Anda di halaman 1dari 28

Tinjauan Pustaka

Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner adalah gangguan pada fungsi jantung yang

diakibatkan otot jantung mengalami kekurangan darah karena terjadi

penyumbatan dan penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat rusaknya

lapisan dinding pembuluh darah (Kemetrian Kesehatan RI, 2019).

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit jantung yang

terjadi karena adanya penyempitan pada arteri koroner, terjadi karena

aterosklerosis, penimbunan plak atau lemak pada dinding arteri koroner,

penyumbatan karena bekuan darah, baik yang disertai dengan gejala klinis

maupun tanpa ada gejala (Kabo, 2014).

Anatomi dan Fisiologi Jantung

Anatomi. Jantung adalah organ berotot yang terdapat di diagfragma serta

berada dalam rongga pada pertengahan toraks di antara kedua paru. Jantung lebih

condong berada di sebelah kiri dada dan basis jantung berada di atas apeksnya.

Jantung berukuran sebesar kepalan tangan individu dengan lebar kurang lebih

sekitar 9 cm dan panjang 12 cm dan berat berkisar 250-390 gram pada laki-laki

dan 200-275 gram pada perempuan (Nair&Peate, 2015).

Jantung berdenyut sekitar 3,5 triliun kali selama hidup seorang individu

dan rata-rata setiap harinya berdenyut sebanyak 100.000 kali dan memompa darah

sekitar 7500 liter. Terdapat dua lapis selaput pembungkus jantung dan seperti

sebuah kantong yang disebut dengan pericardium (Sarpini, 2015). Selaput luar

terdiri dari pembuluh darah yang membungkus bagian dasar jantung serta

menempel pada tulang dada dan ke bawah diagfragma. Adapun selaput bagian

dalam melekat pada otot jantung. Terdapat cairan yang berada di antara kedua

selaput ini yang berfungsi agar jantung dapat berdenyut secara leluasa dan berada

tetap pada tempatnya.


Ruang jantung. Jantung memiliki empat ruang antara lain dua atrium dan

dua ventrikel.

Atrium kanan. Pada atrium kanan terletak tiga lubang besar diantaranya

yaitu vena cava superior yang masuk bagian pada bawah dinding posterior, yaitu

lubang penghubung ventrikel kanan denganatrium kanan dilindungi oleh katub

tricuspidalis yang berguna menahan darah kembali menuju atrium dextra, serta

sebuah vena yang membawa darah dari dinding jantung yang disebut sinus

coronarius, dan lubang ini berada di antara vena cava inferior dan katub

tricuspidalis (tiga daun).

Atrium kiri. Atrium kiri memiliki dinding yang lebih tebal namun dengan

ukuran yang lebih kecil. Pada atrium kiri ditemukan empat vena pulmonalis yang

dua masing-masing berasal dari setiap paru. Atrium kiri serta ventrikel kiri

terhubung oleh katub bicuspidalis (dua daun) (Sarpini, 2015).

Ventrikel kanan. Rongga ventrikel kanan berbentuk seperti bulan sabit dan

terdapat tonjolan. Tonjolan ini disebut muskulus papilaris dan berada pada

dinding ventrikel kanan. Pada tonjolan tersebut terdapat serabut fibrous yang

disebut chorda tendinea yang melekat pada katub tricuspidalis. Ketika ventrikel

kanan berkontraksi untuk memompakan darah menuju arteri pulmonalis, chorda

tendinea berfungsi sebagai pencegah katub mengarah masuk menuju atrium. Pada

saat ventrikel kanan dilatasi, katub pulmonalis atau katub semilunaris menjaga

lubang yang menuju arteri pulmonalis untuk mencegah darah masuk kembali ke

ventrikel kanan. Ketika ventrikel kanan mulai dipenuhi oleh darah dan akan

berkontraksi, katub tricuspidalis segera menutup dan katub pulmonalis terbuka.

