2303-3401
Volume 10 Nomor 3
Agustus, 2021
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Andalas
Tim Editorial Jurnal Kimia Unand
Emil Salim, M.Sc, M.Si
Dr. Syukri
Prof. Dr. Adlis Santoni
Prof. Dr. Rahmiana Zein
Prof. Dr. Syukri Arief
Dr. Mai Efdi
Alamat Sekretariat
Jurusan Kimia FMIPA Unand
Kampus Unand Limau Manis, Padang – 25163
PO. Box 143, Telp./Fax. : (0751) 71 681
Website Jurnal Kimia Unand: www.jurnalsain-unand.com
Corresponding E-mail: salim_emil17@yahoo.com
syukri@fmipa.unand.ac.id
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
DAFTAR ISI
i
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Abstrak: Penelitian tentang degradasi zat warna Methyl Orange men ggunakan TiO2 /zeolite klinoptilolit-Ca
secara fotolisis telah dilakukan. Pada penelitian ini digunakan zat warna Methyl Orange 6 mg/L. Zat warna
tersebut didegradasi secara fotolisis dan ditentukan pengaruh variasi waktu dan massa katalis TiO 2 /zeolit.
Persentase degradasi Methyl Orange 6 mg/L terbesar didapat dengan menggunakan 1 g TiO2 /zeolit dan waktu
penyinaran 90 menit dengan persentase degradasi 62,10%. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa
TiO2 /zeolit mampu mendegradasi zat warna dengan baik.
1
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin 2.2.3 Penentuan Serapan Ma ksimum Senyawa
melakukan penelitian mengenai degradasi terhadap Methyl Orange
zat warna Methyl Orange untuk men gurangi bahaya Penentuan serapan maksimum dilakukan dengan
yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Met ode membuat larutan Methyl Orange dalam beberapa
yang digunakan untuk degradasi senyawa ini variasi konsentrasi yaitu 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/L dari
adalah fotolisis dengan menggunakan katalis larutan Methyl Orange 100 mg/L. Absorban Methyl
TiO2 /zeolit, dimana hasil degradasi akan dianalisis Orange diukur dengan menggunakan
dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang
300-800 nm.
2. Metodologi Penelitian
2.2.4 Penentuan Pengaruh Waktu Degradasi Methyl
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi Orange Tanpa Katalis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penentuan pen garuh waktu degradasi tanpa katalis
Methyl Orange (Merck), TiO2 (Merck), Z eolit dilakukan dengan menga mbil 20 mL Methyl Orange
Clinoptilolite-Ca Lubuak Salasiah, air destilasi, HCl 6 mg/L lalu dimasukkan kedalam 6 petridis.
(Merck), NaCl (Merck) , AgNO3 (Merck). Kemudian difotolisis dengan variasi waktu 30, 45,
60, 95 dan 105 menit dibawah lampu UV(𝝀=365 nm).
Alat-alat yang digunakan adalah FTIR (Fourier Absorban setelah fotolisis diukur dengan
Transform Infrared), spektrofotometer UV-Vis, kotak spektrofotometer UV-VIS.
irridiasi yang dilengkapi lampu UV (Luster BLB 10
W-TB), sentrifus, magnetic stirrer, oven, furnace, 2.2.5 Penentuan Pengaruh Penambahan Jumlah
dan peralatan gelas seperti beaker glass, test tube, Katalis TiO2 /zeolit
gelas ukur, pipet tetes, coron g, batang pen gaduk, Penentuan pen garuh pena mbahan jumlah katalis
dan labu ukur. dilakukan dengan menimbang katalis TiO 2 /zeolit
sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,2 g. Kemudian
2.2. Prosedur penelitian dimasukkan ke dalam 6 petridis yang berisi 20 mL
2.2.1 Aktivasi Zeolit clipnotilolit-Ca Methyl Orange 6 mg/L dan difotokatalisis dibawah
Zeolit sebanyak 250 g digerus halus dan diayak lampu UV (𝝀=365 nm) selama wa ktu optimum.
menggunakan ayakan 450 mesh. Zeolit 450 mesh Larutan disentrifus sela ma 15 menit dan diukur nilai
diaktivasi menggunakan HCl 0,2 M dan distirer absorbannya dengan spektrofotometer UV-VIS.
selama 30 menit, setelah 30 menit pH diukur dan
dibilas dengan aquades sampai pH netral. Setelah 2.2.6 Penentuan Pengaruh Waktu setelah
pH netral zeolit disaring dan dioven selama 1 jam Penambahan Katalis TiO2 /zeolit, TiO2 dan
pada suhu 100°C dan didapatkan zeolit teraktivasi. Zeolit
Zeolit yang telah diaktivasi dijenuhkan dengan Penentuan pengaruh waktu setelah penambahan
penambahan NaCl 0,1 M dan diaduk selama 1 jam,. katalis TiO2 /zeolit, TiO2 dan zeolit dilakukan
Zeolit dipisahkan dari filtrat dengan proses dengan menga mbil 20 mL Methyl Orange 6 mg/L
penyaringan, filtrat dari zeolit diuji dengan AgNO 3 kemudian dimasukkan kedalam 6 petridis. Masing-
apabila masih terbentuk endapan putih maka zeolit masing petridis dita mbahkan katalis dengan massa
dicuci dengan air destilasi hingga tidak terbentuk optimum, lalu difotokatalisis dengan variasi waktu
lagi endapan putih. 30, 45, 60, 75, 90 dan 105 menit dibawah la mpu UV
(𝝀=365 nm). Larutan disentrifus sela ma 15 menit
2.2.2 Preparasi Katalis TiO2 /Zeolit clipnotilolit-Ca dan diukur nilai absorbannya dengan
100 g zeolit yang telah dijenuhkan dimasukkan ke spektrofotometer UV-VIS.
dalam air destilasi dan diaduk selama 5 jam, lalu
ditambahkan 4 g TiO2 dengan perbandingan (1:25) 3. Hasil dan Diskusi
secara bertahap sambil diaduk. Hasil pencampuran 3.1 Pengukuran Serapan Maksimum Methyl Orange
dipisahkan menggunakan penyaringan dan Pada pengukuran Methyl Orange didapatkan puncak
dikeringkan dengan oven pada temperatur 100°C. serapan maksimum pada panjang gelombang 463
Katalis digerus sampai halus lalu diayak nm seperti yang terlihat pada gambar 1 10,11 .Panjang
menggunakan pengayak 150 mesh. Hasil ayakan gelombang yang didapat pada pengukuran ini akan
dikalsinasi pada temperatur 400°C selama 10 jam.
2
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
digunakan untuk mengukur absorban larutan 3.3 Penentuan Pengaruh Jumlah Katalis TiO 2 /zeolit
sebelum dan sesudah degradasi. terhadap Persentase Degradasi Methyl Orange
Gambar 3 menunjukkan dimana semakin banyak
jumlah katalis yang ditambahkan maka akan
semakin tinggi persentase degradasi Methyl Orange
yang didapat. Hal ini terjadi karena sema kin
meningkatn ya situs aktif, jumlah foton yang
terserap dan jumlah radikal hidroksil (•OH) yang
dihasilkan13 . Pada peneletian ini didapatkan
persentase degradasi terbesar untuk Methyl Orange 6
mg/L sebanyak 61,21 % dengan pena mbahan massa
TiO2 /zeolit sebanyak 1 gra m untuk masing-masing
zat warna.
Gambar 1. Spektrum serapan Methyl Orange pada variasi
konsentrasi (a) 2 mg/L, (b) 4 mg/L, (c) 6 mg/L, (d) 8 100
mg/L, (e) 10 mg/L 90
80
(%) Degradasi
70
Dari dari data tersebut dapat dilihat hubungan 60
antara absorban den gan konsentrasi pada 50
40
Persamaan regresi Methyl Orange yang didapatkan 30
yaitu y = 0,0719x + 0,0113 dengan nilai R 2 = 0.9988. 20
10
3.2 Penentuan Pengaruh Waktu terhadap Persentase 0
Degradasi Methyl Orange tanpa katalis 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama Massa (g)
waktu penyinaran maka persentase degradasi yang
didapat semakin besar, tetapi perubahan yang Gambar 3. Kurva pengaruh massa TiO2/zeolit terhadap
terjadi tidak signifikan Hal ini karena semakin lama persentase degradasi 20 mL
waktu penyinaran akan menghasilkan jumlah OH● larutan Methyl Orange 6 mg/L.
yang semakin tinggi dan memberikan hasil
degradasi yang lebih besar, tetapi perubahan yang 3.4 Penentuan Pengaruh Waktu Setelah
terjadi tidak signifikan karena tidak adanya katalis Penambahan Katalis TiO2 /Zeolit terhadap
untuk meningkatkan hasil degradasi 12 . Pada Persentase Degradasi Methyl Orange
penelitian ini persentase degradasi terbesar yang Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin lama
didapat untuk Methyl Orange 6 mg/L adalah 5,83 % waktu yang digunakan dalam proses penyinaran
dengan waktu optimum penyinaran selama 90 maka nilai persentase degradasi yang didapatkan
menit. semakin meningkat. Pada Methyl Orange 6 mg/L
waktu optimum un tuk radiasi yang didapatkan
30 adalah 90 menit dengan persentase degradasi
62,10%.
(%) Degradasi
3
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
100 100
90 90
(%) Degradasi
(%) Degradasi
80 80
70 70
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
30 45 60 75 90 105 30 45 60 75 90 105
Waktu (menit) Waktu (menit)
Gambar 4. Kurva pengaruh waktu dengan penambahan 1 Gambar 5. Kurva pengaruh waktu dengan penambahan
g TiO2/zeolit terhadap persentase degradasi 20 mL 0,038 g TiO2 terhadap persentase degradasi 20 mL larutan
larutan Methyl Orange 6 mg/L. Methyl Orange 6 mg/L.
