Anda di halaman 1dari 108

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR :
TENTANG
STANDAR DAN INSTRUMEN AKREDITASI
PUSKESMAS EDISI KEDUA, VERSI TAHUN
2020

BAB 1. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

Standar
1.1 Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan
secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama
dengan lintas program dan lintas sektor serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan
tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis peluang
pengembangan pelayanan, serta analisis risiko pelayanan termasuk
umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.

Kriteria
1.1.1 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi,
misi, tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis
peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan ket
entuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam pere
ncanaan.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang (UKPP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
 Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang
kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja
profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Tata Nilai yang
mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penyedia layanan
UKM maupun UKPPP.
 Visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas mengacu visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai acuan dalam
penyelenggaraan Puskesmas.
 Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang
pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan
peraturan perundang-undangan.
 Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu
dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas, analisis situasi
dan perumusan masalah yang dirasakan masyarakat termasuk hasil
-2-

pelaksanaan PIS-PK yang disusun secara terpadu yang berbasis


wilayah kerja Puskesmas.
 Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
dilakukan analisis peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
 Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat
maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang perlu
diidentifikasi, dianalisis dan dikelola agar pelayanan yang disediakan
aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
 Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah
direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang
memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko.
 Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan
penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan
harapan masyarakat, b) hasil identifikasi dan analisis peluang
pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c) hasil
identifikasi dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit
pelayanan baik dari sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko
terkait bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan hasil
identifikasi dan analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok
pikiran pada paragraf terakhir (R,D,W)

Kriteria
1.1.2 Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan
tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan,
analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan ma
syarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas K
esehatan Daerah Kabupaten/ Kota yang disusun secara terpadu yang
berbasis wilayah kerja Puskesmas serta dapat direvisi sesuai dengan
capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.

Pokok Pikiran:
 Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis
kesehatan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan,
dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor
terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang
diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, serta sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai
Puskesmas.
-3-

 Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya


kesehatan masyarakat (UKM), dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang (UKPP).
 Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana
Operasional Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang
merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota,
dan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun
berjalan berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
 Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui
penetapan Tim Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam
musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian
diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
 Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan
berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-
hasil pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
 Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun
dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan
Puskesmas.
 Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat
sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
2. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima Tahunan
Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D)
3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara
lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan
capaian kinerja bulanan. (D)
5. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang
ditetapkan. (D, W)

Kriteria
1.1.3 Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya
Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam perenca
naan.

Pokok Pikiran:
 Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
-4-

 Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang


terjadi di Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang
sama.
 Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai
hasil analisis kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area
prioritas perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus
untuk melakukan inovasi perbaikan, dan didukung baik oleh
Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan
Penunjang (UKPP)
 Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas
Puskesmas.
 Contoh masalah prioritas tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai
dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya
prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada
kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis
untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan
kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis,
dan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas
untuk perbaikan dan pengembangan tingkat Puskesmas sesuai
dengan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja yang terdiri
atas area KMP, UKM dan UKPP. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan
pengembangan penyelenggaraan upaya Puskesmas untuk indikator
mutu prioritas tingkat Puskesmas yang sudah ditetapkan dan upaya
perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan Puskesmas. (D, W)

Standar
1.2 Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan
kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat pel
ayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan, da
n untuk menyampaikan umpan balik

Kriteria
1.2.1 Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas
dan lintas sektor mendapat informasi yang memadai tentang jenis-jeni
s pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta masyarakat mem
anfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kebutuhan
dan harapan masyarakat.
 Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal
pelaksanaannya.
-5-

 Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya


perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas
program, dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama, saling
memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan
upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.
 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses
masyarakat terhadap pelayanan yang dibutuhkan.

Elemen Penilaian:
1. Masyarakat, Lintas Program dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas. (W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi
kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor serta
pemanfaatan pelayanan dan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan
jadwal yang disusun. (D, W)

Kriteria
1.2.2 Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai keb
utuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap pelayanan.
(Lihat juga KMP : 1.8.3 dan UKM : 2.2.1; 2.2.2; 2.9.5; 2.9.6)

Pokok Pikiran:
 Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses
oleh masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk
pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai
dengan kemampuan Puskesmas.
 Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain
melalui papan pengumuman, pemberian arah tanda yang jelas, media
cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun
internet.
 Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan
terhadap pelayanan dan penyampaian umpan balik.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat.
(D, O, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan
balik dari masyarakat. (D, O, W)

Standar
1.3 Tata kelola organisasi Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan ket
entuan Peraturan Perundang-undangan
Tata kelola organisasi Puskesmas meliputi struktur organisasi,
pengendalian dokumen, pengelolaan jaringan dan jejaring, manajemen
data dan informasi serta penyelenggaran pelayanan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
-6-

Kriteria
1.3.1 Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang, ta
nggung jawab, dan tata hubungan kerja.

Pokok Pikiran:
 Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu
disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota.
 Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota,
perlu ada kejelasan tugas, wewenang, tanggungjawab dan
persyaratan jabatan.
 Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam
struktur organisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota.
 Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan
berdasarkan persyaratan jabatan oleh Kepala Puskesmas dengan
menetapkan penanggungjawab masing-masing upaya.
 Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung Jawab Upaya
Puskesmas
 Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara
periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada
dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan.
 Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab
upaya Puskesmas wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada
pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
 Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian
wewenang terkait dengan besarnya beban dalam pelaksanaan
kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab upaya,
agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang
yang tepat (pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah
pendelegasian manajerial)

Elemen Penilaian:
1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur
komunikasi dan koordinasi antar posisi dalam struktur (R)
2. Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat
uraian tugas, tanggung jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan.
(R)
3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya
Puskesmas. (R)
4. Terdapat kriteria dan prosedur yang jelas dalam pendelegasian
wewenang dari Kepala Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya,
dan dari Penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan,
dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila
meninggalkan tugas. (R
-7-

Kriteria
1.3.2 Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait
pelaksanaan kegiatan disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan,
serta dokumen bukti pelaksanaan kegiatan dikendalikan.

Pokok Pikiran:
 Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh
dokumen perlu disusun Pedoman tata naskah.
 Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
regulasi yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka
acuan, dan prosedur, maupun dalam pengendalian dokumen dan
dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
 Pedoman tata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan,
pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang
yang ditunjuk
b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan
c. pengendalikan dokumen
d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan
e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen
tersebut tidak digunakan secara salah.
 Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara
konsisten dan reliabel maka perlu disusun pedoman kerja dan
prosedur kerja.
 Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan
dikendalikan, demikian juga dokumen bukti rekaman sebagai bentuk
pelaksanaan prosedur juga harus dikendalikan sebagai bukti
pelaksanaan kegiatan.
 Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja
harus ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan.
 Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya
Kesehatan Perseorangan dan Penunjang maupun Upaya Kesehatan
Masyarakat dapat terlaksana secara efektif dalam mencapai tujuan
yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk
pelaksanaan kegiatan tiap upaya kesehatan masyarakat.
 Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun
pedoman pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam
proses pemberian pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam
memberikan pelayanan kepada pengguna layanan, tenaga kesehatan
wajib bekerja sesuai dengan rincian wewenang klinis dan
berdasarkan pada panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang
jelas dalam pelaksanaan pelayanan klinis.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta
dalam pokok pikiran mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka
acuan KMP, penyelenggaraan UKM dan penyelenggaraan UKP. (R)
-8-

3. Kegiatan KMP, UKM dan UKP dilaksanakan mengacu pada kebijakan,


pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang ditetapkan.
(R, D)

Kriteria
1.3.3 Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di wil
ayah kerja dikelola dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses dan
mutu pelayanan kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di
wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau
rujukan di bidang upaya kesehatan
 Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Upaya Puskesmas
mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan
kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi
implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP
yang mudah diakses oleh masyarakat.
 Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi: Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
 Jejaring fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti
klinik, Puskesmas, apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga
kesehatan, dan Fasilitas kesehatan lainnya.
 Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk
pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam
upaya pemberian pelayanan yang bermutu

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. (D)
2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring
fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung
jawab yang jelas. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal
pelaksanaan program pembinaan jaringan dan jejaring. (D)

Kriteria
1.3.4 Adanya jaminan ketersediaan data dan informasi melalui terselenggar
anya sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas .

Pokok Pikiran:
 Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status
kesehatan masyarakat perlu didukung oleh ketersediaan data dan
informasi.
 Sistem manajemen data dan informasi tersebut harus dapat
menjamin ketersediaan data dan informasi hasil kinerja Puskesmas .
 Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja,
demografi, budaya dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit
terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi dan pencapaian kinerja,
-9-

PIS-PK, data dan informasi lain yang ditetapkan oleh Dinas


Kesehatan daerah kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kementerian Kesehatan .
 Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan
keputusan di Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun
pengembangan program-program kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada
tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota
termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak
terkait.
 Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat penting
untuk kebutuhan kegiatan penilaian kinerja Puskesmas, Peningkatan
Mutu Puskesmas, Keselamatan Pengguna layanan, dan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi.
 Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna layanan, dan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi:
a) Hasil pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP
(layanan klinis).
b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pengguna layanan
c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) .
 Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan
kinerja KMP, UKM dan UKPP. Sistem manajemen data dan informasi
juga diperlukan untuk dapat menyediakan data untuk mendukung p
enilaian kinerja karyawan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga no
n kesehatan.
 Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka
pada gilirannya akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para
penanggung jawab upaya pelayanan, dan masing-masing pelaksana
pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit kerja
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pengguna layanan.
 Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Sistem Informasi Puskesmas
 Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik
dan/atau secara nonelektronik

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di
sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas (D)
2. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan
pelaporan serta distribusi informasi sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan (D
3. Tersedia data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas yang dapat diakses oleh para
penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan
Pengguna layanan, PPI, dan Manajemen Risiko, serta penilaian
kinerja karyawan (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas secara periodik (D, W)
-10-

Kriteria
1.3.5 Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).

Pokok Pikiran:
 Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar
infeksi terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan
pengguna layanan baik langsung maupun tidak langsung, oleh
karena itu karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan perlindungan terhadap kesehatannya.
 Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian
juga pemberian imunisasi bagi karyawan sesuai dengan hasil
identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses
pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan,
dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
 Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan
yang dilakukan oleh pengguna layanan, keluarga pengguna layanan,
maupun oleh sesama karyawan. Program perlindungan karyawan
terhadap kekerasan fisik termasuk proses pelaporan, tindak lanjut
pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan.
 Dalam pengelolaan limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
harus memperhatikan jarum suntik dan limbah benda tajam yang
lain dikumpulkan dalam wadah khusus untuk membuang jarum
suntik dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus
benda tajam, dan tidak bocor.
 Jika limbah-limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
diserahkan kepada pihak ketiga, harus dipastikan bahwa limbah
tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:

1. Disusun dan ditetapkan program K3 bagi karyawan (R, D, W)


2. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk
menjaga kesehatan karyawan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
3. Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi karyawan sesuai denga
n tingkat risiko dalam pelayanan. (D, W)
4. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang terpa
par penyakit infeksi atau cedera akibat kerja. (D, W)

Standar
1.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan
dan kesehatan kerja.
-11-

Kriteria
1.4.1 Tersedia Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jumlah, jenis, dan ko
mpetensi sesuai kebutuhan dan jenis pelayanan yang disediakan.

Pokok Pikiran:
 Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan
aman bagi pengguna layanan dan masyarakat yang dilayani perlu
dilakukan analisis kebutuhan tenaga baik dokter, dokter gigi, tenaga
kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatan sebagai dasar
penyusunan pola ketenagaan dan rencana pengembangan tenaga,
 Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhan pengguna layanan dan masyarakat, dilakukan upaya
untuk pemenuhan ketersedian tenaga baik jenis, jumlah dan
persyaratan kompetensi.
 Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai
dengan struktur organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis
tenaga yang dibutuhkan. (R)
2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai
dengan pelayanan yang disediakan serta rencana pengembangan
tenaga sesuai dengan hasil analisis kebutuhan tenaga.(D, W)
3. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai
dengan rencana pengembangan tenaga yang disusun. (D)

Kriteria
1.4.2 Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja.

Pokok Pikiran:
 Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap karyawan wajib
memahami uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan
pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
 Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
 Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.
 Bagi tenaga non ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan
surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di
Puskesmas berdasarkan standar kompetensi lulusan
 Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
 Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan
yang diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan
tugas sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut adalah
Bidan, dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara.
 Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.
-12-

 Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan


terhadap sistem, mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan
kepuasan pengguna jasa.
 Indikator penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan
ditetapkan berdasarkan:
a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya baik uraian tuga
s pokok dan tugas tambahan
b. tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya profesionalisme
 Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
 Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi karyawan
ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
 Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
 Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja
masing-masing karyawan.
 Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian
kinerja karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas
tambahan untuk setiap karyawan. (R)
2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana
diminta dalam pokok pikiran. (R)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali dan
tindak lanjut terhadap hasil penilaian kinerja karyawan untuk
perbaikan. (D, W)

Kriteria
1.4.3 Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian yang lengka
p dan mutakhir.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang
bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya
pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
 Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai
Surat Tanda Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan,
bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi
(STR) dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga
kesehatan, bukti pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan
pengalaman yang dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau
rincian wewenang klinis tenaga kesehatan, hasil penilaian kinerja
karyawan, dan bukti evaluasi penerapan hasil pelatihan termasuk
bukti orientasi.
-13-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Pukesmas yang terpelihara sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap
kelengkapan dan pemutakhiran data kepegawaian. (D)

Kriteria
1.4.4 Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar memah
ami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawab yan
g diberikan kepadanya.

Pokok Pikiran:
 Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru
dan alih tugas, baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan,
maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
 Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
 Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis
besar visi, misi, tata nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur
organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan
pengguna layanan, serta program pengendalian infeksi.
 Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas
yang menjadi tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan.
Pada kegiatan orientasi ini karyawan baru diberi/dijelaskan terkait
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan
dengan aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan
asuhan lainnya dan pedoman program lainnya.

Elemen Penilaian:
1. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang
disusun. (D, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi
(D.W)

1.5 Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas,


dan keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan
lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko.

Kriteria
1.5.1 Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan
Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan keamanan
fasilitas, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen
bencana, pengamanan kebakaran, alat kesehatan, dan sistem
utilisasi

Pokok Pikiran :
-14-

 Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang


memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan
menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan,
pengunjung, petugas, dan masyarakat.
 Puskesmas perlu menyusun program Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi
pengguna layanan, petugas, dan masyarakat.
 Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang
meliputi:
a) Manajemen Keselamatan dan keamanan.
Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan,
halaman/ground, prasarana, peralatan Puskesmas, tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pengguna layanan,
petugas dan pengunjung, dan masyarakat
Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan,
pengrusakan dan kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kode-
kode darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang
tidak berwenang.
b) Manajemen Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3),
yang meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan
bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan, dan limbah bahan
berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:
1) penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
3) sistem pelabelan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
4) sistem pendokumentasian dan perizinan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
5) penanganan tumpahan dan paparan B3 sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan
atau paparan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
7) penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
c) Manajemen Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap
wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana
direncanakan dan efektif.
Program manajemen bencana perlu disusun dalam upaya
menanggapi bila terjadi bencana internal dan/ atau eksternal
yang meliputi:
1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana
yang mungkin terjadi (HVA),
2) menentukan peran Puskesmas dalam kejadian tersebut
3) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
4) manajemen sumber daya,
5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan
manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana,
-15-

7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber


daya masyarakat yang tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu
program kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan
setiap tahun yang meliputi 2) sampai dengan 6) dari program
manajemen bencana.
d) Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib
melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara
umum meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan
melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan
ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang
mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif.
Secara khusus, program penanggulangan akan berisi:
1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem
proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik
(minimal satu kali dalam satu tahun)
2) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas
hambatan.
3) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan
kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan
4) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi
pengguna layanan yang efektif pada situasi bencana
e) Manajemen Alat kesehatan
Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan
digunakan sesuai dengan ketentuan. Kegiatan tersebut
ditujukan untuk:
1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan
berfungsi dengan baik
2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan
memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten
f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber
PLN, sistem air, sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya
seperti generator (Genset), perpipaan air dipelihara untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus
dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat ) jam
g) Pendidikan (edukasi) petugas tentang Manajemen MFK.
 Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan,
petugas, pengunjung dan masyarakat dilakukan identifikasi dan
pembuatan peta terhadap area berisiko yang meliputi poin a sampai
dengan f.
 Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang
merefleksikan keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan
Puskesmas.
 Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau
penanggung jawab yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
 Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk
memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan
lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, petugas, dan
masyarakat sesuai dengan rencana.

