Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No.

1, Agustus 2017

Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia: Konsep, Strategi dan


Tantangan

Siswanto1
1)
Ketua Komisi Saintifikasi Jamu Nasional Kementerian Kesehatan RI

Abstrak

Berdasarkan dokumen dan artefak kuno, Pengobatan Tradisional Indonesia sudah berkembang dan dipa-
kai oleh bangsa Indonesia baik untuk menjaga kesehatan, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Dari
analisis SWOT tentang situasi Kesehatan Tradisional Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia
mempunyai potensi dan peluang besar untuk mengembangkan Pengobatan Tradisional Indonesia. Strategi
yang tepat untuk pengembangan Pengobatan Tradisional Indonesia adalah melalui pendekatan “3P” (product,
practice, dan provider) yang dikerjakan secara simultan. Pengembangan produk adalah menyangkut elabora-
si manfaat, keamanaan, dan kualitas poduk (modalitas). Pengembangan praktik adalah menyangkut pengem-
bangan body of knowledge (pohon keilmuan) yang dapat dipergunakan untuk pengajaran pendidikan formal
(Strata 1) di perguruan tinggi, untuk menghasilkan profesi tersendiri terpisah dari kedokteran konvensional.
Komisi Saintifikasi Jamu Nasional telah mengembangkan pohon keilmuan Kesehatan Tradisional Indonesia
(Kestrindo). Pohon Keilmuan Kestrindo memiliki ilmu penopang biomedis, berfilosofi Indonesia, bermekan-
isme kerja fisiogenesis, dan bermodalitas holistik (jamu, pijat, doa, diet, hipnoterapi). Metodologi penelitian
Kestrindo harus menggunakan pendekatan holistik, sehingga pengukuran outcome klinik merupakan kombi-
nasi obyektif (etik) dan subyektif (emik). Kedepan perlu disusun konsep yang matang untuk pengembangan
Kesehatan Tradisional Indonesia untuk menghadapi tantangan dan persaingan global yang semakin ketat dan
sekaligus mengangkat jati diri bangsa.

Kata kunci: Komisi Saintifikasi Jamu Nasional, product, practice, provider, Kesehatan Tradisional Indonesia,
pohon keilmuan, holistik, etik, emik, jati diri bangsa.

Abstract

Referred to ancient artifact and manuscript, Indonesian Traditional Medicine has been established and used
by Indonesian people for maintaining health, treatment, and disease prevention. SWOT analysis has shown
that Indonesia has the potencies and opportunities to develop Indonesian Traditional Medicine. The appropri-
ate strategy to develop Indonesian Traditional Medicine is by conducting a 3P approach i.e. product, practice,
and provider in a simultaneous way. The development of product is dealing with efficacy, safety and quality of
product (modalities). The development of practice is dealing with the elaboration of the body of knowledge of
Indonesian Traditional Medicine (Kestrindo) that can be used for formal education (Strata 1) in universities, to
generate Kestrindo professionals, separated from conventional medicine. During the last three years, National
Committee of Jamu Scientification has involved to elaborate and to establish the body of knowledge of Kestrin-
do. Kestrindo body of knowledge has the following building blocks, i.e. supporting pillars of biomedical science,
philosophy of Indonesian origin, mechanism of action: physiogenesis (holistic), modalities of Indonesian origin
(jamu, diet, massage, hypnotherapy, praying). As the philosophy of Kestrindo is holistic .i.e. paying attention a
patient as holistic human being (body-mind-spirit), mixed methodology should be used. In this method, clinical
outcome to be concerned is not only objective parameters (etic) but also subjective parameters (emic). In the
future, it needs to finalize the concept of Kestrindo development for anticipation of global competitions and
challenges and also to raise Indonesian nation integrity.

Keywords: National Committee of Jamu Scientification, product, practice, provider, Kestrindo, body of knowl-
edge, holistic, etic, emic, nation integrity.

17
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Latar Belakang Potensi dan Peluang Pengembangan Kestrindo


