Anda di halaman 1dari 121

PERANAN THE UNITED NATIONS OFFICE ON DRUGS AND CRIME

(UNODC) DALAM MENANGANI BUDIDAYA

OPIUM DI LAOS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen

Ilmu Hubungan Internasional

Oleh:

MUHAMMAD ISMAIL ASH SHIDDIQ

E 131 10 261

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015
iv
KATA PENGANTAR
v
Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan berkahNya, hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan

Skripsi dengan judul “PERANAN THE UNITED NATIONS OFFICE ON

DRUGS AND CRIME (UNODC) DALAM MENANGANI BUDIDAYA

OPIUM DI LAOS” sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada jurusan

Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin. Tak lupa pula, Shalawat

dan Salam penulis panjatkan kepada Baginda Rasulullah

Shallallahu’alaihiwasallam. Penulis berharap kedepannya, skripsi ini dapat

berguna di dalam proses pembelajaran ilmu hubungan internasional, terkhususnya

terkait Transnational Crime dan budidaya opium di Laos yang menjadi fokus

pembahasan di dalam skripsi ini.

Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

mendoakan, membantu, dan menemani penulis hingga skripsi ini dapat selesai

dengan baik. Terima kasih kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga yang

selalu mendoakan serta memberikan dukungan penuh kepada penulis. Rasa

hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada

para dosen Ilmu Hubungan Internasional yang telah memberikan ilmu yang tak

ternilai harganya yang tentunya sangat bermanfaat bagi penulis. Terkhusus,

penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala

bimbingan, kritik dan saran yang tentunya sangat membangun selama pengerjaan

skripsi penulis. Terima kasih juga kepada seluruh staff jurusan maupun fakultas

yang telah mendukung proses perkuliahan penulis.

vi
Tak lupa pula penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada HIMAHI

yang telah menjadi tempat belajar segala hal baik dalam hal keilmuan maupun

keorganisasian penulis. Terima kasih juga kepada teman-teman HITEN (HI 2010)

yang telah menjadi menemani dan membantu penulis selama menjalankan prosesi

perkuliahan hingga saat penulis lulus. Terkhusus kepada teman-teman nongkrong

di halte (anak halte a.k.a geng halte), penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya karena telah berbagi canda tawa dan memberikan

dukungan yang sebesar-besarnya kepada penulis. Terakhir tak lupa penulis

ucapkan terima kasih kepada seluruh senior dan junior HI maupun teman-teman

dari jurusan maupun fakultas lain yang telah turut andil dalam perjalanan penulis

selama menngarungi dunia perkuliahan.

Terakhir penulis menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak,

sekira terdapat kesalahan yang telah penulis lakukan baik yang disengaja maupun

tidak disengaja yang telah menyinggung perasaan. Penulis menyadari sepenuhnya

bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna namun penulis berharap tulisan

ini dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan atau sedang dalam studi

terkait tema yang penulis angkat. Semoga segala kekurangan dalam tulisan ini

dapat dilengkapi dan dikembangkan dikemudian hari dan memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya.

Makassar, 24 Februari 2017,

Muhammad Ismail Ash Shiddiq

vii
ABSTRAKSI

M. Ismail Ash Shiddiq, E131 10 261, “Peranan United Nations Office on


Drugs and Crime (UNODC) Terhadap Penanganan Budidaya Opium di
Laos”, di bawah bimbingan Muhammad Nasir Badu sebagai pembimbing I
dan Nur Isdah sebagai pembimbing II, Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan UNODC dalam
mengontrol budidaya opium di Laos serta untuk mengetahui tantangan apa yang
dihadapi oleh UNODC dalam upayanya selama kurung waktu 2009-2013. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik pengumpulan data yang
digukanan berupa telaah pustaka yakni dengan mengumpulkan literatur yang
berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas berupa buku, jurnal,
dokumen-dokumen maupun artikel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan UNODC dalam mengontrol


budidaya opium di Laos selama kurung waktu 2009-2013 tidaklah maksimal. Hal
ini terlihat dari peningkatan jumlah lahan budidaya opium tiap tahunnya selama
periode tersebut. Kondisi ini tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh
UNODC yakni kondisi perekonomian masyarakat Laos yang buruk, tingginya
angka kecanduan sebagai dampak pengetahuan yang kurang baik terkait obat-
obatan terlarang, perkembangan aktivitas budidaya opium di Laos. UNODC
mengambil peranan dalam upaya mengontrol budidaya opium secara umum
meliputi aspek penting yaknipertama, pengumpulan data yang berguna untuk
merancang strategi. Upaya ini tidak berjalan maksimal, terlihat dari beberapa data
penting yang tidak dapat dikumpulkan. Kedua, pembangunan alternatif dan
pengentasan kemiskinan. Program ini diwujudkan dalam berbagai bentuk proyek.
Aspek ini berhasil terlaksana dengan cukup baik dengan sejumlah pencapaian,
namun untuk dampak jangka panjang masih kurang maksimal karena keterbatasan
bantuan dana maupun teknis untuk menciptakan upaya yang berkelanjutan.
Ketiga, pengurangan permintaan terhadap obat-obatan terlarang yang berjalan
cukup baik. Keempat, pemberian dukungan dan bantuan kepada pemerintah Laos
melalui penciptaan lembaga pemerintahan, jaringan, dan mitra internasional yang
kuat, yang berjalan cukup baik. Terlihat dari banyaknya negara maupun organisasi
internasional yang turut memberikan bantuan kepada UNODC maupun Laos
untuk mengontrol budidaya opium di Laos.

viii
ABSTRACTION

M. Ismail Ash Shiddiq, E131 10 261, “The Role of United Nations Office on
Drugs and Crime (UNODC) to handling Opium Cultivation in Lao PDR”,
under the guidance ofMuhammad Nasir Badu as Advisor Iand Nur Isdah as
Advisor II, Department of International Relations, Faculty of Social and
Political Sciences, Hasanuddin University, Makassar.
This research is conducted in order to knowing the role of UNODC in controlling
opium cultivation in Laos also to knowing the obstacle would be faced by
UNODC. In it's effort during period 2009-2013. This research method used a
descriptive method which is a collecting data technique in the form of using
literature study that is collecting the literature that related with main problem
which criticized such as book, journal, documents, or article.

The result of this research shows that the role of UNODC in controlling opium
cultivation in Laos during 2009-2013 is not positively maximal. It can be seen
from the increasing of opium cultivation area every year along this periods. The
condition also appeared because of the obstacle that UNODC must faced that
Laos society economical condition is terrible, the high amount of drugs addict is
the impact of less knowledge related to these drugs itself, and developing activity
of opium cultivation in Laos. UNODC takes role in the efforts to controlling
opium cultivation in general include several urgent aspects, first, collecting data
in order to design strategy. This efforts is not highly maximal because some
important data could not collected. Second, alternative developing and ending
poverty. This program create in the various projects, this aspect succeeded with
some achievements. However, in long term impact, it is not maximal yet because
of the limitated aids. Nor technics to create sustained efforts. Third, the reduction
in drugs demand is running well. Fourth, supports extending and assists for Laos
government through creating government agencies connection and international
partners which strong and running well. Can be seen from excessively country
even international organization that also give their hand to UNODC and Laos to
help controlling opium cultivation.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI ............................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAKSI........................................................................................................ vii
ABSTRACTION ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................................ 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................. 8
D. Kerangka Konseptual............................................................................... 8
E. Metode Penelitian................................................................................... 12
BAB II TELAAH PUSTAKA ............................................................................ 15
A. Transnational Crime .............................................................................. 15
B. Drugs Trafficking ................................................................................... 21
C. Organisasi Internasional......................................................................... 24
D. Kerjasama internasional......................................................................... 29
BAB III PERKEMBANGAN DRUGS TRAFFICKING DAN
PENANGANANNYA DI LAOS ........................................................................ 32
A. Drugs Trafficking sebagai Isu internasional .......................................... 32
B. UNODC dan kerangka kerjasama dengan pemerintah Laos ................. 36
1. Gambaran Umum UNODC .......................................................................... 36
2. UNODC dengan Pemerintahan Laos............................................................ 39
3. Kantor Perwakilan dan Struktur Organisasi UNODC .................................. 40
C. Perkembangan Drugs Trafficking di Laos ............................................. 43
1. Profil Laos ................................................................................................... 43

x
2. Opium di Laos ............................................................................................. 46
a. Budidaya Opium di Laos Tahun 2009 .................................................. 49
b. Budidaya Opium di Laos Tahun 2010 ................................................. 51
c. Budidaya Opium di Laos Tahun 2011 .................................................. 53
d. Budidaya Opium di Laos Tahun 2012 ................................................. 55
e. Budidaya opium di Laos tahun 2013 .................................................... 56
3. Upaya Mengontrol Budidaya Opium di Laos............................................... 61
BAB IV PERANAN THE UNITED NATIONS OFFICE ON DRUGS AND
CRIME (UNODC) DALAM MENANGANI BUDIDAYA
OPIUM DI LAOS................................................................................................ 73
A. Tantangan UNODC Dalam penanganan Budidaya Opium di Laos ........ 73
B. Peranan UNODC Dalam MenanganiBudidaya Opium di Laos .............. 87
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 101
A. Kesimpulan ............................................................................................ 101
B. Saran ...................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Struktur Organisasi UNODC ............................................................... 42

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Jumlah Lahan Opium di Laos tahun 1998-2007 ............................... 48


Gambar 3.2 Hasil Survei Budidaya Opium di Laos 2009-2013 ........................... 59
Gambar 4.1 Hubungan antara angka Kecanduan dengan Peningkatan Budidaya
Opium di Laos ....................................................................................................... 84

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Survei Opium Laos tahun 2009 (Komparasi tahun 2008) .................... 50
Tabel 3.2 Survei Opium Laos tahun 2010 (Komparasi tahun 2009) .................... 52
Tabel 3.3 Survei Opium Laos tahun 2011 ............................................................ 54
Tabel 3.4 Survei Opium Laos tahun 2012 ............................................................ 56
Tabel 3.5 Survei Opium Laos tahun 2013 ............................................................ 57
Tabel 3.6 Rata-rata Harga Opium di Laos ............................................................ 60

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia internasional tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang

mempengaruhi sejarah perkembangannya hingga dewasa ini.Salah satu diantara

faktor-faktor yang mepengaruhi perkembangan dunia tersebut adalah globalisasi.

Globalisasi merupakan faktor utama yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari perkembangan dunia internasional. Berkembangnya ilmu pengetahuan hingga

pada pesatnya kemajuan teknologi dan komunikasi adalah produk globalisasi

yang sekaligus juga menjadi faktor yang memegang peranan dalam

berkembangnya globalisasi itu sendiri. Globalisasi yang terus berkembang

kemudian membawa dampak dalam perkembangan dunia internasional, baik itu

dampak positif maupun dampak negatif.

Dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi terimplementasikan dalam

beberapa fenomena yang menarik perhatian masyarakat dunia. Diantara beberapa

fenomena tersebut, sebagian besarnya berdampak negatif bagi perkembangan

dunia. Dampak negatif ini kemudian mendorong masyarakat dunia untuk

melakukan sejumlah upaya aksi untuk mengatasi fenomena tersebut. Salah satu

diantaranya adalah menyangkut perdagangan narkoba.

Perdagangan narkoba merupakan salah satu isu kejahatan transnasional

yang cukup menarik perhatian dunia. Hal tersebut dipengaruhi oleh karena

Perdagangan narkobamenjadi salah satu isu yang cukup rumit dan kompleks

dalam penanganannya. Perdagangan narkoba telah berkembang menjadi usaha

1
yang terorganisir dengan baik dan sangat terstruktur di pasar dunia. Aktivitas

peredaran narkoba dilakukan dengan tanpa batasan, dengan organisasi-organisasi

individu yang mengendalikan semua aspek dari perdagangan, mulai dari

menanam atau memproduksi narkoba di dalam negara-negara sumber hingga

mengangkutnya melalui zona internasional dan pada akhirnya di jual keseluruh

dunia. 1

Aktivitas peredaran narkoba telah berlangsung sejak lama dan

berkesinambungan hingga saat ini. Permintaan akan obat-obatan yang

mengandung zat psikotropika ini terus mendorong berlangsungnya peredaran

narkoba. Penggunaan narkoba sejak dulu di tujukan sebagai bahan penghilang

rasa sakit. Bahkan dalam naskah kuno India dan China direkomendasikan untuk

menghirup dan/atau memakan ganja untuk tujuan menghilangkan rasa sakit dan

untuk mengobati berbagai macam penyakit. 2 Namun seiring dengan

perkembangan zaman, penggunaan narkoba mulai mengalami penyimpangan.

Banyak pengguna narkoba mulai mengalami kecanduan dan terus menerus

menggunakan narkoba untuk mabuk dan mencapai kesenangan tanpa

memperhatikan efek sampingnya.

Pada akhirnya sekitar abad ke-11 M, mulai muncul kampanye menentang

penyalahgunaan narkoba. 3 Kampanye menentang penyalahgunaan narkoba pun

berlanjut hingga kini dengan menggunakan berbagai macam metode.

Pemberantasan penyalahgunaan narkoba pun menjadi agenda penting dalam

1
Parasian Simanungkalit. 2011. Globalisasi Peredaran Narkoba dan Penanggulangannya di
Indonesia. Yayasan Wajar Hidup:Jakarta Selatan. Hal.17
2
Ibid., hal.30
3
Ibid., hal. 36

2
forum internasional. Bahkan telah dibuat sejumlah aturan yang mengatur tentang

penggunaan narkoba sebagai upaya menekan penyalahgunaan narkoba.

Terdapat banyak macam tanaman yang digunakan sebagai bahan narkoba.

Tanaman-tanaman ini ditanam tersebar di berbagai negara di dunia ini. Tanaman

ini kebanyakan ditanam di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau, utamanya

di negara-negara berkembang. Banyaknya tanaman bahan baku narkoba ini

berpengaruh terhadap pemenuhan permintaan dunia terhadap narkoba. Dengan

kata lain, keberadaan lahan-lahan tanaman bahan baku narkoba ini sangat

memegang peranan penting terhadap jumlah narkoba yang beredar di seluruh

dunia.

Dari sekian banyak golongan obat-obatan yang termasuk dalam

perdagangan narkoba yang banyak dijumpai di Asia Tenggara adalah opium.

Opium merupakan tanaman bahan baku narkotika. Seperti narkotika pada

umumnya, opium seringkali disalahgunakan pemakaiannya. Opium kerap

digunakan untuk mabuk dan untuk mencapai kesenangan. Namun, penggunaan

opium secara tidak wajar dapat menyebabkan kecanduan, dan dapat merusak

kesehatan bila digunakan berlebihan.Oleh karena itu, opium menjadi tanaman

yang rentan untuk dibudidayakan.

Sebagai bahan baku narkotika, opium tidak dapat dibudidayakan

sembarangan. Di dalam Single Convention on Narcotic Drugs, 1961, Opium

ditetapkan sebagai salah satu bahan narkotika yang tidak dapat dibudidayakan

secara bebas dan harus mengikuti aturan hukum yang ketat. Sementara di sisi lain

permintaan terhadap opium cukup tinggi. Dewasa ini opium banyak dikonsumsi

3
diseluruh dunia secara illegal. Permintaan yang cukup tinggi ini menjadikan

opium menguntungkan untuk diperjualbelikan. Hal-hal tersebut menyebabkan

opium kemudian dibudidayakan dibanyak negara secara ilegal.

Salah satu kawasan yang terkenal sebagai daerah yang menjadi aktor utama

dalam perdagangan narkoba adalah kawasan Asia Tenggara. Kawasan ini

memiliki negara-negara yang menjadi sumber pemasok utama perdagangan

narkoba utamanya opium. Negara-negara tersebut kemudian dikenal dengan

istilah Golden Triangle. Opium yang banyak dibudidayakan di kawasan Asia

Tenggara, di daerah golden triangle ini tidak terlepas dari sejarah keberadaan

opium. Keberadaan opium dimulai pada tahun 3400 SM, opium mulai ditanam di

daerah mesopotamia bagian bawah. Sejak saat itu, opium telah ditanam dengan

luas dan digunakan sebagai narkotikadan sebagai obat dalam bidang kedokteran.

Di tahun 1600-an, penduduk Persia dan India mengonsumsi campuran

makanan yang mengandung opium untuk maksud bersenang-senang. Pedagang

Portugis membawa opium asal India ke Cina. Tahun 1700-an orang-orang

Belanda mengekspor opium India ke Cina dan pulau-pulau di Asia Tenggara.

Tahun 1900-an Inggris dan prancis berhasil dalam mengawasi pembuatan opium

di Asia Tenggara utamanya di negara-negara yang kemudian dikenal sebagai

Golden Triangle (Thailand, Myanmar, dan Laos). Daerah Golden Triangle

kemudian menjadi aktor penting dalam perdagangan Opium di tahun 1940-an.

Tahun 1960-an, para pedagang opium di Asia tenggara mendirikan pabrik

penyulingan pertama di perbukitan di Laos. selanjutnya dibangun pabrik lain di

daerah perbatasan Thai-Myanmar. Di Tahun 1995, Golden Triangle menjadi

4
penghasil opium utama di dunia dengan menghasilkan 2500 ton setiap tahunnya.

Selain karena faktor sejarah, banyaknya budidaya opium di Asia Tenggara

(Golden Triangle) hingga kini tidak terlepas dari kemampuan, skill, keterampilan

yang terbatas yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini berpengaruh

besar terhadap mata pencaharian yang sebagian besar hanya bekerja dengan cara

bertani dan berkebun. hal ini mendorong berkembangnya budidaya opium. Salah

satu negara di Asia Tenggara yang menjadikan budidaya opium sebagai mata

pencaharian adalah Laos.

Laos merupakan negara yang terdapat di kawasan Asia tenggara. Laos

tergolong sebagai negara yang miskin dengan kehidupan masyarakat yang jauh

dibawah standar kehidupan yang layak. Kualitas kehidupan masyarakat Laos yang

rendah tidak dapat diatasi dengan mudah oleh pemerintah Laos. Di sisi lain,

perkembangan dunia berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan hidup

termasuk bagi masyarakat Laos. Budidaya opium pun muncul sebagai alternatif

mudah untuk mencapai tuntutan tersebut. Laos menjadi salah satu pemasok dan

pembudidaya opium terbesar di dunia. Laos menjadi negara pemasok opium

terbesar ketiga di dunia.

Laos sendiri telah berupaya untuk mengurangi dan memberantas budidaya

opium. Namun, Laos sebagai negara dunia ketiga mengalami kendala dalam

keterbatasan kemampuan serta alat dan media pendukung untuk mengatasi

budidaya opium. Kondisi ini mendorong negara-negara di dunia untuk menaruh

perhatian untuk membantu mengontrol budidaya opium di Laos. banyak upaya

dilakukan oleh organisasi internasional dalam membantu mengontrol budidaya

5
opium di Laos. Salah satu yang menaruh perhatiannya adalah UNODC (United

Nations Office on Drugs and Crime).

UNODC merupakan organisasi internasional yang bergerak dalam

memerangi obat-obatan terlarang dan kejahatan transnasional. UNODC didirikan

pada tahun 1997 melalui penggabungan antara the United Nations Drug Control

Programme dan the Centre for International Crime Prevention4. UNODC

bertugas membantu dalam memerangi berbagai masalah menyangkut narkotika di

beberapa negara di dunia. Melalui beragam bentuk kerjasama dengan negara yang

bersangkutan, sosialisasi dan menciptakan programberjangka waktu, UNODC

dapat berperan besar melawan masalah menyangkut narkotika termasuk di Laos.

Peranan awal UNODC dalam membantu mengontrol budidaya opium di

Laosberawal melalui bergabungnya Laos dalam Memorandum of Understanding

(MoU) pada tahun 1993. MoU tersebut bertujuan untuk menjalankan program

rencana regional untuk mengurangi penggunaan narkotika 5. Penandatangan MoU

ini juga dilakukan bersama dengan beberapa negara Asia tenggara lainnya.

Setelah penandatangan MoU tersebut, beragam program kerjasama berjangka

waktu dan berbagai macam sosialisasi terus dilakukan.

Meskipun program-program mengontrol budidaya opium di Laos terus

dilakukan, namun budidaya opium tidak dapat hilang begitu saja dari Laos.

Budidaya opium di Laos terus mengalami pasang surut dari tahun ke tahun. Hal

ini dipengaruhi oleh beragam faktor penghambat yang menyebabkan budidaya

4
About UNODC, diambil dari http://www.unodc.org/unodc/en/about-
unodc/index.html?ref=menutop, diakses pada 23 April 2013.
5
UNODC. 2009. National Drug Control Master Plan 2009-2013: A Five Year Strategy to Address
the Illicit Drug Control Problem in the Lao PDR. hal. 3.

6
opium di Laos sulit dikontrol. Meskipun demikian upaya mengontrol budidaya

Opium dengan bantuan UNODC terus dilakukan. Oleh karena itu, penulis

menganggap perlu untuk membahas mengenai peranan UNODC dalam

penanganan budidaya opium di Laos.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Tidak dapat dipungkiri Laos menjadi bagian penting dalam keberadaan

Opium ilegal di dunia. Hingga kini, Laos menjadi penghasil opium terbesar ketiga

setelah Afghanistan dan Myanmar. Hal ini menuntut dunia internasional

memberikan perhatian ke Laos dalam upaya memerangi dan

menanganikeberadaan Opium. Upaya mengontrol budidaya opium di Laos

mendapat bantuan dari UNODC. UNODC memiliki peranan yang cukup besar

dalam membantu Laos dalam mengontrol Opium di Laos. Namun, dalam

upayanya, UNODC tidak mudah mengontrol budidaya opium di Laos. Hal ini

memunculkan pertanyaan:

1. Apa tantangan yang dihadapi UNODC dalam membantu pemerintah Laos

dalam mengontrol budidaya opium di Laos?

2. Bagaimana peranan UNODC dalam membantu pemerintah Laos dalam

mengontrol budidaya opium di Laos?

Meskipun keberadaan UNODC dalam membantu mengontrol budidaya

opium di Laos telah berlangsung lama, namun penelitian ini dibatasi pada jangka

waktu tertentu. Pemilihan jangka waktu ini merujuk pada 5 tahun terakhir

sebelum penelitian dilakukan. Selain itu, batasan waktu penelitian ini merujuk

pada jangka waktu national drug control master planLaos yang terbaru yakni

7
tahun 2009-2013. Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti memutuskan untuk

fokus meneliti pada batasan jangka waktu tahun 2009-2013.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui tantangan yang di hadapi oleh UNODC dalam

membantu pemerintah Laos dalam mengontrol budidaya opium di Laos.

b. Untuk mengetahui peranan UNODC dalam membantu pemerintah Laos

dalam mengontrol budidaya opium di Laos.

2. Kegunaan Penelitian

Jika tujuan penelitian ini tercapai maka penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai:

A. Bahan kajian dan menjadi referensi bagi civitas akademika yang ingin

mempelajari mengenai upaya memerangi narkotika di Laos.

B. Bahan kajian dan menjadi referensi bagi civitas akademika yang ingin

mempelajari sepak terjang UNODC dalam membantu mengontrol

budidaya opium di Laos.

D. Kerangka Konseptual

Perubahan fokus dari isu politik dan keamanan menuju ke isu-isu yang lebih

beragam seperti ekonomi pasca runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya perang

dingin, ditambah semakin kencangnya arus globalisasi memberikan dampak dan

kontribusi besar dalam perkembangan dunia internasional. Dunia yang semakin

maju menuntut setiap manusia untuk semakin meningkatkan taraf kehidupannya,

8
baik dari segi pengetahuan, skill, hingga pada peningkatan kondisi perekonomian.

Untuk mencapai hal tersebut, maka berbagai cara dan tindakan pun dilakukan.

Salah satunya adalah memicu munculnya beragam kejahatan global yang dalam

studi ilmu hubungan internasional dikenal dengan istilah transnational crime.

Transnational crime muncul sebagai issue yang terus menerus menarik

perhatian dunia international dewasa ini. Philips Jusario Vermonte menyebutkan

bahwa transnational crime semakin berkembang pesat dan diidentifikasikan

sebagai bentuk ancaman baru terhadap keamanan.6 PBB mendefinisikan

Transnational crime sebagai “...a structured group of three or more persons,

existing for a period of time and acting in concert with the aim of committing one

or more serious crimes or offences established in accordance with this

Convention, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material

benefit”7.