Elemen Penilaian:
-16-

1. Terdapat petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia


rencana program MFK yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan
identifikasi risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi
huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap
pelaksanaan program MFK meliputi huruf a sampai huruf f pada
pokok pikiran. (D)

Kriteria
1.5.2 Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan ber
bahaya beracun serta pengendalian dan pembuangan limbah bahan
berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang mema
dai dan ketentuan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:
 Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi
dan dikendalikan secara aman.
 WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta
limbahnya dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan
anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat; kontainer bertekanan;
benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif.
 Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan
jumlah serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu
mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.
 Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan,
pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
 Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam
pada huruf b pada kriteria 1.3.1. (R)
2. Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan,
pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
3. Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-unda
ngan. (D, O)
4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan
terhadap B3 dan atau limbah B3. (D,W)

Kriteria
1.5.3 Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan
mengevaluasi program tanggap darurat bencana internal dan
eksternal

Pokok Pikiran:
 Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang
satu dan yang lain.
 Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut
bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun eksternal.
-17-

 Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun


sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability Assesment).
 Program kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan
(disaster drill) setiap tahun secara internal atau melibatkan
komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan
sistem 2) sampai dengan 6) yang telah diuraikan di kriteria 1.4.1.
 Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi
dalam pelaksanaan program tanggap darurat agar siap jika sewaktu-
waktu terjadi bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali.
 Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi
bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi.
 Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan ekstern
al sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap p
elayanan. (D)
2. Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi an
gka satu sampai dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.3.1 (D, W).
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai
dengan angka enam huruf c pada kriteria 1.3.1 terhadap program
kesiapan menghadapi bencana yang disusun, yang dilanjutkan denga
n debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4. Dilakukan perbaikan terhadap program kesiapan menghadapi benca
na sesuai hasil simulai dan evaluasi tahunan. (D)

Kriteria
1.5.4 Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi program pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran termasuk sarana evakuasi.

Pokok Pikiran:
 Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko
terhadap terjadinya kebakaran. Program pencegahan dan
penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan
Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran,
pengguna layanan, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan
dijaga keselamatannya.
 Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi
kebakaran baik aktif mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya
APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan
proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu
darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
 Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi
sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan
larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas,
pengguna layanan, dan pengunjung. Larangan merokok wajib
dipatuhi oleh petugas, pengguna layanan dan pengunjung, dan
dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
-18-

1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran


angka satu sampai angka empat huruf d pada kriteria 1.3.1 (D, O,
W)
2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat
deteksi dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian
alat pemadam api. (D, O, W)
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program
pengamanan kebakaran. (D, W)
4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna
layanan, dan pengunjung di area Puskesmas. (R)

Kriteria
1.5.5 Puskesmas menyusun program untuk menjamin ketersediaan alat ke
sehatan yang dapat digunakan setiap saat.

Pokok Pikiran:
 Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan
(ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan
terhadap standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
 Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus
diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya
 Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan
pengguna layanan, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan
baik, dan siap digunakan setiap saat diperlukan. Program yang
dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara
berkala, sesuai dengan panduan produk tiap alat kesehatan.
 Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas memeriksa
antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status
kalibrasi, dan fungsi alat.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan sesuai dengan ASPAK. (R)
2. Dilakukan inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara
periodik (D, 0, W)
3. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan
secara periodik (D,O,W)

Kriteria
1.5.6 Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk
memastikan semua prasarana atau sistem utilisasi berfungsi dan
mencegah terjadinya ketidaktersediaan, kegagalan, atau kontaminasi.

Pokok Pikiran:
 Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan
sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air
dan lainnya.
 Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pengguna layanan,
dibutuhkan ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana
lain, seperti Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem
jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang
sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program
pengelolaan sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin
-19-

ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan


Puskesmas.
 Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
 Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti
jika terjadi kegagalan air dan/ atau listrik.
 Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset,
perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk
menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan
pengguna layanan.
 Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih,
termasuk pemeriksaan uji kualitas air secara periodik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem
penunjang lainnya sesuai huruf f pada kriteria 1.3.1. (R)
2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk
pelayanan di Puskesmas. (D)

Standar
1.6 Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan
secara periodik.
Untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan
dan harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja dapat berupa pemantauan,
supervisi, lokmin, audit internal, dan rapat tinjauan manajemen.

Kriteria
1.6.1 Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan
menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah.

Pokok Pikiran:
 Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk
memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan
perencanaan pada periode berikutnya
 Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan
dan manajemen Puskesmas
 Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu
disusun, dipantau dan dianalisis secara periodik sebagai bahan
untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya
 Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:
a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas
b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM
c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKPP
 Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada
Standar Pelayanan Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari
Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
-20-

 Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan


sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan
Puskesmas serta perencanaan tahunan dan perencanaan lima
tahunan.
 Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja
KMP, UKM, dan UKPP diumpan balikkan pada lintas program dan
lintas sektor untuk mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan
kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode
berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah (R)
2. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara
periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan
hasilnya diumpanbalikkan pada lintas program dan lintas sektor (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan dan
penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji
banding dengan Puskesmas lain (D)
4. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan
masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan
Puskesmas (D)
5. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja
disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan
bulanan (D, W)
6. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk
Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan
kinerja dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
(D)

Kriteria
1.6.2 Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor dilak
ukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.

Pokok Pikiran :
 Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu
dikomunikasikan oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Upaya
baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas program dan lintas
sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas
pelaksanaan upaya Puskesmas.
 Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini
bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
 Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih
terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu)
bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran,
pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang
diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan; menggalang
kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas.
 Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara
konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga)
-21-

bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-


sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan; menggalang
kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan;
meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan
pembangunan masyarakat kecamatan

Elemen Penilaian
1. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten
dan periodik untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan me
ngintegrasikan upaya – upaya Puskesmas (D,W)
2. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaa
n kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,
W)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini bulan
an dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan. (D,
W)

Kriteria
1.6.3 Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan, p
engendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit int
ernal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas, ma
salah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan

Pokok Pikiran:
 Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu
dipantau apakah mencapai target yang ditetapkan.
 Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit
internal yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
 Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pengguna layanan, dan Penanggung jawab atau Tim
PPI, Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan
sebagai dasar untuk melakukan perbaikan.
 Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan
Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.
 Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dipantau
serta ditindaklanjuti.
 Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal,
hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan
kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan.
 Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.

Elemen Penilaian:
-22-

1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian


tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
2. Disusun rencana program audit internal tahunan yang dilengkapi
kerangka acuan audit dan dilakukan kegiatan audit sesuai dengan
rencana yang telah disusun. (R)
3. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
4. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil
audit internal baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab
maupun pelaksana. (D)
5. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen dan pelaksanaan pertemuan
tinjauan manajemen dilakukan dengan agenda sebagaimana pokok
pikiran. (D, W)
6. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti
dan dievaluasi. (D)

Standar
1.7 Peran Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas melalui
Akreditasi
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

Kriteria
1.7.1 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam ran
gka perbaikan kinerja Puskesmas

Pokok Pikiran :
 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan
kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki
otonomi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan daerah.
 Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan
bagian dari tugas, fungsi dan tanggung jawab Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/ Kota.
 Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan evaluasi, dan pelaporan serta peningkatan
mutu pelayanan kesehatan.
 Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/
Kota dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. Pembinaan
tersebut dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam
rangka pencapaian target PISPK, target Standar Pelayanan Minimal
(SPM), dan Program Prioritas Nasional.

Elemen Penilaian :
-23-

1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur


organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (R)
2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan
pembinaan Puskesmas secara periodik yang dituangkan dalam
program kerja yang jelas dan terukur (R, D)
3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang berkesinambung
an dengan menggunakan indikator pembinaan program dan menyam
paikan hasil pembinaan kepada Puskesmas. (D,W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas
dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan. (D, W)
5. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjut
i pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas yang menjadi wewenang dal
am rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak
bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D, W)
6. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas.
(D, W)
7. Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W)

BAB 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang


berorientasi pada upaya promotif dan preventif sesuai prinsip
five level prevention

Standar
2.1. Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu
berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program
dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data
hasil penilaian kinerja Puskesmas termasuk memperhatikan hasil
pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS PK) dan capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah
Kabupaten/Kota.

Kriteria
2.1.1. Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun secara terpadu
berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutu
han dan harapan masyarakat, analisis data pencapaian kinerja
pelayanan UKM dengan memperhatikan data PIS PK dan SPM.

Pokok Pikiran:
 Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan
UKM dilakukan dengan Survei Mawas Diri dan Musyawarah
Masyarakat Desa maupun melalui pertemuan pertemuan konsultatif
-24-

lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, temu muka,


survei mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya.
 Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat
mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
 Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah
dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor,
selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana
usulan kegiatan UKM.
 Data capaian kinerja pelayanan UKM dianalisis dengan
memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK dan capaian target SPM
yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. Hasil analisis tersebut
dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas sektor
sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM.
 Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas
disusun oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM
Puskesmas mengacu pada analisis data kinerja dengan
memperhatikan data PIS PK, analisis capaian SPM daerah
Kabupaten/Kota, pedoman atau acuan yang sudah ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan
program prioritas nasional (antara lain penurunan Stunting,
peningkatan cakupan Imunisasi, Penanggulangan TB, pengendalian
Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka Kematian Ibu/ AKI dan
Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta memperhatikan kebutuhan
dan harapan masyarakat.
 Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk
menggantikan kata “program”, contoh: Program Promkes menjadi
Pelayanan Promkes.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat,
kelompok masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan
sasaran pelayanan UKM sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan. (D, W)
2. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis
bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan
untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
3. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama
lintas program dan lintas sektor dengan memperhatikan hasil
pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk pembahasan dalam
menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah kerja. (D,W)
4. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM yang disusun secara terpadu
berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data
capaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan hasil
pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W)

Kriteria
-25-

2.1.2. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan pemberda


yaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan men
ingkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana proses kegiatan P
emberdayaan Masyarakat dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan
difasilitasi oleh Puskesmas.

Pokok Pikiran:
 Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja,
setiap pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan, dan penanggung
jawab UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi pembangunan
yang berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
 Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya
disebut Pemberdayaan masyarakat adalah proses untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu,
keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya
kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses
pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif
serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat
 Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi :
a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam m
engenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;
b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyar
akat;
c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentin
gan;
e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kem
asyarakatan, organisasi kemasyarakatan,dan swasta;
f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kear
ifan lokal; dan
 Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap
:
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
g. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan
Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan
kebutuhan dan kesepakatan masyaraka
 Perencanaan pemberdayaan masyarakat terintegrasi dengan Profil
Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK).
 Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community
organization) dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan
peran dan fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari
kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan
membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka,
-26-

berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber


daya yang dimiliki.
 Bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan melalui kegiatan UKBM seperti Komunitas Peduli
Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli HIV/AIDS, Peduli TB,
Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau
melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren,
pasar, tempat ibadah dan lain-lain.
 Kegiatan fasilitasi berupa:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat,
pemangku kepentingan dan mitra terkait untuk mendukung pel
aksanaan pemberdayaan masyarakat
b. melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapa
n penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepe
ntingan di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan Pember
dayaan Masyarakat;
d. membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan
swasta di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan Pemberd
ayaan Masyarakat
e. mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi kes
ehatan terkait Pemberdayaan Masyarakat dengan memanfaatka
n potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal;
f. melakukan peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping Pemberd
ayaan Masyarakat dan Kader;
g. melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyar
akat;
h. menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat;
i. melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan dan
kabupaten/kota secara berkala; dan
j. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pemberdayaa
n Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas secara berkala
 Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat tersebut.
 Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam
Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana Kerja setiap Koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang dituangk
an dalam RUK dan RPK Puskesmas dan sudah disepakati bersama m
asyarakat sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan. (D, W)
2. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan di wilay
ahnya. (D.W)
-27-

3. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan


pelayanan UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya
masyarakat dan atau kontribusi swasta. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berwawasan
kesehatan. (D)

Kriteria
2.1.3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Pelayanan UKM terintegrasi lint
as program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas.

Pokok Pikiran:
 Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi
lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan
perencanaan Puskesmas.
 Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK. Jika sebagian kegiatan
yang direncanakan dalam RUK tidak dapat dilaksanakan karena
keterbatasan sumber daya, maka dimungkinkan sebagian kegiatan
yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK
 RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan
dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan setiap bulan.
 RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/ disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan
kondisi – kondisi tertentu.
 RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing
pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan UKM yang ter
integrasi dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan Puske
smas dengan kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaannya untuk setiap kegiatan. (R)
2. Tersedia RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan UKM yang di
susun setiap bulan dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R)
3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari
masing-masing Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R)
4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil pemantauan (D.W)
5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasa
rkan hasil pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu maka dilaku
kan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan (D

Standar
2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan masyar
akat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM
Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan
masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta
penyampaian umpan balik dan keluhan.

Kriteria
-28-

2.2.1. Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati


bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang
dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana.

Pokok Pikiran:
 Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari
sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan
lintas sektor terkait dan disepakati bersama. Jadwal tersebut
memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan.
 Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan
aktif dalam kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus
disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat,
lintas program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media
komunikasi yang sudah ditetapkan.
 Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan
diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh
sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun berdasark
an hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyar
akat, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor
melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W).
3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi
perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W)
4. Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM
dievaluasi dan ditindaklanjuti (D.W)

Kriteria
2.2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap i
nformasi, kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan ba
lik dan keluhan.

Pokok Pikiran:
 Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan,
dan jadwal kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan
lintas sektor terkait agar mereka dapat optimal berkontribusi dalam
pencapaian tujuan kegiatan UKM.
 Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi
sasaran perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan,
sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
mereka, dan menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat
waktu.
 Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu
evaluasi terhadap penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian
informasi yang dilaksanakan Puskesmas.
-29-

 Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pad


a peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan indivi
du yang menjadi sasaran.
 Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan
kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai bud
aya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan teknol
ogi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti
untuk perbaikan dalam mempermudah akses dan penyediaan
kegiatan UKM.
 Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan
dan tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Co
ntoh: Ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain seba
gainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan dala
m pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model, LCD, film dan
lain sebagainya.
 Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran
kegiatan diperlukan umpan balik dari masyarakat dan sasaran
kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan
dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
 Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran
kegiatan UKM.
 Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat
menyampaikan keluhan secara langsung maupun tidak langsung
kepada Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
 Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau
pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok
masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran
melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun
Puskesmas, konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum
komunikasi yang lain.
 Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan
sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, da
n jadwal kegiatan disampaikan kepada kelompok masyarakat,
masyarakat, sasaran, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang d
ikenal oleh masyarakat atau sasaran. (D,W)
3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan s
asaran diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap akses informasi,
akses kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik
dan keluhan terhadap kegiatan UKM.(D,W)

Standar
-30-

2.3. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan


dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor terkait.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai
dengan kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acua
n yang disusun dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini bul
anan dan triwulan.

Kriteria
2.3.1. Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan pelayanan
UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
 Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika d
ilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun lin
tas sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, perba
ikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.
 Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan ant
ara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan penggun
aan media/tekhnologi informasi.
 Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam penyeleng
garaan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan acuan dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
 Evaluasi komunikasi dan koordinasi dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme komunikasi dan koordinasi yang ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi
kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan,
panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
komunikasi dan koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W).

Standar
2.4. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang di
tetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan,
menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut.

Kriteria
2.4.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian t
ujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan penggun
aan sumber daya,

Pokok Pikiran:
 Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan,
-31-

pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam


pelaksanaan kegiatan UKM.
 Pembinaan penanggung jawab UKM Puskesmas kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman
pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
 Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
 Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan
pelaksanaan kegiatan UKM, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi
masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kegiatan UKM.
Dilakukan evaluasi terhadap hasil implementasi tindak lanjut
tersebut dengan maksud untuk menilai sejauhmana tindak lanjut
tersebut menyelesaikan masalah.

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai
dengan jadwal yang disepakati.(D,W)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM,
(D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil
pelaksanaan pada elemen penilaian 3 (tiga). (D,W)

Standar
2.5. Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya
mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui
pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan
sehat yang merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Germas).

Kriteria
2.5.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM bersama dengan Tim Pembina Keluarga melaksanakan
pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan kelua
rga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.

Pokok Pikiran:
 Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina
Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi
-32-

dan Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan


didokumentasikan.
 Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry
pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat
(Prokesga).
 Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan
hasil intervensi lanjut.
 Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi (pemutakhira
n/update) dokumentasi dilakukan oleh tim data Puskesmas (admin
dan surveior).
 Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil
kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab
UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar
dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut
 Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang
dibentuk oleh Kepala Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala
Puskesmas.
 Kegiatan UKM melalui PIS PK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang menja
di sasaran.

Elemen Penilaian :
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveior de
ngan uraian tugas yang jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan
intervensi awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan,
dan didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan Indeks Keluarga Se
hat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan
Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi
Keluarga Sehat). (D)
4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan
kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama
melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut
kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat kelua
rga.(D,W)
6. Penanggung jawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi
lanjut. (D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan
intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan
kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan
pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)

Kriteria
2.5.2. Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas
berdasarkan permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan
terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.
-33-

Pokok Pikiran:
 Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan pe
nyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas,
baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang s
ecara wilayah kerja Puskesmas.
 Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas
program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada
analisis IKS awal.
 Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain dila
kukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif), pengo
rganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM dan tatanan-tananan (s
ekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain-lain).
 Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi lanju
tan oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksa
na kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan
PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.
 Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiata
n pelayanan UKM Puskesmas.
 Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan
mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan kel
uarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis Indeks Keluarga Seh
at (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis perubahan
IKS.
 Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan k
egiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
 Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang
bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan
PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi
kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi
dapat dipertanggungjawabkan.

