Abstrak:
Pendidikan merupakan salah satu fokus dalam sistem pendidikan nasional. Karena
itu, pendidik tidak boleh mengabaikan hal ini. Seorang konselor sekolah, sebagai salah satu
pendidik, harus berperan dalam pendidikan . Mengacu pada tanggung jawab bimbingan dan
konseling dalam kaitannya dengan aspek pribadi, sosial, akademik, dan karir siswa, seorang
konselor sekolah tidak boleh lepas dari tugas pokoknya. Menimbang bahwa pendidikan
karakter adalah tanggung jawab semua pihak, konselor sekolah dapat mandiri dan bekerja
sama dengan semua komponen sekolah, berperan dalam pendidikan karakter. Secara
individu, seorang konselor sekolah dapat memberikan layanan, seperti layanan individual,
layanan perencanaan individual, dan layanan responsif. Berkolaborasi dengan pihak lain,
seorang konselor sekolah bisa bersinergi dalam program pendidikan
PENDAHULUAN
Berbicara tentang bimbingan dan konseling (BK) tidak bisa terlepas dari pendidikan,
karena bimbingan dan konseling ada di dalam pendidikan. Pendidikan bertolak dari hakikat
manusia dan merupakan upaya membantu manusia dari kondisi obyektif apa adanya (what
itis) kepada kondisi bagaimana seharusnya (what should be) (Kartadinata, 2010).
Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi
individu dan masyarakat. Namun perlu digarisbawahi bahwa pendidikan tidak bisa diukur
atau dideskripsikan hanya dari megahnya gedung, fasilitas yang dimiliki atau banyaknya
siswa, dan banyaknya personel yang mengelola; karena pendidikan lebih dari itu semua.
Pendidikanadalah persoalan fokus dan tujuan. Ia merupakan proses yang esensial dalam
mempengaruhi perkembangan manusia (Kartadinata, 2010).
Sebagai suatu proses pendidikan melibatkan berbagai faktor dalam mencapai
kehidupan yang bermakna. Karena itu dikatakan mendidik adalah pilihan moral dan bukan
pilihan teknis belaka. Menurut Terdapat tiga fungsi pendidikan, yakni (a) fungsi
pengembangan, membantu individu mengembangkan diri sesuai dengan segenap potensi dan
keunikannya; (b) fungsi peragaman (diferensiasi), membantu individu memilih arah
perkembangan yang tepat sesuai dengan potensinya; dan (c) fungsi integratif, membawa
keragaman perkembangan ke arah tujuan yang sama sesuai dengan hakikat manusia utnuk
menjadi pribadi utuh (kaffah) (Kartadinata, 2010). Fungsi yang terakhir ini bermakna bahwa
pendidikan berupaya mengintegrasikan nilai-nilai sosial budaya ke dalam kehidupan peserta
didik baik yang menyangkut tatakrama, solidaritas, toleransi, kooperasi maupun empati
sehingga peserta didik dapat belajar hidup bermasyarakat secara harmonis.
Secara formal Bimbingan dan konseling di Indonesia berada dalam institusi sekolah
sejak tahun 1975, ketika diberlakukannya kurikulum 1975 di semua sekolah di seluruh
penjuru tanah air. Hal ini bermakna bahwa sejak saat itu profesi BK di mulai diakui
eksistensinya. Suatu profesi yang bertujuan membantu dan mendukung mengembangkan
seluruh potensi dan kompetensi peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya
melalui layanan BK yang bersifat psikopedagogis. Dengan demikian, layanan BK di institusi
pendidikan adalah salah satu bentuk kegiatan pendidikan guna mendukung tercapainya tujuan
pendidikan. Dalamkaitan ini setumpuk harapan diembankan kepada para penyelenggara
layanan BK di sekolah.
Di dalam mengemban misi mulya tersebut, BK sebagai suatu profesi yang secara
legal formal relatif masih muda, banyak mengalami gangguan dan hambatan. Serangkaian
gangguan dan hambatan dimaksud dapat dideteksi mulai dari jumlah sumber daya manusia
(SDM) yang masih sangat terbatas hingga implementasi layanan BK yang belum optimal.
