PENDAHULUAN
1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah dalam makalah ini anatara lain :
1. Bagaimana perjalanan obat di dalam tubuh pada pasien kanker
2. Bagaimana perjalanan obat di dalam tubuh pada pasien gagal ginjal
3. Bagaimana perjalanan obat di dalam tubuh pada pasien kanker dan
ginjal
1.3 Tujuan
Agar memahami tentang perjalanan obat di dalam tubuh secara umum
pada pasien penyakit Kanker dan Gagal Ginjal
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang perjalanan obat didalam tubuh yang berkaitan dengan penyakit kanker
dan Gagal Ginjal kepada pembaca.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, Limfoma non
Hodgkin, Mieloma multiple, Neuro Blastoma, Tumor Payudara, ovarium, paru,
Cerviks, Testis, Jaringan Lunak atau tumor Wilm.
Mekanisme kerja : Siklofosfamid merupakan pro drug yang dalam tubuh
mengalami konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid
dan aldofosfamid yang merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya
mengalami perubahan non enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek
siklofosfamid dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim
metabolismenya. Sebaliknya, siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim
mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain.
2. Klorambusil
Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk leukemia limfositik
kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin diberikan 1-3 mg/m2/hari sebgai dosis
tunggal (pada penyakit hodgkin mungkin diperlukan dosis 0,2 mg/kg berat badan,
sedangkan pada limfoma lain cukup 0,1 mg/kg berat badan).
Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan limfoma non
Hodgkin, Makroglonbulinemia primer.
Mekanisme kerja : Klorambusil (Leukeran) merupakan mustar nitrogen yang
kerjanya paling lambat dan paling tidak toksik. Obat ini berguna untuk
pengobatan paliatif leukemia limfositik kronik dn penyakin hodgkin (stadium III
dan IV), limfoma non-hodgkin, mieloma multipel makroglobulinemia primer
(Waldenstrom), dan dalam kombinasi dengan metotreksat atau daktinomisin pada
karsinoma testis dan ovarium.
3. Prokarbazin
Sediaan : Prokarbazin kapsul berisi 50 mg zat aktif. Dosis oral pada orang
dewasa : 100 mg/m2 sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama minggu
pertama, diikuti pemberian 150-200 mg/m2 sehari selama 3 minggu berikutnya,
kemudian dikurangi menjadi 100 mg/m2 sehari sampai hitung leukosit dibawah
4000/m2 atau respons maksimal dicapai. Dosis harus dikurangi pada pasien
dengan gangguan hati, ginjal dan sumsum tulang.
Indikasi : Limfoma Hodgkin. Mekanisme kerja : Mekanisme kerja belum
diketahui, diduga berdasarkan alkilasis asam nukleat. Prokarbazin bersifat non
spesifik terhadap siklus sel. Indikasi primernya ialah untuk pengobatan penyakit
4
hodgkin stadium IIIB dan IV, terutama dalam kombinasi dengan mekloretamin,
vinkristin dan prednison (regimen MOPP).
4. Karboplatin
Sediaan : Serbuk injeksi 50 mg, 150 mg, 450 mg.
Idikasi : Kanker ovarium lanjut.
Mekanisme kerja : Mekanisme pasti masih belum diketahui dengan jelas,
namun diperkirakan sama dengan agen alkilasi. Obat ini membunuh sel pada
semua tingkat siklus, menghambat biosintesis DNA dan mengikat DNA melalui
ikatan silang antar untai. Titik ikat utama adalah N7 guanin, namun juga terjadi
interaksi kovalen dengan adenin dan sitosin.
b. Golongan Antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan antimetabolit yaitu :
1. 5-fluorourasil (5-FU)
Sediaan : Obat ini tersedia sebagai larutan 50 mg/mL dalam ampul 10 mL
untuk IV.
Indikasi : Kanker payudara, kolon, esofagus, leher dan kepala, Leukimia
limfositik dan mielositik akut, Limfoma non-Hodgkin.