Pengobatan tradisional komplementer Potensi dan peluang dalam pengembangan
(Traditional & Complementary Medicine/ T&CM) Kestrindo dilihat dengan menggunakan piranti analisis
akhir-akhir ini telah menjadi perhatian para SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
pakar kesehatan dan pengambil keputusan sektor dan Threats). Pada dasarnya analisis SWOT
kesehatan. Pada level global, Organisasi Kesehatan meliputi analisis internal (kekuatan, kelemahan),
Dunia (WHO) telah memberikan perhatian terhadap dan analisis eksternal (peluang, ancaman), apabila
pengembangan pengobatan tradisional terbukti keempat komponen telah diidentifikasi, maka
dengan diterbitkannya pedoman praktik yang baik harapannya kita dapat menyusun strategi teknik
(good practice) maupun pedoman penelitian dan “optimalisasi kekuatan, meminimalisir kelemahan,
pengembangan di bidang pengobatan tradisional. guna menangkap peluang dengan memperhitungkan
(WHOa 2012; WHOb 1995). Organisasi kerja ancaman yang ada”. Hasil analisis internal
sama internasional (APEC, OKI, ASEAN), ikut pengembangan Kestrindo sebagaimana Tabel 1.
memberikan perhatian terhadap pengobatan Dari Tabel 1, tampak bahwa Indonesia
tradisional. Pada level nasional, perhatian mempunyai kekuatan yang luar biasa, khususnya
pemerintah sesungguhnya juga cukup besar, ini bisa “potensi produk” untuk dikembangkan menjadi
dilihat telah disusunnya Kotranas (Kebijakan Obat produk yang bermutu dalam menunjang Kestrindo.
Tradisional Nasional) (Depkes RI, 2007), roadmap Namun demikian, kita mempunyai kelemahan,
pengembangan jamu dalam koordinasi Menko Kesra, karena Indonesia tidak mempunyai pendidikan
terbentuknya Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan formal untuk Kestrindo, sehingga “produk” yang
Tradisional Komplementer dan Alternatif di beragam dan berlimpah tadi “tidak bisa terangkat
Kementerian Kesehatan RI, dan program Saintifikasi derajatnya” untuk menjadi modalitas yang sejajar
Jamu (Permenkes 003/2010) (Kemkes RI, 2010). dengan saudaranya pengobatan konvensional
Pengembangan Kesehatan Tradisional (allopathic medicine).
Indonesia (Kestrindo), terdapat tiga pilar, yakni Berbagai dokumen kuno menunjukkan
produk (jamu), praktik (metoda/ keilmuan) dan bahwa bangsa Indonesia sudah mempunyai sistem
praktisi (penyembuh / provider) yang disebut “3P”, pengobatan tradisional. Dokumen dapat dilihat pada
yakni product, practice dan practioners (WHOc peninggalan dokumen/artefak (1) Gambar relief
2014). Kelemahan pengembangan Kesehatan orang minum Jamu pada relief Karmawibhangga,
Tradisional Indonesia selama ini, terjebak hanya pada di Candi Borobudur, (2) Kata jamu (jampi) (bahasa
pengembangan produk saja, ujung-ujungnya produk Jawa), dapat ditemukan pada naskah kuno, seperti
yang dikembangkan “dipaksakan” masuk dalam Ghatotkacasraya (Mpu Panuluh), (3) Naskah Serat
paradigma kedokteran konvensional, yang akhirnya Centhini (1814), (4) Serat Kawruh Bab Jampi-Jampi
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pengakuan Jawi (1831), (5) Primbon Betal Jemur, (6) Serat
dari profesi kedokteran konvensional. Hal ini bisa Wirid Hidayat Jati (Ronggowarsito), (7) Historia
dimaklumi karena adanya perbedaan filosofis antara Naturalist et Medica Indiae (Yacobus Bontius, 1627),
kedokteran konvensional dan pengobatan tradisional. (8) Herbarium Amboinense (Gregorius Rhumpius),
Kedokteran konvensional berfilosofi materialistik (9) Het Javaansche Receptenboek (Buku Resep
dan reduksionistik, sementara pengobatan tradisional Pengobatan Jawa) (Van Hien, 1872), (10) Indische
berfilosofi holistik dan sibernetik. Planten en Haar Geneeskracht (Tumbuhan Asli
Komisi Saintifikasi Jamu Nasional telah dan Kekuatan Penyembuhannya) (Kloppenburg-
menggagas strategi pengembangan Kesehatan Versteegh, 1907), (11) De Nuttige Planten van
Tradisional Indonesia secara sistematik, melalui Indonesie (K. Keyne, 1913), (12) Heilkunde und
pengembangan produk, pengembangan praktik Volkstum auf Bali (W. Weck, 1937). (Sutarjadi dkk,
(pohon keilmuwan) dan penciptaan praktisi 2012).
(provider) yang profesional. Tulisan ini bertujuan Berbagai artefak dan naskah kuno yang ada,
memberikan gambaran pengembangan Kestrindo tampak bahwa naskah-naskah kuno pada era Hindu-
dari segi konsep, strategi, dan tantangan ke depan. Budha tidak banyak diketemukan, namun banyak

18
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Tabel 1. Matriks Analisis Internal Pengembangan Kestrindo

Kekuatan Kelemahan
1. Ada bukti-bukti sejarah pengobatan tradisional 1. Secara umum belum terbentuk pendidikan formal
Indonesia (relief di candi Borobudur, dokumen Kesehatan Tradisional Indonesia (Kestrindo)
kuno, dan lain-lain) setara Strata 1 (kecuali D3 Battra di FK Unair, D3
Jamu di Poltekkes Solo, dan Fakultas Ayurveda di
2. Indonesia mempunyai megabiodiversitas nomor Universitas Hindu Indonesia di Bali)
tiga dunia
2. Karena belum ada pendidikan formal, praktisi
3. Unggul dari sisi keberagaman produk obat (practitioner) tidak terstandarisasi dan lemah
tradisional (keragaman dari jenis sediaan, formula, pengetahuannya tentang patofisologi penyakit dan
teknik pembuatan, misalnya: jamu, obat herbal fisiogenesis sehat
terstandar, fitofarmaka)
3. Banyak pengobatan alternatif di Indonesia yang
4. Modalitas yang sudah ada: jamu, makanan sehat, tidak jelas manfaat dan keamanannya
pijat, doa
5. Sudah ada pemgembangan melalui jalur dokter,
meski terjadi perdebatan (Perhimpunan Dokter
Herbal Medik Indonesia, Perhimpunan Dokter
Pengembangan Kesehatan Tradisional Timur, dan
lain-lain)

diketemukan naskah-naskah kuno yang tertulis pada APEC, ASEAN, dan SEARO. Namun demikian,
daun lontar di Bali. Naskah-naskah kuno daun lontar kita juga harus memperhitungkan berbagai ancaman
yang terkait kesehatan dan pengobatan tersebut oleh (atau setidaknya tantangan), yakni perlombaan
Dinas Kesehatan setempat telah diterjemahkan dalam antar negara dalam berbagai forum kerjasama
Buku Usada Bali (Dinkes Provinsi Bali, 2010). Hasil internasional, kerjasama perdagangan bebas, isu
analisis eksternal terkait dengan pengembangan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan paten,
Kestrindo yang meliputi peluang dan ancaman dapat serta pencurian plasma nutfah milik Indonesia oleh
dilihat di Tabel 2. negara lain.
Peluang pengembangan Kestrindo Permintaan yang tinggi terhadap produk
cukup besar, meliputi kebutuhan dan permintaan obat tradisional oleh masyarakat dalam konteks
masyarakat ke depan (pengobatan penyakit tidak sistem kesehatan populer (folk health system), dapat
menular, gerakan kembali ke alam, penggunaan obat kita lihat dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tradisional dalam folk health system), dan dukungan Tahun 2010 (lihat Grafik 1 dan 2). Dari Grafik 1,
lembaga kerjasama internasional seperti WHO, terlihat bahwa sekitar 60% penduduk Indonesia

