Anda di halaman 1dari 99

PERANAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN SAMPAH WISATA

DI KABUPATEN PINRANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH)
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Parepare

Oleh :

ANDI M.FADEL
NIM : 216360021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2020/2021

i
HALAMAN JUDUL

PERANAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN SAMPAH WISATA


DI KABUPATEN PINRANG

Oleh

ANDI M. FADEL
216360021

Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi


Sarjana Hukum Konsentrasi Hukum Lingkungan
Program Studi Ilmu Hukum

Pada

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

i
2020/2021
 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya atas nama Andi M. Fadel, Nim 1216360021 mahasiswa Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Parepare, menyatakan
bahwa skripsi dengan judul “Pernanan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah
Wisata di Kabupaten Pinrang,” adalah betul karya tulis sendiri, bukan hasil
duplikasi dari hasil karya orang lain, kecuali pada bagian yang telah dirujuk dan
disebutkan dalam catatan kaki dan daftar pustaka. Jika dikemudian hari terbukti
melakukan penyimpangan dalam penyusunan skripsi ini sepenuhnya tanggung
jawab ada pada penyusun.

Pinrang, 25 Juni 2021


21 Syawal 1442 H

Penulis,

Andi M. Fadel
NIM: 216360021

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten Pinrang

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Program
Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Parepare

Diajukan oleh:

Andi M. Fadel
216 360 021

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Asram A.T. Jadda, SHI., M.Hum    Wahyu Rasyid,S.H.,M.H


NBM. 876 731 NBM. 129 5561

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum Ketua Program Studi


Universitas Muhammadiyah Parepare Ilmu Hukum

Dr. Ibrahim Fattah, S.H., M.H Wahyu Rasyid, S.H.,M.H.


NBM. 834 413 NBM. 129 5561

iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul, “Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di


Kabupaten Pinrang" yang disusun oleh Andi M. Fadel NIM: 216 360 021,
mahasiswa Program studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Parepare, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang ujian
akhir yang diselenggarakan pada hari Senin, tanggal 25 Juni 2021 M, bertepatan
pada 11 Syakban 1442 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, Program Studi Ilmu Hukum.
Parepare, 25 Juni 2021
11 Syakban 1442 H

DEWAN PENGUJI:

Ketua Panitia : (…………………….)

Sekertaris : (…………………….)

Pembimbing I : (…………………….)

Pembimbing II: (…………………….)

Penguji I : (…………………….)

Penguji II : (…………………….)

Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum Ketua Program Studi
Universitas Muhammadiyah Parepare Ilmu Hukum

Dr. Ibrahim Fattah, S.H,.M.H Wahyu Rasyid, S.H.,.M.H


NBM. 834 413  NBM. 129 5561

iv
KATA PENGANTAR

‫ــــــــــــــــــم هللاِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬


ِ ‫س‬
ْ ِ‫ب‬

Segala puji bagi Allah, karena atas berkat, rahmat, dan pertolongan-Nya
sehingga skripsi ini dapat selesai pada waktunya. Teriring salam dan salawat
semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬yang telah
membawa kita dalam hidayah, nikmat iman dan Islam.
Skripsi ini sendiri berjudul, “Peranan Hukum Dalam Pengelolaan
Sampah Wisata di Kabupaten Pinrang” yang disusun oleh penulis dalam rangka
menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Parepare, dan meraih gelar Sarjana
Hukum (S.H.). Skripsi diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan pihak-
pihak terkait untuk mewujudkan kinerja ataupun peningkatan kualitas layanan
yang sadar hukum. Sekaligus bisa menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya
pada topik yang serupa, dan referensi lainnya.
Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah memberikan sumbangsihnya sehingga skripsi ini bisa selesai.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih
dan rasa hormat yang tak terhingga kepada:
1. Orang tua tercinta yaitu: Bapak Andi Winarno dan Ibu Hj. P. Rusni yang
sangat saya cintai dan saya hormati yang setiap saat dengan cucuran keringat
dan dukungan yang tulus serta doanya dalam membesarkan penulis dengan
kasih sayang.
2. Bapak Drs. H. M. Nasir S., M.pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Parepare dan para Wakil rektor
3. Bapak Dr Ibrahim Fattah, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Parepare.
4. Bapak Asram A.T Jaddah, S.Hi., M.Hum selaku Wakil Rektor I dan
pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Parepare.

v
5. Bapak Wahyu Rasyid, S.H,. M.H selaku ketua jurusan dan wakil dekan I & II
Sekaligus pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Parepare.
6. Para Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Parepare
yang tidak dapat disebut satu persatu.
7. Teman-temaan seperjuangan Ilmu Hukum yang telah memberikan doa dan
dukungan serta kerjasama dengan penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini.
Akhir kata, dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga Allah
‫ ﷻ‬selalu melimpahkan keberkahan dalam penulisan ini dan bernilai pahala
di sisi-Nya. Saran dan kritik senantiasa penulis terima demi kesempurnaan
penulisan ini dan penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkannya.
Wassalamu Alaikum Warahatullahi Wabarakatuh

Pinrang, 12 Juni 2021


21 Syawal 1442 H

Penulis,

Andi M. Fadel
NIM: 216360021

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ………………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI …………………………………….... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ………………………………………………………………….…. x
ABSTRAK ……………………………………………………………………... xi
BAB I. PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penulisan
A. Manfaat Teoritis ....................................................................... 5
B. Manfaat Praktis ....................................................................... 5
1.5 Defenisi Operasional
A. Peranan Hukum ....................................................................... 7
B. Pengelolaan Sampah ............................................................... 7
C. Kawaan Wisata ......................................................................... 8
D. Wisata Alam ............................................................................. 8
E. Kabupaten Pinrang .................................................................. 8
F. Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di
Kabupaten Pinrang .................................................................. 9
1.6 Orisinilitas Penelitian .......................................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku ............................................................... 12
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku ....................... 13
2.1.3 Faktor Penyebab Perilaku Merusak Lingkungan Hidup ....... 14

vii
2.1.4 Perilaku Hukum .................................................................... 17
2.2 Wisata Alam
2.2.1 Pengertian Wisata Alam ........................................................ 17
2.2.2 Karakteristik Objek dan Daya Tarik Wisata Alam ............... 18
2.3 Lingkungan Hidup
2.3.1 Pengertian Lingkungan Hidup ............................................... 20
2.3.2 Unsur-Unsur Lingkungan Hidup ............................................ 21
2.3.3 Ekosistem ............................................................................... 22
2.3.4 Pengaruh Perilaku Manusia Terhadap Lingkungan Hidup ... 23
2.3.5 Global Warming ..................................................................... 24
2.4 Hukum Lingkungan
2.4.1 Pengertian Hukum Lingkungan dan Ruang Lingkup ............. 25
2.4.2 Kebijakan Hukum Lingkungan ............................................. 29
2.4.3 Kedudukan Hukum Lingkungan Dalam Sistem Hukum ..... 33
2.4.4 Hak-Hak Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan ........ 35
2.5 Dasar Hukum Terkait Lingkungan Wisata ........................................ 38
2.6 Kerangka Teori .................................................................................. 45
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 47
3.2 Objek dan Lokasi Penelitian ............................................................. 47
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 47
3.4 Bahan Hukum
3.4.1 Bahan Hukum Primer ............................................................. 48
3.4.2 Bahan Hukum Sekunder ....................................................... 49
3.4.3 Bahan Hukum Tersier (Penunjang) ....................................... 49
3.5 Teknik Analisa Data .......................................................................... 49
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 51
4.1.1 Kabupaten Pinrang ................................................................. 51
4.1.2 Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pinrang
………………………………………………………………. 52

viii
4.1.3 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pinrang .…………….. 55
4.1.4 Pantai Lowita …………….………………………………… 57
4.1.5 Puncak Karomba .................................................................... 58
4.2 Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten
Pinrang .............................................................................................. 59
4.2.1 Pemahaman Hukum ………………………………………... 60
4.2.2 Kesadaran Hukum ………………………………………….. 65
4.2.3 Periaku Hukum …………………………………………...… 69
Efektivitas Penerapan Hukum di Lingkungan Wisata …………………………. 71
4.2.4 Faktor Hukum ……………………………………………… 71
4.2.5 Faktor Penegak Hukum ………………;;…………………... 75
4.2.6 Faktor Sarana dan Fasilitas ………………………………… 76
4.2.7 Faktor Masyarakat ………………………...……………...… 77
4.2.8 Faktor Kebudayaan ………………………………………… 77
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 80
5.2 Saran ………………………………………………………………... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... lxxxii
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………...…………. lxxxviii
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….. xcii

ix
ABSTRACT

ANDI M.FADEL (1216 360 021). The authors raised the title of the thesis "The
Role of Law in Tourism Waste Management in Pinrang Regency" (supervised by
Asram A.T Jadda, S.HI., M.Hum., and Wahyu Rasyid, S.H, M.H.). Study
Program of Law Faculty of Law, University of Muhammadiyah Parepare. A
tourist attraction is one that must be kept clean, because what is offered to visitors
is beauty. What happens if the beauty offered is far from beautiful? Of course,
visitors will think twice about coming again. One of the causes of damage to the
beauty of tourist attractions is waste that is not managed properly. The research,
entitled "The Role of Law in Tourism Waste Management in Pinrang Regency",
has a problem formulation: What is the role of law in tourism waste management
in Pinrang Regency?; and Has the application of the law in tourism waste
management in Pinrang Regency been effective? The purpose of this study is to
determine the role of law in tourism waste management in Pinrang Regency, and
the effectiveness of the application of law in tourism waste management in
Pinrang Regency. This study uses a qualitative research type with an empirical
normative approach. The source of the data used is to examine things that are
theoretical by using secondary data, such as, rules, norms and legal rules that
apply in laws and regulations, studying books, and other documents related to this
research. Also conducting direct observations to several tourist objects in Pinrang
Regency, conducting interviews with managers and visitors of tourist attractions.
Based on this research, it shows that managers and visitors do not know for sure
about the relevant legal regulations regarding waste management. The research
also shows the need for special legal regulations related to waste management in
the tourism environment, considering the character of the community when
individuals are different when they become tourist visitors. As for dealing with
waste management in the tourist environment, namely by conducting socialization
on the prohibition of throwing garbage by using the media entry ticket, brief
explanations by officers about the cleanliness of tourist attractions, installations
related to waste and the sanctions, and intensive socialization on social media
related to the appeal to maintain the cleanliness of the tourist attraction
environment. from trash. This research also proposes the issuance of special
regulations for waste management in the tourism environment, so that waste
management can be more effective and on target.

Keywords: Tourism Waste, Cleanliness, Waste Management

x
ABSTRAK

ANDI M. FADEL (1216 360 021). Penyusun mengangkat judul skripsi “Peranan
Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten Pinrang” (dibimbing
oleh Asram A.T Jadda, S.HI., M.Hum., dan Wahyu Rasyid, S.H, M.H.). Program
Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Parepare. Objek
wisata adalah salah satu yang harus dijaga kebersihannya, karena yang ditawarkan
ke pengunjung adalah keindahan. Apa jadinya jika sesuatu kehindahan yang
ditawarkan itu jauh dari kesan indah? Tentu, pengunjung akan berpikir dua kali
untuk datang lagi. Salah satu penyebab rusaknya keindahan objek wisata adalah
sampah yang tidak dikelola dengan baik. Penelitian dengan judul “Peranan
Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten Pinrang”, memiliki
rumusan masalah: Bagaimana peranan hukum dalam pengelolaan sampah wisata
di Kabupaten Pinrang?; dan Apakah penerapan hukum dalam pengelolaan sampah
wisata di Kabupaten Pinrang sudah berjalan efektif? Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui peranan hukum dalam pengelolaan sampah wisata di Kabupaten
Pinrang, dan efektivitas penerapan hukum dalam pengelolaan sampah wisata di
Kabupaten Pinrang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan normatif empiris. Adapun sumber data yang digunakan adalah
menelah hal yang bersifat teoritis dengan menggunakan data sekunder,
diantaranya asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan, mempelajari buku-buku, dan dokumen lain yang
berhubungan erat dengan penelitian ini. Juga melakukan obepservasi langsung ke
beberapa objek wisata di Kabupaten Pinrang, melakukan wawancara dengan
pengelola dan pengunjung objek wisata. Berdasarkan penelitian ini menunjukkan
bahwa pengelola dan pengunjung belum mengetahui secara pasti tentang
peraturan hukum yang terkait tentang pengelolaan sampah. Dari penelitian ini
pula dipandang perlu adanya peraturan hukum khusus terkait pengelolaan sampah
di lingkungan wisata, mengingat karakter masyarakat ketika sebagai individu
berbeda saat ketika menjadi pengunjung wisata. Adapun solusi untuk menangani
pengelolaan sampah di lingkungan wisata yaitu dengan melakukan sosialasi
larangan membuang sampah dengan memanfaatkan media tiket masuk, penjelasan
ringkas oleh petugas tiket tentang kebersihan objek wisata, pemasangan
pengumuman terkait pasal pelanggaran terkait persampahan berikut sanksinya,
dan gencar melakukan sosialisasi di media sosial terkait himbauan menjaga
kebersihan lingkungan objek wisata dari sampah. Peneliatian ini juga
mengusulkan agar diterbitkannya peraturan khusus untuk pengelolaan sampah di
lingkungan wisata, agar penanganan sampah bisa lebih efektif dan tepat sasaran.

Kata Kunci : Sampah Wisata, Kebersihan, Pengelolaan Sampah

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.7 LATAR BELAKANG MASALAH


Indonesia sebagai negara kepulauan yang membentang di
khatulistiwa, memiliki pemandangan alam yang sangat spektakuler mulai dari
dalam laut hingga ke puncak gunung tertingginya. Banyaknya suku di
Indonesia juga telah menawarkan wisata budaya yang tidak kalah menarik.
Lokasi Indonesia yang berada di jalur sibuk perdagangan juga
mentransformasi Indonesia sebagai daerah tujuan maupun transit dalam
berbisnis. Tidak kalah pentingnya adalah promosi pariwisata yang gencar
dilakukan oleh pemerintah menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan
wisata kelas dunia.1
Perkembangan sektor pariwisata di Indonesia cukup menjanjikan.
Hal ini terbukti dari kunjungan wisatwan semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Tercatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia
sepanjang periode Januari 2019 hingga Januari 2020 naik 1,27 juta kunjungan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto memaparkan, jumlah
Wisman tersebut naik 5.85 persen jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya.2
Akhir-akhir ini, wisata alam menjadi salah satu destinasi favorit baik
turis lokal maupun mancanegara. Sebagai negara dengan surga keindahan
alam, Indonesia menjadi salah satu destinasi terbaik untuk merasakan damai
dan sejuknya suasana, melepaskan penat baik dengan keluarga maupun
dengan teman yang sehobi. Keberadaan media sosial dengan suguhan
pemandangan yang menarik, membuat orang semakin penasaran menjelajahi
alam. Tentu menjadi keuntungan tersendiri, baik bagi negara maupun bagi

1
Ahmad Sofian, dkk, Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis, (Jakarta: Prenada Media Group, 2018)
hlm. 271
2
Badan Pusat Statistik (BPS) No. 25/03/Th. XXIII tanggal 02 Maret 2020, tentang Perkembangan
Pariwisata dan Transprtasi Januari 2020, hlm. 2

1
masyarakat yang bermukim di sekitar area wisata. Perekonomian semakin
menggeliat, sumber-sumber pendapatan semakin beragam.
Di Kabupaten Pinrang, terdapat beberapa destinasi wisata alam yang
cukup menarik, mulai dari destinasi air terjun, gunung, hutan, pantai, dan
masih banyak lagi yang lain. Masing-masing dari destinasi itu tentunya harus
dijaga kelestarian alamnya agar semakin menarik untuk dikunjungi.
Setidaknya ada 10 (Sepuluh) destinasi wisata alam favorit dari sekian banyak
destinasi wisata di Kabupaten Pinrang yang paling sering dikunjungi
wisatawan lokal maupun wisatawan asing, yaitu: Pantai Lowita, Air Terjun
Kalijodoh, Puncak Karomba, Permandian Air Panas Sulili, Pantai Ujung Tape,
Air Terjun Karawa, Pantai Dewata Wakka, Pantai Harapan Ammani, Gunung
Tirasa, dan Air Terjun Sarambu.3
Perkembangan sektor pariwisata cenderung tidak diikuti oleh
pengelolaan kawasan wisata yang baik. Salah satu aspek yang paling
menyolok adalah terkait pengelolaan sampah di kawasan wisata. Keberadaan
pengunjung destinasi wisata sering kali membawa masalah tersendiri. Tidak
sedikit yang datang mengunjungi tempat wisata hanya bermodalkan rasa
penasaran dan atau kepentingan menikmati yang disajikan oleh alam, tanpa
menghiraukan timbal baliknya bagi alam. Perilaku membuang sampah
sembarangan, merusak tanaman, dan lainnya hanya karena ingin mengambil
angel yang pas saat memotret. Mengganggu hewan, berburu, atau mencemari
air, membuang sambah di laut, atau melalukan tindakan-tindakan yang
merusak lainnya.
Tak terhitung berapa bangunan di tempat wisada yang menjadi objek
coret-coret, berapa banyak pohon yang menjadi rusak karena tulisan-tulisan
dari tangan jahil di batang pohon. Semuanya bertujuan untuk dikenang, tetapi
sama sekali tidak meninggalkan jejak baik di tempat wisata. Selain merusak
lingkungan, perbuatan itu pun cenderung mengurangi pesona tempat wisata,
bahkan terkesan jorok.