Target enzim untuk 5-FU ini adalah timidilat sintetase. Perbedaan respon ini
berkaitan erat dengan adanya polimorfisme gen yang bertanggungjawab terhadap
ekspresi enzim timidilat sintetase (TS). Enzim ini sangat penting dalam sintesis
DNA yaitu merubah deoksiuridilat menjadi deoksitimidilat. Diketahui bahwa
sekuen promoter dari gen timidilat sintetase bervariasi pada setiap individu.
Ekspresi yang rendah dari mRNA TS berhubungan dengan meningkatnya
kemungkinan sembuh dari penderita kanker yang diobati dengan 5-FU.
2. Gemsitabin
Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk larutan infus 1-1,2 g/m2.
Idikasi : Kanker paru, pankreas dan ovarium.
Mekanisme kerja : Sebelum menjadi bahan aktif, gemsitabin mengalami
fosforilasi oleh enzim deoksisitidin kinase dan kemudian oleh nukleosida kinase
menjadi nukleotida di- dan trifosfat yang dapat menghambat sintesis DNA.
Gemsitabin difosfat dapat menghambat ribonukleotida reduktase sehingga
menurunkan kadar deoksiribonukleotida trifosfat yang penting untuk sintesis
DNA.
5
3. 6-Merkaptopurin
Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 50 mg.
Indikasi : Leukimia limfositik akut dan kronik, leukemia mieloblastik akut dan
kronik, kariokarsinoma.
Mekanisme kerja : Merkaptopurin dimetabolisme oleh hipoxantin-guanin
fosforibosil transferase (HGPRT) menjadi bentuk nukleotida (asam-6-tioinosinat)
yang menghambat enzim interkonversi nukleotida purin. Sejumlah asam
tioguanilat dan 6-metilmerkaptopurin ribotida (MMPR) juga dibentuk dari 6-
merkaptopurin. Metabolit ini juga membantu kerja merkaptopurin. Metabolisme
asam nukleat purin menghambat proliferasi sel limfoid pada stimulasi antigenik.
4. Methotrexat
Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5 mg/ml, vial
50 mg/5ml.
Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker payudara, leher
dan kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
Mekanisme kerja : Metotreksat adalah antimetabolit folat yang menginhibisi
sintesis DNA. Metotreksat berikatan dengan dihidrofolat reduktase, menghambat
pembentukan reduksi folat dan timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan
sintesis asam timidilat. Metotreksat bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel.
Mekanisme kerja metotreksat dalam artritis tidak diketahui, tapi mungkin
mempengaruhi fungsi imun. Dalam psoriasis, metotreksat diduga mempunyai
kerja mempercepat proliferasi sel epitel kulit.
5. Sitarabin
Sediaan : Vial 100 mg/ml, dan Vial 1 g/10 ml.
Indikasi : Termasuk zat paling aktif untuk leukemia, juga untuk limphoma,
leukemia meningeal, dan limphoma meningeal. Sedikit digunakan untuk tumor
solid.
Mekanisme kerja : Inhibisi DNA sintesis. Sitosin memasuki sel melalui proses
carrier dan harus mengalami perubahan menjadi senyawa aktifnya : arasitidin
trifosfat. Sitosin adalah analog purin dan bergabung ke dalam DNA, sehingga cara
kerja utamanya adalah inhibisi DNA polimerase yang mengakibatkan penurunan
sintesis dan perbaikan DNA. Tingkat toksisitasnya mempunyai korelasi linear
dengan masuknya sitosin ke dalam DNA, bergabungnya DNA dengan sitosin
berpengaruh terhadap aktivitas obat dan toksisitasnya.
6
c. Golongan Produk Alamiah
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan Produk Alamiah yaitu :
1. Vinkristin (VCR)
Sediaan : Tersedia dalam bentuk vial berisi larutan 1, 2, dan 5 mL yang
mengandung 1 mg/mL zat aktif untuk penggunaan IV.
