Anda di halaman 1dari 12

GENTA MULIA ISSN: 2301-6671

Volume VIII No. 2, Juli 2017


Page : 78 – 89

PENGARUH PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT TERHADAP


DAYA CERNA PADA SAPI ACEH JANTAN
Syah Mohd Hadiid Thaariq

STKIP Bina Bangsa Meulaboh , Jl. Nasional Meulaboh-Tapaktuan Peunaga Cut Ujong Kec. Meureubo Kab. Aceh Barat
23615, E-mail: syah_thaariq@yahoo.com

Abstrak: Penelitian tentang pengaruh pakan hijauan dan konsentrat terhadap daya cerna protein dan serat kasar
pada sapi aceh jantan telah dilakukan di BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Kec Indrapuri Kab Aceh
Besar. Penelitian ini dilakukan selama 40 hari yang dimulai dari tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 9
Febuari 2017. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pakan hijauan dan konsentrat terhadap daya cerna
protein kasar dan serat kasar pada sapi aceh jantan. Materi penelitian yang digunakan adalah 12 ekor sapi aceh
jantan dengan kisaran umur 2 - 2,5 tahun dengan berat badan 150 – 170 kg. Perlakuan yang diberikan adalah
empat tingkat perbedaan proporsi pakan antara hijauan dan konsentrat yaitu perlakuan A (100%) sebagai
kontrol, B (80% : 20%), C (60% : 40%), dan D (40% : 60%). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) 4 perlakuan 3 kelompok. Parameter yang diukur adalah koefisien cerna protein kasar, serat
kasar. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisa sidik ragam. Hasil penelitian pengaruh pemberian
hijauan dan konsentrat pada ternak sapi Aceh jantan berpengaruh (P<0,05) terhadap daya cerna protein kasar,
lemak kasar dan serat kasar, namun tidak berpengaruh pada daya cerna cerna bahan kering (P>0,05).

Kata kunci : daya cerna, proporsi, hijauan, konsentrat dan sapi aceh.

PENDAHULUAN kebutuhan pasar lokal sehingga lebih tepat dan


Sapi aceh yang terbentuk dari hasil ekonomis dikembangkan pada pola dan
persilangan antara sapi lokal (Bos sondaicus) kondisi peternakan rakyat (Susilawati et al.,
dengan sapi turunan zebu dari India (Bos 2004; Romjali et al., 2007).
indicus), merupakan salah satu plasma nutfah Pertumbuhan ternak sangat
sapi potong lokal di Indonesia (Basri, 2006). dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis
Laju pertumbuhan sapi aceh tidak sebesar sapi kelamin, hormon, lingkungan dan
silangan, namun sapi potong aceh mampu manajemen. Pakan merupakan faktor utama
menunjukkan produktivitas dan efisiensi yang menentukan keberhasilan dalam
ekonomi maksimal pada kondisi terbatas beternak. Tersedianya bahan pakan yang
(Romjali et al., 2007). Sapi potong lokal cukup dan berkualitas baik merupakan faktor
seperti sapi aceh unggul dalam efisiensi utama untuk meningkatkan produksi ternak
penggunaan pakan, daya adaptasi terhadap (Mcllroy, 1977). Agar ternak tumbuh sesuai
lingkungan Indonesia (panas, lembab, pakan dengan yang diharapkan, jenis pakan yang
mutu rendah, ektoparasit dan endoparasit), diberikan pada ternak harus bermutu baik dan
dan bobot potongnya lebih sesuai untuk dalam jumlah cukup. Pakan sangat erat