Dampak dari rangkaian gangguan dan hambatan tersebut adalah gaung negatif yang
menggambarkan bahwa konselor sekolah (guru pembimbing) masih sering diasumsikan
secara keliru, misalnya konselor sebagai polisi sekolah, hanya memberikan nasehat, sosok
yang menakutkan, atau cuma menangani siswa maladaptif. Miskonsepsi, ragam pemaknaan,
dan pemahaman terhadap konselor seperti tersebut, akan memperhadapkan konselor kepada
konflik, ketidakkonsistenan, dan ketidakkongruenan peran. Di samping itu konselor tentunya
sangat sulit untuk dapat menuaikan tugas secara umum layanan BK bimbingan dan konseling
dengan baik dan komprehensif, terlebih untuk melaksanakan pendidikan karakter. Dalam
menanamkan karakter kepada peserta didik akan lebih mudah dan diharapkan menuai hasil
yang baik bila konselor memiliki kedekatan personal dengan peserta didik, sehingga konselor
gampang dijadikan model dan layak untuk dicontoh. Lumrahnya peserta didik didik akan
‘respek’ kepada konselor yang memiliki kedekatan secara pribadi sehingga memudahkan
terjadinya penyampaian pesan-pesan atau informasi tentang pendidikan karakter.
Tulisan ini mencoba menjadi wahana wacana bagaimana konselor harus menunjukkan
tugas dan peran yang seharusnya dikerjakan sebagai seorang konselor, bagaimana konselor
mengatasi adanya miskonsepsi, ragam pemaknaan, dan pemahaman terhadap profesinya dan
pentingnya solusi untuk mengatasi keadaan tersebut. Walaupun terkesan sulit karena
kondisinya, namun konselor harus mampu menunjukkan kinerjanya sehingga peserta didik
yang dibantunya tidak lagi memperlihatkan perilaku negatif dan salah suai seperti berbohong,
berkelahi, membolos, bersikap tidak sopan ataupun berperilaku melanggar norma-norma
agama dan budaya.
Guru bimbingan dan konseling atau istilah lainnya konselor sekolah dalam
memberikan pengertian antara tokoh yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda karena
dipandang dari sudut pandang yang berbeda. Menurut Ws. Winkell
Guru bimbingan dan konseling adalah seorang guru bidang studi yang telah mendapat
pendidikan formal sebagai tenaga pembimbing, di samping tetap menjadi tenaga pengajar, ia
berkedudukan sebagai tenaga bimbingan yang dibawahi oleh penyuluh pendidikan dan
bertugas memberi pelayanan bimbingan sejauh tidak bertentangan dengan tugasnya sebagai
tenaga pengajar.
Guru BK adalah tenaga profesional, pria atau wanita yang mendapat pendidikan
khusus bimbingan dan konseling, secara ideal berijazah FIP-IKIP, jurusan atau program studi
bimbingan dan konseling atau Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, serta jurusan- jurusan
yang sejenis.
Dari kedua pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa guru BK adalah tenaga
profesional baik pria maupun wanita yang memperoleh pendidikan khusus di Perguruan
Tinggi dan idealnya berijazah sarjana FIP IKIP jurusan Psikologi dan Bimbingan yang
mencurahkan waktunya pada pelayanan bimbingan.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bab 1 pasal 1 ayat 1 dan ayat 6. Ayat 1:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ayat 6: Pendidikan
adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru dosen konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya
serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6)
kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan
konseling adalah kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri (self actualization) dan
pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat mendukung pencapaian
kompetensi lulusan
Ada persamaan, keunikan, dan keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas dan
ekspektasi kinerja guru BK dengan guru bidang studi. konselor memang juga diharapkan
untuk berperan serta dalam bingkai layanan yang komplementer dengan layanan guru, bahu
membahu dengan guru termasuk dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler
Peran konselor, sebagai salah satu komponen student support services, adalah men-
suport perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, karier, dan akademik peserta didik, melalui
pengembangan menu program bimbingan dan konseling pembantuan kepada peserta didik
dalam individual student planning, pemberian pelayanan responsive, dan pengembangan
system support
Ada Belajar dalam Pendidikan Menurut UU No. 20/2003 itu, pendidikan adalah (Pasal
1 Butir 1) : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas ada lima komponen pokok dalam apa yang disebut
pendidikan, yaitu:
LANDASAN
Ditjen Dikti Depdiknas (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan
Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/f1l3/PLPG2
017/Download/materi/bk/BAB-I-Esensi-Bimbingan-dan-
Konseling.pdf&ved=2ahUKEwjO3sWu-
vPzAhUj7XMBHUMrBFQQFnoECBMQAQ&usg=AOvVaw3cTlcCUXvOmrixilqFv
Mo3
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/download/760/729#:~:text=Simpul
an-,Bimbingan%20dan%20konseling%20pendidikan%20adalah%20kegiatan%20atau
%20proses%20bimbingan%20dan,agar%20selaras%20dengan%20tujuan
%20pendidikan. . Diakses 2 November 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Konselor_pendidikan . Diakses 2 November 2021
Efendi, Gusfar, Nurfarhanah, dan Yusri. 2013. Kompetensi Sosial Guru BK/Konselor
Sekolah. Jurnal Ilmiah Konseling. Vol. 2, No. 1: 162 – 166. Diakses 2 November
2021