3
Celebes WWW, “Tempat Wisata Pinrang" https://www.celebes.co/tempat-wisata-pinrang,
diakses 21 April 2020

2
Belum lagi berbicara laut. Wisata pantai yang biasanya menjadi
favorit juga menjadi tempat paling sering ditemukan sampah menumpuk
terbawa arus hingga ke tengah lautan, merusak kehidupan biota laut dan
keberlangsungan hidup ikan-ikan yang terpaksa memakan sampah hasil
buangan wisatawan. Sebagai media dengan pencemaran yang cepat, air laut
menjadi media tidak bersahabat lagi bagi hewan-hewan yang habitatnya di air.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Sampah, di Pasal 24 menjelaskan bahwa setiap orang
dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang
berwawasan lingkungan4. Lanjut, di Pasal 25 menerangkan bahwa Pengelola
kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan
fasilitas pemilahan sampah.5
Lalu, di Pasal 40 ditekankan tentang larangan terkait sampah. Setiap
orang dilarang: melakukan kegiatan impor sampah; mencampur sampah
dengan limbah berbahaya dan beracun; mengelola sampah yang menyebabkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; membakar sampah di jalan, jalur
hijau, taman, di dalam TPS (Tempat Pembuangan Sampah), disekitar TPS itu
sendiri, TPA (Tempat Pembuangan Akhir), dan tempat-tempat umum lainnya;
membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
dan melakukan penanganan sampah dengan sistem pembuangan terbuka di
tempat pemrosesan akhir.6
Masih di Perda yang sama pada ketentuan pidannya, Pasal 23
menjabarkan bahwa Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 24, Pasal 25,
Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 40 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).7

4
Pasal 24 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah
5
Pasal 25 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah
6
Pasal 40 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah
7
Pasal 43 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah

3
Memang di sepanjang tempat wisata akan ditemui himbauan
menjaga kebersihan lingkungan, baik berupa larangan membuang sampah
sembarangan maupun larangan untuk memotong, merusak tanaman,
mengganggu hewan, dsb yang ditulis di tempat-tempat yang ramai dikunjungi
atau di pintu masuk destinasi. Namun, semuanya itu kurang direspon oleh
pengunjung. Keberadaan petugas lapangan untuk menjaga alam wisata juga
tidak cukup membantu. Saat semua pengunjung sudah pulang, maka yang
tersisa adalah sampah-sampah yang mereka tinggalkan.
Di sisi lain, belum adanya aturan spesifik yang mengatur tentang
keharusan menjada lingkungan area wisata. Aturan yang ada masih sangat
umum mengenai menjaga kebersihan lingkungan, dan tidak adanya penerapan
sanksi yang tegas bagi mereka yang merusak alam dan lingkungan wisata.
Pada Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kab. Pinrang No. 1 tahun
2016 tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata, hanya mengatur sanksi bagi para
pelaku pariwisata8, tidak mengkhususkan Perda di tingkat individu atau
perorangan. Namun, sanksi tersebut bisa menjadi acuan oleh Pemda
Kabupaten Pinrang dalam menyusun Perda yang dimaksud.
Berdasar dari urgensitas pelestarian alam di kawasan wisata, maka
dipandang perlu adanya sanksi tegas untuk para pengunjung yang mengotori
lingkungan atau merusak lingkungan wisata. Hal ini diperlukan untuk
melestarikan dan menjaga keasrian tempat wisata yang menjadi salah satu
sumber pendapatan pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Penegasan
hukum pada perusak lingkungan tidak hanya untuk memberi efek jera kepada
pelaku, tetapi terlebih untuk menjaga eksistensi tempat wisata agar terus
dalam kondisi baik sealami mungkin. Tentunya akan berdampak pada
kunjungan wisatawan yang semakin meningkat.
Dari permasalahan tersebut di atas akan dilakukan penelitian tehadap
keberlangsungan kelestarian lingkungan wisata kaitannnya dengan hukum:
“Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten
Pinrang”.

8
Pasal 9 Perda Kab. Pinrang Nomor 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata

4
1.8 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana peranan hukum dalam pengelolaan sampah wisata di
Kabupaten Pinrang?
1.2.2 Apakah penerapan hukum dalam pengelolaan sampah wisata di
Kabupaten Pinrang sudah berjalan efektif?

1.9 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk mengetahui peranan hukum dalam pengelolaan sampah wisaya
di Kabupaten Pinrang.
1.3.2 Untuk mengetahui efektivitas penerapan hukum dalam pengelolaan
sampah wisata di Kabupaten Pinrang

1.10 MANFAAT PENULISAN


1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.1.1 Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan pemikiran khususnya tentang lingkungan
yang nyaman di area wisata.
1.4.1.2 Diharapkan menjadi bahan kajian ilmu hukum khususnya
terkait hukum lingkungan di area kawasan wisata.
1.4.1.3 Agar dapat menjadi bahan referensi ilmiah untuk penelitian
serupa dan atau memiliki makna yang terkait dengan penulisan
ini, tentang hukum lingkungan di area wisata.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Kalangan Penegak Hukum
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan, pemahaman, dan gambaran mengenai
penegakan hukum lingkungan di lingkungan wisata.
b. Diharapkan menjadi bahan kajian, referensi penegakan
hukum lingkungan di area kawasan wisata.
1.4.2.2 Bagi Pejabat Pemerintah

5
a. Sebagai panduan untuk menciptakan kondisi lingkungan
wisata yang nyaman.
b. Sebagai wadah untuk membuat peraturan yang menjaga dan
melestarikan kawasan wisata agar memiliki daya tarik lebih
1.4.2.3 Bagi Masyarakat
a. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya menjaga
kelestarian tempat wisata.
b. Menjadi bahan evaluasi untuk penerapan peraturan hukum di
tempat wisata terkait kerusakan dari tangan-tangan
pengunjung.
1.4.2.4 Bagi Penulis
a. Penulisan ini diharapkan dapat melatih dan mengasah penulis
dalam mengkaji dan menganalisis teori-teori yang pernah
didapat di bangku perkuliahan.
b. Menjadi pengetahuan baru guna menambah wawasan dan
cakrawala dalam pengembangan keilmuan, khususnya
mengenai hukum lingkungan di area wisata.
c. Sebagai bahan penelitian untuk penyusunan akhir dalam
meraih gelar sarjana di bidang hukum.

1.11 DEFENISI OPERASIONAL


Defenisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan
pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah
judul penelitian. Sesuai dengan judul penelitian peneliti yaitu “Peranan
Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten Pinrang”.
Maka, defenisi operasional yang perlu dijelaskan yaitu:
1.5.1 Peranan Hukum
Peranan Hukum berasal dari kata “Peranan” dan “Hukum”.
Menurut Wikipedia, peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status).
Ketika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

6
kedudukannya, maka orang tersebut telah menjalankan suatu peranan.
Peranan dan kedudukan saling tergantung satu sama lain.9
Hukum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah
peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang,
peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan
sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan
oleh hakim (dalam pengadilan); vonis.10
Dapat disimpulkan bahwa peranan hukum adalah kedudukan
hukum terhadap permasalahan yang terkait dengan peraturan-perturan
perundang-undangan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat
yang menjadi patokan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
1.5.2 Pengelolaan Sampah
Pengelolan Sampah, berasal dari kata “Pengelolaan” dan
“Sampah”. Menurut Wikipedia, Pengelolaan sampah adalah
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, mendaur ulang dari material
sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang
dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, atau
estetika.11
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
tahun 2008, Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah.12
1.5.3 Kawasan Wisata

9
Wikipedia WWW, “Peranan” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Peranan, diakses 16 Maret 2021
10
KBBI Daring WWW, “Hukum” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Hukum, diakses 21 April
2020
11
Wikipedia WWW, “Pengelolaan Sampah” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan-sampah,
diakses 16 Maret 2021
12
Pasal 1 Ayat 5 Undang-Undang No. 18 tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah

7
Kawasan wisata gabungan dari dua kata, kawasan dan wisata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kawasan adalah daerah
(sekitar); lingkungan.13
Wisata adalah bepergian bersama-sama (untuk memperluas
pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya); bertamasya;
piknik.14
Kawasan wisata adalah suatu kawasan yang mempunyai
luas tertentu yang sengaja dibangun dan disediakan untuk kegiatan
pariwisata atau jasa wisata. 15
1.5.4 Wisata Alam
Wisata alam adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik
alam dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik itu alami
maupun budidaya.16
1.5.5 Kabupaten Pinrang
Dilansir dari laman website Wikipedia, Kabupaten
Pinrang adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Kabupaten ini terletak 185 km dari Makassar arah
utara yang berbatasan dengan Kabupaten Polawali Mandar Provinsi
Sulawesi Barat, luas wilayah 1.961,77 km2 yang terbagi ke dalam 12
Kecamatan, meliputi 68 desa dan 36 kelurahan yang terdiri dari 86
lingkungan dan 189 dusun.17
1.5.6 Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten
Pinrang

13
Ibid., hlm. 675
14
KBBI Daring WWW, “Wisata” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Wisata, diakses 21 April
2020
15
Arsi Tag WWW, “Kawasan Pariwisata” https://www.arsitag.com/article/kawasan-pariwisata,
diakses 21 April 2020
16
Kanal Pengetahuan WWW, “Pengertian Wisata Alam” https://www.kanal.web.id/pengertian-
wisata-alam, diakses 21 April 2020
17
Wikipedia WWW, “Kabupaten Pinrang” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pinrang,
diakses 03 Mei 2020

8
Suatu telaah yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa
pentingnya penerapan hukum dalam pengelolaan sampah wisata dari
perilaku manusia pada lingkungan wisata di Kabupaten Pinrang dalam
beberapa tahun terakhir ini.

1.12 ORISINALITAS PENELITIAN


Agar tidak dianggap plagiat, sebuah karya haruslah memperhatikan
keaslian (orisinalitas) karya tersebut. Orisinalitas merupakan kriteria utama
dan kata kunci dari hasil karya akademik, misalnya dalam penyusunan skripsi,
tesis, dan desertasi. Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan
penelitian, maka peneliti mengambil sampel dari penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya yang mirip dengan penelitian yang dilakukan peneliti.
Adapun penelitian yang dimaksud, sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Zulharman, Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin tahun 2016, dengan judul penelitian: “Penegakan
Hukum Lingkungan Administrasi Dalam Upaya Perlindungan Kawasan
Karst di Kabupaten Maros".
2. Penelitian yang dilakukan oleh Octavianus Pasang, Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin tahun 2017, dengan judul penelitian:
"Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Daerah
Dalam Pengembangan Objek Wisata Lolai di Kabupaten Toraja Utara".

Kedua penelitian di atas memiliki kesamaan dengan penelitian


penulis. Keduanya meninjau aspek penegakan hukum di lingkungan wisata
yang ada di Sulawesi Selatan sebagaimana penelitian yang disusun penulis.
Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti di
atas, maka penelitian yang penulis lakukan sedikit berbeda.
Peneliti Zulharman mengkaji penegakan hukum lingkungan secara
administrasi, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis lebih menekankan
aspek lingkungan dalam lingkup perilaku pengunjung wisata. Selain itu, lokasi
penelitain berbeda, penelitian yang dilakukan Zulharman terkait dengan

9
kawasan wisata Karst di Kabupaten Maros, sedangkan penelitian penulis
sendiri berlokasi di kawasan wisata alam yang ada di Kabupaten Pinrang.
Sedangkan dengan peneliti Octavianus Pasang, lokasi penelitian
berbeda. Objek Penelitian Oktavianus Pasang di kawasan wisata Lolai di
Toraja Utara, sedangkan penelitian penulis adalah kawasan wisata alam di
Kabupaten Pinrang. Selain itu, penelitian yang dilakukan Oktavianus Pasang
lebih menitikberatkan pada peranan pemerintah daerah setempat dalam
mengelola kawasan wisata Lolai di Kabupaten Toraja Utara. Sedangkan
penelitian penulis sendiri menekankan pada aspek hukum terkait perilaku
mengotori lingkungan hidup di area wisata alam.
Penelitian yang dilakakukan penulis dengan judul, “Peranan
Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten Pinrang”
adalah asli dan benar-benar hasil penelitian penulis sendiri. Hasil penelitian ini
bukanlah merupakan duplikasi atau plagiasi dari karya ilmiah orang lain. Jika
masih ada penulisan penelitian selain yang 2 (dua) penelitian yang disebutkan
di atas, baik berupa skripsi, jurnal, dan sebagainya, maka penelitian ini dapat
dijadikan pelengkap maupun pembanding. Penelitian ini menitik beratkan
pada peran efisiensi penerapan Perda untuk menjadi bagian dari kampanye
melestarikan lingkungan, dan pengelolaan sampah dengan baik dan benar.
Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian serupa yang dilakukan
sebelumnya di wilayah Kabupaten Pinrang.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI PERILAKU


2.1.1 Pengertian Perilaku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku
adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan.18
Menurut Wikipedia, perilaku adalah
serangkaian tindakan yang dibuat oleh individu, organisme, sistem,
atau entitas buatan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri atau
lingkungannya, yang mencakup sistem atau organisme lain di
sekitarnya serta lingkungan fisik (mati). Perilaku adalah respons yang
dikomputasi dari sebuah sistem atau organisme terhadap berbagai
rangsangan atau input, baik internal atau eksternal, sadar atau bawah
sadar, terbuka atau rahasia, dan sukarela atau tidak sukarela.19
Wikitionary, salah satu bagian dari Wikipedia merilis
pengertian perilaku hukum. Perilaku hukum didefenisikan sebagai
perilaku yang berakibat tuntutan hukum karena merupakan kehendak
yang melanggar (berlawanan dengan) kepentingan orang lain.20 Masih
dari Wikipedia, terkait dengan perilaku lingkungan. Dijelaskan bahwa
psikologi lingkungan (perilaku) adalah ilmu kejiwaan yang
mempelajari perilaku manusia akibat pengaruh dari lingkungan tempat
tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun
lingkungan alam. Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari
mengenai kebudayaan dan kearifan lokal suatu tempat dalam

18
Sugono, op.cit., hlm. 1127
19
Wikipedia WWW, “Perilaku” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perilaku, diakses 21 April 2020
20
Wikitionary WWW, “Perilaku Hukum” https://id.m.wiktionary.org/wiki/perilaku_hukum,
diakses 21 April 2020

11
memandang alam semseta yang memengaruhi sikap dan mental
manusia.21
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Berbicara tentang perilaku, tentu sangat erat kaitannya
dengan ilmu psikologi, sehingga rujukan terbaik mengetahui perilaku
adalah ilmu psikologi. Dalam ilmu psikologis dan juga perkembangan,
terdapat beberapa faktor-faktor yang berperan penting terhadap
perilaku manusia itu sendiri yang berkaitan dengan teori dan konsep
perilaku dalam psikologi tadi. Di antaranya:
a. Faktor Biologis
Dalam faktor ini perilaku manusia akan sangat
mempengaruhi dan juga dengan situasi serta lingkungan di mana
dia berada. Interaksi psikologi sosial juga cukup mempengaruhi
tingkah laku dan juga perilaku seseorang. Contohnya saja ketika
ketika kita merawat anak dan juga adanya motif biologis lain yang
dapat mempengaruhi perilaku manusia.22
b. Faktor Sosiopsikologis
Dalam faktor ini terdapat sebuah komponen emosional
dari kehadiran faktor sosiopsikologis pada seseorang. Komponen
yang satu ini berkaitan dengan komponen kognitif dan juga
kehadiran aspek intelektual manusia. Komponen yang satu ini juga
berpengaruh pada kebiasaan dan juga kemauan individu untuk
melakukan berbagai tindakan.23
c. Faktor Sikap
Sikap juga sangat mempengaruhi perilaku seseorang,
dimana di dalamnya terdapat tingkah laku atau tindakan seseorang,
persepsi dan juga cara berpikir seseorang yang di dalam dirinya

21
Wikipedia WWW, “Psikologi Lingkungan”
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Psikologi_lingkungan, diakses 21 April 2020
22
Hery, SE, “Tanya-Jawab Perilaku Organisasi: Edisi Lengkap, Mudah, dan Praktis", (Jakarta:
Gramedia, 2018) hlm. 17
23
Ibid.

12
merasa bahwa apa yang telah dilakukannya akan berkaitan dengan
sebuah situasi dan juga nilai yang ada di dalam dirinya.
Sikap juga sangat mempengaruhi dari adanya daya
pendorong seseorang dalam melakukan motivasi pada orang lain
yang ada di sekitarnya. Sehingga dalam hal ini juga bisa
menimbulkan sebuah pengalaman yang cukup baik.24
d. Faktor Emosi
Hal yang satu ini akan berpengaruh pada tingkah laku atau
perilaku seseorang. Di mans faktor emosi inilah yang membuat
mood mempengaruhi segala hal yang kita lakukan. Kemudian
terjadi perubahan persepsi dalam stimuli dalam merangsang alat
indra. Untuk intensitas nya sendiri memang tergantung dari diri
orang tersebut, bisa dalam skala ringan, namun bisa juga dalam
skala yang cukup kuat.
Emosi juga bisa membuat perhatian lebih meningkat pada
sesuatu hal yang membuat kita tegang, di mana di dalamnya
berkaitan juga dengan rangsangan fisiologi, detak jantung yang
kuat dan juga naiknya tekanan darah seseorang.25
e. Komponen Kognitif
Untuk faktor yang satu ini akan berkaitan dengan sebuah
kepercayaan seseorang, di mana komponen kognitif dalam
sikap merupakan sesuatu hal yang ada di dalam keyakinan, serta
sesuatu yang membuat kita membenarkan atau tidak
membenarkan. Kepercayaan ini juga bisa menimbulkan sebuah
sikap perspektif seseorang dalam menentukan sikapnya pada orang
yang ada di sekitarnya.26
2.1.3 Faktor Penyebab Perilaku Merusak Lingkukngan Hidup
Berbicara tentang faktor yang memengaruhi kerusakan
lingkungan hidup, tentu banyak hal. Bahkan setiap aspek kehidupan, baik
24
Ibid., hlm. 18
25
Ibid., hlm. 18
26
Ibid., hlm. 18

13
sosial, budaya, politik, ekonimi, dan lainnya memberikan kontribusi dalam
menciptakan perilaku merusak lingkungan hidup.
Untuk membatasi agar pembahasan tidak terlalu meluas, maka
akan dipaparkan beberapa faktor yang menyebabkan perilaku merusak
lingkungan hidup, menurut pendapat Muhammad Kemal Dermawan yang
dimuat dalam Jurnal Legislasi Vol. 6 Nomor 1 yang terkait tentang hukum
lingkungan. Menurut beliau, faktor perilaku tersebut dapat digolongkan ke
dalam 3 (tiga) kategori:
a. Pertumbuhan populasi manusia
Populasi manusia semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Keadaan ini tentunya secara tidak langusng menambah jumlah pelaku
yang menggunakan lingkungan sebagai tempat keberlangsungan
hidup. Baik sebagai tempat tinggal, tempat beraktivitas, maupun
tempat untuk mencari nafkah mempertahankan hidup.
Hasil dari aktivitas manusia itulah yang memberi kontribusi
terbesar dalam perusakan lingkungan hidup. Bahkan bisa menjadi
faktor utama timbulnya faktor perusakan lain yang semakin
menaambah ketidakseimbangan ekosistem lingkungan. Jika perilaku
konsumtif dari manusia semakin tak terkendali maka akan berbanding
lurus dengan tingkat kerusakan lingkungan hidup. Tentu ini, harus
menjadi perhatian serius oleh pemerhati lingkungan.27
b. Konsumsi yang berlebihan akan sumberdaya alam
Kebutuhan untuk memperluas dukungan materi bagi
perkembangan populasi dunia mengakibatkan masyarakat industri
menempatkan permintaan terhadap lingkungan hidup alam untuk
pertumbuhan serta stabilitas mereka yang berkelanjutan.
Pengembangan di seluruh dunia memaksa permintaan yang signifikan
atas pemenuhan dari sumber daya alam, dengan demikian mengancam
stabilitas dari ekosistem.

