NIM : 4213141042
MEDAN
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepadaTuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga saya masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan
critical book review ini. Tugas ini saya buat guna memenuhi penyelesaian tugas
pada mata kuliah filsafat pendidikan.
Saya menyadari bahwa tugas Critical Book Review ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karenanya saya memohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan pembuatan tugas Critical Book Review selanjutnya.
Saya juga berharap semoga tugas Critical Book Review ini dapat diterima oleh Ibu
dosen dan teman-teman semua.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.
(4213141042)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………...……..ii
BAB I……………………………………………………………………………….1
PENDAHULUAN……………………………………………………………….…1
C. Manfaat CBR……………………………...…………………………………….1
BAB II…………………………………………………………………………...…4
BAB III………………………………………………………………..………..…14
PEMBAHASAN………………………………………………………………......14
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………….16
A. Kesimpulan……………………………………………………………….…....16
B. Saran……………………………………………………………………….......16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR
Critical Book Review (CBR) sangat penting buat kalangan pendidikan terutama
buat mahasiswa maupun mahasiswi karena dengan mengkritik suatu buku maka
mahasiswa/i ataupun si pengkritik dapat membandingkan dua buku dengan tema
yang sama, dapat melihat mana buku yang perlu diperbaiki dan mana buku yang
sudah baik untuk digunakan berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis buku tersebut, setelah dapat mengkritik buku maka diharapkan
mahasiswa/i dapat membuat suatu buku karena sudah mengetahui bagaimana
kriteria buku yang baik dan benar untuk digunakan dan sudah mengerti bagaimana
cara menulis atau langkah-langkah apa saja yang diperlukan dalam penulisan buku
tersebut.
C. MANFAAT CBR
a. Buku Utama
b. Buku Pembanding
ISBN : 978-602-71540-8-7
Buku Utama : Buku Pembanding :
BAB II
Filsafat adalah jalan yang ditempuh untuk memecahkan masalah dan kesimpulan
yang diperoleh dari hasil pemecahan atau pembahasan masalah. Filsafat dari segi
bahasa, pada hakikatnya adalah menggunakan rasio (berpikir). tetapi, tidak semua
proses berpikir disebut ilsafat. Manusia yang berpikir, dapat diketahui dalam
kehidupan sehari-hari. Jika pemikiran manusia dapat dipelajari, maka ada empat
golongan pemikiran yaitu:
1. Pemikiran Pseudo-Ilmiah.
2. Pemikiran Awam.
3. Pemikiran Ilmiah, dan
4. Pemikiran Filosois
b. Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau
alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, olah pikir. Namun tidak semua berpikir
berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-
sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa setiap manusia adalah filsuf.
Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum
semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Tegasnya, filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan
suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Filsafat pendidikan yang lahir dan menjadi bagian dan rumpun konsep ilmu
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif, merupakan disiplin ilmu yang
merumuskan kaidah-kaidah, norma, atau nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah
laku manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Dengan sendirinya, ilmu
ini berkaitan pula dengan ilmu pengetahuan normatif lain seperti sosiologi,
kebudayaan, filsafat, dan agama yang menjadi sumber nilai atau norma hidup dan
pendidikan. Sekaligus untuk menentukan tingkah laku perbuatan manusia dalam
kehidupan dan penghidupannya.
Pandangan kita terhadap filsafat adalah positif dan konstruktif. Filsafat memang
mempunyai hubungan dengan kehidupan manusia, karena dari kehidupan itulah
kita mengenal ilsafat. Jadi, filsafat mempunyai dasar atau gejala-gejala dari
persoalan.
Pada awalnya, timbulnya persoalan filsafat oleh para filsuf adalah ketika manusia
kagum dan heran terhadap peristiwa dan gejala-gejala alam, seperti gravitasi,
gempa bumi, tsunami, hujan, melihat laut yang luas, dan gejala alam lainnya. Pada
saat manusia kagum dan heran, berarti pada saat itu ia tidak tahu dan menjadi
persoalan baginya. Apabila ingin tahu mengapa itu terjadi, maka dibutuhkan
refleksi. Beberapa persoalan yang menyangkut keheranan atau kekagumam
terhadap suatu hal, belum tentu semuanya termasuk persoalan filsafat.