Elemen Penilaian :
1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM
melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan
wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut
secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor
terkait (D, W)
2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dala
m lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulan Puskesmas.(D,W)
3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang disusu
n (D,W)
4. Penanggung jawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan
Penanggung jawab UKPP, Penanggung jawab Jaringan dan Jejaring P
elayanan Puskesmas melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi l
anjutan yang dilakukan (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan
PIS PK antara lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan per
temuan-pertemuan penilaian kinerja.(D,W)
-34-

2.5.3. Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai b


agian dari intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat
terhadap masalah-masalah kesehatan

Pokok pikiran
 Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
 Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi
lanjut terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi
dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat
dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang
semakin membaik.
 Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap
produktif, hidup dalam lingkungan yang bersih, ditandai dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut : peningkatan edukasi hidup sehat,
peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan
aktivitas fisik.
 Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan
Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu,
keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat
sehari-hari.
 Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain
melalui kegiatan pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur
melalui Indeks individu dan keluarga sehat, pemberdayaan
masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan
Indeks Masyarakat Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.
 Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis kegi
atan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam kegiatan
UKM Puskesmas.

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi
dalam kegiatan UKM Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan
lintas program dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan
perubahan perilaku sasaran Germas. (D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam
mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan
semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah dan
terbentuknya UKBM. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
pembinaan gerakan masyarakat hidup sehat. (D,W)

Standar
-35-

2.6. Penyelenggaraan UKM Esensial


Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial direncanakan, dilaksanakan
dipantau dan dievaluasi
Kriteria
2.6.1. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan

Pokok Pikiran:
 Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan:
1. 3 (tiga) indikator utama yaitu:
a. presentasi posyandu aktif,
b. terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman
c. melakukan proses pemberdayaan masyarakat.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Promosi Kesehatan tambahan
yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu
melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu
hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan dan
penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing minimal 50%
dan melakukan kegiatan tambahan.
 Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya
yang dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk
tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan dengan melakukan
proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan
menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar
berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan
lingkungan sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lain-
lain
 Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah memfasilitasi
proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan :
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian
 Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan
dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku
kepentingan dan masyarakat;
b. pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
pemberdayaan masyarakat;
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku
kepentingan di wilayah kerja puskesmas;
d. membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah
kerja puskesmas, mengembangkan media KIE,
e. melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi
kesehatan kepada masyarakat; dan
f. penggerakan masyarakat.
-36-

g. upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan indikator


tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada
pedoman/panduan dan atau ketentuan yang berlaku.
 Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan yang
telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Promosi
Kesehatan sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R,D).
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan
UKM esensial promosi kesehatan. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan sebagaimana
pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah
ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upa
ya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK. (D,W)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (D.W.O)

Kriteria
2.6.2. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan

Pokok Pikiran:
 Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan:
1. Ada 3 (tiga) indikator utama, yaitu:
a. jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat
kesehatan dan;
c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi
syarat kesehatan.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Lingkungan tambahan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Lingkungan
dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
- pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta update dat
a, dan lain-lain
- melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TFU dan TPP,
pembinaan, update data dan lain-lain
- upaya-upaya promotive dan preventif sesuai dengan indikator
tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada
pedoman/panduan dan atau ketentuan yang berlaku.
 Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan
yang telah dilakukan .
-37-

Elemen Penilaian :
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Lingkungan (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan
UKM esensial Kesehatan Lingkungan. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan sebagaimana
pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah
ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upa
ya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan (D.W.O)

Kriteria
2.6.3. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga.

Pokok Pikiran:
 Cakupan UKM Esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan:
1. Ada 3 (tiga) indikator utama, yaitu:
a. presentasi ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal ter
padu
b. presentasi balita yang mendapatkan pelayanan kesehatan s
esuai standar pelayanan minimal
c. presentasi remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan
peduli remaja
d. presentasi calon pengantin yang mendapatkan pelayanan k
esehatan
e. presentasi lanjut usia yang mendapatkan pelayana.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Keluarga tambahan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas
 Pelayanan Antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal
komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu
hamil serta terpadu dengan program lain yang memerlukan
intervensi selama kehamilannya.
 Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di
wilayah kerja Puskesmas.
 Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana dalam standar pelayanan
minimal:
a. penimbangan berat badan
b. pengukuran panjang badan/tinggi badan
c. pemantauan perkembangan
d. imunisasi
e. pemberian vitamin A
f. pelayanan balita sakit
 Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas
-38-

 Kriteria Puskesmas mampu laksana Pelayanan Kesehatan Peduli


Remaja (PKPR) jika memenuhi kriteria:
a. ada tenaga terlatih/terorientasi PKPR
b. ada pedoman PKPR
c. menyediakan layanan konseling bagi remaja
 Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan dalam
dan luar Gedung, meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan
penunjang dan rujukannya, konseling, pemberian KIE dan
Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), Pemberdayaan kader
remaja baik di sekolah maupun di masyarakat melalui posyandu
remaja.
 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas PKPR
mengikuti prinsip-prinsip menjamin privasi dan kerahasiaan,
mempromosikan kemandirian remaja tanpa mensyaratkan izin orang
tua, kebebasan berkunjung, biaya terjangkau/gratis, memperhatikan
keadilan dan kesetaraan gender.
 Pelayanan kesehatan reproduksi Calon Pengantin (Catin) minimal
meliputi:
a. anamnesa
b. pemeriksaan fisik
c. pemeriksaan status gizi
d. pemeriksaan darah (hb, golongan darah)
e. skrining imunisasi TT
f. KIE Kesprocatin
 Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan
(pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pengguna
layanan Geriatri, pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolesterol,
asam urat), Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT,
pengobatan, rujukan dan pemberian Buku Kesehatan Lansia)
 Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif berikut:
a. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minimal 50%
desa sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
b. Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K
c. Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali d
alam setahun
d. Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA m
elalui pelaksanaan kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader k
esehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB
e. Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar Gedung m
elalui UKS baik di sekolah umum maupun SLB, pesantren, posy
andu remaja, pramuka, pelayanan ke panti/LKSA dan rutan ana
k/LPKA
f. Puskesmas melakukan kerja sama dengan KUA, Lembaga agama
lin dan LS, terkait lainnya dalam mendorong catin untuk menda
patkan pelayanan kesehatan reproduksi.
g. Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi cat
in yang berkualitas dengan penyediaan SDM dan sarana prasara
na untuk melakukan KIE dan skrining kesehatan
h. Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayana
n bagi catin dan pelayanan KB
i. Pelayanan Lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti pri
nsip-prinsip:
-39-

- memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas


- memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan penyedi
aan sarana yang aman dan mudah diakses
- memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan kelua
rga secara berkesinambungan dalam memelihara dan meni
ngkatkan kesehatannya
- melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan pela
yanan di luar gedung
- melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pende
katan siklus hidup
- dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi
kemasyarakatan maupun dunia usaha dalam rangka menin
gkatkan kualitas hidup lansia.
 Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 5 indikator
utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balita
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita,
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi
calon pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta
laporan kegiatan.
 Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan
UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau
ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas.
 Adanya sumber pembiayaan dalam mengatasi permasalahan
pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan
dalam RKA Puskesmas.
 Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial KIA yang telah
dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan
Keluarga (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan
UKM esensial Kesehatan Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana
pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah
ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (D.W.O)

Kriteria
2.6.4. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi.

Pokok Pikiran:
-40-

 Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani akan berisiko melahirkan bayi
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu
penyumbang masalah stunting.
 ASI Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan
Bayi dan Anak yang akan berkontribusi berkurangnya kejadian Gizi
Kurang dan stunting.
 Surveilan gizi berupaya memantau secara terus menerus masalah-
masalah yang terjadi agar bila ada masalah cepat tertangani dan
menjadi dasar untuk perencanaan yang baik
 Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan:
1. 3 (tiga) indikator utama :
a. Puskesmas melaksanakan Surveilans Gizi
b. presentasi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan
ASI Eksklusif.
c. pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Gizi tambahan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan
upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
a. Melaksanakan Surveilans Gizi, melalui:
 pengumpulan data dalam EPPGBM (elektronik pencatatan
dan pelaporan gizi berbasis masyarakat)
 pengolahan dan analisis data EPPGBM
 diseminasi pemanfaatan data EPPGBM
 pemberian PMT kepada ibu hamil KEK
 pemberian TTD kepada ibu hamil
 pemberian TTD pada remaja putri
b. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan mel
alui:
 Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan ibu
balita
 Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui
 Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung Ibu Menyusui
dan ibu balita
c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui:
 Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang kompeten dalam
pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita
 Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP dalam Tata
Laksana Gizi Buruk pada balita
 Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk (rawat
jalan/rawat inap)
 Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Gizi yang telah
dilakukan meliputi:
a. Pelaksanaan EPPGBM yang memuat:
1) data sasaran serta pemberian pmt bumil kek
2) pemberian TTD pada ibu hamil
3) pemberian TTD pada remaja putri
b. Analisa dan diseminasi hasil EPPGBM
c. Adanya Tim Asuhan Gizi dalam penanganan dan Tata Laksana Gi
zi Buruk, adanya pelaporan Gizi buruk yang telah ditindak lanjut
i
-41-

d. Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita
e. Pelaksanaan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Gizi (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan
UKM esensial Kesehatan Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran,
yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan,
prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara perio
dik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya
yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (D.W.O)

Kriteria
2.6.5. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Pokok Pikiran:
 Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
diukur dengan:
1. 5 (lima) indikator utama berdasarkan prioritas masalah di
Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
2. Indikator UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tambahan
lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit dilakukan upaya-upaya promotif dan
preventif sesuai dengan kebijakan, pedoman dan panduan yang
berlaku.
 Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit. (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan
UKM esensial Kesehatan Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam
RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan
kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
-42-

4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara perio


dik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya
yang telah dilakukan. (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (D.W.O)

Standar
2.7. UKM Pengembangan
Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat
Pengembangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kriteria
2.8.1 Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan berdasarkan permasalahan yang ada di wilayah
kerja.
 Cakupan UKM Pengembangan diukur dengan 3 indikator utama
Pengembangan yang ditetapkan oleh Puskesmas.
 Untuk mencapai kinerja UKM Pengembangan dilakukan upaya-
upaya promotif dan preventif sesuai dengan pedoman yang berlaku.
 Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan dan upaya
pencapaian kinerja yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran program UKM Pengembangan sesuai dengan
ketentuan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan. (R,D)
3. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja UKM
Pengembangan yang telah ditetapkan. (D.W.O)
4. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM Pengembangan sebagaimana pokok pikiran
sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan
yang telah ditetapkan. (D.W.O)
5. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upa
ya yang telah dilakukan. (D.W.O)
6. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK. (D.W.O)
7. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (D.W.O)

Standar
-43-

2.8. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM


Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja
pelayanan UKM
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk
menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesua
ian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapa
n masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja
pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan
supervisi pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan
menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM.

Kriteria
2.8.1. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakuk
an supervisi untuk mengendalikan pelaksanaan pelayanan UKM Pus
kesmas secara periodik.

Pokok Pikiran:
 Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu
dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara
periodik dengan jadwal yang jelas.
 Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas,
sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
 Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas melaksan
akan kegiatan supervisi dan bersama Koordinator Pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut per
baikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesma
s.
 Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM
memberitahukan kepada Koordinator Pelayanan terhadap rencana
pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian
 Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan pelaksa
na kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
 Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada
koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat
menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas
yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama
Penanggung Jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di
tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan
pembahasan dan tindak lanjut perbaikan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supe
rvisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
2. Kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM P
uskesmas diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksa
na kegiatan UKM . (D.W)
-44-

3. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mela


ksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan UK
M Puskesmas sebelum supervisi dilakukan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakuk
an supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan supervisi dan ja
dwal yang disusun. (D,W)
5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
menyampaikan hasil supervisi kepada Koordinator pelayanan dan
pelaksanan kegiatan (D,W)
6. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti
hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan permasalah
an yang ditemukan. (D,W)
Kriteria
2.8.2. Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya
pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang sudah disusu
n agar dapat mengambil langkah tindak lanjut untuk perbaikan.

Pokok Pikiran:
 Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses
sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.
 Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang
disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang disusun.
 Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya
Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk
memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan
UKM.
 Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat
direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah
dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta
usulan-usulan perbaikan yang rasional.
 Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap
bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini
bulanan Puskesmas.
 Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanaka
n perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasar
an kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.
 Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila terj
adi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuha
n masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan pencapaian
kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan usulan-usulan
dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor terkait.
 Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasa
n yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap k
erangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
-45-

2. Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil


capaian kegiatan pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggu
ng jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triw
ulan. (D,W)
3. Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil
pemantauan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM bersama Lintas Progr
am dan Lintas Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiat
an berdasarkan hasil perbaikan dan dengan tetap mempertimbangka
n kebutuhan dan harapan masyarakat atau sasaran.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian
rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan
kegiatan, sasaran kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait.
(D,W)

Kriteria
2.8.3. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya pe
rbaikan terhadap hasil penilaian capaian kinerja pelayanan UKM

Pokok Pikiran :
 Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan UKM
yang disusun berdasar Standar Pelayanan Minimal,
Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman
dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan
Puskesmas untuk masing- masing kegiatan UKM.
 Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM
yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM
disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan
tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan
laporan.
 Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja
berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu
pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian
kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu
pelayanan UKM. (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan peng
umpulan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM dan
indikator mutu pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi
pengumpulan yang telah ditetapkan. (D,W)
3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana
kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama
dengan lintas program. (D,W)
4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaia
n kinerja pelayanan UKM. (D,W)
5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta kegiatan UKM
kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)
-46-

6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah


Kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja
pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota. (D)

Kriteria
2.8.4. Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksan
akan secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengel
olaan pelayanan UKM.

Pokok Pikiran:
 Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM bertanggung jawab dalam membudayak
an perbaikan kinerja secara berkesinambungan, konsisten dengan vis
i, misi dan tujuan Puskesmas.
 Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan
prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
 Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakuka
n penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik.
 Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukkan akuntabilitas da
lam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan p
erbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang dihar
apkan.
 Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama
dengan Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian kine
rja paling sedikit dua kali setahun (D,W)
2. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian
kinerja pelayanan UKM (D,W).
3. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota (D)
4. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan
UKM (D)
5. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D)
-47-

Bab 3 . Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang


(UKPP)

Standar
3.1. Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari proses Pendaftaran
Pengguna layanan sampai dengan pemulangan dilaksanakan
dengan memperhatikan kebutuhan dan keselamatan.
Proses pendaftaran pengguna layanan memenuhi kebutuhan dan
keselamatan yang didukung oleh sarana, prasarana dan lingkungan.

Kriteria
3.1.1. Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari pendaftaran dilaksanak
an dengan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pengguna
layanan, serta mempertimbangkan hak dan kewajiban pengguna
layanan, keluarga dan petugas. informasi tentang pendaftaran dan
fasilitas rujukan tersedia pada waktu pendaftaran.

