Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sub-sektor marikultur bukan hanya bakal berkontribusi secara signifikan bagi kemajuan
perekonomian nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga bisa menjadi
salah satu sektor unggulan (leading sector) yang dapat menghela Indonesia menjadi negara
maju, sejahtera, dan berdaulat apabila dikelola secara professional, menggunakan sains dan
teknologi serta manajemen yang inovatif, inklusif, dan ramah lingkungan; sebab, sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia yang tiga perempat wilayahnya berupa laut, Indonesia
memiliki potensi produksi marikultur terbesar di dunia, sekitar 60 juta ton/tahun. Usaha
marikultur bukan hanya menghasilkan sumber pangan protein berupa berbagai jenis ikan,
kekerangan (moluska), dan crustacean (udang, lobster, kepiting, rajungan, dan lainnya).
Tetapi usaha ini juga menjadi sumber bahan baku bagi industri farmasi, kosmetik, perhiasan
(seperti kerang mutiara), cat, film, biofuel, dan ratusan jenis industri lainnya, yang berasal
dari micro algae, macro algae, avertebrata, dan biota (organisme) laut lainnya.

Supaya sub-sektor marikultur mampu membuka lapangan kerja yang luas, menghasilkan
pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkualitas (inklusif), dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara berkelanjutan (sustainable), Dahuri (2019), mengusulkan beberapa hal perlu
dilakukan antara lain revitalisasi seluruh usaha marikultur yang ada untuk meningkatkan
produkstivitas, efisiensi, dan keberlanjutan bisnis yang ada, ekstensifikasi (perluasan) usaha
marikultur di wilayah perairan laut baru yang cocok untuk usaha marikultur perlu dilakukan
dan diversifikasi spesies atau komoditas budidaya. Sebagai negara dengan keanekaragaman
hayati perairan (aquatic biodiversity) tertinggi di dunia mestinya Indonesia sudah
membudidayakan banyak biota perairan. Namun, hingga 2014 baru berhasil dibudidayakan
tidak lebih dari 25 spesies. Sementara, Tiongkok dengan potensi keanekaragaman hayati
perairan jauh lebih rendah dari pada Indonesia telah mampu membudidayakan 125 spesies
organisme perairan.

Sebagai antisipasi dan untuk kepentingan jangka panjang, seruan Presiden Jokowi untuk
mengembangkan usaha budidaya perikanan di laut lepas di atas 12 mil dari garis pantai ke
arah laut lepas sangat bagus. Akan tetapi, karena letaknya dan kondisi dinamika kelautan
(oseanografis) yang lebih keras ketimbang usaha marikultur di peraian laut dangkal (coastal
waters), maka biaya produksi, transportasi, logistik, dan pengamanan 3 offshore aquaculture
pasti lebih mahal dan memerlukan teknologi yang lebih canggih (sophisticated) daripada
usaha marikultur di coastal waters atau di pantai. Oleh karena itu, pengembangan offshore
aquaculture harus menggunakan pendekatan "a big-push development", yakni: (1) unit
usahanya harus besar supaya memenuhi economy of scale (skala ekonomi) nya; (2)
menggunakan teknologi mutakhir (state of the art technology); (3) menerapkan integrated
supply chain management system (sistem manajemen rantai pasok terpadu) yang dapat
memastikan stabilitas pasokan dan harga; (4) menerapkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan yang ramah lingkungan; dan (5) pengamanan dari gelombang, cuaca buruk,
bencana alam, pencurian, perampokan, dan bahaya lainnya

Untuk itu, sebagai salah satu sektor prioritas dalam lima tahun ke depan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengembangkan sektor budidaya perikanan. Salah
satunya, dengan meluncurkan komoditas ikan budidaya terbaru, king cobia (kobia)
(Rachycentron canadum) dan ikan bawal bintang (Trachinotus blochi).