TiO2 /zeolit ketika dikenai sinar UV yang Peningkatan hasil degradasi seiring bertambahnya
bersesuaian atau melebihi energi celah pita dapat waktu disebabkan karena semakin banyaknya foton
menyebabkan elektron mengalami eksitasi dari pita yang berinteraksi dengan sistem dan menghasilkan
valensi ke pita konduksi (menghasilkan ecb-) yang lebih banyak elektron yang berpindah ke pita
menyebabkan adanya kekosongan atau hole (h cb+) konduksi lalu elektron dan hole bereaksi dengan OH -
yang berperan sebagai muatan positif. Selanjutnya dan O2 terlarut untuk menghasilkan spesies oksigen
hole (h cb+) akan bereaksi dengan hidroksida logam aktif, seperti radikal hidroksil dan radikal
yaitu hidroksida titan yang terdapat dalam larutan superoksida yang dapat mendegradasi senyawa
membentuk radikal hidroksida loga m sebagai organik. Semakin la ma proses degradasi, maka
oksidator kuat untuk mengoksidasi Methyl Orange. jumlah OH• yang dihasilkan akan semakin tinggi
Mekanisme dari degradasi adalah sebagai berikut 12 : dan menyebabkan efisiensi degradasi meningkat
sampai akhirnya cenderung konstan 13 .
hv + TiO2 /zeolit h vb+ + ecb-
h vb+ + H2 O OH• + H+ 3.6 Penentuan Pengaruh Waktu Setelah
h vb+ + OH- OH• Penambahan Zeolit terhadap Persentase
(ecb-) + O2 O2 •- Degradasi Methyl Orange dan Rhodamine B
2 O2 •- + 2 H2 O OH•+ 2OH- + Gambar 6 menunjukkan semakin lama waktu
O2 penyinaran yang diberikan ma ka semakin besar
Zat warna + OH• CO2 + H2 O persentase degradasi yang didapat. Pada Methyl
Orange 6 mg/L didapatkan persentase degradasi
3.5 Penentuan Pengaruh Waktu Setelah tertinggi yaitu 33,18% dengan waktu optimum 90
Penambahan Katalis TiO2 terhadap Persentase menit. Pada proses degradasi dengan zeolit, proses
Degradasi Methyl Orange yang terjadi hanya fotolisis karena tidak
Gambar 6 menunjukkan semakin lama waktu yang digunakannya katalis pada proes degradasi, zeolite
digunakan dalam proses penyinaran maka akan pada degradasi ini berguna untuk pros es adsorbsi
semakin tinggi nilai persentase degradasi yang dimana zeolit merupakan senyawa yang berperan
didapatkan. Pada Methyl Orange 6 mg/L didapatkan sebagai adsorben yang baik14 .
persentase degradasi terbesar yaitu 39,24% dengan
waktu optimum radiasi 90 menit.
4
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
100
90
IV. Kesimpulan
(%) Degradasi
80
70
60 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
50
40 dapat disimpulkan bahwa katalis TiO 2 /zeolit
30 mampu meningkatkan persentase degradasi dari
20 Methyl Orange dibandingkan katalis TiO2 atau zeolit
10 saja. Persentase degradasi tertin ggi pada Methyl
0
Orange 6 mg/L yaitu 62,10% yang didapatkan saat
30 45 60 75 90 105
penyinaran selama 90 menit dengan pensambahan 1
Waktu (menit) g TiO2 /zeolite.
5
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
8. Zilfa.; Rahmayeni.; Stiadi, Y.; Adril. Utilization 11. Acedo-Mendoza, A. G.; Infantes-Molina, A.;
of Natural Zeolit Clipnotilolite-Ca Vargas-Hernández, D.; Chávez-Sánchez, C. A.;
as a Support of ZnO Catalyst for Con go-R ed Rodríguez-Castellón, E.; Tánori-Córdova, J. C.
Degradation and Con go-R ed Photodegradation of methylene blue and
Waste Applications with Photolysis. Oriental methyl orange with CuO supported on ZnO
Journal of Chemistry. 2018. 34(2): photocatalysts: The effect of copper loading
887-893 and reaction tempera ture. Materials Science in
9. Nezamzadeh-Ejhieh, A.; Salimi, Z. Solar Semiconductor Processing. 2020. 119, 105257.
Photocatalytic Degradation Of O- 12. Zilfa.; Rahmayeni.; Za marun, N. Utilization
Phenylenediamine By Heterogeneous CuO/X Natural Zeolyte From West Sumatera For TiO2
Zeolite Catalyst. Journal of Desalination. 2011. Support in Degradation of Congo Red and A
280: 281-287. Waste Simulation by Photolysis. Der Pharmacia
10. Jaseela, P. K., Garvasis, J., & Joseph, A. Selective Lettre. 2017. 9: 1-10.
adsorption of methylene blue (MB) dye from 13. Safni.; Wahyuni, M, R.; Khoiriah.; Yusuf, Y.
aqueous mixture of MB and methyl orange Photodegradation of Ph enol using N -doped
(MO) using mesoporous titania (TiO2) – poly TiO2 Catalyst. Molekul. 2019. 14(1): 6-10
vinyl alcohol (PVA) nanocomposite. Journal of 14. Fatimah, I.; Sugiharto, E.; Wijaya, K.; Tahir, I.;
Molecular Liquids, 2019. 286, 110908 Kamalia. Titanium Oxide Dispersed On Natural
Zeolite (TiO2 /Zeolite) And Its Application For
Congo Red Photodegradation. Indo J Chem.
2006. 6(1): 38-42
6
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
1 Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
*E-mail: ferdinalnorman@yahoo.co.id
Abstrak: Isolasi senyawa katekin dari gambir telah dilakukan. Gambir yang telah dihaluskan diekstrak
dengan metoda maserasi menggunakan pelarut metanol. Untuk pemurnian senyawa digunakan pelarut etil
asetat, heksan, dan air. Hasil isolasi berupa serbuk berwarna putih sebanyak 4,933 g dari 76,993 g katekin
kotor. Senyawa hasil isolasi ini memiliki titik leleh 175,8 – 177,4 0 C dengan serapan maksimum pada panjang
gelombang 280,10 nm. Senyawa ini memiliki gugus fungsi –OH, stretching C-O, C=C aromatis dan bending
CH2 pada pengukuran dengan spektrofotometri Infra Merah.
Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut 2.3.4.1 Metoda Ciba-Geigy untuk penentuan kadar
pada proses ekstraksi dan pemurnian adalah katekin
akuades, heksan (Brataco), etil asetat (Brataco), Katekin ditimbang sebanyak 50 mg,
metanol (Brataco), I2 (Merck), dan sitroborat. dilarutkan dengan etil asetat didalam labu ukur
50 mL. Larutan ini diletakan kedalam ultrasonic
2.3 Prosedur Penelitian bath selama 5 menit kemudian disaring. Dibuang
2.3.1 Isolasi Senyawa 15 mL filtrat hasil penyaringan pertama dan
Sebanyak 500 g sampel gambir yang telah teruskan penyaringan. Dipipet 2 mL filtrat ke
dihaluskan, dimaserasi dengan metanol selama 3 dalam erlenmeyer 100 mL dan tambahkan
hari (sambil diaduk sekali-sekali). Setelah itu 50 mL etilasetat. Larutan ini diletakan
disaring dan diuapkan pelarutnya dengan kedalam ultrasonic bath selama 5 menit lalu
menggunakan rotari evaporator hingga diukur serapannya dengan spektrofotometer
didapatkan ekstrak kasar metanol. UV. Spektrum yang didapatkan kemudian
Ekstrak kasar metanol ini dikering anginkan diolah dan didapatkan jenis senyawa yang
hingga kering sampai beberapa hari. Setelah telah diisolasi [2].
kering ditambahkan akuades 800 mL dan
disaring dengan kapas hingga didapatkan fraksi 3. Hasil dan Diskusi
air. Fraksi air ini didinginkan didalam freezer, 3.1 Maserasi
setelah itu disaring dengan kain tisu hingga Hasil ekstraksi 500 g gambir dengan metoda
didapatkan katekin kotor. maserasi, diperoleh ekstrak kasar metanol yang
sudah dikering anginkan sebanyak 349,831 g.
2.3.2 Pemurnian Senyawa Dari ekstrak kering sebanyak 349,831 g ini
Katekin kotor dihaluskan dan dikering anginkan diperoleh katekin kotor 239,841 g yang masih
selama beberapa hari. Setelah kering dilarutkan bewarna coklat.
dengan etil asetat dan disaring hingga didapatkan
filtratnya. Filtrat ini ditambahkan heksan hingga 3.2 Pemurnian Senyawa
mengendap semua larutan coklatnya dan Dari hasil pemurnian katekin kotor sebanyak
didapatkan larutan katekin yang masih bewarna 76,993 g dengan menggunakan pelarut etil asetat,
hijau (mengandung klorofil). Endapan dipisahkan heksan dan air diperoleh katekin bewarna putih
dan larutannya ini dikeringkan dan setelah kering yang sesuai dengan literatur sebanyak 4,933 g
direndam dengan air . Larutan ini kemudian dengan rendemen 3,073 %. Katekin yang didapat
dipanaskan dipenangas air dengan suhu 40 oC diuji kemurniannya menggunakan KLT dengan
untuk menghilangkan klorofilnya. Kemudian beberapa perbandingan eluen dan penampak
larutan ini disaring dengan kapas hingga noda uap I2 dan sitroborat. Hasil KLT dapat
didapatkan larutan katekin yang bersih. dilihat pada Tabel 1
Kemudian larutan ini didinginkan didalam Tabel 1 Hasil uji kemurnian senyawa
freezer dan disaring dengan kain tisu hingga kita menggunakan KLT berbagai eluen.
mendapatkan katekin bersih bewarna putih.
8
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
pengujian titik leleh, spektroskopi UV dan Berdasarkan penjelasan diatas pita serapan
Spektroskopi Inframerah. maksimum yang diperoleh dari spektrum UV yaitu
280,10 nm menandakan adanya eksitasi elektron
dari π– π*. Untuk lebih memastikan bahwa
3.3.1 Titik leleh hasil yang didapatkan merupakan senyawa
Dari hasil pengujian titik leleh didapatkan titik katekin maka spektrum UV senyawa hasil
leleh dari kristal adalah 175,8 - 177,4 °C. isolasi dibandingkan dengan spektrum UV
Berdasarkan rentang nilai titik leleh < 2 maka senyawa katekin dari literatur [10]. Dari
dapat diindikasikan senyawa hasil isolasi telah perbandingan spektrum ini dapat dinyatakan
murni. bahwa senyawa hasil isolasi ini telah murni
dengan serapan standar sama yaitu pada bilangan
3.3.2 Spektroskopi UV gelombang 280 nm. Spektrum pembanding tersebut
Karakterisasi senyawa hasil isolasi dilakukan dapat diamati pada Gambar 2.
dengan menggunakan spektrofotometer UV-
1700 Series. Spektrum UV diperoleh dengan
melewatkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu melalui larutan encer senyawa tersebut
dalam pelarut yang tidak menyerap cahaya pada
panjang gelombang tersebut. Spektrum UV yang
dihasilkan dengan menggunakan pelarut etil asetat
memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang 280,10 nm yang dapat dilihat pada
Gambar
9
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
1 menandakan adanya C=C aromatis, sedangkan 3. Suherdi, A. D.; Syamsu, H.: Budidaya dan
pada daerah 1468,23 cm-1 ada tekuk C-H dari CH2 . pasca panen gambir serta
permasalahannya. Biro Bina Pengembangan
Untuk lebih memastikan bahwa hasil yang Sarana Perekonomian 1991, 47.
didapatkan merupakan senyawa katekin maka 4. Djanun, L. N. C.: Peluang ekspor gambir
spektrum IR senyawa hasil isolasi dibandingkan dipasar Internasional. BPEN, Depperindak
dengan spektrum IR senyawa katekin dari 1998, 47.
literatur [11]. Spektrum pembanding tersebut 5. Ferdinal, N.; Nazir, N.: Studi Pemurnian
dapat diamati pada Gambar 4. Gambir Untuk Mendapatkan Catechin
Murni. Prosiding Seminar Nasional
Gambir 2001.