Tabel 2. Matriks Analisis Eksternal Pengembangan Kestrindo

Peluang Ancaman
1. Pergeseran morbiditas ke arah Penyakit Tidak 1. Perlombaan antar negara dalam forum kerjasama
Menular yang memerlukan long-term care internasional (SEARO, ASEAN, APEC)
(perawatan melalui Griya Sehat lebih cocok)
2. Perdagangan bebas (WTO, ASEAN plus three)
2. Paradigma “back-to-nature”, pendekatan yang tepat
3. Isu Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan
adalah pendekatan holistik
paten
3. Dukungan WHO, SEARO, APEC, ASEAN, dalam
4. Pencurian (pengembangan) sumber daya genetik
pegembangan pengobatan tradisional (T&CM)
Indonesia oleh negara lain dan dipatenkan oleh
4. Peluang ekspor produk obat tradisional (jamu, obat negara lain
herbal terstandar dan fitofarmaka) cukup besar
5. Permintaan produk obat tradisional oleh masyarakat
Indonesia cukup tinggi (dalam folk health system)

19
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

15 tahun ke atas pernah minum Jamu. Bahkan, konvensional, tubuh manusia dibagi-bagi menurut
sekitar 5% dari populasi tersebut minum Jamu sistem organ dan spesialisasi keilmuan, seperti bedah
setiap hari. Bila dilihat dari bentuk sediaan yang urologi, bedah jantung, bedah tulang, bedah digestif,
sering dikonsumsi, maka tampak bahwa “bentuk penyakit jantung, penyakit paru, penyakit rematik,
cairan” adalah yang paling banyak dikonsumsi, penyakit mata, dan seterusnya), maka pada Kestrindo
baik itu berasal dari cairan yang sudah jadi, rebusan digunakan pendekatan holistik, artinya “individu
(rajangan yang direbus), maupun dalam bentuk manusia” adalah satu entitas utuh yang terdiri dari
serbuk yang diseduh (seduhan) (Gambar 2) (Badan tubuh (body), pikiran (mind) dan ruh (spirit). Sehat-
Litbang Kesehatana, 2010). sakit, harus dilihat sebagai hasil interaksi yang
kompleks antara body, mind, dan spirit, termasuk
Bagaimana Mengembangkan Kestrindo? interaksinya antar individu (inter-subjectivity) dalam
Pengembangan Kestrindo menyangkut tidak masyarakat. Interaksi yang kompleks akan berakibat
hanya produk, tetapi juga pengembangan keilmuan apakah individu menjadi sakit atau sehat. Hasil
(the method of practice) dalam rangka menghasilkan sandingan dekonstruksi filosofi antara kedokteran
praktisi (practitioners) yang profesional, maka konvensional dan Kestrindo adalah sebagaimana
diperlukan pengembangan body of knowledge pada Tabel 3.
(pohon keilmuan) yang menguraikan filosofi Para ahli filsafat, secara garis besar telah
Kestrindo, baik menyangkut cara pandang terhadap mengembangkan paradigma ilmu pengetahuan yang
realitas, dikaitkan dengan pengertian sehat-sakit dibagi menjadi 3 cara berfikir (school of thoughts).
(ontologi), penjelasan ilmiah dan metodologinya Pertama, cara berfikir positivism (kuantitatif),
(epistemologi), dan bagaimana mengaplikasikan melihat realitas (being) sebagai sesuatu yang
ilmu tersebut dalam aplikasi pengobatan dan obyektif terpisah dari pemberi makna. Kedua, cara
penyehatan (aksiologi) (Wangombe 2013; Willis berfikir constructivism (kualitatif), melihat realitas
2007). Diperlukan dekonstruksi terhadap filosofi (being) sebagai sesuatu yang subyektif menyatu
pengobatan konvensional (kedokteran alopatik) dengan pemberi makna. Ketiga, cara berfikir critical
dengan pendekatan tersendiri terkait Kestrindo, dan realism, melihat realitas (being) sebagai hasil
boleh berbeda dengan kedokteran konvensional komunikasi antara obyek dengan pemberi makna,
(kedokteran alopatik). Dalam kedokteran artinya realitas bersifat multifaset, bisa dipandang

Gambar 1. Prevalensi komsumsi Jamu Gambar 2. Bentuk sediaan jamu yang


penduduk umur 15 tahun ke atas dalam persen dikonsumsi penduduk 15 tahun ke atas (Riskes-
(Riskesdas 2010) das 2010)

20
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

obyektif sekaligus subyektif (Gilson 2012; Willis simultan, baik aspek keilmuannya, aspek produknya
2007). Dalam pengembangan pohon keilmuan (sebagai modalitas terapi), dan aspek praktisinya
Kestrindo, karena pendekatan holistik (body bersifat (pelakunya). Dengan pengembangan secara simultan
material, sementara mind dan spirit bersifat abstrak “3P” pada Kestrindo, maka dalam jangka panjang
/ immaterial), maka pendekatan yang digunakan akan diperoleh “positioning” Kestrindo yang jelas
adalah critical realism (kombinasi kuantitatif dan dalam upaya penyehatan masyarakat, yang digali
kualitatif). Implikasinya, pohon keilmuan Kestrindo dari budaya bangsa sendiri. Inisiatif ini merupakan
yang dikembangkan harus menyeimbangkan upaya meningkatkan jati diri bangsa sebagai bangsa
antara ilmu pengetahuan alam (ilmu biomedis dan yang mandiri dan berintegritas. Strategi “3P” dan
biostatistik) dengan ilmu humaniora (psikologi, tujuan akhir Kestrindo adalah sebagaimana pada
antropologi, sosiologi, bioetika, fenomenologi, Gambar 3.
dan lain-lain). Berbekal pada ilmu biomedis dan Pengembangan produk dalam keilmuan
juga ilmu humaniora (ilmu kemanusiaan) secara kefarmasian sangat dibutuhkan terkait standarisasi
berimbang, maka provider Kestrindo akan mampu penanaman tanaman obat, standarisasi simplisia,
melihat klien (pasien) secara utuh sebagai pribadi pengembangan bentuk sediaan (infusum, decoct,
otentik (human being). ekstrak, kapsul, tablet, dan lain-lain). Modalitas
Sebagaimana telah disebut sebelumnya, yang dikembangkan juga bisa bervariasi, mulai
strategi pengembangan Kestrindo harus bersifat dari tanaman obat, makanan fungsional, keterapian