78
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

kaitannya dengan produktivitas dan biaya membutuhkan waktu cukup lama. Salah satu
produksi. Dalam usaha peternakan upaya cara mempercepat proses penggemukan
untuk meningkatkan produksi dan memerlukan kombinasi pakan antara hijauan
produktivitas ternak merupakan komponen dan konsentrat (Abidin,
biaya yang paling besar yaitu mencapai 60- 2002). Pemenuhan kebutuhan protein dan
70% dari total biaya produksi. Pada usaha energi yang seimbang pada sapi yang
peternakan rakyat selama ini kurang digemukkan tidak bisa dipenuhi hanya dari
memahami pemberian pakan sesuai pakan hijauan saja tetapi peranan pakan
kebutuhan ternak, dengan pemberian pakan konsentrat sangatlah penting. Hal ini
sesuai kebutuhan protein, vitamin, mineral disebabkan pakan konsentrat merupakan
dan energy dapat meningkatkan produksi dan pakan sumber protein dan energi, sedangkan
produksivitas. Dengan demikian ternak dapat hijauan merupakan sumber pakan berserat.
pertambahan berat badan hariannya sesuai Oleh karena itu dalam menyusun ransum
yang diharapkan oleh peternak. Pemberian untuk penggemukan sapi sebaiknya terdiri
pakan pada ternak sapi selama ini hanya dari pakan
memberikan pakan berupa hijauan saja. hijauan dan pakan konsentrat, tujuannya a
Pemberian pakan yang tidak dalah untuk saling melengkapi.
berkesinambungan akan menimbulkan Data mengenai kemampuan sapi aceh
pertumbuhan sapi yang kurang baik. Pada untuk mencerna kombinasi hijauan dan
musim hujan sapi yang dipelihara umumnya konsentrat sangat terbatas. Oleh karena itu,
tumbuh dan bertambah bobot badannya perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
dengan sangat cepat karena sapi mendapat pakan hijauan dan konsentrat terhadap daya
pakan hijauan dalam jumlah yang cukup. cerna protein kasar dan serat kasar dengan
Akan tetapi, pada musim kemarau menggunakan sapi aceh sebagai ternak
pertumbuhannya dapat menurun secara penelitian.
drastis, sebab selama musim kemarau
MATERI DAN METODE
persediaan pakan sapi akan hijauan menjadi
Penelitian ini dilaksanakan selama 40
berkurang. Dengan demikian, hijauan yang
hari di Peternakan Masyarakat di Kabupaten
yang diberikan kepada ternak tidak lagi
Aceh Besar dari bulan Januari sampai Febuari.
memenuhi syarat, bahkan jumlahnya tidak
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
mencukupi kebutuhan sapi.
adalah timbangan sapi merk Protional Scales,
Beberapa penelitian menunjukkan
cangkul, parang, sekop, ember, tempat air
bahwa program penggemukan hanya dengan
minum dan sebagainya.
mengandalkan bahan pakan berupa hijauan
Materi yang digunakan dalam
kurang memberikan hasil yang optimum dan
penelitian ini terdiri dari 12 ekor sapi Aceh
79
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

jantan dari peternakan masyarakat di


Kabupaten Aceh Besar dengan umur 2-2,5 Tabel 3. Komposisi Kimia Nutrisi Rumput
Gajah (Pennisetum purpureum)
tahun. Bahan pakan konsentrat penelitian
Komponen Komposisi (%)
adalah SP-106 produksi PT. Mabar Feed
Air 62,65
Indonesia. Rumput gajah (Pennisetum
Bahan Kering 37,35
purpuereum) umur 30-40 hari yang berasal
Protein Kasar 9,41
dari tempat lokasi penelitian Kabupaten Aceh
Serat Kasar 30,17
Besar. Penelitian ini menggunakan
Lemak 2,44
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang Abu 16,2
terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan Tahap pengumpulan data dilakukan
perlakuannya berupa perbedaan proporsi selama satu minggu dengan menimbang
antara hijauan dan konsentrat dalam pakan. pakan yang diberikan, sisa pakan dan feses
Perlakuan pada ternak adalah sebagai berikut: yang dihasilkan selama 24 jam. Feses segar
yang dihasilkan ditimbang, kemudian diambil
Tabel 1. Bagan Perlakuan dalam Penelitian
10 % tiap ekor tiap harinya dan dikeringkan.
Perlakuan
Kelompok Kemudian dikomposit menjadi satu tiap
A B C D
1 A1 B1 C1 D1 ulangan, selanjutnya masing-masing
2 A2 B2 C2 D2 dicampur hingga homogen. Feses yang telah
3 A3 B3 C3 D3 homogen tersebut dianalisis di Laboratorium
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak di
Perlakuan penggunaan hijauan dan Universitas Syiah Kuala.
konsentrat adalah sebagai berikut: Variable yang di amati adalah protein
A : Hijauan : Konsentrat (100% : 0%) kasar, serat kasar, lemak kasar dan bahan
B : Hijauan : Konsentrat (80% : 20%) kering:
C : Hijauan : Konsentrat (60% : 40%) Data yang dikumpulkan dalam
D : Hijauan : Konsentrat (40% : 60%) penelitian ini adalah koefisen cerna.
Anggorodi (1980) mengemukakan bahwa,