Manusia memiliki potensi akal budi itulah, manusia menjadi makhluk bijaksana
yang mencari tujuan-tujuan (homosapiens), makhluk yang pandai bekerja,
menggunakan alat (selalu mencari konkretasi) atau homofaber, dan makhluk yang
menyukai proses tanpa tujuan (homoludens). Karena, manusia mempunyai akal
budi, maka manusia menjadi homopolitikus yang akan mencari kebebasan (dirinya
sendiri maupun kebebasan masyarakat) dan cara menerobos batas-batasnya. Selain
itu, menjadi homo religius yang akan percaya kepada penentuan, percaya kepada
takdir, dan sebutan-sebutan lain yang diberikan kepada manusia. Singkatnya,
manusia dengan akal budi (aspek rohani) ini melahirkan peradaban dalam bentuk
adat-istiadat, sopan santun dalam pergaulan, norma susila, dan cara hidup bersama.
Manusia juga dapat menerima dan melahirkan sesuatu yang indah, dapat
menghayati adanya Tuhan Yang Maha Agung. Kesemuanya itu, selalu
berhubungan dengan kehidupan dan cita-cita serta tujuan hidup manusia.
Setiap kegiatan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses yang diharapkan
untuk menuju ke suatu tujuan, dan tujuan-tujuan ini ditentukan oleh tujuan-tujuan
akhir. Integritas atau kesempurnaan pribadi ini (meliputi integritas jasmaniah,
intelektual, emosional dan etis, dan individu ke dalam diri manusia
paripurna),merupakan cita-cita pedagogi atau dunia cita-cita yang kita temukan
sepanjang sejarah, pada hampir semua negara, baik oleh para filsuf atau moralis.
Tindakan mendidik adalah hal yang khusus hanya terdapat dalam dunia
kemanusiaan. Pada umumnya, manusia selalu ingin terpenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Tetapi, karena kehidupan ini selalu berubah sesuai dengan
perkembangan sosial budaya sebagai ciri manusia modern yang tak pernah
berhenti menaklukkan kondisi-kondisi lingkungan yang baru, maka kemampuan
dan kebutuhan biologis, psikis, sosial, dan bersifat pedagogi semakin tampak
bertambah.
Dengan demikian, jelas kita menginginkan bahwa dunia ini menjadi sebuah
tempat yang lebih baik untuk persiapan masa depan, maka pendidikan merupakan
hal yang utama dan universal serta sebagai satu keharusan bagi manusia dalam
mencapai kesejahteraan hidupnya. Tercapainya kesejahteraan hidup adalah
pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia secara biologis yang diperoleh dari
pendidikan dan belajar. Sedangkan keinginan dan kebutuhan akan tetap dalam diri
manusia selama hidupnya. Dengan demikian, dapat dikatakan selama manusia
berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup sejahtera, maka
pendidikan tetap menjadi penentu dan menjadi satu keharusan (imperative) bagi
manusia sebagai makhluk biologis
Aliran-aliran filsafat
Nativisme (Arthur Schopenhauer), bersumber dari Leibnitzian Tradition
yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil
perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari
kedua orangtua. Prinsip, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang
adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu
daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta
kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap
manusia.
Empirisme (David Hume, George Berkeley dan John Locke), suatu aliran
dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari
pengalaman manusia, tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan
mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang
dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun
bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan.
Idealisme (Plato, Elea dan Hegel, Immanuel Kant, David Hume, dan al-
Ghazali), Memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan
fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan
tidak lengkap, serta memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti
apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak
berubah dari generasi ke generasi.
Realisme (Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis
Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill), berpendapat
bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.
Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subyek yang
menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya
realitas di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.
Materialisme (Demokritos, Ludwig Feurbach), mengabaikan adanya
spiritual. Tidak ada kamus kitab suci, rasul, hari kiamat, malaikat, surga,
neraka. Maka tak kenal ibadah, doa, dosa, taubat, takwa, tawakal, sabar. n
filsafat materialisme, asal, sifat dan hakikat dari semua keberadaan adalah
materi. Paham matrealisme tidak mengakui adanya Tuhan.
Pragmatisme (John Dewey, Charles Sandre Peirce, Wiliam James,
Heracleitos), mengajarkan segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai
benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat
secara praktis. Dasar pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa
yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta
individual, konkret, dan terpisah satu sama lain.