Tabel 3 . Hasil Dekonstruksi Filosofi Kedokteran Konvensional Menuju Filosofi


Kestraindo (Body of Knowledge Kestrindo) (Badan Litbang Kesehatanb, 2011)

No Pendekatan filosofis Kedokteran konvensional Kestraindo


1 Tinjauan ontologis Positivisme (realitas adalah sesuatu Menggunakan paradigma critical
(definisi realitas) yang obyektif, terpisah dari persepsi realism (kombinasi positivism dan
dan pikiran orang) constructivism)  realitas adalah
sesuatu yang obyektif dan sekaligus
juga subyektif (menyatu dengan
pikiran orang / emik)
Sakit: keadaan patologis yang
obyektif (etik), terpisah dari persepsi Sakit: keadaan patologis (gangguan
pasien keseimbangan) yang sifatnya obyektif
dan subyektif (etik dan emik)
2 Tinjauan epistemologis Pendekatan kuantitatif Mixed methodology (kuantitatif dan
(bagaimana cara kualitatif)
menghasilkan kebenaran • Epidemiologi klinik
ilmiah) • Studi kasus
• Uji Klinik (RCT)
• Studi observasi klinis
• Luaran klinis (clinical outcome)
bertumpu pada ukuran obyektif • Luaran klinis (clinical outcome)
(hasil laboratorium dan harus mempertimbangkan
pemeriksaan fisik) parameter obyektif (hasil
laboratorium, hasil pemeriksaan
fisik) dan sekaligus juga parameter
subyektif (pengalaman pasien
terkait dengan kondisi sakitnya),
misalnya patient reported outcome
(PRO), kualitas hidup.
3 Tinjauan aksiologis Mengedepankan modalitas intervensi Menggunakan modalitas intervensi
(bagaimana ilmu sebagai piranti penyembuhan (obat, tradisional (Jamu, diet, pijat, doa)
dipakai) bedah, radiasi) dengan mengedepankan interaksi yang
utuh antara penyembuh, modalitas
pengobatan (jamu) dan pasien

21
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

fisik (alat pijat), dan lain-lain. Provider yang Pandangan seperti ini mempunyai implikasi
menguasai keilmuan holistik Kestrindo dengan yang luas baik menyangkut “metode praktik
berbekal modalitas tradisional yang terstandar, pengobatan” maupun “metodologi penelitian”.
kemudian berinteraksi dengan pasien secara holistik, Dengan paradigma ini, penelitian acak tersamar
diharapkan akan membantu pasien merestorasi ganda (RCT double blind) tidak tepat untuk melihat
tubuhnya untuk proses self-healing (kesembuhan efek (khasiat) pengobatan tradisional (holistik),
dan kesehatan pasien). karena RCT double blind berupaya mengisolasi
Di dunia ini terdapat setidaknya empat khasiat obat terpisah dari provider (dokter) dan
kelompok pengobatan tradisional (Traditional & bahkan pasiennya juga. Efek selain obat disebutnya
Complementary Medicine) yakni (Pizzorno & sebagai efek plasebo, yang diperlakukan sebagai
Murry, 2014): Tabel 4. variabel pengganggu (confounding).
Pengobatan tradisional (holistik)
mempunyai keunggulan dalam hal melihat manusia Konsep Kestrindo (Pohon Keimuan Kestrindo)
(pasien) secara utuh yakni “body-mind-spirit”, dan Komisi Saintifikasi Jamu Nasional bersama
juga bahwa “respon diri pasien” terhadap intervensi para pakar (peneliti, pakar perguruan tinggi, dan
jauh lebih penting dari pada “efek obat” (tabel.4). praktisi kesehatan tradisional / naturopati) telah
Dengan kata lain, respon diri pasien (secara holistik) menyusun Body of Kowledge (pohon keilmuan)
harus dilihat sebagai interaksi yang utuh antara Kestrindo, secara kerangka konseptual, bangunan
penyembuh, pasien, dan modalitas intervensi ilmu Kestrindo merupakan sintesis (integrasi)
(produk). antara bangunan ilmu kedokteran konvensional dan
kesehatan tradisional (Tabel 5).

Gambar 3. Strategi pengembangan Kestrindo secara simultan melalui pendekatan “3P”,


yakni product, practice, dan provider.

22
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Dari tabel 5, terlihat bahwa meskipun 5. Penjelasan ilmiah Kestrindo menggunakan