Tabel 2. Komposisi kimia Pakan Konsentrat koefisien cerna adalah selisih antara zat-zat
Penelitian. makanan yang terkandung dalam makanan
Komponen Komposisi (%) yang dimakan dan zat-zat makanan yang
Air 11,5 terdapat dalam feses. Adapun koefisien cerna
Bahan Kering 88,4
tersebut adalah koefisien cerna protein kasar,
Protein Kasar 16,5
koefisien cerna serat kasar dan koefisien
Serat Kasar 7,0
lemak kasar.
Lemak 14,2
Abu 8,5

80
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

Koefisien cerna dihitung berdasarkan 3 57,18 49,7 34,51 64,57


metode Harris (1970) dengan rumus: Tot
al 175,01 148,05 120,30 181,60
𝑎−𝑏 Rat
𝑥 100%
𝑎 a 58,34b± 49,35ab 40,10a± 60,53b±
rata 5,32 ±2,79 5,48 4,44
Dimana: Keterangan : a,b superskrip pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01).

a = jumlah bahan yang dikonsumsi Meningkatnya koefisien cerna protein


b = jumlah bahan yang tersisa dalam kasar disebabkan oleh meningkatnya
feses kandungan protein dalam ransum. Semakin
tinggi kandungan protein dalam ransum,
Analisis Data
semakin banyak bakteri yang dapat hidup di
Data hasil penelitian ini dianalisis
dalam rumen sehingga jumlah protein yang
menggunakan analysis of variance (ANOVA)
dapat dicerna semakin meningkat. Hal ini
untuk mengetahui pengaruh perlakuan
sesuai dengan pendapat (Tillman et al., 1984)
terhadap parameter yang diamati. Jika pada
bahwa daya cerna protein dipengaruhi oleh
analisis ANOVA didapatkan hasil yang
kandungan protein kasar di dalam ransum.
berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Lebih lanjut Mathius et al., (1981)
Duncan (Steel danTorrie, 1993).
mengatakan bahwa semakin tinggi jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN protein yang dikonsumsi cenderung

1. Daya Cerna Protein Kasar meningkatkan daya cerna protein kasar

Rata-rata koefisien cerna protein ransum.Peningkatan jumlah pemberian

untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat konsentrat dapat merangsang perkembangan

pada Tabel 4. Hasil analisis sidik ragam mikroba rumen sehingga pemanfaatan protein

memperlihatakan bahwa pengaruh pakan kasar ransum yang dikonsumsi lebih banyak

hijauan dan konsentrat menunjukkan yang pada gilirannya menyebabkan te

pengaruh sangat nyata terhadap koefisien rjadinya peningkatan daya cerna protein kasar

cerna protein kasar ransum. ransum.


Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa
Tabel 4. Rataan Koefisien Cerna Protein Kasar. koefisien cerna protein terdapat pada
Kel PERLAKUAN
perlakuan D lebih tinggi yaitu 60,53%
om
dibandingkan perlakuan A, perlakuan B dan
pok A B C D
1 64,15 51,95 45,48 61,26
perlakuan C. Pada perlakuan C koefisien