Di Asia Tenggara sendiri, ASEAN menetapkan penggolongan kejahatan

transnasional melalui deklarasi tahun 1997 di Manila, antara lain:

1. Money laundering

2. Terorisme

3. Perdagangan obat terlarang (Perdagangan narkoba)

4. Penyelundupan senjata dan penyelundupan manusia

5. Pembajakan

6
Parasian Simanungkalit. Op.cit., Hal.184-185
7
United Nations. 2000. United Nations Convention AgainstTransnational Organized
Crime. Hal. 2

9
Penggolongan tersebut berdasar pada definisi yang ada mengenai transnastional

crime. Diantara penggolongan tersebut terdapat satu isu yang krusial yakni drugs

trafficking.

Terdapat beberapa pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan drugs

trafficking. Dalam sebuah literatur mengenai drugs trafficking menyebutkan “The

commercial exchange of illegal drugs, including the equipment and substances

involved in producing, manufacturing, and using drugs, is known as drug

trafficking”. 8 Definisi yang begitu luas ini kemudian menjadikan drugs

traffickingmenjadi isu yang rumit dalam penyelesaiannya. Hal ini dikarenakan

seluruh proses yang dimaksudkan, mulai budidaya hingga pada proses

pendistribusian, begitu kompleks dan melibatkan jaringan yang luas hampir di

seluruh dunia yang beberapa diantaranya sangat terorganisir.

Modus operan di sindikat drugs trafficking dengan mudah dapat menembus

batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi

yang canggih. 9 Misalnya di kawasan Amerika Latin, perdagangan narkoba

melibatkan kartel-kartel yang begitu kuat. Begitu pula di daerah golden triangle

seperti Laos yang berperan kuat terhadap perdagangan narkoba karena

keberadaannya sebagai salah satu sumber bahan baku narkotika terbesar di dunia.

Kondisi ini terkadang membuatnegara tidak dapat bertindak banyak. Diperlukan

fokus untuk menanganinya, yang paling utama adalah dengan menekan proses

budidaya bahan baku narkotika itu sendiri yang merupakan bagian dari drugs

trafficking. Oleh karenanya, diperlukan adanya sebuah instrumen kuat yang dapat

8
Cindy Hill. 2005. Measuring Transnational Crime. Handbook of Transnational Crime and
Justice. Thousand Oaks: SAGE Publications. Inc. Hal. 9
9
Parasian Simanungkalit. Op.cit., Hal.11

10
fokus dalam penyelesaian drugs trafficking Instrumen yang dimaksudkan adalah

organisasi internasional.

Keberadaan organisasi internasional sebagai salah satu aktor dalam

hubungan internasional menjadi salah satu instrumen untuk memenuhi tujuan

yang ingin di capai oleh suatu negara. Selain itu, organisasi internasional

dipadang dapat membantu dalam menyelesaikan beragam permasalahan global.

Menurut T. May Rudy, membagi 3 peran organisasi internasional adalah

sebagai 10:

1. Wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mencegah

atau mengurangi konflik (sesama anggota);

2. Sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama

yang saling menguntungkan; dan

3. Ada kalanya sebagai Lembaga yang mandiri untuk melaksanakan

kegiatan yang diperlukan (antara lain kegiatan sosial kemanusiaan,

bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, pemugaran munomen

bersejarah, peace keeping operation, dan lainnya).

Sesuai dengan perannya sebagai lembaga mandiri untuk melaksanakan kegiatan

yang diperlukan, organisasi internasional kemudian turut mengambil peran dalam

permasalahan-permasalahan global termasuk drugs trafficking. Untuk

permasalahan drugs trafficking, terdapat sejumlah organisasi internasional yang

berfungsimembantu negara dalam memerangi drugs traffincking melalui

kampanye memerangi drugs seperti UNODC.

10
T. May Rudy. 2009. Administrasi dan Organisasi Internasional. Refika
Adiatma:Bandung. Hal. 27

11
Organisasi internasional sebagai instrumen yang membantu negara untuk

menyelesaikan permasahan seperti drugs trafficking tidak begitu saja masuk dan

bertindak di dalam suatu negara, hal ini berkaitan dengan kedaulatan suatu negara.

Organisasi internasional tidak dapat menjalankan dan memaksakan program-

program yang diinginkannya. Perlu adanya kerjasama yang tertuang dalam

perjanjian ataupun kesepakatan kerja mengenai program-program yang harus

dijalankan. Dalam perjalanannya pun, organisasi internasional tidak dapat

bertindak sendiri melainkan harus bertindak bersama dengan negara dalam

penanganannya. Sumaryo Suryokusumo menjelaskan:

“mengenai ciri organisasi internasional yang mencolok ialah merupakan


suatu organisasi yang permanen untuk melanjutkan fungsinya yang telah
ditetapkan. Organisasi itu mempunyai suatu instrumen dasar (constituent
instrument) yang akan memuat prinsip-prinsip dan tujuan, struktur maupun
cara organisasi itu bekerja. Organisasi internasional dibentuk berdasarkan
perjanjian. Organisasi itu mengadakan kegiatannya sesuai dengan
persetujuan atau rekomendasi serta kerjasama dan bukan semata-mata
bahwa kegiatan itu haruslah dipaksakan/dilaksanakan.” 11

Oleh karenanya, organisasi internasional dalam setiap geraknya selalu dilandasi

oleh kesepakatanatau suatu bentuk kerjasama dengan negara berupa perjanjian

atau MoU (Memorandum of Understanding). Kerjasama ini berfungsi untuk

mengikat dan menjadi landasan bagi organisasi internasional dalam bergerak

merumuskan dan menjalankan program yang berfungsi untuk mencapai tujuan

yang disepakati.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

11
Sumaryo Suryokusumo. 1990. Hukum Organisasi Internasional. UI-Press. Hal.10

12
Dalam menulis proposal penelitian ini, penulis menggunakan jenis

penelitian deskriptif, yang merupakan suatu cara untuk membuat gambaran

dan analisa berbagai hal dan situasi yang menjadi bagian dari permasalahan

yang diteliti. Dengan kata lain, penelitian deskriptif dimaksudkan untuk

eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial

dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan

masalah dan unit yang diteliti.

2. Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan oleh penulis adalah data sekunder.

Dimana data sekunder dapat diperoleh dari sumber tidak langsung berupa

buku-buku, jurnal, makalah, surat kabar, artikel, internet atau referensi lain

yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal teknik pengumpulan data, maka penulis merujuk kembali

pada jenis data yang akan gunakan, yakni data sekunder. Maka dari itu,

teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah telaah pustaka, yakni

mengumpulkan sejumlah literatur dari berbagai sumber yang memiliki

hubungan dengan permsalahan yang dibahas. Adapun literatur tersebut

berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar dan situs-

situs internet yang sifatnya valid atau pasti.

4. Teknik Analisa Data

Dalam penulisan proposal penelitian ini, penulis menggunakan

teknik analisa kualitatif. Serta menggunakan data kuantitatif sebagai

13
pendukung. Data yang diperoleh kemudian di analisa menggunakan teknik

analisis kualitatif, dengan menganalisa kemudian disimpulkan sedangkan

data kuantitatif digunakan sebagai data pelengkap untuk menjelaskan data

kualitatif.

14
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Transnational Crime

Transnational crime menjadi salah satu isu yang mengemuka dalam

perkembangan dunia dewasa ini. Banyaknya aksi kejahatan transnasional yang

terus terjadi memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat internasional. Hal

ini kemudian mendorong dunia internasional untuk lebih serius dalam

menindaklanjuti persoalan transnational crime. Meskipun demikian dalam

mengatasi transnational crime diperlukan pemahaman mendalam mengenai

transnational crime itu sendiri. Oleh karenanya penting untuk mengetahui dan

memahami mengenai konsep transnational crime. Memahami apa sebenarnya

yang dimaksud dengan transnational crime serta posisinya dalam konteks

perpolitikan dunia dewasa ini.

Konsep transnational crime merupakan konsep yang digunakan dalam

mengkaji fenomena-fenomena kejahatan dalam skala global yang terjadi di dunia

internasional dewasa ini. Konsep transnational crime digunakan untuk

menunjukkan secara spesifik bentuk-bentuk kejahatan yang dapat digolongkan

sebagai kejahatan transnasional. Konsep transnational crime ini juga digunakan

untuk memahami bagaimana kejahatan-kejahatan transnasional itu sendiri.

Memahami secara umum mengenai perilaku, ciri, bentuk, tujuan dan hal lainnya

dari kejahatan transnasional. Hal ini menjadi kunci untuk mengatasi persoalan

kejahatan transnasional.

15
Istilah transnational crime juga dikenal dengan istilah lain yakni organized

crimedan transnational organized crime (TOC). Istilah ini diperkenalkan pertama

kali dalam dunia internasional sekitar tahun 1990an. Pada masa tersebut istilah

transnational crime mulai mengemuka dan mulai menjadi topik pembahasan

dalam forum-forum internasional. Istilah ini mengemuka dalam United Nations

Congresses on Crime Prevention and Criminal Justice.

Transnational crime tidak memiliki definisi yang berlaku secara universal.

Terdapat beragam definisi operasional dari berbagai sudut pandang ahli untuk

menjelaskan mengenai transnational crime. Sekitar tahun 1994, para ahli awalnya

mendefinisikan transnational crime untuk segala bentuk pelanggaran baik yang

berefek secara langsung maupun tidak langsung melibatkan lebih dari

satunegara. 12 Dalam perkembangannya, definisi mengenai transnational crime

terus mengalami pembaruan. National security council, The White house

mendefinisikan transnational crime sebagai berikut:

“Transnational organized crime refers to those self-perpetuating


associations of individuals who operate transnationally for the purpose of
obtaining power, influence, monetary and/or commercial gains, wholly or in
part by illegal means, while protecting their activities through a pattern of
corruption and/ or violence, or while protecting their illegal activities
through a transnational organizational structure and the exploitation of
transnational commerce or communication mechanisms.” 13

Meskipun tidak ada definisi yang berlaku secara universal, namun secara

umum tidak ada perbedaan secara mencolok diantara definisi yang ada. Dari

sebagian besar definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa transnational crime

12
John R. Wagley. 2006. CRS Report for Congress. Transnational Organized Crime: Principal
Threats and U.S. Responses.Hal. 2
13
National security council staff. 2011. Strategy To Combat Transnational Organized Crime.
National security council:The White House.Hal. 3

16
berbicara mengenai segala bentuk tindak kejahatan yang ruang lingkup dan

dampaknya mencakup skala global, melibatkan jaringan yang kompleks,

menimbulkan dampak yang serius, dilakukan untuk mencapai suatu tujuan

tertentu baik itu untuk memperoleh keuntungan ekonomi maupun untuk mencapai

tujuan-tujuan lainnya.

Tidak semua tindak kejahatan yang terjadi di dunia ini dapat digolongkan ke

dalam bentuk transnational crime. Menurut McDonald ( 1997 ), suatu tindak

kejahatan dapat digolongkan ke dalam bentuk transnational crime jika14 :

1. Dilakukan di lebih dari satu negara;

2. Dilakukan di satu negara namun bagian penting dari persiapannya,

perencanaan, pengarahan, atau kontrol terjadi di negara lain;

3. Dilakukan di satu negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat

terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu

negara; dan

4. Dilakukan di satu negara namun memiliki akibat utama di negara lain.

Berdasarkan pada definisi operasional serta melihat kejahatan transnasional

yang telah berlangsung sejak lama mengakibatkan penanganan permasalahan ini

sangat rumit. Jangkauan yang sangat luas mencakup lintas negara, membuat

kejahatan melibatkan jaringan pelaku kejahatan yang sangat kompleks. Pelaku

kejahatan juga bekerja dengan sistem kerja yang rapi dan sangat terorganisir.

Pelaku kejahatan pun mengetahui dengan sangat baik kondisi wilayah tempat

mereka melakukan kejahatan transnasional.


14
Mangai Natarajan. 2011. International Crime and Justice. Cambridge University Press. Hal.
XXV

17
Kejahatan transnasional yang begitu kompleks berdampak pada

keterbatasannegara dalam menangani sendiri permasalahan transnational

crimeyang terjadi di wilayahnya. Kemampuan yang dimiliki oleh negara tidak

sebanding dengan perkembangan jaringan transnational crime yang begitu pesat.

Profesor hukum kriminal di Urals State Law Academy Russia, Yuriy A. Voronin,

mengatakan “Transnational criminal rings are becoming more and more

powerful and universal, and their mobility is growing. The means and resources

of any state are not enough to seriously harm them.” 15

Keterbatasan negara yang bekerja sendiri dalam menangani persoalan

transnational crime menunjukkan bahwa penanganan kejahatan transnasional

tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Oleh karenanya, organisasi

internasional peace keeping seperti PBB pun muncul dan turut berperan dalam

penanganan transnational crime. Namun, dengan melihat serta sifatnya yang

transnasional, organisasi internasional juga tidak dapat bekerja sendiri melainkan

dibutuhkan kerjasama dalam penanganan transnational crime baik itu antara

organisasi internasional, negara, maupun masyarakat internasional. Wakil

sekertaris jendral peace keeping operations UN, Alain Le Roy mengatakan

“Organised crime is a complex phenomenon that not only requires cooperation

across all components of a peacekeeping mission, but also cooperation with other

partners.” 16

15
Yuriy A. Voronin. 2000. Measures to Control Transnational Organized Crime. Hal. 14
16
Di ambil dari http://www.un.org/en/peacekeeping/sites/police/initiatives/transcrime.shtml. Di
akses pada 06 mei 2014.

18
Hal lain yang perlu diketahui dalam memahami transnational crime adalah

mengenai penggolongan kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam transnational

crime. Dengan berpatokan pada definisi mengenai transnational crime ,terdapat

beberapa bentuk transnational crime antara lain:

1. Pencucian uang (Money laundering)

2. Terorisme

3. Perdagangan dan penyelundupan senjata gelap

4. Perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking)

5. Pencurian hak kekayaan intelektual

6. Pencurian seni dan objek budaya

7. Pembajakan

8. Cyber crime

9. Human trafficking, melingkupi penyelundupan, perdagangan anak dan

perempuan, serta perdagangan organ tubuh manusia.

Dalam penanganan transnational crime tersebut diperlukan beberapa

strategi antara lain:17

1. Mendorong pengembangan hukum yang kompatibel antara negara-

negara.

2. Mendorong negara untuk mengikuti konvensi PBB dan forum

internasional lainnya, seperti tiga konvensi PBB mengenai obat-obatan

terlarang (1961, 1971 dan 1988), mendukung the Naples Political

Declaration and Global Action Plan Against Organised Transnational

17
John McFarlane. 2001. Transnational Crime: Response Strategies. Australian Institute Of
Criminology. Hal. 5-6.

19
Crime, mendukung implementasi dari delapan strategi untuk memerangi

transnational crime yang disepakati pada konferensi ASEAN

pertamatentang kejahatan transnasional dan yang terpenting adalah

meratifikasi konvensi PBB tentang upaya memerangi transnational

crime dan berbagai protokolnya.

3. Mendorong kerjasama bilateral dan multilateraldan pertukaran arus

informasi antara lembaga penegak hukum, termasuk mendukung peran

organisasi-organisasi seperti INTERPOL, ASEANAPOL, dan lainnya.

4. Mendorong kordinasi lintas batas dan kerjasama transnasional ke tingkat

yang lebih besar melalui pertemuan kordinasi regional dan target

operasional, program pelatihan polisi multilateral dan pertukaran teknik.

5. Transnational crime dan terorisme bukan lagi sebagai masalah

keamanan regional. Isu-isu ini telah menjadi pusat dari fokus keamanan

dan kebijakan internasional dalam era pasca perang dingin, meluas

melampaui lingkup penegakan hukum konvensional. Respon terhadap

ancaman transnasional ini telah mengaburkan demarkasi tradisional

antara diplomatik, militer, penegakan hukum, dan peran intelijen negara.

Ditambahkan bahwa tidak ada negara yang dapat mengatasikan ancaman

kriminal yang dihasilkan dari luar yurisdiksinya tanpa mengembangkan hubungan

kerjasama yang baik dengan negara-negara tetangga dan mengadopsi

internasional "best practices".18

18
Ibid., page 6

20
B. Drugs Trafficking

Salah satu bentuk kejahatan transnasional yang menarik perhatian serius

masyarakat dunia adalah kejahatan drugs trafficking. Drugs trafficking dianggap

sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia karena menyangkut

mengenai kesehatan. Tidak hanya itu, drugs trafficking dianggap menjadi salah

satu bentuk kejahatan transnasional yang dapat berakibat fatal bagi masa depan

suatu bangsa dikarenakan salah satu sasaran terbesar dari kejahatan ini adalah

generasi muda.

Dari segi historis, aktivitas drugs trafficking sebenarnya telah berlangsung

sejak lama. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan drugs yang menjadi kebutuhan

mendasar dan terus digunakan sebagai bagian dari kebudayaan, evolusi sosial,

ekonomi, kesehatan, dan spiritual. Terdapat puluhan jenis tanaman yang

mengandung zat psikoaktif yang telah dikonsumsi dalam sejarah manusia, utama

opium, ganja, dan tanaman koka. Ketiganya telah ada sejak abad ke-3 SM. 19

hingga kini penggunaan drugs pun masih terbilang banyak. Keberadaan drugs

sebagai kebutuhan sejak lama membuat aktivitas perdagangannya dinilai potensial

untuk mendapat keuntungan ekonomi, sehingga hingga kini aktivitas drugs

trafficking terus berlangsung.

Istilah drugs trafficking seringkali dianggap mengacu hanya pada aktivitas

perdagangan ilegal obat-obatan terlarang. Namun, dalam beberapa literatur dan

pendapat menyebutkan bahwa istilah drugs trafficking melingkupi keseluruhan

proses yang berkaitan dengan aktivitas drugs trafficking. UNODC mendefinisikan

19
Parasian Simanungkalit. 2011. Globalisasi Peredaran Narkoba dan Penanggulangannya di
Indonesia. Yayasan Wajar Hidup:Jakarta Selatan. Hal.29

21
Perdagangan narkoba sebagai “... a global illicit trade involving the cultivation,

manufacture, distribution and sale of substances which are subject to drug

prohibition laws”. 20 Lebih spesifik dijelaskan bahwa drugs trafficking

berdasarkan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs

and Psychotropic Subtance, 1998 diartikan sebagai:

“The production, manufacture, extraction; preparation, offering for sale,


distibution, sale, delivery on any terms whatsoever, brokerage, dispatch,
dispatch in transit, transport, importation or exportation of any narcotic
drug or any psychotropic subtance contrary to the provisions of the 1961
convention, the convention as amanded or the 1971 convention.”21

Bedasarkan definisi tersebut, terjelaskan bahwa drugs trafficking merupakan

suatu kesatuan proses yang saling terkait mulai dari produksi hingga

pendistribusian dan pejualannya ke berbagai penjuru dunia. Secara garis besar

proses aktivitas drugs trafficking meliputi:

1. Produksi, merupakan tahap awal dari aktivitas drugs trafficking dimana

bahan baku narkoba dibudidayakan untuk nantinya diperdagangan.

Proses ini meliputi penanaman, panen, pengolahan hingga menjadi

narkoba. Bahan baku yang kebanyakan ditanam antara lain bunga opium

(papaver somniverum), tanaman ganja (cannabis sativa), dan tanaman

koka (erythroxylum). Kebanyakan proses produksi berlangsung di

negara-negara dunia ketiga, di wilayah yang sulit terjangkau. Wilayah-

wilayah yang terkenal sebagai wilayah pemproduksi bahan baku narkoba

antara lain the Golden Crescent, theGolden Triangle, beberapa negara di

wilayah benua Amerika.


20
Drug trafficking, diambil dari http://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html.
Diakses pada 22 mei 2013
21
Parasian Simanungkalit. Op.cit., Hal.24

22
2. Distribusi dan perdagangan, merupakan tahap yang paling krusial

dalam aktivitas drugs trafficking. tahap ini merupakan tahap penghubung

antara proses produksi hingga sampai ke konsumen, dimana narkoba

hasil produksi disebarkan ke berbagai pelosok dunia. Sehingga tahap ini

menjadi tahap yang paling penting dalam keberadaan narkoba diberbagai

penjuru dunia. Pada tahap ini narkoba biasanya di diberikan kepada

distributor untuk didistribusikan atau dijual langsung ke

konsumen.Terdapat beberapa wilayah yang terkenal sebagai wilayah

pendistribusi narkoba. Beberapa merupakan wilayah yang juga menjadi

tempat produksi narkoba berlangsung seperti kawasan Amerika Latin dan

juga wilayah-wilayah di Kawasan Asia.

Merujuk pada proses aktivitasdrugs trafficking yang ada, dapat dilihat

bahwa kejahatan drugs trafficking merupakan suatu tindak kejahatan yang begitu

kompleks prosesnya serta melibatkan jaringan pelaku kejahatan yang banyak di

dalamnya. Di setiap prosesnya terdapat aktor-aktor yang berperan dalam

berjalannya aktivitas drugs trafficking, antara lain:

1. Petani atau pembudidaya tanaman bahan baku narkoba, proses

budidaya tanaman bahan baku narkoba melibatkan para petani yang pada

umumnya memiliki tingkat kualitas hidup yang rendah. Petani menanam

atau membudidaya tanaman bahan baku narkotika dengan melihat

keuntungan yang cukup besar.

2. Distributor dan Pedagang, proses distribusi biasa dan perdagangan

obat-obatan ini biasanya melibatkan jaringan yang begitu kuat seperti

23
melibatkan mafia-mafia dan juga kartel-kartel dari berbagai penjuru

dunia. Beberapa jaringan mafia dan kartel yang terkenal berperan penting

dalam penyebaran narkoba di dunia berasal dari Jamaika, negara-negara

Amerika Latin, wilayah Karibia, Kanada, Kuba, kolombia, Inggris

bahkan Amerika Serikat.

Seperti kejahatan transnasional lainnya, penanganan masalah drugs

trafficking tidaklah mudah. Dibutuhkan proses yang panjang dengan melibatkan

keseluruhan elemen baik itu negara, organisasi internasional maupun masyarakat

internasional. Dalam upaya penanganannya pun diperlukan strategi khusus.

Kebanyakan strategi yang digunakan meliputi pengurangan pasokan (supply

reduction), pengurangan permintaan (demand reduction), dan dan mengurangi

kerusakan (harm reduction) 22.

Supply reduction dimaksudkan sebagai upaya menekan peredaran narkoba

dengan cara mengejar, menangkap dan menindak pelaku pengedar narkoba. Selain

itu, upaya ini dilakukan dengan menekan jumlah produksi narkoba dengan cara

memberantas sumber produksi narkoba itu sendiri. Demand reduction merupakan

upaya untuk mengurangi permintaan narkoba di kalangan masyarakat. Hal ini

dapat dilakukan melalu edukasi mengenai narkoba dan lainnya. Harm reduction

merupakan upaya lebih untuk mengurangi dampak buruk bagi pengguna narkoba.

C. Organisasi Internasional

Dalam ilmu hubungan internasional terdapat beberapa aktor-aktor yang

memegang peranan dalam aktivitas yang berlangsung dalam hubungan

22
Loc.cit.

24
internasional. Aktor-aktor tersebut antara lain negara, organisasi internasional

maupun individu. Salah satu aktor yang cukup memegang peranan penting dalam

kondisi kekinian dunia internasional adalah organisasi internasional.