penopang illmu dasarnya adalah identik dengan pendekatan sistemik dan holistik (lintas
kedokteran konvensional, bangunan keilmuan kesisteman fungsi tubuh), misalnya
Kestrindo berbeda dengan ilmu kedokteran psikoneuroimunologi, psikoneuroendokrinologi,
konvensional dalam hal: energy medicine, relaxation medicine, peran
1. Kestrindo menekankan sisi humanistik dalam radikal bebas dalam inflamasi, peran telomerase
melakukan penyembuhan kepada pasien. dalam mempertahankan kestabilan DNA, dan
2. Kestrindo menggunakan modalitas tradisional lain-lain.
dalam melakukan penyembuhan dalam satu Bangunan keilmuan Kestrindo adalah
kesatuan (jamu, diet, pijat, doa, dan perilaku). sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.
3. Karena menggunakan pendekatan holistik (etik Kestrindo adalah berbeda dengan kedokteran
dan emik), pengukuran outcome klinis pada konvensional dan sifatnya melengkapi kedokteran
Kestrindo menggabungkan parameter obyektif konvensional pada sisi penguatan individu sebagai
(pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium) pribadi otentik, yang mempunyai “kedirian” (bio-
dan parameter subyektif (penilaian sendiri oleh psiko), dan “interaksi inter-subyektivitas dengan
pasien seperti kualitas hidup, skor keluhan dan lingkungan sosialnya” (sosio-kulturo) dan “juga
gejala penyakit, maupun pengalaman pribadi interaksi transenden dengan Tuhannya” (spirituo).
pasien secara naratif). Intervensi seperti ini akan bersifat komplementer
4. Kerena sifatnya penyehatan, maka Kestrindo (melengkapi) pendekatan kedokteran konvensional,
mengarahkan intervensinya pada penyehatan dan yang terpenting tidak tabrakan (konflik) dengan
(upaya promotif dan preventif, pada terapi kedokteran konvensional (Tabel 5 dan Gambar 4).
konvensional digunakan untuk terapi Sebagaimana sudah diungkap di depan,
komplementer, dan untuk upaya paliatif pada bahwa pendekatan Kestrindo adalah holistik, yang
kasus lanjut dan lansia). melihat modalitas terapeutik, pasien, dan penyembuh
Tabel 4. Perbedaan pengobatan kedokteran modern (allopathic)
dan pengobatan tradisional (holistic) (dimodifikasi dari Lewith, Jonas & Walach, 2005)

No Kedokteran modern (allopathic) Kedokteran tradisional (holistic)


1 Mengobati gejala Melihat pola dan penyebab
2 Bersifat spesialistik dan mengobati bagian tubuh Mengobati keseluruhan diri pasien
seseorang
3 Nyeri dan penyakit diinterpretasikan sebagai Nyeri dan penyakit (“dis-ease”) diinterpretasikan
sesuatu yang negatif sebagai pertanda yang membantu dalam mengenali
adanya ketidakseimbangan internal
4 Penyakit dimaknai sebagai situasi yang “buruk” Penyakit dimaknai sebagai “proses”
5 Tubuh dilihat sebagai “mesin” yang perlu direparasi Tubuh dilihat sebagai sistem dinamis dari kesatuan
bila bermasalah “body-mind-spirit” dan “medan energi”
Intervensi utama adalah bedah, obat, radiasi (the Intervensi bersifat minimal dengan
“cut-poison-burn” approach) mengkombinasikan berbagai teknologi non-
6 invasif seperti diet, suplemen makanan, olah raga,
perubahan perilaku, bahan alam, dan sebagainya.
7 Bertumpu utamanya pada informasi kuantitatif, Bertumpu pada informasi kualitatif, seperti
seperti hasil tes laboratorium, hasil pengukuran, pernyataan dan sikap pasien, perasaan pasien,
grafik, dan sebagainya. persepsi pasien, testimoni, dan sebagainya.
8 Pengobat (dokter) mempunyai otoritas penuh dan Pasien (klien) mempunyai tanggung jawab terhadap
pasien sangat bergantung pada pengobat proses kesembuhan dan lebih otonom
9 Pencegahan dilihat sebagai bagian dari proses Pencegahan adalah proses keterhubungan yang utuh
pemeriksaan dan tes laboratorium antara tujuan hidup, pekerjaan, nutrisi, perilaku, dan
sebagainya

23
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

adalah satu kesatuan mahligai, dalam rangka Oleh karena itu, proses penyembuhan
penyembuhan pasien. Oleh karena itu, modalitas dalam Kestrindo melalui setidaknya melalui 4
terapi bukanlah satu-satunya yang berefek pada domain, yakni domain objective exterior pada level
proses penyembuhan, namun “aktivitas penyembuh, individu (body), domain objective exterior pada
aktivitas pasien, melalui modalitas terapeutik level komunitas (sosial), domain subjective interior
sebagai sarana komunikasi antara penyehat dan pada level individu (psikologi, mental), dan domain
pasien” merupakan modalitas intervensi yang tidak subjective interior pada level komunitas (antropologi,
dapat dinafikan dalam rangka kesembuhan pasien. budaya) (Wilber, 2000). Keempat domain tersebut

Tabel 5. Bangunan Ilmu (Pohon Keilmuan) Kestrindo

Ilmu penopang Ilmu-ilmu biomedis • Anatomi

• Histologi

• Fisiologi

• Biokimia

• Patobiologi

• Ilmu biomolekular (omic sciences)

• Farmakognosi tanaman obat

• Farmakologi tanaman obat

• Neurosain

• Ilmu gizi dasar


Ilmu-ilmu penunjang • Pancasila

• Agama

• Psikologi

• Sosiologi

• Filsafat Ilmu

• Metodologi penelitian (kuantitatif dan kualitatif)

• Bioetika

• Etika Humaniora

• Antropologi kesehatan

• Fenomenologi kesehatan
Ilmu kesehatan • Epidemiologi • Secara prinsip, pendekatan ilmu kesehatan masyarakat
masyarakat Kestrindo adalah keseimbangan antara kuantitatif dan
Kestrindo • Biostatistik kualitatif pada level komunitas (masyarakat)

• Pendalaman metodologi
kualitatif

• Ilmu perilaku

24
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Ilmu Klinis Filosofi Kestrindo (digali • Sintesis berbagai filosofi pengobatan suku-suku di
Kestrindo dari kearifan bangsa Indonesia (Filosofi Kestrindo)
(diarahkan pada Indonesia)
pencapaian Pendekatan holistik • Pendekatan Bio-psiko-sosio-kulturo-spriritual dikaitkan
kompetensi dengan metabolomics.
penyehatan holistik,
yakni bio-psiko- Penjelasan ilmiah holistik • Psikoneuroimunologi
kulturo-sosio-
• Psikoneuroendokrinologi
spiritual)
• Energy medicine