Muhammad Kemal Dermawan, “Perilaku Merusak Lingkungan Hidp: Perspektif Individu,


27

Organisasi, dan Institusional", Jurnal Legislasi Vol. 6 No. 1, (Maret 2011) : 77

14
Untuk mendukung kebutuhan populasi masa kini, banyak
sumber-sumber daya alam yang sedang dieksploitasi sehingga akan
menghalangi manfaatnya bagi generasi masa depan. Sebagai contoh,
populasi dari banyak spesies ikan akan jatuh di bawah ukuran yang
diperlukan untuk meyakinkan kesinambungan hidup mereka.
Sementara itu, dengan mengetahui bahwa populasi ikan sudah semakin
berkurang, orang akan meninggalkan ketergantungan pada ikan dan
mencari-cari sumber lain untuk makanan dan mata pencaharian
ekonomi.
Sementara itu, kebutuhan pembangunan gedung-gedung juga
menuntut pemenuhan berbagai bahan material seperti kayu, semen dan
pasir yang diperoleh dari pengerukan sumber daya alam yang berlebih,
sehingga semakin mempertajam kerusakan lingkungan hidup alam.28
c. Polusi
Selain perusakan lingkungan hidup diakibatkan oleh
pertumbuan populasi penduduk dan konsumsi yang berlebihan atas
sumber daya alam, masyarakat industri juga memberikan dampak
perusakan lingkungan hidup lebih lanjut, yakni terhadap ekosistem
melalui emisi dari hasil sampingan limbah dari materi yang digunakan
serta dimanipulasi.
Sebagian besar dari hasil polusi dunia adalah dari
pemborosan sistem produksi, menghasilkan perusakan sumber-sumber
daya alam yang berpengaruh pada merosotnya jaminan kesehatan
manusia dan binatang, serta mahluk hidup non hewani lainnya, yang
sebetulnya adalah populasi yang sedang dilayani.29
Secara ringkas, kita mencari cara untuk menjelaskan
kecenderungan perilaku yang merusak lingkungan hidup melalui
kondisi kelebihan populasi penduduk, konsumsi yang berlebih atas
sumber daya alam dan pengotoran lingkungan hidup.

28
Ibid.
29
Ibid., hlm. 78

15
2.1.4 Perilaku dan Hukum
Perkembangan sosial saat ini, hukum tidak dapat dilihat lagi
hanya dalam sekelompok peraturan perundang-undangan semata,
tetapi sudah waktunya hukum memahami fakta sosial yang ada, hukum
dalam perilaku yang hidup di masyarakat, hukum yang fungsional.
Seperti yang dikemukakan Satjipto Raharjo bahwa hukum
tidak dapat memaksakan, hukum harus dilihat terbuka, melihat dan
menerima apa yang terjadi dalam masyrakat, di mana hukum modern
berdampingan dengan hukum yang muncul secara spontan dalam
bentuk perilaku itu sendiri.30

2.2 WISATA ALAM


2.2.1 Pengertian Wisata Alam
Secara harfiah, wisata alam berasal dari kata wisata dan alam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wisata adalah
bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-
senang, dan sebagainya); bertamasya; piknik.31 Sedangkan alam adalah
segala yang ada di langit dan di bumi (seperti bumi, bintang,
kekuatan); lingkungan kehidupan; segala sesuatu yang termasuk dalam
satu lingkungan (golongan dan sebagainya) dan dianggap sebagai satu
keutuhan; segala daya (gaya, kekuatan, dan sebagainya) yang
menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu
yang ada di dunia ini; yang bukan buatan manusia; dunia; kerajaan.32
Wisata biasa juga disinoninkan dengan pariwisata. Dalam
Wikipedia, pariwisata diartikan sebagai suatu perjalanan yang
dilakukan untuk rekreasi ataul liburan dan juga persiapan yang
dilakukan untuk aktivitas ini. Sedangkan alam didefenisikan sebagai

30
Rianto Adi. Dkk, Sosiologi Untuk Mahasiswa Fakultas Hukum Edisi kedua, (Jakarta: Penerbit
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2020) hlm. 138
31
Sugono, op.cit., hlm. 1627
32
Ibid,. hlm. 35

16
dunia alam, dunia fisik, atau dunia materi yang mengacu kepada
fenomena dunia fisik dan juga kehidupan secara umum. Skala alam
terbentang dari sub-atomik sampai kosmik.33
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarkat, pengusaha dan pemerintah.34
Wisata alam adalah bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata
yang memanfaatkan potensi sumber daya alam, baik dalam keadaan
alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan
wisatawan memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah, men-
dapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi
dan cinta terhadap alam (Anonymous, 1982 dalam Saragih, 1993).35
Wisata alam adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik
alam dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik itu alami
maupun budidaya.
Beberapa contoh wisata alam adalah: wisata gunung, wisata
bahari, wisata gua, wisata sungai, wisata hutan, dan lain-lain.36
2.2.2 Karakteristik Objek dan Daya Tarik Wisata Alam
Menurut Fandeli (1999), dalam Fandeli (2000), sifat dan
karakter kepariwisataan alam terkait dengan Objek dan Daya Tarik
Wisata (ODTW) Alam, sebagai berikut:
a. In Situ

33
Wikipedia WWW, “Pariwisata” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pariwisata, diakses 21 April
2020
34
Ismayanti, Pengantar Pariwisata, (Jakarta: Grasindo, 2019) hlm. 3
35
Agus Rusmana, dkk, Komunikasi Budaya dan Dokumentasi Kontemporer, (Bandung: Unpad
Press) hlm. 89
36
Kanal Pengetahuan WWW, “Pengertian Wisata Alam” https://www.kanal.web.id/pengertian-
wisata-alam, diakses 21 April 2020

17
ODTW alam hanya dapat dinikmati secara utuh dan
sempurna di ekosistemnya. Pemindahan objek ke ex situ akan
menyebabkan terjadinya perubahan objek dan atraksinya. Pada
umumnya wisatawan kurang puas apabila tidak mendapatkan
sesuatu secara utuh dan apa adanya.37
b. Perishable
Suatu gejala atau proses ekosistem hanya terjadi pada
waktu tertentu. Gejala atau proses alam ini berulang dalam kurun
waktu tertentu, kadang siklusnya beberapa tahun bahkan ada
puluhan tahun atau ratusan tahun. ODTW alam yang demikian
membutuhkan pengkajian dan pencermatan secara mendalam
untuk dipasarkan.38
c. Non Recoverable
Suatu ekosistem alam mempunyai sifat dan perilaku
pemulihan yang tidak sama. Pemulihan secara alami sangat
tergantung dari faktor dalam (genotype) dan faktor luar
(phenotype). Pemulihan secara alami terjadi dalam waktu panjang,
bahkan ada sesuatu objek yang hampir tak terpulihkan, bila ada
perubahan. Untuk mempercepat pemulihan biasanya dibutuhkan
tenaga dan dana yang sangat besar, apabila upaya ini berhasil tetapi
tidak akan sama dengan kondisi semula.39
d. Non Substitutable
Di dalam suatu daerah atau mungkin kawasan terdapat
banyak objek alam, jarang sekali yang memiliki kemiripan yang
sama.40

2.3 LINGKUNGAN HIDUP


2.3.1 Pengertian Lingkungan Hidup
37
Chafid Fandeli, Perencanaan Kepariwisataan Alam, (Yogyakata: Fakultas Kehutanan UGM,
2011) hlm. 35
38
Ibid.
39
Ibid.
40
Ibid., hlm 36

18
Lingkungan hidup secara harfiah berasal dari kata lingkungan
dan hidup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lingkungan
didefenisikan sebagai daerah (kawasan dan sebagainya) yang termasuk
di dalamnya; bagian wilayah dalam kelurahan yang merupakan
lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa; golongan; kalangan;
semua yang memengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan;
konfigurasi sumber daya yang tersedia bagi pengguna.41
Masih dari KBBI, hidup diartikan sebagai masih terus ada,
bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya (tentang manusia,
binatang, tumbuhan, dan sebagainya); bertempat tinggal (diam);
mengalami kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu.42
Menurut Wikipedia, lingkungan adalah kombinasi antara
kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam
seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang
tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan
yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat
diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.43
Sedangkan defenisi hidup atau kehidupan menurut Wikipedia
adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan proses
penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak
memilikinya, baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena
mereka tidak memiliki fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai
benda mati.44
Menurut Wikipedia, Lingkungan hidup adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar manusia dan berhubungan timbal balik.45
41
Sugono, op.cit., hlm. 865
42
Ibid,. hlm. 521
43
Wikipedia WWW, “Lingkungan” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lingkungan, diakses 20 April
2020
44
WikipediaWWW, “Hidup” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hidup, diakses 20 April 2020
45
Wikipedia WWW, “Lingkungan Hidup” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lingkungan_hidup,
diakses 20 April 2020

19
Menurut Undang Undang No. 32 Tahun 2009, lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.46
2.3.2 Unsut-Unsur Lingkungan Hidup
a. Biotik
Unsur biotik adalah semua makhluk hidup yang
menempati bumi. Ada tumbuhan, hewan, dan manusia. Unsur
biotik kita di rumah ada tanaman, hewan peliharaan, dan tetangga
kita.47
b. Abiotik
Unsur abiotik meliputi benda-benda yang tidak hidup.
Contohnya tanah, air, udara, cuaca, iklim, sungai, dan gunung.
Unsur biotik sama pentingnya dengan unsur abiotik. Tanpa air dan
udara, makhluk hidup akan punah.48
c. Sosial Budaya
Unsur ini adalah unsur yang terbentuk dari aktivitas
sosial dan kebudayaan yang dilakukan oleh manusia dan
tersusun membentuk suatu sistem yang terdiri dari nilai,
gagasan, dan juga keyakinan atas perilaku sebagai makhluk
hidup yang sosial.
Perilaku, adat istiadat, dan berbagai hasil penemuan
adalah termasuk unsur sosial budaya yang ditemukan manusia
di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikuasai, seperti kebun binatang atau suaka marga satwa yang
merupakan hasil pengembangan dari hutan buatan. 49
2.3.3 Ekosistem
46
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
47
Sri Hayati, Dr, “Ilmu Pengetahuan Sosial Geografi Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2006) hlm. 51
48
Ibid.
49
Ibid., hlm. 52

20
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ekosistem
adalah keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang
berfungsi sebagai suatu satuan ekologi dalam alam; komunitas organik
yang terdiri atas tumbuhan dan hewan, bersama habitatnya; keadaan
khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen
organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.50
Menurut Wikipedia, ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem
bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang
melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan
fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu
struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme
dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang
ada.51
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang
lingkungan hidup, ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup
yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.52
Menurut Soerjani, ekosistem dicirikan dengan berfungsinya
pertukara materi dan transformasi energi yang sepeuhnya berlangsung
di antara berbagai komponen dalam ekosistem itu sendiri atau dengan
sistem di luarnya.53
2.3.4 Pengaruh Perilaku Manusia Terhadap Lingkungan Hidup

50
Sugono, op.cit., hlm. 377
51
Wikipedia WWW, “Ekosistem” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekosistem, diakses 20 April
2020
52
Pasal 1 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
53
Mukhlis, S.H., M.H. Buku Ajar Hukum Lingkungan, (Surabaya: Scopindo, 2019) hlm. 6

21
Bukan hanya manusia yang berubah karena pengaruh
lingkungan secara psikologi. Manusia pun secara timbal balik
berpengaruh pada konsistensi dan ekosistem lingkungan hidup.
Beberapa dampak positif dan negatif dari interaksi manusia dengan
lingkungan. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang ditimbulkan
dari perilaku manusia terhadap lingkungan:
a. Eksploitasi yang melampaui batas sehingga persediaan sumber
daya Alam makin menciut (depletion).
b. Punah atau merosotnya jumlah keanekaan jenis biota.
c. Berubahnya ekosistem alami yang mantap dan seimbang menjadi
ekosistem binaan yang tidak mantap karena terus menerus
memerlukan subsidi energi.
d. Berubahnya profil permukaan bumi yang dapat mengganggu
kestabilan tanah hingga menimbulkan longsor.
e. Masuknya energi bahan atau senyawa tertentu ke dalam
lingkungan yang menimbulkan pencemaran air, udara, dan tanah.
hal ini berakibat menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Pencemaran dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan
dan terhadapmanusia itu sendiri.
f. Terjadinya bencana alam, seperti: banjir, tanah longsor,
pencemaran lingkungan, kebakaran hutan, global warming, dan
sebagainya.54
2.3.5 Global Warming
Global Warming atau pemanasan global kini jadi ancaman
serius bagi bumi dan makhluk hidup. Di sisi lain, banyak juga yang
menganggap pemanasan global hanya mitos. Untuk memahami
pemanasan global, sebaiknya simak dulu proses pemanasan yang
alami. Manusia, hewan, dan tumbuhan yang ada di bumi,
membutuhkan panas untuk bisa hidup.55
54
Ibid.
55
Kompas WWW, “Pemanasan Global: Proses, Penyebab, dan Dmpaknya”
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/06/155949969/pemanasan-global-proses-penyebab-

22
Dikutip dari Global Warming: A Very Short Introduction
(2004), panas berasal dari pancaran atau radiasi matahari. Sebagian
panas ini ditahan di bumi oleh gas-gas yang ada di atmosfer. Atmosfer
bumi terdiri dari sekitar 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, dan 1
persen gas lainnya. Sebagian gas-gas dalam 1 persen itu disebut gas
rumah kaca. Apa saja yang termasuk gas rumah kaca? Ada uap air,
karbon dioksida, ozon, metana, dan dinitrogen oksida.
Gas rumah kaca di langit ini bekerja seperti selimut. Mereka
menjaga suhu bumi tidak terlalu dingin, sekitar 35 derajat celsius.
Tanpa gas ini, suhu di bumi bisa sangat dingin, mencapai -20 derajat
celsius. Proses inilah yang membedakan bumi dengan planet lainnya.
Planet lainnya tak punya "selimut" yang pas seperti bumi. Manusia,
hewan, dan tumbuhan, tak bisa bertahan hidup di planet-planet lain.56
Dalam 200 tahun terakhir, manusia menghasilkan karbon
dioksida yang berlebih. Kita menghasilkan karbon dioksida lewat
pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.
Pembakaran yang masif ini dimulai sejak abad ke-18, ketika dunia
memasuki Revolusi Industri. Gas rumah kaca yang makin tebal ini
membuat panas matahari lebih banyak terperangkap di bumi.
Akibatnya, bumi makin hangat. Dibanding masa sebelum
Revolusi Industri, bumi makin panas sekitar 1,1 derajat celsius. Inilah
yang dimaksud dengan pemanasan global. Pemanasan ini memberi
dampak yang berbahaya bagi para penghuni bumi. Secara langsung,
peningkatan suhu membuat es atau gletser di kutub bumi meleleh. Es
itu meleleh menjadi air di lautan. Kenaikan permukaan air laut
membuat tanah yang tadinya daratan, kini menjadi laut.
Dikutip dari The Uninhabitable Earth: Life After
Warming (2019), pada 2017, terungkap bahwa dua gletser di Antartika

dan-dampaknya?page=all, diakses 20 April 2020


56
Ibid.

23
Timur meleleh hingga 18 juta ton per tahun. Hal yang sama terjadi di
Greenland. Es di sana meleleh hampir sejuta ton setiap harinya.57
Jika pemanasan terus berlangsung, bukan tak mungkin
seluruh es di kutub akan mencair. Beberapa prediksi menyebut daratan
akan mulai hilang dalam waktu 30 tahun dari sekarang. Siapa saja
yang akan terdampak? Kemungkinan sebagian besar dari populasi
manusia. Dua per tiga kota besar dunia ada di pesisir. Separuh populasi
manusia tinggal di kota-kota itu.58
Saat ini, lebih dari 600 juta atau manusia hidup berjarak 10
meter dari laut. Mereka terpaksa harus mencari tempat tinggal baru
dalam waktu dekat jika pemanasan global tak ditekan.59

