MIKROTIA
PENDAHULUAN
Telinga luar terdiri dari aurikula, kanalis auditorius eksternus (KAE) dan
lapisan luar membran timpani. Aurikula adalah bagian telinga yang terletak paling
luar dan paling terlihat secara visual. Aurikula terbentuk dari hillocks yang
mengalami perkembangan mulai dari periode gestasi minggu ke-enam. Mikrotia
adalah kondisi dimana terjadi malformasi dari aurikula. 1 Insidensi mikrotia
kongenital diperkirakan terjadi pada 1 dari tiap 10.000 kelahiran hidup. 2 Sebuah
studi systematic review melaporkan prevalensi mikrotia sebesar 1.55 setiap 10.000
kelahiran, sedangkan anotia sebesar 0.36 setiap 10.000 kelahiran. Prevalensi
mikrotia-anotia tertinggi secara geografis pada amerika selatan dan amerika
tengah, sedangkan benua asia menduduki peringkat kedua.3 Mikrotia lebih sering
timbul pada jenis kelamin laki – laki, mengenai satu sisi telinga, dan terbanyak
terjadi pada telinga kanan.4 Faktor risiko terjadinya mikrotia yang telah
diidentifikasi antara lain kehamilan ganda, diabetes gestasional, dan gejala flu
pada ibu selama kehamilan. Konsumsi asam folat merupakan faktor protektif
terjadinya mikrotia.5
Mikrotia umumnya disadari oleh orang tua sejak lahir. Diagnosis mikrotia
dilakukan dengan pemeriksaan fisik yang teliti termasuk pada telinga
kontralateral, dengan memperhatikan KAE.4 Gangguan pendengaran adalah
keluhan utama yang berkaitan dengan mikrotia selain bentuk dan ukuran telinga
yang abnormal.1 Gangguan pendengaran sejak lahir akan menyebabkan gangguan
1
2
Sebuah penelitian pada embrio tikus yang pada hari ke 24 sampai 26 pasca
fertilisasi dipapar dengan asam retinoat menampilkan gejala gangguan
pembentukan jaringan di sekitar telinga. Paparan pada hari ke 20 sampai 22 pasca
fertilisasi akan menjadikan malformasi dari second branchial arch yang akan
menyebabkan terjadinya mikrotia. Mekanisme yang sama dapat terjadi pada
manusia. Hal ini dikaitkan dengan kematian sel pada first dan second branchial
arch.11 Gangguan pada tahap awal perkembangan menyebabkan terjadinya derajat
kelainan yang lebih parah.12
2. Klasifikasi Mikrotia
Mikrotia memiliki gambaran klinis yang beragam, yang berkisar dari
ukuran telinga yang lebih kecil dari normal sampai dengan absennya daun telinga
sama sekali yang disebut juga dengan anotia. Marx pada tahun 1926 merumuskan
klasifikasi yang membagi mikrotia menjadi tiga grade (Gambar 2). Mikrotia grade
1 pada klasifikasi Marx adalah telinga dengan bentuk yang menyerupai normal
namun dengan ukuran lebih kecil. Mikrotia grade 2 klasifikasi Marx adalah
telinga dengan kelainan bentuk anatomis namun beberapa bagian masih dapat
diidentifikasi, sedangkan pada grade 3 telinga berbentuk menyerupai kacang yaitu
4
Gambar 2. Spektrum presentasi klinis mikrotia. (a) Marx grade 1, atau Nagata tipe
atipikal. (b) Marx grade 2, atau Nagata tipe concha. (c) Marx grade 2, atau Nagata tipe
small concha. (d) Marx grade 3 atau Nagata tipe lobulus (e) Marx grade 3, Rogers grade
4, atau Nagata tipe anotia.7
Penelitian di India pada 30 pasien dengan mikrotia mendapati rata – rata air bone
gap sebesar 50.9 dB ± 10.5 dB.14
Atresia KAE didapatkan pada 80 – 90% kasus mikrotia. 10 Atresia KAE
mengganggu proses penghantaran suara ke telinga dalam sehingga timbul
gangguan dengar tipe konduksi. Sebanyak 80 – 90% dari kelompok pasien dengan
mikrotia dan atresia KAE menderita gangguan dengar tipe konduksi, sedangkan
sisanya sebanyak 10 – 15 % mengalami gangguan dengar tipe campuran. 10 Secara
embriologis jaringan pembentuk telinga dalam berasal dari struktur yang berbeda
dengan struktur pembentuk telinga luar dan tengah sehingga sebagian besar pasien
dengan mikrotia memliki anatomi telinga dalam yang normal. 12 Sebuah studi pada
172 pasien mikrotia di Hongkong menunjukkan air bone gap meningkat
sebanding dengan meningkatnya grading mikrotia (Tabel 1).