• Relaxation medicine
Ilmu modalitas • Jamu
penyehatan
• Pijat

• Hipnoterapi

• Doa (meditasi)

• Diet (makanan fungsional)

• Perilaku sehat
Kegawatdararutan • Penyehat harus diajarkan mendiagnosis penyakit-penyakit
konvensional yang tidak boleh ditangani dan merujuknya ke dokter
konvensional
Ilmu Kesehatan • Ilmu kesehatan masa kehamilan dan persalinan

• Ilmu kesehatan masa bayi

• Ilmu kesehatan masa anak balita

• Ilmu kesehatan masa kanak-kanak

• ilmu kesehatan masa remaja

• Ilmu kesehatan masa dewasa

• Ilmu kesehatan masa lansia

• Ilmu kesehatan olah raga dan Kestrindo

• Ilmu kesehatan kerja dan Kestrindo

• Ilmu kesehatan matra dan Kestrindo


Kepaniteraan • Kepaniteraan di rumah sakit konvensional untuk praktik
terapi komplementer dan memahami penyakit-penyakit
kegawatdaruratan konvensional

• Kepaniteraan di puskesmas untuk praktik upaya promotif


dan preventif

• Kepaniteraan di panti (long term care) untuk praktik


paliatif

• Kepaniteraan di Asosiasi Pengobat Tradisional Indonesia


(ASPETRI), Ikatan Naturopati Indonesia (IKNI) untuk
praktik profesi mandiri

25
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Gambar 4. Skema Pohon Keimuan Kesehatan Tradisional Indonesia

26
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

dapat diterjemahkan ke dalam 6 jurus penyehatan mencari profil farmakokinetik, farmakodinamik, dan
holistik yang terdiri dari: toksisitas), barulah kemudian diujikan pada manusia
1. Pendekatan fisik: makanan yang tepat, produk melalui berbagai tahapan uji klinik, yakni uji klinik
natural (jamu), kegiatan fisik, pijat, akupunktur, fase 1, fase 2, dan fase 3.
dan lain-lain (domain objective exterior pada Uji klinik fase 1 pada dasarnya bertujuan
level individu) untuk melihat profil farmakologis (farmakokinetik
2. Pendekatan mental: pikiran positif (otak sehat), dan farmakodinamik) dan toksisitas pada manusia
tujuan hidup, makna hidup, dan lain-lain (human pharmacology and toxicity). Uji klinik fase
(domain subjective interior pada level individu) 2 bertujuan untuk melihat efek terapeutik awal dan
3. Pendekatan emosional: proses katarsis, keamanan (therapeutic exploratory). Uji klinik fase
memaafkan, keikhlasan, dan lain-lain. 3 bertujuan untuk melihat efektivitas dan keamanan
4. Pendekatan spiritual: hubungan vertikal/ (therapeutic confirmatory). Setelah uji klinik fase
transenden dengan Pencipta (domain subjective 3 menunjukkan efektivitas yang baik untuk indikasi
interior pada level individu) tertentu dan aman, barulah obat dapat dipasarkan
5. Pendekatan sosial: hubungan dengan masyarakat (dengan persetujuan Badan POM).
sekitar (keluarga, dan masyarakat lebih luas) Komisi Saintifikasi Jamu Nasional
(domain objective exterior pada level komunitas) mengusulkan pembuktian terbalik (efficacy driven
6. Pendekatan kultural: interaksi secara kultural research, atau reverse pharmacology) untuk
dengan masyarakat sekitar (domain subjective pembuktian manfaat dan keamanan jamu (Badan
interior pada level komunitas) Litbang Kesehatanb 2010; Tang & Leung 2001;
Pengobatan secara holisitik terdapat prinsip Vaidya 2010). Argumennya, jamu adalah obat
bahwa mengetahui siapa yang sakit jauh lebih tradisional yang sudah digunakan secara turun
penting dari mengetahui apa penyakitnya (“it is temurun dari generasi ke generasi, sehingga bila ada
more important to know what person has the disease efek samping pasti sudah dikenali oleh masyarakat.
than which disease the person has” – William Osler) Dengan kata lain, untuk jamu turun temurun harus
(Pizzorno & Murrry, 2014). Dengan mengetahui diterapkan low precaution principle (kecurigaan
“siapa yang sakit” maka diharapkan penyembuhan yang rendah). Oleh karena jamu turun temurun
bisa didekati secara holistik, kausal, dan individual dianggap aman digunakan, maka tahapan uji klinik
(personalized medicine). Misalnya, mengobatai jamu turun temurun dibedakan dengan formula
penyakit gastritis pada pasien A, harus dibedakan jamu baru. Saintifikasi Jamu mengusulkan tahapan
dengan penyakit gastritis pada pasien B, karena pembuktian manfaat dan keamanan jamu baik untuk
pasien A adalah tipe choleric (panas), sementara formula turun temurun maupun formula baru adalah
pasien B adalah tipe melancholic (dingin). sebagaimana diringkas pada Gambar 5.
Sebagaimana terlihat di Gambar 5, jamu yang
Bagaimana pendekatan penelitian jamu? sudah digunakan turun temurun oleh masyarakat,
Kestrindo menggunakan paradigma holistik, penelitian diawali dengan studi etnomedisin, sebagai
yang mengobati pasien sebagai pribadi yang utuh langkah awal untuk mengelaborasi konteks, filosofi,
(body-mind-spirit), dan berusaha memperbaiki kepercayaan, metoda, dan praktik pengobatan
ketidakseimbangan fisik, mental, spiritual, dan tradisional sebagaimana apa adanya. Dari studi
lingkungan secara simultan. Dengan demikian, ini dapat diperoleh informasi terkait tanaman apa
penelitian dan pengembangan Jamu haruslah berbeda saja yang dipakai, bagian tanaman mana yang
dengan penelitian dan pengembangan obat modern. digunakan, indikasi/ kegunaan dari formula atau
Obat modern dikembangkan melalui pencarian dan tanaman tertentu, bagaimana penyediaannya, berapa
identifikasi senyawa kimia baru yang belum pernah dosisnya, sampai dengan pengetahuan penyembuh
digunakan. Oleh karena itu, tahapan pengembangan terkait cara kerja suatu tanaman. Semua informasi ini
obat baru selalu dimulai dengan pencarian senyawa pada dasarnya penggalian perspektif emik menurut
baru yang berpotensi obat, kemudian dilakukan penyembuh. Hasil studi etnomedisin ini akan sangat
uji pre-klinik (uji in-vitro dan uji in-vivo untuk berguna sebagai informasi awal terkait suatu jenis