2.4 HUKUM LINGKUNGAN


2.4.1 Pengertian Hukum Lingkungan dan Ruang Lingkup
Hukum lingkungan adalah salah satu cabang hukum yang
mengatur segala hal yang berhubungan dengan lingkungan hidup.
Disiplin hukum lingkungan eksistensinya tentu saja sejalan dengan
dinamika permasalahan lingkungan hidup yang mengalami banyak
permasalahan kaitannya dengan pembangunan.60
Hukum lingkungan menjadi sarana penting untuk mengatur
perilaku-perilaku manusia terhadap lingkungan dan segala aspeknya,
supaya tidak terjadi perusakan, gangguan, pencemaran dan
kemerosotan nilai-nilai lingkungan itu sendiri.
Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke dalam N.H.T.
Siahaan, berpandangan bahwa hukum (dalam arti tata hukum) adalah
suatu penataan terorganisasi atas perbuatan lahiriyah manusia di dalam
masyarakat. Ia mencakup keseluruhan aturan-aturan perilaku dan
struktur-struktur kekuasaan (gezagsstrukturen).
57
Ibid.
58
Suparto Wijoyo, “Kusebut Indonesia dari Keanekaragaman Menuju Keseragaman Hayati",
(Surabaya: Airlangga University Press, 2012) hlm. 17
59
Ibid.
60
Moh. Fadli, dkk. “Hukum dan Kebijakan Lingkungan", (Malang: UB Press, 2016) hlm. 30

24
Hukum dirancang untuk mencapai kebutuhan pada suatu
situasi tertentu dan pula terdorong karena faktor eksternal. Tendensi
manusia yang sadar norma sebagai landasan dan pedoman hidupnya
adalah merupakan sumber daya tersendiri dalam rangka
mengakomodasi persoalan pembangunan terhadap lingkungan di satu
segi, dan keberlanjutan pembangunan sebagai kebutuhan yang tidak
dapat dielakkan pada segi lain.
Sedangkan Rizal dan Brotosusilo (2001), mengatakan bahwa
eksistensi hukum hanya dapat terealisasi apabila dapat memenuhi dua
hal, yaitu: pertama, norma hukum demikian adalah sah menurut
kriteria validitas untuk dipatuhi oleh masyarakat; kedua, peraturan-
peraturan sekunder berupa peraturan-peraturan yang memberikan
kekuatan atau kewenangan demikian, harus dipatuhi pembentuk atau
pejabat hukum sebagai standar bagi mereka menciptakan peraturan.61
Istilah hukum lingkungan dalam beberapa bahasa asing
antara lain: Bahasa Belanda disebut milleurecht; Bahasa Inggris
dikenal istilah environmental law; Bahasa Jerman dinamakan
umweltrecht; Bahasa Perancis diartikan doit de i’environment; dan
Bahasa Arab lazim dengan istilah Qonun al-Bi’ah.
Dalam pandangan Siti Sundari Rangkuti, mengatakan bahwa
hukum lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai (waarden-
beoordelen); yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang
diharapkan diberlakukan di masa mendatang serta dapat disebut
“hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup”. Hukum lingkungan
adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia
dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat dikenakan
sanksi.
Stellinga, berpandangan bahwa hukum lingkungan
merupakan disiplin ilmu hukum yang sedang berkembang, sebagian
besar materi hukum lingkungan adalah bagian dari materi hukum

61
Ibid.

25
administrasi (administratiefrecht). Sementara Leenen dalam Siti
Sundari Rangkuti, berpandangan bahwa hukum lingkungan juga
mengandung aspek hukum perdata, pidana, pajak, internasional, dan
penataan ruang sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam
pembidangan hukum klasik.62
Dengan demikian, berdasarkan pada beberapa pengertian
dimaksud, maka substansi hukum yang merupakan materi hukum
lingkungan, mata kuliah hukum lingkungan digolongkan kedalam mata
kuliah hukum fungsional (functionale rechtsvakken), yaitu suatu ilmu
hukum yang mengandung terobosan antara berbagai disiplin ilmu
hukum klasik (tradisional).63
Untuk itu, sangat jelas bahwa hukum lingkungan sebagai
genus merupakan cabang ilmu tersendiri, namun bagian terbesar
substansinya merupakan ranting dari hukum administrasi. Dalam hal
ini sama juga dengan pandangan yang dianut di negara Anglo-
Amerika, hukum lingkungan masuk dalam golongan “public law”.64
St. Moenadjat Danusaputro membedakan antara hukum
lingkungan modern yang berorientasi kepada lingkungan atau
enironment-oriented law, dan hukum lingkunga klasik yang
berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau use-oriented law.
Hukum lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma-norma
guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk
melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi
untuk menjaga kelestariannya agar dapat secara langsung terus
menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi
mendatang. Sebaliknya, hukum lingkungan klasik menetapkan tujuan
dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin
penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan
berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil
62
Ibid., hlm. 31
63
Ibid., hlm. 32
64
Ibid., hlm. 32

26
semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-
singkatya.65
Pengertian hukum lingkungan sebagaimana yang tercantum
dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup (UPPLH) No. 32 tahun 2009,
dinyatakan bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup) adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya.66
Berdasarkan dari berbagai pengertian tentang hukum
lingkungan dimaksud, maka ruang lingkup hukum lingkungan
memiliki unsur keistimewaan, yakni dengan dimasukkannya manusia
dan perilakunya sebagai komponen lingkungan. Mengapa manusia dan
perilaku manusia dimasukkan dalam komponen lingkungan? Hal ini
mengandung arti bahwa manusia tanpa perilakunya, tidak mungkin
bisa membawa lingkungan kearah kerusakan atau pencemaran.
Walaupun dalam kenyataannya kerusakan lingkungan terjadi
akibat alam, misalnya gempa, banjir, dan sebagainya, kerusakan dan
pencemaran lingkungan yang hampir terjadi dipastikan diakibatkan
oleh adanya ulah atau perilaku manusia itu.
2.4.2 Kebijakan Hukum Lingkungan
Kebijakan (kebijaksanaan) hukum lingkungan adalah
merupakan bagian fundamental didalam mengartikulasikan sekaligus
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam hukum
lingkungan itu sendiri. Tidak terlepas dari gerak perkembangan dan
perubahan di segala bidang tidak terkecuali dengan perkembangan
masalah pembangunan dan lingkungan hidup, maka pada dasarnya

65
Sari Marlina, M.Si., “AspAs-Aspek Hukum Lingkungan I", (Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia
Press, 2018) hlm. 3
66
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

27
hukum lingkungan hadir tidak hanya sebagai lembaga yang otonom
yang berfungsi sebagai sarana kontrol sosial, melainkan masuk
kedalam segala bidang kehidupan masyarakat modern yang dapat
digunakan sebagai sarana melakukan suatu perubahan.67
Kondisi riil ini sejalan dengan apa yang telah digambarkan
oleh Soetandyo Wignyosoebroto, bahwa “lebih menekankan
keberhasilan pembangunan, di mana pemikiran-pemikiran yang
terlampau pragmatik mencuat kedepan, tidal urung dalam era Orde
Baru-yang menyebut dirinya orde pembangunan ini-hukum acap kali
diperlakukan sebagai sarana, dan harus berkhidmat kepada tujuan-
tujuan pembangunan itu sendiri. Alih-alih berfungsi sebagai tujuan,
bukan sekali dua kali bahwa hukum itu difungsikan untuk
merasionalisasi kebijaksanaan-kebijaksanaan khususnya
kebijkasanaan-kebijaksanaan eksekutif”.68
Dalam pandangan Siti Sundari Rangkuti, dinyatakan bahwa
Hukum seharusnya mempunyai kedudukan dan arti penting dalam
pemecahan masalah lingkungan dan berfungsi sebagai dasar yuridis
bagi pelaksanaan kebijakan negara/pemerintah dalam mengelola
lingkungan hidup. Apabila Kebijakan lingkungan kemudian
dirumuskan dalam rangkaian norma yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan lingkungan, maka dalam arti sempit dapat
disebut sebagai kebijakan hukum lingkunganatau sering pula disebut
politik perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.69
Kebijakan hukum lingkungan dalam arti sempit adalah
penentuan konsep, proses, strategi, dan siasat yang terumuskan secara
sistematis berkenaan dengan rencana, program, proyek, dan kegiatan
pemerintah dan masyarakat sebagai sarana pencapaian tujuan
pengelolaan lingkungan hidup melalui pendayagunaan peraturan
perundang-undangan beserta kelembagaannya.
67
Fadli, op.cit,. hlm. 43
68
Ibid.
69
Ibid.

28
Sedangkan dalam pengertian luas, bahwa kebijakan hukum
lingkungan adalah bertalian dengan dimensi kebijaksanaan yang
mengandung arti serangkaian tindakan hukum sebagai wujud nyata
dari kewenangan pemerintah, atau dengan kata lain kebijaksanaan
adalah berkaitan dengan pembangunan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat terkait dengan
persoalan lingkungan.70
Kebijakan hukum lingkungan dapat digolongkan dalam
beberapa aspek berikut ini:
a. Kebijaksanaan adalah kebijakan yang dibuat oleh administratur
negara, atau administratur publik. Jadi, kebijaksanaan adalah
segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh
pemerintah. Pertanyaan pertama, kenapa berkenaan dengan "segala
sesuatu"?. Ini karena kebijakan publik berkenaan dengan setiap
aturan main dalam kehidupan bersama, baik yang berkenaan
dengan hubungan antarwarga maupun antara warga dan
pemerintah. Pertanyaan kedua, kenapa istilah yan dipakai
"dikerjakan"? Ini karena "kerja" sudah merangkum proses "pra"
dan "pasca", yaitu bagaimana pekerjaan tersebut dirumuskan,
diterapkan dan dinilai hasilnya. Istilah kerja adalah istilah yang
bersifat aktif dan memaksa karena kata kuncinya adalah keputusan.
Ketiga, kenapa "dikerjakan" dan "tidak dikerjakan"? Ini karena
"dikerjakan" dan "tidak dikerjakan" sama-sama merupakan
keputusan. Ketika kita memilih untuk bekerja sebagai pegawai
negeri dan tidak memilih bekerja sebagai pekerja partai adalah
keputusan. Pertanyaan terakhir, siapakah pemerintah itu dan
kenapa harus pemerintah yang menjadi pemegang hak atas
kebijakan? Ini pertanyaan mudah, namun sulit dijawab. Alasan
pokoknya adalah kerena definisi pemerintah sangat berbeda-beda.

70
Ibid., hlm. 44

29
Kita dapat melihat UUD 1945 pada pembukaannya menyebutkan
bahwa:
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaanya. Kemudian daripada itu, untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang bedasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial,…"71
Jadi, yang membuat kebijaksanaan adalah pemerintah
negara. Siapakah mereka? Jika di tingkat nasional adalah seluruh
lembaga negara, yaitu lembaga legislatif (MPR, DPR), eksekutif
(Pemerintah Pusat, Presiden, dan Kabinet), yudikatif (MA,
Peradilan), dan di Indonesia ditambah lembaga akuntatif (BPK). Di
tingkat daerah kota, lembaga administratur publiknya adalah
Pemerintah Daerah Kota dan DPRD Kota. Pada pemahaman yang
berlaku umum, lembaga administrasi negara dibatasi pada
pemerintah atau lembaga eksekutif. Secara khusus, kebijakan
publik sering dipahami sebagai keputusan pemerintah atau
eksekutif.72
b. Kebijaksanaan adalah kebijakan yang mengatur kehidupan
bersama atau kehidupan publik, bukan kehidupan orang seorang
atau golongan. Kebijakan publik mengatur semua yang ada di
domain lembaga administratur publik. Kebijakan publik mengatur
masalah bersama atau masalah pribadi atau golongan, yang sudah
menjadi masalah bersama dari seluruh masyarakat didaerah itu.73
71
Pembukaan UUD 1945, Alinea Ke-3
72
Fadli, op.cit., hlm. 45
73
Ibid.

30
c. Dikatakan sebagai suatu kebijaksanaan jika manfaat yang diperoleh
masyarakat yang bukan pengguna langsung dari produk yang
dihasilkan jauh lebih banyak atau lebih besar dari pengguna
langsungnya. Konsep ini disebut konsep externality atau dijadikan
istilah serapan menjadi eksternalitas. Misalnya, pemerintah
membangun jalan raya. Pengguna manfaat bukan saja pemilik
mobil, namun juga masyarakat yang sebelumnya terasing menjadi
terbuka, kegiatan ekonomi meningkat sehingga kesejateraan ikut
pula meningkat, dan seterusnya.74

Dengan demikian, dari berbagai macam pengertian tentang


kebijaksanaan, maka dapat disimpulkan bahwa undang-undang adalah
merupakan landasan hukum yang mendasari kebijaksanaan pemerintah
khususnya dalam bidang pengelolaan lingkungan dan sumber daya
alam.
Dalam konteks pengelolaan lingkungan, hubungan antara
hukum lingkungan dengan kebijaksanaan lingkungan adalah
merupakan bagian dari proses pembangunan hukum nasional.
Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia telah mempunyai dasar
hukum yang kuat dan bersifat menyeluruh serta dilandasi oleh prinsip-
prinsip hukum lingkungan.
Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan
tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan
permintaan akan sumber daya alam makin meningkat sebagai akibat
meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang. Pada lain
pihak, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya
tampung lingkungan hidup dapat menurun.75
2.4.3 Kedudukan Hukum Lingkungan Dalam Sistem Hukum

74
Ibid., hlm. 46
75
Ibid., hlm. 46

31
Pada pokok bahasan selanjutnya adalah terkait dengan
kedudukan hukum lingkungan dalam sistem hukum nasional, hal ini
menjadi sangat urgen, karena pada posisi manakah hukum lingkungan
di cakupkan, apakah hukum lingkungan termasuk dalam sistem hukum
publik ataukah dalam sistem hukum privat.
Dapat dipahami bahwa pada dasarnya sistem hukum bisa
dibedakan ke dalam dua pembagian besar, yaitu sistem hukum publik
dan sistem hukum privat. Hukum publik atau disebut pula dengan
hukum kenegaraan adalahmerupakan bidang hukum yang mengatur
hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan
antara negara dengan perseorangan (warga negara). Hukum privat atau
disebut pula dengan hukum sipil atau hukum perdata adalah bidang
hukum yang mengatur hubungan-hubungan antar individu dengan
individu yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan atau individu.76
Berkaitan dengan hukum privat, ada beberapa sarjana yang
hanya menggolongkan atau mencakupkan ke dalam hukum perdata
dan hukum dagang. Tetapi ada pula yang mencakupkan dalam
berbagai bidangnya, yang dalam hal ini terdiri dari; hukum pribadi,
hukum keluarga, hukum kekayaan atau hukum kebendaan, hukum
perikatan, hukum waris. Sedangkan hukum publik, yang terdiri dari
hukum tata negara, hukum administrasi negara atau hukum tata usaha
negara, hukum pidana, hukum internasional publik dan lainnya.
Pertanyaan yang muncul adalah, dimanakah posisi hukum lingkungan
berada di antara beberapa penggolongan hukum di atas?77
Dalam pandangan N.H.T. Siahaan, mengatakan bahwa pada
umumnya para sarjana menggolongkan hukum lingkungan ke dalam
hukum publik. Alasannya, bahwa hukum lingkungan merupakan
hukum yang mengatur hubungan-hubungan yang berkenaan dengan

76
Ibid., hlm. 47
77
Ibid., hlm. 47

32
masalah alam (tanah,pegunungan, udara, sungai, laut), sumber daya
alam (hutan, tambang, perairan, perikanan, dan sebagainya) yang
dipergunakan untuk kesejahteraan publik. Jika demikian, muncul
pertanyaan, dimanakah posisi hukum lingkungan berada diantara
cakupan hukum publi, apakah merupakan bidang tersendiri ataukah
merupakan bagian dari hukum tata negara atau hukum administrasi
negara misalnya?
Hukum lingkungan, substansi dasarnya adalah berkaitan
dengan pengaturan kepentingan publik. Misalnya, mengatur kekuasaan
negara atas lingkungan, peran serta publik atau masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan, kelembagaan negara yang mengatur dan
berkuasa atas sumber-sumber alam. Bidang-bidang demikian menjadi
bagian pokok dari hukum administrasi negara.
Hukum lingkungan yang meangatur mengenai kewenangan
dan keputusan aparatur pemerintah dalam rangka menata kewenangan
negara atas lingkungan, menjadi bagian dari hukum administrasi
lingkungan.78
2.4.4 Hak-Hak Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan
a. Hak Atas Lingkungan Yang Baik dan Sehat
Kaidah dasar yang melandasi adanya pembangunan
khususnya dibidang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia
adalah terdapat dalam pembukaan UUD 1945, pada alinea ke-4
yang berbunyi:
”Kemudian daripada itu membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
bangsa Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan

78
Ibid,. hlm. 48

33
berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradap, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.79
Ketentuan tersebut menegaskan kewajiban negara dan
tugas pemerintah untuk melindungi segenap sumber-sumber insani
Indonesia dan lingkungan hidup Indonesia guna kebahagiaan
seluruh rakyat Indonesia dan segenap umat manusia. Pemikiran
dasar ini dirumuskan lebih konkrit dalam pasal 33 ayat (3) UUD
1945, berbunyi:
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”80
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan
akan sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-
ibesarnyakemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut
haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan masa depan secara
berkelanjutan.
Dalam hal ini jaminan atas hak setiap warga masyarakat
untuk mendapatkan informasi disamping kewajiban pemerintah
dan setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan untuk
menyampaikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup. Masyarakat mempunyai hak
pendapat terhadap penerbitan izin lingkungan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan yang kemungkinan resiko
terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Berdasarkan pada pengaturan konsep hak-hak tersebut
dalam perspektif UUPPLH, hak atas lingkungan hidup yang baik