Dalam literatur dijelaskan bahwa hubungan internasional dimulai dengan

berfokus pada negara. Negara dianggap sebagai aktor utama dalam dunia

internasional dikarenakan negara memiliki power, sedangkan yang lainnya baik

itu institusi atau organisasi maupun individu adalah bukan. Namun dalam

perkembangannya, organisasi internasional terus mendapat perhatian terkait

posisinya dalam hubungan internasional. Bahkan organisasi internasional menjadi

salah satu fokus studi bagi akademisi maupun ilmuwan studi politik. 23

Dalam sejarahnya, peran organisasi internasional dalam hubungan

internasionaldapat terlihat pasca terjadinya perang dunia I. Pada masa itu, LBB

(Liga bangsa-Bangsa) terbentuk sebagai organisasi yang bertujuan mencegah

terjadinya perang dan mewujudkan perdamaian dunia pada waktu itu, meskipun

pada akhirnya gagal. Seiring dengan perkembangan dunia, muncul beragam

bentuk organisasi internasional. Arus globalisasi menjadikan negara tidak lagi

menjadi satu-satunya aktor penting dalam hubungan internasional. Semakin

kompleksnya hubungan antar negara, perkembangan ekonomi hingga munculnya

isu keamanan yang mencakupi skala global menuntut keberadaan suatu istrumen

yang dapat mengatur dan menangani hal-hal tersebut. Instrumen yang dimaksud

adalah organisasi internasional. Untuk dapat memahami esensi dari organisasi

23
J. Samuel Barkin. 2006. International Organization: Theories and Institutions.PALGRAVE
MACMILLAN™: New York. United States of America.Hal. 1

25
internasional, terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksudkan dengan

organisasi internasional.

Tidak ada definisi yang berlaku secara universal mengenai organisasi

internasional. Pendefinisian tersebut bergantung pada konteks apa organisasi

internasional dimaksudkan. Schemers menyebutkan bahwa:

“there is no universally accepted definition of an international


organization. And the possibility of making such a definition depends on the
context concerned. Most studies of international organization are limited to
international governmental organizations, but even after such limition,
definitions vary”. 24
Ade Maman Suherman bahkan mengatakan bahwa para ahli selalu menghindari

pendefinisian secara secara langsung atau secara komprehensif karena dianggap

bahwa hal tersebut dapat menyempitkan pandangan lainnya. 25

Meskipun tidak ada pendefinisian yang berlaku universal, namun dalam

tulisan ini akan diberikan pendefinisian umum sesuai dengan konteks organisasi

internasional yang dimaksudkan dalam tulisan ini. T. Sugeng Istanto menjelaskan

“organisasi internasionaldalam pengertian luas adalah bentuk kerja sama

antarpihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat

internasional.”26 Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu

organisasi internasional dibentuk dari keinginan pihak-pihak dalam konteks

internasional untuk berkerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang bersifat

internasional. Pihak yang dimaksudkan dapat berupa individu, badan non-negara

dan pemerintah negara. Sementara yang dimaksudkan dengan tujuan yang bersifat

24
Ade Maman Suherman. Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam
Perspektif Hukum dan Globalisasi. Ghalia Indonesia: Indonesia. Hal. 46
25
Ibid., Hal. 47
26
Ibid., Hal. 51

26
internasional adalah menyangkut kepentingan negara dalam konteks internasional.

Dengan kata lain bahwa alasan terbentuknya organisasi internasional merupakan

hasil dari kesepakatan antar pihak baik itu individu, badan non-negara maupun

antar negara untuk mencapai suatu tujuan tertentu atau untuk menyelesaikan suatu

isu tertentu.

Definisi yang beragam mengenai organisasi internasional sebenarnya tidak

terlepas dari berbagai macam bentuk organisasi internasional. Dalam buku

Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum

dan Globalisasi karangan Ade Maman Suherman disebutkan pengelompokan

organisasi internasional menurut Schermers, antara lain27:

a. Organisasi publik, merupakan organisasi yang didirikan berdasarkan

perjanjian antar negara yang dikenal dengan publik international

organization.

b. Organisasi privat internasional, merupakan organisasi yang didirikan

berdasarkan pada hukum internasional privat bukan hukum internasional

publik.

c. Organisasi yang berkarakter universal, merupakan organisasi yang

didirikan dengan bangunan karakteristik universalitas, menjadi suatu

kebutuhan yang harus dipenuhi dalam level internasional, dan

heteroginity yaitu dibangun atas dasar perbedaan pandangan politik,

budaya serta perbedaan tahap kemajuan.

27
Ibid., Hal. 56-57

27
d. Organisasi internasional tertutup, merupakan organisasi yang

memiliki keanggotaan yang bersifat tertutup. Dengan kata lain bahwa

organisasi ini tidak akan menerima keanggotaan lain selain dari grup

atau komunitasnya yang terbatas.

e. Organisasi antarpemerintah, merupakan organisasi yang mengacu

pada kerjasama antarpemerintah maupun organ-organ pemerintah selain

organisasi supranasional.

f. Organisasi supranasional, merupakan organisasi kerjasama baik dalam

bidang legislasi, yudikasi maupun eksekutif bahkan sampai pada warga

negara.

g. Organisasi fungsional, merupakan organisasi organisasi teknis yang

memiliki kekhususan dalam bidang fungsi spesifik dari suatu organisasi.

Misalnya di bidang kesehatan seperti WHO.

h. Organisasi umum, merupakan organisasi yang bersifat umum atau

sering juga disebut dengan political organization.

Merujuk pada pengelompokan organisasi internasional tersebut maka bentuk

organisasi yang akan digunakan sebagai konsep untuk mengkaji tulisan ini adalah

organisasi fungsional. Organisasi fungsional atau organisasi teknis ini dengan kata

lain bertindak sebagai organisasi yang fokus pada suatu bidang atau isu tertentu.

Organisasi ini terbentuk dari keinginian bersama untuk mencapai suatu tujuan

terkait bidang atau isu tertentu. Hal ini berkaitan dengan salah satu peranan

organisasi internasional menurut T. May Rudy yakni:

“organisasi internasional ada kalanya sebagai lembaga yang mandiri untuk


melaksanakan kegiatan yang diperlukan (antara lain kegiatan sosial

28
kemanusiaan, bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, pemugaran
monumen bersejarah, peace keeping operation, dan lainnya).” 28
Adapun beberapa contoh bentuk organisasi fungsional antara lain WHO (World

Health Organization), UNESCO, UNODC dan lainnya.

D. Kerjasama internasional
Pada hakikatnya, hampir dalam setiap hubungan yang terjadi dalam dunia

internasional dilandasi dengan kerjasama. Kerjasama yang dimaksudkan adalah

bentuk kesepakatan untuk menjalin hubungan sebagai upaya untuk pencapaian

terkait tujuan bersama. Sejak lama dunia internasional sebenarnya telah mengenal

adanya kerjasama internasional. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya aliansi-

aliansi serta pakta militer seperti NATO. Sejalan dengan perkembangannya,

kerjasama internasional terus meningkat, negara-negara di dunia kemudian

membuka diri untuk menjalin hubungan kerjasama dengan negara lainnya di

dunia ini. Kerjasama ini dapat berupa kerjasama antar dua negara (bilateral),

kerjasama regional hingga pada kerjasama multilateral. Tidak hanya terbatas pada

kerjasama antarnegara, kini kerjasama internasional juga mencakupi kerjasama

antara negara dengan organisasi internasional.

Keberadaan organisasi internasional dalam dunia internasional tidak dapat

disandingkan dengan keberadaan negara. Sebagai contoh adalah keberadaan

UNODC. Meskipun Organisasi internasional seperti UNODC bergerak untuk

fokus terhadap penyelesaian isu tertentu, tetapi organisasi internasional seperti ini

tidak dapat menjalankan programnya di wilayah manapun yang diinginkannya.

Hanya terbatas negara-negara yang tergabung atau bekerjasama didalamnya.

28
T. May Rudy. Op.cit. Hal. 27

29
Dengan kata lain bahwa organisasi internasional hanya dapat menjalankan

programnya hanya di wilayah negara yang bekerjasama dengannya.

Berdasarkan pada kasus tersebut, terlihat bahwa meskipun keduanya

(organisasi internasional dan negara) merupakan aktor penting dalam

berlangsungnya hubungan internasional, namun terdapat perbedaan yang

mendasar. Perbedaan tersebut terkait dengan kewenangan, kekuasaan, kedaulatan.

T. May Rudy menjelaskan bahwa:

“Walaupun organisasi internasional sebagai wadah yang mewadahi


kepentingan negara-negara yang bergabung, akan tetapi organisasi
internasional bukanlah merupakan kekuasaan negara atas negara, dan inilah
yang membedakan secara prinsipil antara negara dengan organisasi
internasional, di mana negara mempunyai kedaulatan dan kekuasaan mutlak
atas warga negaranya. sedangkan organisasi internasional tidak mempunyai
kedaulatan dimaksud.”29
Perbedaan tersebut jelas menunjukkan posisi organisasi internasional dalam

dunia internasional. Organisasi internasional tidak memiliki power untuk

bertindak dan mempengaruhi. Seluruh aktivitas yang dilakukan oleh organisasi

internasional di dalam suatu negara mutlak hanya berupa hasil dari suatu

kesepakatan atau kerjasama. Hal ini juga yang mendasari program yang dilakukan

oleh organisasi internasional semisal UNODC tidak berlangsung dan diterapkan

begitu saja di negara-negara yang menjadi fokusnya. Program yang direncanakan

harus merupakan hasil kesepakatan dengan negara yang bersangkutan. Begitu

pula dalam menjalankan programnya, organisasi internasional harus bekerjasama

dengan pemerintah untuk menjalankan program yang telah disepakati

sebelumnya.Inilah dasar terjalinnya bentuk kerjasama internasional yang terjadi

antara negara dengan organisasi internasional.


29
Ibid., Hal. 67

30
Kerjasama yang dilakukan antara organisasi internasional dengan negara

dapat berupa perjanjian atau kesepakatan kerjasama seperti melalui

penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding). Kerjasama inilah

kemudian menjadi dasar bagi organisasi internasional dalam bergerak membantu

negara dalam menghadapi isu tertentu. Kerjasama ini yang menjadi dasar bagi

penentuan program-program yang akan dijalankan bersama oleh organisasi

internasional dan negara dalam upaya pencapaian tujuan yang dimaksudkan.

31
BAB III

PERKEMBANGAN DRUGS TRAFFICKING DAN

PENANGANANNYA DI LAOS

A. Drugs Trafficking sebagai Isu internasional


Salah satu diantara bentuk kejahatan transnasional yang menjadi

permasalahan serius adalah drugs trafficking. Sejak lama permasalahan ini terus

berada dalam agenda pembahasan dalam dunia internasional. Hal ini tidak terlepas

dari perkembangan Drugs trafficking yang semakin kompleks yang mendorong

dunia internasional untuk terus memperkuat diri. Penanganan drugs trafficking

tidak dapat ditangani oleh satu pihak saja semisal negara ataupun organisasi

internasional saja. Penanganan drugs trafficking harus melibatkan semua pihak.

Aktor-aktor internasional, baik itu negara-negara maupun organisasi internasional

dituntut untuk mampu bekerjasama dengan sangat baik agar permasalahan drugs

trafficking tidak berkembang luas.

Upaya menghadapi permasalahan drugs trafficking telah terlihat dilihat dari

diadakannya forum internasional pertama mengenai obat-obatan narkotika. Forum

tersebut diadakan di Shanghai, China yang diadakan sekitar tahun 1909

membahas mengenai epidemi opium di China. Pertemuan ini diadakan setelah

melihat bahwa sebelum tahun 1909, aktivitas perdagangan opium merajalela di

China dan di seluruh dunia. Selain itu, peredaran opium di China menyebabkan

sangat banyak masyarakat Cina mengalami kecanduan. 30

30
Thomas Pietschmann,dkk. 2009. A Century Of International Drug Control. Hal. 7

32
Forum internasional di Shanghai, China menjadi awal dari diadakannya

forum-forum internasional lainnya yang menjadikan drugs trafficking sebagai

agenda pokok pembahasannya. Selanjutnya, diadakan Konvensi narkoba

internasional pertama, the International Opium Convention yang diadakan di Den

Haag, Belanda pada tahun 1912. The International Opium Convention Den Haag

dirancang untuk mencegah pengiriman obat-obatan narkotika yang tidak

dimaksudkan untuk digunakan sebagai keperluan medis. Konvensi ini kemudian

menjadi instrumen internasional untuk mengatasi persoalan drugs trafficking.

Selain itu, The International Opium Convention Den Haag juga menjadi

bagian dari perjanjian damai Perang Dunia I, dimana banyak negara

meratifkasinya. Hal ini tidak lepas dari peningkatan konsumsi obat-obatan

narkotika yang terjadi di beberapa negara selama Perang Dunia I. Pengawasan

obat-obatan narkotikasebagai implementasi The International Opium Convention

kemudian menjadi tugas bagi Liga bangsa-Bangsa. Selanjutnya terdapat beberapa

konvensi terkait drugs trafficking (konvensi 1925, konvensi 1931, dan konvensi

1936) yang berfungsi sebagai instrumen untuk mengontrol peredaran obat-obatan

narkotikadi dunia. Pada pekembangan selanjutnya, pasca Perang Dunia II tugas

pengawasan terhadap obat-obatan narkotika beralih menjadi tugas PBB. 31

Di tahun-tahun selanjutnya, pembahasan mengenai obat-obatan narkotika

terus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memperbaharui aturan yang ada maupun

untuk membuat aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan terkait upaya mengontrol

peredaran obat-obatan narkotika. Seperti pada tahun 1953 protokol mengenai

31
Ibid

33
opium disepakati. Protokol ini bertujuan untuk membatasi produksi dan

perdagangan opium yang hanya ditujukan untuk kepentingan medis dan

penelitian. Tahun 1961, the Single Convention on Narcotic Drugs di adopsi

sebagai penggabungan terhadap semua perjanjian terkait pengendalian obat-

obatan narkotika. The Single Convention on Narcotic Drugs berisi mengenai hal-

hal substansial yang menyangkut obat-obatan narkotika, termasuk daftar obat-

obatan yang dibatasi peredarannya.Tahun 1972, The Single Convention

diamandemen.32

Pembahasan mengenai drugs trafficking juga fokus pada pembentukan

lembaga atau badan yang berfungsi untuk menjalankan, mengawasi, mengontrol

apa yang telah diatur terkait peredaran narkotika di dunia.bebarapa badan atau

lembaga tersebut seperti terbentuknya the International Narcotics Control Board

(INCB), the United Nations International Drug Control Programme ( UNDCP

).UNDCP kemudian bergabung dengan the Centre for International Crime

Prevention dan berganti nama menjadi The United Nations Office on Drugs and

Crime (UNODC). Drugs trafficking sebagai isu internasional tidak hanya menjadi

topik penting dalam forum internasional, namun juga mendorong terjadinya

sejumlah pergerakan melawan permasalahan ini.

Pergerakan melawan drugs trafficking telah berlangsung sejak lama.

Tercatat sekitar abad ke-11 M, mulai muncul kampanye menentang

penyalahgunaan narkoba. Hal ini seiring dengan bangkitnya agama-agama

monoteistik. Penentang menganggap bahwa penggunaan narkoba merupakan

32
Ibid., Hal. 10-11

34
bentuk penyimpangan terhadap ajaran Tuhan.33 Sejak saat itu, pergerakan

melawan drugs trafficking terus berkembang.

Seperti pada pembahasan sebelumnya bahwa drugs trafficking pun menjadi

isu yang penting untuk diperhatikan. Berdasarkan asumsi tersebut dan merujuk

pada kebijakan serta aturan yang lahir dari agenda forum internasional terkait

drugs trafficking, maka mulai terbentukorganisasi yang fokus menangani

persoalan drugs trafficking. Organisasi tersebut merupakan organisasi-organisasi

internasional maupun badan-badan bentukan pemerintah suatu negara yang telah

meratifikasi konvensi terkait drugs trafficking.

Lahirnya organisasi-organisasi internasional maupun badan-badan bentukan

pemerintah suatu negaraberfungsi sebagai pengatur, pemantau, penegak aturan,

maupun bertindak untuk mencegah dan menghentikan aktivitas drugs trafficking.

Tidak hanya organisasi internasional serta badan-badan bentukan pemerintah saja,

pergerakan melawan drugs trafficking juga lahir dari masyarakat seperti

terbentuknya komunitas-komunitas yang turut berperang dalam

mengkampanyekan gerakan melawan drugs trafficking.

Beberapa organisasi-organisasi internasional yang fokus dalam penanganan

drugs trafficking antara lain the International Narcotics Control Board (INCB),

the United Nations International Drug Control Programme ( UNDCP ),The

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), INTERPOL,

ASEANAPOL.

33
Parasian Simanungkalit. 2011. Globalisasi Peredaran Narkoba dan Penanggulangannya di
Indonesia. Yayasan Wajar Hidup:Jakarta Selatan. Hal. 36-37

35
Untuk penanganan drugs trafficking di dunia, PBB membuat organisasi

khusus yang bergerak mengatasi masalah drugs trfficking dan juga kegiatan

kejahatan transnasional lainnya. organisasi tersebut yakni The United Nations

Office on Drugs and Crime (UNODC). Organisasi ini bekerjasama dengan

beberapa negara untuk menangani permasalahan drugs trafficking termasuk

diantaranya di negara Laos yang merupakan salah satu penghasil opium terbesar

di dunia.

B. UNODC dan kerangka kerjasama dengan pemerintah Laos

1. Gambaran Umum UNODC

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) merupakan

organisasi PBB yang menangani persoalan kejahatan transnasional dan peredaran

obat-obatan terlarang di seluruh dunia. Terbentuknya UNODC diawali dengan

penggabungan dua organisasi pada tahun 1997, yakni antara the United Nations

International Drug Control Programme (UNDCP) dengan the Centre for

International Crime Prevention (CICP). Kedua organisasi tersebut bergabung

sebagai bentuk pengakuan terhadap hubungan yang tak terpisahkan antara

kejahatan, drugs dan terorisme, kejahatan terorganisir dan korupsi. Kemudian

berganti nama menjadi UNODC di tahun 2002.

UNODC diberi mandat untuk membantu negara-negara anggota dalam

perjuangan mereka melawan obat-obatan terlarang, kejahatan dan terorisme.

Dalam Deklarasi Milenium, negara-negara anggota juga memutuskan untuk

mengintensifkan upaya dalam memerangi kejahatan transnasional di segala

dimensi, untuk menggandakan usaha dalam menerapkan komitmen untuk

36
mengatasi masalah narkoba dunia dan untuk mengambil tindakan terpadu

melawan terorisme internasional.

Untuk memenuhi amanatnya, UNODC memiliki tiga pilar program kerja.

Yang pertama, proyek kerjasama teknis berbasis lapangan untuk meningkatkan

kapasitas negara-negara anggota untuk melawan penyebaran obat-obatan

terlarang, kejahatan dan terorisme. Kedua, Penelitian dan kerja analitis untuk

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang isu-isu narkoba dan

kejahatan serta memperluas basis bukti untuk keputusan kebijakan dan

operasional. Ketiga, pekerjaan normatif untuk membantu negara-negara dalam

meratifikasi dan melaksanakan perjanjian internasional yang relevan,

pengembangan undang-undang nasional tentang narkoba, kejahatan dan

terorisme, dan penyediaan sekretariat dan layanan substantif untuk badan berbasis

perjanjian dan pemerintahan. 34

UNODC telah merilis Menu of Services terbaru yang diterbitkan pada bulan

Oktober 2010, yang memberikan gambaran rinci tentang bagaimana klien dapat

mengakses bantuan yang ditargetkan atau jangkauan publikasi dan alat online

yang tersedia. UNODC juga dapat membantu dalam bidang-bidang berikut ini:

1. Kejahatan terorganisir dan perdagangan manusia. UNODC membantu

pemerintah bereaksi terhadap ketidakstabilan dan ketidakamanan yang

disebabkan oleh kejahatan seperti penyelundupan obat-obatan terlarang,

senjata, sumber daya alam, barang palsu dan manusia antar negara dan

34
UNODC. Policy and Advocay, diambil dari http://idpc.net/policy-advocacy/global-
advocacy/global-drug-control-system/unodc, diakses pada 8 Maret 2015

37
benua. Hal ini juga berarti menangani bentuk kejahatan yang baru

muncul, seperti cybercrime, perdagangan artefak budaya dan kejahatan

lingkungan.

2. Korupsi. Korupsi merupakan hambatan utama bagi pembangunan

ekonomi dan sosial sebuah negara. UNODC bermitra dengan sektor

publik dan swasta, serta masyarakat sipil, untuk melonggarkan pegangan

yang dimiliki individu korup pada pemerintah, perbatasan nasional dan

jalur perdagangan. Dalam beberapa tahun terakhir, UNODC telah

meningkatkan upayanya untuk membantu negara memulihkan aset yang

dicuri oleh pejabat yang korup.

3. Pencegahan kejahatan dan reformasi peradilan pidana. UNODC

mempromosikan penggunaan manual pelatihan dan penerapan kode etik

dan standar serta norma yang bertujuan dalam menjamin terdakwa,

orang-orang yang bersalah dan para korban untuk mengandalkan sistem

peradilan pidana yang adil dan beralasan. Aturan hukum yang kuat juga

akan menanamkan kepercayaan di antara warga negara dalam keefektifan

pengadilan dan kemanusiaan di penjara.

4. Pencegahan penyalahgunaan narkoba dan kesehatan. Melalui kampanye

pendidikan dan dengan mendasarkan pendekatannya pada temuan ilmiah,

UNODC mencoba meyakinkan kaum muda untuk tidak menggunakan

obat-obatan terlarang. Orang-orang yang bergantung pada obat-obatan

akan dibantu dalam mencari pengobatan dan pemerintah harus melihat

penggunaan narkoba sebagai masalah kesehatan, bukan sebuah kejahatan.

38
5. Pencegahan Terorisme. Dalam masalah ini, UNODC sedang bergerak

menuju pendekatan yang lebih terprogram yang melibatkan

pengembangan bantuan jangka panjang dan disesuaikan untuk entitas

yang terlibat dalam menyelidiki dan mengadili kasus-kasus yang terkait

dengan terorisme.35

Untuk masing-masing dari lima area ini, Menu of Services berisi informasi

tentang beberapa publikasi dan alat online yang telah dikembangkan dan contoh

dampak UNODC terhadap suatu negara.

2. UNODC dengan Pemerintahan Laos

Misi UNODC adalah untuk berkontribusi pada pencapaian keamanan dan

keadilan bagi semua orang dengan membuat dunia lebih aman dari narkoba,

kejahatan, korupsi dan terorisme. Program Regional untuk Asia Tenggara yang

dilakukan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan bekerjasama dengan negara-

negara yang memiliki peran besar dalam perkembangan obat-obatan terlarang,

salah satunya seperti Laos sebagai negara dengan jumlah budidaya opium yang

cukup besar. Sehingga, perlunya UNODC melakukan beberapa strategi dan kerja-

kerja bersama pemerintah Laos dalam memerangi hal ini.

Sementara melanjutkan integrasi regional dan perubahan ekonomi yang

cepat di dalam negara Laos dalam perkembangan yang positif, Laos juga

menghadirkan tantangan lain yang berkaitan dengan keamanan perbatasan,

korupsi, narkoba dan perdagangan manusia. UNODC saat ini bekerja sama

35
UNODC. About UNODC, diambil dari https://www.unodc.org/unodc/en/about-
unodc/index.html?ref=menutop, diakses pada 8 Maret 2015

39
dengan Pemerintah Laos yang menjadi mitra nasional untuk menghadapi

tantangan ini, termasuk melalui proyek-proyek yang berkaitan dengan

perdagangan manusia dan pembangunan alternatif. Sejalan dengan mandat

UNODC, kerja UNODC di Laos menanggapi tantangan di atas melalui lima sub-

program yang saling terkait:

1. Kejahatan Terorganisir Transnasional dan Perdagangan Terorisme

2. Anti Korupsi

3. Pencegahan Terorisme

4. Sistem Peradilan Pidana; dan

5. Obat dan Kesehatan dan Alternatif Pembangunan. 36

3. Kantor Perwakilan dan Struktur Organisasi UNODC

UNODC beroperasi di lebih dari 150 negara di seluruh dunia melalui

jaringan kantor lapangan. UNODC bekerja sama dengan pemerintah dan

masyarakat sipil untuk membangun keamanan dan keadilan bagi semua orang.

Kantor lapangan ini terdiri atas Regional Centre, Regional Office, Country Office,

SubRegional Project Office, Project Office, dan Liaison Office.

Komisi di UNODC terdiri dari 40 Negara Anggota yang dipilih oleh Dewan

Ekonomi dan Sosial, dengan pembagian kursi di antara kelompok regional

sebagai berikut:

a. Dua belas untuk negara-negara Afrika

b. Sembilan untuk negara-negara Asia

36
UNODC. Our Work in Lao PDR. Diambil dari
https://www.unodc.org/southeastasiaandpacific/en/laopdr/our-work.html, diakses pada 8 Maret
2014

40
c. Delapan untuk Amerika Latin dan Karibia

d. Empat untuk negara-negara Eropa Timur

e. Tujuh untuk negara-negara Eropa Barat dan lainnya.

