Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


HIPERBILIRUBIN

Oleh :

FITRIANI
2014901066

CI Ruangan Pembimbing Akademik

(Ns. Febrianty, M. Kep, Sp. Kep. An) (Ns. Rina Mariyana, M. Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN

A. Konsep Dasar Meningitis


1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal
bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah,
2000).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).

2. Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua
dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus
fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua - ketiga.
2) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.

1
4) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24
jam.
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
< bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
d) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
e) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Icterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg%
pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
c. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus
subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar
ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya
ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin
lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada

2
autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara
klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

3. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
1) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4) Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
6) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir
rendah.
7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya’pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita
hiperbilirubin adalah;
a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.

3
b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi.
c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari
ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe
obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan
atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
f. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

Rumus Kramer
Daerah Luar Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan 11 mg %
tungkai
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki di bawah 12 mg %
lutut
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16 mg %

5. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya
kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.

4
Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan
diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-
Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis
atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar
(defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan
ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin
indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah
tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada
keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf
pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.

5
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.

6
6. WOC

Risiko injuri
Cerebral

7
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
a) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya
antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
b) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
3) Bilirubin total.
a) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
b) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung
pada berat badan.
4) Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap
a) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
b) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

8
8) Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
9) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
Pada bayi prematur, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis
10) Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
11) Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatik.
d. Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatik dengan intra
hepatik selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
sirosis hati, hepatoma.

8. Penatalaksanaan
a. Tindakan umum
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi

9
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan
dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi
dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia
dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
a) Menghilangkan Anemia
b) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
c) Meningkatkan Badan Serum Albumin
d) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan
kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat

10
mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada
bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya
faktor-faktor:
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24
jam pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin

11
5) Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan
O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah
yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
c. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat
ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post-natal masih menjadi pertentangan karena
efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin
dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan
siklus Enterohepatika.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit
kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang

12
dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran,
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan
perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan
koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit
yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan
bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu
dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di
ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada
anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu
diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit
infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
d. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan
adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi
pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan
seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).
Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
c. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS
yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi
& Sukarmin, 2009).

13
b. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal
36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan
< 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
c. Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada
anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada
pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan
ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan
lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala
pada anak (Wong, dkk, 2009).
d. Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi
pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan
penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak
di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
e. Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
f. Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
g. Telinga

14
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak
dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.

h. Dada
1) Thoraks
(1) Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
(2) Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan
dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
(3) Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
2) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
i. Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
j. Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan
pada alat gerak.
k. Genitalia, jarang di temukan kelainan.
l. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural

15
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
a) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
b) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
c) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah sismetris.
d) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
e) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
f) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
g) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
m. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada
alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
n. Pemeriksaan ransangan meningeal
1) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
2) Tanda kernig positif

16
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

3) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka
di hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan (Muttaqin, 2008).
d. Pemeriksaan Penunjang
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
1) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/μL).
2) Pewarnaan gram CSS
3) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
4) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.
Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak
Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak
Normal Meningitis viral Meningitis
bakterial
Penampakan Jernih Jernih atau agak Berkabut atau
keruh purulen

Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000


Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil
Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑

Glukosa 3-6 3-6 ↓


mmol/L
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit
dan trombosit, protombin dan tromboplastin parsial.

17
Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan
kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia
mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama
pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus.
Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan
tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia
menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit
normal : 5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3, Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada
laki-laki : 14-18gr/dl).
2) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
1) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi,
natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+
normal : 136- 145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
2) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi
ADH.
d. Pemeriksaan kultur
1) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
2) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
3) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam
mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa
berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk
menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya
(Betz & Sowden, 2009).