6. Ferdinal, N.: Pemurnian Catechin Dari
Gambir Koto Panjang Pesisir Selatan.
Jurnal Riset Kimia Vol.5 No. 1 2011, 40-45.
7. Ferdinal, N.: Isolasi Dan Karakterisasi
Catechin Dari Gambir. Prosiding Seminar
Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia 2011.
8. Rahmawati, N.; Bakhtiar, A.; Putra, D. P.:
Isolasi Katekin dari Gambir (Uncaria
gambir(Hunter).Roxb) untuk Sediaan
Gambar 4. Spektrum IR senyawa katekin dari
Farmasi dan Kosmetik. Jurnal Penelitian
literatur
Farmasi Indonesia 2012, 6-10.
9. Muchtar, H.; Yusmeiarti.; Yeni, G.:
4. Kesimpulan
Pengaruh Jenis Absorban Dalam Proses
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan
Isolasi Katechin Gambir. Jurnal Riset
kesimpulan bahwa senyawa hasil isolasi dari
Industri Vol. 2 No.1 2008, 14-23.
gambir ini merupakan senyawa golongan
10. File:Spectre UV-vis catechine.PNG,
flavonoid yaitu katekin yang bewarna putih.
https://en.wikipedia.org/wiki/File%3ASp
ectre_UV-vis_catechine.PNG
11. Sheng Geng , Sharui Shan, Hanjun Ma,
Benguo Liu* : Antioxidant Activity and α-
Glucosidase Inhibitory Activities of the
Polycondensate of Catechin with Glyoxylic
Acid, PLOS ONE
DOI:10.1371/journal.pone.0150412, 2016, 1-
Gam bar 5. Struktur kate kin 10.
Referensi
1. Thorpe, J. F.; Whiteley, M. A.: Thorpe’s
Dictionary of Applied Chemistry.Fourth
edition. Vol II. Longmans Green and Co.
London1921, 434-438.
2. Nazir, M.: Gambir: Budidaya,
Pengolahan dan Prospek Diversifikasinya.
Yayasan Hutanku 2000, 125-126.
10
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Abstrak : Dalam penelitian ini karbon a ktif disintesis dari limbah sabut kelapa yang belum banyak
dimanfaatkan. Proses aktivasi menggunakan aktiva tor KOH dengan perbandingan massa 1:2 (sabut kelapa :
KOH) dan dikarbonisasi secara satu tahap pada suhu 400ºC selama 2 jam. Karbon aktif sabut kelapa
memiliki luas permukaan spesifik sebesar 1,2561 m2 /g, volume pori sebesar 0,004235 cm3 /g, dan diameter
pori sebesar 20,1256 nm. Nilai kapasitansi maksimum sebesar 18,83 mF dan konduktivitas maksimum
sebesar 4,65x10-4 cm-1Ω-1 didapatkan dengan ukuran plat elektroda 3 x 9 cm 2 , frekuensi 100 Hz, tebal
rangkaian 1,27 mm, konsentrasi larutan elektrolit H 3 PO4 0,25 N, dan waktu pengisian selama 30 menit.
Kata kunci : Karbon aktif sabut kelapa, kapasitor lapis rangkap listrik, kapasitansi, aktivator KOH
11
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
2.3 Prosedur Penelitian penjepit kertas dan kaca agar tida k lepas dan
2.3.1 Preparasi Karbon Aktif Sabut Kelapa dihubungkan dengan arus listrik.
Sabut kelapa dipotong kecil – kecil, dibersihkan,
dan dicuci menggunakan akuades kemudian
dikeringkan pada suhu ±110ᵒC sampai
didapatkan berat konstan. Sabut kelapa yang
telah kering dihaluskan menggunakan gerinder
sampai didapatkan bubuk sabut kelapa. 5 gram
bubuk sabut kelapa direndam dalam 80 mL
larutan KOH 1 N, diaduk selama 4 jam kemudian
disaring, dicuci menggunakan akuades beberapa
kali dan dikeringkan. Untuk proses aktivasi 1 Gambar 1. Rangkaian Superkapasitor Metoda Plat
gram bubuk sabut kelapa yang telah
diperlakukan dengan KOH 1 N ditambahkan 2 2.3.5 Pengukuran Sifat-sifat Listrik dari Rangkaian
gram KOH dalam 5 mL akuades, diaduk sela ma Superkapasitor
15 menit kemudian disaring dan dikeringkan [9]. Pengukuran sifat listrik dilakukan untuk
Bubuk sabut kelapa dikarbonisasi pada suhu mengetahui nilai kapasitansi (C), induktansi (L),
400ºC selama 2 jam. Karbon yang didapatkan dan resistensi (R) menggunakan alat LCR-Meter
dihaluskan dan diayak menggunakan saringan 45 serta mengetahui nilai arus (A) dan tegangan (V)
µm, kemudian dicuci menggunakan HCl sampai menggunakan multimeter.
didapatkan pH netral dan dilanjutkan pencucian
menggunakan akuades beberapa kali. Karbon 3. Hasil dan Pembahasan
yang didapatkan akan digunakan sebagai bahan 3.1 Karakterisasi Karbon Aktif Kulit Kacang Tanah
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik. dan Karbon Limbah Baterai
3.1.1Scanning Electron Microscopy (SEM)
2.3.2 Karakterisasi Karbon Aktif Sabut Kelapa Morfologi permukaan karbon aktif sabut kelapa
Karbon aktif sabut kelapa dikarakterisasi dengan dapat diamati menggunakan peralatan SEM dan
menggunakan Scanning Electron Microscopy – memberikan ga mbaran mendetail mengenai
Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX), Surface Area bentuk pori pada karbon a ktif. Ga mbar 2
Analyzer (SAA) dan Fourier Transform Infrared menunjukkan pori – pori pada permukaan karbon
(FTIR). aktif sabut kelapa mulai terbentuk akibat
perlakuan aktivasi fisika dan kimia. Pori – pori
2.3.3 Pembuatan Separator yang terbentuk memiliki kedalaman yang
1 gram PVA ((CH 2 CHOH)n ) dilarutkan dengan 20 dangkal dan diameter pori yang besar, hal ini
mL larutan H 3 PO4 dengan konsentrasi 0,1 N. diakibatkan penggunaan gas oksign pada saat
Campuran distirrer pada suhu 50ºC diatas hot proses karbonisasi yang dapat merusak pori yang
plate sampai homogen. Setelah homogen, terbentuk.
campuran dituangkan kedalam petridish dan
dibiarkan sampai kering secara alami. Langkah
yang sama dilakukan untuk konsentrasi larutan
H3 PO4 0,2 N, 0,25 N, 0,3 N, 0,4 N, 0,5 N.
12
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
3.1.2 Energi Dispersive X-Ray (EDX) stretching OH hidroksil. Pada angka gelombang
Karakterisasi EDX dilakukan untuk menganalisa 2926,67 cm-1 menunjukkan adanya stretching
unsur-unsur yang terkandung di dalam karbon metilena (>CH2). Pada angka gelombang 1992,95
aktif sabut kelapa. Hasil karakterisasi EDX cm-1 menunjukkan adanya stretching C=C pada
terhadap karbon aktif sabut kelapa terdapat cincin aromatik. Angka gelombang 1322,08 cm-1
dalam Tabel 1 menunjukkan adanya bending OH dan angka
Berdasarkan Tabel 1 terlihat karbon aktif gelombang 1062,21 cm-1 menunjukkan adanya
sabut kelapa mengandung unsur karbon (C), stertching C-O alkil yang tersubsitusi eter [14].
oksigen (O), silikon (Si), kalium (K), dan
aluminium (Al). Komposisi unsur C dengan % 120 Sabut Kelapa
massa paling tinggi menandakan aktivator KOH
100
mendegradasi ikatan – ikatan karbohidrat pada
sabut kelapa dengan baik. Unsur O berasal dari 80
%Transmittan
60
Tabel 1. Komposisi unsur yang terkandung 3.1.4 Surface Area Analyzer (SAA)
didalam karbon aktif sabut kelapa Analisa SAA dilakukan untuk menentukan luas
permukaan, ukuran pori, volume pori dan
Unsur Berat (%) adsorbsi serta desorbsi dari karbon aktif. Analisa
C 67,70 ini men ggunakan alat Surface Area Analyzer
dengan metode Brunauer Emmet Teller-Barret
O 26,00 Joyner Halenda (BET -BJH). Analisa dengan
Si 3,34 metode BET dilakukan untuk menentukan luas
permukaan spesifik dari karbon aktif sabut kelapa
K 2,55 dan jenis kurva isoth ermnya. Metode BJH
Al 0,03 dilakukan untuk men getahui volume pori dan
ukuran pori dari karbon aktif sabut kelapa.
Berdasarkan hasil analisa BET dan BJH
Menurut standar nasional Indonesia (SNI) didapatkan luas permukaan spesifik dari karbon
06-3730-1995 tentang karbon aktif, karbon aktif aktif sabut kelapa sebesar 1,2516 m2 /g, volume
yang baik memiliki kadar karbon minimal 65%, pori sebesar 0,004235 cm3 /g dan rata – rata
dan dalam pen elitian ini kadar karbon yang diameter pori sebesar 20,1256 nm. Kurva isotherm
didapatkan sebesar 67,70% yang menandakan BET dari karbon aktif sabut kelapa dapat dilihat
bahwa karbon aktif sabut kelapa memenuhi pada gambar 4
syarat sebagai karbon aktif [11]. Semakin banyak Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa
unsur karbon yang terkandung maka semakin kurva isotherm BET menunjukkan bahwa karbon
banyak muatan yang akan tersimpan, karena aktif yang terbentuk memiliki struktur mesopori
yang berperan menyimpan muatan dalam dan ditunjukkan oleh loop histerisis pada tekanan
kapasitor lapis rangkap listrik adalah karbon[12]. relatif (<0,1P/P0 <0,9). Pada tekanan telatif
rendah, hanya terjadi sedikit penyerapan sampai
3.1.3. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) pada tekanan relatif P/P 0 = 1 terjadi penyerapan
FTIR dilakukan untuk menentukan gugus fungsi yang tinggi yang membuktikan bahwa karbon
yang terdapat pada permukaan karbon aktif sabut aktif yang terbentuk merupakan tipe IV [15] dan
kelapa, hasil spektrum FT IR ditunjukkan pada didukung oleh data SEM yang memperlihatkan
Gambar 3 diameter pori yang besar.