79
Pembukaan UUD 1945, Alinea ke-4
80
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial

34
dan sehat masih perlu dijabarkan lebih lanjut, terutama tentang
masalah tata laksana hukum yang dikandungnya serta perlindungan
hukum yang dijaminnya. Di Belanda, het recht op een goed en
schoon milieu diformulasikan dalm bentuk hak asasi sosial, yaitu
sebagai kewajiban pengelolaan dari penguasa yang dirumuskan
dalam Grondwet. Sedangkan di Indonesia, perumusan hak atas
lingkungan lebih jelas, tetapi penempatannya setingkat lebih
rendah, yaitu dalam ”Piagam Hak Asasi Manusia”, undang-undang
dan formulasinya berbentuk hak asasi klasik, yang menghendaki
penguasa menghindarkan diri dari campur tangan terhadap
kebebasan individu untuk menikmati lingkungan hidupnya.
Ditinjau dari bekerjanya, hak tersebut mengandung tuntutan yang
bersifat hak asasi sosial, karena sekaligus diimbangi dengan
kewajiban bagi pemerintah untuk menggariskan kebijaksanaan dan
melakukan tindakan yang mendorong ditingkatkannya upaya
pelestarian kemampuan lingkungan hidup.81
b. Hak Untuk Berperan Serta Dalam Pengelolaan Lingkungan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya masyarakat
memiliki eksistensi ganda, dalam arti keberadaannya dapat dilihat
dari beberapa aspek atau dimensi untuk pengelolaan lingkungan
hidup. Pertama, masyarakat adalah merupakan bagian dari
ekosistem lingkungan hidup; kedua, masyarakat adalah merupakan
pembangun sekaligus perusak dari lingkungan dan ketiga,
masyarakat adalah pengambil keputusan dalam konteks
pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup yang
berbasis pada pembangunan berkelanjutan, eksistensi masyarakat
perlu diarahkan supaya dapat berdaya guna secara positif dan
selanjutnya dapat mengeliminir dan atau meminimisasi tindakan-
tindakan yang tidak berguna (negative) bagi kepentingan

81
Fadli, op.cit., hlm. 56

35
perlindungan lingkungan hidup. Hal ini adalah merupakan bagian
dari pengelolaan lingkungan yang berbasis pada masyarakat.
Pengelolaan lingkungan yang berbasis masyarakat adalah ditandai
dengan adanya partisipasi anggota-anggota masyarakat yang
mengacu pada institusi atau aturan yang ada.
Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat
mendasar dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan, terutama dalam proses administratif perizinan
lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan. Asas ini
telah dituangkan dalam bentuk produk hukum, sehingga menjadi
kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap orang di Indonesia.82

2.5 DASAR HUKUM TERKAIT LINGKUNGAN WISATA


Kebijakan hukum khusus yang mendasari pelestarian lingkungan
hidup di kawasan wisata belum ada secara spesifik diterapkan oleh
pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kebijakan yang berlaku masih bersifat
umum, di antaranya:
2.5.1 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Pasal 1 Ayat 1: Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.83
b. Pasal 1 Ayat 2: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
82
Fadli, op.cit., hlm. 57
83
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

36
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.84
c. Pasal 69 Ayat 1: Larangan
1) melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup;
2) memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-
undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
3) memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4) memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
5) membuang limbah ke media lingkungan hidup;
6) membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
7) melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan
hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan atau izin lingkungan;
8) melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
9) menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau
10) memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan
yang tidak benar.85
d. Pasal 105: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit

84
Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
85
Pasal 69 Ayat 1 Undang-Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

37
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).86
e. Pasal 106: Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).87
2.5.2 Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah
a. Pasal 23: Setiap orang berhak:
1) mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik
dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah Daerah dan/atau
pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;
2) berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
penyelenggaraan dan pengawasan di bidang pengelolaan
sampah;
3) memperoleh informasi yang benar, akurat dan tepat waktu
mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah;
4) mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak
negatif dari kegiatan TPA sampah; dan
5) memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan
sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.88
b. Pasal 24: Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan
menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.89

86
Pasal 105 Undang-Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
87
Pasal 5 Undang-Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
88
Pasal 23 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah
89
Pasal 23 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah

38
c. Pasal 25: Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan
sampah.90
d. Pasal 40: Setiap orang dilarang:
1) melakukan kegiatan impor sampah;
2) mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
3) mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan;
4) membakar sampah di jalan, jalur hijau, taman, di dalam TPS, di
sekitar TPS, TPA dan tempat-tempat umum lainnya;
5) membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan
dan disediakan; dan
6) melakukan penanganan sampah dengan sistem pembuangan
terbuka di tempat pemrosesan akhir.91
e. Pasal 43: pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 24, Pasal 25,
Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 40 Peraturan Daerah ini diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).92
2.5.3 Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 2
Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup
a. Pasal 20 Ayat 1: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memiliki AMDAL93
b. Pasal 32 Ayat 1: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib AMDAL sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b.94

90
Pasal 24 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah
91
Pasal 40 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah
92
Pasal 43 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Penglolaan Sampah
93
Pasal 20 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang no. 2 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
94
Pasal 32 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup

39
c. Pasal 34 Ayat 1: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin
Lingkungan.95
d. Pasal 39 Ayat 3: Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami
perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbarui Izin Lingkungan.96
e. Pasal 47 Ayat 1: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap Lingkungan Hidup,
ancaman terhadap Ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan
dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko
Lingkungan Hidup.97
f. Pasal 49 Ayat 1: Setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup.98
g. Pasal 52 Ayat 1: Setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup wajib melakukan
pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.99
h. Pasal 56 Ayat 1: Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3
wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya.100
i. Pasal 57 Ayat 1: Setiap orang dilarang melakukan Dumping
Limbah dan/atau bahan ke media Lingkungan Hidup tanpa izin.101
j. Pasal 59 Ayat 1: Setiap orang berkewajiban menjaga dan
memelihara kelestarian fungsi Lingkungan Hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup.102
95
Pasal 34 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
96
Pasal 39 Ayat 3 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
97
Pasal 47 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
98
Pasal 49 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
99
Pasal 52 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
100
Pasal 56 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
101
Pasal 57 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
102
Pasal 59 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup

40
k. Pasal 59 Ayat 2: Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban:
1) memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup secara benar, akurat, terbuka,
dan tepat waktu;
2) menjaga keberlanjutan fungsi Lingkungan Hidup; dan menaati
ketentuan tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan/atau
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.103
l. Pasal 60 Ayat 1: Setiap orang dilarang:
1) melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup;
2) memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-
undangan ke dalam wilayah Kabupaten;
3) memasukkan Limbah yang berasal dari luar daerah kabupaten
ke media Lingkungan Hidup Daerah;
4) memasukkan Limbah B3 ke dalam wilayah Daerah;
5) membuang Limbah ke media Lingkungan Hidup;
6) membuang B3 dan Limbah B3 ke media Lingkungan Hidup;
7) melepaskan produk rekayasa genetik ke media Lingkungan
Hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan atau Izin Lingkungan;
8) melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
9) melakukan penebangan pohon pada kawasan sempadan jalan,
sungai, pantai, dan ruang terbuka hijau;
10) menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun AMDAL; dan/atau memberikan informasi palsu,
menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi,
atau memberikan keterangan yang tidak benar.104

103
Pasal 59 Ayat 2 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
104
Pasal 60 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup

41
m. Pasal 92: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 34 ayat
(1), Pasal 39 ayat (3), Pasal 47 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 52
ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 60 ayat (1), dan Pasal 68 ayat (3) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).105
2.5.4 Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata
a. Pasal 1 Ayat 7: Tanda Daftar Usaha Pariwisata, yang selanjutnya
disingkat TDUP adalah dokumen resmi yang membuktikan bahwa
usaha pariwisata yang dilakukan oleh pengusaha telah tercantum di
dalam daftar usaha pariwisata.106
b. Pasal 8 Ayat 2 point (d): memberikan kenyamanan, keramahan,
perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan;
c. Pasal 8 Ayat 2 point (j): turut serta mencegah segala bentuk
perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
hukum serta merusak obyek wisata di lingkungan tempat usahanya;
d. Pasal 8 Ayat 2 point (k): memelihara lingkungan yang sehat,
bersih, dan asri;
e. Pasal 8 Ayat 2 point (l): memelihara kelestarian lingkungan alam
dan budaya;107
f. Pasal 9 Ayat 1: Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi
berupa:108
1) peringatan tertulis;
2) pembekuan sementara TDUP; dan
3) pembatalan TDUP.

105
Pasal 92 Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup
106
Pasal 1 Ayat 7 Perda Kab. Pinrang No. 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata
107
Pasal 8 Ayat 2 Perda Kab. Pinrang No. 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata
108
Pasal 9 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata

42
g. Pasal 12 Ayat 1: Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).109

2.6 KERANGKA TEORI


Kerangka teori yang akan dikemukaan adalah terdiri dari 3 (tiga)
variabel, yaitu:
2.6.1 Lingkungan: variabel ini sebagai variabel utama yang menjadi tujuan
penelitian agar terciptanya lingkungan wisata yang nyaman.
2.6.2 Perilaku: variabel ini adalah objek penerapan kebijakan hukum terkait
seberapa efektifnya dalam meminimalisir perilaku mengotori
lingkungan wisata alam di Kab. Pinrang.
2.6.3 Kebijakan Hukum menjadi aspek yang bisa menjamin kebersihan di
lingkungan wisata alam dengan meminimalisir perilaku pengunjung
objek wisata.

Dalam penyusunan kerangka teori yang dimaksud, secara singkat


dapat digambarkan sebagai berikut;

109
Pasal 12 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata

43
PAYUNG HUKUM

 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup
 Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun
2013 tentang Pengelolaan Sampah
 Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun
2016 tentang Lingkungan Hidup
 Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 1 Tahun
2016 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata, dan
 Perda yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup tingkat
individu/perorangan

Peranan Hukum Dalam Efektivitas Penerapan Hukum


Pengelolaan Sampah Wisata Pengelolaan Sampah Wisata

TERCIPTANYA KAWASAN WISATA YANG BERSIH DAN NYAMAN

Gambar 1. Kerangka Teori

44
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 PENDEKATAN PENELIATIAN


Penelitian hukum yuridis-empiris dilakukan dengan meneliti secara
langsung ke lokasi penelitian untuk melihat secara langsung penerapan
perundang-undangan atau aturan hukum yang berkaitan dengan penegakan
hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang
dianggap memberikankaan informasi mengenai pelaksanaan penegakan
hukum tersebut.
Pendekatan penelitian dalam penelitian ini dilakukan dengan
penelitian hukum normatif empiris, yaitu penelitian hukum dengan
menginventarisasi dan mengkaji dokumen-dokumen hukum dan karya tulis
lainnya serta penerapannya pada peristiwa hukum. Selain itu, dilakukan pula
pendekatan dengan cara studi lapangan untuk mengetahui penegakan hukum
terkait dengan pengelolaan objek wisata alam di Kabupaten Pinrang.

3.2 LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN


Untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat oleh penulis,
penulis akan melakukan penelitian pada wilayah yang dimaksud. Pemilihan
daerah sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan adanya kenyataan
bahwa di lokasi tersebut terdapat objek wisata alam. Objek dari penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah pengunjung objek wisata alam: Pantai
Lowita di Kecamatan Suppa mewakili objek wisata laut dan pantai (bahari);
dan Puncak Karomba, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang mewakili
objek wisata daratan atau gunung.

3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

45
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini
ditempuh prosedur pengumpulan data sebagai berikut:110
3.3.1 Studi Pustaka adalah studi pustaka yang dilakukan untuk
mengumpulkan data sekunder, dengan cara mempelajari konsep
hukum lingkungan hubungannya teori perilaku manusia dan
lingkungan serta cara penyelesaiannya dengan cara membaca,
mengutip, mencatat dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan
permasalahan.
3.3.2 Metode Penelitian wawancara langsung dengan pihak-pihak yang
berkompeten dengan masyarakat dalam hal ini pengunjung dan
pengelola tempat wisata.
3.3.3 Studi lapangan berguna untuk mengumpulkan data primer, sedangkan
data primer diperoleh dengan cara wawancara terhadap informan dan
quisioner yang diberikan kepada responden atau melalui pengematan
langsung di lokasi objek wisata.

3.4 JENIS DAN BAHAN HUKUM


Adapun jenis bahan hukum yang diperlukan peneliti dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
3.4.1 Bahan Baku Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan
peraturan lainnya, adapun bahan hukum primer yang diperlukan
peneliti dalam penelitian antara lain:
a. Undang-Undang Dasar 1945;
b. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
c. Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah;

Sugiyono.”Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta CV, 2016)
110

hlm. 224.

46
d. Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 2
Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup;
e. Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata.
3.4.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh dari
penelitian lapangan yang bersumber dari hasil wawancara dengan
responden yang terlibat langsung atau berhubungan dengan penelitian
ini. Kegunaaan bahan hukum sekunder adalah memberikan petunjuk
kepada peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis
dan konseptual, bahkan menentukan metode pengumpulan dan analisis
bahan hukum yang akan dibuat sebagai hasil penelitian. Bagi kalangan
praktisi hukum, bahan hukum sekunder tersebut, dapat menjadi
panduan berpikir dalam menyusun argumentasi yang akan diajukan
dalam persidangan dan/atau memberikan pendapat hukum.
3.4.3 Bahan Hukum Tersier (Penunjang)
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang mendukung
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan
pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum
yang diperlukan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia
dan Kamus Hukum, serta buku-buku dan situs-situs yang ada di
internet.

3.5 TEKNIK ANALISA DATA


Teknik analisis data yang digunakan adalah setelah semua data yang
digunakan dalam penyusunan penelitian ini terkumpul (data kepustakaan
maupun data lapangan), maka dilakukan analisis data. Analisis data yang
diperoleh baik melalui studi kepustakaan maupun wawancara akan diuraikan
dan dijelaskan mengenai keadaan sebenarnya dan apa yang terjadi di
dalamnya.

47
Penelitian ini menggunakan analisis data dengan metode yang
bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyusun
gambaran atau potret suatu permasalahan tentang pola dan problematika.
Selanjutnya peneliti memaparkan data yang telah diperoleh dari studi
kepustakaan maupun wawancara sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
pemecahan permasalahan.

48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


4.1.1 Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang dengan ibu kota Pinrang terletak
disebelah 185 km utara ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, berada
pada posisi 3°19’13” sampai 4°10’30” lintang selatan dan 119°26’30”
sampai 119°47’20” bujur timur. Secara administratif, Kabupaten
Pinrang terdiri atas 12 kecamatan, 39 kelurahan dan 65 desa. Batas
wilayah kabupaten ini adalah sebelah utara dengan Kabupaten Tana
Toraja, sebelah timur dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan
Enrekang, sebelah barat Kabupaten Polmas Provinsi Sulawesi Barat
dan Selat Makassar, sebelah selatan dengan Kota Parepare. Luas
wilayah Kabupaten mencapai 1.961,77 km².
Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 Km
sehingga terdapat areal pertambakan sepanjang pantai, pada dataran
rendah didominasi oleh areal persawahan, bahkan sampai perbukitan
dan pegunungan. Kondisi ini mendukung Kabupaten Pinrang sebagai
daerah potensial untuk sektor pertanian dan memungkinkan berbagai
komoditi pertanian (tanaman pangan, perikanan, perkebunan dan
peternakan) untuk dikembangkan. Ketinggian wilayah 0–500 mdpl
(60,41%), ketinggian 500–1000 mdpl (19,69%) dan ketinggian 1000
mdpl (9,90%).111
Pada bulan Juli 2020, Kabupaten Pinrang mengalami
penambahan 1 kelurahan sebagai hasil pemekaran dari 2 kelurahan
yang terletak di Kecamatan Tiroang. Kelurahan baru tersebut adalah
Kelurahan Samaturue dengan luas 12,5 Km². Sehingga, wilayah
administratif Kabupaten Pinrang berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Pinrang Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pembentukan

111
Pemkab Pinrang WWW, “Beranda” https://pinrangkab.go.id/#, diakses 27 Mei 2021

49
Kelurahan Samaturue Kecamatan Tiroang, terbagi dalam 12
Kecamatan dan 109 Desa/Kelurahan (40 Kelurahan dan 69 Desa)
dengan luas 1.961,77 Km². Adapun Kecamatan Lembang merupakan
kecamatan terluas dengan luas 733,09 Km².112

Dari 12 kecamatan yang ada, Kecamatan Patampanua,


Duampanua dan Lembang merupakan tiga kecamatan yang memiliki
jumlah desa/kelurahan terbanyak. Kecamatan Patampanua terdiri dari
7 desa dan 4 kelurahan, Kecamatan Duampanua terdiri dari 10 desa
dan 5 kelurahan, dan Kecamatan Lembang terdiri dari 14 desa dan 2
kelurahan.113
Jumlah penduduk Kabupaten Pinrang pada tahun 2020
sebanyak 403.994 jiwa, dengan penduduk terbanyak berada di
Kecamatan Watang Sawitto (56.570 jiwa). Rasio jenis kelamin (sex
ratio) adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki
dengan penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Rasio jenis kelamin Kabupaten Pinrang tahun 2020 sebesar 97,5
(dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 97-98
penduduk laki-laki). Kepadatan penduduk adalah banyaknya
penduduk per kilometer persegi dan menjadi salah satu indikator
penyebaran penduduk di suatu wilayah. Kepadatan penduduk di
Kabupaten Pinrang pada tahun 2020 sekitar 206 jiwa/Km2. Kepadatan
penduduk tertinggi berada di Kecamatan Paleteang yaitu sekitar 1.143
jiwa/Km2. Sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan
Lembang yaitu sekitar 64 jiwa/Km2.114
4.1.2 Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pinrang
Sektor Pariwisata adalah salah satu sektor yang banyak
membantu pembangunan perekonimian di Kabupaten Pinrang selain
sektor lain yang lebih dulu eksis. Sektor Wisata ini, lanjutnya,
112
BPS Pinrang, “Geogtafi dan Iklim", Pinrang Dalam Angka 2021, (Februari: 2021) : 4

113
Ibid, hlm. 16
114
Ibid, hlm. 46

50
merupakan salah satu sektor yang jika berkembang dan dikelola
dengan baik maka berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Tingkat kunjungan wisatawan yang berkunjung ke
Kabupaten Pinrang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Dimana pada awal tahun 2017 jumlah pengunjung 43.423 wisatawan
telah mengalami peningkatan pengunjung sebanyak 54.000 wisatawan
pada tahun 2018. Selisih 10.577 dari tahun sebelumnya. Sedangkan
pada akhir periode Renstra Tahun 2019 peningkatan pengunjung
sebanyak 61.528 atau selisih 7.528 orang pada tahun 2018. Kalau
dilihat dari pencapaian dari target yang direncanakan tiap tahunnya,
rata-rata capaiannya diatas 100%.115