2 53,68 46,4 40,31 55,77 cerna proteinnya paling rendang yaitu

81
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

40,10%, diikuti perlakuan B yaitu 49,35%, (NPN) dalam pakan (seperti urea, feses
dan perlakuan A yaitu 58,34%. Perbedaan unggas) dan pengembalian substansi N-
proporsi antara hijauan dan konsentrat sampai organik endogen terutama melalui sekresi
60%:40% dalam ransum sudah saliva.
memperlihatkan kecenderungan peningkatan Peningkatan daya cerna protein kasar
koefisien cerna protein. yang terjadi akibat penambahan jumlah
Aktivitas mikroorganisme di dalam pemberian konsentrat disebabkan karena
rumen juga mempengaruhi kecernaan konsentrat dapat menyediakan protein yang
makanan dalam rumen. Sesuai dengan lebih banyak yang diperlukan dalam
pendapat Maynard dan Loosly (1979), pertumbuhan mikroba rumen. Menurut Arora
aktivitas pencernaan daam rumen disebabkan (1989) bahwa di dalam rumen protein akan
oleh aktivitas jasad renik yang terdapat di dihidrolisa menjadi oligopeptida oleh enzim
dalamnya, sedangkan jasad renik itu sendiri proteolitik yang dihasilkan mikroba, dan
perkembangannya dipengaruhi oleh zat oligopeptida ini dihidrolisa menjadi asam-
makanan yang terdapat dalam ransum. asma amino. Namun demikian hanya sebagian
Mikroba rumen inilah yang kemudian kecil saja mikroba rumen yang dapat
menjadi sumber protein untuk diserap oleh memanfaatkan langsung oligopeptida dan

induk semangnya, selain itu induk semang asam-asam amino. Kurang lebih 82% mikroba
rumen hanya dapat menggunakan nitrogen
dapat memanfaatkan molekul kecil asal
amonia untuk perkembangannya.
oligopeptida, asam-asam amino, asam alfa
Pemberian konsentrat akan dapat
keto dan asam hidroxi alfa yang mungkin
meningkatkan jumlah konsumsi protein kasar,
tidak terdegradasi di rumen (Santoso,
pada batas-batas tertentu peningkatan jumlah
dkk., 1985). konsumsi protein dapat meningkatkan daya
Protein menjadi sumber N bagi cerna, akan tetapi apabila konsumsi protein
bakteri rumen untuk pembentukan protein telah melebihi batas optimal maka
mikroba. Semakin tinggi kandungan protein penambahan konsumsi protein justru akan
dalam ransum semakin banyak bakteri yang menurunkan daya cernanya, bahkan dapat
dapat hidup di dalam rumen sehingga jumlah menyebabkan menurunnya day cerna zat-zat
protein yang dapat dicerna semakin makanan lainnya.
meningkat. Hal ini sesuai yang dikemukakan Peningkatan konsumsi protein juga
oleh Rahardja (2006) bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kandungan protein dalam
mikroorganisme dalam rumen membutuhkan pakan yaitu semakin tinggi kandungan protein
suplai nitrogen (amonia) yang cukup. Sebagai semakin banyak pula protein yang
sumber nitrogen dapat berasal dari protein terkonsumsi (Boorman,1980). Tingginya
pakan, suplementasi non protein nitrogen
82
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

protein terkonsumsi diharapkan dapat Berdasarkan analisis sidik ragam


meningkatkan jumlah protein yang teretensi menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
dalam tubuh ternak dan dimanfaatkan ternak antara hijauan dan kosentrat berpengaruh
untuk memenuhi hidup pokok dan sangat nyata (P < 0,01) terhadap koefisien
berproduksi. cerna serat kasar ransum. Dari Tabel 5 di atas
terlihat bahwa koefisien cerna serat kasar
2. Koefisien Cerna Serat Kasar terrendah terdapat pada perlakuan D yaitu
Serat kasar memiliki hubungan yang 24,77% diikuti dengan perlakuan C. Hal ini
negatif dengan kecernaan. Semakin rendah disebabkan karena perlakuan D dan C terjadi
serat kasar maka semakin tinggi kecernaan keseimbangan kebutuhan kabohidrat dengan
ransum Despal (2000). Kecernaan serat suatu baik sehingga bakteri dalam rumen mampu
bahan makanan memengaruhi kecernaan mencerna serat kasar yang baik.
pakan, baik dari segi jumlah maupun Anggorodi (1984) mengemukakan
komposisi kimia seratnya (Tillman, 1991). bahwa, efek terbesar yang dapat
Cuthbertson (1969), menambahkan bahwa mempengaruhi daya cerna serat kasar selain
serat tidak pernah digunakan seluruhnya oleh adanya zat pati dan protein ransum adalah
ruminansia dan sekitar 20--70% dari serat jumlah mikroorganisme rumen. Lebih lanjut
kasar yang dikonsumsi dapat Soewardi (1974) menyatakan bahwa
ditemukan di dalam feses. penambahan bahan makanan yang kaya
Rataan koefisien cerna serat kasar protein atau nitrogen dapat menyebabkan