Permukaan karbon aktif men gandung
beberapa gugus fungsi dan tidak akan pernah
terlepas dari oksigen kecuali dipanaskan diatas
suhu 950°C dalam keadaan vakum [13]. Spektrum
FTIR karbon aktif sabut kelapa pada angka
gelombang 3339,97 cm-1 menunjukkan adanya
13
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Kapasitansi (mF)
1.5 10
1 8
0.5 6
0
4
0 0.5 1
2
Tekanan relatif (P/P0)
0
0 0.2 0.4 0.6
Gambar 4. Kurva isoterm adsorbsi-desorbsi N2 karbon Massa (g)
aktif sabut kelapa
Gambar 6. Pengaruh variasi massa terhadap nilai
Gambar 5 menunjukkan semakin besar diameter kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis rangkap
pori maka volume pori yang terbentuk juga listrik
semakin kecil. Karbon aktif dengan diameter
yang kecil (mikropori) memberikan kinerja yang Gambar 6 memperlihatkan bahwa nilai
baik sebagai elektroda kapasitor lapis rangkap kapasitansi meningkat dengan berta mbahnya
listrik [16], tetapi kombinasi struktur mesopori massa karbon aktif yang digunakan sampai pada
dan mikropori akan memberikan kinerja yang massa 0,4 g dan menurun pada massa 0,5 g.
lebih baik dibandingkan struktur mikropori saja. Naiknya nilai kapasitasi terjadi karena semakin
Berdasarkan gambar terlihat diameter pori berada banyak karbon aktif yang digunakan maka
di rentang 2 – 21 nm yang menandakan karbon semakin tebal plat elektrodamyang terbentuk dan
aktif yang terbentuk memiliki struktur mesopori semakin banyak muatan yang tersimpan untuk
dan didukung juga oleh hasil karakterisasi SEM membentuk lapis rangkap listrik. Sedangkan
dan kurva BET. menurunnya nilai kapasitansi pada massa 0,5
diakibatkan karena apabila plat terlalu tebal akan
menyebabkan jarak tempuh muatan akan
3.92
semakin jauh, sehingga tidak banyak muatan
Volume pori (x10 -3 cm3/g)
14
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Kapasitansi (mF)
18
16
14
12 12
10
Kapasitansi (mF)
10 8
6
8 4
6 2
0
4 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55
2
Konsentrasi H 3PO 4 (N)
0
0 200 400 600 800 1000 Gambar 9. Pengaruh variasi larutan elektrolit H3PO4
Frekuensi (Hz) terhadap nilai kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis
rangkap listrik
Gambar 7. Pengaruh variasi frekuensi terhadap nilai
kapasitansi dari kapasitor lapis rangkap listrik Gambar 9 menunjukkan nilai kapasitansi dari
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik
3.2.3 Pengaruh variasi luas plat elektroda meningkat untuk konsentrasi 0,1; 0,2 dan 0,25 N
terhadap nilai kapasitansi dari elektroda kemudian turun pada konsentrasi 0,3 N sampai
kapasitor lapis rangkap listrik 0,5 N. Nilai kapasitansi maksimum didapatkan
Luas plat elektroda berbanding lurus dengan nilai pada konsentrasi larutan elektrolit 0,25 N sebesar
kapasitansi [20], hal ini dikarenakan semakin 17,73 mF. Naiknya nilai kapasitansi pada
banyak karbon aktif yang terdapat dalam konsentrasi 0,1 sampai 0,25 N disebabkan karena
rangkaian menyebabkan semakin banyak semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin
muatan yang tersimpan di dalam pori karbon dan banyak muatan yang terserap ke dalam pori –
semakin banyak lapis rangkap listrik yang pori karbon dan membentuk lapis rangkap listrik
terbentuk. sedangkan turunnya nilai kapasitansi pada
konsentrasi 0,3 sampai 0,5 N disebabkan karena
20
semakin tinggi konsentrasi larutan elektrolit
Kapasitansi (mF)
Pada gambar 4.7 terlihat semakin besar luas plat 3.2.5 Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit H3 PO4
elektroda yang digunakan semakin besar nilai terhadap konduktivitas elektroda superkapasitor
kapasitansinya. Nilai kapasitansi maksimal Konsentrasi elektrolit mempengaruhi nilai
didapatkan pada plat elektroda dengan ukuran konduktivitas dari suatu elektroda
3x9 cm2 yaitu sebesar 17,53 mF superkapasitor. Nilai konduktivitas ini diperoleh
dari perbandingan tebal plat elektroda terhadap
3.2.4 Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit H3 PO4 nilai resitansi dan luas plat elektroda.
terhadap nilai kapasitansi dari elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik
Konsentrasi larutan elektrolit dapat
mempen garuhi kapasitansi dari elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik.
15
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
5
Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai
kapasitansi meningkat seiring berta mbahnya
Konduktivitas (x10-4 Ω-1cm-1)
4.5
4 waktu pen gisian, namun terjadi penurunan
3.5 setelah waktu pengisian 30 menit. Nilai
3
kapasitansi maksimum didapatkan pada lama
2.5
2 waktu pengisian 30 menit sebesar 18,83 mF,
1.5 menurunnya nilai kapasitansi setelah waktu
1 pengisian 30 menit diakibatkan karena semakin
0.5 lama waktu yang digunakan untuk proses
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55
pengisian akan menyebabkan terjadinya
perubahan mekanik pada separator PVA
Konsentrasi elektrolit H3PO4 (N) (swelling) karena adanya kenaikan suhu.
Gambar 10. Pengaruh konsentrasi larutan elektrolit Perubahan mekanik pada separator menyebabkan
H3PO4 terhadap nilai konduktivitas dari elektrpoda muatan tidak dapat bergerak menuju elektroda
kapasitor lapis rangkap listrik dan terjadi penumpukan sehingga akan
menurunkan nilai kapasitansi dari kapasitor lapis
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai rangkap listrik [21].
konduktivitas dari elektroda kapasitor lapis
rangkap listrik meningkat dari konsentrasi 0,1 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
sampai konsentrasi 0,25 N dan turun untuk Tumimomor (2018) karbon aktif sabut kelapa
konsentrasi 0,3 sampai 0,5 N. Konduktivitas yang diaktivasi menggunakan KOH dan
merupa kan kemampuan suatu materi untuk digunakan sebagai elektroda kapasitor lapis
menghantarkan arus listrik, semakin tinggi rangkap listrik memilki nilai kapsitansi spesifik
konsentrasi larutan elektrolit maka semakin cepat yang cukup besar yaitu 53,70 F/g [23]. Pada
kemampuan untuk men ghantarkan muatan dari penelitian kali ini nilai kapasitansi yang
separator menuju elektroda dan menyebabkan didapatkan relatif kecil, perbedaan nilai
terjadinya penumpukkan muatan yang menuju kapasitansi yang cukup jauh ini dapat disebabkan
permukaan elektroda. Penumpukkan muatan ini oleh perbedaan aliran gas dan suhu yang
akan menyebabkan proses pengisian dan digunakan pada saat proses karbonisasi.
pengosongan terganggu. Peningkatan konsentrasi
larutan elektrolit akan meningkatkan mobilitas 3.2.7 Pengaruh variasi waktu pengisian terhadap
ion namun dengan meningkatnya mobilitas ion sifat listrik kapasitor lapis rangkap listrik
dapat menyebabkan proses pengisian dan 3.2.7.1 Pengaruh waktu pengisian terhadap arus
pengosongan kapasitor lapis rangkap listrik [22]. listrik
Pengukuran arus listrik dilakukan untuk
3.2.6 Pengaruh variasi waktu pengisian terhadap mengetahui jumlah arus masuk ataupun arus
nilai kapasitansi dari elektroda kapasitor lapis keluar dalam membentuk lapis rangkap listrik
rangkap listrik pada waktu pengisian.
Waktu pengisian merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk perpindahan muatan dari 0.5
separator menuju elektroda dan membentuk lapis
rangkap listrik. Lamanya waktu pen gisian akan 0.4
Arus (A)
20
0.2
Kapasitansi (mF)
0.1
15
0
10 0 20 40 60 80
Waktu pengisian (menit)
5
0
Gambar 12. Pengaruh waktu pengisian terhadap arus
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 listrik dari kapasitor lapis rangkap listrik
16
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
rangkap listrik yang telah dirakit dapat menjaga Jumlah muatan dihitung berdasarkan persamaan
arus yang keluar konstan. Diketahui juga bahwa Faraday dan jumlah elektron berhubungan
kapasitor lapis rangkap listrik tidak dengan bilangan avogadro. Nilai kapasitansi akan
mengeluarkan arus sekaligus melainkan berbanding lurus dengan jumlah muatan dan
mengeluarkan arus secara konstan [22][24]. jumlah elektron.
3.2.7.2 Pengaruh waktu pengisian terhadap Tabel 4.2 menunjukkan s emakin tinggi
tegangan listrik kapasitansi maka jumlah muatan dan jumlah
Pengukuran tegangan listrik dilakukan untuk elektron juga akan semakin meningkat. Jumlah
mengetahui besar beda potensial pada waktu muatan maksimum didapatkan pada konsentrasi
pengisian dalam membentuk lapis rangkap listik. larutan elektrolit 0,25 N sebesar 1.710 x 103
Coulomb dan jumlah elektron ma ksimum juga
1 didapatkan pada konsentrasi 0,25 N sebesar
106,770 x 1020 e-.
0.8 Nilai kapasitansi, jumlah muatan dan jumlah
Tegangan (V)
17
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
rata – rata sebesar 20,156 nm yang didukung Coffee Grounds for Symmetric
dengan data BET dan BJH. Karbon aktif sabut Supercapacitor. Journal of The Taiwan Institute
kelapa memiliki kinerja yang baik sebagai of Chemical Engineers 2019, 101, 177-185.
elektroda kapasitor lapis rangkap listrik dilihat 10. Borenstein,A.; Hanna, O.; Attias, R.; Luski, S.;
dari hasil pengukuran LCR - meter yang Brousse.; T, Aurbach D.: Carbon-based
memberikan nilai kapasitansi maksimum sebesar composite materials for supercapacitor
18,83 mF dan nilai konduktivitas maksimum electrodes: a review. Journal of Material Chem
sebesar 4,56x10 -4 Ω-1 cm-1 . Nilai kapasitansi dan 2017, 5, 12653-12672.
konduktivitas maksimum didapatkan dengan 11. Sahara, E.; Sulihingtyas, W.D.; Mahardika, I
ukuran karbon 45µm, ukuran plat elektroda 3x9 P.A.S.: Pembuatan dan Karakterisasi Arang
cm2 , tebal rangkaian 1,27 mm, konsentrasi larutan AKktof dari Ba tang Tanaman Gumitir
elektrolit H3 PO4 0,25 N dan waktu pengisian 30
(Tagetes erecta) yang Diaktivasi den gan
menit.