Grafik 1. Kunjungan Wisata Kab. Pinrang

Namun demikian, pandemi merupakan pukulan telak bagi


pengembangan sektor pariwisata tak terkecuali di Kabupaten Pinrang.
Geliat pariwisata ditengah pandemi Covid-19 tidak dipungkiri tengah
mengalami penurunan akibat pembatasan-pembatasan yang
diberlakukan bagi setiap sarana wisata. Tidak terkecuali di Kabupaten

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang, “Kinerja Bidang Pariwisata",
115

Renstra 2019-2024, (Desember 2019) : 31

51
Pinrang, hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga (Paspor) Kabupaten Pinrang, A. Suyuti.116
Dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dari tahun
ke-tahun juga berpengaruh terhadap peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dari sektor pariwisata. Pada awal tahun 2017 PAD
sektor pariwisata yang dikelola oleh pemerintah sebesar
Rp.105.765.000,- kalau di persentasekan dengan total PAD Kabupaten
Pinrang sebesar Rp.113.038.054.428,49 adalah 0,09%. Kemudian
pada tahun 2018 mengalami peningkatan pendapatan sebanyak
Rp.188.130.000,- atau 0,14% dari total PAD Rp. 130.767.357.323,38.
Selanjutnya pada tahun 2019 meningkat sebanyak 215.395.000,- atau
0,15% dari total PAD Tahun 2019. Peningkatan kunjungan wisatawan
ini menandakan daya tarik pariwisata semakin menarik dengan
penyediaan berbagai fasilitas sarana dan prasarana pendukung yang
dibangun.117

Grafik 2. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD Kab. Pinrang

116
Pemkab Pinrang WWW, “Jika Pandemi Berakhir, Sektor Pandemi Tancap Gas
https://pinrangkab.go.id/jika-pandemi-berakhir-sektor-pariwisata-pinrang-tancap-gas/, diakses 27
Mei 2021
117
Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang, op.cit., hlm. 33

52
4.1.3 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pinrang
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pinrang dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah No. 06 Tahun 2016 tentang
Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Pinrang.
Sektor lingkungan hidup merupakan salah satu sektor
pembangunan yang digalakkan oleh Pemerintah sebagai wujud upaya
pemanfaatan sumber daya alam secara Iestari dan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut
perlu dilakukan cara terencana, nasional, optimal bertanggung jawab
dengan mengutamakan asas demi efisien dan efektif sehingga laju
perekonomian dan pembangunan akan semakin terarah dan teratur
dengan senantiasa memperhitungkan kepentingan generasi sekarang
dan akan datang.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang di
embannya, dengan dukungan anggaran APBD Tahun Anggaran
2019 telah menetapkan 9 (sembilan) program kegiatan prioritas
dan strategis yaitu:
a. Program pelayanan administrasi perkantoran
b. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur
c. Progtam peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian
kinerja dan keuangan
d. Program peningkatan informasi
e. Program disiplin dan kapasitas sumber daya paratur
f. Pengembangan kinerja pengelolaan persampahan
g. Pengendalian pengendalian, pencemaran, dan perusakan
Lingkungan Hidup
h. Peningkatan penataan dan peningkatan kapasitas pengeloaan
lingkungan hidup
i. Program kebersihan pengelolaan persampahan dan limbah bahan
beracun (LB3)

53
j. Program penataan lingkunga.118
Adapun terkait penanganan persampahan, Dinas Lingkungan
Hidup Kab. Pinrang telah menyusun Program Kerja Pengembangan
Kinerja Pengelolaan Sampah, sebagai berikut:
a. Penyusunan Kebijakan manajemen Pengelolaan Sampah
b. Penyusunan Kebijakan Kerjasama Pengelolaan Persampahan
c. Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan
d. Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana
Persampahan
e. Bimbingan Teknis Persampahan
f. Kerjasama Pengelolaan Persampahan
g. Sosialisasi Kebijakan Pengelolaan Persampahan
h. Kerjasama Pengelolaan sampah antar daerah
i. Pengembangan Teknologi Pengolahan persampahan
j. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
persampahan
k. Pengambilan, Pengangkutan dan Pemilahan Sampah
l. Penyusunan Kebijakan Perizinan, Penyimpanan B3
m. Koordinas Penilaian Kota Sehat/Adipura
n. Peningkatan Operasional dan Pemeliharaan TPA dan TPST
o. Peningkatan Sarana Prasarana TPA dan TPST
p. Peningkatan Pengelolaan Sampah
q. Pengelolaan B3 dan LB3
r. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.119
4.1.4 Pantai Lowita
Pantai Lowita merupakan pantai di Pinrang yang berada di
Tasiwalie. Bisa dikatakan jika pantai satu ini menjadi pantai yang
begitu ramai oleh wisatawan bahkan di hari biasa. Ketika liburan tiba

118
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pinrang, “Program Kegiatan Prioritas dan Strategis",
Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan, (Februari, 2020) : 2
119
Dinas Lingkungan Hidup Pinrang, “Program Kerja Pengembangan Kinerja Pengelolaan
Sampah ", Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan, (Desember 2019) - 4

54
pantai cantik ini akan dipadati oleh pengunjung dari berbagai daerah.
Keindahan pantai ini akan memberikan sensasi liburan yang berbeda.
Meskipun sudah memiliki pemandangan yang indah, pantai satu ini
terus melakukan pengembangan di berbagai bidang.
Objek wisata kebanggaan Pinrang ini, akan memberikan
nuansa yang masih asri dan terjaga. Suasana yang nyaman inilah yang
membuat anda harus mengunjungi pantai ini. Jauh dari keramaian anda
bisa menikmati deburan ombak lengkap dengan hembusan angin
pantai yang menenangkan. Tempat satu ini memang sangat cocok
untuk anda yang ingin escape dari rutinitas dan menghilangkan segala
penat sebentar.
Meskipun memiliki pemandangan indah dan fasilitas yang
lengkap, tidak membuat anda harus membayar mahal jika
mengunjungi pantai ini. Anda cukup membayar biaya tiket masuk
sebesar Rp. 10 ribu. Harga tersebut tentunya bisa naik kapan saja
tergantung dari kebijakan pengelola. Namun bisa dikatakan jika harga
tersebut amat terjangkau jika melihat keindahan dari pantai satu ini.
Harga tiket tersebut juga belum termasuk dengan biaya parkir
kendaraan.
Akses menuju pantai satu ini sangat mudah dan sudah bagus.
Anda bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun lebih untuk bisa
sampai di pantai ini. Selain kendaraan pribadi anda juga bisa
menggunakan kendaraan umum berupa bis kota atau angkutan. Hanya
saja setelah tiba di desa setempat anda harus menggunakan ojek agar
bisa sampai di pantai. Untuk itu lebih baik menggunakan kendaraan
pribadi, jika dari luar kota bisa menyewanya.
Pantai Lowita memang terkenal dengan keindahan yang
dimilikinya. Sehingga jangan sampai untuk melewatkan pantai ini
ketika berkunjung ke Pinrang. Anda bisa melakukan berbagai kegiatan
menyenangkan dengan pemandangan bahari yang masih terjaga. Untuk

55
ikut menjaga keindahannya jangan membuang sampah sembarangan
dan menjadi wisatawan yang bijak.120
4.1.5 Puncak Karomba
Puncak Karomba yang sering juga disebut dengan Negeri di
Atas Awan Pinrang. Salah satu sebab Puncak Karomba disebut dengan
Negeri di Atas Awan Pinrang ini adalah letaknya yang hampir
mencapai 1.200 meter dari permukaan laut (mdpl). Jadi pagi atau sore,
pengunjung bakal menemukan hamparan awan yang menyelimuti
Puncak Karomba.

Puncak karomba ini terletak tepat di Desa Sali-sali,


Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, dan
tahukah kamu jika obyek wisata ini baru dibuka 2016 lalu, jadi bisa
dibilang obyek wisata yang measih sangat muda.
Banyak sekali hal menarik yang bisa pengunjung dapatkan
ketika kesini, salah satunya adalah mencoba fasilitas jembatan gantung
yang setiap harinya diselimuti gumpalan awan, so pasti pengujung
akan merasakan seperti sedang berjalan di atas awan.
Di Puncak Karomba juga terdapat villa yang sangat unik
dengan gaya asli dari Sulawesi Selatan dengan model Toraja, hal ini
akan memperindah feed instagram jika berfoto di sini.121
Puncak Karomba ini berada sekitar 80km dari pusat Kota
Pinrang dan dapat ditempuh sekitar 3 jam. Pengunjung bisa menuju
Polman, Sulawesi Barat, tepatnya di Desa Tuppu, Kecamatan
Lembang, belok kanan masuk ke PLTA Bakaru. Untuk sampai PLTA
ini jalan mulus bisa ditemui, walaupun banyak tikungan dan naik
turun.

120
Celebes WWW, “Pantai Lowita Pinrang", https://www.celebes.co/pantai-lowita-pinrang,
diakses 27 Mei 2021
121
Liputan 6 WWW, “Keindahan Puncak Karomba Negeri di Atas Awan Pinrang",
https://www.liputan6.com/citizen6/read/3233442/keindahan-puncak-karomba-negeri-di-atas-
awan-pinrang, diakses 27 Mei 2021

56
Setelah itu pengunjung bakal menemukan jalan yang
bercabang dua, yang kanan menuju ke PLTA, nah ambilah yang kiri
yang merupakan jalan langsung ke Puncak Karomba. Nah, di sinilah
rintangan jalan yang bisa saja sangat melelahkan karena banyak sekali
lubang dan naik turun jalanya.
Walapun akses jalan yang bisa dibilang tidak mudah, namun
hal itu akan terbayar ketika sudah sampai Puncak Karomba, karena
pengunjung benar-benar separti berada di negeri atas awan.122

4.2 Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten


Pinrang
Untuk mengetahui sejauh mana pernanan hukum dalam pengelolaan
sampah di kawasan wisata di Kabupaten Pinrang, kami melakukan wawancara
dengan pengelola dan pengunjung objek wisata di dua tempat berbeda, Pantai
Lowita dan Puncak Karomba. Objek wisata Pantai Lowita mewakili objek
wisata pantai, sedangkan Puncak Karomba sebagai objek wisata mewakili
pegunungan.
Peranan hukum adalah kedudukan hukum terhadap permasalahan
yang terkait dengan peraturan-perturan perundang-undangan untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat yang menjadi patokan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Ada 3 (tiga) indikator utama yang kami fokuskan
dalam menelaah peranan hukum dalam pengelolaan sampah di lingkungan
wisata ini yaitu: Pemahaman Hukum; Kesadaran Hukum; dan Perilaku
Hukum.
4.2.1 Pemahaman Hukum
Pemahaman hukum adalah pengertian tentang isi dan tujuan
dari suatu pengaturan dalam hukum untuk setiap orang yang
kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.123 Sedangkan objek
hukum yang dijadikan bahan adalah Peraturan Pemerintah Daerah
122
Piknik Dong WWW, “Inilah Puncak Karomba Negeri di Atas Awan Pinrang",
https://www.piknikdong.com/inilah-puncak-karomba-negeri-di-atas-awan-pinrang.html, diakses
27 Mei 2021

57
(Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Sampah.
Beranjak dari pengertian tersebut, maka penulis
mengumpulkan data dan informasi terkait peranan hukum yang
berhubungan dengan pemahaman hukum pengelola dan pengunjung
objek wisata. Dari 2 (Dua) objek wisata yang menjadi tempat
penelitian.
Suhra (30 tahun), salah satu pengelola di obejk wisata Pantai
Lowita, menjelaskan:124
“Peraturan yang terkait pengelolaan sampah di kawasan
wisata, bukan bertujuan untuk membatasi aktivitas
pengunjung objek wisata. Malah dengan aturan yang jelas
tentang pengelolaan sampah, itu akan membantu pengelola
untuk melestarikan lingkungan objek wisata.”

Berdasarkan pada hasil wawancara diatas, pernyataan


tersebut, tergambar jelas tingkat pemahaman pengelola terkait
perlunya aturan hukum yang mengatur tentang pengelolaan sampah di
lingkungan wisata. Lebih lanjut, ketika ditanya tentang peraturan yang
mengatur tentang pengelolaan sampah, berikut jawaban responden:
“Saya tidak terlalu mengetahui tepatnya nomor peraturan
tersebur, namun yang jelas pertauran tersebut terkait dengan sanksi
baik secara administrasi maupun denda berupa uang. Kalau tidak
salah kisaran puluhan juta rupiah.”125

Berdasarkan pada hasil wawancara di atas dapat disimpulkan


bahwa pemahaman hukum pengelola objek wisata yang ada di
Kabupaten Pinrang masih tergolong rendah, Pengelola objek wisata
hanya mengetahui terkait keberadaan regulasi tentang pengelolaan

Ribka H.R. Rahanyaan & Eny Sulistyowati, “Kesadaran Hukum Wisatawan Dalam Membuang
123

Sampah Plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Kota Surabaya", Journal Hukum Vol. 6 No. 4,
(Oktober, 2019) : 59

124
Wawancara dengan Suhra (Salah seorang pengelola objek wisata Pantai Lowita, Kab. Pinrang)
Pada Tanggal 15 Mei 2021
125
Wawancara dengan Suhra (Salah seorang pengelola objek wisata Pantai Lowita, Kab. Pinrang)
Pada Tanggal 15 Mei 2021

58
sampah tanpa mengetahui substansi dari regulasi tersebut. Hal ini
kemudian berdampak pada efektivitas dari peranan hukum di
masyarakat dalam hal pengelolaan samabh di Kab. Pintrang.
Di tempat terpisah, Yoseph (35 tahun), selaku salah satu
pengelola objek wisata Puncak Karomba, menjelaskan hal yang
hampir senada:
“Sebagai pengelola, kami tentu merasa terbantu dengan
peraturan yang mengatur tentang pengelolaan sampah khsususnya
di lingkungan wisata. Dengan adanya peraturan tersebut,
setidaknya meningkatkan kesadaran pengunjung untuk tidak
membuang sampah sembarangan.”

Sedangkan terkait peraturan apa yang mengatur pengelolaan


sampah, responden juga menjawab dengan jawaban yang hampir sama
dengan responden pengelola sebelumnya. Beliau menjelaskan bahwa:
“Secara pasti, saya belum membaca peraturan perundangan
tersebur, tetapi saya tahu bahwa ada aturan terkait persampahan.
Jika dilanggar, maka pengelola akan kena sanksi, apakah dengan
teguran sampai penutupan objek wisata, atau bisa dalam bentuk
denda berupa uang yang besarannya lumayan.”126

Dengan kedua jawaban responden pengelola di atas, dapat


ditarik suatu kesimpulan pemahaman dan tingkat pengetahuan terkait
peraturan hukum pengelolaan sampah. Secara maksud dan tujuan
peraturan hukum tersebut dipahami dengan baik bukan sebagai
pembatasan, tetapi memberikan pengaturan terhadap permasalahn yang
mungkin saja timbul antara pengelola dan pengunjung objek wisata.
Hanya saja, sosialisai mengenai peraturan khususnya Peraturan
Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Sampah tersebut perlu diringkatkan lagi, agar
pengelola objek wisata pun, tidak ragu lagi dan paham dengan baik
pertaturan perundangan yang dimaksud.

126
Wawancara dengan Yoseph (Salah seorang pengelola objek wisata Puncak Karomba, Kab.
Pinrang) Pada Tanggal 09 Juni 2021

59
Salah satu penyebab rendahnya tingkat pengetahuan dan
pemahaman masyarakat khususnya pengelola objek wisata dalam
pengelolaan sampah adalah kurang sosialisasi oleh pemerintah.
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai salah satu daerah otonom
memiliki kewenagan untuk membuat Perda dan Peraturan Kepala
Daerah guna menyelenggaran urusan otonomi daerah dan tugas
pembantuannya setelah ditetapkan oleh Kepala Daerah kemudian
mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Dalam Pasal 253 Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintah Daerah disebutkan bahwa DPRD dan Kepala Daerah wajib
melakukan penyebarluasan suatu Perda.
Melalui penyebarluasan Perda yang telah disahkan kepada
publik diharapkan masyarakat lingkup baik nasional maupun regional
dapat mengetahui segala peraturan yang berlaku di wilayahnya,
sehingga mampu menciptakan salah satunya adalah kepastian hukum
dalam kehidupan masyarakat. Namun realitanya masih banyak
masyarakat yang belum mengetahui tentang Peraturan Pemerintah
Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Sampah, ini kemudian berdampak pada kurang
optimalnya peran hukum dalam pengelolaan sampah di objek wisata di
Kab. Pinrang.
Rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pengelola
objek wisata bukan hanya disebabkan oleh kurang maksimalnya
sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah nanun juga disebabkan oleh
akses informasi bagi masyarakat di daerah yang relatif sulit khususnya
di daerah bagian utara Kab. Pinrang (Kecamatan Lembang).
4.2.2 Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum adalah kesadaran seseorang akan nilai-
nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai hukum yang ada;

60
kesadaran seseorang akan pengetahuan bahwa suatu perilaku tertentu
diatur oleh hukum.127
Kesadaran hukum masyarakat dalam pengelolaan sampah di
objek wisata di Kabupaten Pinrang masih sangat rendah hal itu terlihat
pada hasil wawancara peneliti terhadap beberapa pengunjung objek
wisata yang ada di Kabupaten Pinrang.
Dari 10 (sepuluh) responden tesebut, ketika ditanyakan
pertanyaan terkait kesadaran hukum dalam pengelolaan sampah di
lingkungan wisata, diperoleh data sebagai berikut:
Suhra (30 tahun), selaku yang mewakili pengelola objek
wisata Pantai Lowita, menjelaskan:
“Kami selalu mengingatkan ke pengunjung agar
membersihkan sampah sebelum meninggalkan area wisata,
dan tidak membuang sampah sembarangan terutama di bibir
pantai. Karena sampah bisa mengotori lingkungan lebih
meluas, bukan hanya di area wisata.