Pokok Pikiran:
 Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan klinis kepada
pengguna layanan yang melindungi hak pengguna layanan dan
keluarga. Seluruh karyawan harus mengetahui dan mengerti hak dan
kewajiban pengguna layanan dan keluarga, serta hak dan kewajiban
sebagai karyawan Puskesmas dalam memberikan pelayanan sesuai
dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis wajib
mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh petugas bertanggung
jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak dan pemenuhan
kewajiban dalam pelayanan pengguna layanan. Untuk melindungi
secara efektif dan mengedepankan hak pengguna layanan, Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama
dan berusaha memahami tanggung jawab mereka dalam
hubungannya dengan komunitas yang dilayani, sedangkan petugas
yang melayani dijamin akan memperoleh hak dan melaksanakan
kewajibannya sebagaimana ditetapkan.
 Hak pengguna layanan dan keluarga merupakan salah satu elemen
dasar dari proses pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas
pengguna layanan dan keluarga. Kebijakan dan prosedur harus
ditetapkan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas
Puskesmas yang terkait dalam pelayanan pengguna layanan memberi
respons terhadap hak pengguna layanan dan keluarga, ketika mereka
melayani pengguna layanan. Hak pengguna layanan tersebut perlu
dipahami baik oleh pengguna layanan maupun oleh petugas yang
memberikan pelayanan, oleh karena itu pengguna layanan perlu
mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pengguna
layanan sejak proses pendaftaran.
 Hak dan kewajiban meliputi :
Hak-hak pengguna layanan meliputi:
(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
-48-

(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga


pengguna layanan terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Puskesmas;
(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter dan dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;
(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya;
(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya
perkiraan biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pengguna
layanan lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Puskesmas terhadap dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran
termasuk kerahasiaan rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian
dalam suatu penelitian kesehatan;
(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan
yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila
Puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Kewajiban Pengguna layanan:


(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(2) memberikan ijin kepada fasilitas pelayanan kesehatan terhadap
akses rekam medis, baik rekam medis non elektronik maupun
rekam medis elektronik
(3) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(4) menghormati hak-hak pengguna layanan lain,
pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta petugas
lainnya yang bekerja di Puskesmas ;
(5) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan
akurat sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang
masalah kesehatannya;
-49-

(6) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan


jaminan kesehatan yang dimilikinya;
(7) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh Pengguna
layanan yang bersangkutan setelah mendapatkan
penjelasan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
(8) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya
untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh
Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang
diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
(9) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
 Selama proses pelaksanaan layanan pengguna layanan, petugas
kesehatan harus memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan
hak pengguna layanan. Kebutuhan dan keluhan pengguna layanan
diidentifikasi selama proses pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
keluhan pengguna layanan/keluarga pengguna layanan,
menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut untuk
perbaikan
 Pengguna layanan harus diberi kemudahan akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pendaftaran
pengguna layanan meliputi: pendaftaran pengguna layanan rawat
jalan, pendaftaran pengguna layanan rawat inap, dan menahan
pengguna layanan untuk observasi atau stabilitasi.
 Kebutuhan pengguna layanan perlu diperhatikan, diupayakan dan
dipenuhi sesuai dengan misi dan sumber daya yang tersedia di
Puskesmas. Jika kebutuhan pengguna layanan tidak dapat dipenuhi,
maka dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL)
 Kebijakan dan prosedur pendaftaran perlu disusun yang memuat:
a) proses pendaftaran
b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c) keselamatan pengguna layanan
d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain
 Keselamatan pengguna layanan dan petugas sudah harus diperhatikan
sejak pertama pengguna layanan kontak dengan Puskesmas, dengan
demikian prosedur pendaftaran sudah mencerminkan penerapan
upaya keselamatan pengguna layanan, terutama dalam hal
identifikasi pengguna layanan minimal dengan 2 identitas yang relatif
tidak berubah: nama lengkap pengguna layanan, tanggal lahir,
nomor identitas kependudukan dan nomor rekam media.
 Pedoman pendaftaran perlu disusun sebagai acuan bagi petugas dalam
melaksanakan pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam
melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan tentang
alur pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang
diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan
sasaran keselamatan pengguna layanan.
 Di tempat pendaftaran, pengguna layanan dan masyarakat dapat
memperoleh informasi tentang sarana pelayanan, antara lain: tarif,
jenis pelayanan, alur dan proses pendaftaran, alur dan proses
-50-

pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas


perawatan/rawat inap.
 Informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah
diakses, dan dipahami oleh pengguna layanan dan masyarakat,
dengan memperhatikan latar belakang tata nilai, budaya dan bahasa.
 Pengguna layanan mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang
tahapan pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian
sampai pemulangan. Tahapan pelayanan klinis adalah tahapan
pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan meninggalkan
tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan.
Informasi tersebut termasuk apabila pengguna layanan perlu dirujuk
ke fasilitas yang lebih tinggi.
 Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk
ketersediaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang
memuat jenis pelayanan yang disediakan.
 Persetujuan umum diminta pada waktu mendaftar rawat jalan dan
setiap rawat inap, dan persetujuan tindakan medik yang berisiko
tinggi diminta sebelum pelaksanaan tindakan berisiko tinggi.
 Puskesmas wajib meminta persetujuan umum (general consent) kepada
pengguna layanan atau keluarganya yang berisi persetujuan
terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik,
pengobatan medis lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan
persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan
tentang hak dan kewajiban pengguna layanan
 Persetujuan umum tersebut diminta pada saat pengguna layanan datang
pertama kali untuk rawat jalan dan setiap rawat inap.
 Salah satu cara melibatkan pengguna layanan dalam pengambilan keput
usan tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memb
erikan informed consent/informed choice. Setiap tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pengguna layanan, harus mendapatka
n persetujuan. Untuk menyetujui/memilih tindakan, pengguna layan
an harus diberi penjelasan/konseling tentang hal yang berhubungan
dengan pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suat
u keputusan persetujuan.
 Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) perkiraan pembiayaan
 Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang
diberikan oleh pengguna layanan atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan
dilakukan terhadap pengguna layanan
 lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam proses
pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika pengguna lay
anan masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau pengobata
n tertentu yang berisiko. Proses persetujuan ditetapkan dengan jelas
oleh Puskesmas dalam kebijakan dan prosedur, yang mengacu kepad
a undang-undang dan peraturan yang berlaku.
 Pengguna layanan dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosed
ur, dan pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaim
-51-

ana mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan seca


ra lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan
cara lain). Pengguna layanan dan keluarga memahami siapa yang da
pat memberikan persetujuan selain pengguna layanan. Petugas pelak
sana tindakan yang diberi wewenang telah terlatih untuk memberika
n penjelasan kepada pengguna layanan dan mendokumentasikan per
setujuan tersebut.
 Pengguna layanan atau mereka yang membuat keputusan atas nama pe
ngguna layanan, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelaya
nan atau pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayana
n atau pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untu
k dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
 Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pengguna layanan dan keluar
ganya tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil
dari keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan deng
an keputusan tersebut. Pengguna layanan dan keluarganya diberitah
u tentang alternatif pelayanan dan pengobatan.
 Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah
alternatif lain dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan
misalnya pengguna layanan diare menolak diinfus maka pengguna
layanan diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh
pengguna layanan
 Pengguna layanan dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus
diidentifikasi dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis
yang optimal.
 Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk
diantaranya pengguna layanan dengan kendala dan/ atau
berkebutuhan khusus, antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas,
lanjut usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat
berakibat terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen
maupun pemberian asuhan klinis.
 Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat
dilakukan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan kesulitan
atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran, pemberian asuhan,
sampai dengan pemulangan

Elemen Penilaian:
1. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan
prosedur yang ditetapkan dengan menginformasikan hak dan
kewajiban serta memperhatikan keselamatan pengguna layanan
(O,W,S)
2. Pemenuhan hak dan kewajiban pengguna layanan dilakukan pada
saat anamnesis, pemeriksaan, pelaksanaan asuhan, pemberian
tindakan, dan pemindahan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan
prosedur yang ditetapkan. (D, O, W, S)
3. Persetujuan umum (general consent) diminta saat pertama kali
pengguna layanan masuk rawat jalan dan setiap kali masuk rawat
inap dan hasil pelaksanaannya didokumentasikan. (D, W)
4. Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan memperoleh
informasi mengenai tindakan medis/pengobatan tertentu yang
berisiko yang akan dilakukan sebelum memberikan persetujuan atau
penolakan (informed consent) termasuk konsekuensi dari keputusan
penolakan tersebut. (D)
-52-

5. Dilakukan identifikasi, fasilitasi dan tindak lanjut terhadap pengguna


layanan dengan keterbatasan, kendala dan/atau berkebutuhan
khusus dalam proses pelayanan. (D)

Standar
3.2. Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan
dilaksanakan secara paripurna.
Kajian pengguna layanan dilakukan secara paripurna untuk
mendukung rencana dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas
kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan antar profesi yang
digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan
asuhan dan pendidikan pengguna layanan/keluarga dilaksanakan
sesuai rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur,
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku

Kriteria
3.2.1. Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pengguna layanan/keluarga.

Pokok Pikiran:
 Proses kajian pengguna layanan merupakan proses yang
berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pengguna layanan rawat
jalan maupun pengguna layanan rawat inap. Proses kajian pengguna
layanan menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan.
 Kajian pengguna layanan meliputi tugas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisis,
psikologis, status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk
mendapatkan data dan informasi tersebut dilakukan anamnesis
(data Subjektif = S), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang (data Objektif = O).
b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan
masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pengguna layanan (asesmen atau analisis = A)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi
kebutuhan pengguna layanan.
 Pada saat pengguna layanan pertama kali diterima dilakukan kajian
awal, untuk selanjutnya dilakukan kajian ulang secara
berkesinambungan baik pada pengguna layanan rawat jalan maupun
pengguna layanan rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi
kesehatannya.
 Ketika pengguna layanan diterima di Puskesmas untuk memperoleh
pelayanan klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh
tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan disiplin yang lain
meliputi: status fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual,
ekonomi, riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen
risiko jatuh, asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen
risiko gizi, , kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
 Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, perawat, bid
an, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan ri
ncian wewenang klinis.
 Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian harus
dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam medis
-53-

harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam


memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan pada
saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan keselamatan
pengguna layanan. Rekam medis pengguna layanan adalah catatan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan medis,
penunjang medis, dan keperawatan/kebidanan.
 Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan penetapan
pelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana tindak lanjut
dan evaluasinya.
 Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu atau
tidaknya dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang meragu
kan, dengan kajian medis, kajian penunjang medis, kajian keperawat
an/kebidanan, dan kajian lain wajib didokumentasikan dengan baik.
Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan mudah ditemuka
n kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain yang ditentukan u
ntuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani pengguna layanan.
 Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pengguna layanan
memerlukan rencana pemulangan (discharge planning) berdasar
kriteria yang ditetapkan sesuai dengan keragaman kebutuhan
pengguna layanan.
 Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pengguna layanan
mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung
akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan
 Ada beberapa cara untuk membantu menilai nyeri dengan menggunakan
skala assessment nyeri, misalnya :
 Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan
secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang
pengguna layanan. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang
10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda
pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan
ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin
terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga
dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.
Digunakan pada pengguna layanan anak >8 tahun dan dewasa.
Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan
sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak
banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual
dan motorik serta kemampuan konsentrasi

No Pain Worst
Possible
Pain

 Verbal Rating Scale (VRS)


-54-

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk


menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga
digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda
nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pasca bedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal
menggunakan kata - kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat
berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit
berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali.
Karena skala ini membatasi pilihan kata pengguna layanan, skala
ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

No Mild Moderate
Severe Very
Pain Pain Pain Worst
Pain Severe Possible
Pain Pain

 Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap
dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada
VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya
adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa
nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri
dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar
kata yang menggambarkan efek analgesik.

 Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pengguna layanan dewasa dan anak >3 tahun
yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka
-55-

 Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang profesiona
l melakukan kajian pengguna layanan untuk menetapkan diagnosis
dan rencana asuhan.
 Kajian pengguna layanan dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakuka
n oleh tenaga professional yang kompeten. Proses kajian tersebut dap
at dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh tim kesehata
n antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, d
an tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutu
han pengguna layanan.
 Kajian pengguna layanan baik kajian awal maupun kajian ulang harus
dicatat dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan
perkembangan kondisi pengguna layanan sebagai dasar untuk
menyusun rencana asuhan.
 Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dala
m bentuk diagnosis dan asuhan klinis yang akan diberikan.
 Luaran klinis tergantung dari ketepatan dalam penyusunan rencana asu
han yang sesuai dengan kondisi pengguna layanan dan standar pelay
anan klinis, oleh karena itu dalam menyusun rencana asuhan perlu
dipandu oleh panduan praktik klinis dan/atau standar pelayanan ya
ng ditetapkan.
 Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus dil
akukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
 Yang dimaksud dengan tenaga profesional yang kompeten adalah tenaga
yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh standar
dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai dengan
pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan dengan
adanya sertifikat kompetensi.
 Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk
melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu
kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang
lain secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat
dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat,
dan/atau karena keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
 Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut
dilakukan dengan ketentuan:
1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan
3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan
4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan
5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
 Rencana asuhan klinis disusun bersama pengguna layanan dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
tata nilai budaya pengguna layanan.
 Pengguna layanan mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhada
p asuhan yang akan diperoleh. Pengguna layanan/keluarga diberi pe
luang untuk bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan klinis ya
ng akan dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut haru
s memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
-56-

memperhatikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh pengguna layana


n.
 Resiko yang mungkin terjadi pada pengguna layanan antara lain resiko a
lergi, infeksi, jatuh dan efek samping asuhan serta obat
 Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan edukasi
pada pengguna layanan dan keluarga
 Asuhan Pengguna layanan diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi
lulusan dengan kejelasan rincian wewenang yang sesuai dengan wew
enang yang dimiliki
 Kompetensi Lulusan Medis
a) Setiap pengguna layanan dilayani oleh dokter atau dokter gigi pena
nggung jawab pelayanan yang mempunyai rincian wewenang klinis
sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis dilaksanakan berd
asarkan panduan pelayanan medis dan/atau prosedur pelayanan
medis sesuai dengan rencana asuhan yang disusun. Dalam keada
an dokter atau dokter gigi tidak tersedia atau tidak berada di temp
at, dapat dilakukan pemberian wewenang delegatif kepada perawat
atau bidan atau dengan pemberian wewenang khusus sesuai deng
an ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b) Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya harus menghindari pengula
ngan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan upaya pendukung ya
ng sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan dipadukan sebagai
hasil kajian dalam merencanakan dan melaksanakan layananklini
s bagi pengguna layanan.
c) Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan fisis dan
neuorologi, permintaan pemeriksaan penunjang yang sebelumnya
sudah dilakukan, pemberian obat sejenis atau dengan tujuan yang
sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
d) Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan
prosedur terintegrasi, semua pemeriksaan penunjang, pemberian o
bat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat dalam rekam medis sehin
gga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai perti
mbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun perminta
an pemeriksaan penunjang.
 Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan :
 Setiap pengguna layanan dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi klinis
lain yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yan
g dimiliki. Asuhan dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan ke
perawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan klinis lain sesua
i dengan rencana asuhan yang disusun
 Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan dilaksanakan s
esuai dengan rencana asuhan terpadu, yang disusun untuk memenu
hi kebutuhan pengguna layanan dan dilaksanakan sesuai dengan sta
ndar pelayanan
 Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan maln
utrisi maka perlu penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis
dan penanggung jawab program TB, pengguna layanan memerlukan
asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan, a
suhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan kebutuha
n pengguna layanan.
 Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan berkewajiban mengkoordin
asikan pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai luaran klinis ya
-57-

ng diharapkan, dan upaya promotif maupun preventif bagi keluarga d


an masyarakat.
 Pengguna layanan/keluarga memperoleh edukasi kesehatan dengan
pendekatan yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami
 Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama
antara petugas kesehatan dan pengguna layanan/keluarga.
Pengguna layanan/keluarga perlu mendapatkan penyuluhan
kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan
klinis pengguna layanan, oleh karena itu penyuluhan dan pendidikan
pengguna layanan/keluarga perlu dipadukan dalam pelayanan klinis.
Pendidikan dan penyuluhan kepada pengguna layanan termasuk
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
 Agar penyuluhan dan pendidikan pengguna layanan/keluarga
dilaksanakan dengan efektif maka dilakukan dengan pendekatan
komunikasi interpersonal antara pengguna layanan dan petugas
kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
pengguna layanan/keluarga.
 Dalam proses memberikan penyuluhan/ pendidikan pada pengguna
layanan, didorong agar pengguna layanan/keluarga pengguna
layanan untuk berbicara/ bertanya terkait dengan masalah
kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan kebutuhan pengguna
layanan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara
kolaboratif antar praktisi klinis serta dilakukan kajian awal oleh
tenaga yang kompeten mengacu pada standar profesi, dicatat dalam
rekam medis, digunakan untuk penyusunan rencana asuhan,
koordinasi dalam pemberian asuhan, dan rencana pemulangan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (R, D, W)
2. Dilakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W)
3. Disusun rencana pemulangan untuk pengguna layanan yang
memerlukan rencana pemulangan sesuai dengan hasil kajian awal
(D, W)
4. Dilakukan kajian pengguna layanan dalam penetapkan diagnosis dan
rencana asuhan oleh tenaga yang profesioanl dan kompeten sesuai
dengan panduan praktik klinis yang dituangkan ke dalam rekam
medis. (R,D,O)
5. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat
dilakukan pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/ atau
bidan yang telah mengikuti pelatihan, untuk melakukan kajian awal
medis dan pemberian asuhan medis sesuai kewenangan delegative
yang diberikan. (R,D)
6. Asuhan Pengguna layanan diberikan oleh dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain,
sesuai rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau
prosedur-prosedur asuhan klinis, agar tidak terjadi pengulangan
yang tidak perlu (D, W)
7. Dokter bertanggung jawab terhadap pelayanan pengguna layanan
melakukan koordinasi pelaksanaan asuhan terpadu melaksanakan
secara kolaboratif sesuai dengan rencana asuhan terpadu, panduan
praktik klinis, dan prosedur asuhan klinis dan dicatat dalam rekam
medis secara terintegrasi . (D)
-58-

8. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pengguna


layanan dan keluarga dengan metode yang dapat dipahami oleh
pengguna layanan dan keluarga. (D,O)
9. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap efektivitas
penyampaian informasi kepada pengguna layanan/ keluarga
pengguna layanan agar mereka dapat berperan aktif dalam proses
layanan dan memahami konsekuensi layanan yang diberikan.(D)

Standar
3.3. Pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan segera sebagai
prioritas pelayanan.
Tersedia pelayanan gawat darurat yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan darurat, mendesak atau segera

Kriteria
3.3.1. Pengguna layanan gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen
sebagai bentuk pelaksanaan triase.

Pokok Pikiran:
 Pengguna layanan gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase men
gacu pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan penentuan
atau penyeleksian pengguna layanan yang harus didahulukan untuk
mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman
jiwa yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat meninggal dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
Pengguna layanan-pengguna layanan tersebut didahulukan diperiksa
dokter sebelum pengguna layanan yang lain, mendapat pelayanan dia
gnostik sesegera mungkin dan diberikan pengobatan sesuai dengan k
ebutuhan.
 Pengguna layanan harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yai
tu bila tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebu
tuhan pengguna layanan dengan kondisi emergensi dan pengguna lay
anan memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang mempunyai ke
mampuan lebih tinggi.
 Dalam penanganan pengguna layanan dengan kebutuhan darurat, mend
esak, atau segera, prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi diter
apkan untuk pengguna layanan dengan risiko penularan infeksi, mis
alnya infeksi melalui udara/airborne.