Ventrikel kiri. Ventrikel kiri memiliki rongga yang berbentuk oval dengan

ukuran yang relatif lebih kecil dan memiliki dinding yang tebal. Chorda tendinea

yang dimiliki oleh ventrikel kiri lebih tebal juga lebih kuat dari ventrikel kanan.

Selain itu muskulus papilaris pada ventrikel kiri memiliki ukuran yang lebih

besar. Pada saat ventrikel kiri berkontraksi, m. papilaris dan chorda tendinea
mencegah katub mitralis mengarah ke atrium kiri sehingga darah dipompakan

seluruhnya menuju aorta dan tidak kembali ke atrium kiri. Adapun ketika

ventrikel kiri berdilatasi, katub semilunaris aorta dengan ukuran lebih besar juga

lebih kuat dari katub semilunaris pulmonalis mencegah darah masuk kembali ke

aorta. Ketika ventrikel kiri berkontraksi, katub mitralis akan menutup dan katub

aorta membuka (Sarpini, 2015).

Sistem konduksi jantung. Sistem konduksi jantung tersusun atas otot

jantung yang khusus yang berada pada nodus sinoatrialis, nodus atrioventricularis,

fasiculus atrioventricularis, serta plexus subendocardial serabut Purkinye.

Purkinye merupakan serabut pada otot jantung. Serabut ini khusus untuk

menyusun sistem konduksi jantung. Biasanya nodus sinoatrialis mendapatkan

darah dari arteri coronaria dextra dan terkadang oleh arteri coronaria sinistra.

Sementara itu fasiculus atrioventricularis didarahi oleh arteri coronaria dextra

(Snell, 2017).

Pembuluh darah jantung. Darah mengalir ke dalam maupun ke luar

jantung melalui pembuluh darah besar diantaranya yaitu vena kava superior dan

inferior, arteri pulmonal dan vena pulmonal, dan aorta. Selain itu jantung

memiliki suplai darah sendiri yang berasal dari arteri koroner dan vena koroner

(Nair&Peate, 2015).

Vena cava superior. Vena ini adalah salah satu dari dua vena yang

membawa darah kaya CO2yang berasal dari seluruh tubuh menuju jantung. Darah

yang berasal dari vena-vena dari tubuh bagian atas dan kepala akan menyatu ke

dalam vena cava superior dan berlanjut masuk ke atrium kanan.

Vena cava inferior. Darah pada vena yang berasal dari tubuh bagian

bawah dan tungkai akan bersatu masuk menuju vena kava inferior dan selanjutnya

menuju atrium kanan.

Arteri pulmonalis. Arteri ini mengangkut darah yang kaya akan karbon

dioksida dari ventrikel kanan menuju paru-paru. Pada umumnya arteri selalu kaya
akan O2, namun arteri pulmonalis justru kaya akan CO2.

Vena pulmonalis. Vena pulmonalis memiliki darah yang kaya akan O2

yang berasal dari paru-paru kemudian masuk ke dalam atrium kiri.

Aorta. Aorta adalah pembuluh darah yang paling besar dalam tubuh

manusia serta memiliki diameter sekitar sebesar ukuran ibu jari tangan. Pembuluh

ini membawa darah yang banyak mengandung oksigen dari ventrikel kiri dan

akan dialirkan ke seluruh tubuh.

Arteri coronaria (arteri koroner). Darah membutuhkan suplai oksigen dan

makanan secara teratur agar dapat selalu berkontraksi dan relaksasi untuk

memompa darah. Suplai oksigen dan makanan tersebut didapat dari arteri

coronaria yang mengandung banyak makanan dan oksigen. Darah yang berasal

dari ventrikel kiri keluar menuju aorta dan selanjutnya masuk ke arteri coronaria

sinistra dan dextra. Arteri coronaria sinistra memiliki dua cabang arteri yang lebih

kecil yaitu arteri coronaria desendens anterior sinistra yang melekat pada

permukaan depan jantung dan a.coronaria circumflexa sinistra yang melingkar di

sekitar sisi kiri jantung serta melekat pada permukaan belakang jantung. Cabang-

cabang yang lebih besar dari arteri coronaria terletak di seputar permukaan

jantung, adapun percabangan yang lebih kecil masuk ke dalam otot jantung

(Sarpini, 2015).

