Oleh
Muhammad Azka Aula, S.Pd
Kelas B
Angkatan III
A. Kompetensi Inti
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,
dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan
kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
C. Tujuan Pembelajaran
1. Setelah siswa melakukan diskusi, Siswa dapat menganalisis sistem kepartaian selama
masa demokrasi Liberal 1950-1959
2. Setelah siswa melakukan diskusi, siswa dapat menyajikan hasil diskusi mengenai sistem
kepartaian dan pemilu 1955 selama masa demokrasi liberal 1950-1959, serta
3. Setelah siswa melakukan diskusi, Siswa dapat mencipta poster sejarah tentang sistem
kepartaian dan pemilu 1955 masa demokrasi liberal.
2
D. Materi Pembelajaran Pengetahuan
2. Sistem Kepartalan
Sistem politik pada masa Demokrasi Liberal banyak melahirkan partai-partai baru, seperti NU
dan PIR (Partai Indonesia Raya) sehingga sistem kepartaian yang dianut pada masa ini adalah
multipartai. Partai-partai tersebut berlomba agar mendapat kursi di parlemen, namun ada dua
partai kuat dalam parlemen yang silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet, yaitu
PNI dan Masyumi. Pada 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan
Partai Nasional Indonesia sebagai partai tunggal, namun keinginan Presiden Soekarno tidak
dapat diwujudkan Gagasan pembentukan partai baru muncul lagi ketika pemerintah
mengeluarkan maklumat pemerintah pada tanggal 3 November 1945. Maklumat Politik 3
November 1945 yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta, hadir sebagai sebuah peraturan dari
pemerintah Indonesia yang bertujuan mengakomodasi suara rakyat yang majemuk. Adapun isi
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang dimaksud sebagai berikut.
a. Pemerintah Republik Indonesia menghendaki munculnya partai-partai politik untuk
menjadi media
b. Pemerintah Republik Indonesia menetapkan bahwa pembentukan partai-partai politik telah
tersusun secara rapi sebelum dilaksanakannya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang
dilakukan pada bulan Januari 1946. Melalui maklumat inilah gagasan pembentukan partai-partai
politik dimunculkan kembali dan berhasil membentuk partai-partai politik baru. Beberapa partai
politik yang didirikan sebagai berikut
3
Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan tidak memegang
perananpenting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha
menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal inilah yang menyebabkan pada era ini sering
terjadi pergantian kabinet. Kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak
bisa berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan terjadinya instabilitas nasional baik di
bidang politik, sosial, ekonomi, dan keamanan. Kondisi inilah yang mendorong Presiden
Soekarno mencari solusi untuk membangun kehidupan politik Indonesia yang akhirnya
membawa Indonesia dari sistem demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin.
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna mengikutsertakan
rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat dilaksanakan di tahun-tahun pertama
kemerdekaan sekalipun ide tentang hal tersebut sudah muncul. Selama masa Presiden Soekarno
(1945-1965), yang melewati beberapa era seperti Revolusi fisik, Demokrasi Parlementer, dan
Demokrasi Terpimpin, hanya sekali terjadi satu kali Pemilu, yaitu Pemilu 1955. Pemilu ini
terjadi pada masa pemerintahan Perdana Menteri Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli
1955-2 Maret 1956). Akan tetapi peraturan yang dijadikan landasan dalam pemilihan umum
1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang telah disusun pada masapemerintahan
Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952-2 Juli 1953).
1) Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri
pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
2) Pertikaian internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi
dan perhatian
3) Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu (UU pemilu baru
disahkan pada tanggal 4 April 1953 yang dirancang dan disahkan oleh Kabinet Wilopo)
4
Selain itu, adanya dorongan oleh kesadaran untuk menciptakan demokrasi yang sejati,
masyarakat menuntut diadakan Pemilu. Persiapan Pemilu dirintis oleh kabinet Ali
Sastroamidjojo. Pada tanggal 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini
diketuai oleh Hadikusumo dari PNI. Pada tanggal 16 April 1955, Hadikusumo mengumumkan
bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955.
Pengumuman dari Hadikusumo sebagai ketua panitia pemilihan umum pusat mendorong partai
untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai ke pelosok desa. Setiap desa
dan kota dipenuhi oleh tanda gambar peserta pemilu yang bersaing. Masing-masing partai
berusaha untuk mendapatkan suara terbanyak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan untuk memilih
anggota-anggota parlemen (DPR) dan Konstituante (lembaga yang diberi tugas dan wewenang
untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara). Adapun sistem Pemilu yang digunakan
dalam Pemilu 1955 adalah sistem perwakilan proporsional. Dengan sistem ini, wilayah negara RI
dibagi dalam 16 daerah pemilihan (di mana Irian Barat dimasukkan sebagai daerah pemilihan ke-
16, padahal Irian Barat masih dikuasai oleh Belanda, sehingga Pemilu tidak dapat dilangsungkan
di daerah tersebut).
Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru
selesai pada November 1954. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik
suara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya
pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional
yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1: 300.000. Tidak kurang dari 80
partai politik, organisasi massa dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam
Pemilu yang pertama. Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar.
Pada Pemilu ini,anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang
berlaku. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang
meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap
300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik
karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke
dalam beberapa fraksi. Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1) Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan
pada tanggal 29 September 1955 dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
2) Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan
pada tanggal 15 Desember 1955.
Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD
dilaksanakan dalam dua tahap, Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat, dan Juli 1957
5
untuk pemilu Indonesia wilayah Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR,
Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus. Meskipun Kabinet Ali Jatuh, pemilu terlaksana
sesuai dengan rencana semasa Kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu yang pertama dilaksanakan
pada tahun 1955. Sekitar 39 juta rakyat Indonesia datang ke bilik suara untuk memberikan
suaranya. Pemilu saat itu berjalan dengan tertib, disiplin, serta tanpa politik uang dan tekanan
dari pihak mana pun. Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun
1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai sekarang. Menurut
George McTurnan Kahin, Pemilu tahun 1955 tersebut begitu penting sebab dengan itu kekuatan
partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih bermutu sebagai
lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen selalu menjadi sasaran kekecewaan, terutama
dari kelompok militer yang merasa kepentingannya selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas
juga memiliki harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun;
wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi; nepotisme;dan
pemerintah yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena belum ada
lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasian pemungutan suara
menjadi tanggung jawab pemerintah dan wakil-wakil partai politik. Organisasi tersebut terdapat
pada setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke tingkat desa. Partai-partai berjuang
untuk merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara
kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan massa ini
dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk menentukan
pilihannya. Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp 479.891.729. Angka tersebut
dikeluarkan untuk membiayai perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan
honorarium panitia penyelenggara Pemilu. Menurut Herbert Feith, dana Pemilu tersebut
sebenarnya terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah
kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah beban biaya.
6
Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil
Irian Barat yang keanggotaannya diangkat presiden. Selain itu, diangkat juga anggota parlemen
mewakili Tionghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR
hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.
Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki
jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota
Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU, dan PKI meningkat dukungannya,
sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267
dibandingkan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR
7
Berikut daftar perolehan suara pemilu 1955 untuk anggota Konstituante
Pemilu 1955 sekalipun merupakan yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia ternyata
mempunyai beberapa catatan positif, antara lain sebagai berikut.
a). Tingkat partisipasi rakyat sangat besar (+ 90 % dari semua warga punya hak pilih). Lebih dari
39 juta orang memberikan suara, mewakili 91,5% dari para pemilih terdaftar.
b). Persentase suara yang sah cukup signifikan (+ 80 % dari suara yang masuk) padahal + 70%
penduduk Indonesia masih buta huruf.
c). Pelaksanaannya berjalan secara aman, tertib, dan disiplin serta jauh dari unsur kecurangan
dan kekerasan.
2) Kelemahan pelaksanaan pemilu 1955
a) Krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Pemilu 1955 bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekret
Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam
menghasilkan konstitusi baru.
Tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang semula
dimaksudkan untuk menghasilkan parlemen yang representatif, stabilitas pemerintahan, dan
mampu menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950 tidak berhasil. Selain itu,
tidak adanya pemenang mayoritas juga menimbulkan masalah lain, di mana kekuasaan terbagi-
bagi ke dalam berbagai aliran politik yangakhirnya mengakibatkan sistem pemerintahan saat itu
menjadi tidak stabil.
Jumlah partai politik lebih bertambah banyak bukan berkurang, dengan dua puluh delapan partai
mendapat kursi, padahal sebelumnya hanya dua puluh partai yang mendapat kursi. Beberapa
pemimpin Masyumi merasa bahwa kemajuan Islam menuju kekuasaan nasional kini terhalang
dan bahwa perhatian mereka seharusnya dialihkan untuk mengintensifkan Islam di tingkat rakyat
jelata.
8
Daftar Pustaka
Fatimah, Siti. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII. Sukoharjo: Graha Printama
Selaras, 2018.