H3 PO4 . Jurnal Kimia 2017, 11(1), 1-9
Referensi 12. Jamilatun, S.; Setyawan, M.: Pembuatan
1. Burke, A.: Ultrasupercapacitors: Why, How, Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan
and Where is The Technplogy. Journal of Aplikasinya untuk Penyerapan Asap Cair.
Power Science 2000, 9(1), 37-50. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 2014,
2. Xu, T.; Wang, W.; Gordin, M.L.; Wang, D.; 12(1), 1-14.
Choi, D.: Lithium-ion Batteries for Stationary 13. Marsh, H.; R einoso, F.R .: Activated Carbon.
Energy Storage. Energy Storage Technologies Elsevier Science 2006.
2010, 62(9), 24-30. 14. Nandiyanto, A.B.D.; Oktiani, R .; Raghadita,
3. Kötz, R.; Carlen, M.: Principles and R.: How to Read and Interpret FTIR
Application of Electrochemical Capacitors. Spectroscope of Organic Material. Indinesian
Electrochemical Acta 2000, 45, 2483-2498. Journal of Science and Tech nology 2019, 4(1),
4. Sesuk, T.; Ta mmawat, P.; Somton , K.;
97-118
Limthongkul, P.; Kobsiriphat, W.: Activated
Carbon Derived from Coconut Coir Pith as 15. Thommes, M.; Kaneko, K.; Neimark, A.V.;
High Performance Supercapacitor Electrode Olivier, J.P.; R einoso, R .F.; R ouquerol, J.;
Material. Journal of Energy Storage 2019, 25, Sing, K.S.W.: Physisorption of Gases, with
1-9. Special Reference to The Evaluation of
5. 2.Zang, J.; Tian, T.; Yang, G.; Jia, S.; Zhou, S.; Surface Area and Pore Size Distribution
Xu, H.; Wang, Y .: A Facile Preparation of (IUPAC Technical Report). IUPAC Technical
Pomegranate-like Porous Carbon by
Report 2015, 87(9-10), 1051-1069.
Carbonization and Activation of Phenolic
Resin Prepared via Hydrothermal Synthesis 16. Ghosh, S., Santhosh, R., Jeniffer, S.,
in KOH Solution for High Performance Raghavan, V., Jacob, G., & Nanaji, K. et al.;
Supercapacitor Electrodes. Advanced Powder Natural biomass derived hard carbon and
Technology 2019. 1-8. activated carbons as electrochemical
6. Anggraini, V. Shear Strength Improvement supercapacitor electrodes. Scientific Reports.
of Sandy Soil Using Coconut Fiber. 2019, 9, 16315.
International Journal of Civil Engineering and 17. Fristina, R.: Pemanfaatan Kertas Karbon
Technology 2016, 7(3), 2. Sebagai Bahan Elektroda pada
7. Yu, D.; Ma, Y.; Chen, M.; Dong, X.: KOH Superkapasitor, Skripsi. Fakultas MIPA,
Activation of Wax Gourd-Derived Carbon Universitas Andalas. 2016.
Materials with High Porosity and 18. Juhiswari, Yuyun: Efek Ukuran Bulir
Heteroatom Content for Aqueous or Terhadap Kapasitansi Superkapasitor Den gan
All-Solid-State Supercapacitors. Journal of Elektroda Dari Komposit Ekstrak Pasir Besi
Colloid Interface Science 2019, 537, 569–578. Dan Arang Aktif Dari Kulit Biji Mete. Skripsi,
8. Yang, L.; Feng, Y .; Cao, M.; Yao, J.: Two-Step FKIP Universitas Haluoleo: Kendari 2016.
Preparation of Hierarchical Porous Carbon 19. Grandys, P.; Rika, D.; Istria, P.R.; Ah mad, F.;
from KOH-Activated Wood Sawdust for Amanda, P.: Analisis Luas Permukaan Arang
Supercapacitor. Material Chemical Physic 2019, Aktif Den gan Menggunakan Metode BET
238. (SAA). Universitas Negeri Semarang:
9. Chiu, Y.H.; Lin, L.Y.: Effect of Activating Semarang, 2004.
Agent for Producing Activated Carbon using 20. Pradana, H. Y .; Sintesis rGO/Glukosa
A Facile One-Step Synthesis with Waste dengan Variasi Perbandingan Massa dan
18
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Proses Eksfoliasi Secara Kimia Untuk Bahan 24. Kaiwen, Z.; Yuanyuan, L.; Ming, Z .: The
Elektroda Superkapasito. Skripsi. Fakultas Porous Carbon Derived From Water
MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Hyacinth With Well-Designed Hierarchical
November, Surabaya, 2017.
Structure For Supercapaitors. Journal of Power
21. Perdana, Y.A.: Performance Karbon Aktif dari
Sources. 2017, 366: 270-277.
Limbah Cangkang Kelapa Sawit sebagai
25. Aliza, R.: Pengaruh Suhu Pembakaran
Bahan Elektroda Superkapasitor, Skripsi. terhadap Performance TiO2/C
FMIPA, Universitas Andalas. 2017. Berpendukung Keramik Sebagai Elektroda
22. Fitrina, V. N., Diantoro, N., Nasikhudin: Superkapasitor. Skripsi, FMIPA Universitas
Sintesis dan Karakterisasi Superkapasitor Andalas. 2015.
Berbasis Nanopartikel Berbasis Nanopartikel 26. Waltrip, B.; Seifert, F.: A Programmable
TiO2 /C. Skripsi. FMIPA, Universitas Negeri Capacitor for Inductance Measurement. IEEE
Malang, 2014. Transaction on Instrumental and Measurement
23. Tumimomor, F.R.; Palilingan, S.C.: 2017, 99, 1-7.
Pemanfaatan Karbon Aktif dari Sabut Kelapa
sebagai Elektroda Superkapasitor.
FULLERENE Journal of Chemistry 2018, 3(1),
13-18.
19
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Abstract: One of the serious problems in the industrial sector is the corrosion of metals or alloys, which
causes enormous property losses. Metal damage due to corrosion also causes environmental damage
which is a major concern in the metal industry, especially in acidic media. The use of organic inhibitors is
the right solution for the prevention of metal corrosion because it is more environmentally friendly. In
this study, a computational study was conducted to analyze the inhibition ability of iron anti -corrosion
by 6 morine derivatives with gas and ethanol solvent phases using the Density Functional Theory (DFT)
method with the base set B3LYP / 6-31G. The quantum chemical parameters obtained from the
optimization results are the optimal geometric structure, EHOMO, ELUMO, dipole moment (DM), and
total energy. From the EHOMO and ELUMO values obtained, the ionization potential (I), electron affinity
(A), bandgap (ΔE), electronegativity (χ), hardness (ɳ), softness (σ), electrophilicity (ω), nucleophilicity are
calculated. (ε). Then the optimization of the Fe atom is also performed to obtain the value of charge
transfer (ΔN), ΔEBack donation, and interaction energy (Δѱ). From the calculation of these quantum
chemical parameters, 3 gas-phase inhibitors were selected to be optimized with the Fe atom so that the
values of Eads, Ebinding, enthalpy (ΔH), free energy Gibbs (ΔG), and entropy energy (ΔS) were selected
which indicates that inhibitor 2 (substituted) groups R1 (-CH3) and R2 (-CH3)) have better anti-corrosion
inhibition ability than inhibitors 1,3,4,5, and 6.
1. Pendahuluan
Salah satu masalah serius di sektor industri efektif[4]. Secara umum diasumsikan bahwa
adalah korosi logam atau paduan, yang molekul organik dapat diadsorpsi pada
menyebabkan kerugian properti yang sangat permukaan logam melalui beberapa gugus aktif
besar[1]. Kerusakan logam akibat korosi juga seperti heteroatom yang mengandung atom O,
menyebabkan kerusakan lingkungan yang N, S, P, -C=O, -OH, ikatan rangkap dua atau
menjadi perhatian utama dalam industri logam, tiga cincin aromatic[5]. Studi sebelumnya
terutama di media asam. karena itu, ada menunjukkan bahwa sebagian besar inhibitor
permintaan yang tinggi untuk mengembangkan organik mengurangi laju korosi melalui adsorpsi
metode pencegahan korosi atau mengurangi laju pada permukaan logam dan kinerja
korosi[2]. penghambatan dengan keberadaan atom-atom
Pendekatan yang paling ramah yang mempunyai pasangan elektron bebas
lingkungan dan hemat biaya untuk mencegah mengikuti urutan O <N <S <P[6].
logam terhadap korosi adalah dengan Kimia komputasi merupakan cabang
menggunakan inhibitor organic[3]. Efisiensi ilmu kimia yang menggunakan hasil kimia teori
penghambatan suatu inhibitor dalam yang diterjemahkan ke dalam program
lingkungan tertentu sangat dipengaruhi oleh komputer untuk menghitung sifat-sifat molekul
struktur kimia dan interaksinya dengan dan perubahannya. Kimia komputasi juga dapat
permukaan logam. Banyak senyawa organik melakukan simulasi terhadap sistem-sistem
heterosiklik yang mengandung nitrogen, besar seperti molekul protein dan kristal cair.
belerang, oksigen, fosfor dan elektron π dikenal Sifat molekul yang dapat dihitung yaitu struktur
sebagai penghambat korosi baja yang efektif, atom, energi, perubahan energi, muatan,
karena mereka terserap pada permukaan logam momen dipol, kereaktifan, frekuensi getaran,
dan membentuk film penghalang yang dan besaran spektroskopi. Metode perhitungan
20
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
dalam kimia komputasi yang paling banyak Molekul morin dan turunannya seperti yang
digunakan adalah metode Density Functional terlihat pada Tabel 1 digambarkan
Theory (DFT) karena hasil penelitiannya yang menggunakan Gauss view 6.0
akurat mendekati hasil eksperimen[7]. Tabel 3.1. Struktur kerangka morin dan
Beberapa penelitian secara komputasi turunannya
tentang inhibisi korosi besi telah banyak Senyawa
Struktur
dilakukan diantaranya yaitu efisiensi inhibisi Turunan R1 R2
Kerangka Morin
korosi dan adsorpsi N-dimetil-4 - (((1-metil-2- Morin
fenil-2,3-dihidro-1H-pyrazol4-il) imino) metil) - 1 H H
N-alkylbenzenaminium bromide pada baja karbon
dalam asam klorida[8], dan studi kimia 2 CH3 CH3
eksperimental dan komputasi dari dua senyawa 3 H CH3
imidazol sebagai inhibitor korosi untuk baja
4 CH3 H
ringan dalam larutan HCl[2].