Pengelola objek wisata sudah melakukan upaya-upaya dalam


hal pengelolaan sampah di objek wisata dengan memberikan informasi
berupa himbauan dan peringatan kepada pengunjung objek wisata
untuk tidak membuang sampah dan membersihkan tempat sebelum
meninggalkan area wisata. Pemberian informasi itu dilakukan dengan
membuat papan informasi di titik-titik strategis di wilayah objek
wisata seperti di pintu masuk objek wisata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengelola
objek wisata di Kabupaten Pinrang.
“Kami melarang pengunjung untuk membawa makanan
sampai ke bibir pantai, sehingga mengurangi kemungkinan
kemasan makanan yang dibuang ke bibir pantai. Kami juga
menyediakan tempat sampah di beberapa tempat-tempat yang
ramai, dan menempel beberapa tulisan untuk terus menjaga
kebersihan dan tidak membuang sampah di sembarang
tempat.”128

127
KBBI Kemdikbud WWW, “Kesadaran Hukum, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kesadaran
%20hukum, diakses 27 Mei 2021

61
Tidak jauh beda dengan Yoseph (35 tahun) yanb mewakili
pengelola Puncak Karomba. Beliau menjelaskan;
“Untuk menjaga kebersihan area wisata, kami sudah
menyediakan petugas kebersihan yang bertugas setiap hari.
Kami menyediakan beberapa tempat sampah untuk
pengunjung, agar tidak membuang sampah di sembarang
tempat. Jika kami mendapati pengunjung membuang sampah
sembarang, kami langsung menegurnya dan menyuruh
memungutnya agar membuang sampah di tempatnya.

Dari hasil wawancara dengan pengelola objek wisata, dapat


disimpulkan bahwa kesadaran pengelola dalam mewujudkan
lingkungan wisata yang nyaman bagi pengunjung cukup tinggi.
Namun kesadaran pengunjung objek wisata masih tergolong rendah
hal ini dibuktikan masih banyaknya pengunjung yang tidak menaati
himbauan dan perigatan yang telah dipasang oleh piha pengelola.
Bahkan peringatan yang dipasang oleh pengelola telah dicantum sanksi
bagi pelanggarnya namum tetap saja masih ada pengunjung yang
melanggar aturan yang dibuat oleh pengelola.
Sementara itu, 8 (delapan) responden dari pengunjung
mengungkapkan hal yang cukup beragam terkait kesadaran hukum
akan pengelolaan sampah di lingkungan wisata, sebagai berikut:
Nurul (21 tahun), Firmayani (21 tahun), Nunung (21 tahun),
dan Rahmwati (20 tahun), menjelaskan:

“Sedapat mungkin menahan diri untuk tidak membuang


sampah di sembarang tempat. Untuk sampah-sampah kemasan
yang masih bisa dikantongi, saya kantongi dulu. Nanti kalau dapat
tempat sampah baru saya buang. Kalau di area pantai, pastinya
saya tidak bawa sampah karena pihak pengelola juga pasti
menegur. Kalau menemukan tumpukan sampah, biasanya saya
langsung panggil petugasnya untuk dibersihkan.” Kata Nurul.129
“Biasanya kalau bawa banyak bekal, saya bawa kantongan
dari rumah untuk tempat sampah, mengantisipasi tidak adanya
128
Wawancara dengan Suhra (Salah seorang pengelola objek wisata Pantai Lowita, Kab. Pinrang)
Pada Tanggal 15 Mei 2021
129
Wawancara dengan Nurul (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai Lowita, Kab.
Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021

62
tempat sampah yang memadai di lokasi wisata. Kalau dapat tempat
sampah, saya buang kantongan sampahnya, tetapi kalau tidak saya
bawa pulang ke rumah. Saya pribadi kalau lihat sampah,
bawaannya mau ambil lalu buang di tempat sampah, atau kalau
banyak numpuk, saya tanya ke pengelolanya untuk diberishkan.”
Ujar Firmayani.130
“Kalau ada sampah, biasanya dicuekin aja, selama tidak
mengganggu. Toh, ada petugasnya sendiri yang nanti
membersihkan. Sampah-sampah yang di bibir pantai biasanya
sampah kiriman yang dibawa ombak, selama dalam batas wajar,
saya tidak ambil pusing. Nanti sampahnya hanyut sendiri terbawa
ombak.” Jawab Nunung.131
“Yang pastinya risih kalau tempat wisatanya jorok. Bakal
berpikir untuk datang kedua kalinya, beruntung di Lowita ini
lumayan bersih pantainya, hanya beberapa serpihan kayu yang
mungkin hanyut terbawa ombak dari pulau Kalimantan. Saya
pribadi, mengurangi produksi sampah dengan tidak membawa
makanan-makanan yang berkemasan plastik. Kalau bawa makan
biasanya dimasak di rumah terus dimasukkan di rantang. Atau
makan dari menu yang dijual oleh pengelola wisata.” Tukas
Rahmawati.132
Dari beberapa responden yang berhasil peneliti wawancarai,
baik dari pihak pengelola maupun pengunjung, itu punya kesadaran
hukum terkait persampahan. Namum masih ada pengunjung yang
memiliki tingkat kesadaran hukum terhadap persampahan masih
kurang, Secara gambaran umum, terlihat adanya kesadaran hukum
akan pentingnya pengelolaan sampah wisata menjadikan objek wisata
terjaga.

4.2.3 Perilaku Hukum

130
Wawancara dengan Firmayani (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai Lowita, Kab.
Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
131
Wawancara dengan Nunung (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai Lowita, Kab.
Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
132
Wawancara dengan Rahmawati (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai Lowita, Kab.
Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021

63
Perilaku Hukum adalah perilaku yang berakibat tuntutan
hukum karena merupakan kehendak yang melanggar (berlawanan
dengan) kepentingan orang lain.133
Selama proses observasi di lapangan ditemukan beberapa
perilaku pengunjung masih membuang sampah sembarangan dan
pengelola objek wisata tidak melakukan pengawasan yang baik
terhadap perilaku tersebut. Pengunjung masih sering membuang
sampah sembarangan terutama bungkusan permen, atau sampah dari
makanan-makanan ringan yang dibawa oleh anak kecil. Tingkat
kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan wisata baik
pengunjung maupun pengelola, masih perlu ditingkatkan. Masih
ditemukan sampah-sampah di sepanjang bibir Pantai Lowita maupun
di area Puncak Karomba yang dibiarkan begitu saja. Sampah-sampah
dari pengunjung wisata cenderung bisa ditangani. Namun sampah-
sampah yang sulit ditangani oleh pihak pengelola adalah sampah
kiriman dari laut yang terbawa ombak ke bibir pantai. Sampah-sampah
yang ada didominasi oleh serpihan-serpihan kayu yang kami duga
berasal dari hutan Kalimantan, dan sampah-sampah plastik kemasan
makanan dari penduduk sekitar yang masih banyak membuang
sampahnya di laut.
Pihak pengelola dalam melakukan penaganan, sampah-
sampah kayu biasanya dikumpulkan dan gunakan sebagai kayu bakar
untuk bakar-bakar ikannya pengunjung atau ada masyarakat sekitar
yang mengambilnya untuk kayu bakar. Sedangkan untuk sampah
plastik, kami buatkan lubang dan menggabungkann dengan sampah
yang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Yoseph (35 tahun)


selaku pengelola tempat wisata di Puncak Karomba mengemukakan

133
KBBI Kemdikbud, “Perilaku Hukum", https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Perilaku%20hukum,
diakses 27 Mei 2021

64
perilaku yang terkait prilaku penanganan sampah oleh pengunjung.
Beliau menjelaskan:

“Sebelum masuk di area wisata, kami sudah ingatkan untuk


tidak membuang sampah sembarangan, tetapi kenyataannya
perilaku membuang sampah sembarangan tetap saja ada. Terutama
sampah-sampah bungkusan makanan, dan daun-daun pohon juga
ada yang terbawa angin sampai ke sini. Pengunjung anak-anak
biasanya yang kurang peduli, mungkin karena ketidaktahuan atau
karena pengawasa orang tua yang kurang. Kalau kami dapati, pasti
kami tegur.”134
Dari observasi langsung di lokasi dan dari hasil wawncara,
dapat disimpulkan bahwa sosialisasi mengenai peraturan larangan
membuang sampah sembarangan perlu dilakukan. Peranan hukum
untuk mengatur dan menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan
wisata sangat diperlukan.

Kebersihan objek wisata merupakan kenyamanan bagi


pengunjung, orang-orang yang memiliki kepentingan di objek wisata
di Kabupaten Pinrang seharusnya memperhatikan kebersihan kawasan
bjek wisata, seperti yang tertera pada Undang-Undang Kepariwisataan
Nomor 10 Tahun 2009 Pasal 5, memelihara kelestarian alam dan
lingkungan hidup, merupakan prinsip kepariwisataan, hal ini tentu
menjadikan tanggung jawab stakeholder yang
bersangkutan/berkepentingan dan memiliki peran pada objek wisata,
agar pengunjung merasa puas, nyaman berwisata. Disinilah peranan
hukum dalam pengelolaan sampah wisata mulai dari pemahaman
hukum, kesadaran hukum dan prilaku hukum baik dari pengelola,
pengunjung (masyarakat) ataupun pihak-pihak lainnya.

4.3 Efektivitas Penerapan Hukum dalam Pengelolaan Sampah Wisata


Untuk mengukur efektivitas penerapan hukum dalam pengelolaan
sampah di lingkungan wisata, maka perlu diketahui faktor-faktor

134
Wawancara dengan Yoseph (Salah seorang pengelola objek wisata Pantai Lowita, Kab. Pinrang)
Pada Tanggal 9 Jui 2021

65
penyebabnya. Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan
Soerjono Soekanto, efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5
(lima) faktor. Pertama; faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua;
faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum. Ketiga; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum. Keempat; faktor masyarakat, yakni lingkungan di hukum
tersebut berlaku atau diterapkan. Kelima; faktor kebudayaan, yakni sebagai
hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup.135 Faktor-faktor tersebut adalah:
4.3.1 Faktor Hukum
Untuk menilai efektivitas penerapan hukum, maka
indikatornya pengetahuan dan kepatuhan. Peraturan Perundang-
Undangan yang menjadi objek penelitian adalah Peraturan Pemerintah
Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Sampah. Ini adalah peraturan yang bersentuhan langsung
dengan keadaan masyarakat setempat. Adapun Undang-Undang yang
berskala nasional adalah peraturan yang tetap sejalan dengan Perda ini,
karena Perda ini di susun juga mengacu pada Undang-Undang yang
telah disusun sebelumnya yaitu: Undang-Undang No. 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan hukum lain yang terkait pengelolaan sampah di
lingkungan wisata adalah: Peraturan Pemerintah Daerah (Perda)
Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup;
Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Peraturan-
peraturan diatas memiliki instrument dalam hal realisasi suatu aturan
diantara:
a. Hukum Administrasi

Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H.,LL.M., “Pengantar Ilmu Hukum", (Klaten: Penerbit
135

Lakeisha, 2020) hlm. 14

66
Ketentuan hukum administrasi ditujukan kepada pengelola
kawasan objek wisata. Pengaturan ini termaktub dalam Peraturan
Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 1 Tahun
2016 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Pasal 8 Ayat 2
menjelaskan kewajiban-kewajiban pemilik Tanda Daftar Usaha
Pariwisata (TDUP), kewajiban yang terkait persampahan dan
lingkungan hidup disebutkan dalam point d, j, k, dan l:
memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan,
dan keselamatan wisatawan; turut serta mencegah segala bentuk
perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
hukum serta merusak obyek wisata di lingkungan tempat usahanya;
memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri; memelihara
kelestarian lingkungan alam dan budaya;136
Adapun sanksi bagi pengelola yang melanggar kewajiban,
termsuk di dalamnya terkait persoalan sampah, disebutkan dalam
Pasal 9 Ayat 1 bahwa pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi
administrasi berupa: peringatan tertulis; pembekuan sementara
TDUP; dan pembatalan TDUP.137
Pada Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten
Pinrang Nomor 2 Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup, Pasal 70
menyebutkan: Bupati menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam
pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap Izin Lingkungan;
Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis; b. paksaan
pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin
lingkungan.138
Dari pengamatan di kedua objek wisata, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat pelanggaran yang berarti dari
136
Pasal 8 Ayat 2 Perda Kab. Pinrang No. 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata
137
Pasal 9 Ayat 1 Perda Kab. Pinrang No. 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftat Usaha Pariwisata
138
Pasal 70 Perda Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup

67
kedua pengelola objek wisata Pantai Lowita maupun Puncak
Karomba. Hal ini ditandai dengan tetap beroperasinya kedua objek
wisata tersebut sampai sekarang. Pengelola memahami bahwa
akibat dari pengelolaan sampah yang kurang baik akan
menyebabkan sanksi dicabutnya izin beroperasi, sampai pada
penutupan tempat wisata jika pengelolaan sampah semakin
memburuk dari waktu ke waktu.
b. Hukum Perdata
Dalam hal perbuatan membuang sampah sembarangan
dapat digolongkan sebagai perbuatan yang dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan wisata. Kerusakan yang senantiasa
mengancam kelestarian fungsi lingkungan kawasan objek wisata
yang perlu dicegah dan ditanggulangi, sehingga perlu ada usaha
untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kerusakan
lingkungan objek wisata. Dengan terjadinya kerusakan objek
wisata akibat sampah, maka akan ada pihak yang dirugikan. Pihak
yang dirugikan dapat berupa orang perorangan dan masyarakat
terutama masyarakat di sekitar kawasan objek wisata. Terjadinya
kerusakan lingkungan wisata akibat sampah di kawasan objek
wisata berarti telah terjadi perselisihan sengketa secara keperdataan
dalam lingkungan wilayah objek wisata.
Sengketa perdata dapat dilakuan di luar pengadilan
maupun melalui pengadilan. Hal ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun
2016 tentang Lingkungan Hidup, Pasal 77 sampai dengan Pasal 87,
mencakup: ketentuan umum; penyelesaian sengketa lingkungan di
luar pengadilan; dan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
melalui pengadilan.
Pasal 77 menjabatkan tentang ketentuan umum
penyelesaian sengketa lingkungan hidup sebagai berikut:

68
1) Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
2) Pilihan penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup dilakukan
secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para
pihak yang bersengketa.
4) Pemerintah Daerah bertindak sebagai pihak yang mewakili
Lingkungan Hidup atas pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup yang bukan milik privat.139
Berdasarkan pengamatan dari dua lokasi penelitian, dapat
disimpulkan bahwa belum ada secara spesifik gangguan yang
dirasakan oleh masyarakat sekitar dengan keberadaan objek wisata.
Namun, gangguan itu dirasakan dalam tingkatan individu yang
dirasakan oleh pengunjung akibat sampah yang kurang dikelola
dengan baik di area objek wisata, membuat tingkat kenyamanan
sedikit terganggu.
c. Hukum Pidana
Dalam tataran hukum pidana, hal ini tercantum pada Pasal
50, Peraturan Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Pinrang
Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah: pelanggaran
terhadap ketentuan dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ayat (1) dan
Pasal 40 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).140
Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Daerah (Perda)
Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun 2016 tentang Lingkungan
Hidup, Pasal 92 menyebutkan bahwa setiap orang yang melanggar

139
Pasal 77 Perda Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun 2016 tentang Lingkungan Hidup
140
Pasal 50 Perda Kabupaten Pinrang Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah

69
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Pasal 32
ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 39 ayat (3), Pasal 47 ayat (1),
Pasal 49 ayat (1), Pasal 52 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat
(1), Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 60 ayat (1), dan Pasal 68
ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Berlanjut pada Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten
Pinrang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tanda Daftar Usaha
Pariwisata, Pasal 43 menyatakan bahwa pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 40
Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama
3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).141
Dari hasil wawancara, ditemukan fakta bahwa baik
pengelola maupun pengunjung destinasi wisata, masih belum
mengenal secara pasti aturan yang dapat menjerat pelaku
perusakan lingkungan terkait persampahan dengan denda yang
cukup besar. Hal ini menjadikan peraturan hukum yang telah
dibuat guna menjamin terlaksananya kenyamanan bersama dalam
berwisata tanpa gangguan sampah, kurang disosialisasikan pihak-
pihak terkait. Efektivitas peraturan hukum yang telah dibuat
menjadi kurang, karena pengetahuan yang tidak tersosialisasi
sampai ke tataran pelaksana.
4.3.2 Faktor Penegak Hukum
Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan
sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh

Pasal 24, 25, 26, dan 40, Perda Kabupaten Pinrang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tanda Daftar
141

Usaha Pariwisata

70
karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum
adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.
Dalam persepktif penegak hukum dalam tataran pelaksana
terkait persampahan, tentu yang paling mendasar adalah bagaimana
peraturan-perturan yang terkait dengan peraturan hukum yang
dimaksud bisa disosialisasikan terlebih dahulu. Selain itu, ketegasan
terhadap pelanggaran peraturan perundangan semestinya diterapkan.
Dari hasil wawancara dan hasil pengamatan langsung di
objek wisata, dapat disimpulkan bahwa penegak hukum kurang dalam
hal sosialisasi terhadap peraturan hukum yang berlaku terkait
pengelolaan sampah, sehingga baik pengelola maupun pengunjung
fasilitas belum mengetahui secara pasti hukum terkait membuang
sampah sembarangan.
4.3.3 Faktor Sarana dan Fasilitas
Dalam proses penerapannya, sebaiknya fasilitas dan sarana
yang dimaksud tidak hanya tertuju pada bagaimana pengelola dan
pengunjung mengetahui peraturan hukum terkait persampahan, namun
juga adanya media yang memberikan informasi tersebut.
Pemberian informasi sebagai tambahan fasilitas untuk
mengedukasi masyatakat untuk sadar hukum khususnya terkait
persampahan ini, bisa dilakukan dengan pencatuman pasal terkait
mengenai sanksi larangan membuang sampah di sembarang tempat di
dalam karcis masuk, atau membuat papan pengumuman yang merinci
secara ringkas pokok-pokok peraturan hukum terkait persampahan.
Dalam pengamatan di objek wisata, belum ada pencantuman
atau edukasi tentang persampahan. Informasi yang didapat hanya
berupa tulisan “Jagalah Kebersihan" dan “Dilarang Membuang
Sampah Sembarangan", tidak diteruskan dengan pencantuman
pertauran hukum yang mengatur hal tersebut, baik dalam karcis masuk
maupun papan informasi terkait peraturan hukum yang dimaksud.
4.3.4 Faktor Masyarakat

71
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan
untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga
masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai
kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan
hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.
Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang
bersangkutan.
Masyarakat dalam hal pengeloaan sampah pada objek wisata
bisa digolongkan dalam 2 (dua) kategori yaitu; masyarakat yang
bermukim di sekitar area objek wisata; dan masyarakat yang menjadi
pengunjung objek wisata.
Adanya sampah kiriman dari ombak laut ke pesisir Pantai
Lowita mengindikasikan kurang kesadaran masayarakat akan bahaya
dari sampah. Masyarakat masih membuang sampah di laut, tentu
dengan berbagai alasan. Atau pun pengunjung di Puncak Karomba
yang masih kurang menyadari pentingnya kebersihan dengan
membuang kemasan makan yang isinya habis dimakan. Ini semua
tentu mengurangi kenyamanan pengunjung lain dalam berwisata.
4.3.5 Faktor Kebudayaan
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai
fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu
mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan
adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan
peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang
dilarang.
Ini tentu harus menjadi perhatian serius, jangan sampai
perlakuan membuang sampah sembarangan menjadi budaya. Budaya
ini pun akan berbeda pada suatu wilayah atau kelompok tertentu.