1.2. Tujuan

1. memahami biologi ikan king kobia

2. memahami ekologi ikan king kobia


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan King Cobia

2.1.1. Morfologi

Cobia merupakan jenis ikan perenang cepat dengan kepala dan mulut yang relatif pipih
melebar dibandingkan bagian tubuh lainnya. Badan berwarna cokelat gelap, terdapat dua
garis tebal keperakan di sepanjang tubuhnya. Sisik berukuran kecil dan terbenam dalam kulit
yang tebal. Di depan sirip punggung terdapat 6 - 9 duri keras pendek yang terpisah satu
dengan lainnya. Ukuran ikan di alam yang ditemukan 80-100 cm. Panjang maksimum 180
cm. Cobia memiliki badan yang kuat dan ekor yang baik perkembangannya dan bercabang
dua. Bagian lateral berwarna abu-abu dan bagian ventral berwarna putih. Matanya berwarna
hitam, dengan warna hitam juga terdapat pada moncong ikan sampai ke sirip ekor. Ciri-ciri
yang nampak saat masih muda adalah terdapat dua garis pada sisi lateral yang berwarna
hitam dan warna tersebut akan semakin pekat ketika dewasa. Bentuk tubuh silindris dan
panjang dengan kepala berbentruk pipih melebar. Memiliki mulut lebar dengan rahang yang
sempit dan gigi terdapat di dalam rahang diantara lidah dan mulut (Anonim, 2006).

Selain itu, Cobia juga memiliki sirip dorsal pertama yang seperti duri berjumlah 7 – 9
(pada umumnya 8) sedangkan sirip dorsal yang kedua ukuranya lebih panjang. Sirip anal
mirip dengan sirip dorsal yang kedua, tetapi ukurannya lebih pendek. Ketika dewasa sirip
caudal berbentuk seperti bulan sabit, dengan bagian atas lebih panjang dari pada bagian
bawah. Sedangkan pada saat mudanya, sirip caudal berbentuk bulat (Gunawan, 2013).

2.1.2. Taksonomi

Ikan cobia memiliki nama Gasterosteus canadus, namun sekarang lebih dikenal


dengan Rachycentron canadum. Cobia merupakan ikan pelagis yang hidup di perairan tropis
sampai ke subtropis. Ikan ini banyak ditemukan di perairan Atlantik, Pasifik, dan di sebelah
barat Meksiko (Arendt et al., 2001). Cobia diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom         : Animalia

Phylum            : Chordata                                                             

Class                : Actinopterygii                                                                                          
Order               : Perciformes

Family             : Rachycentridae         

Species            : Rachycentron Canadum

2.1.3. Sistem pencernaan

Salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan cobia yaitu belum
tersedianya pakan buatan khusus untuk ikan cobia, pakan yang diberikan merupakan pakan
buatan pabrik untuk ikan kakap, bawal maupun kerapu yang harganya cukup tinggi. Pakan
dibutuhkan oleh ikan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kelengkapan
dan keseimbangan nutrisi dengan jumlah energi yang cukup dalam pakan mutlak diperlukan
untuk menjaga agar pertumbuhan ikan dapat berlangsung secara normal. Protein merupakan
sumber energi utama yang dibutuhkan ikan, protein merupakan senyawa organik yang terdiri
dari beberapa asam amino dan berfungsi untuk pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan
enzim, dan beberapa hormon di dalam tubuhnya (Setianingsih, 2019).

2.1.4. Sistem reproduksi

Beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan seksual Cobia antara lain ukuran,
umur ikan, kondisi iklim, dan lokasi. Berdasarkan penelitian, Cobia jantan lebih cepat
mengalami kematangan gonad dibanding Cobia betina. Cobia jantan telah siap memasuki
masa reproduksi pada umur satu tahun dengan panjang sirip 25 inci. Sedangkan Cobia betina
mengalami kematangan gonad lebih lama yaitu umur 2 tahun dengan panjang rentang sirip
mencapai 33 inci (Pamungkas, 2010).