Salah satu senyawa organik yang 5 OH CH3
berpotensi menjadi inhibitor korosi adalah 6 CH3 OH
morin. Morin adalah senyawa organik yang
banyak terdapat pada tumbuhan seperti kulit
2.3.2 Optimasi molekul turunan morin
dan daun nangka, daun jambu biji dll. Senyawa
Molekul turunan morin dalam fasa gas dan
morin merupakan senyawa golongan flavonoid
pelarut etanol dioptimasi dengan pengaturan
dan polifenol yang mengandung elektron π
optimasi + frequensi menggunakan paket
berkonyugasi cincin aromatik dan atom oksigen.
program Gaussian 16 W metode perhitungan
Pada farmakologis morin dilaporkan memiliki
DFT dan basis set B3LYP/6-31G. Output data
sifat antioksidan, inhibitor oksidasi, anti
berupa struktur geometri optimal, E HOMO, ELUMO,
inflamasi[9]. Berdasarkan strukturnya, morin
Contour HOMO (Highest Occupied Molecular
memiliki atom O dan elektron π berkonyugasi
Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied
sehingga potensial digunakan sebagai inhibitor
Molecular Orbital), energi total, momen dipol
korosi.
serta ESP (Elektrosatik Potensial). Kemudian
Berdasarkan uraian tersebut maka
ditentukan nilai bandgap (ΔE), potensial ionisasi
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
(I), afinitas elektron (A), elektronegativity (χ),
secara komputasi menggunakan metode DFT
hardness (ɳ), softness (σ), elektrofilisitas (ω),
tentang efisiensi senyawa morin dan
nukleofilisitas (ε), ΔN (transfer muatan), ΔE Back
turunannya sebagai inhibitor korosi besi (Fe).
Donation, energi interaksi (Δѱ). Nilai-nilai tersebut
didapatkan berdasarkan persamaan berikut:
2. Metodologi Penelitian
2.1 Alat ΔE=ELUMO - EHOMO ε=
1
21
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
dengan metode perhitungan DFT dan basis set 3.1 Struktur molekul inhibitor
B3LYP/6-31G. Hasil optimasi berupa struktur
geometri optimal, entalpi, energi bebas gibbs
dan entropi. Setelah itu ditentukan nilai energi
adsorpsi dan energi binding dengan persamaan
berikut:
Molekul morin dan turunannya merupakan menggunakan metode DFT seperti terlihat pada
molekul yang bisa dijadikan sebagai inhibitor Gambar 3.1.
korosi karena mengandung atom oksigen dan mengetahui kinerja anti korosi dengan
elektron π dalam stukturnya. Penelitian ini menerapkan perhitungan parameter kimia
Dalam penelitian ini, enam molekul morin dan kuantum.
turunannya dipilih untuk dianalisis efisiensi anti mengetahui kinerja anti korosi dengan
korosi besi. Objektif penelitian ini adalah untuk menerapkan perhitungan parameter kimia
menganalisis beberapa molekul turunan morin kuantum.
sebagai inhibitor korosi secara komputasi
3.2 Struktur geometri, Contour HOMO-LUMO
dan ESP
Struktur geometri optimal, contour HOMO dan
LUMO molekul morin dalam fasa gas dan
pelarut diperlihatkan pada Gambar 3.2 dan 3.3.
Inh 1
Inh 2
22
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Inh 3
Inh 4
Inh 5
Inh 6
Gambar 3.2 Struktur geometri optimal (warna: atom oksigen = merah, carbon = abu, hidrogen = putih), Contour
HOMO, dan Contour LUMO (warna: hijau = OM bonding, merah = OM anti bonding) turunan molekul morin fasa
gas
Inh 1
Inh 2
23
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Inh 3
Inh 4
Inh 5
Inh 6
Gambar 3.3 Struktur geometri optimal (warna: atom oksigen = merah, carbon = abu, hidrogen = putih), Contour
HOMO, dan Contour LUMO (warna: hijau = OM bonding, merah = OM anti bonding) turunan molekul morin fasa
pelarut.
Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 menunjukkan dalam fasa gas maupun pelarut, diketahui
struktur geometri optimal, contour HOMO dan gugus -C=C- berperan sebagai donor elektron
LUMO Inh 1-6 dalam fasa gas dan pelarut dan gugus -C-C-, -C=O berperan sebagai
etanol. Contour HOMO merupakan kerapatan akseptor elektron. Hal ini menunjukkan adanya
elektron pada pita HOMO sedangkan contour resonansi elektron π pada cincin benzen menuju
LUMO merupakan kerapatan elektron pada pita gugus -C=O. Sedangkan pada gugus -CH3 , H
LUMO[15]. HOMO berperan sebagai daerah dan -OH pada C5 dan C6 tidak terdapat
donor elektron dan LUMO berperan sebagai kerapatan elektron yang menunjukkan bahwa
daerah akseptor electron[10]. Berdasarkan gugus tersebut hanya berperan sebagai
contour HOMO/LUMO Semua inhibitor baik penginduksi (induksi + dan induksi -).
24
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
25
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
semakin elektropositif[16]. Urutan nilai oksigen pada gugus -C=O. Hal ini terjadi karena
ekelektronegatifan berdasarkan warna adalah resonansi elektron π pada morin menuju gugus -
adalah merah > kuning > hijau > biru[18]. C=O dan diprediksi atom Fe akan terikat pada
Berdasarkan gambar ESP inhibitor morin pada atom oksigen pada gugus -C=O. Selain pada
fasa gas maupun fasa pelarut diketahui daerah gugus -C=O, atom Fe juga bisa berikatan pada
yang paling elektronegatif terletak pada atom atom oksigen pada gugus -OH.
Energi (kJ/mol)
-2,8981 -3,1045 -3,0013 -3,0013 -3,1987 -3,1987
(10 6 )
Tabel 3.2. Perhitungan parameter kereaktifan inhibitor dengan adanya pelarut (etanol)
Parameter Inh 1 Inh 2 Inh 3 Inh 4 Inh 5 Inh 6
26
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
27
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
hardness global yang paling rendah dan softness Sehingga inhibitor yang bagus mempunyai nilai
global yang paling tinggi terdapat pada inhibitor elektrofilisitas yang kecil[12]. Data tabel 4.1 dan
6. Nilai Hardness Inh 6 < Inh 5 < Inh 2 < Inh 3 < Tabel 4.2 menunjukkan bahwa inh 2 adalah
Inh 4 < Inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6 < Inh 5 < inhibitor terbaik dalam fasa gas maupun fasa
Inh 2 < Inh 3 < Inh 4 < Inh 1 untuk fasa pelarut. pelarut. Elektrofilisitas Inh 2 < Inh 4 < Inh 3 <
Nilai softness Inh 6 > Inh5 > Inh 2 > Inh 3 > Inh 4 Inh 1 < Inh 6 < Inh 5 untuk fasa gas dan Inh 2 <
> inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6 > Inh 5 > Inh 2 Inh 3 < Inh 4 < Inh 1< Inh 6 < Inh 5 untuk fasa
> Inh 3 > Inh 4 > Inh 1 untuk fasa pelarut. pelarut.
E. Elektronegativitas G. Nukleofilisitas
Elektronegativitas atau keelektronegatifan (χ) Nukleofilisitas merupakan suatu sifat dari suatu
merupakan ukuran dari kekuatan atom atau atom atau molekul yang bermuatan positif atau
molekul untuk menarik elektron pada dirinya netral dan dapat memberikan sepasang
sendiri. Elektron akan bergerak dari electron[13]. Dimana semakin besar nilai
atom/molekul yang elektropositif ke yang nukleofilisitas suatu inhibitor maka semakin
elektronegatif[20]. Semakin besar nilai besar dan kuat memampuan inhibitor untuk
keelektronegatifan maka kekuatan atom atau mendonorkan elektron kepada atom Fe[21].
inhibitor untuk menarik elektron akan semakin Pada Tabel 4.1 dan 4.2 nilai nukleofilisitas yang
besar dan ketika dikombinasikan dengan logam paling besar terdapat pada inhibitor 2 dalam
maka kemampuan logam untuk mendonorkan fasa gas maupun fasa pelarut, sehingga inhibitor
elektronnya akan semakin kecil[23]. Inhibitor yang berkemungkinan kuat untuk berikatan
berperan mendonorkan elektron pada atom Fe dengan logam adalah Inh 2. Nukleofilisitas Inh 2
dalam proses inhibisi korosi besi bukan menarik > Inh 4 > Inh 3 > Inh 1 > Inh 6 > inh 5 untuk fasa
elektron dari atom Fe. Sehingga inhibitor yang gas dan Inh 2 > Inh 3 > Inh 4 > Inh 1 > Inh 6 >
reaktif terhadap atom Fe adalah inhibitor yang Inh 5 untuk fasa pelarut.
memiliki elektronegativitas yang kecil[11].
H. Energi total
Berdasarkan data Tabel 4.1 dan Tabel 4.2
Energi total menandakan kereaktifan suatu
diketahui Inh 2 lebih reaktif terhadap atom Fe
inhibitor dimana semakin kecil nilai energi total
dalam fasa gas maupun pelarut. Nilai
maka semakin reaktif inhibitor tersebut karena
Elektronegativitas Inh 2 < Inh 4 < Inh 3 < Inh 6 <
jika nilai energi total suatu inhibitor semakin
Inh 1 < Inh 5 untuk fasa gas dan Inh 2 < Inh 4 <
besar maka semakin stabil inhibitor tersebut dan
Inh 3 < Inh 6 < Inh 1 < Inh 5 untuk fasa pelarut.
semakin kecil kemampuannya untuk
F. Elektrofilisitas mendonasikan elektronnya ke logam[11].
Elektrofilisitas merupakan suatu sifat dari suatu Namun pada beberapa literatur dinyatakan
atom atau molekul yang bermuatan positif atau energi total tidak terlalu mempengaruhi
netral dan dapat menerima sepasang elektron. kereaktifan inhibitor. Pada Tabel 4.1 dan 4.2
Semakin kecil nilai elektrofilisitas suatu nilai energi total yang paling kecil terdapat pada
inhibitor maka semakin rendah kemampuannya inhibitor 6 dalam fasa gas maupun fasa pelarut.
dalam menerima elektron dari atom Fe[21]. Energi total Inh 6 < Inh 5 < Inh 2 < Inh 3 < Inh 4
Inhibitor sendiri bersifat memberikan elektron < Inh 1 untuk fasa gas dan Inh 6 < Inh 5 < Inh 2
bukan menerima elektron dari atom Fe. < Inh 4 < Inh 3 < Inh 1 untuk fasa pelarut.