Elemen penilaian:
1. Pengguna layanan diprioritaskan atas dasar kegawatdaruratan
seperti yang tercantum di pokok pikiran sesuai dengan kebijakan,
pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (W,O,S)
2. Pengguna layanan gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL,
diperiksa dan dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan
Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di FKRTL sesuai dengan
kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)
-59-

Kriteria
3.3.2. Pelaksanaan layanan bagi pengguna layanan gawat darurat dan/
atau berisiko tinggi lainnya dipandu oleh kebijakan dan prosedur
yang berlaku.

Pokok Pikiran:
 Pengguna layanan berisiko tinggi adalah pengguna layanan yang dikateg
orikan berisiko tinggi karena usia, kondisi kesehatan, atau mempuny
ai kebutuhan kritis untuk segera mendapat pertolongan, termasuk pe
ngguna layanan rentan yang karena kondisinya tidak mampu menjag
a diri sendiri terhadap adanya bahaya atau kekerasan.
 Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi perl
u diidentifikasi, dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam pel
ayanan pengguna layanan gawat darurat 24 jam
 Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi terjadiny
a kematian atau cedera termasuk kasus gawat darurat pada ibu hami
l/ melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan kasus ya
ng memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas, penggu
na layanan dan masyarakat.
 Prosedur penanganan pengguna layanan gawat darurat disusun berdasa
r panduan praktik klinis untuk penanganan pengguna layanan gawat
darurat dengan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
 Penanganan pengguna layanan gawat darurat di Puskesmas Non Rawat I
nap dilakukan di ruang tindakan untuk pelayanan pengguna layanan
gawat darurat.
 Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan terjadinya
penularan baik bagi petugas maupun pengguna layanan yang lain pe
rlu diperhatikan sesuai dengan prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi yang sering terjadi.(D)
2. Pemberian asuhan pada pengguna layanan gawat darurat dan/ atau
berisiko tinggi dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan,
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (O, W)

Standar
3.4. Pelayanan anastesi lokal dan tindakan di Puskesmas
dilaksanakan sesuai standar.
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan tindakan untuk memenuhi
kebutuhan pengguna layanan

Kriteria
3.4.1. Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pokok Pikiran:
 Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutam
a pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana k
adang-kadang memerlukan tindakan tindakan yang membutuhkan lo
kal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut harus memenuhi st
-60-

andar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kebija


kan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.
 Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
dewasa, geriatri dan anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana
e) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
f) teknik melakukan anestesi lokal
g) frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan
h) tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat
i) tata laksana terhadap komplikasi
j) bantuan hidup dasar

Elemen Penilaian:
1. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten sesuai dengan kebijakan dan prosedur . (D, O, W)
2. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal dan pemantauan status
fisiologi pengguna layanan selama pemberian anestesi lokal oleh
petugas dan dicatat dalam rekam medis pengguna layanan (D)

Kriteria
3.4.2. Pelayanan tindakan medis di Puskesmas direncanakan dan
dilaksanakan memenuhi standar dan ketentuan peraturan
perundang-undangan

Pokok Pikiran:
 Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutam
a pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana k
adang-kadang memerlukan tindakan tindakan yang membutuhkan a
nestesi. Pelaksanaan tindakan tersebut harus memenuhi standar dan
peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku d
i Puskesmas.
 Dokter dan/ atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis wajib :
a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pengguna layanan
b. menyusun rencana tindakan medis berdasar kajian pengguna
layanan
c. edukasi pada pengguna layanan/keluarga terkait tindakan
medis yang akan dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin
terjadi dan hasil yang tidak diharapkan
d. melaksanakan prosedur tindakan medis yang aman
e. menyusun laporan tindakan medis yang meliputi: diagnosis
sesudah pembedahan, nama dokter yang melakukan
pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian
temuan, ada tidaknya komplikasi, spesimen yang dikirim untuk
diperiksa (jika ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang
bertanggung jawab.
f. melakukan perbaikan pengguna layanan pada saat pemulihan
g. melakukan perbaikan pasca tindakan termasuk memberikan
instruksi pemulangan.
-61-

Elemen Penilaian:
1. Dokter atau dokter gigi atau tenaga klinis yang akan melakukan
tindakan medis sesuai kewenangannya membuat kajian sebagai
dasar untuk menyusun rencana asuhan tindakan. (D, W)
2. Pengguna layanan/ keluarga pengguna layanan mendapat penjelasan
oleh okter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan, tentang
risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan alternatif pelayanan
sebelum memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan
yang akan dilakukan.(D, O, W)
3. Dilakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur, dan dilakukan
pemantaun status fisiologi pengguna layanan secara terus menerus
selama dan segera setelah tindakan dan dicatat dalam rekam medis
dalam bentuk laporan tindakan medis.(D, W)

Standar
3.5. Terapi gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan
Terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi pengguna layanan
secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya dan
bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pengguna layanan
berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan

Kriteria
3.5.1. Pemberian terapi gizi sesuai dengan status gizi pengguna layanan
dan konsisten dengan asuhan klinis tersedia secara reguler.

Pokok Pikiran
 Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pengguna layanan membutuhk
an asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makana
n perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, u
mur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Penggu
na layanan berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
 Pemesanan dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan terapi gizi
yang telah ditetapkan.
 Setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar
angka kecukupan gizi
 Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat
gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal
 Terapi Gizi kepada pengguna layanan di Puskesmas diberikan secara
reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian
status gizi dan kebutuhan pengguna layanan sesuai Proses Asuhan
Gizi Terstandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan
Gizi di Puskesmas.
 Terapi Gizi kepada pengguna layanan rawat inap harus dicatat dan
didokumentasikan dengan baik.
 Keluarga pengguna layanan dapat berpartisipasi dalam menyediakan ma
kanan bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pengguna
layanan dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kes
ehatan yang berkompeten.
-62-

 Bila keluarga pengguna layanan atau pihak lain menyediakan makanan


pengguna layanan, mereka diberikan edukasi tentang makanan yang
dilarang/ kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan,
termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan.
 Terapi gizi adalah adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada
pengguna layanan (klien) berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi
terapi diit, konseling gizi dan pemberian makanan khusus dalam
rangka penyembuhan pasien.

Elemen Penilaian
1. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian
kebutuhan gizi pada pengguna layanan sesuai dengan kondisi
kesehatan dan kebutuhan pengguna layanan. (D)
2. Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai
jadwal dan pemesanan dan didokumentasikan. (D, W)
3. Pengguna layanan dan/ atau keluarga diberi edukasi
tentang pembatasan diit pengguna layanan dan
keamanan/kebersihan makanan, bila keluarga ikut menyediakan
makanan bagi pengguna layanan. (D)

Standar
3.6. Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan dengan
prosedur yang tepat. Jika pengguna layanan memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai kebutuhan
dan kondisi pengguna layanan ke sarana pelayanan lain diatur
dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

Kriteria
3.6.1 Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan yang bertujuan
untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku

Pokok Pikiran:
 Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan kebi
jakan dan prosedur pemulangan pengguna layanan dan tindak lanjut.
 Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain menyusu
n rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau dukungan ya
ng perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun keluarga pengguna
layanan pada saat pemulangan maupun tindak lanjut di rumah,
sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
 Pemulangan dilakukan oleh dokter/ dokter gigi yang bertanggung jawab
terhadap pengguna layanan.
 Pemulangan pengguna layanan dilakukan berdasar kriteria yang
ditetapkan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap
pengguna layanan untuk memastikan bahwa kondisi pengguna
layanan layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh tindak
lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pengguna layanan
rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap, pengguna
layanan rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di
-63-

Puskesmas, pengguna layanan yang karena kondisinya memerlukan


rujukan ke FKRTL, pengguna layanan yang karena kondisinya dapat
dirawat di rumah atau rumah perawatan, pengguna layanan yang
menolak untuk perawatan rawat inap, pengguna layanan/ keluarga
yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
 Resume medis berisikan :
a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pengguna layanan rawat inap, diagnosis dan
kormobiditas lain
c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pengguna layanan
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pengguna layanan,
termasuk nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi
darurat
 Informasi yang diberikan kepada pengguna layanan/ keluarga pada saat
pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan
agar pengguna layanan/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu
dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.
 Resume Medis pengguna layanan paling sedikit terdiri dari :
a) Identitas Pengguna layanan
b) Diagnosis Masuk dan indikasi pengguna layanan dirawat
c) Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis
akhir, pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan
kesehatan
d) Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang
memberikan pelayanan kesehatan
 Resume Medis yang diberikan kepada pengguna layanan saat pulang
dari rawat inap terdiri dari :
e) Data umum pengguna layanan
f) Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
g) Pemeriksaan
h) Terapi, tindakan dan atau anjuran
Elemen Penilaian:
1. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain
melaksanakan pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan
rencana yang disusun dan kriteria pemulangan. (D)
2. Resume medis diberikan kepada pengguna layanan dan pihak yang
bekepentingan saat pemulangan atau rujukan. (D, O, W)

Standar
3.7 Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pengguna layanan memerlukan
penanganan yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama

Kriteria
3.7.1 Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas

Pokok Pikiran:
 Jika kebutuhan pengguna layanan akan pelayanan tidak dapat dipenuhi
oleh Puskesmas, maka pengguna layanan harus dirujuk ke fasilitas k
-64-

esehatan yang mampu menyediakan pelayanan berdasarkan


kebutuhan pengguna layanan.
 Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk
alternatif rujukan sehingga pengguna layanan dijamin memperoleh p
elayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.
 Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan
untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRT
L.
 Pengguna layanan yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai
dengan standar rujukan
 Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan mempunyai hak untuk m
emperoleh informasi tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu d
isampaikan kepada pengguna layanan meliputi: alasan rujukan, fasili
tas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainn
ya, jika ada, sehingga pengguna layanan/keluarga dapat memutuska
n fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan harus dilaku
kan.
 Jika pengguna layanan perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wa
jib diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan da
n pilihan pengguna layanan agar pengguna layanan memperoleh kep
astian mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan ter
sebut dengan konsekuensinya.
 Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pengguna layanan
(misalnya kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang
mendampingi, sarana medis dan keluarga yang menemani termasuk
pilihan fasilitas kesehatan rujukan) selama proses rujukan.
 Selama proses rujukan pengguna layanan secara langsung, pemberi asu
han yang kompeten terus memantau kondisi pengguna layanan, dan
fasilitas kesehatan penerima rujukan diberi resume tertulis mengenai
kondisi klinis pengguna layanan dan tindakan yang telah dilakukan.
 Merujuk pengguna layanan secara langsung ke fasilitas kesehatan lain d
apat merupakan proses yang singkat dengan pengguna layanan yang
sadar dan dapat berbicara, atau merujuk pengguna layanan koma ya
ng membutuhkan pengawasan keperawatan atau medis yang terus m
enerus. Pada kedua kasus tersebut pengguna layanan perlu dipantau
oleh petugas yang kompeten. Kompetensi pemberi asuhan yang mend
ampingi selama transfer ditentukan oleh kondisi pengguna layanan.
Petugas yang mendampingi pengguna layanan memberikan informasi
secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pengguna layanan kepada
petugas penerima transfer pengguna layanan.
 Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang di
lakukan pihak Puskesmas dengan menggunakan fasilitas transportas
i yang disediakan oleh pihak Puskesmas, dilakukan perbaikan oleh p
emberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan kepada petugas di fas
ilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah dihubungi sebelumnya.
 Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang dila
kukan dengan proses pelaksanaannya diserahkan kepada pengguna l
ayanan.
 Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai kondisi
pengguna layanan dikirim bersama pengguna layanan. Salinan
resume pengguna layanan tersebut diberikan kepada fasilitas
kesehatan penerima rujukan bersama dengan pengguna layanan.
-65-

 Resume tersebut memuat kondisi klinis pengguna layanan, prosedur,


dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pengguna
layanan lebih lanjut.

Elemen Penilaian:
1. Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan memperoleh
informasi rujukan dan memberi persetujuan untuk dilakukan
rujukan berdasarkan kebutuhan pengguna layanan dan kriteria
rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan ke fasilitas
kesehatan yang lain (D, W)
2. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi
tujuan rujukan dan tindakan stabilisasi pengguna layanan sebelum
dirujuk sesuai kondisi pengguna layanan, indikasi medis dan
kemampuan dan wewenang yang dimiliki agar keselamatan
pengguna layanan selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin.
(D,W)
3. Jika pengguna layanan/keluarga pengguna layanan menolak untuk
dilakukan rujukan, pengguna layanan/keluarga pengguna layanan
harus menyatakan secara tertulis penolakan rujukan setelah
mendapat informasi tentang konsekuensi jika menolak rujukan, dan
tanggung jawab mereka akibat menolak rujukan, dan alternatif
pelayanan yang mungkin dilakukan (D, W)
4. Tersedia fasilitas transportasi sesuai standar untuk merujuk dan
Selama proses rujukan secara langsung semua pengguna layanan
selalu dipantau dan dicatat oleh pemberi asuhan yang kompeten
dengan memperhatikan kondisi pengguna layanan. (D, W)
5. Dilakukan serah terima pengguna layanan yang disertai dengan
informasi yang lengkap (SBAR) kepada petugas di FKRTL dengan
membawa resume klinis pengguna layanan yang memuat kondisi
pengguna layanan, prosedur dan tindakan-tindakan lain yang telah
dilakukan serta kebutuhan pengguna layanan akan pelayanan lebih
lanjut, ketika melakukan rujukan secara langsung. (D, W)

Kriteria
3.7.2 Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL

Pokok Pikiran:
 Pengguna layanan yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan umpan
balik rujukan dan dicatat dalam rekam medis.
 Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pengguna layanan dari
fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lai
n, maka perlu dilakukan tindak lanjut terhadap pengguna layanan se
suai prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan memperhati
kan rekomendasi umpan balik rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian
ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari
FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)
2. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak
lanjut terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
-66-

Standar
3.8 Penyelenggaraan Rekam Medis
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data
dan informasi asuhan pengguna layanan yang dibutuhkan untuk
pelayanan pengguna layanan, dan dapat diakses oleh petugas
kesehatan pemberian asuhan, manajemen dan pihak di luar
organisasi yang diberi hak akses terhadap rekam medis untuk
kepentingan pengguna layanan, asuransi, sesuai peraturan
perundang-undangan.

Kriteria
3.8.1 Tata kelola penyelenggaraan rekam medis dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:
 Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan, memfasilita
si pembandingan data dan informasi di dalam maupun di luar Puske
smas termasuk FKRTL. Keseragaman penggunaan kode diagnosa dan
kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan analisis data.
 Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang
tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan stan
dar lokal, nasional, dan internasional.
 Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambunga
n pelayanan, memantau kemajuan respon pengguna layanan terhada
p asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan dan pro
sedur kelengkapan rekam medis.
 Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama-
sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan inform
asi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan pengguna layanan.
 Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak
pengguna layanan masuk sampai pengguna layanan pulang, dirujuk
atau meninggal, meliputi kegiatan :
a. Registrasi pengguna layanan
b. Pendistribusian rekam medis
c. Isi rekam medis dan pengisian informasi klinis
d. Pengolahan data dan pengkodean
e. Klaim pembiayaan
f. Penyimpanan rekam medis
g. Penjaminan mutu
h. Pelepasan informasi kesehatan
i. Pemusnahan rekam medis
 Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga
Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
 Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau
Tenaga Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis
dibuat secara terintegrasi
 Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah
pengguna layanan menerima pelayanan serta mencantumkan nama,
waktu dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan secara berurutan sesuai
waktu pelayanan dan sesuai dengan kompetensi lulusannya
 Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis,
Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lain dapat dilakukan
-67-

pembetulan. Apabila pencatatan rekam medis dilakukan secara


konvensional maka pembetulan dilakukan dengan cara mencoret 1
(satu) garis, diparaf dan diberi tanggal, dalam hal diperlukan
penambahan kata atau kalimat diperlukan paraf dan tanggal
 Isi rekam medis yang merupakan dokumentasi informasi klinis pada
rawat jalan di FKTP, paling sedikit meliputi :
 Identitas pengguna layanan
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis
 Hasil pemeriksaan
 Diagnosis
 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan atau tindakan
 Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
 Dalam hal pengguna layanan rawat inap atau perawatan 1 (satu) hari
isi rekam medis sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan :
 Lembaran monitoring untuk pengguna layanan rujukan sebelum
masuk ruang rawat inap
 surat rujukan untuk pengguna layanan rujukan;
 catatan perjalanan perawatan pengguna layanan mulai dari
dirawat inap sampai pengguna layanan pulang
 salinan resume medis
 Rekam Medis untuk pengguna layanan gawat darurat, ditambahkan :
 Hasil pemeriksaan triase
 Identitas dan nomor kontak pengantar pengguna layanan
 Sarana transportasi yang digunakan untuk mengantar pengguna
layanan
 Resume Medis pengguna layanan paling sedikit terdiri dari :
 Identitas Pengguna layanan
 Diagnosis Masuk dan indikasi pengguna layanan dirawat
 Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir,
pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
 Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan
pelayanan kesehatan
 Resume Medis yang diberikan kepada pengguna layanan saat pulang
dari rawat inap terdiri dari :
 Data umum pengguna layanan
 Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
 Pemeriksaan
 Terapi, tindakan dan atau anjuran
 Koreksi dan penambahan data pada rekam medis dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang me
njadi pedoman retensi berkas rekam medis pengguna layanan dan da
ta serta informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pengguna layan
an, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu j
angka waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-u
ndangan yang berlaku guna mendukung asuhan pengguna layanan,
manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, riset dan pendidik
an. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerah
asiaan dan keamanan informasi tersebut. Ketika periode retensi yang
-68-

ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pengguna laya


nan dan catatan lain pengguna layanan, data serta informasi dapat di
musnahkan dengan semestinya kecuali ringkasan pulang dan perset
ujuan tindakan medik dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan
yang berlaku.
 Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti ser
ta didokumentasikan dalam rekam medis.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode
klasifikasi tindakan, terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh
dan tidak boleh digunakan dalam pelayanan klinis. (R)
2. Penyelenggaraan rekam medis yang meliputi a sampai dengan i,
dilakukan sesuai dengan kebijakan dan pedoman yang disusun (D,
O, W)
3. Rekam Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau
Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan
perseorangan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pedoman
pelayanan rekam medis (D, O, W)

Standar
3.9 Penyelenggaraan Pelayanan laboratorium dan kefarmasian
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pelayanan Laboratorium dan kefarmasian dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan

Kriteria
3.9.1 Pelayanan laboratorium dikelola sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
 Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di Pus
kesmas
 Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil pe
meriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur
pelayanan laboratorium mulai dari permintaan, penerimaaan, penga
mbilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan reagen pelaksanaan
pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yan
g membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan berbaha
ya dan beracun (B3).
 Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap spesimen yan
g berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan k
ecurigaan tuberculosis, darah dari pengguna layanan dengan kecurig
aan hepatitis B, HIV/AIDS.
 Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang meli
puti kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan labo
ratorium yang mengatur tentang:
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai denga
n kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
-69-

d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen, pengam


bilan, dan penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat
inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam k
erja
f) proses pemeriksaan laboratorium
g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
 Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan up
aya pemantapan mutu internal maupun eksternal di Puskesmas. Pemant
apan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan peralatan la
boratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Puskesmas wajib mengikuti Pemantapan Mutu Eskternal (PME) secara p
eriodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerin
tah
 Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil pem
eriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan mengirimkan sa
mpel yang sama ke laboratorium lain/ rujukan.
 Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas
karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan
pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas
 Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan
untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam kerang
ka waktu berdasarkan kebutuhan pengguna layanan, pelayanan yang dit
awarkan, dan kebutuhan petugas pemberi pelayanan klinis. Pemeriksaa
n pada gawat darurat dan di luar jam kerja serta pada akhir minggu ter
masuk dalam ketentuan ini.
 Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat d
iberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan laboratori
um dilakukan bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil pemeriksaa
n juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan atau
yang tercantum dalam kontrak.
 Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan
laboratorium bagi pengguna layanan harus diidentifikasi dan ditetapkan.
Suatu proses yang efektif untuk pemesanan atau menjamin ketersediaan
reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan.
 Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau instruksi
penyimpanan yang ada pada kemasan. Evaluasi periodik dilakukan
terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia untuk memas
tikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
 Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian label
yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan m
erujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratoriu
m, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untu
k setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
 Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan k
linis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah
 Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil pe
meriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan
metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan,
-70-

atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan tehnologi, harus dilakuk


an evaluasi dan revisi bila perlu terhadap ketentuan tentang rentang nila
i pemeriksaan laboratorium.
 Ada prosedur rujukan spesimen dan pengguna layanan, jika
pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal, rentang nilai rujukan
untuk setiap jenis pemeriksaan yang disediakan, dan nilai kritis
pemeriksaan laboratorium (R)
2. Reagensia esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis
pelayanan yang ditetapkan, pelabelan dan penyimpanannya,
termasuk proses untuk menyatakan jika reagen tidak tersedia. (D, W)
3. Penyelenggaraan pelayanan laboratorium yang meliputi a sampai
dengan i, dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan pedoman yang
ditetapkan. (D, O, W)
4. Dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu
eksternal terhadap pelayanan laboratorium sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi
penyimpangan (D,O,W)
5. Pimpinan Puskesmas menetapkan dan melakukan evaluasi dan
tindak lanjut waktu pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R)

Kriteria
3.9.2 Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
 Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu
jenis dan jumlah obat, serta bahan medis habis pakai harus tersedia
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
 Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
terdiri dari:
o Perencanaan kebutuhan obat dan BMHP
o Permintaan obat dan BMHP
o Penerimaan obat dan BMHP
o Penyimpanan obat dan BMHP
o Pendistribusian obat dan BMHP
o Pengendalian obat dan BMHP
o Pencatatan, pelaporan dan pengarsiapan obat dan BMHP
o Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan BMHP
 Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas terdiri dari:
o Pengkajian resep dan penyerahan obat
o Pemberian informasi obat (PIO)
o Konseling
o Visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
o Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
o Pemantauan terapi obat (PTO)
o Evaluasi penggunaan obat
 Obat kadaluarsa/rusak/out of date /substitusi, ditarik dari
peredaran dikelola sesuai kebijakan dan prosedur
-71-

 Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuh


kan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan
dalam pemberian pelayanan pada pengguna layanan, mengacu pada
formularium nasional dan pemilihan jenis obat melalui proses
kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan
kebutuhan pengguna layanan, keamanan, dan efisiensi.
 Dalam hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi
untuk Program Rujuk Balik (PRB), maka obat dapat dilakukan
kerjasama dengan apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
 Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurang
nya stok nasional atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi dalam
pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses untu
k mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat ter
sebut dan saran untuk penggantinya.
 Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan,
oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat.
Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.
 Kebijakan, pedoman dan prosedur pelayanan farmasi harus disusun
sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi:
a. perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
b. pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan da
n bahan medis habis pakai
c. proses peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat
d. penggunaan obat-obatan pengguna layanan rawat inap, yang dib
awa sendiri oleh pengguna layanan/ keluarga pengguna layanan
e. menjaga tidak terjadinya pemberian obat yang kedaluwarsa kepa
da pengguna layanan
f. jika terjadi kekosongan obat
g. pengendalian pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat
h. pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
i. ketersediaan formularium obat
 Pemberian obat untuk mengobati seorang pengguna layanan membutuh
kan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Puskesmas bertang
gung jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan
pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan berdasarkan
lisensi, sertifikasi, Undang-Undang atau peraturan untuk pemberian
obat. Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan
yang diizinkan untuk memberikan obat. Untuk menjamin agar obat t
ersedia dengan cukup dan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak
kedaluwarsa, maka perlu ditetapkan dan diterapkan kebijakan penge
lolaan obat mulai dari proses analisis kebutuhan, pemesanan, penga
daan, pendistribusian, pelayanan peresepan, pencatatan dan pelapor
an.
 Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep petugas
farmasi wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi
pemenuhan persyaratan administratif, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis sesuai peraturan perundang-undangan, antara
lain: a)  ketepatan identitas pengguna layanan, obat, dosis, frekuensi,
aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian; b)  duplikasi
pengobatan; c)  potensi alergi atau sensitivitas; d)  interaksi antara
obat dan obat lain atau dengan makanan; e)  variasi kriteria
-72-

penggunaan; f)  berat badan pengguna layanan dan atau informasi


fisiologik lainnya; dan g) kontra indikasi.
 Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian benar, meliputi:
ketepatan identitas pengguna layanan, ketepatan obat, ketepatan
dosis, keterpatan rute pemberian, dan ketepatan waktu pemberian.
 Apabila persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam penyediaan ob
at tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat pelatihan khusu
s tentang penyediaan obat.
 Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pengguna layanan/
pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau yang direse
pkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat dalam rekam
medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat, terutama
obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
 Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang m
eningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerug
ian besar pada pengguna layanan.
 Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
- obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dap
at menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin,
atau kemoterapeutik;
- obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelih
atan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti X
anax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut j
uga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);
 Agar obat layak dikonsumsi oleh pengguna layanan, maka kebersiha
n dan keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai
dari proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penyamp
aian obat kepada pengguna layanan serta penatalaksanaan obat keda
luwarsa dan/atau rusak/out of date/substitusi.
 Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian
obat kepada pengguna layanan agar pengguna layanan memahami in
dikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek samping yang mungkin
terjadi.
 Pengguna layanan, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang l
ain bekerja bersama untuk memantau pengguna layanan yang mend
apat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek peng
obatan terhadap gejala pengguna layanan atau penyakitnya dan untu
k mengevaluasi pengguna layanan terhadap kejadian efek samping ob
at.
 Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat dise
suaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional. Sud
ah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons penggun
a layanan terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan kepada p
engguna layanan. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi
respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi o
bat yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi pengguna lay
anan. Memantau efek obat termasuk mengobservasi dan mendokume
ntasikan setiap kejadian salah obat (medication error).
 Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan pelapor
an semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait dengan
penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah penyerahan
-73-

obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute pemberian, salah
frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang.
 Bila terjadi kegawatdaruratan pengguna layanan, akses cepat terhada
p obat emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan l
okasi penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan dan obat-ob
at emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
 Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, pe
rlu tersedia prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian at
au kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan ba
hwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kedaluarsa. Kesei
mbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat penyim
panan obat emergensi perlu dipenuhi.
 Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan
terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah
Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
 Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
 Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang
sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis,
frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan
dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang
pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping
Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan
tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan
dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada
pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun
Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses
rekonsiliasi.
b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan
ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) di mana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan
Resep.
-74-

c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan


ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian , maka
dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang
harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidak disengaja.
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti.
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang
terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat
yang diberikan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan pedoman dan prosedur yang
telah ditetapkan. (D,O,W)
2. Dilakukan rekonsiliasi obat, dan pelayanan farmasi klinik oleh
tenaga kefarmasian sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
(D,O,W)
3. Dilakukan kajian resep dan pemberian obat dengan benar pada
setiap pelayanan pemberian obat (D, O, W)
4. Dilakukan edukasi pada setiap pasien tentang indikasi dan cara
penggunaan obat
5. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana diperlukan, dan
dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi,
dipantau dan diganti tepat waktu setelah digunakan atau bila
kadaluarsa. (O, D, W)
-75-

BAB 4. Program Prioritas Nasional (PPN)


Program Prioritas Nasional dilaksanakan melalui integrasi pelayanan
UKM dan UKP sesuai dengan prinsip five level prevention

Standar
4.1. Pencegahan dan Penurunan Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting
beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Kriteria
4.1.1. Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas
sektor dan pemberdayaan masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus
Pemerintah yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan
berkembang secara optimal dan maksimal disertai kemampuan
emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.
 Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan
oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan
pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola
makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.
 Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan terintegrasi
baik lintas program antara lain dalam pelayanan pemeriksaan
kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi dan konseling (menyusui
dan gizi), pemberian suplemen dan kegiatan internvesi lainnya,
maupun intervensi yang dilakukan bersama lintas sektor. Kegiatan
tersebut diharapkan pada akhirnya akan berdampak pada
peningkatan cakupan intervensi pada sasaran 1.000 HPK.
 Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya-upaya
prmotif dan preventif untuk meningkatkan layanan dan cakupan
intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif sesuai dengan
pedoman yang berlaku.
 Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a) perlindungan sosial
b) penguatan pertanian
c) perbaikan air dan sanitasi lingkungan
d) keluarga berencana
e) perkembangan anak usia dini
f) kesehatan mental ibu
g) perlindungan anak
h) pendidikan dalam kelas
 Intervensi gizi spesifik meliputi:
1) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
2) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
3) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK)
4) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI yang tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi
dan Anak)
-76-

5) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita


6) tata laksana balita gizi buruk
7) pemberian vitamin A bayi dan balita
8) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
9) penganekaragaman makanan
10) perilaku pemberian makanan dan situasi
11) suplementasi/fortifikasi gizi mikro
12) manajemen dan pencegahan penyakit
13) intervensi gizi dalam kedaruratan
 Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai
prosedur terutama pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan perkembangan balita.
 Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur.
 Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk
pada metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
 Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran stunting dengan ketentuan yang telah ditetapkan
(R)
2. Tercapainya indikator kinerja stunting yang disertai dengan analisa c
apaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting melalui
upaya-upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis mas
alah gizi di wilayah kerja Puskesmas sesuai upaya yang disebutkan
dalam pokok pikiran dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W)
4. Dilakukan verifikasi data terkait pemantauan status gizi balita yang
berasal dari laporan posyandu dan sumber data lainnya sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
5. Pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi s
pesifik dan sensitif dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai denga
n rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor
sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan
yang telah ditetapkan. (D, O, W)
6. Dilakukan tata laksana kasus tuberculosis mulai dari diagnosis,
pengobatan (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaks
anaan program pencegahan dan penurunan stunting (D, W).
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah dit
etapkan. (D)

Standar
4.2. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
neonatus (AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan
-77-

dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

Kriteria
4.2.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Pokok Pikiran:
 Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga melahirkan.
 Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut
persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 (enam)
jam sesudah melahirkan.
 Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu
selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah melahirkan).
 Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan
kesehatan neonatal esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan
neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28 hari.
 Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah
melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan standar
dalam pedoman yang berlaku.
 Upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan terintegrasi
dengan lintas program dalam rangka penurunan stunting.
 Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
1) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehami
lan (K4) dengan ketentuan:
a) Satu kali pada trimester pertama.
b) Satu kali pada trimester kedua.
c) Dua kali pada trimester ketiga
2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T,
meliputi:
a) Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
b) Pengukuran tekanan darah.
c) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
d) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
e) Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
f) Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
g) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
h) Tes Laboratorium.
i) Tatalaksana/penanganan kasus.
j) Temu wicara (konseling)
 Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1) Persalinan normal.
2) Persalinan dengan komplikasi
 Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN)
sesuai standar.
1) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
2) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
-78-

a) Dokter dan bidan, atau


b) 2 (dua) orang bidan, atau
c) Bidan dan perawat.
 Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL.
 Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4
kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah
persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah
persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah
persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah
persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:
a) pemeriksaan status mental ibu
b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan
e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
 Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
1) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali s
elama periode neonatal, dengan ketentuan:
a) Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
b) Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
c) Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
2) Standar kualitas:
a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam
kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang
lebih mampu
b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi
(1) menjaga bayi tetap hangat
-79-

(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.


(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku
KIA).
(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas
kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin
K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam
yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kanguru bagi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
 Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus
melakukan pelayanan sesuai dengan wewenangnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan
 Untuk menjamin kesuksesan penyusunan program penuruan angka
kematian ibu dan angka kematian neonatus dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif dengan melibatkan Lintas Program dan Lintas
Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk keterlibatan dalam
kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang
bertujuan untuk menurukan AKI dan AKN di tingkat kecamatan,
Desa Siaga dengan pendekatan P4K, Suami Siaga dan kegiatan
pemberdayaan lainnya.
 Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan
secara akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program
kesehatan keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi
lahir mati dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan
buku KIA.
 Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk
pada metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
 Penyusunan program penurunan angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian neonatus (AKN) terintegrasi dengan penyusunan
RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran pelayanan ibu, bayi dan balita sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan ibu, bayi dan balita yang
diserta dengan analisa capaiannya. (R,D)
1. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN melalui upaya-upaya
preventif dan promotif yang disusun berdasarkan analisis masalah Ke
sehatan Ibu dan Anak dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
2. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan neo
natal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur. (D,
O, W)
3. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan,
masa sesudah melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedu
r yang ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan partograph pada
-80-

saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada k


asus komplikasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan
kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D, O, W)
4. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan sesuai dengan
kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
5. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lint
as sektor. (D, W)
6. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksa
naan program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan kesehat
an pada masa hamil, persalinan dan bayi baru lahir di Puskesmas.
(D, W)
7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
4.3. Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Kriteria
4.3.1. Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan
dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu
imunisasi.

Pokok Pikiran:
 Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular
yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib
melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program
prioritas nasional.
 Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi agar dapat mencapai
cakupan imunisasi secara optimal.
 Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah,
identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM,
penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal
dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun
untuk memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan
baik. Micro planning disusun dengan melibatkan lintas program
terkait.
 Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan
pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai
vaksin dan KIPI.
 Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala,
berkesinambungan, berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana
tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil.
 Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya-upaya
promotif dan preventif dalam rangka penjangkauan sasaran dan
meningkatkan cakupan imunisasi melalui:
-81-

1) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS


(Sustainable Outreach Services) untuk daerah geografis sulit,
defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program dan Catch Up
Campaign;
2) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan
vaksin yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman
dan sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data
Quality Self assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment
(RCA) untuk melakukan validasi terhadap hasil cakupan
imunisasi dan supervisi berkala; serta
3) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan
sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan
pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
 Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk
pada metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
 Penyusunan program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran imunisasi dengan ketentuan yang telah ditetapka
n. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja imunisasi yang disertai dengan analisa
capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program imunisasi melalui upaya-upaya promotif dan
preventif yang disusun secara rinci dan melibatkan lintas program t
erkait yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
4. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program.
5. Dilakukan pengelolaan vaksin untuk memastikan rantai vaksin dik
elola sesuai dengan prosedur. (D, O, W)
6. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasika
n dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang tela
h ditetapkan bersama lintas program dan lintas sektor sesuai
dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang
telah ditetapkan. (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program im
unisasi sesuai hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
4.4. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pengguna layanan TB
mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB,
penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna
layanan TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pengguna
layanan beserta pemantauan dan evaluasinya untuk memutus mata
rantai penularan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
-82-

Kriteria
4.4.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pengguna layanan TB
mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB,
penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna
layanan TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pengguna
layanan beserta pemantauan dan evaluasinya.