Indikasi : Leukimia limfositik akut, neuroblastoma, tumor Wilms,
Rabdomiosarkoma, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
Mekanisme kerja : Berikatan dengan tubulin dan inhibisi formasi mikrotubula,
menahan sel pada fase metafase dengan mengganggu spindel mitotik, spesifik
untuk fase M dan S. Vinblastin juga mempengaruhi asam nukleat dan sintesis
protein dengan memblok asam glutamat dan penggunaannya.
2. Vinblastin (VLB)
Sediaan : Tersedia dalam bentuk vial 10 mg/10 ml.
Indikasi : Penyakit Hodgkin, limfosarkoma, kariokarsinoma dan tumor
payudara.
Mekanisme kerja : Vinblastin berikatan pada tubulin dan menghambat formasi
mikrotubula, kemudian menahan sel pada fase metafase dengan cara mengganggu
spindel mitotik, spesifik untuk fase M dan S. Vinblastin juga mempengaruhi asam
nukleat dan sintesis protein dengan memblok asam glutamat dan penggunaannya.
3. Paklitaksel
Sediaan : Anzatax (vial), Ebetaxel (vial), Paxus kalbe farma (vial)
Indikasi : Kanker ovarium, payudara, paru, buli-buli, leher dan kepala.
Mekanisme kerja : Obat ini berfungsi sebagai racun spindel dengan cara
berikatan dengan mikrotubulus yang menyebabkan polimerisasi tubulin. Efek ini
menyebabkan terhentinya proses mitosis dan pembelahan sel kanker.
4. Etoposid
Sediaan : Tersedia dalam bentuk kapsul dan larutan injeksi.
Indikasi : Kanker testis, paru, payudara, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin,
leukimia mielositik akut, sarkoma kaposi.
Mekanisme kerja : Etoposid bekerja untuk menunda transit sel melalui fase S
dan menahan sel pada fase S lambat atau fase G2 awal. Obat mungkin menginhibisi
transport mitokrondia pada level NADH dehidrogenase atau menginhibisi uptake
nukleosida ke sel Hella. Etoposid merupakan inhibitor topoisomerase II dan
menyebabkan rusaknya strand DNA.
7
5. Irinotekan, Topotekan
Indikasi : Karsinoma ovarium, karsinoma paru sel kecil, karsinoma kolon.
Mekanisme kerja : Irinotekan merupakan bahan alami yang berasal dari
tanaman Camptotheca acuminata yang bekerja menghambat topoisomerase I, enzim
yang bertanggung jawab dalam proses pemotongan dan penyambungan kembali
rantai tunggal DNA. Hambatan enzim ini menyebabkan kerusakan DNA.
6. Daktinomisin ( AktinimisinD)
Sediaan : Tersedia dalam bentuk Injeksi, bubuk untuk rekonstitusi : 0,5 mg
(mengandung manitol 20 mg).
Indikasi : Kariokarsinoma, tumor Wilms, testis, rabdomiosarkoma, sarkoma
Kaposi.
Mekanisme kerja : Terikat pada posisi guanin pada DNA, mengalami interkalasi
antara pasang basa guanin dan sitosin sehingga menginhibisi sintesis DNA dan
RNA serta protein.
7. Antrasiklin : Daunorubisin, Doksorubisin, Mitramisin
Sediaan : Daunorubisin tersedia dalam bentuk 20 mg daunorubisin
hidroklorida dengan mannitol 100 mg. 2 mg/mL (50 mg) daunorubisin dengan 10 :
5 : 1 rasio molar distearofosfatidilkolin : kolesterol : daunorubisin. Doksorubisin
tersedia dalam bentuk vial 10 mg dan 50 mg.
Indikasi : Leukimia limfositik dan mielositik akut sarkoma jaringan lunak,
sarkoma ostiogenik, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, leukemia akut,
karsinoma payudara, genitourinaria, tiroid, paru, lambung, neuroblastoma dan
sarkoma lain pada anak-anak.