Tabel 4.3 Perhitungan energi transfer muatan, energi interaksi, energi back-donation dan momen dipol
fasa gas
Parameter ΔN Δѱ ΔEb-d DM
28
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Tabel 4.4 Perhitungan energi transfer muatan, energi interaksi, energi back-donation dan momen dipol
fasa pelarut
Parameter ΔN Δѱ ΔEb-d DM
29
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Berdasarkan diagram ESP dan muatan atom elektron π pada senyawa morin adalah sebagai
maka diperkirakan mekanisme resonansi berikut:
30
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
3.7 Interaksi Inhibitor dengan ion Fe+3 Energi ikatan (Ebinding), Energi Bebas Gibbs
(ΔG) dan Entropi (ΔS) dinyatakan dalam Tabel
Kekuatan interaksi inhibitor dengan ion Fe +3 4.4. Sedangkan interaksi inhibitor 2 dengan ion
dinyatakan dalam Energi adsorpsi (Eads), Fe+3 diperlihatkan pada Gambar. 4.8
Tabel 3.5 Energi adsorpsi, energi binding, entalpi (ΔH), energi gibbs (ΔG) dan energi entropi (ΔS)
komplek inh + Fe+3 fasa gas
Eads (kJ/mol) Ebinding (kJ/mol) ΔH (kJ/mol) ΔG (kJ/mol) ΔS
Molekul
(10 3 ) (10 3 ) (10 3 ) (10 3 ) (kJ/mol K)
31
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
negatif nilai (ΔG) maka semakin spontan reaksi diketahui bahwa interaksi inhibitor morin
tersebut[17]. Dari Tabel 4.4 dapat dilihat semua dengan ion Fe+3 merupakan interaksi kimia[18].
nilai energi bebas gibbs dari setiap senyawa
bertanda positif yang berarti semua reaksi yang 4. Kesimpulan
terjadi berlangsung secara tidak spontan[14].
Berdasarkan hasil optimasi senyawa morin dan
Energi entropi merupakan energi yang turunannya menggunakan metode DFT dan
menyatakan suatu ukuran derajat basis sets B3LYP 6-31G dapat diambil
ketidakteraturan suatu sistem termodinamika. kesimpulan bahwa struktur morin yang terbaik
Semakin tinggi nilai entropi maka semakin sebagai inhibitor korosi besi adalah inhibitor 2
tinggi pula nilai derajat ketidakteraturan suatu dan 6 dikarenakan dari berbagai perhitungan
inhibitor dan logam, dan akan semakin mudah parameter kereaktifan dan kekuatan interaksi
terbentuk kompleks inhibitor dengan ion logam, yang telah dianalisis didapatkan inhibitor 2 dan
sedangkan semakin rendah nilai entropi maka 6 cendrung lebih reaktif. Berdasarkan nilai
semakin rendah pula nilai derajat parameter kereaktifan dan interaksi inhibitor
ketidakteraturan suatu inhibitor dan akan dengan ion Fe+3 juga diketahui bahwa inhibitor
semakin sulit untuk membentuk kompleks cendrung lebih reaktif dalam fasa pelarut
dengan logam[18]. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat dibandingkan dalam fasa gas. Hal ini karena
nilai energi entropi yang besar terdapat pada dalam fasa pelarut terjadi proses pengkutuban
inhibitor 2. Nilai ini menunjukkan Inh 2 lebih sehingga atom oksigen akan lebih bermuatan
mudah berinteraksi dengan ion Fe+3 . negatif dan molekul inhibitor dengan ion Fe +3
akan lebih mudah untuk bereaksi. Interaksi
Berdasarkan referensi dinyatakan bahwa ikatan antara inhibitor dengan ion Fe+3 memiliki nilai
kimia terjadi jika energi ikatan diatas -40 kJ/mol energi bebas Gibbs yang positif yang
dan ikatan fisika jika energi ikatan kecil dari - menandakan interaksi yang terjadi berlangsung
20kJ/mol[24]. Tanda negatif menunjukkan secara tidak spontan dan nilai energi ikatan
proses pembentukan ikatan terjadi secara berada pada range –3,9783 x 10 3 sampai –4,0503
eksotermis. Berdasarkan nilai energi ikatan x 10 3 kJ/mol yang menunjukkan bahwa
interaksi yang terjadi adalah interaksi kimia.
[2] Talari, M.; Mozafari Nezhad, S.; Alavi, S. [5] Kovačević, N.; Kokalj, A. The Relation
J.; Mohtashamipour, M.; Davoodi, A.; between Adsorption Bonding and
Hosseinpour, S. Experimental and Corrosion Inhibition of Azole Molecules
Computational Chemistry Studies of on Copper. Journal Corrosion Science.
Two Imidazole-Based Compounds as 2013, 73, 7–17.
Corrosion Inhibitors for Mild Steel in
32
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
[6] Guo, L.; Safi, Z. S.; Kaya, S.; Shi, W.; Applied Sciences and Environment
Tüzün, B.; Altunay, N.; Kaya, C. Management, 2019, 23(10), 1819-1824.
Anticorrosive Effects of Some Thiophene
Derivatives against the Corrosion of Iron: [14] Yetri, Y.; Emriadi; Jamarun, N.;
A Computational Study. Journal Frontiers Gunawarman. Corrosion Behavior of
in Chemistry. 2018, 6, 1–12. Environmental Friendly Inhibitor of
Theobroma Cacao Peels Extract for Mild
[7] Pranowo, H. D. Kimia Komputasi; Steel in NaCL 1.5 M. Journal Environment
Universitas Gadjah Mada: yogyakarta, Asia, 2016, 9, 45–59.
2017.
[15]. Fu, J. J.; Li, S. N.; Wang, Y.; Cao, L. H.;
[8] Tawfik, S. M. Corrosion Inhibition Lu, L. D. Computational and
Efficiency and Adsorption Behavior of Electrochemical Studies of Some Amino
N,N-Dimethyl-4-(((1-Methyl-2-Phenyl- Acid Compounds as Corrosion Inhibitors
2,3-Dihydro-1H-Pyrazol-4- for Mild Steel in Hydrochloric Acid
Yl)Imino)Methyl)-N- Solution. Journal of Material Science, 2010,
Alkylbenzenaminium Bromide 45, 6255-6265.
Surfactant at Carbon Steel/Hydrochloric
Acid Interface. Journal of Molecular [16] Erramli, H.; Assouag, M.; Elharfi, A.
Liquids. 2015, 207, 185–194. Evaluation of Corrosion Inhibition
Performance of Phosphorus Polymer for
[9] Rahayu, D.; Bagitaningtyas, A.; Hidayat, Carbon Steel in [ 1 M ] HCl :
A.; P, A. S. Pengembangan Dye Computational Studies ( DFT , MC and
Sensitized Solar Cell Dengan Senyawa MD Simulations ). Journal Integrative
Morin Dari Kayu Nangka ( Artocarpus Medicine Research. 2020, 9 (3), 2691–2703.
Heterophyllus L .). Jurnal Penelitian
Mahasiswa UNY. 2011, VI (1). [17] Ozoemena, C. P.; Charles, M.
Computational Modeling and Statistical
[10] Verma, D. K. Density Functional Theory ( Analysis on the Corrosion Inhibition of
DFT ) as a Powerful Tool for Corrosion Aluminium in Nitric Acid Solution By
Inhibitors in Aqueous Phase. Journal Ethenolic Extract of Citrus Sinesis Seed.
Intech Open. 2018, 87–105. Journal Method in Next Generation
Sequencing, 2019, 7(1), 25-46.
[11] Wazzan, N. A.; Mahgoub, F. M. DFT
Calculations for Corrosion Inhibition of [18] Ouakki, M.; Galai, M.; Rbaa, M.;
Ferrous Alloys by DFT Calculations for Abousalem, A. S.; Lakhrissi, B.;
Corrosion Inhibition of Ferrous Alloys by Cherkaoui, M. Quantum Chemical and
Pyrazolopyrimidine Derivatives. Journal Experimental Evaluation of the
of Physical Chemistry, 2014, 4(1): 6-14. Inhibitory Action of Two Imidazole
Derivatives on Mild Steel Corrosion in
[12] Radhi, A. H.; Du, E. A. B.; Khazaal, F. A.; Sulphuric Acid Medium. Journal Heliyon,
Abbas, Z. M.; Aljelawi, O. H.; Salam, D. 2019, 5, 1-18.
HOMO-LUMO Energies and
Geometrical Structures Effecton [19] Ebenso, E. E.; Isabirye, D. A.; Eddy, N. O.
Corrosion Inhibition for Organic Adsorption and Quantum Chemical
Compounds Predict by DFT and PM3 Studies on the Inhibition Potentials of
Methods. Journal Neuro Quantology, 2020, Some Thiosemicarbazides for the
18(1): 37-45. Corrosion of Mild Steel in Acidic
Medium. International Journal of Molecular
[13] Erazua, E. A.; Adeleke, B. B. A Sciences, 2010, 11, 2473–2498.
Computational Study of Quinoline
Derivatives as Corrosion Inhibitors for [20] Obi-egbedi, N. O.; Ojo, N. D.
Mild Steel in Acidic Medium. Journal of Computational Studies of the Corrosion
33
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
34
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
Abstract: Research on the utilization of palm shell activated carbon (Elaeis guineensis) as an adsorbent
of Fe(III) and Cu(II) metal ions has been carried out. From the research that has been done, the optimum
conditions for Fe(III) and Cu(II) ions are: activator concentration of 1.5 M, contact time of 45 minutes,
pH 4 for Fe(III) and pH 9 for Cu(II), Fe concentration (III) and Cu(II) were 30 mg/L and 25 mg/L,
respectively, with an adsorbent mass of 2.5 g for Fe(III) and 1 g for Cu(II). Furthermore, the optimum
conditions obtained were applied to residential well water, the absorption efficiency of Fe(III) metal ion
was 78.32%; 66.72%; 80.07% and the absorption capacity of Fe(III) metal ions is 0.0231 mg/g; 0.0695
mg/g; 0.0528 mg/g. Activated palm shell carbon has good ability as heavy metal adsorbent in
residential well water around PT. Wilmar Pelintung in Dumai. The quality of water after adsorption is
still not suitable for use and not in accordance with the quality standards of drinking water quality in
accordance with PP RI No. 22 of 2021 at 0.3 mg/L for Fe(III) ions and 0.02 mg/L for Cu(II) ions.