27
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Gambar 5. Urutan Metodologi Penelitian Saintifikasi Jamu Dikaitkan


Dengan Metodologi Penelitian Produk Komersial Untuk Ijin Edar Sebagai Fitofarmaka

28
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

pengobatan tradisional. digunakan sebagai immune enhancer, peningkatan


Setelah ada informasi awal dari studi kebugaran (wellness), membantu menyembuhkan
etnomedisin, penelitian dapat dilanjutkan ke penyakit, jamu fitofarmaka (terapi definitif), terapi
studi observasi klinik. Pada tahap observasi komplementer terhadap obat modern, atau terapi
klinik sebaiknya provider yang mempraktikkan paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup kasus
modalitas tradisional adalah pengobat tradisional. khronis.
Peneliti menetapkan outcome klinik yang menjadi Pendekatan reverse pharmacology,
perhatian, dianjurkan menggunakan pendekatan diharapkan akan semakin banyak bukti ilmiah
holistik (parameter obyektif dan subyektif). Metode terkait manfaat dan khasiat jamu sebagai salah satu
campuran, kombinasi kuantitatif dan kualitatif modalitas penyehatan holistik. Selanjutnya, jamu
dapat digunakan. Bagaimana menentukan variabel yang sudah terbukti khasiatnya, bisa saja dilakukan
outcome tergantung kepada klaim apa yang menjadi penelitian isolasi senyawa aktifnya, untuk diteliti
perhatian. Untuk terapi definitif, maka parameter secara in-vitro. Senyawa aktif yang sudah diisolasi
obyektif menjadi sangat penting, di samping ini selanjutnya dapat diteliti lebih jauh dengan
parameter subyektif. Untuk tujuan promotif dan mengikuti urutan penelitian pengembangan obat
preventif, parameter “tambah sehat” harus ditetapkan modern (modern drug development pipeline).
sebagai outcome klinik. Untuk terapi komplementer,
parameter subyektif yang dikaitkan dengan Tantangan ke depan
pencegahan efek samping pengobatan modern atau Sebagaimana telah diuraikan di depan
pengurangan komplikasi dari penykaitnya sendiri bahwa pengembangan Kestrindo haruslah melalui
harus menjadi perhatian. Selanjutnya, untuk klaim pendekatan “3P”, yakni product, practice, dan
terapi paliatif, maka parameter kualitas hidup harus provider, secara simultan. Selama ini pengembangan
menjadi ukuran utama. produk obat tradisional selalu dilihat seperti
Jika tahapan observasi klinik memberikan pengembangan obat modern. Misalnya, indikasi atau
bukti awal tentang manfaat dan keamanan, maka klaim digiring ke arah pengobatan definitif, bentuk
dapat dilanjutkan ke arah Randomized Controlled sediaan diarahkan pada sediaan farmasi modern
Trial (RCT), dengan disain open label, single blind, (ekstrak dalam bentuk capsul atau tablet), kemudian
atau double blind, tergantung dari bentuk sediaan disain diarahkan pada RCT double blind. Kalau kita
bahan uji dan bentuk sediaan pembanding, serta berpandangan bahwa jamu digunakan untuk wilayah
klaim yang menjadi perhatian. Bila bentuk sediaan penyehatan (promotif-preventif, komplementer, dan
jamu adalah cairan (rebusan) dan bentuk sediaan paliatif), maka bentuk sediaan bisa saja dalam bentuk
pembanding adalah kapsul / tablet, maka disain tradisional turun temurun (godhogan atau seduhan).
RCT open label dapat dikerjakan. Apabila bentuk Juga, disain penelitian tidak harus RCT double blind.
sediaan bahan uji adalah identik dengan sediaan Penelitian dengan pendekatan efektivitas komparatif
bahan pembanding maka disain RCT double blind (comparative effectiveness research) dapat juga
dapat dilaksanakan. Selanjutnya, apabila klaim digunakan, dalam rangka melakukan perbandingan
adalah pengobatan definitif, maka disain “head- efektivitas antar dua atau lebih intervensi dalam
to-head”, artinya jamu versus obat standard harus setting di masyarakat secara riil. Variabel outcome
dilaksanakan. Sebaliknya, bila klaimnya adalah klinis subyektif, sebagaimana sudah disebut
hanya terapi adjuvant/ komplementer, maka disain didepan, harus dipertimbangkan untuk dapat
“on-top”, yakni obat modern plus jamu versus obat dipergunakan dalam rangka pengukuran holistik.
modern dapat dilaksanakan. Jadi, disain sangat Badan POM sebagai lembaga pengawas obat dan
bergantung kepada bentuk sediaan dan klaim yang makanan, menurut hemat kami, harus bertindak arif
menjadi perhatian. dan bijaksana dalam pengembangan “produk” obat
Jamu yang sudah terbukti manfaat dan tradisional, agar jamu dapat berkembang.
keamanannya melalui RCT selanjutnya dapat Dalam rangka pengembangan “practice”,
disebut sebagai “jamu saintifik”, sesuai dengan pohon keilmuan Kestrindo harus segera
klaim pada waktu uji klinik. Manfaatnya bisa dirampungkan untuk diadvokasikan kepada Dirjen