dapat dilihat pada Tabel 5. menurunnya kadar serat kasar ransum secara
keseluruhan. Daya cerna serat kasar
Tabel 5. Rataan Koefisien Cerna Serat Kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
Kel PERLAKUAN kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun
omp serat kasar dan aktivitas mikroorganisme
ok A B C D (Maynard et al., 2005). Mourino et al. (2001)
1 56,18 44,04 33,11 28,23 menjelaskan bahwa aktivitasbakteri selulolitik
2 53,23 42,87 27,26 16,12
di dalam rumen berlangsung secara normal
3 55,67 61,74 27,6 29,97
apabila pHrumen di atas 6,0.
Tot
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada
al 165,08 148,65 87,97 74,32
perlakuan A koefisien cerna serat kasar
Rat
a 55,03b± 49,55b± 29,32a± 24,77a± ransum tinggi yaitu 55,03%, diikuti oleh

rata 1,58 10,57 3,28 7,54 perlakuan B yaitu 49,55%, perlakuan C yaitu
Keterangan : a,b superskrip pada kolom yang 29,32% serta perlakuan D yaitu 24,77%
sama menunjukkan pengaruh sangat nyata
merupakan koefisien cerna serat kasar
(P<0,01).

83
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

ramsum yang rendah. Perbedaan protein Dari Keterangan : a,b superskrip pada
kolom yang sama menujukkan pengaruh nyata
dalam ransum juga dapat meningkatakan (P<0,05).
kecernaan serat kasar dimana protein
Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan
dibutuhkan oleh pertumbuhan mikroba
A yaitu 74,08% ( kontrol) menunjukkan
sehingga meningkatkan efektivitas
perbedaan yang nyata terhadap perlakuan B
mikroorganisme untuk mencerna serat kasar.
yaitu (68,11), C yaitu (62,11) dan D yaitu
Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Arora
(67,24). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
(1989), bahwa penambahan bahan makanan
dan perkembangan mikroorganisme rumen
yang kaya akan protein dan tinggi daya
terutama bakteri lipolitik yang lebih baik
cernanya, menyebabkan bakteri dapat lebih
sehingga pencernaan lemak lebih mudah serta
baik melaksanakan aktivitasnya mencerna
lebih banyak yang diserap oleh saluran
selulosa, sehingga serat kasarnya dapat lebih
pencernaan. Hal ini sesuai dengan yang
mudah dicerna
diungkapkan oleh Anggorodi (1984)
3. Koefisien Cerna Lemak Kasar
menyatakan bahwa kandungan lemak dalam
Rata-rata koefisien cerna lemak untuk ransum sangat menentukan jumlah lemak
masing-masing perlakuan terlihat pada Tabel yang diserap, sedangkan di dalam saluran
15 berikut ini. Berdasarkan analisis sidik pencernaan, bakteri yang berperan dalam
ragam menunjukkan bahwa perbedaan pencernaan lemak adalah bakteri lipolitik.
proporsi antara hijauan dan konsentrat Dari Tabel 15 dapat dilihat pada
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A koefisien cernannya paling tinggi
koefisien cerna lemak ransum yaitu 70,51% dan diikuti oleh perlakuan B
Tabel 6. Rataan Koefisien Cerna Lemak Kasar yaitu 68,11%, perlakuan D yaitu 67,24% dan
pada perlakaun C yaitu 62,94% merupakan
Kel PERLAKUAN
koefisien cerna lemak paling rendah.
omp
ok
Tilman et al. (1986) mengatakan
A B C D
bahwa, daya cerna makanan juga di pengaruhi
1 76,16 69,45 65,15 67,06
oleh kandungan zat makanan di dalam ransum
2 71,73 68,62 62,88 63,63 dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh
3 74,34 66,26 60,8 71,02 ternak. Lebih lanjut Sastroamidjojo dan
Soeradji (1986) menyatakan bahwa tinggi
Tot
al 222,23 204,33 188,83 201,71 rendahnya daya cerna suatu bahan makanan
tergantung pada cara pemberiannya dan
Rat
a 74,08b 68,11a 62,94a 67,24a ternak itu sendiri.
rata ±2,23 ±1,65 ±2,17 ±3,69 Van Soest (1994) menjelaskan bahwa
faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan

84
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

pakan adalah spesies ternak, umur ternak, lemak (lipolysis) dalam rumen dan
perlakuan pakan, kadar serat kasar dan lignin, terjadinya biohidrogenasi asam lemak tak
pengaruh asosiasi pakan, defisiensi nutrien, jenuh. Perlindungan lemak pada
komposisi pakan, bentuk fisik pakan, level
prinsipnya adalah melindungi protein dari
pakan, frekuensi pemberian pakan dan
degradasi mikroba. Perlindungan lemak
minum, umur tanaman serta lama tinggal
memungkinkan penggunaan lemak dalam
dalam rumen. Serat kasar dari suatu bahan
jumlah besar dalam pakan.
pakan merupakan komponen kimia yang besar
pengaruhnya terhadap kecernaan. Serat kasar
yang tinggi biasanya diikuti dengan
4. Koefisien Cerna Bahan Kering

kandungan lignin yang tinggi sehingga dapat Kecernaan bahan kering pada
menurunkan kecernaan (Tillman et al.,1998 ruminansia menunjukkan tingginya zat
dan Rifai, 2009). Lopez et al.(1996) makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan
menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan enzim pencernaan pada rumen. Semakin
tingginya daya ikat terhadap bahan lemak dan tinggi persentase kecernaan bahan kering
minyak adalah serat. Semakin meningkat suatu bahan pakan, menunjukkan bahwa
kandungan serat kasar dalam ransum, semakin tinggi pula kualitas bahan pakan
kandungan dan koefisien energi semakin tersebut. Kecernaan yang mempunyai nilai
menurun, sebaliknya kebutuhan energi untuk tinggi mencerminkan besarnya sumbangan
mencerna serat meningkat. nutrien tertentu pada ternak, sementara itu
Esminger dan Olantine (1978) pakan yang mempunyai kecernaan rendah
menyatakan bahwa ransum yang memiliki menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang
kandungan gizi lebih tinggi maka jumlah mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok
konsumsi akan lebih sedikit. Hal ini maupun untuk tujuan produksi ternak
dikarenakan dengan mengkonsumsi ransum (Yusmadi, 2008).
yang bernilai gizi tinggi dalam jumlah yang Koefisien cerna bahan kering yaitu
lebih rendah dari ransum berkualitas rendah, persentase bahan kering dari makanan yang
zat gizi yang dibutuhkan sudah terpenuhi. tidak disekresikan dalam feses (Tillman et al.,
Ternak ruminansia tidak efisien dalam 1986). Proses pencernaan ternak ruminansia
menggunakan sumber protein sehingga terjadi secara mekanik (dalam mulut) dan

dapat mudah terdegradasi dalam rumen secara fermentatif yang dilakukan oleh

dan sebagian besar terserap dalam bentuk mikrobial sangat tergantung pada kandungan
nutrisi ransum yang dikonsumsi oleh ternak
amonia dan diekskresi dalam bentuk urea.
ruminansia, namun memerlukan unsur N dan
Mirwandhono (2003) menyatakan bahwa
lemak akan mengalami pembebasan asam
85
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

kerangka atom C dalam pertumbuhannya yang dikandungnya dapat mempengaruhi


(Jouany dan Ushida, 1999) daya cerna pakan.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa Penambahan konsentrat sebanyak
kemampuan sapi dalam mencerna bahan 40% pada perlakuan C menyebabkan
kering ransum dari masing-masing perlakuan koefisien cerna bahan kering menjadi lebih
adalah berbeda-beda. Data mengenai kecil dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal
koefisien cerna bahan kering dapat dilihat ini disebabkan karena kandungan protein
Tabel 7. dalam ransum yang semakin tinggi sehingga
Tabel 7. Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering. bakteri yang lebih banyak aktif di dalam
rumen yaitu bakteri proteolitik. Karena
Kel PERLAKUAN
omp kandungan protein ransum yang semakin
ok A B C D tinggi dari setiap perlakuan, sejumlah