Mekanisme kerja : Interkalasi dengan DNA, mempengaruhi transkripsi dan
replikasi secara langsung. Selain itu, obat ini juga mampu membentuk kompleks
tripartit dengan topoisomerase II dan DNA. (Topoisomerase II adalah enzim
dependen ATP yang terikat pada DNA dan memisahkan untai DNA dimulai dari 3′
fosfat, menyebabkan DNA terpisah dan kemudian menggabungkannya lagi, fungsi
penting dalam replikasi DNA dan repair). Formasi kompleks tripartit dengan
antrasiklin dan etoposid menghambat pengikatan kembali untai DNA rusak,
mengakibatkan apoptosis. Efek ini memungkinkan sel rusak karena obat ini,
sementara adanya overekspresi repair DNA terkait transkripsi menunjukkan
resistensi. Antrasiklin juga membentuk radikal bebas dalam larutan pada jaringan
normal dan maligna. Intermediat semikuinon yang dihasilkan dapat bereaksi
8
dengan oksigen membentuk radikal anion superoksida yang membentuk radikal
hidroksil dan hidrogen peroksida yang menyerang dan mengoksidasi basa DNA
(~kardiotoksisitas). Produksi ini dipicu interaksi antrasiklin dengan besi.
Antrasiklin berik atan dengan membran sel mempengaruhi fluiditasdan transpor
ion.
Inhibisi sintesis DNA dan RNA dengan interkalasi antara basa DNA oleh
inhibisi topoisomerase II dan obstruksi sterik. Doksurubisin menginterkalasi pada
titik lokal ″uncoiling″ dari ikatan heliks ganda. Meskipun mekanisme aksi yang
pasti belum diketahui, mekanismenya diduga melalui ikatan langsung DNA
(interkalasi) dan inhibisi pembentukan DNA (topoisomerase II) yang selanjutnya
memblokade sintesis DNA dan RNA dan fragmentasi DNA. Doksorubisin
merupakan logam khelat yang kuat, komplek logam doksorubisin dapat mengikat
DNA dan sel membran dan menghasilkan radikal bebas yang akan merusak DNA
dan membran sel dengan cepat.
1. Bleomisin
Sediaan : Bleomisin sulfat terdapat dalam vial berisi 15 unit untuk pemberian
IV, IM, atau kadang-kadang SK atau intraarterial.
Indikasi : Kanker paru, lambung dan anus karsinoma testis dan serviks,
limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis DNA, ikatan-ikatan DNA untuk
selanjutnya terjadi pemutusan untai tunggal dan ganda.
9. L-asparaginase
Sediaan : Obat ini tersedian dalam bentuk serbuk untuk Injeksi.
Indikasi : Leukemia limfositik akut.
Mekanisme kerja : Asparaginase menghambat sintesis protein melalui
hidrolisis asparaginase menjadi asam aspartat dan amonia. Sel leukimia, terutama
limfoblast, memerlukan asparaginase eksogen, sel normal dapat memproduksi
asparaginase. Asparaginase adalah daur spesifik untuk fase G1.
d. Golongan Hormon dan Antagonis
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan Hormon dan Antagonis yaitu :
1. Prednison
Sediaan : Obat tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan kaptab 5 mg.
Indikasi : Leukemia limfositik akut dan kronik, limfoma Hodgkin dan non-
Hodgkin, tumor payudara.
9
Mekanisme kerja : Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti
radang.
2. Medroksiprogesteron asetat
Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 10 mg, 100 mg.
Indikasi : Tumor endometrium.
Mekanisme kerja : Mencegah sekresi gonadotropin pituitari yang akan
menghambat maturasi follicular yang menyebabkan penebalan endometrial.
3. Etinil estradiol
Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,02 mg, 0,03 mg, 0,05 mg dan
0,5 mg.
Indikasi : Gejala vasomotor sedang atau parah yang dihubungkan dengan
menopause (Tidak ada bukti bahwa estrogen efektif mengatasi gejala kecemasan
atau depresi yang mungkin terjadi selama atau sebelum menopause, oleh sebab itu
tidak boleh diberikan untuk indikasi tersebut). Hipogonadism pada wanita. Terapi
paliatif karsinoma prostat yang tak dapat dioperasi, pada tahap lanjut terapi paliatif
kanker payudara yang tak dapat dioperasi, hanya dilakukan dengan pertimbangan
khusus : misalnya pada wanita yang sudah lebih 5 tahun postmenopause dengan
penyakit yang makin parah dan resisten terhadap radiasi.