29
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Pendidikan Tinggi agar segera dapat dibuka dikembangkan dalam wilayah tersendiri
pendidikan S1 profesi Kestrindo. Karena sifatnya terpisah dari kedokteran konvensional, yakni
masih awal, maka bisa dalam bentuk program wilayah penyehatan (promotif-preventif,
studi yang diasuh lintas fakultas. Karena sifatnya kompelementer, dan paliatif)
adalah keseimbangan ilmu biomedis dan ilmu 3. Pohon keilmuan (body of knowledge) Kestrindo
humaniora, maka dianjurkan fakultas pengasuhnya mempunyai ilmu penopang biomedis, berfilosofi
adalah Fakultas Kedokteran, Fakultas MIPA, Indonesia, bermekanisme kerja fisiogenesis,
Fakultas Farmasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu bermodalitas holistik (jamu, diet, pijat, doa,
Politik (sosiologi dan antropologi), Pendidikan hipnoterapi) dan menyembuhkan / menyehatkan
Tinggi Agama (UIN), Fakultas Psikologi, dan manusia secara utuh sebagai pribadi otentik.
lain-lain. Yang jelas, semua mata kuliah adalah 4. Metodologi penelitian Kestrindo harus
menyeimbangkan ilmu humaniora dan kesehatan menggunakan pendekatan holistik, sehingga
(biomedis) baik pada level individu maupun level pengukuran outcome klinik merupakan
komunitas (masyarakat). Lulusan pertama akan kombinasi obyektif (etik) dan subyektif (emik),
menjadi kelompok profesi (peer) yang selanjutnya melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
akan menjadi pengajar untuk mahasiswa berikutnya 5. Perlunya disusun konsep yang lebih matang
dan praktisi di masyarakat. untuk hadapi tantangan ke depan, baik
Terkait dengan pengembangan “provider”, menyangkut product, practice, maupun provider
maka profesi Kestrindo dapat bekerja baik di level Kestrindo untuk antisipasi era globalisasi.
pelayanan kesehatan primer maupun level rujukan.
Pada level kesehatan primer (puskesmas), tenaga Daftar Rujukan
Kestrindo dapat menjadi tenaga profesional untuk 1. Badan Litbang Kesehatana. Laporan Hasil Riset
promotif dan preventif, baik melalui konsultasi Kesehatan Dasar tahun 2010. Badan Litbang
individual (praktik mandiri seperti naturopathic Kesehatan, Jakarta. 2010
doctor), maupun sebagai tenaga edukator kesehatan 2. Badan Litbang Kesehatanb. Metodologi
masyarakat (pendekatan public health). Pada level Saintifikasi Jamu untuk Evaluasi Keamanan dan
rujukan, tenaga Kestrindo bisa bekerja di rumah sakit Kemanfaatan Jamu. Badan Litbang Kesehatan.
(acute care) maupun di Panti (long term care). 2011
Di rumah sakit, intervensi Kestrindo 3. Depkes RI. Buku Kebijakan Obat Tradisional
digunakan sebagai komplementer terhadap Nasional. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
kedokteran konvensional. Sementara itu, di Panti 2007
(long term care), intervensi Kestrindo digunakan 4. Dinkes Provinsi Bali. Usada Bali. Dinnas
untuk peningkatan kualitas hidup, dan mendampingi Kesehatan Provinsi Bali. Denpasar. 2010.
para lansia untuk mendapatkan kebahagiaan dan 5. Gilson, L. Health Policy and Systems
makna hidup. Tantangan pengembangan provider Research, A Methodology Reader. World health
Kestrindo ini harus dikomunikasikan kepada tenaga Organization. Geneva. 2012.
kesehatan konvensional, bahwa profesi Kestrindo 6. Kemkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan No.
tidak konflik dengan kedokteran konvensional, 003 Tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam
bahkan sifatnya melengkapi kedokteran Penelitian Berbasis Pelayanan. Kementerian
konvensional, yang terlalu berfaham positivistik Kesehatan RI. Jakarta. 2010
(objectivity). 7. Lewith, G., Jonas, W.B. & Walach, H. Clinical
Research in Complementary Therapies:
Kesimpulan Principles, Problems and Solutions. Churchill
1. Dari analisis SWOT tentang situasi Kesehatan Livingstone, Eastbourne. London, 2005.
Tradisional Indonesia maka disimpulkan bahwa 8. Pizzorno, J.E & Murry, M.T. Textbook of natural
pendidikan S1 Kestraindo urgen untuk segera Medicine. Elsevier. Churchill Livingsote. 2014.
dilaksanakan 9. Sutarjadi. H., Rahman. A. & Indrawati. N.L.
2. Konsep pengembangan Kestrindo harus Jamu, Obat Asli Indonesia Pusaka Leluhur

30
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017

Warisan Nasional Bangsa. PT Gramedia Pustaka Conference. Paris, France. 2013


Utama. Jakarta. 2012 13. WHOa. Traditional Medicine Strategy 2002-
10. Tang, J.L & Leung, P.C. An efficacy-driven 2005. WHO Geneva, 2002.
approach to the research and development of 14. 14. WHOb. Guideline for the evaluation of
Traditional Chinese Medicine. HKMJ Vol 7 No efiicacy and safety of traditional medicine.
4 December 2001. WHO Geneva, 1995.
11. Vaidya, A.D.B. Reverse Pharmacology and 15. WHOc. WHO Traditional Medicine Strategy
Registration of Ayurvedic Drugs. Kasturba 2014-2023. WHO. Geneva. 2014
Health Society. India. 2010. 16. Wilber, K. Integral Psychology: Consciousness,
12. Wangombe, D. K. The Philosophy, Ontology, Spirit, Psychology, Therapy. Shambhala.
Epistemology and Methodology of Research In Boston. 2000.
Corporate Environmental Reporting Behaviour. 17. Willis, J.W. Foundations of Qualitative
T he Clute Institute International Academic Research. Sage Publication. London. 2007.

31

Anda mungkin juga menyukai