Pokok Pikiran:
 Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan
atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat
dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat
Tuberkulosis.
 Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
 Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah
berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
 Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global
maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan
tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional
bidang kesehatan
 Pelayanan pengguna layanan TB dilaksanakan melalui:
a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari:
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes
cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan
3. pengobatan TB sesuai standar
4. perbaikan pengguna layanan TB dilakukan melalui
pemeriksaan mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir
bulan 5 (lima) dan akhir pengobatan.
b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan:
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO
dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika
diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pengguna
layanan TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan
laboratorium, follow up bagi pengguna layanan TB RO.
c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB
dan etika batuk kepada pengguna layanan dan keluarga.
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat
(PMO) bagi pengguna layanan TBC SO dan TBC RO.
f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional
Penanggulangan TBC.
g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC
sesuai ketentuan Program TBC.
-83-

 Dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif dalam rangka


penanggulangan program TB sesuai dengan pedoman yang telah
ditetapkan.
 Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan
dikoordinasikan baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di
Puskesmas melalui strategi DOTS.
 Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk
pada metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
 Penyusunan program penanggulangan tuberkulosis terintegrasi
dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja program Tuberkulosis yang disertai
dengan analisa capaiannya. (R, D)
2. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis melalui upaya-
upaya promotif dan preventif berdasarkan analisis masalah TB
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin
oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, per
awat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan terlati
h (R)
4. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan kebu
tuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)
5. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pe
ngobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan p
eraturan perundang-undanganan sesuai dengan kebijakan,
pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan ( D,
O, W).
6. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan dilaksa
nakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas progra
m dan lintas sektor. (D, W)
7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah dit
etapkan. (D) (P3 belum ada)

Standar
4.5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya
Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular
utama yang meliputi hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara
dan leher rahim, Pengguna layanan Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak
Menular (PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di
tingkat primer, serta penanganan faktor risiko PTM.

Kriteria
4.5.1. Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya
direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindaklanjuti dalam
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.

Pokok Pikiran:
 Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta
komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan
angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak
-84-

kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik


tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
 Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui
berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan
tindakan kuratif dan rehabilitatif.
 Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-
luasnya kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya.
b) Preventif
1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar
penyelenggaraannya tertib 1 kali/bulan dengan kader
terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir) yang
melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:
1.1. ukur Tekanan Darah (TD)
1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)
1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
1.4. memberikan edukasi sesuai indikasi
1.5. menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok
(UBM) dengan tenaga terlatih
1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
lingkungan Puskesmas. bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan instansi
terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR
di 7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja,
tempat ibadah, angkutan umum, fasilitas umum, dan
tempat bermain anak)
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim dengan Pemeriksaan
Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
 Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas
dengan menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam
penanganan PTM dan faktor risiko PTM sesuai wewenang dan
kompetensi di FKTP.
b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai
standar
 Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk
mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM.
 Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada
dokter dan tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
 Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,
antara lain: diabetes, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi
melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
 Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat
menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan
terpadu sesuai ketentuan.
-85-

 Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai


dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk
pada metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
 Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan tindaklanjut dilakukan
secara terintegrasi lintas program dan lintas sektor.
 Penyusunan program penanggulangan penyakit menular dan faktor
risikonya terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan
UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja Pengendalian Penyakit Tidak Menular
yang disertai dengan analisis capaiannya. (R,D)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan prog
ram promosi kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui Po
sbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit tidak
menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang disusun be
rdasarkan analisis masalah PTM dengan melibatkan lintas program
dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas.(R, D, W)
3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama L
intas Program dan Lintas Sektor sesuai dengan kebijakan,
pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D,
O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan
dan tindaklanjut pada pengguna layanan dengan penyakit tidak me
nular sesuai dengan panduan praktik klinis oleh tenaga kesehatan
yang berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelak
sanaan program pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah dit
etapkan. (D)

BAB 5. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)


-86-

Standar
5.1 Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan berkesinambun
gan, upaya keselamatan pengguna layanan, upaya Manajemen risiko
dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meminimalka
n risiko bagi pengguna layanan, sasaran UKM, masyarakat, dan lingk
ungan.

Kriteria
5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu
Puskesmas

Pokok Pikiran:
 Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna
layanan, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan Manajemen
Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi,
misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan Mutu,
Keselamatan Pengguna layanan, PPI, dan Manajemen Risiko.
 Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan
Mutu, Tim Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pengguna
layanan, Tim PPI sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
namun jika tidak tersedia sumber daya maka cukup dengan
penunjukkan penanggung jawab Mutu, Keselamatan Pengguna
layanan, PPI, dan Manajemen Risiko
 Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas.
Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: Minimal D3
Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pengguna layanan, manajemen risiko, dan PPI, serta
mempunyai pengalaman kerja di Puskesmas.
 Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai
tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pengguna
layanan, manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian
infeksi. Para tim tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
 Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai
acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan
Puskesmas dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas
dalam hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pengguna layanan,
3) manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
 Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan
anggaran dan sumber daya yang ada di Puskesmas
 Program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan,
program manajemen risiko, dan program PPI disusun secara
kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, dan penilaian
 Program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan,
program manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan
-87-

perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat, perubahan


regulasi, perkembangan teknologi dan perubahan pedoman dalam
rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk
memperbaiki perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
 Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program
peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI didokumentasikan,
disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan.

Elemen Penilaian:

1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung


jawab peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan,
manajemen risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi
yang disertai dengan uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan
upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI. (D,O,W)

Kriteria
5.1.2. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pengguna layanan berkomitmen untuk
membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan
melalui pengelolaan indikator mutu.

Pokok Pikiran:
 Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan
kebijakan Indikator Mutu Nasional (IMN), prioritas permasalahan di
wilayah kerja Puskesmas, SKP, dan PPI.
 Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di
Puskesmas maka perlu ditetapkan indikator mutu.
 Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu
terdiri dari :
a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan yang a
da di wilayah kerja
b. Indikator mutu prioritas Program :
1) Indikator mutu nasional
2) Indikator Sasaran Keselamatan Pengguna layanan (SKP)
 Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Pemilihan priori
tas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi (high risk),
melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), melibatkan bi
aya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian kinerja r
endah (bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (pro
blem prone).
 Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan
dalam pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan
ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan
yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah
daerah terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan
pelayanan UKPP Puskesmas
-88-

 Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan


kesehatan di wilayah kerja disebut dengan indikator mutu prioritas
Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus didukung KMP,
UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan
permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi
tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP
yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi
masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan
manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
 Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
menyusun indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang
akan melibatkan banyak jenis pelayanan, banyak tenaga, membawa
dampak besar bagi Puskesmas.
 Indikator Sasaran Keselamatan Pengguna layanan (SKP) untuk
masing-masing sasaran yang terdiri atas identifikasi pengguna
layanan, komunikasi efektif, pengelolaan obat dengan kewaspadaan
tinggi, upaya untuk memastikan benar pengguna layanan, benar
prosedur, dan benar sisi pada pengguna layanan yang menjalani
tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk mengurangi
risiko jatuh.
 Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengendalian
infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi:
kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan
klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), Per
alatan perawatan pengguna layanan, pengelolaan linen, pengelolaan l
imbah infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi,
pengelolaan makanan secara higienis, penyuntikkan yang aman, risi
ko infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan renovasi bangun
an, penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI, serta perbaikan
dan penggunaan anti mikroba secara bijak.
 Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang
indikator tersebut yang antara lain meliputi:
a. judul indikator,
b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c. dimensi mutu,
d. tujuan,
e. definisi operasional,
f. tipe indikator,
g. satuan pengukuran,
h. numerator,
i. denominator,
j. target pencapaian,
k. kriteria inklusi dan eksklusi,
l. formula pengukuran,
m. desain pengumpulan data,
n. sumber data,
o. populasi atau sampel,
p. frekuensi pengumpulan data,
q. periode waktu pelaporan data,
r. periode analisis data,
s. penyajian data,
-89-

t. instrumen pengambilan data


u. penanggung jawab indikator
 Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mut
u dan keselamatan pengguna layanan,petugas yang diberi tanggung
jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk
mengumpulkan data, dan petugas yang diberi tanggung jawab untuk
validasi data, harus bertanggung jawab dan memerlukan peran serta
aktif dalam peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal
keterbatasan tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab
untuk validasi data dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab
indikator.
 Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab mutu, melakukan koordinasi dalam peng
umpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di beberap
a unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan
waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang diberi
tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan data.
Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan kese
mpatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
 Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mut
u dan keselamatan pengguna layanan,petugas penanggung jawab
indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan
data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data.
 Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui
pelatihan, lokakarya, kaji banding, on the job training atau in house
training
 Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama
tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu baru.
Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur di
tahun berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Indikator Mutu Prioritas Puskesmas (IMPP), indikator
sasaran keselamatan pengguna layanan (SKP), dan indikator upaya
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang dilengkapi dengan
profil indikator yang meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti
disebutkan di pokok pikiran.
2. Pengumpulan untuk indikator mutu yang sudah ditetapkan dan
analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi tanggung jawab
untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab
untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab indikator (D, W)

Kriteria
5.1.3. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu
dan penyampaian informasi kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
 Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu
yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan
-90-

menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu


dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu
pelayanan
b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada
masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara
lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan
metode pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan
subjek pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari
indikator.
 Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat
untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan
perubahan kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk
mendukung kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat.
 Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi
operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil
pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau
membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber
data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk
melakukan validasi data indikator mutu. (R)
2. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana
diminta pada pokok pikiran dan hasilnya digunakan untuk
pengambilan keputusan, upaya perbaikan mutu, dan untuk
penyediaan informasi tentang capaian mutu kepada masyarakat
sesuai dengan prosedur dan metode yang telah ditetapkan. (D, O, W)

Kriteria
5.1.4. Dilakukan analisis data dalam upaya perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan

Pokok Pikiran
 Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat
keputusan maka data harus digabungkan, dianalisis dan diubah
menjadi informasi yang berguna.
 Analisis data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami
manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode
pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat
statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Kepala
Puskesmas yang bertanggung jawab akan proses atau hasil yang
diukur dan yang mampu menindaklanjuti.
 Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data,
khususnya dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang
paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol (control
charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode
statistik yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi
dalam pelayanan kesehatan
 Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data
harus dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung
-91-

pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur serta frekuensi
pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari
laboratorium klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan dan data tentang
pengguna layanan jatuh mungkin dianalisis setiap bulan apabila
jatuhnya pengguna layanan jarang terjadi. Maka, pengumpulan data
pada titik-titik waktu tertentu akan memungkinkan Puskesmas
menilai stabilitas proses tertentu atau dapat menilai prediksi hasil
tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada.
 Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data
Puskesmas melalui kaji banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data
(analisis trend), misalnya data PIS PK dari bulan ke bulan atau
dari tahun ke tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang
sejenis seperti melalui database eksternal nasional tentang data
PIS PK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan.
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang
diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best
practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih
baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik).

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pengumpulan data, analisis dengan menggunakan metode
dan teknik statistik sesuai kebutuhan, dan hasilnya disajikan dalam
bentuk informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan
perbaikan yang harus dilakukan. (D,W)
2. Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang
disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada
Kepala Puskesmas D,W)

Kriteria
5.1.5. Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
 Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi
potensi perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang
merugikan. Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi
perbaikan terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang
sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan
keselamatan pengguna layanan/masyarakat antara lain dapat
menggunakan siklus Plan (merencanakan perbaikan), Do (uji coba
perbaikan), Study (mempelajari/menganalisis hasil uji coba
perbaikan), Action (menindak lanjuti hasil analisis uji coba
perbaikan).
 Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan
mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan
dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah
benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada
-92-

perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis b


erkelanjutan
 Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk
penetapan kebijakan, perbaikan standar operasional prosedur, pendi
dikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja yang lain.
Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh Puskesma
s didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan mu
tu dan keselamatan pengguna layanan dan program perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pengguna layanan/ sasaran dan
telah diuji cobakan berdasarkan hasil capaian indikator mutu. (D,W)
2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak
lanjut terhadap hasil uji coba perbaikan (D.W)
3. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan,
dikomunikasikan serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP
(D,W)

Standar
5.2 Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk
melakukan identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko untuk
mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap
keselamatan pengguna layanan, staf dan sasaran pelayanan UKM
serta masyarakat.
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja
manajemen risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko
yang mencakup : identifikasi, analisis, penatalaksanaan risiko dan
monitor perbaikannya.

Kriteria
5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan di
identifikasi, dianalisis dan dilakukan penatalaksanaannya

Pokok Pikiran:
 Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.
Risiko terhadap pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas,
dan lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan
tersebut
 Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. investigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pengguna
layanan, petugas keluarga dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim) 
 Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi
didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang belum
-93-

terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden


didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko Tinggi
 Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan
KMP, UKPP, dan UKM.
 Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus dibuat
sebagai dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk membantu
petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan
akibatnya terhadap sasaran program, pengguna layanan, keluarga,
masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam
area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
2. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi
dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi
Proses Berisiko Tinggi (D,W)

Kriteria
5.2.2 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan
yang telah diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti.

Pokok Pikiran:
 Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan untuk
mereduksi atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun, terintegrasi
dalam perencanaan Puskesmas, berdasarkan identifikasi dan analisis
risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/ insiden maupun
yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/ insiden.
 Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk
control) dan pembiayaan risiko (Risk Financing)
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance),
Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian
/ dampak (Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer
Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance)
misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing)
adalah memindahkan risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan,
misalnya : asuransi kebakaran.
 Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses
manajemen risiko berupa identifikasi, analisis, penatalaksanaaan
risiko dan monitor perbaikannya untuk menentukan Strategi reduksi
dan mitigasi risiko.
 Satu alat/metode analisis proaktif terhadap proses kritis dan berisiko
tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus
kegagalan). Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk
dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun.
 Untuk menggunakan metode/ alat ini atau alat-alat lainnya yang
serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan
mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang
berisiko tinggi dari segi keselamatan pengguna layanan dan staf, dan
kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko.
Setelah analisis hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan
untuk mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil
-94-

tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang


ada.
 Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang
sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi
bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas (D, W)
2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan
mitigasi risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan
keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko, dan rencana
tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis
(analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko
tinggi yang diprioritaskan (D,W)

Standar
5.3 Sasaran Keselamatan Pengguna layanan diterapkan dalam Upaya
Keselamatan Pengguna layanan
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan p
engguna layanan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu pela
yanan.