72
Budaya membuang sampah sembarangan dan bagaimana
pengananannya tentu berbeda jika kita berbicara dalam tataran rumah
tangga, perkampungan, perkotaan, dan kawasan khusus seperti objek
wisata.
Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di
lapanagan, terkhusus kepada pengelola, dapat disimpulkan bahwa
pengelola objek wisata membutuhkan peraturan hukum khusus untuk
mengatur terkait pengelolaan sampah di lingkungan wisata. Ini
berguna agar aturan tersebut dapat tepat sasaran dan aplikatif
disesiaukan dengan keadaan lingkungan.
Seperti yang dikungkapkan oleh Suhra (30 tahun), mewakili
salah satu pengelola Pantai Lowita, bertutur:
“Harusnya setiap kali pembukaan tempat wisata seperti ini,
ada aturan jelas dan khusus terkait pengelolaan sampah. Karena ini
sangat berguna bagi kami sebagai pengelola maupun untuk menjaga
kelestarian dan keindahan objek wisata. Kita di sini jual jasa yang
disediakan oleh alam, kalau dirusak dengan banyaknya sampah tentu
agak risih pengunjung datang lagi ke sini.” 142
Hal senada juga diungkapkan oleh Yoseph (35 tahun), selaku
wakil dari pengelola Puncak Karomba, menjelaskan:
“Kalau mengajak orang untuk menjaga kebersihan dan
bagaimana usaha kami menjaga kebersihan, tentu tidak lengkap tanpa
aturan yang memayungi. Mungkin kalau aturan umum, tidak terlalu
pas, karena orang saat berperan sebagai diri sendiri dengan saat
menjadi pengunjung objek wisata, tentu beda sikapnya terkait menjaga
kebersihan.” 143
Pemerintah, pengelola dan orang-orang lain yang terlibat
dikawasan objek wisata, seharusnya bisa berintekrasi dengan baik

142
Wawancara dengan Suhra (Salah seorang pengelola objek wisata Pantai Lowita, Kab. Pinrang)
Pada Tanggal 15 Mei 2021
143
Wawancara dengan Yoseph (Salah seorang pengelola objek wisata Puncak Karomba, Kab.
Pinrang) Pada Tanggal 9 Juni 2021

73
untuk mewujudkan wisata yang ramah lingkungan dan membuat
program-program untuk menjaga lingkungan wisata, agar tidak
melenceng dari Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun
2009 pada Bab VII Hak Kewajiban dan Larangan, bagian kedua pasal
26 tertera Kewajiban untuk memelihara lingkungan yang sehat, bersih,
dan asri.

74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah
di objek wisata memerlukan peraturan hukum dengan beberapa keadaan yang
perlu menjadi pertimbangan:
5.1.1 Peranan Hukum Pengelolaan Sampah
a. Peranan hukum dalam pengelolaan sampah cukup memberi
pengaruh. Dengannya pengelola dan pengunjung menyadari
pentingnya mengelola sampah di lingkungan objek wisata untuk
menjaga daya tarik wisata.
b. Pemahaman hukum terhadap pengelolaan sampah baik pengunjung
maupun pengelola objek wisata cukup baik. Hanya saja mereka
tidak mengetahui secara pasti tentang aturan hukum yang berlaku
terkait pengelolaan sampah.
c. Kesadaran hukum baik penglola maupun pengunjung wisata masih
perlu ditingkatkan. Hal ini terlihat masih adanya sampah-sampah
sisa hasil kunjungan pengunjung wisata yang tidak membuang
sampah pada tempatnya.
d. Perilaku hukum dalam hal pengelolaan sampah di objek wisata,
masih dalam taraf yang wajar di mana tidak ditemukan
pelanggaran berarti dalam pengelolaan sampah.
e. Kurangnya sosialisasi dari pihak-pihak terkait mengenai peraturan
hukum di lingkungan wisata terutama berkaitan dengan
pengelolaan sampah.

5.1.2 Efektivitas Peranan Hukum Pengelolaan Sampah


a. Kurang efektifnya peraturan hukum yang dibuat untuk mengatur
pengeloaan sampah di lingkungan objek wisata, ditandai dengan

75
pengelola maupun pengunjung tidak mengetahui secara pasti
peraturan perundangan yang terkait pengelolaan sampah.
b. Peran penegak hukum dalam hal ini terkait sosialisasi peraturan
perundangan yang berlaku masih perlu ditingkatkan agar bisa
sampai pada tataran pelaksana di lapangan, dalam hal ini pengelola
dan pengunjung objek wisata.
c. Masih minimnya fasilitas dan sarana untuk menginformasikan
peraturan hukum di lingkungan objek wisata, sehingga pengunjung
hanya bisa mengetahui anjuran pengelolaan sampah sebatas
informasi: “Dilarang Membuang Sampah Sembarangan", tanpa
diikuti informasi sanksi akibat perilaku tersebut.
d. Peranan masyarakat di sekita lokasi objek wisata masih perlu
ditingkatkan. Ditandai dengan adanya sampah kiriman yang
terbawa ombak hingga ke bibir pantai juga menandakan kurangnya
kesadaran dari masyarakat di sekitar objek wisata.
e. Faktor budaya yang dibiasakan membuang sampah sembarangan
kelak akan menjadi sesuatu yang mengancam eksistensi objek
wisata. Diperlukan adanya aturan khusus yang mengatur
pengelolaan sampah di lingkungan wisata, karena karakter
masyarakat sebagai individu tentu berbeda ketika menyandang
status sebagai pengunjung wisata.

5.2 SARAN
Persoalan sampah ada di mana-mana dan tidak akan ada habisnya.
Apalagi jika sasarannya adalah objek wisata yang pada dasarnya “menjual"
keindahan alam, tentu kehadiran sampah menjadi hal yang tidak diinginkan
oleh semua pihak.
Berikut beberapa saran yang bisa menajadi solusi bagi pengelolaan
sampah di lingkunga wisata:
5.2.1 Dinas terkait, dalam hal ini Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga
dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pinrang, agar terus bahu-

76
membahu dalam mensosialisasikan peraturan hukum terkait
pengelolaan sampah.
5.2.2 Diperlukan peraturan hukum khusus terkait pengelolaan sampah di
lingkungan objek wisata, karena karakter masyarakat sebagai individu
tentu berbeda ketika menyandang status sebagai pengunjung wisata.
5.2.3 Penegak hukum, pemerintah setempat, pengelola objek wisata,
pengunjung objek wisata, dan masyarakat sekitar objek wisata harus
bersama-sama mencari solusi yang tepat untuk mengantisipasi
buruknya pengelolaan sampah di objek wisata.
5.2.4 Menambah sarana dan fasilitas informasi terkait sosialisai peraturan
hukum terkait pengelolaan sampah baik secara on the spot, mislanya
dengan pencantuman peraturan hukum dimaksud di setiap karcis
masuk, penyampaian lisan oleh petugas loket kepada pengunjung
untuk tidak membuang sampah sembarangan, dan pemasangan papan
pengumuman yang melarang membuang sampah sembarangan, berikut
sanksinya dicantumkan. Atau gencar melakukan sosialisasi secara
online terutama di media sosial terkait perlunya menjaga kebersihan
tempat wisata.

77
DAFTAR PUSAKA

BUKU
Adi, Rianto. Dkk, Sosiologi Untuk Mahasiswa Fakultas Hukum Edisi kedua,
Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2020.

Fadli, Moh. Dkk, “Hukum dan Kebijakan Lingkungan", Malang: UB Press, 2016.

Fandeli, Chafid. Perencanaan Kepariwisataan Alam, Yogyakata: Fakultas


Kehutanan UGM, 2011.

Hayati, Sri. Dr, “Ilmu Pengetahuan Sosial Geografi Jilid 2, Jakarta: Erlangga,
2016.

Hery. SE, “Tanya-Jawab Perilaku Organisasi: Edisi Lengkap, Mudah, dan


Praktis", Jakarta: Gramedia, 2018.

Ismayanti, Pengantar Pariwisata, Jakarta: Grasindo, 2019

Marlina, Sari. M.Si., “AspAs-Aspek Hukum Lingkungan I", Ponorogo: Uwais


Inspirasi Indonesia Press, 2018.

Mangku, Dewa Gede Sudika Mangku, “Pengantar Ilmu Hukum", Klaten: Penerbit
Lakeisha, 2020

Mukhlis, S.H., M.H., Buku Ajar Hukum Lingkungan, Surabaya: Scopindo, 2019

Rusmana, Agus. dkk, Komunikasi Budaya dan Dokumentasi Kontemporer,


Bandung: Unpad Press, 2019

Sarinah. S.Ag., M.Pd.I., Ilmu Sosial Budaya Dasar (di Perguruan Tinggi),
Yogyakata: Deepublish, 2019.

Sofian Ahmad. Dkk, Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis, Jakarta: Prenada Media
Group, 2018.

lxxxiii
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta
CV, 2016.

Sugono, Dendy. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Pusat Bahasa,
2008.

Wijoyo, Suparto. “Kusebut Indonesia dari Keanekaragaman Menuju


Keseragaman Hayati", Surabaya: Airlangga University Press, 2012.

JURNAL
Dermawan, Muhammad Kemal. “Perilaku Merusak Lingkungan Hidp: Perspektif
Individu, Organisasi, dan Institusional", Jurnal Legislasi Vol. 6 No. 1,
(Maret 2011) : 77
BPS Pinrang, “Geogtafi dan Iklim", Pinrang Dalam Angka 2021, (Februari: 2021)
:4
Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang, “Kinerja Bidang
Pariwisata", Renstra 2019-2024, (Desember 2019) : 31
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pinrang, “Program Kegiatan Prioritas dan
Strategis", Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan, (Februari, 2020) : 2
Dinas Lingkungan Hidup Pinrang, “Program Kerja Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Sampah ", Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan,
(Desember 2019) : 4
Rahanyaan, Ribka H.R. & Sulistyowati, Eni, “Kesadaran Hukum Wisatawan Dalam
Membuang Sampah Plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Kota
Surabaya", Journal Hukum Vol. 6 No. 4, (Oktober, 2019) : 59

INTERNET
Arsi Tag WWW, “Kawasan Pariwisata” https://www.arsitag.com/article/kawasan-
pariwisata, diakses 21 April 2020

lxxxiv
Celebes WWW, “Tempat Wisata Pinrang” https://www.celebes.co/tempat-
wisata-pinrang, diakses 21 April 2020

Celebes WWW, “Pantai Lowita Pinrang", https://www.celebes.co/pantai-lowita-


pinrang, diakses 27 Mei 2021

Kanal Pengetahuan WWW, “Pengertian Wisata Alam”


https://www.kanal.web.id/pengertian-wisata-alam, diakses 21 April
2020

Kompas WWW, “Pemanasan Global: Proses, Penyebab, dan Dampaknya”


https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/06/155949969/pemanasa
n-global-proses-penyebab-dan-dampaknya?page=all, diakses 20 April
2020

KBBI Daring WWW, “Hukum” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Hukum,


diakses 21 April 2020

KBBI Daring WWW, “Alam” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Alam, diakses


21 April 2020

KBBI Daring WWW, “Wisata” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Wisata,


diakses 21 April 2020

KBBI Kemdikbud, “Perilaku Hukum",


https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Perilaku%20hukum, diakses 27 Mei
2021

Liputan 6 WWW, “Keindahan Puncak Karomba Negeri di Atas Awan Pinrang",


https://www.liputan6.com/citizen6/read/3233442/keindahan-puncak-
karomba-negeri-di-atas-awan-pinrang, diakses 27 Mei 2021

Pemkab Pinrang WWW, “Beranda” https://pinrangkab.go.id/#, diakses 27 Mei


2021

Pemkab Pinrang WWW, “Jika Pandemi Berakhir, Sektor Pandemi Tancap Gas
https://pinrangkab.go.id/jika-pandemi-berakhir-sektor-pariwisata-
pinrang-tancap-gas/, diakses 27 Mei 2021

Piknik Dong WWW, “Inilah Puncak Karomba Negeri di Atas Awan Pinrang",
https://www.piknikdong.com/inilah-puncak-karomba-negeri-di-atas-
awan-pinrang.html, diakses 27 Mei 2021

Wikipedia WWW, “Perilaku” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perilaku, diakses 21


April 2020

lxxxv
Wikipedia WWW, “Pengelolaan Sampah”
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan-sampah, diakses 16 Maret
2021

Wikipedia WWW, “Peranan” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Peranan, diakses 16


Maret 2021

Wikipedia WWW, “Kabupaten Pinrang”


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pinrang, diakses 03 Mei
2020

Wikitionary WWW, “Perilaku Hukum”


https://id.m.wiktionary.org/wiki/perilaku_hukum, diakses 21 April
2020

Wikipedia WWW, “Psiklogi Lingkungan”


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Psikologi_lingkungan, diakses 21 April
2020

Wikipedia WWW, “Pariwisata” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pariwisata,


diakses 21 April 2020

Wikipedia WWW, “Lingkungan” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lingkungan,


diakses 20 April 2020

Wikipedia WWW, “Hidup” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hidup, diakses 20


April 2020

Wikipedia WWW, “Lingkungan Hidup”


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lingkungan_hidup, diakses 20 April
2020

Wikipedia WWW, “Ekosistem” https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekosistem,


diakses 20 April 2020

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945
Badan Pusat Statistik (BPS) No. 25/03/Th. XXIII tanggal 02 Maret 2020, tentang
Perkembangan Pariwisata dan Transprtasi Januari 2020
Perda Kab. Pinrang No. 7 tahun 2013, tentang Pengelolaan Sampah

lxxxvi
Perda Kab. Pinrang Nomor 1 tahun 2016, tentang Tanda Daftar Usaha
Pariwisata
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Perda Kab. Pinrang no. 2 tahun 2016, tentang Lingkungan Hidup

WAWANCARA
Wawancara dengan Ayu (Salah seorang pengunjung objek wisata Puncak
Karomba, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 30 Mei 2021
Wawancara dengan Firmayani (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai
Lowita, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
Wawancara dengan Nunung (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai
Lowita, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
Wawancara dengan Nurul (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai Lowita,
Kab. Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
Wawancara dengan Rahmawati (Salah seorang pengunjung objek wisata Pantai
Lowita, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
Wawancara dengan Rini (Salah seorang pengunjung objek wisata Puncak
Karomba, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 2 Juni 2021
Wawancara dengan Sukma (Salah seorang pengunjung objek wisata Puncak
Karomba, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 1 Juni 2021
Wawancara dengan Suhra (Salah seorang pengelola objek wisata Pantai Lowita,
Kab. Pinrang) Pada Tanggal 15 Mei 2021
Wawancara dengan Tasrif (Salah seorang pengunjung objek wisata Puncak
Karomba, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 3 Juni 2021
Wawancara dengan Yoseph (Salah seorang pengelola objek wisata Puncak
Karomba, Kab. Pinrang) Pada Tanggal 9 Juni 2021

lxxxvii
LAMPIRAN-LAMPIRAN

lxxxviii
lxxxix
xc
xci
RIWAYAT HIDUP

Andi M. Fadel, lahir di Pinrang, 26


Juni 1998, anak ke-3 dari 4 bersaudara pasangan
szi dan sjske. Menempuh pendidikan di SD Neg.
189 Pinrang tamat di tahun 2009, kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP Neg. 2 Pinrang
tamat di tahun 2012. Pada tahun 2015
menyelesaikan pendidikan di SMK Neg. 1
Pinrang. Di tahun 2016, melaniutkan pendidikan
Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Parepare (UMPAR). Atas berkat pertolongan Allah, dan taufik untuk gigih
menyelesaikan studi, hingga di tahun 2021, berhasil menyusun skripsi dengam
judul, “Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sampah Wisata di Kabupaten
Pinrang". Di tengah kesibukan menempuh pendidikan, untuk membantu
perekonomian keluarga dan mencari pengalaman kerja, kuliah sambil bekerja di
GraPARI Telkomsel Makssar sejak tahun 2020 hingga saat ini, menjadi
pilihannya.

xcii

Anda mungkin juga menyukai