Dari 20 negara anggota yang terpilih pada tahun 2012, empat berasal dari

negara-negara Afrika, lima dari negara-negara Asia Pasifik, dua dari negara-

negara Eropa Timur, lima dari negara-negara Amerika Latin dan Karibia, dan

empat dari negara-negara Eropa Barat dan negara-negara lainnya. Masa jabatan

anggota Komisi adalah tiga tahun. 37

UNODC dipimpin oleh Direktur Eksekutif dan memiliki empat divisi untuk

menunjang kerja dari UNODC itu sendiri. Empat divisi tersebut yakni, Divisi

Operasional, Divisi terkait urusan perjanjian, Divisi analisis kebijakan dan urusan

publik, dan Divisi Manajemen. Masing-masing divisi ini juga memiliki cabang-

cabang di dalamnya yang lebih memfokuskan kerja dari divisi UNODC. Pada

Divisi Operasional terdapat dua cabang, pertama pencegahan narkoba dan

kesehatan, kedua cabang program terpadu dan pengawasan. Kemudian pada divisi

urusan perjanjian terdapat cabang kejahatan terorganisir dan perdagangan gelap

serta cabang pencegahan terorisme. Divisi analisis kebijakan dan urusan publik

terbagi atas cabang urusan publik dan dukungan kebijakan dan cabang

kecerendungan penelitian dan analisis. Divisi manajemen menurunkan layanan

pengelolaan sumber daya keuangan, layanan manajemen sumber daya manusia,

layanan teknologi informasi, dan bagian pengadaan.

37
UNODC. Membership. Diambil dari
https://www.unodc.org/unodc/en/commissions/CCPCJ/CCPCJ_Membership.html, diakses pada 8
Maret 2014

41
Bagan 3.1 Struktur Organisasi UNODC

Independent
Office of the Executive Director (OED)
Evaluation Unit (IEU)

Division for Operations Division for Treaty Affairs Division for Policy Analysis & Division for Management
(DO) (DTA) Public Affairs (DPA) (DM)
Office of the Director (OD) Office of the Director (OD) Office of the Director (OD) Office of the Director (OD)

Secretariat to the
Governing Bodies Section

Financial Resources
Drug Prevention Integrated Organized Crime Terrorism Secretariat of the Public Affairs and Research and
Management
Programme and Illicit Prevention International Policy Support Trend
& Health Branch Narcotics Control Service
& Oversight Trafficking Branch Board Branch Analysis
- Accounts Section
Branch Branch Branch
Prevention, Implementation - Budget Section
Support
Convention Advocacy Laboratory &
Treatment, & Programme Conference Evaluation
Support and Support Section Section I Section Section Scientific
Rehabilitation Oversight Unit Section Human Resources
Section Management
Implementation Implementation Narcotics Service
Control & Strategic Statistics &
Regional Section Support Section Support - Recruitment &
Section II Estimates Planning Unit Survey
for Europe, West Placement Unit
HIV/AIDS and Central Asia Section Section
Human - Staff
Section Trafficking and Implementation Administration
Precursors Co-financing and Studies &
Migrant Support Partnership Unit
Regional Section Smuggling Control Threat
Section III Section - Staff Development
for Africa and Section Analysis
Sustainable Middle East
Section
Section
Unit
Livelihoods Psychotropics UNODC
Unit Regional Section Control Brussels Information
Corruption and Global Report
for Latin America Section Liaison Office Technology Service
Economic Crime on
and the - Corporate Core
Branch Trafficking in
Caribbean Services Unit
Persons Unit - Corporate
Conference
Justice Regional Section Support Section UN Crime Prevention
and Criminal Justice
Networks Unit
- Corporate
Section for South Asia,
East Asia and the
Programme network
Software Solutions
Pacific Implementation Section
Support Section New York - Global Software
Liaison Office Products Section
Field Offices

Sumber: UNODC Website (Organizational Structure of UNODC)


42
C. Perkembangan Drugs Trafficking di Laos

1. Profil Laos

Laos merupakan salah satu negara yang terletak di benua Asia, tepatnya di

kawasan Asia Tenggara. Ditinjau dari letak geografisnya, Laos termasuk ke dalam

kelompok negara yang terletak di daratan utama (mainland) Asia Tenggara.Laos

tergolong negara yang dikelilingi oleh daratan (landlocked) dan tidak memiliki

wilayah laut. Laos terletak di pusat Sub-Region Mekong dan dikelilingi oleh lima

negara Sub-Region Mekonglainnya yakni China, Kamboja, Myanmar, Thailand

dan Vietnam.

Ditandai dengan berakhirnya perang Indocina, Laos resmi didirikan pada

tanggal 2 Desember 1975 dengan nama Republik Demokratik Rakyat Laos (Lao

PDR). Bersamaan dengan itu pula Laos memasuki era baru dalam perkembangan

negaranya. Di awali sekitar tahun 1986, Laos mulai melaksanakan perubahan

kebijakan secara komprehensif, perubahan sistem dari ekonomi terpusat ke

ekonomi yang berorientasi pasar, melaksanakan mekanisme pemasaran, membuka

diri dan mulai menjalin kerjasama dengan negara-negara asing, serta memulihkan

demokrasi rakyat. 38 Perubahan kebijakan perekonomian yang dilakukanmembawa

perubahan signifikan. Kondisi perekonomian di Laos terus mengalami

pertumbuhan sejak tahun 1988 kecuali saat terjadinya krisis financial di Asia

mulai tahun 1997 dimana Laos mengalami penurunan. Meskipun demikian Laos

tetap menjadi negara miskin dan tidak berkembang.

38
Diambil dari http://www.na.gov.la/appf17/lao_history.html. Di akses pada 22 September 2014.

43
Laos juga memiliki karakter masyarakat yang didominasi masyarakat

pedesaan. Lebih dari tiga perempat dari total penduduk tinggal di daerah pedesaan

dan bergantung pada pertanian dan sumber daya alam untuk bertahan hidup.

Pertanian merupakan kegiatan perekonomian utama. Kegiatan pertanian di

praktekkan di tingkat masyarakat bawah dengan kondisi kehidupan yang miskin

dan buruk. Meskipun demikian kemiskinan umumnya berada di daerah

pegunungan, di mana sebagian besar masyarakat etnis minoritas di negara ini

tinggal. Di daerah dataran tinggi, angka kemiskinan setinggi 43 persen,

dibandingkan dengan sekitar 28 persen di dataran rendah. Kelompok termiskin di

dataran rendah adalah mereka yang telah dipindahkan dari daerah pegunungan.

Secara umum, rumah tangga yang paling kurang beruntung yang berada di

daerah yang rentan terhadap bencana alam, tidak memiliki ternak, memiliki

ketergantungan yang besar, dan dikepalai oleh perempuan. Perempuan biasanya

bekerja lebih lama daripada laki-laki, sekitar 70 persen dari kegiatan pertanian dan

pekerjaan rumah tangga, serta merawat anak-anak. Mereka juga kurang mendapat

pendidikan. Tingkat melek huruf perempuan adalah 54 persen, dibandingkan

dengan 77 persen untuk pria.

Masyarakat miskin di pedesaan bergantung pada hasil pertanian untuk

pangan dan pendapatan, tetapi kondisi pertanian sering tidak menguntungkan

sertamemiliki angka produktivitas rendah. Petani berjuang untuk memenuhi

kebutuhan pangan, terutama ketika rumah tangga mereka besar. Hal ini

diperburuk oleh kurangnya pengetahuan tentang teknologi baru dan keterampilan

44
untuk meningkatkan hasil panen. Kebanyakan menggunakan metode pertanian

tradisional.

Penurunan kesuburan tanah juga mempengaruhi produktivitas. Hanya

beberapa petani yang memiliki akses ke irigasi. Penyakit ternak menyebar tak

terkendali, menyebabkan masyarakat harus kehilangan hewan ternak. Karena

penurunan hasil panen padi dan tanaman lainnya, di banyak bagian rumah tangga

negara terpaksa menggunakan sumber daya alam hutan untuk menyediakan

makanan dan memperoleh pendapatan. Hal ini menyebabkan kerusakan

lingkungan yang serius dan akhirnya memperburuk kemiskinan.

Masyarakat pedesaan di Laos tidak hanya berada di tempat terpencil secara

geografis namun juga terisolasi. Banyak daerah yang begitu sulit untuk dijangkau.

Isolasi dalam kehidupan sosial merupakan masalah khusus bagi masyarakat etnis

di dataran tinggi, mereka terpinggirkan dalam banyak hal karena perbedaan

bahasa, adat istiadat dan keyakinan agama. Selain itu, masyarakat pedesaan

memiliki akses yang sangat terbatas kepemerintah dan layanan jasa, keuangan,

jalan, pasar, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, kurangnya

pendidikan menghambatmasyarakat pedesaanuntuk mendapatkan akses informasi

yang dapat membantu mereka meningkatkan standar hidup.39

Kondisi geografis, kegiatan perekonomian masyarakat Laos yang terbatas

(yang bertumpu hanya pada pengolahan lahan sektor agrikultur) serta buruknya

kualitas sumber daya manusia, infrastruktur yang tidak memadai hingga

kurangnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Laos menjadikan Laos sebagai

39
IFAD. 2012.Enabling poor rural people to overcome poverty in the Lao People’s Democratic
Republic.

45
salah satu penghasil opium terbesar di dunia. Pada tahun 1970 Laos dikenalkan

sebagai bagian dari Golden Triangle, wilayah yang pernah menjadi penghasil 70%

opium ilegal di dunia. Bahkan di tahun 1998, Laos menjadi negara penghasil

opium terbesar ketiga di dunia.40

Melihat kondisi ini, pemerintah Laos menjadikan budidaya opium di Laos

menjadi salah satu fokus utama yang harus diselesaikan. Beragam kebijakan

diterapkan, terlebih setelah Laos memperluas kerjasama dengan dunia

internasional.Hasilnya terjadi penurunan secara drastis terhadap budidaya opium.

Di tahun 1998-2005, budidaya opium berkurang sebesar 94% dan kecanduan

opium sebesar 80%. Pada tahun 2006, pemerintah laos menyatakan

keberhasilannya dalam mengurangi budidaya opium secara signifikan. 41

Meskipun demikian hingga kini masih terdapat masyarakat yang

membudidayakan opium secara ilegal di Laos.

2. Opium di Laos

Budidaya opium di Laos memegang peranan penting dalam peredaran obat-

obatan terlarang di dunia internasional sejak dulu. Bahkan Laos menjadi salah

satu penghasil opium terbesar di dunia. Tidak hanya itu, opium juga menjadi

bahan konsumsi masyarakat Laos sendiri. Buruknya kualitas hidup masyarakat,

minimnya lapangan pekerjaan, buruknya kualitas SDM, tingkat kemiskinan yang

tinggi menjadi faktor-faktor yang mendorong terjadinya hal ini. Melihat hal ini,

pemerintah Laos kemudian bertindak untuk mengatasi hal ini. Hal ini bersamaan

40
Country Report Narcotic Drugs Issues in Laos. www.aipasecretariat.org/wp-
content/uploads/2010/07/lao-country-report.doc.Di akses pada 22 september 2014.
41
http://www.unodc.org/laopdr/index.html?ref=menutop. Di akses pada 16 oktober 2014.

46
dengan upaya dunia internasional dalam mengurangi memberantas peredaran

obat-obatan terlarang di dunia.

Opium termasuk sebagai salah satu bahan baku narkotika yang proses

budidayanya harus dikontrol, diawasi dan tidak dapat dibudidayakan

sembarangan. Hal ini terjelaskan dalam artikelkonvensi The 1972 protocol

Amending the 1961 Single Convention on Narcotic, artikel 21 bis. Limitation of

production of opium. Dijadikannya opium sebagai salah satu bahan baku

narkotika yang dibatasi proses budidayanya kemudian menjadi perhatian serius

bagi pemerintah Laos. Keseriusan pemerintah Laos dalam menangani persoalan

budidaya opium ilegal dinegaranya ditunjukkan melalui sejumlah upaya.

Upaya yang dilakukan pemerintah Laos antara lain dengan bergabungnya

Laos bersama negara ASEAN lainnya dalam menandatangi MoU yang terkait

drugs trafficking. Tidak hanya itu, Laos juga meratifikasi sejumlah konvensi

internasional terkait drugs trafficking seperti Single Convention on Narcotic

Drugs 1961 (diratifikasi tahun 1973), convention on Psychotropic substances

1971 (diratifikasi tahun 1977), convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs

and Psychotropic Substances 1988 (diratifikasi tahun 2004), danThe 1972

protocol Amending the 1961 Single Convention on Narcotic Drugs (diratifikasi

tahun 2009). Selain itu pemerintah Laos juga menjalin sejumlah kerjasama

dengan beberapa organisasi internasional salah satunya UNODC. 42

Dalam upaya mengotrol budidaya opium di Laos, UNODC mengambil

peran penting melalui sejumlah kerjasama dengan pemerintah Laos. Kerjasama

42
Country Report Narcotic Drugs Issues in Laos. www.aipasecretariat.org/wp-
content/uploads/2010/07/lao-country-report.doc.Di akses pada 22 september 2014.

47
tersebut berupa sejumlah program, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang

guna mengatasi persoalan drugs trafficking di Laos hingga saat ini. Salah satu

program adalah masterplan. Yang terakhir adalah National Drug Control Master

Plan (2009-2013). Sejumlah upaya yang dilakukan berhasil mengurangi budidaya

opium secara signifikan di Laos.

Gambar 3.1 Jumlah Lahan Opium di Laos tahun 1998-2007

30000

25000
jumlah dalam ha

20000

15000

10000

5000

0
1998 2001 2004 2007
Tahun
Jumlah lahan budidaya opium (ha)

Sumber: Data diolah berdasarkan data National Drug Control Master Plan 2009-2013berdasarkan
survei LCDC-UNODC.

Berdasarkan gambar diatas yang diperoleh dari survei opium LCDC-

UNODC disebutkan bahwa dari tahun 1997/1998, jumlah lahan budidaya opium

berjumlah 26.837 hektar. Kemudian terus mengalami penurunan berturut-turut

menjadi 17.255 hektar di tahun 2001, 6600 hektar di tahun 2004 dan kurang dari

1.500 hektar pada tahun 2007. Jumlah lahan budidaya opium sejak tahun 1998

hingga tahun 2007 mengalami pengurangan lebih dari 94%. Data ini

menunjukkan keberhasilan signifikan menurunkan budidaya oium di Laos.

Keberhasilan mengurangi budidaya opium di Laos kemudian membuat

48
pemerintah Laos mendeklarasikan Laos bebas dari opium pada februari 2006.

Meskipun demikian, angka budidaya opium di laos sejak tahun 2007 terus

mengalami peningkatan maupun penurunan.

a. Budidaya Opium di Laos Tahun 2009

Di tahun 2009, Survei dilakukan untuk menemukan sejumlah data dan

informasi mengenai budidaya opium di Laos. Sejak tahun 2005 survei untuk

menemukan budidaya opium dilakukan melalui udara dengan menggunakan

helikopter. Pada tahun 2009 survei dilakukan di 6 provinsi di bagian utara Laos

(Phongsaly, Luang Namtha, Oudomxay, Luang Prabang, Huaphanh dan Xaien

Khoung). Keenam provinsi ini merupakan lokasi dimana budidaya opium telah

terjadi dan kemungkinan untuk menemukan lahan budidaya opium masih relatif

tinggi. 43

Budidaya opium ditemukan di empat provinsi dari enam provinsi yang

disurvei. Lahan budidaya ditemukan disejumlah daerah didekat pedesaan,

utamanya daerah terisolasi dan terpencil. Sementara itu, jumlah lahan yang

digunakan untuk membudidayakan opium di tahun 2009 mencapai angka

perkiraan 1900 hektar (90% confidence interval antara 1,100 hektarsampai 2,700

hektar). Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya di

2008 yang berjumlah sekitar 1,600 hektar (90% confidence intervalantara 600

hektarsampai 2,700 hektar) seperti yang terlihat pada tabel 3.1 dibawah.

43
UNODC. 2009. Opium Poppy Cultivation in South-East Asia: Lao PDR Opium Survey 2009

49
Tabel 3.1 Survei Opium Laos tahun 2009 (Komparasi tahun 2008)

Persentase
2008 2009 perubahan dari
2008 ke 2009
Lahan Budidaya 1,600 ha (600 ha 1,900 ha (1,100 ha
+19%
Opium* sampai 2,700 ha) sampai 2,700 ha)
Pemberantasan
575 ha 651 ha +13%
lahan budidaya
Ket : *rentang jarak mengacu pada 90% confidence intervaldari estimasi.

Sumber: Data diolah berdasarkan data Lao PDR opium survey berdasarkan survei the Government
of Lao PDRandUNODC.

Tabel 3.1 diatas juga menunjukkan angka lahan budidaya opium yang

berhasil diberantas di tahun 2009. Jumlah luas lahan budidaya yang berhasil

diberantas juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan

terjadi sebesar 13% dari jumlah 575 hektar di tahun 2008 meningkat menjadi 651

hektar di tahun 2009.Jumlah lahan yang berhasil diberantas bukan merupakan

hasil survei melainkan berdasarkan pada data dari pemerintah Laos.

Berdasarkan laporan pemerintah Laos, pemberantasan dilakukan pada 651

hektar lahan (selama atau setelah survei udara melalui helikopter). Dalam

sebagian besar kasus, pemberantasan terjadi ketika panen opium sudah

berlangsung. Wilayah pemberantasan lahan budidaya opium terbesar pada tahun

ini berada di Huanphan dengan jumlah 191 hektar, (atau 29% dari total

pemberantasan), Phonsaly dengan jumlah 157 hektar dan Luang Prabang dengan

jumlah 87 hektar.

Berdasarkan survei di tahun 2009 juga ditemukan tren baru dalam

budidaya opium.Pada tahun tersebut mayoritas lahan masih terletak di daerah

terpencil untuk menghindari pemberantasan. Meskipun demikian, terdapat

50
beberapa lahan budidaya yang semakin dekat ke desa-desa. Sementara lahan yang

jauh dari desa-desa, terletak di tempat yang agak tersembunyi dengan baik, di

dalam hutan dalam atau di sisi pegunungan terpencil di mana tidak ada akses jalan

dan hanya dapat terlihatmelalui jalur udara.

Selain itu, Petani melakukan budidaya di lahan yang lebih besar dari

sebelumnya, di wilayah yang lebih baik dan dengan perubahan teknik penanaman.

Beberapa lahan opium ditemukan di dekat sungai dan daerah aliran air yang

memudahkan penyiraman lahan manual. Tidak diamati adanya sistem irigasi.

Survei juga menemukan multi-staged cropping (menanam tanaman yang sama

pada interval waktu yang berbeda di lahan yang sama). Hal ini dilakukan untuk

menyiasati pemberantasan menyeluruh dari hasil panen, karena tim

pemberantasan hampir tidak pernah kembali ke lahan yang sama di tahun yang

sama. 44

b. Budidaya Opium di Laos Tahun 2010

Pada tahun 2010, juga dilakukan survei untuk menemukan aktivitas

budidaya opium di Laos. Namun, pada tahun 2010 survei terkonsentrasi terutama

di empat provinsi. Observasi menunjukkan bahwa budidaya opium diintensifkan

di dua provinsi, yaitu Phonsaly dan Huanphan. Sementara budidaya di provinsi

lain yakni Luang Namtha, Oudomxay, Luang Prabang dan Xieng Khouang lebih

dibatasi. Pada Tahun 2010 sebagian besar lahan opium ditemukan jauh dari desa-

desa dan berada ditempat terpencil di lereng hutan. Meskipun demikian, beberapa

44
UNODC. 2009. Opium Poppy Cultivation in South-East Asia: Lao PDR Opium Survey 2009

51
budidaya opium juga bisa terlihat lebih dekat ke desa-desa dan meliputi daerah

yang luas di sekitar desa. 45

Seperti halnya di tahun 2009, budidaya opium di Laos pada tahun 2010 juga

mengalami peningkatan. Peningkatan terlihat dari jumlah lahan yang digunakan

untuk membudidayakan opium yang bertambah dari tahun sebelumnya.

Sementara untuk pemberantasan lahan mengalami penurunan jumlah dari tahun

sebelumnya. Hal ini mengacu berdasarkan hasil survei mengenai budidaya opium

yang kembali dilakukan di tahun 2010. Hasil survei yang dilakukan mengenai

lahan budidaya opium di Laos tahun 2010 dijabarkan pada tabel 3.2 dibawah.

Tabel 3.2 Survei Opium Laos tahun 2010 (Komparasi tahun 2009)

Persentase
2009 2010 perubahan dari
2009 ke 2010
1,900 ha (1,100 3,000 ha (1900
Lahan Budidaya
ha sampai 2,700 ha sampai 4,000 +58%
Opium*
ha) ha )
Pemberantasan
651 ha 579 ha -11%
lahan budidaya
Ket : *rentang jarak mengacu pada 90% confidence intervaldari estimasi.

Sumber: Data diolah berdasarkan data Lao PDR opium survey berdasarkan survei the Government
of Lao PDRandUNODC.

Berdasarkan tabel 3.2 diatas terlihat jumlah lahan budidaya opium di Laos

pada tahun 2010 mengalami peningkatan sekitar 58% dari tahun 2009. Tahun

2010 jumlah lahan opium sekitar 3,000 hektar, bertambah sekitar 1100 hektar dari

jumlah sekitar 1900 hektar di tahun 2009. Hal ini berbanding terbalik dengan

45
UNODC. 2010. South-East Asia Opium survey 2010: Lao PDR Opium Survey 2010

52
jumlah lahan yang berhasil diberantas yang mengalami penurunan dari angka 651

hektar di tahun 2009 menjadi hanya 579 hektar di tahun 2010.Lahan budidaya

terbesar yang diberantas berada di Phonsaly yakni 177 hektar (31% dari total

lahan yang diberantas pada tahun tersebut), Huanphan dengan jumlah 119

hektardan Luang Namtha 75 hektar.

c. Budidaya Opium di Laos Tahun 2011

Pada tahun 2011, Survei melalui udara yang dilakukan mengambil tempat di

4 provinsi yang dianggap sebagai daerah potensial untuk membudidayakan

opium. Hal ini berdasarkan pada hasil survei tahun sebelumnya dan laporan dari

pemerintahan Laos dan merujuk pada proyek UNODC. Hasil survei

mengungkapkan adanya budidaya opium poppy di empat provinsi di Laos

tersebut, yaitu Phongsaly, Luangnamtha, Houaphan dan Xieng Khouang.

Meskipun data dari Pemerintah Laos juga menunjukkan bahwa provinsi utara

lainnya juga terdapat beberapa budidaya opium terutama di bagian utara


46
Oudomxay.

Aktivitas budidaya opium di Laos pada tahun 2011 berdasarkan survei yang

dilakukan menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya. Meskipun demikian,

jumlah peningkatan tidak sebesar peningkatan yang terjadi dari tahun 2009 ke

tahun 2010. Jumlah lahan budidaya opium di Laos berdasarkan pada 4 provinsi

yang di survei pada tahun 2011 mencapai sekitar 4,100 hektar (2,500 sampai

6,000) meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah sekitar 3,000 hektar

46
UNODC. 2011. South-East Asia Opium survey 2011: Lao PDR Opium Survey 2011

53
(1900 sampai 4,000 ). Bila dipersentasekan, peningkatan dari tahun 2010 ke

tahun 2011 adalah sebesar 38%.

Sementara itu, upaya pemberantasan yang dilakukan terbilang masih sulit

utamanya di beberapa daerah seperti diPhongsaly dan Houaphan. Sulitnya

pemberantasan disebabkan karena kebanyakan lahan terletak di hutan lebat.

Survei juga menunjukkan bahwa seperti tahun-tahun sebelumnya, budidaya

opium multi-staged cropping (menanam tanaman yang sama pada interval waktu

yang berbeda di bidang yang sama) ditemukan. Hal ini biasanya dilakukan untuk

menghindari pemberantasan seluruh panen.Jumlah lahan budidaya opium dan

jumlah lahan yang berhasil di berantas tergambar pada tabel 3.3 di bawah.