Kriteria
5.3.1 Proses Identifikasi pengguna layanan dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
 Salah identifikasi pengguna layanan dapat terjadi di Puskesmas baik pad
a proses pelayanan pengguna layanan sebagai akibat dari kondisi kes
adaran pengguna layanan, perpindahan ruang rawat, dan kondisi lai
n yang menyebabkan terjadinya salah identitas.
 Kebijakan dan prosedur identifikasi pengguna layanan perlu disusun ter
masuk identifikasi pengguna layanan pada kondisi tertentu.
 Pada kondisi tertentu, misalnya pengguna layanan tidak mempunyai ide
ntitas, atau mempunyai nama sama, pengguna layanan dengan
penurunan kesadaran, tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak
memiliki kartu identitas, dilakukan cara identifikasi yang tepat supay
a tidak terjadi salah pengguna layanan.
 Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif tidak
berubah, antara lain: nama lengkap tanggal lahir, atau nomor rekam
medis, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pengguna layana
n atau lokasi pengguna layanan dirawat.
 Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik, tinda
kan, pemberian obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi pengguna layanan sebelum dilakukan
prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit,
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
2. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti
disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W)
-95-

Kriteria
5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian
asuhan ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
 Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapa
t terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pe
ngguna layanan
 Komunikasi yang tidak efektif antara lain : 1) terjadi pada saat pemberia
n perintah secara verbal, 2) pemberian perintah verbal melalui telpon,
3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis, 4)
serah terima antar shift, dan 5) pemindahan pengguna layanan dari u
nit yang satu ke unit yang lain.
 Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapka
n dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat telpon, penya
mpaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnosis, serah teri
ma pengguna layanan pada serah terima jaga maupun serah terima
dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan
penunjang, dan pemindahan pengguna layanan ke unit lain.
 Pelaporan kondisi pengguna layanan dalam komunikasi verbal atau
lewal telpon antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan
tehnik SBAR (Situation, Background, Asessment, Recommendation)
 Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis lengkap,
dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi
pesan.
 Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko
tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan
oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan
penunjang kepada dokter penanggung jawab pengguna layanan
sesuai dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas,
termasuk pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan
langsung di tempat perawatan pengguna layanan (point of care
testing), misalnya pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan
oleh perawat di tempat perawatan pengguna layanan.
 Pelaksanaan serah terima pengguna layanan dilakukan dengan teknik
SBAR, memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi
penjelasan (readback, repeat back), menggunakan formulir yang
baku, dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan antara
lain: tentang status/kondisi pengguna layanan, pengobatan, rencana
asuhan, tindak lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan
status/kondisi pengguna layanan yang signifikan, dan keterbatasan
maupun risiko yang mungkin dialami oleh pengguna layanan.
 Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif
maka perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat
dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on the job training atau
bentuk lain yang dianggap efektif transfer skill dan pengetahuan
terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan
komunikasi efektif

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan
pemberi asuhan seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
-96-

2. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis


lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam
medis termasuk identifikasi kepada siapa nilai kritis hasil
pemeriksaan laboratorium dilaporkan serta informasi apa yang
didokumentasikan dalam rekam medis D,O,W,S)
3. Proses komunikasi serah terima pengguna layanan yang memuat hal-
hal kritial dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur,
metoda, dan menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)

Kriteria
5.3.3 Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang
perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
 Pemberian obat pada pengguna layanan perlu dikelola dengan baik dala
m upaya keselamatan pengguna layanan. Kesalahan penggunaan oba
t-obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pengg
una layanan.
 Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam pen
ggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan/ atau kejadian se
ntinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain: obat-obata
n dengan rentang terapi yang sempit, insulin, anti koagulan,
kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan den
gan nama dan rupa mirip
 Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan
nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
 Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur pengelolaan
obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan rupa mirip, m
eliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, pe
nggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai ter
masuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau rup
a mirip

Elemen Penilaian:
1. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip serta dilakukan pelabelan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun (D,O,W)
2. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai
(high alert). (D, W)

Kriteria
5.3.4 Proses untuk memastikan tepat pengguna layanan, tepat prosedur,
tepat sisi pada pengguna layanan yang menjalani operasi/tindakan
medis ditetapkan dan dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
 Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh
salah pengguna layanan, salah prosedur, salah sisi pada pemberian t
indakan invasif atau tindakan pada pengguna layanan.
 Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya, yang
meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan/ insisi atau tusukan,
-97-

termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi, dan art
rosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur invasif dilaku
kan.
 Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan
pengguna layanan yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang
benar yang dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum
(Universal Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
 Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi
benar pengguna layanan, benar prosedur, benar sisi, memastikan se
mua dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil pem
eriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-obata
n, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan, peral
atan medis atau implant tersedia dan siap digunakan.
 Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/ prosedur melibatkan
pengguna layanan jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda
yang langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda
harus dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan
dilakukan pada semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan
lawan kiri, seperti salah satu dari dua anggota badan, satu dari
sepasang organ), beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau
beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi,
seperti pencabutan gigi, penandaannya bila perlu, menggunakan
hasil rontgen gigi atau odontogram. Penandaaan harus dilakukan
oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan yang akan
melakukan seluruh prosedur dan tetap bersama pengguna layanan
selama prosedur berlangsung
 Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai
selama pengguna layanan terlibat secara aktif dalam penandaan sisi
dan tanda. Adakalanya pengguna layanan tidak memungkinkan
untuk berpartisipasi, misalnya: pengguna layanan anak-anak, atau
ketika pengguna layanan tidak kompeten membuat keputusan
tentang perawatan kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten
oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
2. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk
memastikan benar identifikasi pengguna layanan, benar prosedur,
benar sisi, persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa proses
verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya.
(D,O,W)

Kriteria
5.3.5 Proses untuk mengurangi risiko pengguna layanan jatuh disusun
dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
 Cedera pada pengguna layanan dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kes
ehatan. Risiko jatuh pada pengguna layanan termasuk adanya riway
at jatuh, penggunaan obat, minum minuman beralkohol, gangguan k
-98-

eseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang lai


n.
 Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus ditetap
kan. Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan Pertanyaan se
derhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi dengan skor
yang diberikan berdasarkan respons pengguna layanan, misalnya
apakah pengguna layanan pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan terakhir, apakah pengguna layanan mengalami vertigo, apakah
pengguna layanan mengkonsumsi obat yang mengganggu
keseimbangan, apakah pengguna layanan perlu bantuan ketika
berdiri/berjalan.
 Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusu
n untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pengguna layanan
rawat jalan di Puskesmas.
 Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pengguna layanan di rawat jalan
dengan mempertimbangkan :
1) kondisi pengguna layanan, contoh : pengguna layanan geriatri,
dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan
atau kejiwaan, konsumsi alkohol
2) diagnosis, contoh pengguna layanan dengan diagnosis penyakit
Parkinson
3) situasi : Pengguna layanan yang mendapatkan sedasi atau
pengguna layanan dengan riwayat tirah baring lama yang akan
dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans,
perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko
terjadi pengguna layanan jatuh, antara lain lokasi yang dengan
kendala penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang
lain, misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
 Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko j
atuh pada pengguna layanan. Kriteria untuk melakukan penapisan k
emungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan baik untuk pen
gguna layanan rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya
untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas keseh
atan. Contoh alat untuk melakukan penapisan pada pengguna layan
an rawat inap adalah skala Morse untuk pengguna layanan dewasa,
dan skala Humpty Dumpty untuk pengguna layanan anak, sedangka
n untuk pengguna layanan rawat jalan dengan menggunakan get up
and go test, atau dengan menanyakan tiga pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan or
ang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban
ya, maka pengguna layanan tersebut dikategorikan berisiko jatu
h

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penapisan pengguna layanan dengan risiko jatuh sesuai
dengan kebijakan dan prosedur serta dilakukan upaya mengurangi
risiko jatuh pada pengguna layanan (O,W,S)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi
pengguna layanan jatuh (D, O, W).
-99-

Standar
5.4 Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pengguna layanan dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan berhubungan
dengan budaya keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk
mencegah insiden lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang
akan membawa dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas

Kriteria
5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana
penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan insiden
keselamatan pengguna layanan.

Pokok Pikiran:
 Insiden keselamatan pengguna layanan adalah setiap kejadian yang t
idak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi men
gakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pengguna layanan.
Insiden keselamatan pengguna layanan terdiri atas : 1) Kejadian
tidak diharapkan (KTD), 2) Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian
tidak cedera, 4) kondisi potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian
sentinel (KS)
 Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik,
sensorik, psikologis dan intelektual.
 Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pengguna
layanan seperti kesalahan obat (medication errors), kesalahan
identifikasi pengguna layanan, kesalahan asuhan klinis dan faktor
lingkungan.
 Upaya keselamatan pengguna layanan dilakukan untuk mencegah te
rjadinya insiden. Jenis Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang mengakibat
kan cedera pada pengguna layanan. Misalnya pengguna layanan j
atuh dari tempat tidur dan menimbulkan luka pada pergelangan k
aki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai /
terpapar pada pengguna layanan tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pengguna layanan,
obat telah diminum tapi pengguna layanan tidak mengalami ceder
a.
3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi
terkait perawatan pengguna layanan yang sangat berpotensi
cedera pada pengguna layanan. Misalnya : Alat Inkubator rusak
yang diletakan di ruang bayi/neonatus .
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi bel
um mengenai / terpapar pada pengguna layanan karena dapat dic
egah. Misalnya: perawat mau memberikan obat kepada pengguna
layanan, ketika di cek ternyata obat yang diberikan oleh farmasi m
ilik pengguna layanan yang lain yang namanya mirip, sehingga oba
t tersebut tidak jadi diberikan.
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected
occurrence) yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Kejadian sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
-100-

- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan


penyakit pengguna layanan atau kondisi pengguna layanan
(contoh: kematian akibat proses transfer yang terlambat)
- kematian bayi aterm
- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit
pengguna layanan atau kondisi pengguna layanan
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pengguna layanan
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim
ke rumah bukan rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen)
atau pembunuhan (yang disengaja) atas pengguna layanan,
anggota staf, dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga
ketika berada dalam lingkungan Puskesmas
 Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan yang selanjutnya
disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pengguna
layanan. Pelaporan insiden terdiri dari Laporan Insiden Internal dan
Laporan Insiden Eksternal.
 Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi pada pengguna layanan. Pelaporan juga penting
digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya
kesalahan (error) sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di
sisi lain pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
 Puskesmas perlu melakukan analisis Matriks grading risiko yang
akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah
Laporan insiden internal. Investigasi terdiri dari Investigasi sederhana
(Simple RCA) dan Investigasi Komprehensif (Comprehensive RCA
/Root Cause Analysis)
 Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang
meliputi: kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur
pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal yaitu semua jenis
insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan,
kejadian nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera.
Sedangkan laporan eksternal yang dilaporkan adalah Sentinel, KTD.
Ditentukan juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu
pelaporan, investigasi dan tindak lanjutnya
 Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan dilaporkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan prosed
ur yang ditetapkan ke Tim keselamatan pengguna layanan yang
disertai dengan analisis dan investigasi insiden, serta tindak lanjut
terhadap insiden (D,W)
2. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pengguna
layanan (KNKP) terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai k
erangka waktu yang ditetapkan (D)

Kriteria
-101-

5.4.2 Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbai


ki perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya
mutu dan budaya keselamatan.

Pokok Pikiran:
 Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pengguna lay
anan menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang membe
rikan asuhan pengguna layanan.
 Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kese
hatan lain yang diberi wewenang dan bertanggung jawab melaksanak
an asuhan pengguna layanan.
 Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
b) bekerja dengan pengguna layanan atau klien
c) bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
 Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau
bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan
sesama staf, misalnya mengumpat, memaki;
b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak
layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal
atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf
lain, adalah komentar sembrono di depan pengguna layanan yang
berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh
mengomentari negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di
depan pengguna layanan, misalnya “obatnya ini salah, tamatan
mana dia...?”, melarang perawat untuk membuat laporan insiden,
memarahi staf klinis lainnya di depan pengguna layanan,
kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam
medis di ruang rawat;
c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama,
suku termasuk gender;
d) pelecehan seksual.

 Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi budaya k


eselamatan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-
nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu
maupun kelompok, yang menentukan komitmen terhadap
keselamatan, serta kemampuan manajemen Puskesmas, dicirikan
dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, dengan
persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan
keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
 Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang
ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pembe
-102-

rian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem pel
ayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya kes
elamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang berkelanjutan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung
budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya
perbaikannya (D,O,W)
2. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pengguna
layanan pada semua tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)

Standar
5.5 Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi p
ada pengguna layanan, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar
fasilitas kesehatan.

Kriteria
5.5.1 Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi
dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara
komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya
infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
 Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pengguna layanan, petugas, pengunjung, dan masyarakat
sekitar fasilitas kesehatan.
 Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi
yang didapat dan ditularkan diantara pengguna layanan, staf, tenaga
profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelawan
mahasiswa dan pengunjung.
 Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan
dengan optimal perlu diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan
oleh pimpinan Puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman
yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Puskesmas perlu menyusun program PPI yang meliputi implementasi
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan dan pelatihan (dapat
berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi petugas maupun
pengguna layanan dan keluarga, serta masyarakat, penyusunan dan
penerapan bundles Hais, surveilans serta penggunaan anti mikroba
secara bijak.
 Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pengguna layanan, dan jumlah pegawai
dan merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan
Mutu.
-103-

 Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun


indikator-indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
yang direncanakan.

Elemen Penilaian:
1. Puskesmas menyusun rencana dan mengimplementasikan program
PPI secara komprehensif pada penyelenggaraan pelayanan di
puskesmas. (R, D, O)
2. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang
ditetapkan. (D, W)

Kriteria
5.5.2 Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan
risiko infeksi dengan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko
infeksi.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan
yang memiliki risiko infeksi terhadap pengguna layanan, pengunjung,
dan petugas termasuk penunjang layanan. Pelaksanaan identifikasi
dan kajian pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI
dengan memastikan :
a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamat
a pelindung, masker, sepatu dan gaun pelindung;
b. ketersediaan linen yang benar;
c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan;
d. terlaksananya penyuntikan yang aman;
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yan
g tepat, jika tersedia dan digunakan di pusat;
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan pembua
ngan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular yang me
merlukan pembuangan khusus seperti benda tajam / jarum dan
peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin bersentuhan denga
n tubuh cairan;
g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali p
akai.
 Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber
infeksi. Pemaparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan,
getaran, kotoran dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial
terhadap fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh
karena itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk
menangani dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi
tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control
risk assessment/ICRA).

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas. (O,W)
2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas dengan
memastikan setidaknya a) sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W)
-104-

Kriteria
5.5.3 Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
 Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menuru
nkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
 Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta dit
empel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga keseha
tan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang kebersihan ta
ngan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga dilakukan untuk peng
guna layanan, dan keluarga pengguna layanan.
 Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan.
 Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
 Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alkohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga
kesehatan, seluruh karyawan Puskesmas, pengguna layanan dan
keluarga pengguna layanan. (D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
kebersihan tangan. (D, W)

Kriteria
5.5.4 Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program
PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pengguna layanan,
petugas, keluarga pengguna layanan, masyarakat, dan lingkungan.

Pokok Pikiran:
 Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah
untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan
menularkan infeksi di antara pengguna layanan, petugas, keluarga
dan masyarakat dan lingkungan melalui kewaspadaan standar yang
benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mence
gah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) diguna
kan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi A
lat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk menceg
ah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud meliputi tut
up kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung tangan, g
-105-

aun pelindung, sepatu pelindung digunakan secara tepat dan be


nar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan
indikasi dalam pemberian asuhan pengguna layanan
b. Penyuntikan yang aman
Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesteril
an alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakai
an spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai, dan berlaku
juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah timbuln
ya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pengguna layan
an. Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
(1) menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi
alat injeksi.
(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai
untuk satu pengguna layanan dan satu prosedur walaupun
jarum suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/
flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola
dengan benar sesuai perundang-undangan yang berlaku.
c. Dekontaminasi
Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melal
ui proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfe
ksi dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori
Spaulding. meliputi :
(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan
pada jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan
menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen bedah,
partus set.
(2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput
mukosa dan area kecil dikulit yang lecet dengan
menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti
oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca
gigi.
(3) non kritikal peralatan yang digunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh
dilakukan Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter
atau termometer.
Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
 pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja
dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari
semua kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air
mengalir, untuk kemudian dilakukan transportasi ke
tempat pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
 pembersihan merupakan proses secara fisik membuang
semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari
permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan
mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan
klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang
berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum
dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.
 disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi
kritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme
-106-

kecuali beberapa endospore bacterial dengan cara merebus,


menguapkan atau menggunakan disinfektan kimiawi.
 sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua
mikroorganisme termasuk endospore menggunakan uap
bertekanan tinggi (autoclave), panas kering (oven), sterilisasi
kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan
lingkungan yang berada di sekitar pengguna layanan dari
kemungkinan kontaminasi darah, produk darah atau cairan
tubuh. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan
desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan
dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan
produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain
sesuai ketentuan.
d. Linen
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya
untuk menurunkan resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen
kotor non infeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor
infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup
penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan kebersihan
tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen infeksius.
Fasilitas kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan.
Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di
ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan
penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang
harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu
memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau
dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang terpisah
e. Limbah
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama
limbah infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila
pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius
meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah,
sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety
box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses edukasi
kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman,
ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan pelaporan
pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
Pengelolaan limbah meliputi :
(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah
dan cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan
lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong plastik berwarn
a kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki pe
rmukaan tajam yang dimasukkan ke dalam safety box (peny
impanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan
limbah cair (spoel hoek)
-107-

(4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penam


pungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara, p
engolahan akhir limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar
merupakan salah satu penyebab bahaya luka tusuk jarum yang
berisiko pada penularan penyakit infeksi melalui darah sehingga
diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.
Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau
petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara
periodik dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip-prinsip
pengelolaan sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e
sesuai prosedur yang ditetapkan . (D,O,W)
2. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan
huruf e yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, Puskesmas harus
memastikan standar mutu pada pihak ketiga sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (D,W)

Kriteria
5.5.5 Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses
pelayanan dan transfer pengguna layanan dengan penyakit yang
dapat ditularkan melalui transmisi air borne

Pokok Pikiran:
 Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan
transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne. Penularan
penyakit air borne disease salah satunya risiko yang paling banyak di
Puskesmas
 Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya
dengan menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan
pengguna layanan, maupun transfer pengguna layanan dilakukan
sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan
untuk memberikan perlindungan kepada staf, pengunjung serta
lingkungan pengguna layanan. Pembersihan kamar dengan benar
setiap hari selama pengguna layanan tinggal di puskesmas dan
pembersihan kembali setelah pengguna layanan pulang harus
dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
 Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan
identifikasi pengguna layanan yang berisiko dengan memberikan
masker, menempatkan pengguna layanan di tempat tersendiri atau
kohorting dan mengajarkan etika batuk.
 Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan
SOP pengelolaan pengguna layanan sesuai ketentuan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui
transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas serta upaya
pencegahan penularan infeksi melalui transmisi airborne dengan
pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan pengguna
layanan, maupun transfer pengguna layanan, sesuai dengan regulasi
yang disusun. (D,O,W)
-108-

2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan


terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD,
penempatan pengguna layanan, transfer pengguna layanan untuk
mencegah transmisi infeksi (D.O.W)

Kriteria
5.5.6 Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi
baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
 Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana
penanggulangan sesuai dengan wewenangnya, untuk menjamin
perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pengguna
layanan.
 Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas
adalah:
(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan
pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode
sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang
sama

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
2. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun serta dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut tentang penanggulangan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W)

Anda mungkin juga menyukai