4. Tamoksifen
Sediaan : Tamoksifen tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 20 mg.
Indikasi : Tumor payudara.
Mekanisme kerja : Berikatan secara kompetitif dengan reseptor estrogen pada
tumor atau target lain, membentuk kompleks nuklear yang menurunkan sintesis
DNA dan menghambat efek estrogen, agen nonstreroidal dengan sifat
antiestrogenik yang berkompetisi dengan estrogen untuk berikatan di bagian aktif
pada payudara dan jaringan lain, sel terakumulasi pada fase Go dan G1. Sehingga
tamoksifen lebih sifat sitostatik daripada sitosidal.
5. Testosteron propionate
Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul, injeksi, topikal,
mucoadhesive, pellet, dan transdermal.
Indikasi : Tumor payudara.
Mekanisme kerja : Androgen endogen bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organ seks pria dan mempertahankan
karakteristik seks sekunder pada pria yang mengalami defisiensi androgen.
10
2.3 Mekanisme Kerja Obat Anti Kanker Dan Kemoterapi Kanker
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini
bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin
aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika
hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka
kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.
Pada inti sel, pada waktu sel membelah (mitosis). Makin cepat sel
bermitosis, makin sensitive terhadap kemoterapi. CELL CYCLE PHASE
SPECIFIC, yaitu obat yang bekerja pada sel yang berkembang aktif, jadi harus
diberikan secara kontinyu. CELL CYCLE PHASE NON SPECIFIC, yaitu obat
yang bekerja pada sel yang berkembang maupun yang istirahat, jadi dapat
diberikan secara single bolus.
Ø Dosis
Dihitung berdasar Luas Permukaan Tubuh (LPB). Sedangkan LPB dihitung
dengan table berdasarkan tinggi badan dan berat badan. Apabila tubuh pasien
makin kurus selama pemberian kemoterapi seri I dan II maka untuk pemberian
seri selanjutnya harus diukur lagi LPB-nya, mis: BB = 56 kg, TB = 150 cm,
LPT = 1,5 m2. Dosis obat X : 50 mg/m2, berarti penderita harus mendapat obat
50 x 1,5 mg = 75 mg.
11
2.5 Penyakit Ginjal
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urine. (Sarwono, 2008)
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit
serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri.
Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih
pada kaum lanjut usia. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan
jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.
(Brunner & Suddarth, 2002: 1443).
Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif
mendadak tidak dapat lagi memproduksi cairan urine yang merupakan cairan
yang mengandung zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh dan harus
dikeluarkan dari tubuh .Gagal ginjal akut biasanya disertai oliguria (pengeluaran
kemih <400ml/ hari). (Price and Wilson, 1995 : 885). Acute renal failure (ARF)
is the rapid deterioration of renal function associated with an accumulation of
nitrogenous wastes in the body (azotemia). (Ignatavicius et all, 1995: 2147).
Secara umum, penyakit gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian
penyakit yang menyerang traktus urinarius.
12
Penderita yang mengalami sakit gagal ginjal mendadak ini sering
dijumpai pada kehamilan muda 12-18 minggu , dan kehamilan telah cukup
bulan. Pada kehamilan muda, sering disebabkan oleh abortus septik yang
disebabkan oleh bakteri Chlostridia welchii atau streptokokkus. Gambaran
klinik yaitu berupa sepsis, dan adanya tanda-tanda oliguria mendadak dan
azothemia serta pembekuan darah intravaskuler ( DIC = disseminated
intravascular coagulation ) , sehingga terjadi nekrosis tubular yang akut.
13
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria.
a. Stadium I
b. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi
ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal
mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal.
Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat
mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-
beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar norma.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang
terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang
lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal
14
dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun
dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik,
aktifitas penderita mulai terganggu.
c. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas
dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas
sehari hari sebaimana mestinya. Gejala gejala yang timbul antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 %
dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula
mula menyerang tubulus ginjal, Kompleks menyerang tubulus ginjal,
kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom
uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam
bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
2.8 Pengobatan
Dalam beberapa kasus, penyakit ginjal kronis dapat berkembang menjadi gagal
ginjal tahap akhir (End-Stage Renal Disease/ESRD) atau established renal
failure (ERF). Pada tahap ini, ginjal berhenti bekerja dan mengancam hidup.
Kondisi ini terjadi secara perlahan-lahan dan jarang terjadi secara tiba-
tiba. Namun banyak pengidap penyakit ginjal tetap dapat memiliki ginjal yang
15
berfungsi dengan baik sepanjang hidup mereka, namun dengan menjalani
perawatan.
a. Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya
pemisahan zat-zat terlarut. Hemodialisis menggunakan mesin hemodialisis.
Proses terjadinya dialisis, tepatnya ada di Dializer (disebut alat ginjal
buatan). 2 hal yang paling Penting kenapa pasien gagal ginjal harus
melakukan Dialisis adalah:
b. Dialisis Peritoneal
16
Dialisis Peritoneal itu gambar B: cairan dianeal /cairan bilasan ada di
kantong luar ⇒ dimasukkan ke dalam rongga perut, diganti tiap 3- 4 kali
sehari tergantung kebutuhan.
c. Transplantasi Ginjal
17
dilakukan dengan mengubah gaya hidup seperti mengurangi konsumsi
garam dan mengurangi berat badan.
Namun jika perubahan ini belum cukup untuk mengontrol tekanan darah,
Anda mungkin membutuhkan obat-obat antihipertensi seperti penghambat
ACE (angiotensin converting enzyme inhibitor). Obat penghambat ACE
memberikan perlindungan tambahan pada ginjal dan mengurangi tekanan
pada pembuluh darah. Contoh penghambat ACE adalah ramipril dan
lisinorpil. Golongan obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa
batuk kering, sakit kepala, dan lemah. Gejala-gejala ini dapat hilang
setelah beberapa hari pemakaian, meski pada beberapa penderita batuk
kering tetap muncul.
18
c) Mengurangi Kadar Kolesterol
Dengan memiliki faktor risiko yang sama, pengidap GGK berisiko lebih
tinggi menderita sakit jantung, termasuk serangan jantung atau stroke.
Pada beberapa kasus, statin dapat menyebabkan sakit otot, lemas, dan
nyeri. Sementara efek samping lebih ringan yang dapat timbul adalah
sakit perut, konstipasi, diare, dan sakit kepala.
Anemia atau kondisi saat tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah,
banyak diderita pengidap GGK stadium tiga ke atas. Suplemen zat
besi untuk produksi sel-sel darah merah biasanya akan diberikan untuk
mengatasinya. Zat ini dapat diberikan dalam bentuk tablet seperti ferri
sulfat.
19
2.10 Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi (ADME)
a. Absorbsi
Beberapa cara yang paling umum seperti melalui mulut/oral (menelan tablet
aspirin), intramuskular (mendapatkan vaksinasi flu dalam otot lengan),
subkutan (suntik insulin tepat di bawah kulit), intravena (menerima
kemoterapi melalui pembuluh darah), atau transdermal (memakai patch
kulit).
20
b. Distribusi
Obat yang ditargetkan menuju sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang) akan menghadapi rintangan besar yakni barikade yang hampir
tak tertembus disebut penghalang darah-otak/blood brain barrier. Blokade
ini dibangun khusus berbentuk kapiler berlapis yang bersama-sama untuk
melindungi otak dari zat-zat yang berbahaya seperti racun atau virus.