18
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan pola makan tidak tetapkan
dengan baik, kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin, usia kurang
dari 7 hari.
b. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kegagalan mekanisme
regulasi, evaporasi, kekurangan intake cairan.
c. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, terpapar lingkungan
panas: fototerapi, penggunaan incubator
d. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan dibuktikan dengan suhu
lingkungan yang ekstrem, terapi radiasi: fototerapi

3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Ikterik neonatus Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
Definisi keperawatan Fototerapi Neonatus
Kulit dan membran mukosa …x… jam, maka diharapkan Observasi :
neonatus menguning setelah integritas kulit dan jaringan - Monitor ikterik pada
24 jam kelahiran akibat meningkat dan adaptasi sklera dan kulit bayi
bilirubin tidak terkonjugasi neonatus membaik dengan - Identifikasi kebutuhan
masuk kedalam sirkulasi kriteria hasil : cairan sesuai usia dengan
Penyebab Luaran Utama usia genetasi dan berat
 Penurunan berat badan Integritas Kulit dan Jaringan badan
abnormal (>7-8% pada  Elastisitas meningkat - Monitor suhu dan tanda
bayi baru lahir yang  Hidrasi meningkat vital setiap 4 jam sekali
menyusui ASI, >15%  Perfusi jaringan meningkat - Monitor efek samping
pada bayi cukup bulan)  Kerusakan jaringan fototerapi (mis.
 Pola makan tidak menurun Hipertermi, diare, rush
tetapkan dengan baik  Kerusakan lapisan kulit pada kulit, penurunan
 Kesulitan transisi ke menurun berat badan lebih dari 8-
kehidupan ekstra uterin  Nyeri menurun 10%)
 Usia kurang dari 7 hari  Perdarahan menurun
 Keterlambatan Terapiutik
 Kemerahan menurun
- Siapkan lampu fototerapi
pengeluaran feses  Hematoma menurun
(mekonium) dan inkubator atau kotak
 Pigmentasi abnormal bayi
menurun - Lepaskan pakaian bayi
Gejala & Tanda Mayor  Jaringan parut menurun
Subjektif (tidak tersedia) kecuali popok
 Nekrosis menurun - Berikan penutup mata (eye
Objektif
 Abrasi kornea menurun protector/biliband) pada
 Profil darah abnormal
 Suhu kulit membaik bayi
(hemolisis, bilirubin
serum total >2 mg/dL,  Sensasi membaik - Ukur jarak lampu dan
bilirubin serum total  Tekstur membaik permukaan kulit bayi
pada rentang risiko  Pertumbuhan rambut (30cm atau tergantung
tinggi menurut usia pada membaik spesifikasi lampu
normogram spesifik fototerapi)
waktu) Adaptasi Neonatus - Biarkan tubuh bayi
 Membran mukosa  Berat badan meningkat terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
kuning

19
 Kulit kuning  Membran mukosa kuning - Ganti segera alas/popok
 Sklera kuning menurun bayi jika BAB/BAK
 Kulit kuning menurun - Gunakan linen berwarna
Gejala & Tanda Minor  Sklera kuning menurun putih agar memantulkan
Subjektif (tidak tersedia)  Prematuritas menurun cahaya sebanyak mungkin
Objektif (tidak tersedia)  Keterlambatan
Kondisi Klinis Terkait pengeluaran feses Edukasi
 Neonatus menurun - Anjurkan ibu menyusui
 Bayi prematur  Aktifitas ekstremitas sekitar 20-30 menit
membaik - Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin
 Respon terhadap stimulus
sensorik membaik
Kolaborasi
- Kolaborasi pemeriksaan
darah vena bilirubin direk
dan indirek

Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama


Definisi keperawatan …x… jam, maka Manajemen Hipovolemia
Berisiko mengalami diharapkan status cairan Observasi:
penurunan volume cairan membaik dengan kriteria hasil: - Periksa tanda dan gejala
intravaskuler, interstisial, dan Luaran Utama hipovolemia (mis.
atau intraseluler. Status Cairan frekuensi nadi meningkat,
Faktor Risiko  Kekuatan nadi meningkat nadi teraba lemah, tekanan
 Kehilangan cairan aktif  Turgor kulit meningkat darah menurun, tekanan
 Gangguan absorpsi output urine meningkat nadi menyempit, turgor
cairan  Pengisian vena meningkat kulit menurun, membran
 Usia lanjut  Ortopnea menurun mukosa kering, volume
 Kelebihan berat badan  Dyspnea menurun urin menurun, hematokrit
 Status hipermetabolik  Paroxysmal nocturnal meningkat, haus, lemah)
 Kegagalan mekanisme dyspnea (PND) menurun - Monitor intake dan output
cairan
regulasi  Edema anasarka menurun
 Evaporasi  Edema perifer menurun
Terapeutik:
 Kekurangan intake  Distensi vena jugularis
- Hitung kebutuhan cairan
cairan menurun
- Berikan posisi modified
 Efek agen farmakologis  Tidak ada suara nafas Trendelenburg
tambahan - Berikan asupan cairan oral
Kondisi Klinis Terkait  Kongesti paru menurun
 Penyakit Addison  Perasaan lemah menurun Edukasi:
 Trauma/perdarahan  Keluhan haus menurun - Anjurkan memperbanyak
 Luka bakar  Konsentrasi urine asupan cairan oral
 AIDS menurun - Anjurkan menghindari
 Penyakit Crohn  Frekuensi nadi membaik perubahan posisi
 Diare  Tekanan darah membaik mendadak
 Kolitis ulseratif  Tekanan nadi membaik
 Membran mukosa Kolaborasi:
membaik - Kolaborasi pemberian
 Jugular venous pressure cairan IV isotonis (mis.
(JVP) membaik NaCl, RL)
 Kadar Hb membaik - Kolaborasi pemberian
 Kadar Ht membaik cairan hipotonis (mis.
 Cental venous Presurre glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
membaik - Kolaborasi pemberian
 Tidak terdapat refluks cairan koloid (mis.
albumin, Plasmanate)
hepatojugular
- Kolaborasi pemberian
 Berat badan membaik
produk darah

20
 Tidak ada hepatomegali
 Oliguria membaik
 Intake cairan membaik
 Status mental membaik
 Suhu tubuh membaik
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
Definisi keperawatan Manajemen Hipertermia
Suhu tubuh meningkat di atas …x… jam, maka diharapkan Observasi
rentang normal tubuh. termoregulasi membaik dengan - Identifikasi penyebab
Penyebab kriteria hasil : hipertermia (misal:
 Dehidrasi Luaran Tambahan dehidrasi, terpapar
 Terpapar lingkungan Termoregulasi Neonatus lingkungan panas,
panas  Menggigil menurun penggunaan inkubator)
 Proses penyakit (mis.  Akroslanosis menurun - Monitor suhu tubuh
infeksi, kanker)  Piloereksi menurun - Monitor kadar elektrolit
 Ketidaksesuaian pakaian  Dasar kuku sioanotik - Monitor luaran urine
dengan suhu lingkungan menurun - Monitor komplikasi akibat
 Peningkatan laju  Suhu tubuh menurun hipertermia
metabolism  Suhu kulit menurun
 Respon trauma Terapiutik
 Frekuensi nadi menurun
- Sediakan lingkungan yang
 Aktivitas berlebihan  Kadar glukosa darah
dingin
 Penggunaan inkubator menurun
- Longgarkan dan lepaskan
 Pengisian kapiler menurun
pakaian
Gejala & Tanda Mayor  Piloereksi menurun - Basahi dan kipasi
Subjektif (tidak tersedia)  Ventilasi menurun permukaan
Objektif
- Berikan cairan oral
 Suhu tubuh diatas nilai - Ganti linen setiap hari atau
normal (36,5⁰C – lebih sering jika
37,5⁰c) mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
Gejala & Tanda Minor - Lakukan pendinginan
Subjektif (tidak tersedia) eksternal (missal:selimut
Objektif hipotermia atau kompres
 Kulit merah dingin pada dahi, leher,
 Kejang dada, abdomen, aksila)
 Takikardi - Hindari pemberian
 Takipnea antipiretik atau aspirin
 Kulit terasa hangat - Berikan oksigen jika perlu