1 45,57 37,5 32 44,58 protozoa juga menghidrolisa protein dari


makanan.
2 37,87 33,57 32,55 31,79
Protozoa ini memakan bakteri
3 42,35 29,67 21,7 47,59 rumen untuk memperoleh sumber
Tot nitrogen, sehingga jumlah bakteri yang
al 125,79 100,74 86,25 123,96
mencerna bahan kering semakain sedikit.
Rat Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien
a 41,93± 33,58± 28,75± 41,32±
cerna yang semakin rendah seiring
rata 3,86 3,91 6,11 8,38
penambahan konsentrat. Hal ini sesuai
Tabel 7 memperlihatkan bahwa
dengan yang di ungkapkan oleh Arora
koefisien cerna bahan kering ransum pada
(1989) bahwa sejumlah protozoa
perlakuan A cenderung lebih baik
kecernaannya dari pada perlakuan B, menghidrolisa protein dari makanan.
perlakuan C dan perakauan D. Hasil analisis Entodinium caudatum Ophryoscolex dan
sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan protozoa lain memiliki aktifitas
proporsi hijauan dan konsentrat pada sapi proteolitik, tetapi mikroorganisme
jantan aceh tidak berpengaruh terhadap tersebut membebaskan amonia sangat
koefisien cerna bahan kering. Hal ini sedikit, sebagaian besar protozoa
disebabkan karena konsumsi bahan kering memakan bakteri untuk memperoleh
yang berbeda-beda pada setiap perlakuan,
sumber nitrogen dan mengubah protein
seperti yang dikemukakan oleh (Tillman et
bakteri menjadi protozoa. Tiap protozoa
al., 1986) dimana banyak bahan pakan yang
dapat menelan sebanyak 60 – 700 bakteri
dikonsumsi oleh ternak serta zat-zat makanan
dengan kepadatan 109/ml dalam waktu 1
86
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

jam. Dengan demikian dapat dinyatakan yang lebih akurat. Ransum yang diberikan
bahwa peningkatan daya cerna yang kepada ternak bukan berdasarkan berat badan,

terjadi akibat penambahan jumlah tetapi disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi


(protein dan energi) ternak penelitian.
pemberian konsentrat adalah karena
konsentrat mampu merangsang DAFTAR PUSTAKA
pertumbuhan mikroba rumen sehingga
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong.
aktivitas pencernaan fermentatif lebih Jakarta: PT.Agro Media Pustaka.
meningkat, yang pada gilirannya makin Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak
banyak bahan kering ransum yang dapat Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

dicerna. Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada


Peningkatan daya cerna bahana Ruminansia. Penerbit Gajah Mada
Press, Yogyakarta.
kering ransum akibat bertambahnya jumlah
pemberian konsentrat disebabkan karena Basri H. 2006. Penelusuran Arah Pembibitan
Sapi Aceh. Jurusan Peternakan
konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang Fakultas Pertanian Universitas
tinggi dalam saluran pencernaan ternak Syiah Kuala Darussalam, Banda
Aceh.
ruminansia. Konsentrat merupakan bahan
pakan yang kaya akan zat-zat makanan Boorman, K. N. 1980. Dietary Contraints on
Nitrogen Retention Dalam :
terutama protein dan energi, memiliki kadar P.J.Buttery dan D. B. Lindsay
serat kasar yang rendah sehingga (Editor). Protein Deposition in
Animals. 1st Ed. Butterworths,
kecernaannya dalam saluran pencernaan London.
cukup tinggi (Orskov dan McDonald, 1979).
Despal. 2000. Kemampuan komposisi kimia
dan kecernaan in vitro dalam
KESIMPULAN mengestimasi kecernaan in vivo.
Pengaruh pemberian hijauan dan Media Peternakan 23 (3): 84 –88.

konsentrat pada ternak sapi jantan Aceh Ensminger, M. E dan Olentine, C. G. 1978.
berpengaruh (P<0,05) terhadap koefisien Feeds and Nutrition Complete. 1st
Edition. The Ens. Publhishing
cerna protein kasar, lemak kasar dan serat Company California.
kasar, namun tidak berpengaruh pada
Jouany, J.P., and K. Ushida, 1999. The Role
koefisien cerna bahan kering (P>0,05). of Protozoa in Feed Digestion.
Review. African Journal of
SARAN Animal Science 12 : 113 –128.