Eksistensialisme (Jean Paul Sartre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin
Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich), Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subyektififitas pengalaman
manusia dan tindakan konkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema
rasional untuk hakekat manusia atau realitas.
Perenialisme (Robert Maynard Hutchins dan Ortimer Adler), berasal dari
kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan
ideal.
Esensialisme (William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac
L. Kandell), berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela
yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula.
Progresivisme (George Axetelle, William O. Stanley, Ernest Bayley,
Lawrence B. Thomas, Frederick C. Neff), berpendapat tidak ada teori realita
yang umum. Filsafat progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan
serta menolak absolutisme dan otoriterisme dalam segala bentuknya.
Rekonstruksionisme (Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg), suatu
aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Positivisme (Auguste Comte), suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu
alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, menolak
aktififitas yang berkenaan dengan metafifisik, tidak mengenal adanya
spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Rasionalisme (Rene Descartes) atau gerakan rasionalis adalah doktrin
filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui
pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, bukan melalui
iman, dogma, atau ajaran agama.
Sosialisme (Karl Marx)
Komunisme (Vladimir Lenin), ideologi yang digunakan partai komunis di
seluruh dunia. Prinsipnya, semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh
negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat
membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga
disebut anti liberalisme.
Kapitalisme (Karl Marx), suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal
bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Postmodernisme (Michel Fouchault), aliran yang “rajin” mengajukan protes
kepada filsafat. istilah postmodernisme di bidang filsafat menunjuk pada
segala bentuk refleksi kritik atas paradigma-paradigma modern dan
metafisika pada umumnya.
Naturalisme (John Dewey), teori yang menerima “nature” (alam) sebagai
keseluruhan realitas.
Individualisme merupakan satu falsafah yang mempunyai pandangan moral,
politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta
kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan sendiri.
Konstruktivisme (Gestalt), sebuah kritik secara terbuka terhadap pendekatan
Neorealisme dan Neoliberalisme.
Humanisme, sebagai sebuah term mulai dikenal dalam diskursus wacana
filsafat sekitar awal abad ke 19, diawali dari term humanis atau humanum
(yang manusiawi).
Neoliberalisme
Nihilisme (Friedrich Nietzsche), adalah dunia supraindrawi dan
hubungannya dengan hakikat manusia.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN ISI BUKU
BUKU UTAMA
Kelebihan : Buku yang di review memiliki tampilan yang menarik pada cover.
Gambar pada cover melukiskan secara tersirat bermakna filsafat pendidikan.
Kekurangan : Jika dilihat dari cover, buku ini lebih terlihat seperti novel, bukan
buku pembelajaran.
2. Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font :
Kelebihan : Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk
penggunaan font pada buku yang di review sudah sangat baik
Kekurangan : Pada pembahasan buku ini terdapat beberapa part atau bagian
yang mengkhususkan pada pandangan menurut Islam. Ini akan membuat
pembaca yang non muslim merasa bingung. Selain itu, sedikitnya materi
tentang aliran filsafat pendidikan.
Kelebihan : Buku tersebut telah memiliki bahasa baku sesuai dengan EYD.
BUKU PEMBANDING
2. Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font :
Kelebihan : Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk
penggunaan font pada buku yang di review sudah sangat baik
Kekurangan : Susunan isi buku terutama pada bab 8 memiliki sub judul yang
banyak sekali sehingga membuat pembaca jenuh.
Kekurangan : Bahasa terlalu kaku sehingga sulit dipahami, ada beberapa kata
yang dalam penyusunan nya kurang enak untuk dibaca.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat kami tarik kesimpulam bahwa Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sesuatu yang ada secara mendalam
sampai pada hakiatnya dengan menggunakan akal atau pikiran. Filsafat
memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari filsafat pendidikan.
Filsafat dijadikan sebagai media yang berguna untuk menyusun proses
pendidikan, serta menyelaraskan dan mengharmoniskan dan meneragkan nilai-
nilai dan tujuan yang akan dicapai. Dalam pelaksanaanya filsafat pendidikan
menggunakan pancasila sebagai dasardalam pelaksanaan pendidikan.
B. Saran
Saya berharap adanya perbaikan terhadap kesalahan yang terdapat pada buku
ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai filsafat
pendidikan pembuatan critical book review.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. (2015). Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana, Tersedia dari in.b-
ok.as