Namun ahli farmasi telah merancang berbagai cara untuk menyelinap
beberapa obat melewati penghalang ini.
c. Metabolisme
Hati adalah organ penting yang bekerja terus menerus. Semua yang
memasuki aliran darah baik itu melalui jalur oral, injeksi, inhalasi, kulit
atau yang diproduksi oleh tubuh secara alami akan dimetabolisme di hati.
21
dengan obat membuat suatu substansi yang lebih mudah untuk dibuang
melalui urin. Tidak heran minum obat tertentu maka warna urin akan
berubah.
d. Eksresi
Penyakit ginjal tidak hanya terdiri dari satu jenis saja. Terdapat dua jenis
penyakit ginjal, akut (kondisi sakit terjadi dalam waktu relatif cepat/tiba-
tiba/kurang dari 2 minggu) dan kronik (terjadi perlahan dalam jangka waktu
yang lama, > 2 minggu dan biasanya terjadi kelainan fungsi ginjal yang
menetap). Penyakit ginjal akut terbagi-bagi lagi menjadi jenis yang spesifik,
begitu juga penyakit ginjal kronis.
22
memegang data-data medis pasien lah yang paling mengetahui kondisi pasien
dan dengan demikian dapat merancang penanganan yang terbaik.
Pada kondisi penyakit ginjal yang sudah mengalami penurunan fungsi ginjal
signifikan, biasanya Dokter mempertimbangkan pemberian dosis dan waktu
kerja obat di dalam tubuh yang biasanya tidak sama dengan pasien tanpa
gangguan fungsi ginjal.
f. Dialisis (cuci darah) dan transplantasi ginjal pada penyakit ginjal yang
sangat parah
23
Selain obat-obat tersebut, dalam penanganan hipertensi pada pasien gagal ginjal
juga digunakan kombinasi terapi lainya dari obat seperti Clonidine, Amlodipine,
serta obat golongan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) yaitu Losartan dan
Valsartan (Ganiswarna, 1995., Sjamsiah, 2005). Hal ini dilakukan untuk tujuan
mengontrol tekanan darah pasien yang sebagian besar fluktuatif akibat kondisi
ginjal pasien yang telah menurun (Sjamsiah, 2005).
Penggunaan obat non anti hipertensif terbesar adalah penggunaan CaCO3 dan
Asam Folat. Secara garis besar, CaCO 3 digunakan sebagai buffer dalam
penanganan kondisi asidosis metabolik yang terjadi pada hampir seluruh pasien
gagal ginjal karena kesulitan dalam proses eliminasi buangan asam hasil dari
metabolisme tubuh (Sjamsiah, 2005). CaCO3 juga digunakan dalam penanganan
kondisi hiperfosfatemia pasien. Hiperfosfatemia pada pasien gagal ginjal terjadi
akibat pelepasan fosfat dari dalam sel karena kondisi asidosis dan uremik yang
sering terjadi. CaCO3 bekerja dengan mengikat fosfat pada saluran pencernaan
sehingga mengurangi absorpsi fosfat (Sweetman, 2007). Terapi dengan Asam
Folat digunakan dalam penanganan kondisi anemia yang muncul pada pasien
kondisi uremia, defisiensi asam folat, defisiensi besi, defisiensi vitamin B 12, dan
akibat fibrosis sumsum tulang belakang (Suhardjono, et al., 2001).
1. Fase Farmasetik, yaitu fase dimana zat aktif dilepaskan dari sediaan
24
Fase biofarmasetika (biofarmasi) adalah ilmu yang mempelejari
hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap bioavaibilitas obat
serta faktor-faktor yang mempengaruhi bioavaibilitas obat. Sedangkan fase
farmakokinetika adalah proses tubuh mempengaruhi obat dimana obat
tersebut akan mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi (ADME) yang berjalan simultan langsung atau tidak langsung.
Fase farmakodinamik adalah proses obat mempengaruhi tubuh dimana
obat telah mencapai tempat target sehingga efek terapi dapat dicapai (obat
memberikan efek terapi).
