Limbah
efisiensi penyerapan ion logam Fe(III) untuk
Berdasarkan tabel 1. dapat disimpulkan
sampel A, B dan C berturut-turut sebesar:
bahwa sampel air sumur terdeteks i
78,32%; 66,72%; 80,07% dan kapasitas
mengandung ion logam Fe(III), sedangkan ion
penyerapannya sebesar 0,0231 mg/g; 0,0695
logam Cu(II) tidak teramati. Nilai efisiensi
mg/g; 0,0528 mg/g, sedangkan untuk ion
penyerapan setelah adsorpsi ion logam Fe(III)
logam Cu(II) tidak terdeteksi.
adalah sebesar 78,32%; 66,72; 80,07% dengan
Referensi
kapasitas penyerapannya ion logam Fe(II)
1. Sunaryo, T. . Pengelolaan Sumber Daya
sebesar 0,0231 mg/g; 0,0695 mg/g; 0,0528
Air; Bayumedia Publishing: Malang, 2005.
mg/g. Dari hasil yang diperoleh ternyata
2. Sutrisno, C. .; Suciastuti. Teknologi
karbon cangkang sawit yang ada di PT.
Penyediaan Air Bersih; Rineka Cipta:
Wilmar di Dumai, memiliki kemampua n
Jakarta, 1987.
adsorpsi yang cukup baik untuk digunakan
3. Suripin. Faktor Penggunaan Air Bersih;
dalam mengadsorpsi ion logam Fe(III). Dari
Andi Offse: Yogyakarta, 2002.
data yang di dapatkan konsentrasi air sumur
4. Sulfami, W. . Efektifitas Tanah Liat Sebagai
yang telah di adsorpsi belum layak untuk
Koagulan Dalam Memperbaiki Kualitas
digunakan sebagai air minum, karena tidak
Fisik Air Gambut. J. Univ. Sumatra Utarat
sesuai dengan syarat kualitas air minum
2010.
sesuai dengan PP RI No. 22 tahun 2021 sebesar
5. Soemirat, J. Kesehatan Lingkungan; Gajah
0,3 mg/L untuk ion Fe(III) dan 0,02 mg/L
Mada Universitas Press: Yogyakarta, 2000.
untuk ion Cu(II)16 .
6. Sembiring, M.; Sinaga. Arang Aktif
Tabel 1. Konsentrasi awal dan konsentrasi
(Pengenalan Dan Proses Pembuatannya);
akhir air sumur masyaraka kota Dumai
Universitas Sumatera Utara: Medan, 2003.
Konsentra Konsentrasi Efisiensi
Ion 7. Kurniati, E. Pemanfaatan Cangkang
Sam si awal akhir rata- penyera
Log Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. J.
pel rata-rata rata pan
am Penelit. Ilmu Tek. 2008, 8 (2), 96–103.
(mg/L) (mg/L) (%)
A 1,476 0,320 78,32

40
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

8. Khandaker, S.; Kuba, T.; Kamida, S.; Elektroplating Dengan Menggunaka n


Uchikawa, Y. Adsorption of Cesium from Arang Aktif Dari Kulit Pisang. J. Tek.
Aqueous Solution by Raw and Lingkung. 2016, 5 (1), 1–9.
Concentrated Nitric Acid-Modified 13. Apriliani, A. Pemanfaatan Arang Ampas
Bamboo Charcoal; Elsevier B.V., 2017; Vol. Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam Cd, Cr,
5. Cu Dan Pb Dalam Air Limbah. Repositoy
9. Sahala Hutabarat; Evans, S. M. Pengantar UIN 2010, 1–91.
Oseanografi; UI Press: Jakarta, 1984. 14. Darmayanti, D.; Rahman, N.; Supriadi, S.
10. WANG, C.; LI, J.; SUN, X.; WANG, L.; Adsorpsi Timbal (Pb) Dan Zink (Zn) Dari
SUN, X. Evaluation of Zeolites Larutannya Menggunakan Arang Hayati
Synthesized from Fly Ash as Potential (Biocharcoal) Kulit Pisang Kepok
Adsorbents for Wastewater Containing Berdasarkan Variasi Ph. J. Akad. Kim.
Heavy Metals. J. Environ. Sci. 2009, 21 (1), 2012, 1 (4), 159–165.
127–136. 15. Wahyuni, S.; Ningsih, P.; Ratman, R.
11. Nirmala, N.; Tiwow, V. M. A.; Suherman , Pemanfaatan Arang Aktif Biji Kapuk
S. Adsorpsi Ion Tembaga (Cu) Dan Ion (Ceiba Pentandra L.) Sebagai Adsorben
Besi (Fe) Dengan Menggunakan Arang Logam Timbal (Pb). J. Akad. Kim. 2017, 5
Hayati (Biocharcoal) Kulit Pisang Raja (4), 191.
(Musa Sapientum). J. Akad. Kim. 2017, 4 16. Presiden Republik Indonesia. Peraturan
(4), 189. Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
12. Fajrianti, H.; Oktiawan, W.; Wardhana, I. Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraa n
W. Pengaruh Waktu Perendaman Dalam Perlindungan Dan Pengelolaan
Aktivator Naoh Dan Debit Aliran Lingkungan Hidup. Sekr. Negara
Terhadap Penurunan Krom Total (Cr) Dan Republik Indones. 2021, 1 (078487A), 483.
Seng (Zn) Pada Limbah Cair Industri

41

Anda mungkin juga menyukai