Cobia melakukan pemijahan pada siang hari. Di Samudera Atlantik dekat Chesapeake
Bay, pemijahan terjadi antara bulan Juni dan Agustus, di North Carolina dibulan Mei dan
Juni, sedangkan di Teluk Meksiko pada bulan April hingga September. Frekuensi pemijahan
setiap 9-12 hari sebanyak 15-20 kali sepanjang musim. Selama pemijahan, Cobia melepaskan
telur dan sperma ke lepas pantai perairan terbuka. Telur berbentuk bulat dengan rata-rata
diameter 1,24 mm. Setelah dilakukan pembuahan sekitar 24 -36 jam, larva akan dilepaskan.
Lima hari setelah menetas, mulut dan mata berkembang. Pada umur 30 hari warna juvenil
sudah menyerupai dewasa yaitu terdapat dua garis perak horisontal di sepanjang tubuhnya
(Pamungkas, 2010).

2.2. Ekologi ikan king kobia

2.2.1. Kualitas air

Pergantian air dilakukan secara flow-through (air mengalir terus-menerus) dengan cara
mengatur kran pemasukan (inlet) dan pengeluaran (outlet) air pada setiap bak mulai larva
berumur 10 hari sampai menjelang panen (umur 20 hari) dengan jumlah bertahap mulai 10%
sampai 100% disesuaikan dengan perkembangan larva. Pergantian air dihentikan selama ± 1
jam saat dilakukan pemberian pakan. Hal ini untuk mengantisipasi agar pakan tidak ikut
terbuang bersama air pengeluaran juga memberikan kesempatan larva memperoleh pakan
(Aslianti et al., 2010).

2.3. Habitat

Dari data pengembangan dan berbagai literatur, diterangkan bahwa kobia bersifat
karnivora pelagis yakni ikan pemakan hewan yang hidup di permukaan perairan. Habitatnya
ikan ini di laut dangkal dan berenang sampai ke muara. Sehingga kawasan yang layak untuk
membudidayakan king kobia yakni pada perairan laut dangkal yang sedikit berarus karena
ikan ini membutuhkan oksigen yang tinggi dan terdapat ketersediaan pasokan ikan rucah.
Berbeda dengan kerapu yang membutuhkan perairan yang berarus tenang karena ikannya
tidak banyak bergerak (Komarudin et al., 2020).

Menurut Pamungkas 2010, Cobia merupakan ikan pelagik terdapat di laut dalam dengan
suhu tropis, kecuali di laut timur. Cobia menyukai temperatur air antara 200C-300C. Pada
saat musim gugur, Cobia bermigrasi kearah selatan yaitu daerah yang perairannya lebih
hangat dan ketika musim semi mereka berpindah kembali ke daerah utara. Cobia terbiasa
melakukan migrasi musiman pada sepanjang pantai mencari air dengan cakupan temperatur
yang lebih disukai mereka pada saat musim dingin dan biasanya berpindah ke utara pada
musim panas, melewati timur Florida pusat dibulan Maret.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, A. G., 2013. Pembenihan Ikan Cobia (Rachycentron Canadum) di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. SUPM Negeri Bone

Arendt, M.D.,J.E. Olney. Dan J.A. Lucy. 2001. Stomach content of Cobia.

Anonim. 2006. Rachycentroncanadum. Aquaculture. Fisheries and Aquaculture


Department.

Komarudin, U dan S. Saputra., 2020. King Kobia, Primadona Baru Ikan Budidaya. Balai
Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.

Pamungkas, w. 2010. Pemberian Senyawa Osmolit Organik Taurin Pada Pakan Buatan
Terhadap Respon Pertumbuhan Cobia (Rachycentron Canadum) Di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.

Setianingsih. l, L. Santoso , dan S. Saputra. 2019. Kadar Protein Berbeda Untuk Pertumbuhan
Cobia. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Volume VII, No 2.

Aslianti. T, Afifah, Dan S. Z. Musthofa. 2010. Penundaan Pemberian Pakan Artemiaterhadap


Performansi Benih Ikan Cobia (Rachycentron Canadum) Yang Dipelihara Secara
Terkontrol. J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.3 Tahun 2010: 373-382

Anda mungkin juga menyukai