Obat
Pelepasan
Absorpsi
Bagan di atas menggambarkan keadaan farmasetik pada saat zat aktif lepas
dari sediaan obat, farmakokinetik pada saat terjadi absorpsi, distribusi, metabolisme,
eliminasi, atau deposit setelah zat aktif dilepaskan, dan farmakodinamik, yaitu
setelah obat mengalami berbagai proses, maka obat akan menghasilkan efek pada
tempat kerja/reseptor.
25
Bagan Perjalanan Obat di dalam tubuh :
29
BAB III
PEMBAHASAN
Dari paparan diatas terdapat variasi bentuk sediaan obat untuk pengobatan
penyakit kanker, oleh karena itu dalam penggunaanya paramedis maupun pasien
disarankan lebih teliti dalam mempertimbangkan jenis sediaan yang akan digunakan
karena hal tersebut sangat mempengaruhi efektifitas proses pengobatan yang
dirasakan oleh pasien. Dalam prosesnya obat mengalami beberapa tahap sebelum
menyebabkan efek bagi pasiennya. Proses yang dialami obat secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga fase yaitu :
a. Fase Farmasetik, yaitu fase dimana zat aktif dilepaskan dari sediaan. Rute ini
menggambarkan kecepatan perubahan obat dari bentuk sediaan padat menjadi
serbuk terlarut dan siap terabsorbsi kedalam darah.
b. Fase Farmakokinetik. Fase ini menggambarkan nasib obat dalam tubuh, yaitu
apa yang dilakukan tubuh terhadap obat mulai dari penyerapan (Absorbsi) sampai
kepada tahap metabolisme dan ekskresi.
Rute penggunaan obat merupakan salah satu faktor yang tidak kalah penting
dalam menunjang efektifitas terapi yang dilakukan dalam pengobatan penyakit
kanker. Rute tersebut dapat melalui beberapa cara antara lain :
a. Melalui oral; yaitu masuk mulut, tenggorokan terus ke perut lalu masuk ke dalam
pembuluh darah.
b. Melalui suntikan; yaitu dengan menusukkan ke beberapa jaringan tubuh.
30
Gambaran konsentrasi obat didalam darah dengan rute pemberian oral.
31
sebaiknya dilakukan cek laboratorium terutama kadar kreatinin pada pasien untuk
memperoleh data dalam penentuan dosis yang digunakan.
32
BAB IV
KESIMPULAN
Perjalanan obat didalam tubuh pada pasien penyakit kanker terdiri dari dua
jenis :
1. Perjalanan obat dengan rute pemberian oral : terdiri dari fase farmasetik,
farmakokinetik dan farmakodinamik. Dalam fase-fase tersebut obat dapat
berikatan dengan reseptor dan memberikan efek farmakologis setelah
melalui proses disintegrasi didalam lambung, absorbsi didalam lambung
dan usus, distribusi didalam darah hingga akhirnya termetabolisme didalam
hati dan diekskresikan melalui ginjal dalam proses urinasi.
2. Perjalanan obat dengan rute injeksi : terdiri dari fase farmakokinetik dan
farmakodinamik dimana obat langsung masuk kedalam aliran darah dan
berikatan dengan reseptor hingga akhirnya termetabolisme didalam hati dan
diekskresikan melalui ginjal dalam proses urinasi.
3. Pada pasien yang memiliki kelainan ginjal hal yang paling mungkin terjadi
adalah peningkatan kadar obat dalam darah, sehingga perlu penanganan
khusus sebelum dilakukan pemberian obat, serta harus dilakukan
penyesuaian dosis untuk menghindari efek toksik bagi pasien.
Dari dua jenis rute pemberian obat tersebut, rute injeksi akan lebih efektif untuk
mendapatkan hasil lebih cepat dalam proses pengobatan penyakit kanker. Namun
tidak semua rute injeksi merupakan rute terbaik karena ada beberapa obat yang
memang tidak stabil dalam bentuk sediaan lautan injeksi.
33
DAFTAR PUSTAKA
2005.
2009
5. Anonim, Farmakologi & Terapi, edisi ke-4, Fakultas Kedokteran UI, 1995
34