Tabel 3.3 Survei Opium Laos tahun 2011

Persentase
2010 2011 perubahan dari
2010 ke 2011
Lahan Budidaya 3,000 ha (1900 4,100 ha (2,500
+38%
Opium sampai 4,000 ) ha sampai 6,000) ha
Pemberantasan
579 ha 662 ha +16%
lahan budidaya
Ket : *rentang jarak mengacu pada 95% confidence intervaldari estimasi

Sumber: Data diolah berdasarkan data Lao PDR opium survey berdasarkan survei the Government
of Lao PDRandUNODC.

Berdasarkan tabel 3.3 diketahui bahwa angka lahan yang berhasil di

berantas pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya.

Jumlah peningkatan terjadi sebesar 16% yakni 579 hektar di tahun 2010

meningkat jumlahnya menjadi 662 hektar di tahun 2011. Jumlah lahan terbesar

diberantas berada di provinsi Houaphan yakni sekitar 261 hektar (39% dari total

54
pemberantasan), diikuti oleh Phongsaly sekitar 110 hektar dan Oudomxay sekitar

109 hektar. Sebagian besar budidaya opium terkonsentrasi di daerah terpencil

yang mempersulit kerja tim pemberantasan untuk mencapai dan menghancurkan

ladang

d. Budidaya Opium di Laos Tahun 2012

Pada tahun 2012, survei kembali dilakukan oleh UNODC bekerjasama

dengan pemerintah Laos. pada tahun ini,provinsi yang menjadi lokasi survei

bertambah kembali menjadi enam provinsi setelah di dua tahun sebelumnya survei

hanya dilakukan di empat provinsi. Provinsi yang menjadi lokasi survei meliputi

Phongsali, Houaphan, Louang Namtha, Xiangkhoang, Louangphrabang dan

Oudomxai.Survei tahun 2012 menunjukkan adanya budidaya opium di empat dari

enam provinsi di Laos, yaitu Phongsali, Louang Namtha, Houaphan dan

Louangphrabang. Sementara dari survei yang dilakukan di provinsi Oudomxai

dan Xiangkhoang tidak ada budidaya opium yang ditemukan.

Berdasarkan pada hasil survey yang dilakukan di tahun 2012 diketahui

bahwa total luas area di bawah budidaya opium pada tahun 2012 diperkirakan

berjumlah 6.800 hektar. Jumlah ini kembali menunjukkan adanya peningkatan

aktivitas budidaya opium dari tahun sebelumnya yang berjumlah sekitar 4.100

hektar.Peningkatan tersebut merupakan peningkatan tertinggi jika di bandingkan

dengan peningkatan tiap tahunnya sejak tahun 2009 bila dipersentasekan, dengan

jumlah mencapai sekitar 66%.

55
Tabel 3.4 Survei Opium Laos tahun 2012

Persentase
2011 2012 perubahan dari
2011 ke 2012
6, 800 ha
Lahan Budidaya 4,100 ha (2,500
(3,100 sampai +66%
Opium sampai 6,000)
11,500)
Pemberantasan
662 ha 707 ha +7%
lahan budidaya
Ket : *rentang jarak mengacu pada 95% confidence intervaldari estimasi

Sumber: Data diolah berdasarkan data Lao PDR opium survey berdasarkan survei the Government
of Lao PDRandUNODC.

Sementara itu, pada tahun 2012 jumlah pemberantasan yang berhasil

dilakukan berdasarkan tabel 3.4 diatas menunjukkan peningkatan sebesar 7%.

Jumlah lahan yang berhasil diberantas adalah sekitar 707 hektar. Menurut laporan

pemerintah, pemberantasan berlangsung pada 707 hektar selama atau setelah

survei helikopter, dalam banyak kasus pada saat panen opium sudah berlangsung.

Kebanyakan pemberantasan dilakukan di dua provinsiyakni di provinsi Phongsali

(245 hektar) dan Houaphan (225 hektar). Budidaya opium yang sebagian besar

terkonsentrasi di daerah terpencil berdampakpada pemberantasanyang tidak

maksimal karena sulitnya mencapai dan menghancurkan lokasi lahan opium. 47

e. Budidaya opium di Laos tahun 2013

Pada tahun 2013, masih terdapat aktivitas budidaya opium di Laos. Hal ini

berdasar pada hasil survei yang dilakukan kembali oleh UNODC seperti pada

tahun-tahun sebelumnya. Hasil survei menunjukkan masih adanya aktivitas

budidaya opium di beberapa tempat di Laos yang mengacu pada penemuan

47
UNODC. 2012. South-East Asia Opium survey 2012: Lao PDR Opium Survey 2012

56
sejumlah lahan yang digunakan untuk membudidayakan opium.Seperti survei

yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2013 survei juga

dilakukan melalui pantauan udara. Namun angka lahan budidaya opium yang

menunjukkan peningkatan tiap tahunnya membuat survei menjadi lebih rumit.

Oleh karena itu, pada tahun 2012 dan tahun 2013 survei juga memanfaatkan

gambar dari satelit sebagai data tambahan dalam survei yang dilakukan.

Tabel 3.5 Survei Opium Laos tahun 2013

Persentase
2012 2013 perubahan dari
2012 ke 2013
Lahan Budidaya 6, 800 ha (3,100 3,900 ha (1,900 Tidak dapat
Opium sampai 11,500) sampai 5,800) diperbandingkan
Pemberantasan
707 ha 397 ha -56%
lahan budidaya
Ket : *rentang jarak mengacu pada 95% confidence intervaldari estimasi

Sumber: Data diolah berdasarkan data Lao PDR opium survey berdasarkan survei the Government
of Lao PDRandUNODC.

Berdasarkan pada tabel 3.5 diatas, diketahui jumlah lahan budidaya opium

di Laos menunjukkan jumlah yang lebih sedikit dibanding tahun 2012. Meskipun

demikian, jumlah lahan budidaya pada tahun 2012 dan tahun 2013 tidak dapat

diperbandingkan serta tidak dapat dikatakan mengalami penurunan. Hal ini

disebabkan dua faktor yakni:48

i. Pada tahun 2013, banyak lahan budidaya opium yang diambilmenggunakan

citra satelit resolusi tinggi sedangkan pada tahun 2012 hanya diberlakukan

untuk beberapa daerah saja.

48
UNODC. 2013. Southeast Asia Opium survey 2013: Lao PDR Opium Survey 2013

57
ii. Pada tahun 2013, survei dilaksanakan lebih lambat dari tahun 2012 dan

kemungkinan melewatkan beberapa ladang opium yang telah dipanen.

Sehingga besar kemungkinan jumlah lahan sebenarnya di tahun 2013 pada

provinsi yang di survei berbeda dengan jumlah lahan yang ditemukan

setelah survei.

Jumlah lahan yang digunakan untuk membudidayakan opium di Laos

berdasarkan hasil survei mencapai angka sekitar 3,900 hektar. Jumlah tersebut

diperoleh dari survei yang dilakukan pada enam provinsi, dimana dari enam

provinsi yang disurvei aktivitas budidaya opium ditemukan di tiga provinsi yakni

di provinsi Phongsali, Xiangkhoang dan Houaphan. Sementara itu, di tiga provinsi

lainnya yakni di provinsi Oudomxai, Louang Namtha dan provinsi

Louangphrabang, tidak adanya budidaya opium pada lokasi yang disurvei.

Untuk jumlah pemberantasan lahan opium di tahun 2013 menunjukkan

penurunan dibandingkan pada tahun 2012 sebanyak 56%. Jumlah lahan budidaya

yang diberantas pada tahun 2013 berjumlah 397 hektar, berkurang 310 hektar dari

jumlah yang berhasil diberantas pada tahun 2012. Provinsi dengan jumlah lahan

terbesar yang berhasil diberantas berada di Houaphan (202 hektar) dan Phongsali

(108 hektar). Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemberantasan lahan mengalami

kendala akibat sulitnya menjangkau sebagian besar lahan yang berada di lokasi

terpencil. Selain itu, budidaya opium kebanyakan menggunakan sistem multi-

staged cropping (menanam tanaman yang sama pada interval waktu yang berbeda

di bidang yang sama) untuk menghindari pemberantasan opium. 49

49
UNODC. 2013. Southeast Asia Opium survey 2013: Lao PDR Opium Survey 2013

58
Gambar 3.2 Hasil Survei Budidaya Opium di Laos 2009-2013

8,000
6,800
7,000
6,000
5,000 4,100 3,900
4,000
3,000
3,000
1,900
2,000
651 579 662 707 397
1,000
0
2009 2010 2011 2012 2013
Lahan Budidaya Pemberantasan Lahan

Sumber: Data diolah berdasarkan survei yang dilakukan UNODC bekerjasama dengan
pemerintahan Laos pada tahun 2009-2013.

Berdasarkan pada survei UNODC tahun 2009-2013 menunjukkan aktivitas

budidaya opium di Laos masih terus terjadi. Bahkan survei menunjukkan bahwa

terdapat kecenderungan aktivitas budidaya opium yang terus meningkat tiap

tahunnya kecuali pada tahun 2013 (dengan catatan pada tahun 2013, ada

kemungkinan jumlah lahan lebih besar dari yang tercatat dalam survei

dikarenakan survei dilakukan terlambat). Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun

2012 yang mencapai jumlah sekitar 6.800 lahan budidaya opium berdasarkan

survei di 6 provinsi. Fakta lain menunjukkan pemberantasan lahan budidaya

opium tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi budidaya

opium di Laos. Hal ini dikarenakan jumlah lahan yang berhasil diberantas tidak

sebanding dengan banyaknya Lahan budidaya opium di Laos.

Budidaya opium di Laos tidak terlepas dari kondisi pasar opium dalam

menyikapi kebutuhan opium utama pasar lokal. Meskipun demikian, pemenuhan

59
kebutuhan opium tidak hanya diperlukan oleh pasar lokal tetapi juga bagi pasar

internasional. Laos menjadi bagian penting di Asia tenggara dalam peredaran

opium di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, dua-pertiga opium bersumber dari

Myanmar dan Laos, sedangkan sisanya berasal dari Afghanistan 50. Pemenuhan

kebutuhan opium baik itu untuk pasar internasional maupun bagi pasar lokal

mendorong tingginya harga untuk opium. Permintaan pasar yang berdampak pada

harga opium yang tinggi ini kemudian menarik masyarakat untuk

membudidayakan opium. Terlebih bagi masyarakat yang tidak memiliki opsi lain

sebagai mata pencaharian guna memenuhi kebutuhan hidup.

Laporan hasil survei UNODC menunjukkan tingginya harga opium di Laos.

Tingginya harga opium ini berbeda di masing-masing daerah. Perbedaan harga ini

bergantung pada kondisi dan kelangkaan opium di daerah tersebut. Untuk kisaran

rata-rata harga opium dalam rentang waktu 2009-2013 di Laos dijelaskan dalam

tabel berikut.

Tabel 3.6 Rata-rata Harga Opium di Laos

Rata-rata harga retil opium Perbandingan tahun


Tahun
(US $) sebelumnya
2009 US$ 1,327 (350 sampai 2,440)
2010 US$ 1,670 (580 sampai 2,700) +26%
2011 US$ 1,640 (810 sampai2,600) -2%
2012 US$ 1,800 (720 sampai2,900) +10%
2013 US$ 1,840 (720 sampai 3,010) 2%

Sumber:Data diolah darisurvei yang dilakukan UNODC berdasarkan laporan pemerintahan Laos
pada tahun 2009-2013.

50
UNODC. 2014. Southeast Asia Opium Survey 2014

60
Harga opium diatas diperoleh berdasarkan laporan pemerintah Laos dengan

mengumpulkan harga opium di tingkat provinsi. Sementara harga opium di

tingkat petani sulit dilakukan dikarenakan sulitnya akses ke daerah-daerah yang

digunakan untuk membudidayakan opium. Harga opium di Laos berdasarkan

tabel di atas menunjukkan fluktuasi, hal ini bergantung pada kondisi antara

permintaan opium dengan ketersediaan opium.

3. Upaya Mengontrol Budidaya Opium di Laos

Permasalahan budidaya opium yang terjadi di Laos pada dasarnya telah

menarik perhatian besar dunia internasional maupun pemerintah Laosdalam

lingkup nasional. Dalam upayanya mengatasi budidaya opium di negaranya,

pemerintah Laos bertindak serius dan menempatkan prioritas tinggi pada

pencegahan dan pencarian solusi mengenai masalah obat-obatan terlarang di

Laos.Selain itu, keinginan dan komitmen politik untuk memerangi keberadaan

obat-obatan terlarangtergambarkan melalui perkembangan kebijakan, strategi dan

program untuk memenuhi tantangan terhadap perubahan situasi obat-obatan

terlarang di negaranya. Sejumlah kebijakan diterapkan oleh pemerintah Laos

untuk mengatasi permasalahan ini.

Hingga tahun 2013, pemerintah Laos telah melakukan sejumlah upaya

untuk memerangi aktivitas menyangkut drugs trafficking dinegaranya. Upaya

yang dilakukan mulai hal-hal yang terkait legislasi hingga menjalin kerjasama

dengan sejumlah pihak seperti negara lain maupun organisasi internasional.

Upaya-upaya yang dilakukan berdasarkan laporan perkembangan situasi terkait

obat-obatan terlarang di Laos yang disampaikan dalam The Tenth Meeting of the

61
AIPA Fact-Finding Committee (AIFOCOM) to Combat the Drug Menace, Bandar

Seri Begawan, Brunei Darussalam pada tahun 2013, antara lain:

1. Penerapan kebijakan dan strategi nasional untuk mengontrol obat-obatan

terlarang di bawah dukungan keuangan dan teknis dari UNODC yang

meliputi The First National Drug Control Programme (1994-2000), The

Second National Drug Control Programme (2001-2006), The third National

Drug Control Programme (2006-2009) dan The National Drug Control

Master Plan (2009-2013).Penerapan The National Drug Control Master Plan

tidak hanya ditujukan untuk kebutuhan pengeliminasian budidaya opium,

tetapi juga untuk menjamin ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

bagi mantan petani opium. Upaya ini guna menghindari kembalinya mantan

petani opium dalam membudidayakan opium.

2. Pelaksanaan proyek pembangunan untuk membantu keluarga dari berbagai

kelompok etnis di daerah pegunungan sebelah utara untuk menghentikan

aktivitas budidaya opium dan mengambil mata pencaharian alternatif.

3. Secara efektif melakukan kontrol terhadap ancaman obat-obatan

terlarang.Terdapat kebutuhan mendesak bagi pemerintah Laos untuk fokus

pada program pengendalian obat-obatan terlarang serta untuk meningkatkan

koleksi data dan laporan secara berkala terkait informasi mengenai obat-

obatan terlarang.

4. Majelis nasional Laosmelakukan upaya besar untuk bekerjasama erat dengan

otoritas yang berwenang untuk mendukung dan memantau pelaksanaan

rencana induk nasional (Master Plan). Selama the fourth ordinary session of

62
the 7th legislature tahun 2012,Aturan terkait obat-obatanterlarang

diamandemen guna memberikan kerangka hukum untuk mengendalikan obat-

obatan terlarang dan kejahatan yang berkaitan dengan obat-obatan terlarang.

Aturan tersebut menentukan tanggung jawab secara spesifik untuk berbagai

sektor pemerintahan, masyarakat, keluarga, individu, dan masyarakat secara

luas.

5. Meratifikasi konvensi internasional yang berkaitan dengan obat-obatan

terlarangyakni Single Convention on Narcotic Drugs 1961 (diratifikasi tahun

1973), convention on Psychotropic substances 1971 (diratifikasi tahun 1977),

convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic

Substances 1988 (diratifikasi tahun 2004), danThe 1972 protocol Amending

the 1961 Single Convention on Narcotic Drugs (diratifikasi tahun 2009).

6. Mengembangkan sejumlah kerjasama dan jaringan internasional. Keberadaan

obat-obatan terlarangmasih menjadi ancaman serius bagi tradisi dan

masyarakat Laos. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Laos

mengambil langkah mencari serta menjalin kerjasama dan jaringan

internasional maupun regional untuk memerangi ancaman terkait obat-obatan

terlarang. Laos telah menandatangani perjanjian bilateral dan multilateral

terkait kerjasama memerangi drugs trafficking dengan sejumlah negara

sahabat yaitu China, Kamboja, Kuba, India, Indonesia, Myanmar, Filipina,

Rusia, Thailand dan Vietnam dan bekerja sama dengan UNODC, UNAIDS,

WHO, UNDP, dan organisasi internasional lainnya. Di tingkat regional,

Pemerintah Laosberpegang pada ACCORD Plan melalui struktur ASEAN.

63
Laos juga mengambil bagiandalam MoU dan ASEAN Plan untuk memerangi

Kejahatan Transnasional dimana drugs trafficking termasuk didalamnya.

Sementara itu, kerjasama dengan negara-negara tetangga yakni Cina,

Vietnam, Thailand, Kamboja dan Myanmar diperkuat melalui pembentukan

lebih Border Liaison Officers (BLO) di sepanjang garis perbatasan dan

meningkatkan patroli di sepanjang Sungai Mekong. Upaya ini terbukti lebih

efektif hasilnya.

7. Dalam rangka untuk berbagi dan belajar bersama-sama dengan mitra

kerjasama internasional lainnya, Laos berpartisipasi dalam sejumlah

pertemuan internasional yang berkaitan dengan upaya memerangi ancaman

obat-obatan terlarang.

Sementara itu, UNODC sebagai organisasi internasional yang bekerjasama

dengan pemerintah Laos, cukup memegang peranan penting dalam mengontrol

budidaya opium di Laos. Peranan terlihat dari bantuan yang diberikan UNODC

kepada pemerintah Laos pada rencana dan strategi nasional(master plan)terkait

upaya mengontrol budidaya opium di Laos. Master plan terbaru yakni The

National Drug Control Master Plan (2009-2013) ditujukan untuk peningkatan

dan proliferasi produksi, perdagangan, penyalahgunaan serta kegiatan kriminal

terkait obat-obatan terlarang di Laos.

Master plan menanggapi risiko tinggi kegiatan tersebutterhadap tatanan

sosial dan stabilitas nasional melalui strategi yang komprehensif. Master plan

baru akan memfasilitasi pelaksanaan the National Drug Law yang disahkan oleh

Majelis Nasional pada tanggal 25 Desember 2007, dan diumumkan oleh Presiden

64
Laos pada 14 Januari 2008. Pelaksanaan master plan ini dibawah koordinasi The

Lao National Commission for Drug Control and Supervision (LCDC) melalui

mandat yang diperluas berdasarkan the National Drug Law tahun 2007. 51

Penerapan the National Drug Lawmelalui The National Drug Control

Master Plan (2009-2013) terdiri dari strategi sembilan komponen, dimana tiga

diantaranya adalah cross-cutting.Adapun ke sembilan komponen ini antara

lainTrend Analysis and Risk Assessment, Alternative Development and Poverty

Reduction, Drug Demand Reduction and HIV Prevention, Civic Awareness and

Community Mobilization, Law Enforcement,Criminal Justice and the Rule of Law,

Chemical Precursor Control and Forensics Capacity, International Cooperation

(cross-cutting), Institutional Capacity Building (cross-cutting).Ke sembilan

komponen ini merupakan strategi dalam mengatasi permasalahan drugs

trafficking di Laos. Di antara ke sembilan komponen strategi ini terdapat beberapa

komponen strategi yang dapat berdampak pada aktivitas budidaya opium, baik

berdampak secara langsung maupun tidak langsung.

Trend Analysis and Risk Assessment, strategi ini bertujuan untuk memantau

produksi, konsumsi, dan perdagangan obat-obatan dalam rangka untuk

mengembangkan strategi kebijakan dan program pengendalian obat-obatan

terlarang yang efektif.Bentuk kegiatan berdasarkan yang tercantum dalam

theNational Drug Control Master planmeliputi Pemberian pelatihan teknik

investigasi dan pengumpulan data, khususnya di tingkat provinsi dan desa. Serta

peningkatan fasilitas untuk mengelola jaringan pengumpulan data.

51
UNODC. 2009. National Drug Control Master Plan 2009-2013: A Five Year Strategy to Address
the Illicit Drug Control Problem in the Lao PDR.

65
Alternative Development and Poverty Reduction, strategi ini bertujuan untuk

meniadakan kebutuhan sosio-ekonomi masyarakat untuk menghasilkan opium dan

memenuhi kebutuhan khusus dari masyarakat yang terlibat. Strategi ini didasarkan

pada kebutuhan dari masyarakat mantan petani dan pengkonsumsi tanaman obat-

obatan terlarang (terutama opium). Alternatif pembangunan juga termasuk

pengambilan tindakan pencegahan yang diperlukan. Laos berencana untuk

memberikan dukungan yang cukup pada periode kritis setelah pengeleminasian

opium ketika bantuan harus disediakan untuk membuat pengeleminasian

berkelanjutan.

Pada saat yang sama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus dari

masyarakat yang terkena dampak. Bentuk kegiatan berdasarkan yang tercantum

dalam theNational Drug Control Master planmeliputipembangunan program AD

nasional yang komprehensif dengan pusat-pusat implementasi yang kuat,

mengembangkan dana pembangunan alternatif untuk memberikan kredit untuk

mata pencaharian alternatif dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat mantan

petani opium,staf pusat-pusat dengan spesialis di bidang tertentu, seperti kredit

mikro, peningkatan pendapatan, dan terapi obat.

Drug Demand Reduction and HIV Prevention, strategi ini lebih

menitikberatkan pada upaya pengurangan penyalahgunaan dan ketergantungan

terhadap obat-obatan terlarang, penyebaran HIV/AIDS, dampak kerugian yang

diterima oleh masyarakat karena kedua hal tersebut. Namun secara tidak

langsung, strategi dapat pula berdampak pada aktivitas budidaya opium di Laos.

Dimana dalam strategi ini terdapat enam pendekatan yang digunakan, yang salah

66
satunya adalah melalui implementasi strategi yang ditujukan bagi pemenuhan

kebutuhan bagi masyarakat yang telah lama bergantung pada opium. Strategi ini

ditujukan untuk memberikan sarana, prasarana, dan informasi yang menunjang

bagi masyarakat untuk lebih mengetahui tentang hal-hal terkait obat-obatan

terlarang. Serta untuk menyediakan kebutuhan serta pelayanan pengobatan bagi

masyarakat yang menggunakan obat-obatan terlarang termasuk bagi masyarakat

yang kecanduan opium.

Seperti yang diketahui bahwa selain untuk diperdagangkan, sebagian

masyarakat juga membudidayakan opium untuk dikonsumsi sendiri. Sehingga

melalui strategi ini diharapkan dapat berdampak pada berkurangnya kecanduan

dan penggunaan obat-obatan terlarang di masyarakat termasuk opium hingga

dapat berdampak pada pengurangan jumlah permintaan terhadap opium yang pada

akhirnya secara tidak langsung dapat mempengaruhi aktivitas budidaya opium.

Civic awareness and community mobilization, strategi ini ditujukan untuk

memobilisasi semua sektor dari masyarakat Laos untuk membangun budaya anti-

obat-obatan terlarang berdasarkan pemahaman yang lebih baik dari bahaya yang

terkait dengan narkoba. Dengan semakin luasnya ancaman penggunaan narkoba

yang muncul di Laos, Pemerintah akan meningkatkan kesadaran masyarakat

melalui pendidikan, kampanye, dan peningkatan beragam kegiatan pemuda.

Pengetahuan penuh tentang sifat dan dampak obat-obatan terlarang akan diberikan

kepada kaum muda untuk menjaga mereka dari keinginan untuk memulai.

Pengetahuan, pengembangan olahraga, peningkatan pendapatan, dan kegiatan

67
yang bersifat entertain akan menarik pemuda untuk kegiatan produktif yang tidak

berhubungan dengan obat-obatan terlarang.