Tabel 1. Perbandingan rerata ambang dengar konduksi udara dan konduksi tulang beserta
air bone gap pada mikrotia Marx grade I – III.13
Klasifikasi Marx Ambang AC (dB) Ambang BC (dB) Air-bone gap (dB)
Grade I 27.5 5.8 21.7
Grade II 60.9 12.8 48.1
Grade III 76.8 11.9 64.9
4. Pemeriksaan Pendengaran
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh The Joint Committee on Infant
Hearing (JCIH) menyatakan bahwa deteksi gangguan pendengaran harus
dilakukan sebelum usia 3 bulan dan dilakukan intervensi sebelum usia 6 bulan. 16
Tujuan utama dari pemeriksaan dan intervensi dini adalah mengurangi terjadinya
hambatan perkembangan kemampuan berbahasa.6 Bayi baru lahir dengan
mikrotia berisiko mengalami gangguan pendengaran dan gangguan kemampuan
berbahasa di kemudian hari sehingga harus melalui skrining pendengaran yang
teliti.16
skrining pendengaran pada bayi baru lahir nasional yang dilakukan menggunakan
OAE dan AABR (Gambar 3).
Anak dengan mikrotia yang sudah kooperatif dapat menjalani pemeriksaan
Behavioral Observational Audiometry (BOA) atau audiometri nada murni
konvensional. Audiometri nada murni dapat membantu pemeriksa mengetahui
tipe gangguan pendengaran dan ambang dengar pasien. Hasil pemeriksaan
pendengaran digunakan untuk menentukan strategi penanganan gangguan
pendengaran pada pasien.
Deteksi dini menggunakan AABR dilakukan pada bayi baru lahir dengan
pemeriksaan awal OAE refer (gambar 3). AABR mengukur frekuensi >1000 Hz
dengan rangsangan berupa clicks pada masing- masing telinga, dengan intensitas
hanya sampai 40 dB. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan dan memiliki tingkat
ketepatan yang baik.6 AABR merupakan uji terhadap integritas struktur jalur
pendengaran tetapi bukan pemeriksaan pendengaran yang sebenarnya. AABR
menginterpretasi respon pada intensitas tertentu sebagai kriteria pass dan refer
sehingga tidak memerlukan interpretasi tambahan dari pemeriksa. 17 Bila hasil
pemeriksaan AABR refer, dilanjutkan dengan pemeriksaan Brainstem Evoked
Response Audiometry (BERA) (gambar 3)
stimulus berupa suara yang diberikan pada berbagai intensitas dan frekuensi.
Perilaku seperti menoleh mencari sumber bunyi dan berhenti bermain saat diberi
stimulus bunyi menunjukkan pasien dapat mendengar bunyi yang diberikan.
Pemeriksaan audiometri pada anak menggunakan dengan teknik Visual
Reinforcement Audiometry (VRA) dilakukan pada usia 4 – 7 bulan saat kontrol
neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang.