Kondisi Klinis Terkait Kolaborasi


 Proses infeksi - Kolaborasi pemberian
 Hipertiroid cairan dan elektrolit dan
 Stroke elektrolit intravena jika
 Dehidrasi perlu
 Trauma
 Prematuritas
Risiko Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama
Kulit keperawatan Perawatan Integritas Kulit
Definisi …x… jam, maka diharapkan Observasi
Berisiko mengalami integritas kulit dan jaringan - Identifikasi gangguan
kerusakan kulit (dermis meningkat dengan kriteria hasil integritas kulit (mis.
dan/atau epidermis) atau : Perubahan sirkulasim,
jaringan (membran mukosa, Luaran Utama perubahan status nutrisi,
kornea, fasia, otot, tendon, Integritas Kulit dan Jaringan penurunan kelembaban,
tulang, kartilago kapsul sendi  Elastisitas meningkat suhu lingkungan ekstrim,
dan/atau ligamen).  Hidrasi meningkat penurunan mobilitas)

21
Faktor Risiko  Perfusi jaringan meningkat
 Perubahan sirkulasi  Kerusakan jaringa Terapiutik
 Perubahan status nutrisi menurun - Ubah posisi setiap 2 jam
(kelebihan/kekurangan)  Kerusakan lapisan kulit jika tirah baring
 Kekurangan/kelebihan menurun - Lakukan pemijatan pada
volume cairan  Nyri menurun area penonjolan tulang,
 Penurunan mobilitas  Perdarahan menurun jika perlu
 Bahan kimia iritatif  Kemerahan menurun - Bersihkan perineal dengan
 Suhu lingkungan yang  Hematoma menurun air hangat, terutama pada
periode diare
ekstrem  Pigmentasi abnormal
- Gunakan produk berbahan
 Faktor mekanis (mis. menurun
petroleum atau minyak
penekanan, gesekan)  Jaringan parut menurun
pada kulit kering
atau faktor elektris  Nekrosis menurun - Gunakan produk berbahan
(elektrodiatermi, energi  Abrasi kornea menurun ringan atau alami dan
listri bertegangan tinggi)  Suhu kulit membaik hipoalergik pada kulit
 Terapi radiasi  Sensasi membaik sensitif
 Kelembaban  Tekstur membaik - Hindari produk berdasar
 Proses penuaan  Pertumbuhan rambut alkohol pada kulit kering
 Neuropati perifer membaik
 Perubahan pigmentasi Edukasi
 Perubahan hormonal - Anjurkan menggunakan
 Penekanan pada tonjolan pelembab (mis. Lotion,
tulang serum)
 Kurang terpapar - Anjurkan minum air yang
informasi tentang upaya cukup
mempertahankan/me- - Amjurkan meningkatkan
lindungi integritas asupan nutrisi
jaringan - Anjurkan meningkatkan
asupan sayur dan buah
Kondisi Klinis Terkait - Anjurkan menghindari
 Imobilisasi terpaparya suhu ekstrim
 Gagal jantung kongestif - Anjurkan menggunakan
 Gagal ginjal tabir surya SPF minimal
 Diabetes melitus 30 saat berada di luar
 Imunodefisiensi (mis. rumah
AIDS) - Anjurkan mandi dan
 Kateterisasi jantung menggunakan sabun
secukupnya

4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun pada

22
tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri,
saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan
kondisi saat ini (Desmawati, 2019).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2013).

23
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiah. 2000. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Smeltzer, S.C & Bare, B. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. EGC. Jakarta.
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
______. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
______. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

24

Anda mungkin juga menyukai