Bentuk kegiatan berdasarkan yang tercantum dalam the National Drug

Control Master plan meliputi penargetan populasi yang beresiko tinggi secara

spesifik dengan dibuatnya pendekatan peningkatan kesadaran. melibatkan

organisasi massa, LSM, dan organisasi lainnya yang memiliki akses ke pengguna

narkoba. Serta menggunakan metode adat dan teater tradisional yang sesuai, dan

melaksanakan kegiatan, seperti kompetisi olahraga dan kontes, untuk

mempublikasikan alasan untuk menghindari obat-obatan terlarang. Melalui

pemberian informasi dan pembangunan kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan

oleh obat-obatan terlarang termasuk opium, diharapkan masyarakat dapat

menghindari segala aktivitas yang berhubungan dengan obat-obatan terlarang

termasuk membudidayakan opium dan beralih ke kegiatan yang bersifat produktif

bagi masyarakat. Hingga secara tidak langsung berdampak pada menurunnya

aktivitas budidaya opium.

International Cooperation (cross-cutting), dimana melalui strategi ini

pemerintah Laos bekerja sama dengan negara-negara lain di tingkat global dan

regional dalam melawan obat-obatan terlarang. Laos telah meratifikasi konvensi

PBB dan perjanjian anti-obat-obatan terlarang lainnya, semua sebagai bagian dari

pekerjaan untuk mengontrol penggunaan narkoba di Laos. Laos juga telah

melibatkan berbagai mitra dalam semua aspek pengendalian obat-obatan

terlarang, termasuk organisasi massa, LSM, dan perusahaan swasta.

68
Tujuan dari strategi ini adalah memperluas kemitraan dimana Laosyang

ditujukan terkait masalah obat-obatan terlarang dan pengontrolan terhadap

perdagangan transnasional zat terlarang dan berbagi praktik terbaik. Bentuk

kegiatan berdasarkan yang tercantum dalam the National Drug Control Master

plan meliputi upaya mendukung kemampuan pemerintah untuk meratifikasi dan

mematuhi konvensi anti obat-obatan terlarang PBB, dan konvensi internasional

terkait lainnya, perjanjian dan kesepakatan internasional. Mendukung upaya

pengendalian obat-obatan terlarang ACCORD dan ASEAN. Serta berpartisipasi

dalam kerjasama bilateral, trilateral, multilateral serta kemitraan anti-narkoba

lainnya.

Institutional capacity building (cross-cutting), strategi yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan dan kapasitas lembaga terkait obat-obatan terlarang.

Cakupan LCDC telah ditingkatkan dan diperluas agar dapat mengawasi program

pengontrolan obat-obatan terlarang dalam master plan. Dengan LCDC sebagai

titik fokus, Pemerintah Lao bertujuan untuk meningkatkan kapasitas semua aspek

dari program pengontrolan obat-obatan terlarang nasional. Strategi ini bertujuan

menyediakan peningkatan kapasitas Laos sehingga National Drug Control Master

plan dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Bentuk kegiatan berdasarkan

yang tercantum dalam the National Drug Control Master plan meliputi pelatihan

staf LCDC dan instansi terkait untuk tugas-tugas tertentu, seperti dalam

penegakan hukum, forensik, pengobatan, analisis statistik dan bidang terkait

lainnya.

69
Untuk mewujudkan komponen strategi yang terdapat dalam master plan,

dipetakan 3 bidang tematik ke dalam The Country Programme Framework (CPF)

yakni Rule of law, Policy and trend analysis, Health and Development

(Prevention, treatment and reintegration, and alternative development). CPF ini

merupakan turunan dari strategi jangka menengah UNODC untuk 2008-2011

serta sembilan pilar strategi yang diidentifikasi di bawah the National Drug

Control Master Plan (NDCMP) 2009-2013. Tujuan strategis di Laos juga telah

diidentifikasi dan dirumuskan sejalan dengan Program Regional untuk Asia

Tenggara dan Pasifik (2009-2012) dan mencakup tiga bidang tematik tertentu ini.

Di dalam ke tiga bidang ini tercakup 5 program utama yang akan

mendukung dan membantu upaya pemerintah Laos dalam memerangi obat-obatan

terlarang,yang juga menjadi fokus bagi strategi UNODC dalam membantu

pemerintah Laos dalam mengatasi persoalan terkait obat-obatan terlarang. Ke lima

program yakni illicit trafficking, criminal justice, trend analysis and risk

assessment,alternative development/sustainable livelihoods, drug demand

reduction/HIV/AIDS. Tiga di antaranya berkaitan dengan upaya dalam mengontrol

budidaya opium di Laos, antara lain:

1. Trend Analysis and Risk Assessment

Program ini penting dalam membantu upaya mengontrol budidaya opium

di Laos. Data merupakan hal yang diperlukan dalam mengkaji dan

merumuskan kebijakan yang tepat. Tidak hanya itu, data juga sebagai bahan

untuk mengukur ketercapaian dalam mengatasi permasalahan budidaya opium

di Laos. Data digunakan untuk mengukur kesenjangan untuk merubah

70
kebijakan dan strategi. Oleh karenanya diperlukan adanya kapasitas dan

kemampuan yang memadai dalam mengumpulkan data untuk mendapatkan

data yang akurat, sistematis dan memadai.

Program ini berkaitan dengan poin pertama dari ke sembilan strategi di

master plan. Bentuk kegiatan ini melalui pemberian pelatihan dalam

pengumpulan data dan hal lainnya yang berkaitan. Hasil yang diharapkan

melalui program ini berkaitan dengan illicit crop monitoring and

assessmentdimana budidaya tanaman terlarang dan penggunaan lahan setiap

tahun dapat dipantau, diverifikasi dan dilaporkan.

2. Alternative Development and Sustainable Livelihoods

UNODC mendukung upaya Pemerintah secara keseluruhan untuk

memastikan pemberantasan opium terus berlanjut. Salah satu bentuknya

dengan mendukungpembangunan alternatif nasional dan pengembangan mata

pencaharian alternatif yang berkelanjutan. Hal ini tidak hanya ditujukan untuk

mantan petani dan petani opium, tetapi juga bagi masyarakat rentan lainnya.

implementasi dari strategi ini diwujudkan dalam sejumlah proyek seperti

PALAFS project, PADF project, HADP project, Increasing food security and

promoting licit crop production and small farmer enterprise development in

the Lao PDR project, A balanced approach to opium elimination in Lao PDR:

programme facilitation Unit, Social and economic rehabilitation of former

opium poppy groing communities in oudomxay province project, dan The

global partner ship on alternative development.

71
3. Drug Demand Reduction

Program ini ditujukan bagi pengurangan permintaan obat-obatan

terlarang melalui sejumlah program pencegahan serta bantuan layanan

kesehatan bagi masyarakat yang mengalami kecanduan. Diharapkan melalui

program ini, angka penggunaan obat-obatan terlarang dapat berkurang begitu

juga dengan dampak yang ditimbulkannya. Jika permintaan terhadap obat-

obatan terlarang berkurang maka dapat berdampak pada harga pasar yang juga

berdampak pada aktivitas budidaya opium.

UNODC juga berperan dalam membantu peningkatan kualitas lembaga

pemerintahan. UNODC mendukung adanya penciptaan lembaga pemerintahan

Laos yang kuat melalui pemberian bantuan, panduan dan pelatihan teknis,

peningkatan kapasitas dan penguatan lembaga. Pelatihan diberikan kepada

lembaga pemerintahan di semua tingkat pemerintahan, mulai dari desa hingga

tingkat nasional.

72
BAB IV

PERANAN THE UNITED NATIONS OFFICE ON DRUGS AND CRIME

(UNODC) DALAM MENANGANI BUDIDAYA OPIUM DI LAOS

A. Tantangan UNODC Dalam penanganan Budidaya Opium di Laos

Selama kurung waktu 2009-2013, statistik menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan aktivitas budidaya (tergambar dalam lahan budidaya

yang meningkat). Kondisi ini seharusnya tidak terjadi karena dalam upayanya

menangani budidaya opium di Laos, UNODC tetap memiliki sejumlah peluang.

Peluang ini terlihat pada sejumlah kebijakan pemerintah Laos terkait upaya

mengatasi persoalan obat-obatan di Laos. Beberapa diantaranya ratifikasi

konvensi internasional, penandatanganan MoU, pembuatan, perubahan dan

penerapan undang-undang. Keseriusan pemerintah Laos dalam mengatasi

persoalan obat-obatan terlarang melalui sejumlah kebijakan di Laos membuka

jalan bagi UNODC dalam mengambil peran dalam upaya mengontrol budidaya

opium di Laos.

Pada tahun 2009-2013, kembali dirancang sebuah kebijakan, strategi dan

program nasional untuk mengontrol obat-obatan terlarang di Laos yakni

theNational Drug Control Master plan, ini adalah strategi dan program keempat

yang diterapkan di Laos. theNational Drug Control Master plan merupakan

implementasi dari the national drug law tahun 2008. Master plan ini dapat

mempermudah UNODC dalam keberadaannya sebagai mitra pemerintah Laos

untuk mengontrol budidaya opium di Laos.

73
The National Drug Masterplanmerupakan kebijakan yang menjadi salah

satu dasar terciptanya The Country Programme Framework (CPF) yang

merupakan pemetaan strategi bagi UNODC. The Country Programme Framework

(CPF) terdiri dari 3 aspek yakni Rule of law, Policy and trend analysis, Health

and Development. Pemetaan ini kemudian menghasilkan 5 program dimana 3

diantaranya berdampak besar pada upaya mengontrol budidaya opium di Laos.

program ini antara lain trend analysis and risk assessment, alternative

development/sustainable livelihoods, drug demand reduction/HIV/AIDS.

Selain ke tiga program strategi tersebut, upaya lain untuk mengotrol

budidaya opium di Laos dilakukan UNODC melalui pemberian bantuan kepada

lembaga pemerintahan untuk menciptakan kondisi kelembagaan yang kuat.

Melalui upaya inilah UNODC berpeluang untuk mengambil peranan besar dalam

upaya menangani budidaya opium di Laos. Dengan adanya master plan sebagai

jalur dan pedoman, UNODC dapat menjalankan sejumlah kegiatan maupun

proyek dengan berdasar pada The Country Programme Framework (CPF) yang

merupakan turunan dari master plan itu sendiri.

Peluang lainnya adalah dengan melihat aktivitas budidaya opium yang

sebagian besar terpaksa dilakukan karena tidak adanya mata pencaharian (yang

sesuai dengan kemampuan dan kemandirian masyarakat) yang menjamin

kelangsungan hidup masyarakat. Ini harus disadari sebagai celah untuk membuat

proyek yang dapat membangun ketertarikan masyarakat yang membudidayakan

opium untuk beralih ke mata pencaharian lain yang legal. Proyek tersebut harus

mampu menciptakan mata pencaharian mandiri bagi masyarakat yang aktivitasnya

74
tidak sepenuhnya bergantung pada pemberian bantuan. Utamanya setelah melihat

sejumlah keberhasilan masyarakat yang berhasil terlepas dari aktivitas budidaya

opium, yang menunjukkan bahwa terdapat keinginan dan ketertarikan petani

opium untuk beralih ke mata pencaharian lain. Kondisi ini didukung pada oleh

fakta bahwa sebenarnya meskipun aktivitas budidaya opium menjanjikan

keuntungan besar sebagai akibat tingginya harga opium, namun aktivitas budidaya

opium merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi.

Contoh dalam kasus ini adalah Mr. Po Vue. Ia adalah seorang petani berusia

28 tahun yang termasuk dalam kelompok etnis Hmong dari desa Naseankham

terletak di District Oudoxmay Provinsi di Laos utara. Karena kebutuhan untuk

menjaga kelangsungan hidup keluarganya, ia meninggalkan sekolah di kelas lima

dan didukung orang tuanya untuk menanam opium sejak ia berusia 10 tahun.

Namun demikian, ia menjelaskan, bahwa budidaya opium itu bukan tugas yang

mudah. Dia dan keluarganya harus pergi ke dataran tinggi, jauh dari desa dengan

makanan dan akses air yang terbatas, dalam rangka untuk membudidayakan

opium. Namun, opium sangat sensitif terhadap kondisi cuaca, kadang-kadang

mereka tidak cukup beruntung untuk mendapatkan tanaman opium yang baik.

Impian ayahnya adalah untuk memiliki tanah di mana mereka dapat memupuk

padi sawah dan tanaman yang baik yang dapat menyediakan makanan dan

pendapatan bagi keluarga.

Saat ini, keinginan tersebut telah tercapai. Keluarga Po Vue sendiri

memiliki empat hektar lahan di mana mereka memanen berbagai tanaman seperti

mangga, jeruk, plum, anggur, buah jack, terong, markisa, pepaya dan pohon karet.

75
Beberapa tanaman yang dikonsumsi oleh keluarganya dan lain-lain yang dijual di

pasaran. Selain itu, mereka menggunakan satu hektar lahan sebagai sawah dataran

rendah yang pada tahun 2013, memberikan hasil yang cukup untuk konsumsi

sembilan anggota keluarganya selama satu tahun. Ini tidak terlepas dari proyek

yang dibuat dengan dukungan UNODC.

Secara keseluruhan, kesempatan untuk menanam tanaman selain opium dan

peningkatan teknik yang digunakan untuk panen, telah memungkinkan Po Vue

untuk menjamin keamanan pangan bagi keluarganya dan menghasilkan

pendapatan yang cukup, yang telah digunakan tidak hanya untuk perbaikan

pertanian tetapi juga mendukung pendidikan dua anak dan adik laki-lakinya.

Po Vue mengatakan bahwa ia dan keluarganya tidak akan pernah kembali

ke aktivitas budidaya opium dan bahwa kondisi kehidupan keluarganya membaik.

Akhirnya, ia berencana untuk memperluas peternakan pohon buah-buahan dan

untuk melakukan pembibitan pohon dengan tujuan untuk menjual beberapa bibit

dicangkokkan di masa depan. Dia juga menyebutkan bahwa selain keluarganya,

sebagian besar petani yang berpartisipasi dalam proyek ini sekarang memiliki

penghasilan tetap lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 52

Meskipun terdapat sejumlah peluang seperti yang telah disebutkan, namun

statistik perkembangan aktivitas budidaya opium di Laos menunjukkan bahwa

peluang ini tidak dengan mudah dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kondisi ini

tidak terlepas dari tantangan yang ada dan terus berkembang.Dalam upayanya

52
From growing opium to a sustainable livelihood, diambil dari
http://www.unodc.org/laopdr/en/stories/case-study-of-mr--po-vue-success-story.html. Di
akses pada tanggal 25 oktober 2014.

76
membantu pemerintah Laos untuk mengontrol budidaya opium di Laos, UNODC

menghadapi tantangan yang cukup berat. Tantangan tersebut berkaitan dengan

kondisi kehidupan masyarakat petani opium Laos.

Banyak masyarakat yang memilih untuk bekerja membudidayakan opium

ilegal tidak terlepas dari kondisi kurang baiknya kualitas hidup, pendidikan,

infrastruktur, yang ada di Laos. Seperti yang disebutkan dalam laporan The Tenth

Meeting of the AIPA Fact-Finding Committee (AIFOCOM) to Combat the Drug

Menace, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada tahun 2013, disebutkan

bahwa selama 2007-2012 ditemukan peningkatan budidaya gelap dari opium yang

disebabkan oleh faktor kurangnya bantuan pembangunan yang berkelanjutan,

mata pencaharian alternatif bagi petani dan harga tinggi untuk opium di kawasan

yang menarik bagi petani opium. Kondisi-kondisi tersebut menjadi faktor utama

yang mendorong budidaya opium di Laos terus terjadi.

Tidak hanya menjadi faktor utama penyebab banyaknya masyarakat yang

membudidayakan opium, kondisi tersebut juga menjadi tantangan dalam

penanganan masalah ini. Kondisi tersebut berdampak pada dijadikannya budidaya

opium sebagai sumber mata pencaharian yang utama oleh beberapa masyarakat

Laos. Tantangan yang dihadapi UNODC dalam mengontrol budidaya opium di

Laos secara umum yakni menyangkut kondisi kehidupan masyarakat Laos yang

meliputi kondisi perekonomian masyarakat Laos, tingginya angka kecanduan

sebagai dampak pengetahuan yang kurang baik terkait obat-obatan terlarang.

Faktor-faktor ini yang mempengaruhi kondisi budidaya opium yang terjadi di

Laos.

77
a. Kondisi Perekonomian Masyarakat Laos

Survei budidaya opium di Laos tahun pada tahun 2009 hingga tahun

2013 menunjukkan masih adanya aktivitas budidaya opium di Laos (bahkan

menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas budidaya). Kondisi ini

tidak terlepas dari kondisi kehidupan masyarakat Laos. Beragam persoalan

nasional yang ada, berdampak pada tingkat kesejahteraan kehidupan

masyarakat yang kurang baik. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Laos masih

menjadi salah satu negara yang tidak berkembang di kawasan Asia Tenggara,

dimana kondisiperekonomian masyarakat adalah salah satu masalah utama.

Kurang baiknya kualitas hidup masyarakat di Laos menjadi tantangan

utama dalam mengontrol budidaya opium di Laos, hal ini berkaitan erat dengan

tingkat kemiskinan. Laos sebenarnya menunjukkan perkembangan yang

signifikan dalam hal mengurangi tingkat kemiskinan masyarakatnya. Hal ini

terlihat pada angka kemiskinan yang mengalami penurunan signifikan dari

jumlah 39% persentasi kemiskinan dari total jumlah keseluruhan penduduk di

tahun 1990an menjadi 27,6% pada tahun 2010.Penurunan ini tidak terlepas dari

perubahan sejumlah kebijakan perekonomianmulai di tahun 1980an. Meskipun

demikian, tidak menjadikan Laos menjadi negara maju. Laos tetap menjadi

salah satu negara miskin dan tidak berkembang di Asia Tenggara.

Buruknya kondisi perekonomian Masyarakat Laos yang sebagian besar

bergantung pada sektor agrikultur, utamanya yang berada di pedesaan maupun

pegunungan, adalah tantangan besar yang harus ditangani dengan serius.

Masyarakat Laos yang bekerja di sektor agrikultur, tidak selamanya

78
memperoleh hasil pertanian yang mencukupi dari aktivitas mata pencaharian

yang legal. Kondisi pertanian sering tidak menguntungkan sertamemiliki angka

produktivitas rendah.Faktor alam, sulitnya akses ke pasar, infrastruktur

pendukung, teknologi dan pengetahuan yang kurang menjadi hal yang

dihadapi. Kondisi-kondisi ini menjadi ancaman besar bagi pemenuhan

kehidupan serta ketahanan pangan bagi masyarakat Laos. Sehingga pemenuhan

kebutuhan hidup kemudian memaksa masyarakat untuk mencari sumber

pendapatan lain yang mudah dilakukan dan yang paling penting menghasilkan

keuntungan besar.

Di sisi lain, aktivitas budidaya opium kemudian dianggap sebagai

jawaban terhadap kebutuhan akan sumber pendapatan yang mudah dilakukan

dan memberikan keuntungan besar. Hal ini berdasarkan pada harga opium di

Laos yang diperdagangkan dengan harga tinggi. Misalnya pada tahun 2013

berdasarkan survei yang dilakukan di Laos, harga opium rata-rata di Laos

mencapai US $ 1.840 / kg (15.000.000 kip), meningkat 2% dari harga tahun

2012 dengan perbedaan harga yang berbeda di tiap daerah. Dari survei yang

dilakukan di lapangan, harga opium di Laos berkaitan dengan ketersediaan

opium di Laos. 53

Tingginya harga jual opium di Laos ini berdampak erat berkaitan dengan

peningkatan aktivitas budidaya opium di Laos. Hal ini seperti yang dikatakan

Yury Fedotov, Direktur Eksekutif UNODC, yang menyebutkan bahwa harga

53
UNODC. 2013. Southeast Asia Opium survey 2013: Lao PDR Opium Survey 2013

79
tinggi untuk opium di Laos membuat produksi opium menarik bagi petani.54

Ditambahkan berdasarkan survei UNODC, tingginya harga opium membuat

budidaya yang sangat menarik bagi petani, terutama jika mereka tidak

memiliki pilihan lain atau sumber pendapatan alternatif.

Hal-hal ini yang kemudian menjadikan budidaya opium dilakukan oleh

masyarakat Laos. Budidaya opium dijadikan sebagai mata pencaharian untuk

memenuhi kebutuhan hidup yang kemudian berdampak pada sulitnya

pemberantasan budidaya opium di Laos. Aktivitas budidaya opium dinilai

sebagai jalan untuk mengurangi dampak bagi kurangnya kerawanan pangan

bagi para petani. opium dibudidayakan dan dijual untuk membeli kebutuhan

pangan yang tidak dapat terpenuhi oleh aktivitas bertani seperti beras dan

lainnya.

Untuk mengatasi hal ini, sejumlah upaya dilakukan termasuk diantaranya

melalui pembangunan alternatif seperti penciptaan mata pencaharian alternatif

yang memberikan pendapatan yang mencukupi dan melalui pelatihan serta

pemberian dana bantuan. Meskipun demikian sejumlah hal perlu diperhatikan

terkait pembangunan alternatif, seperti sasaran masyarakat yang dituju.

Meskipun pembangunan alternatif ditujukan bagi peningkatan kualitas hidup

masyarakat guna menghindari aktivitas budidaya opium, namun diperlukan

fokus lebih utamanya kepada para mantan petani opium. Bantuan dana dan

54
Opium cultivation up significantly in Myanmar and Lao PDR, UNODC warns, diambil dari
http://www.unodc.org/southeastasiaandpacific/en/2011/12/ops-2011/story.html. Di akses
pada 22 Oktober 2014.

80
teknis yang terbatas menjadikan pemilihan sasaran masyarakat harus benar-

benar selektif.

Mantan petani opium merupakan kelompok yang paling rentan, mereka

bisa saja kembali membudidayakan opium dengan mudah jika kembali

mengalami kondisi yang sulit dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Oleh

karenanya sejumlah upaya pembangunan alternatif ini harus diukur dengan

tepat, utamanya bagi mantan petani opium untuk membantuperpindahan

menuju mata pencaharian produktif yang legal. Berdasarkan studi survei opium

dapat diasumsikan bahwa antara 6.300 dan 13.300 rumah tangga masih

membudidayakan opium pada tahun 2010. Namun, hanya 10% dari 1.100 desa

mantan petani opium yang diidentifikasi oleh pemerintah untuk menjadi

prioritas utama bantuan pembangunan alternatif.

Selain itu, pembangunan alternatif masih terbilang rentan dikarenakan

upaya ini harus dilakukan secara sustainable. Karena jika tidak dilakukan

secara sustainable, maka besar potensi masyarakat Laos yang telah berhenti

membudidayakan opium akan kembali membudidayakan opium melihat harga

opium yang tinggi. Begitu pula dengan masyarakat miskin yang belum pernah

membudidayakan opium sebelumnya, dapat dengan mudah membudidayakan

opium untuk memenuhi kebutuhan hidup mengingat tingginya harga opium di

Laos.

Kondisi perekonomian masyarakat Laos yang buruk diperparah dengan

krisis keuangan global. Dalam sebuah kajian terkait hubungan krisis global

terhadap peningkatan budidaya opium di Asia Tenggara “An Assessment of the

81
Impact of the Global Financial Crisis on Sustainable Alternative Development:

Key Determinant Factors For Opium Poppy Re-Cultivation in Southeast

Asia”yang dipublikasikan UNODC disebutkan bahwa krisis global yang

mengakibatkan terjadinya penurunan permintaan dan harga terhadap barang-

barang komoditas pertanian berdampak pada kondisi masyarakat petani.

kondisi krisis global ini telah mengurangi peluang bagi masyarakat mantan

petani opium untuk menemukan mata pencaharian yang tepat. Krisis global

juga dapat berdampak pada ketersediaan dana bantuan. Terkait hal ini,

pemerintah Laos telah meminta para pemberi bantuan untuk tetap

mempertahankan dan memperluas bantuan kepada Laos. 55

b. Tingginya Angka Kecanduan Sebagai Dampak Pengetahuan yang Kurang

Baik Terkait Obat-obatan Terlarang.

Salah satu tantangan dalam mengontrol budidaya opium di Laos adalah

digunakannya opium untuk dikonsumsi. Survei yang dilakukan UNODC

menyebutkan bahwa budidaya opium lokal juga digunakan untuk memasok

kebutuhan masyarakat lokal yang kecanduan opium dan kebutuhan lainnya. 56

Opium dibudidayakan untuk digunakan sendiri oleh masyarakat petani opium

yang mengalami kecanduan maupun untuk dijual kepada masyarakat lainnya

yang mengalami kecanduan. Kecanduan opium di Laos tidak terlepas dari

kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarakat Laos terkait obat-obatan

terlarang. Rendahnya tingkat pendidikan, minimnya informasi terkait obat-

55
Tom Kramer, Simon Howard ed., An Assessment of the Impact of the Global Financial Crisis on
Sustainable Alternative Development: Key Determinant Factors For Opium Poppy Re-
Cultivation in Southeast Asia. 2010
56
UNODC. 2010. South-East Asia Opium survey 2010: Lao PDR Opium Survey 2010.