Respon pada VRA merupakan respon terkondisi. Ambang dengar pada VRA
dinyatakan sebagai Minimum Response Level yang merefleksikan intensitas suara
terendah yang direspon oleh pasien.16
Pasien dengan usia lebih tua dari 24 bulan dapat dapat menjalani Play
Audiometry. Pemeriksaan ini meliputi teknik melatih anak mendengar stimulus
bunyi disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu aktivitas
bermain. Contohnya dengan melatih anak memasukkan benda tertentu ke dalam
kotak ketika ia mendengar bunyi. Ambang dengar spesifik dapat diketahui dengan
mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil.16
disarankan adalah penggunaan alat bantu dengar tipe headband yang dipakai
sampai tulang tengkorak anak cukup matur untuk dilakukan implantasi BAHA
atau operasi rekonstruksi telinga.8,12
Gambar 5. Bagan diagnosis dan intervensi gangguan pendengaran pada mikrotia. Bagan
kotak berwarna kuning menunjukkan tatalaksana non pembedahan, sedangkan warna
hijau tatalaksana pembedahan. 18
(Gambar 6). Keuntungan dari pemasangan ABD jenis headband adalah mudah
dan lebih ekonomis dibandingkan dengan metode lain, namun dengan kerugian
berupa risiko iritasi akibat tekanan alat pada kulit dan jaringan lunak kepala.8,18
ABD jenis ini dapat dipasang mulai dari usia 6 bulan.12
A B C
D E
5.3 Atresiaplasti
Penderita mikrotia seringkali juga mengalami atresia KAE.12 Atresiaplasti
dapat membantu memperbaiki fungsi pendengaran pasien.20 Tindakan ini pertama
kali dideskripsikan pada tahun 1843 oleh Thomson dan terus mengalami
perkembangan sampai sekarang.
Atresiaplasti secara prinsip bertujuan untuk memperbaiki kosmetik dan
fungsi pendengaran.12 Upaya rekonstruksi secara kosmetik hendaknya tetap
memperhatikan faktor fungsi pendengaran, begitu pula sebaiknya. Hal ini
membutuhkan kerjasama yang baik antara operator dan ahli audiologi yang
menangani pasien.
Pemilihan kandidat operasi penting dilakukan dengan cermat. Jahrsdoerfer
seperti yang dikutip oleh Ali et. al. memberikan skor Jahrsdoerfer sebagai alat
prediksi prognosis perbaikan gangguan pendengaran pasca operasi. Semakin
15
RINGKASAN
Telinga luar terdiri dari aurikula, KAE, dan lapisan luar membran timpani.
Aurikula adalah bagian telinga yang terletak paling luar dan paling terlihat secara
visual. Mikrotia adalah kondisi dimana terjadi malformasi dari aurikula.
Mikrotia sering disertai dengan adanya gangguan pendengaran tipe
konduksi atau campuran. Penanganan gangguan dengar pada mikrotia dapat
dibagi menjadi non pembedahan dan dengan pembedahan. Terdapat beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam memilih model penanganan gangguan
pendengaran. Pemeriksaan OAE dan Automated Auditory Brainstem Response
(AABR) direkomendasikan sebagai skrining awal pada bayi baru lahir.
Pemeriksaan BERA merupakan standar baku emas untuk memperkirakan ambang
pendengaran pada pasien yang tidak dapat mengikuti BOA.
Modalitas pertama yang disarankan adalah penggunaan alat bantu dengar
tipe headband yang dipakai sampai tulang tengkorak anak cukup matur untuk
dilakukan implantasi BAHA atau operasi rekonstruksi telinga. Anak dengan daun
telinga yang cukup besar dapat menggunakan ABD model kacamata. Indikasi
pemasangan BAHA adalah pada pasien dengan gangguan dengar tipe konduksi
atau campuran dengan fungsi koklea yang masih baik. Operasi atresiaplasti adalah
operasi untuk membuat KAE yang bertujuan kosmetik dan fungsional. Kandidat
operasi ditentukan menggunakan sistem skor Jahrsdoerfer.
17
DAFTAR PUSTAKA