Perlu dilakukan penelitian dengan Harris, L. E. 1970. Nutrition Research


menggunakan ternak yang mempunyai berat Techniques for Domestic and Wild
Animal. Published by L. E. Harris,
badan lebih seragam dan hijauan yang sama Utah University. Utah.
selama penelitian untuk mendapatkan data

87
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

Lopez G, G. Ros, F. Rincon, M.J. Periago, Mirwandhono R. Edhy. 2003. Berbagai Usaha
M.C. Martinez, & J. Ortuno. 1996. Memintas Rumenkan Asam
Relationshipbetween physical and Lemak Tak Jenuh. IPB. Bogor.
hydration properties ofsoluble and
insoluble fiber of artichoke. Rahardja, D. P. 2006. Strategi Pemberian
J.Agric. Food Chem. 44:2773- Pakan Berkualitas Rendah (jerami
2778. padi) Untuk Produksi Ternak
Ruminansia. Fakultas Peternakan
Tillman, A.D., Hartadi., S. Universitas Hasanuddin. Sulawesi
Reaksohadiprodjo., S. Selatan.
Labdosoekojo. 1986. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Rifai, Zulyadnan. 2009. Kecernaan Ransum
Mada University Press, Berbasis Jerami Padi yang diberi
Yogyakarta. Tepung Daun Murbei sebagai
Substitusi Konsentrat pada Sapi
Tilmann, A.D., H. Hartadi, S. Peranakan Ongole. Fakultas
Reksohadiprodjo, S. Peternakan, Institut Pertanian
Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo, Bogor. Bogor
1984. Ilmu Makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada University Romjali E, Mariyono Wijono D.B, Hartati.
Press. Yogyakarta. 2007. Rakitan Teknologi
Pembibitan Sapi Potong. Loka
Maynard, L.A., J.K. Loosly, H.F. Hinz and Penelitian Sapi Potong, Grati–
R.G. Wagner. 1979. Animal Pasuruan. Balai Pengkajian
Nutrition. 7th ed. Publishing Teknologi Pertanian Jawa Timur.
Company Ltd., New York. http://jatim.litbang. deptan.go.id.
Santoso, D., Munadi, Y. Soebagyo, P.
Maynard, L.A. Loosil, J.K. Hintz, H.F and Supratman dan H. Soeprapto,
Warner, R.G. , 2005. Animal 1985. Ilmu Produksi Sapi Potong.
Nutrition. (7th Edition) McGraw- Fakultas Peternakan UNSOED,
Hill Book Company. New York, Purwokerto
USA.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip
Mathius, W., M. Rangkuti dan A, dan Prosedur Statistika
Djayanegara. 1981. Daya (Pendekatan Biometrik)
Konsumsi dan Daya Cerna Domba Penerjemah B. Sumantri.
Terhadap Daun Gliricida. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lembaga Penelitian Peternakan,
Bogor. Susilawati, T., I. Subagiyo, Kuswati, A.
Budiarto, Muharlien dan M. Y.
Mourino F, R. Akkarawongsa and P. J. Arfoni. 2004. Inventarisasi Ternak
Weimer. 2001. Initial pH as a Lokal Jawa Timur. Kerja sama
Determinant of Sellulose Fak. Pertanian Univ. Brawijaya
Digestion Rate by Mixed Ruminal Malang dengan Dinas Peternakan
Microorganisms in vitro. J. Dairy Propinsi Tk. 1 Jawa Timur.
Science.84: 848–859.
Tillman, A.D., H. Hartadi,S.
Mcllroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya Reksohadiprodjo, dan S.
Padang Rumput Tropika. Pradnya Lebdosoekojo. 1991. Ilmu
Paramita, Jakarta. Makanan Ternak Dasar . Gadjah
Mada University Press. Fakultas
Peternakan UGM, Yogyakarta.

88
GENTA MULIA ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017
Page : 78 – 89

Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of


The Ruminant.Second Edition.
Comstock Publishing Associates
Cornell University Press. A
Division of Ithaca and London.

Yusmadi. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas


silase dan hay ransum komplit
berbasis sampah organik primer
pada kambing PE. [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

89

Anda mungkin juga menyukai