82
obatan terlarang, sulitnya mendapatkan pelayanan dan informasi kesehatan,

dan tradisi adalah sebagian besar penyebabnya. Banyak masyarakat yang tidak

mengetahui dampak dari penggunaan opium baik terhadap kesehatan maupun

terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini didukung oleh penggunaan

opium yang telah lama ada, yang dimulai sebagai obat alternatif untuk

menyembuhkan berbagai penyakit namun dengan resiko ketergantungan yang

cukup besar.

“For most adults, narcotic abuse begins in response to pain. Adults also
take opiates to relieve anxiety and to enjoy the strong euphoric effect the
drugs offer. Once tolerance develops, though, it becomes necessary to
increase the amount taken to achieve the desired effect: Continued use
and increased amounts may lead to dependence.”57

Opium juga memainkan peran ganda dalam komunitas terpencil. Selain

sebagai hasil panen yang menghasilkan keuntungan besar. Opium juga

dibudidayakan untuk penggunaan pribadi di daerah di mana akses perawatan

kesehatan dan obat-obatan esensial rendah. Opium digunakan untuk mengobati

berbagai penyakit. Di masa lalu, opium ditawarkan kepada tamu yang

berkunjung, dan digunakan pada upacara-upacara seperti pernikahan dan

pemakaman. Hal ini banyak dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat. 58

Hal ini mengakibatkan angka pengguna yang kecanduan opium terbilang tinggi

di Laos.

Tingginya angka kecanduan opium berkaitan erat dengan aktivitas

budidaya opium. Hal ini dikarenakan tingginya angka kecanduan di masyarakat

57
Richard G. Schlaadt. Peter T. Shannon. 1994. Drugs: Use, Misuse, and Abuse. Prentice Hall Inc.
New Jersey, USA.
58
Tom Kramer. 2010. An Assessment Of The Impact Of The Global Financial Crisis On
Sustainable Alternative Development. Vientiane,Lao PDR.

83
yang berdampak pada permintaan pasar yang tinggi, kemudian mengakibatkan

peningkatan harga opium yang tinggi.Hingga pada akhirnya menarik

masyarakat untuk membudidayakan opium seperti yang dikatakan pada

pembahasan sebelumnya.

Gambar 3.1 Hubungan antara angka Kecanduan dengan


Peningkatan Budidaya Opium di Laos

angka permintaan tuntutan aktivitas


harga opium
kecanduan opium di pemenuhan budidaya
di pasar
opium pasar lokal opium opium

Seperti yang dilaporkan pada survei tahun 2012, menunjukkan kenaikan

harga opium di Laos sebesar 10% dari US $ 1.640/kg pada tahun 2011 menjadi

US $ 1.800/kg. Hal ini dipengaruhi ketersediaan opium yang langkadi pasar,

sementara permintaan masih relatif tinggi. Gambaran ini jelas menunjukkan

bahwa angka kecanduan erat pula berkaitan dengan aktivitas budidaya opium

di Laos.

c. Perkembangan Aktivitas Budidaya Opium

Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah Laos dalam

mengontrol budidaya opium di Laos adalah dengan menegakkan aturan tegas

kepada para petani opium. Salah satunya melalui pemberantasan lahan yang

digunakan untuk membudidayakan opium. Pemberantasan lahan seharusnya

dapat mendukung upaya baik itu pemerintah maupun UNODC dalam

mengontrol budidaya opium di Laos. Lahan yang berpontensi dan digunakan

84
untuk membudidayakan opium harus diberantas guna menekan dan menutup

jalanbagi petani opium dalam mengembangkan aktivitas budidaya opium.

Selain itu, diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para petani opium

dan dapat beralih ke kegiatan pertanian lainnya.

Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan adanya keseriusan dan

upaya maksimal dalam memberantas lahan budidaya opium di Laos. Namun

pada faktanya berdasarkan survei yang dilakukan UNODC yang diperoleh dari

laporan pemerintah Laos menunjukkan kurang maksimalnya upaya pemerintah

dalam memberantas lahan budidaya opium di Laos. Pemberantasan lahan

budidaya opium yang tidak maksimal ini berdampak pada berlanjutnya

eksistensi aktivitas budidaya opium di Laos.

Pemberantasan lahan budidaya opium yang tidak maksimal di Laos dapat

dilihat pada perbedaan signifikan antara jumlah perkiraan lahan budidaya

opium di Laos dengan jumlah lahan yang berhasil diberantas. Pemberantasan

lahan budidaya di Laos dalam periode 2009-2013 menunjukkan fluktuasi

berturut-turut mulai tahun 2009 hingga 2013 yakni 651 hektar, 579 hektar, 662

hektar, 707 hektar, dan 397 hektar. Jumlah ini berbeda dengan jumlah lahan

budidaya opium yang ada di Laos yang cenderung terus mengalami

peningkatan, yang berkisar ribuan hektar. Pebedaan ini menunjukkan bahwa

upaya pemberantasan opium di Laos tidak berdampak signifikan dalam upaya

penanganan budidaya opium di Laos.Tidak maksimalnya pemberantasan lahan

budidaya opium di Laos sebenarnya disebabkan oleh beragam faktor, utamanya

menyangkut kondisi lokasi yang dijadikan sebagai lahan budidaya opium.

85
Upaya pemberantasan lahan budidaya opium di Laos juga semakin diperparah

dengan kemampuan petani opium dalam menghadapi upaya pemberantasan

yang dilakukan pemerintah Laos.

Pemberantasan lahan budidaya yang dilakukan bukannya berhasil

mengatasi budidaya opium di Laos melainkan justru memunculkan inovasi

dalam budidaya opium. Petani opium menunjukkan tren baru dalam

membudidayakan opium. Sebagian besar petani menunjukkan teknik budidaya

dengan menggunakan sistem multi-staged cropping (menanam tanaman yang

sama pada interval waktu yang berbeda di lahan yang sama). Hal ini dilakukan

untuk menyiasati pemberantasan menyeluruh dari hasil panen, karena tim

pemberantasan hampir tidak pernah kembali ke lahan yang sama di tahun yang

sama. Pemberantasan yang seharusnya mendukung upaya mengontrol budidaya

opium di Laos, justru memunculkan tren dimana masyarakat menunjukkan

kecnderungan budidaya di daerah yang sulit terjangkau dan dengan

menggunakan sistem budidaya yang baru untuk menghindari pemberantasan.

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah kondisi geografis.

Kecenderungan aktivitas budidaya yang dilakukan di daerah terpencil,

terisolasi, sulit dijangkau menjadi salah satu tantangan dalam menjalankan

segala upaya untuk mengontrol budidaya opium di Laos. Sebagian besar lahan

yang digunakan dalam membudidayakan opium di Laos berada di lokasi yang

sulit untuk dijangkau melalui jalur darat. Tidak adanya akses jalan, lokasi yang

berada di pinggir pegunungan dan di dalam hutan menjadi penyebab sulitnya

menjangkau lokasi yang dijadikan sebagai lahan budidaya opium. Hal ini tidak

86
dapat dibiarkan terus terjadi mengingat kondisi ini berdampak pada

ketidakmaksimalan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengontrol budidaya

opium di Laos.

Permasalahan lain yang harus diperhatikan mengenai perkembangan

aktivitas budidaya opium terkait sinergitas segala upaya terkait upaya

mengontrol budidaya opium. Tantangan besar hadir bagi UNODC untuk

memadukan segala upaya secara bersamaan, baik upaya yang dilakukan

UNODC begitupun dengan yang dilakukan pemerintah, Misalnya upaya

pemberantasan opium yang harus dibarengi dengan upaya-upaya lainnya

seperti penciptaan mata pencaharian alternatif, dan pengurangan permintaan

terhadap opium. Jika hal ini tidak dilakukan maka upaya pemberantasan justru

dapat memperparah kondisi yang ada. Kelangkaan opium semakin meningkat

dan dapat berdampak pada melonjaknya harga opium dan dapat mempengaruhi

masyarakat untuk membudidayakan opium.

B. Peranan UNODC Dalam MenanganiBudidaya Opium di Laos

Keberadaan UNODC di Laos adalah sebagai mitra yang membantu

pemerintah Laos dalam mengontrol aktivitas budidaya opium di Laos.Peran

UNODC dalam upaya mengontrol budidaya opium di Laos ditandai dengan

bergabungnya Laos bersama beberapa negara lainnya dalam MoU untuk

mengimplementasikan regional action planuntuk mengatasi persoalan terkait

obat-obatan terlarang. Melalui pemberian sejumlah bantuan teknis, UNODC telah

berperan dalam upaya pemberantasan opium di Laos hingga saat ini.

87
Untuk periode tahun 2009-2013, peranan UNODC dalam mengontrol

budidaya opium di Laos tergambarkan dalam the National Drug Control Master

plan. Peranan UNODC dalam upaya mengontrol budidaya opium di Laos melalui

penerapan strategi dalam theNational Drug Control Master plan tercakup dalam

pemetaan yang tertuang dalam The Country Programme Framework (CPF) yakni

Rule of law, Policy and trend analysis, Health and Development. Pemetaan ini

kemudian menghasilkan 5 program dimana 3 diantaranya berdampak besar pada

upaya mengontrol budidaya opium di Laos. Program ini antara lain trend analysis

and risk assessment, alternative development/sustainable livelihoods, drug

demand reduction/HIV/AIDS. Selain ke tiga program strategi tersebut, upaya lain

untuk mengotrol budidaya opium di Laos dilakukan UNODC melalui pemberian

bantuan kepada lembaga pemerintahan untuk menciptakan kondisi kelembagaan

yang kuat.

1. Trend Analysis and Risk Assessment

Program ini berkaitan dengan poin pertama dari ke sembilan strategi di

master planyakni trend analysis and risk assessment. Berdasarkan pada master

plan, strategi ini bertujuan untuk memantau produksi, konsumsi, dan

perdagangan narkoba dalam rangka untuk mengembangkan strategi dan

program kebijakan pengendalian obat-obatan terlarang yang efektif. Bentuk

kegiatan program ini bersangkut paut dengan upaya laos dalam membantu

meningkatkan kapasitas lembaga pemerintahan, yakni melalui pemberian

pelatihan dalam pengumpulan data dan hal lainnya yang berkaitan.

88
Berpatokan pada indikator dalam master plan yakni adanya

pengumpulan data terpadu pada semua aspek penggunaan obat-obatan

terlarang dan kegiatan kriminal terkait terus dilakukan, maka program ini dapat

dikatakan berhasil.

Hal ini dapat dilihat dengan adanya laporan survei opium yang

diterbitkan oleh UNODC tiap tahunnya. Laporan survei ini berisikan sejumlah

data dan hal terkait aktivitas yang berkaitan dengan opium utamanya terkait

budidaya opium yang dikumpulkan tiap tahunnya melalui kerjasama

pemerintah Laos dan UNODC. Lembaga-lembagapemerintahan Laos telah

melakukan berbagai survei dan bentuk lain dari pengumpulan data pada

sejumlah aspek yang berkaitan dengan produksi dan penggunaan obat-obatan

terlarang, termasuk opium. Pengumpulan data ini yang dilakukan di sejumlah

lokasi baik di perkotaan, pedesaan mapupun di daerah perbatasan di masing-

masing 18 provinsi.

Meskipun demikian, laporan survei terbilang masih belum sempurna.

Terdapat catatan penting terkait data yang ditampilkan dalam hasil survei.

UNODC mengakui adanya kekurangan data di sejumlah topik penting. Hal ini

juga dapat dilihat dalam survei opium yang di terbitkan selama kurung waktu

2009-2013 dimana terdapat bagian data yang kurang/kosong, seperti angka

pengguna dan pecandu opium. UNODC juga mengakui meskipun jangkauan

jaringan pengumpulan data telah dibuat sedemikian rupa seperti yang telah

disebutkan, data yang didapat tidak merata dari seluruh daerah melainkan

hanya di daerah tertentu.

89
Kekurangan data yang terjadi kemudian berdampak pada perencanaan

strategi terkait upaya mengontrol budidaya opium. Seperti pada perencanaan

proyek Phongsaly Alternative Livelihood and Food Security Project

(PALAFS), dimana disebutkan pada evaluasi perencanaan proyek tersebut

bahwa terdapat ketidakmatangan perencanaan. Misalnya analisa yang dangkal

terhadapkondisi di lapangan seperti analisa terkait ketahanan pangan yang

rancu dengan aktivitas swasembada beras, kesesuaian budaya yang ada di

masyarakatterkait pembentukan Income Generating and Marketing (IGM)

Grup belum diselidiki hingga mengarah pada konsep yang tidak jelas.Kondisi

menunjukkan perlunya peningkatan kordinasi dan penguatan jaringan

pengumpulan data kedepannya di seluruh tingkatan untuk mendapatkan data

yang lebih baik. Mengingat data merupakan bagian penting dalam penentuan

dan penerapan kebijakan terkait upaya mengontrol budidaya opium di Laos.

2. Alternative Development and Sustainable Livelihoods

Program pembangunan alternatif dan bantuan bagi penciptaan mata

pencaharian yang berkelanjutan merupakan aspek paling penting bagi upaya

mengontrol budidaya opium di Laos. Melalui program ini diharapkan

dapatmengurangi, menghilangkan dan mencegah budidaya tanaman ilegal

melalui penyediaan mata pencaharian yang menghasilkan pendapatan yang

berkelanjutan. Dalam master plan, program alternative development ini

tergabung dengan povery reduction dengan tujuan untuk menegasikan

kebutuhan sosio-ekonomi untuk menghasilkan opium dan memenuhi

kebutuhan khusus dari masyarakat yang terlibat.

90
Berpatokan pada hal tersebut, program ini dapat dikatakan berhasil

meskipun tidak sepenuhnya efektif dan terbilang rentan dengan sejumlah

kondisi dan tantangan yang harus dihadapi. Hal ini dapat dilihat pada

perjalanan dan pencapaian sejumlah proyek yang berkaitan dengan strategi ini.

Salah satu proyek yang berkaitan program Alternative Development and

Sustainable Livelihoods adalah Phongsaly Alternative Livelihood and Food

Security Project (PALAFS). Bentuk kegiatan proyek ini antara lain melalui

pemberian pelatihan khusus bagi mantan petani opium dan masyarakat rentan.

Pelatihan ini merupakan pemberian latihan bagi penciptaan mata pencaharian

alternatif. masyarakat diperkenalkan dengan sejumlah kegiatan terkait sektor

agrikultur seperti percobaan budidaya jagung hibrida, pengenalan lengkuas dan

kapulaga serta kegiatan lainnya terkait sektor agrikultur.

Selain itu, bantuan juga diberikan kepada masing-masing desa untuk

mendirikan toko beras dan Village Savings and Credit Groups (VSCG).

Pembangunan infrastruktur juga dilakukan untuk mendukung program

pembangunan alternatif seperti pembangunan akses jalan dan pasokan air dan

pembangunan MCK. Meskipun sejumlah kegiatan berhasil dilaksanakan,

berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan proyek ini tidak secara

signifikanmemberikan dampak jangka panjang yang berkelanjutan bagi

masyarakat sepertiVillage Savings and Credit Groupstidak berkelanjutan

secara terus menerus. Hal ini tidak terlepas dari waktu pelaksanaan proyek

yang sangat singkat (2 tahun) dengan kegiatan yang cukup banyak,

91
keterbatasan kapasitas untuk bantuan teknis dan kurangnya transfer

pengetahuan yang direncanakan.

Proyek UNODC lainnya adalah Phongsaly Alternative Development

Fund Project (PADF).Proyek ini merupakan proyek yang berlangsung lama

dan dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan proyek ini terlihat pada pendapatan

rumah tangga masyarakat yang meningkat melalui kegiatan Income Generation

& Marketing (IGM) yakni kegiatan untuk meningkatkan pendapatan dengan

mengubah barang yang sebelumnya dibuat untuk penggunaan pribadi menjadi

barang yang bernilai jual dan dapat menghasilkan pendapatan.

Keberhasilan kegiatan ini berdampak penting utamanya bagi masyarakat

mantan petani opium yang sebelumnya menjadikan hasil budidaya opium

sebagai sumber pendapatan utama. Misalnya, masyarakat mantan petani opium

di Ban Pichergao dan Ban Pichermai, Phongsaly yang memiliki kemampuan

dalam membuat kerajinan tangan seperti tas tradisional, pakaian dan lainnya.

Namun, hampir semua produk ini dibuat untuk penggunaan pribadi, karena

kelompok masyarakat ini tidak memiliki pengetahuan untuk terkait upaya

memasok produk-produk untuk pasar yang lebih luas.Untuk mengatasi masalah

ini, UNODC melalui proyek PADF memberikan pelatihan selama 3 ½ hari

kepada sepuluh produsen kerajinan (semua perempuan) dari Ban Pichergao dan

Ban Pichermai, dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan yang

dihasilkan di dua desa sasaran PADF ini dengan memungkinkan produsen

untuk memproduksi barang-barang berkualitas untuk dijual di Muang Khua,

kota terbesar kedua di provinsi Phongsaly.

92
Proyek UNODC lain adalah proyek yang berbasis di provinsi Houaphan.

Proyek ini merupakan proyek yang berkelanjutan hingga saat ini. Hingga tahun

2010, UNODC telah berhasil memperoleh sejumlah pencapaian antara lain

pendirian 31 komite pembangunan desa dengan lebih dari 120 anggota,

pendirian 15 tabungan desa dan kelompok kredit dengan hampir 700 anggota

dengan tabungan senilai 80 juta kips, dan mensponsorifasilitas empat

peternakan babi. Selain itu, sejumlah desa berhasil dinyatakan bebas dari

kemiskinan sesuai dengan kriteria kemiskinan yang ditetapkan di provinsi

Houaphan.

Proyek lainnya adalah proyek yang berpusat di Oudomxay. Sejak tahun

2009, sejumlah pencapaian telah berhasil dicapai baik itu pencapaian bagi

individu masyarakat yang menjadi target program maupun pencapaian dalam

skala kelompok yang lebih besar. Di tahun 2009, dengan kerjasama the Thai

Royal Project Foundation (RPF), dan the Thai Highland Research and

Development Institute (HRDI) dibuat dua desa percontohan yang diberikan

bantuan teknis dan studi banding di Thailand. Proyek ini juga memberikan

bantuan pada pembangunan sistem penyimpanan air untuk keperluan

masyarakat dan irigasi. Sejak 2009, program pembangunan alternatif UNODC

telah menawarkan untuk membantu lebih dari 75.000 orang dari 175 desa yang

berbeda untuk mempelajari keterampilan dan pembangunan alternatif jangka

panjang yang berkelanjutan.

Beberapa contoh individu masyarakat yang berhasil setelah mengambil

bagian pada proyek UNODC yang berbasis di Oudomxay antara lain Ms. Sy

93
Chan Vakongxiong yang merupakan anggota dari sebuah kelompok pertanian

organik.Dengan bantuan UNODC, Ms. Sy Chan Vakongxiong telah mampu

menanam mangga, anggur dan berbagai sayuran organik di rumah kaca sendiri.

Penghasilannya telah hampir dua kali lipat sejak dia bergabung dengan

program UNODC pada tahun 2009. Contoh lainnya adalah Mr. Bounthan

Thipmanila, Dengan bantuan proyek pembangunan alternatif UNODC, Mr.

Bounthan Thipmanila mampu meningkatkan pendapatannya per tahun hingga

lebih dari enam kali lipat dan meningkatkan dan memenuhi kebutuhan pangan

bagi keluarganya.

Berdasarkan pada pencapaian sejumlah proyek tersebut dapat

disimpulkan bahwa proyek alternative development yang berjalan selama

kurun waktu 2009-2013 dapat dikatakan berhasil terlaksana dan mencapai

tujuan proyek dengan sejumlah pencapaian. Meskipun demikian, jika dikaitkan

dengan kondisi perkembangan aktivitas budidaya opium menunjukkan bahwa

proyek-proyek yang berjalan tidak sepenuhnya efektif mengurangi aktivitas

budidaya opium di Laos. Kondisi ini tidak terlepas oleh sejumlah catatan

penting antara lain terkaithambatan yang muncul selama kurung waktu 2009-

2013 seperti krisis global dan perubahan tren budidaya.

Pelaksanaan proyek harusnya direncanakan dan dipersiapkan untuk

menghadapi hambatan-hambatan yang ada tersebut. Faktor lainnya adalah

kurangnya bantuan dana dan teknis yang berdampak pada keterbatasan

cakupan wilayah yangdapat dijangkau oleh proyek. Selain itu, sejumlah proyek

yang waktu pelaksanaannya singkat terlebih dengan kegiatan yang banyak,

94
harus di evaluasi. Pelaksaaan proyek seharusnya berjalan dengan perhitungan

waktu yang matang dan berlangsung secara sustainable.

3. Drug Demand Reduction & HIV/AIDS

Program ini ditujukan bagi pengurangan permintaan obat-obatan

terlarang melalui sejumlah program pencegahan serta bantuan layanan

kesehatan bagi masyarakat yang mengalami kecanduan. Program ini juga

ditujukan bagi segala hal yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan

oleh penggunaan obat-obatan terlarang seperti HIV/AIDS.Terkait dengan

upaya mengontrol budidaya opium, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit,

program ini dapat berpengaruh terhadap upaya mengontrol budidaya opium

melaluidrug demand reduction. Peluang berkurangnya aktivitas budidaya

opium lebih besarjika tujuan untuk mengurangi permintaan terhadap obat-

obatan terlarang berhasil tercapai.

Selama kurung waktu 2009-2013, UNODC melakukan sejumlah kegiatan

terkait program ini. Kegiatan yang dilakukan berupa langkah pencegahan

hingga pengobatan terhadap kecanduan. Kegiatan ini tercakupi di dalam

proyek-proyek alternative development. Kegiatan lain dari program ini selain

yang berkaitan dengan proyek alternative development adalah kegiatan skala

kecil yang murni berfokus pada drug demand reduction. Kegiatan semacam ini

berupa membuka tempat pusat rehabilitasi, training, festival maupun aktivitas

lainnya yang menjadi media untuk mengkampanyekan budaya anti obat-obatan

terlarang.

95
Keseluruhan kegiatan terkait upaya mengurangi permintaan terhadap

obat-obatan terlarangtersebut dapat dikatakan berhasil dengan melihat

sejumlah pencapaian yang berhasil dilakukan oleh UNODC. Pada proyek

PALAFS, Berdasarkan laporan hasil evaluasi proyek ini, terdapat total 507

pecandu opium mengikuti program detoxification courseyang diadakan selama

15 hari. Selain itu, diadakan kegiatan lainya seperti festival yang bertujuan

untuk mengkampanyekan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap

bahaya obat-obatan terlarang.

Keberhasilan kegiatan-kegiatan pada proyek ini, ditunjukkan perwakilan

daerah Khoua dan Samphan yang menyatakan kepuasan tentang fakta bahwa

desa mereka telah lolos dari pengaruh obat-obatan terlarang. Mereka

menyadari hubungan antara penyalahgunaan narkoba, kemiskinan dan

buruknya kehidupan masyarakat dalam negeri. Bahkan masyarakat desa

menyatakan akan aktif langkah untuk mencegah anggota muda dari

menggunakan narkoba. Meskipun demikian, evaluasi proyek ini menunjukkan

di daerah Mai terjadi peningkatan jumlah pecandu yang tidak terlepas dari

kurang pedulinya pemerintah daerah di daerah yang seharusnya terus berperan

aktif dalam mengawasi segala aktivitas berkaitan dengan obat-obatan terlarang.

Di luar kegiatan detoksifikasi yang terdapat dalam proyek PALAFS,

Kegiatan detoksifikasi juga diadakan bagi masyarakat yang mengalami

kecanduan seperti yang dilakukan di desa Phalom, Xamtai pada juli 2011.

Aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang

bahaya opium. Setelah itu, masyarakat pecandu opium kemudian diberikan

96
bimbingan konseling dan di pantau. Satu contoh kasus keberhasilan aktivitas

ini adalah salah seorang pecandu bernama Mr. Va kemudian berhasil berhenti

menggunakan opium bahkan hingga memperoleh kesempatan hidup yang lebih

baik dengan menjadi kepala desa melalui pemilihan di desa tersebut.

Beberapa aktivitas kepemudaan juga dilakukan. Bagaimanapun juga

kelompok usia muda merupakan kelompok yang rentan bagi penggunaan obat-

obatan terlarang. Dalam sebuah jurnal mengenai drug policy disebutkan.

“For these youth, sale of illicit drugs may offer a means of survival in a
hostile, unsupportive social environment, as well as a source of peer
respectability and acceptance, and a temporary escape from a harsh
reality that entails a risky lifestyle and frequent potential for
victimization.” 59

Beberapa kegiatan kepemudaan yang dilaksanakan antara lain mengadakan

turnamen sepakbola the 1st Vientiane Women's Union President's Cup yang

diikuti oleh sejumlah tim dari sekolah menengah dan tim dari desa-desa di

wilayahXaysettha.Aktivitas ini bertujuan untuk mempromosikan pesan anti-

narkoba, mendorong partisipasi dalam olahraga dan meningkatkan

solidaritas.Turnamen ini diselenggarakan melalui kerjasama UNODC dan

Vientiane Youth Centre for Health and Development. Keberhasilan

melaksanakan kegiatan ini menjadi modal untuk melaksanakan aktivitas serupa

di wilayah lainnya.Aktivitas lainnya adalah dengan membentuk The UNODC's

youth ambassadorsyang berperan dalam mengkampanyekan anti obat-obatan

terlarang bagi kaum muda. The UNODC's youth ambassadors hadir dan

berhasil menarik perhatian banyak kaum muda dalam konser yang digelar

59
Merrill Singer. Drugs and development: The global impact of drug use and trafficking on social
and economic development.Elsevier B.V.International Journal of Drug Policy 19 (2008).
Hal. 473

97
tahun 2011 dengan slogan "Smart youth never caught by drugs" untuk

mengkampanyekan anti obat-obatan terlarang yang ditujukan bagi kaum muda

di Laos.

4. Mendorong peningkatan kualitas lembaga pemerintahan Laos dan

peningkatan kerjasama guna menjamin keberlanjutan eliminasi budidaya

opium di Laos

UNODC mengambil peranan tidak hanya dalam memberikan bantuan

bagi masyarakat tapi juga bagi lembaga pemerintahan Laos.Sejumlah upaya

yang dilakukan UNODC antara lain melalui pemberian bantuan, panduan dan

pelatihan teknis, peningkatan kapasitas dan penguatan lembaga. Pelatihan

diberikan kepada lembaga pemerintahan di semua tingkat pemerintahan, mulai

dari desa hingga tingkat nasional.

Upaya ini dapat dikatakan berhasil jika dilihat dari sejumlah program

yang dilaksanakan guna mewujudkan peningkatan kemampuan lembaga

pemerintah sepertiyang ditunjukkan melalui proyek PALAFS. Pada proyek ini

diselenggarakan Training of Trainers (ToT) oleh UNODC di Brief Intervention

Treatment (BIT) di Vientiane. ToTini ditujukan bagi lembagaProvincial

Commission for Drug Control and Supervision (PCDC)dan staf proyek.PCDC

kemudian meneruskanke level distrik melalui tim District Commission for

Drug Control and Supervision (DCDC). DCDC kemudian melatih tim

pengendalian obat-obatan terlarang di desa. Selain upaya peningkatan

kemampuan lembaga pemerintahan, UNODC juga memberikan bantuan bagi

98
peningkatan kemampuan tenaga medis maupun tenaga konseling seperti

workshop pelatihan bidan dan training counseling.

Upaya lainnya adalah melalui pembukaan jaringan kerjasama dengan

organisasi maupun komunitas internasional lainnya yang juga concernpada

upaya memerangi obat-obatan terlarang. Jaringan kerjasama ini kemudian

memberikan dukungan bagi lembaga pemerintah Laos dalam mengembangkan

kemampuan mengatasi persoalan terkait obat-obatan terlarang, termasuk

budidaya opium. Hal diwujudkan melalui pertemuan bagi UNODC, lembaga

pemerintah Laos seperti LCDC maupun komunitas internasional untuk

membahas perkembangan obat-obatan terlarang dan upanya mengatasinya.

Seperti pertemuan The 7 th High Level meeting of the Illicit Drug Sector

Working Group, 18 October 2012 yang bertujuan untuk berbagi informasi dan

mendiskusikan upaya kordinasi mengatasi permasalahan drugs trafficking dan

kejahatan terkait. Selain untuk berbagi informasi, upaya UNODC dengan

membangun jaringan kerjasama bagi pemerintah Laos juga untuk mendapatkan

pendonor yang dapat memberikan bantuan dana. Seperti penandatangan letter

of intent oleh UNODC dan The Royal Project Foundation dalam upaya

menjamin keberlanjutan pengurangan budidaya di opium di Laos pada februari

2012.

Laos sebagai salah satu negara yang tergolong miskin dan kurang

berkembang tidak dapat mengatasi sendiri persoalan budidaya opium yang

berakar dari persoalan kemiskinan. Oleh karenanya, Laos membutuhkan bantuan

baik itu dukungan dana maupun bantuan teknis untuk meningkatkan kualitas

99
hidup masyarakatnya guna menghindari aktivitas budidaya opium. Berdasarkan

pada penelitian ini, UNODC hadir untuk membantu mengatasi persoalan yang

dihadapi oleh Laos. Peran UNODC dalam mengontrol budidaya opium di Laos

sebagian besar bergerak pada tataran pemberian dukungan guna mencapai

peningkatan kemampuan dan kualitas hidup masyarakat.

UNODC berhasil mendapatkan sejumlah pencapaian seperti yang telah

disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Utamanya pada keberhasilan

berjalannya proyek-proyek alternatif yang direncanakan. Meskipun demikian,

upaya tersebut terbilang masih kurang efektif dan maksimal, melihat fakta bahwa

selama kurung waktu 2009-2013 angka aktivitas budidaya opium terus meningkat

per tahunnya. Kondisi ini sebagai akibat kurang mampunya UNODC dalam

menanggapi tantangan serta peluang yang ada, serta dipengaruhi faktor

keterbatasan dana dan bantuan teknis yang tersedia. Harus diperhatikan pula

bahwa seluruh upaya yang dilakukan untuk memberantas budidaya opium baik itu

oleh pemerintah maupun UNODC harus berjalan bersamaan secara maksimal.

100
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan dalam penelitian mengenai upaya UNODC

mengontrol budidaya opium di Laos didapatkan kesimpulan, antara lain:

1. Tantangan dalam mengontrol budidaya opium di Laos adalah:

Peningkatan aktivitas budidaya opium di Laos dalam kurung waktu 2009-

2013 tidak terlepas dari sejumlah faktor, diantaranya pemanfaatan peluang yang

kurang maksimal dan meningkatnya tantangan yang harus dihadapi dalam upaya

menangani budidaya opium di Laos. Sejumlah peluang yang dimiliki terkait

upaya mengontrol opium di Laos tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal.

Peluang tersebut antara lain dukungan penuh dari pemerintah Laos yang menaruh

salah satu fokus utamanya pada penanganan kejahatan terkait drugs trafficking di

negaranya, serta aktivitas budidaya opium yang terpaksa dilakukan oleh sebagian

besar masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ini kemudian

diperparah oleh sejumlah tantangan dalam mengontrol budidaya opium di Laos.

tantangan tersebut antara lain:

a. Kondisi Perekonomian Masyarakat Laos

Kondisi masyarakat yang membudidayakan opium sebagian besar berada di

bawah garis kemiskinan. Kondisi ini tidak terlepas dari buruknya perekonomian

masyarakat. Masyarakat yang mayoritas hanya memiliki skill dalam bercocok

tanam terkadang harus menghadapi kondisi yang sulit seperti produktivitas yang

rendah hingga gagal panen akibat cuaca buruk, bencana alam dan lainnya.

101
Begitupun ketika masyarakat berhasil memanen, sulitnya akses pasar menjadi

kendala dalam memasarkan barang hasil panen untuk mendapatkan pendapatan

guna memenuhi kebutuhan hidup. Begitupun dengan masayarakat yang memilih

beternak, terkadang harus mengalami kerugian akibat hewan ternak mati atau

terkena penyakit. Kondisi ini diperparah dengan krisis global yang terjadi. Inilah

yang mendorong mendorong budidaya opium terus tumbuh dikarenakan

masyarakat melihat harga opium yang tinggi dan aktivitas budidaya opium sesuai

dengan kemampuan serta skill masyarakat. keterbatasan bantuan dana dan teknis

menjadi tantangan lain dalam upaya membantu meningkatkan kualitas

perekonomian masyarakat.

b. Tingginya Angka Kecanduan Sebagai Dampak Pengetahuan yang Kurang

Baik Terkait Obat-obatan Terlarang.

Opium memainkan peran ganda dalam komunitas terpencil. Selain sebagai

hasil panen yang menghasilkan keuntungan besar. Opiumjuga dibudidayakan

untuk penggunaan pribadi di daerah di mana akses perawatan kesehatan dan obat-

obatan esensial rendah.Oleh karenanya, budidaya opium lokal digunakan untuk

memasok kebutuhan masyarakat lokal yang kecanduan opium dan kebutuhan

lainnya.

Kecanduan opium di Laos tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan

sebagian besar masyarakat Laos terkait obat-obatan terlarang. Rendahnya tingkat

pendidikan, minimnya informasi terkait obat-obatan terlarang, sulitnya

mendapatkan pelayanan dan informasi kesehatan, dan tradisi adalah sebagian

besar penyebabnya. Tingginya angka kecanduan opium berkaitan erat dengan

102
aktivitas budidaya opium. Hal ini dikarenakan tingginya angka kecanduan di

masyarakat yang berdampak pada permintaan pasar yang tinggi, kemudian

mengakibatkan peningkatan harga opium yang tinggi. Hingga pada akhirnya

menarik masyarakat untuk membudidayakan opium.

c. Perkembangan Aktivitas Budidaya Opium

Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah Laos dalam mengontrol

budidaya opium di Laos adalah dengan menegakkan aturan tegas kepada para

petani opium. Salah satunya melalui pemberantasan lahan yang digunakan untuk

membudidayakan opium untuk memberikan efek jera kepada masyarakat. Namun

fakta menunjukkan upaya pemerintah dalam memberantas lahan budidaya opium

di Laos kurang maksimal. Pemberantasan lahan budidaya opium yang tidak

maksimal ini berdampak pada berlanjutnya eksistensi aktivitas budidaya opium di

Laos. Pemberantasan lahan budidaya yang dilakukan bukannya berhasil

mengatasi budidaya opium di Laos melainkan justru memunculkan inovasi dalam

budidaya opium.

Petani opium menunjukkan tren baru dalam membudidayakan opium.

Sebagian besar petani menunjukkan teknik budidaya dengan menggunakan sistem

multi-staged cropping (menanam tanaman yang sama pada interval waktu yang

berbeda di lahan yang sama). Hal ini dilakukan untuk menyiasati pemberantasan

menyeluruh dari hasil panen, karena tim pemberantasan hampir tidak pernah

kembali ke lahan yang sama di tahun yang sama. Pemberantasan yang seharusnya

mendukung upaya mengontrol budidaya opium di Laos, justru memunculkan tren

dimana masyarakat menunjukkan kecenderungan budidaya di daerah yang sulit

103
terjangkau dan dengan menggunakan sistem budidaya yang baru untuk

menghindari pemberantasan.

Hubungan antara aktivitas budidaya dengan kondisi geografis juga mejadi

tantangan bagi upaya mengontrol budidaya opium. Kecenderungan budidaya yang

dilakukan di daerah terpencil, terisolasi, dan sulit dijangkau utamanya bagi akses

darat menjadikan upaya mengotrol budidaya opium tidak maksimal. Tantangan

lain dalam mengontrol budidaya opium di Laos adalah kemampuan dalam

memadukan segala bentuk upaya. Segala upaya yang ada harus berjalan bersama

melihat persoalan budidaya opium yang kompleks.

2. Peranan UNODC Dalam Mengontrol Budidaya Opium di Laos

Secara umum, peran UNODC terkait upaya mengotrol budidaya opium di

Laos meliputi empat aspek penting yakni pertama, pengumpulan data yang

berguna dalam merancang strategi menghadapi aktivitas terkait obat-obatan

terlarang. Program ini berjalan cukup baik yang ditunjukkan dengan adanya

laporan survei yang diterbitkan tiap tahunnya selama 2009-2013. Namun program

ini tidak sepenuhnya berjalan maksimal. Pada beberapa aspek, terdapat data yang

tidak berhasil dikumpulkan yang berdampak pada keterbatasan data yang dapat

dijadikan acuan dalam merumuskan strategi yang tepat.

Kedua, penciptaan mata pencaharian lain melalui pembangunan alternatif

dan pengentasan kemiskinan di Laos. Program ini diwujudkan ke dalam bentuk-

bentuk proyek kegiatan yang difokuskan pada daerah dengan tingkat aktivitas

budidaya yang besar. Program ini dirancang untuk memberikan alternatif mata

pencaharian lain bagi masyarakat yang rentan membudidayakan opium. Ditinjau

104
dari aspek keberhasilan pelaksanaan kegiatan, proyek-proyek yang ada mampu

dijalankan dengan cukup baik dengan sejumlah pencapaian seperti yang telah

disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Namun jika dilihat berdasarkan

dampak yang diberikan kepada masyarakat, proyek-proyek yang berjalan dapat

dikatakan tidak efektif dan maksimal. Beberapa proyek hanya memberikan

dampak sementara, bukanlah dampak jangka panjang dan berkelanjutan bagi

kehidupan masyarakat sebagai akibat kurangnya bantuan teknis berupa transfer

pengetahuan dan bantuan dana. Hal ini menjadi rentan bagi masyarakat untuk

kembali membudidayakan opium utamanya dengan melihat tantangan yang ada

seperti harga opium yang tinggi serta krisis global yang juga berdampak pada

masyarakat di Laos.

Ketiga, pengurangan permintaan terhadap obat-obatan terlarang melalui

penguatan informasi dan pemberian bantuan bagi masyarakat untuk menjauhkan,

menghentikan dan mencegah masyarakat dari penggunaan obat-obatan terlarang.

Tujuan dari kegiatan ini adalah mengurangi jumlah permintaan terhadap obat-

obatan termasuk opium, yang dengan secara tidak langsung dapat mempermudah

upaya mengontrol budidaya opium di Laos. Program ini berjalan cukup baik,

sejumlah kegiatan berhasil dilakukan dengan tingkat partisipasi masyarakat di

wilayah sasaran yang cukup tinggi seperti yang disebutkan pada pembahasan

sebelumnya.

keempat, memberikan dukungan dan bantuan kepada pemerintah Laos

dalam menciptakan lembaga pemerintahan, jaringan dan mitra internasional dan

aspek terkait lainnya yang kuat guna mendukung penyelesaian masalah terkait

105
obat-obatan terlarang. Program ini berjalan cukup efektif, hal ini terlihat dari

peningkatan kemampuan lembaga maupun aparat terkait sebagai dampak

pelatihan yang diberikan. Seperti bidan desa yang mampu membantu masyarakat

desa yang mengalami kecanduan, maupun peningkatan kapasitas lembaga LCDC,

PCDC, dan lembaga lainnya. Meskipun demikian, peningkatan kemampuan harus

terus dilakukan melihat tantangan terkait upaya mengontrol budidaya opium di

Laos yang cukup besar dan terus mengalami perkembangan.

Pembukaan dan peningkatan jaringan dan mitra internasional juga berjalan

dengan cukup baik, yang terlihat dari adanya dukungan bagi upaya mengontrol

budidaya opium di Laos baik itu bantuan dari negara lain, komunitas

internasional, maupun organisasi kerjasama internasional. Bantuan yang diberikan

berupa dana maupun bantuan teknis. Meskipun demikian, jumlah bantuan yang

ada masih sangat terbatas, sehingga diperlukan pembukaan jaringan yang lebih

baik dan lebih luas lagi untuk menjamin bantuan yang berkelanjutan dan terus

bertambah guna memaksimalkan upaya mengontrol budidaya opium di Laos.

B. Saran

Upaya-upaya UNODC dalam mengontrol budidaya opium di Laos sudah

cukup baik. Namun beberapa hal penting harus diperhatikan, utamanya terkait

pemanfaatan bantuan yang ada serta kesigapan dalam menanggapi tantangan dan

peluang yang ada dengan tepat. Kemiskinan menjadi akar utama keberlangsungan

budidaya opium di Laos hingga saat ini. Dengan demikian peningkatan kualitas

hidup masyarakat adalah adalah kunci penting untuk membebaskan masyarakat

106
dari aktivitas budidaya opium. UNODC menanggapi hal ini dengan sejumlah

upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui alternative development.

Pemberian bantuan kepada para petani opium agar keluar dari aktivitas

budidaya opium melalui program alternative developmenttelah berjalan dengan

baik. Namun harus terus dilanjutkan dengan kebijakan dan kelompok sasaran

yang benar-benar tepat mengingat bantuan yang ada sangatlah terbatas.

Peningkatan yang terjadi dalam budidaya opium tidak terlepas dari pengaruh

keterbatasan dan kurangnya bantuan yang diberikan secara berkelanjutan.

Penurunan signifikan yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya tidak boleh

dimaknai sebagai suatu keberhasilan dan kemudian menghentikan pemberian

bantuan. Hal ini dikarenakan kelompok mantan petani opium merupakan

kelompok yang rentan, sehingga harus terus diberikan follow up baik berupa

dukungan dana, pelatihan dan lainnya hingga benar-benar mampu secara mandiri

dan terlepas dari aktivitas budidaya opium.

Upaya mengontrol budidaya opium di Laos juga haruslah disertai dengan

pemahaman kuat masyarakat mengenai bahaya obat-obatan terlarang. Menyikapi

hal ini pun, UNODC telah melakukan sejumlah upaya seperti mengadakan

kegiatan yang menjadi media untuk mengkampanyekan anti obat-obatan

terlarang. Upaya seperti harus terus dilakukan dan ditingkatkan. Hal ini tidak

terlepas dari kerentanan masyarakat untuk menggunakan dan membudidayakan

obat-obatan terlarang termasuk opium.

Faktor penting lain yang harus diperhatikan adalah mengenai pembangunan

jaringan. Untuk mengatasi persoalan budidaya opium di Laos, tidak dapat

107
dilakukan hanya oleh satu maupun dua pihak saja melainkan harus melibatkan

seluruh elemen terkait baik itu pihak internal seperti pemerintah dan masyarakat

laos, maupun pihak eksternal seperti organisasi internasional, komunitas

internasional ataupun negara lainnya. Aspek ini penting karena menjadi dasar

yang kuat bagi terciptanya sejumlah ruang yang ada terkait upaya mengotrol

budidaya opium. Seperti pengumpulan data yang harus melibatkan masyarakat,

lembaga pemerintah maupun UNODC sendiri. Begitu juga dengan tersedianya

bantuan berupa dana maupun teknis yang melibatkan negara lain, organisasi,

komunitas internasional. Pembangunan jaringan harus dipandang sebagai salah

satu aktor penting bagi upaya mengotrol opium di Laos.

UNODC harus menyadari penanganan budidaya opium di Laos harus

memaksimalkan segala upaya yang ada baik itu yang dilakukan oleh pemerintah

Laos maupun UNODC ( tidak boleh hanya difokuskan pada satu upaya saja).Hal

ini dikarenakan semua upaya yang telah ada memiliki kaitan satu sama lain.

Pemberantasan lahan yang dilakukan oleh pemerintah harus didukung dengan

peningkatan kualitas masyarakat. Hal ini untuk menghindari tertariknya

masyarakat untuk membudidayakan opium akibat tingginya harga opium (yang

disebabkan oleh kelangkaan opium) akibat pemberantasan yang dilakukan. Begitu

pula dengan upaya mengurangi permintaan untuk mencegah melonjaknya harga

opium sebagai dampak ketimpangan antara permintaan dan ketersediaan opium.

Oleh karenanya UNODC harus mendukung secara maksimal segala upaya yang

ada terkait upaya mengontrol budidaya opium.

108
DAFTAR PUSTAKA

Barkin, J. Samuel. 2006. International Organization: Theories and Institutions.


United States.

Hill, Cindy. 2005. Measuring Transnational Crime. Handbook of Transnational


Crime and Justice.Thousand Oaks:SAGE Publications. Inc.
IFAD. 2012.Enabling poor rural people to overcome poverty in the Lao People’s
Democratic Republic.
Kramer, Tom, Simon Howard ed., An Assessment of the Impact of the Global
Financial Crisis on Sustainable Alternative Development: Key Determinant
Factors For Opium Poppy Re-Cultivation in Southeast Asia. 2010

McFarlane, John. 2001. Transnational Crime: Response Strategies. Australian


Institute Of Criminology.
Natarajan, Mangai (editor). 2011. International Crime and Justice. Cambridge
University Press.
National security council staff. 2011. Strategy To Combat Transnational
Organized Crime. National security council. The White House.

Pietschmann, Thomas,et al. 2009. A Century Of International Drug Control.

Rudy, T. May. Administrasi dan Organisasi Internasional.Refika Adiatma:Bandung.

Simanungkalit, Parasian. 2011. Globalisasi Peredaran Narkoba dan


Penanggulangannya di Indonesia. Cetakan II. Yayasan Wajar Hidup:Jakarta
Selatan.
Singer, Merrill. 2008. “Drugs and development: The global impact of drug use
and trafficking on social and economic development”. Elsevier
B.V.International Journal of Drug Policy 19.
Suherman, Ade Maman. Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional
Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Ghalia Indonesia: Indonesia.
Suryokusumo, Sumaryo. 1990. Hukum Organisasi Internasional. UI-Press.
Voronin, Yuriy A. 2000. Measures to Control Transnational Organized Crime.
Wagley, John. R. 2006. CRS Report for Congress. Transnational Organized
Crime: Principal Threats and U.S. Responses.

109
Dokumen:
United Nations. 2000. United Nations Convention AgainstTransnational
Organized Crime.
UNODC. 2009. National Drug Control Master Plan 2009-2013: A Five Year
Strategy to Address the Illicit Drug Control Problem in the Lao PDR.
UNODC. 2009. Opium Poppy Cultivation in South-East Asia: Lao PDR Opium
Survey 2009

UNODC. 2010. South-East Asia Opium survey 2010: Lao PDR Opium Survey
2010

UNODC. 2011. South-East Asia Opium survey 2011: Lao PDR Opium Survey
2011

UNODC. 2012. South-East Asia Opium survey 2012: Lao PDR Opium Survey
2012

UNODC. 2013. Southeast Asia Opium survey 2013: Lao PDR Opium Survey
2013

UNODC. 2014. Southeast Asia Opium Survey 2014

Website:

http://www.unodc.org/laopdr/index.html?ref=menutop. Di akses pada 16 oktober


2014.

About Laos, di ambil dari http://www.na.gov.la/appf17/lao_history.html. Di akses


pada 22 September 2014.

About UNODC, diambil dari http://www.unodc.org/unodc/en/about-


unodc/index.html?ref=menutop. Diakses pada 23 April 2013.

Country Report Narcotic Drugs Issues in Laos. www.aipasecretariat.org/wp-


content/uploads/2010/07/lao-country-report.doc.Di akses pada 22 september
2014.

Drug trafficking, diambil dari http://www.unodc.org/unodc/en/drug-


trafficking/index.html. Di akses pada 22 mei 2013.

110
From growing opium to a sustainable livelihood, diambil dari
http://www.unodc.org/laopdr/en/stories/case-study-of-mr--po-vue-success-
story.html. Di akses pada tanggal 25 oktober 2014.

Opium cultivation up significantly in Myanmar and Lao PDR, UNODC warns,


diambil dari http://www.unodc.org/southeastasiaandpacific/en/2011/12/ops-
2011/story.html. Di akses pada 22 Oktober 2014.

Transnational Crime, diambil dari


http://www.un.org/en/peacekeeping/sites/police/initiatives/transcrime.shtml.
Di akses pada 06 mei 2014.

111

Anda mungkin juga menyukai