Keywords: Adsorption, Fe Metal, Cu Metal, Palm Shell Carbon
35
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
36
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
distirrer selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 menit 248,3 nm. Kemudian dibuat kurva antara
dengan kecepatan 200 rpm. Lalu disaring variasi konsentrasi larutan ion logam Fe
larutan menggunakan kertas saring whatman dengan kapasitas adsorpsi. Dari kurva akan
No.42 lalu filtratnya diambil dan konsentrasi didapat konsentrasi awal optimum larutan ion
larutan ion logam Fe diukur menggunakan logam Fe. Dilakukan perlakuan yang sama
SSA pada panjang gelombang 248,3 nm. untuk Cu(II) pada panjang gelombang 324,7
Kemudian dibuat kurva antara variasi waktu nm.
kontak dengan kapasitas adsorpsi larutan ion Penentuan massa adsorben optimum
logam Fe(III). Dari kurva akan didapat waktu terhadap adsorpsi logam Fe (III) dan Cu (II)
kontak optimum. Dilakukan perlakuan yang Sebanyak 50 mL larutan ion logam Fe diambil
sama untuk Cu(II) pada panjang gelomban g dengan konsentrasi awal optimum
324,7 nm. dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ke
Penentuan pH optimum terhadap adsorpsi dalam masing-masingnya ditambahkan 0,5; 1;
ion logam Fe(III) dan Cu(II) 1,5; 2; 2,5 dan 3 g karbon aktif cangkang sawit
Sebanyak 50 mL larutan ion logam Fe dengan dengan konsentrasi aktivator optimum.
konsentrasi 30 mg/L dimasukkan kedalam Kemudian dengan kecepatan 200 rpm distirrer
erlenmeyer setelah itu diatur pH dengan selama waktu optimum. Kemudian disaring
variasi 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. PH masing-masing larutan menggunakan kertas saring whatman
larutan diatur dengan penambahan H 2 SO4 No.42 dan filtratnya diambil dan konsentrasi
0,01 M dan NaOH 0,01 M. Kemudian 0,5 gram larutan ion logam Fe diukur menggunakan
karbon aktif cangkang sawit ditambahkan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm.
dengan konsentrasi aktivator optimum Kemudian dibuat kurva antara variasi massa
kemudian di stirrer dengan kecepatan 200 rpm dengan kapasitas adsorpsi larutan ion logam
selama waktu optimum. Larutan lalu disaring Fe(III). Dari kurva akan didapat massa
menggunakan kertas saring whatman No.42 optimum. Dilakukan perlakuan yang sama
dan filtratnya diambil dan diukur konsentrasi untuk Cu(II) pada panjang gelombang 324,7
larutan ion logam Fe menggunakan SSA pada nm.
panjang gelombang 248,3 nm. Kemudian Percobaan dengan menggunakan sampel air
dibuat kurva antara variasi pH dengan sumur masyarakat kota Dumai
kapasitas adsorpsi larutan ion logam Fe(III). Persiapan air sumur
Dari kurva akan didapat pH optimum. Sampel air sumur diambil dari perumahan di
Dilakukan perlakuan yang sama untuk Cu(II) sekitar PT. Wilmar Pelintung di Dumai
pada panjang gelombang 324,7 nm. sebanyak 3 titik secara acak. Sampel air sumur
Penentuan konsentrasi awal optimum diatur pHnya sampai 3-4 dengan penambahan
terhadap kapasitas adsorpsi ion logam Fe HNO3 p.a dan disimpan kedalam botol.
(III) dan Cu (II) Selanjutnya air sumur disaring dengan kertas
Larutan ion logam Fe sebanyak 50 mL dengan saring dan dibawa ke laboratorium untuk
variasi konsentrasi larutan ion logam 5 mg/L, dianalisis.
10 mg/L, 15 mg/L, 20 mg/L, 25 mg/L, 30 Perlakuan terhadap sampel air sumur
mg/L, 35 mg/L dimasukkan ke dalam Kondisi optimum yang didapatkan lalu
erlenmeyer dengan pH optimum dan digunakan untuk sampel air sumur dari
ditambahkan 0,5 gram karbon aktif cangkang masyarakat Kota Dumai. Dipipet sebanyak 50
sawit dengan konsentrasi aktivator optimum mL air sumur yang telah disaring dalam
kemudian dengan kecepatan 200 rpm di stirrer erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 2,5 gram
selama waktu optimum. Kemudian disaring adsorben kedalam larutan sampel kemudian
larutan menggunakan kertas saring whatman diatur pH menjadi 4 dan dengan kecapatan
No.42 dan filtratnya diambil dan diukur 200 rpm diaduk selama 45 menit. Kemudian
konsentrasi larutan ion logam Fe disaring larutan dengan kertas saring
menggunakan SSA pada panjang gelomban g Whatman No.42 dan filtratnya diambil serta
37
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
konsentrasi ion logam Fe(III) dan Cu(II) Gambar 1. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe
diukur menggunakan SSA. (lll) dan Cu (II) terhadap variasi konsentrasi
Analisis data aktivator H2SO4.
Sampel air sumur setelah diadsorbsi dengan Pengaruh Waktu Kontak terhadap Kapasitas
karbon aktif diukur serapannya dengan Adsorpsi Ion Logam Fe (III) dan Cu (II)
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan
Atom(SSA). Parameter pengujian yang
dilakukan dalam adsorpsi air sumur dengan
karbon aktif cangkang kelapa sawit yaitu
pengujian pengaruh konsentrasi aktivator,
waktu kontak, pH, massa adsorben, dan
konsentrasi awal ion logam.
3. Hasil dan Diskusi
Pengaruh Konsentrasi Aktivator terhadap
Kapasitas Adsorpsi Ion Logam Fe (III) dan
Cu (II)
Berdasarkan gambar 1. terlihat bahwa Gambar 2. Kapasitas adsorpsi ion logam Fe
kapasitas adsorpsi pada ion Cu(II) dengan (III) dan Cu (II) terhadap variasi waktu kontak.
berbagai variasi konsentrasi asam sulfat Berdasarkan Gambar 2. didapatkan terjadinya
sebagai aktivator, didapatkan kapasitas peningkatan kapasitas adsorpsi pada ion
adsorpsi yang tidak jauh berbeda dimana Fe(III) dari waktu 15 menit hingga 45 menit,
kapasitas adsorpsi optimum Cu(II) adalah dimana kapasitas adsorpsi optimum pada
pada konsentrasi asam sulfat 1,5 M. Pada waktu 45 menit sebesar 0,3798 mg/g. Waktu
kapasitas adsorpsi ion Fe(III) didapatkan kontak yang semakin lama akan memberika n
kondisi optimumnya pada konsentrasi asam waktu yang cukup bagi ion Fe(III) untuk
sulfat 1,5 M dan ini sama dengan ion Cu(II). masuk ke pori-pori arang cangkang sawit
Kapasitas adsorpsi optimum ion Cu(II) dan sehingga kapasitas adsorpsinya semakin
ion Fe(III) masing-masing didapatkan sebesar besar. Pada waktu kontak 60 hingga 90 menit
0,4561 mg/g dan 0,4696 mg/g. Konsentrasi terjadi penurunan kapasitas adsorpsi yang
asam sulfat yang kecil dari 1,5 M disebabkan terjadinya kejenuhan pada pori-
menghasilkan kapasitas adsorpsi lebih kecil pori arang cangkang sawit terhadap ion
dipengaruhi oleh proses aktivasi yang belum Fe(III). Pada ion Cu(II) didapatkan hasil
maksimal pada arang cangkang sawit. Pada kapasitas adsorpsi yang konstan (tidak jauh
konsentrasi asam sulfat diatas 1,5 M, nilai berbeda) karena pengaruh waktu kontak pada
kapasitas adsorpsi menurun disebabkan oleh ion Cu(II) tidak berpengaruh pada kapasitas
terjadinya kerusakan pada pori-pori arang adsorpsi9 .
cangkang sawit7-8 . Pengaruh pH terhadap Kapasitas Adsorpsi
Ion Logam Fe (III) dan Cu (II)
Berdasarkan Gambar 3. pada ion logam Cu(II)
didapatkan bahwa kapasitas adsorpsi
cenderung meningkat dengan bertambahnya
pH larutan. pH optimum yang diperoleh
untuk adsorpsi ion logam Cu(II) yaitu pada
pH 9 dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,9868
mg/g. Pada ion logam Fe(III) didapatkan
kondisi optimumnya pada pH 4 dengan
kapasitas adsorpsi sebesar 2,5542 mg/g.
Kapasitas adsorpsi yang kecil pada pH rendah
disebabkan karena adanya persaingan antara
38
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
ion hidrogen (H+) dengan ion logam untuk meningkat yang terikat pada adsorben
berinteraksi dengan gugus fungsi yang ada akibatnya nilai kapasitas penyerapannya
pada permukaan karbon cangkang sawit. meningkat13 . Banyaknya ion yang terikat pada
Menurut Wang dkk (2009), kompetisi antara situs aktif pada adsorben akan semakin
ion H+ dengan ion logam dapat menyebabka n meningkat jika konsentrasi larutan dinaikkan,
kerusakan pada struktur karbon cangkang sehingga kapasitas adsorpsinya juga semakin
sawit sehingga menyebabkan penurunan besar. Penurunan kapasitas adsorpsi pada
kapasitas adsorpsi terhadap ion logam10 . Pada konsentrasi ion logam yang semakin tinggi
pH tinggi kompetisi ion H+ sebagai disebabkan karena telah jenuh situs aktif
kompetitor ion logam akan menurun karena dengan ion logam menyebabkan terjadinya
larutan bersifat basa dimana pada pH tinggi pelepasan adsorbat dari pori-pori adsorben.
akan menghasilkan endapan hidroksida Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
logam yang mengurangi kelarutan ion bahwa jika konsentrasi larutan semakin besar
logam11 . Pada ion Cu(II) pH optimum yaitu 9, maka adsorpsi ion logam Fe(III) dan Cu(II)
Hal ini disebabkan oleh penambahan OH- juga semakin bertambah sampai batas
yang berlebih sehingga memiliki potensi tertentu14 .
membentuk kompleks dengan endapan logam
hidroksida yang terbentuk dan akan
melarutkan kembali logam yang telah
mengendap sehingga kapasitas penyerapan
meningkat12 .
39
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
40
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 10 Nomor 3, Agustus 2021
www.kimia.fmipa.unand.ac.id
41