Pada percabangan terminal arteri coronaria dextra dan sinistra (sirkulasi

kolateral) terdapat anastomosis. Namun apabila cabang besar mengalami

sumbatan oleh penyakit, cabang-cabang tersebut tidak cukup besar untuk

mendarahi otot jantung. Penyumbatan secara mendadak pada salah satu arteria

coronaria atau salah satu cabang besar dapat mengakibatkan matinya otot jantung

(infark miokardium), meskipun terkadang sirkulasi kolateral cukup untuk

mempertahankan asupan darah ke otot (Snell, 2017).

Pembuluh balik jantung. Darah yang berasal dari dinding jantung sebagian besar
mengalir ke atrium dextra melalui sinus coronarius yang terdapat di bagian
posterior suluxus atrioventricularis. Pembuluh ini bermuara menuju atrium dextra
yang berada di sebelah kiri vena cava inferior. Vena cardiaca parva dan media
bermuara ke sinus coronarius, kemudian selebihnya dialirkan menuju atrium dextra
melalui vena cardiaca anterior serta melalui vena kecil yang langsung bermuara ke
jantung.

Persarafan jantung. Otot jantung mempunyai kemampuan kontraksi

irama otomatis yang khas dan tidak bergantung pada persarafan. Akan tetapi

frekuensi kontraksi dipengaruhi oleh persarafan jantung. Jantung memiliki serabut

simpatik saraf otonom dan parasimpatik saraf otonom. Perangsangan serabut

posganglionik simpatik menghasilkan akselerasi jantung, dilatasi arteri coronaria,

dan meningkatnya daya kontraksi otot jantung. Sementara itu perangsangan saraf

parasimpatik menyebabkan kurangnya daya kontraksi dan denyut jantung, serta

konstriksi arteri coronaria (Snell, 2017).

Katup-katup jantung. Jantung memiliki beberapa katup yaitu katup

tricuspidalis, katup mitralis, katup pulmonalis, dan katup aorta. Katup tricuspidalis

berfungsi mengatur setiap aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan.

Katup pulmonalis berfungsi mengatur setiap aliran darah ventrikel kanan menuju

arteri pulmonalis serta darah yang menuju paru-paru untuk mendapat oksigen.

Aliran darah yang mengandung banyak oksigen yang berasal dari paru-paru dan

menuju ventrikel kiri melalui atrium kiri diatur oleh sebuah katup yaitu katup

mitralis.. Katup aorta berfungsi mengatur jalan keluar aliran darah dari ventrikel

kiri menuju aorta dan dialirkan kepada seluruh bagian tubuh dan jantung (Sarpini,

2015).
Sumber: Badan Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, 2012
Gambar 1. Anatomi jantung

Fisiologi

Proses memompa jantung. Jantung merupakan pompa muskular. Siklus

jantung merupakan serangkaian perubahan yang terjadi ketika proses mengisi

darah dan mengosongkan darah. Jantung berdenyut sebanyak 70-90 kali setiap

menit dalam keadaan normal pada orang dewasa ketika sedang beristirahat, dan

sekitar 130-150 kali setiap menit pada bayi baru lahir (Snell, 2017).

Jantung melakukan dua pompaansekaligus dalam sekali berdenyut. Bagian

kanan jantung menerima darah yang sedikit oksigen dari seluruh tubuh dan akan

mengalirkan darah tersebut ke paru. Dalam paru-paru (alveoli), oksigen akan

diserap masuk ke dalam darah. Bagian kiri jantung menerima darah yang banyak

oksigen dari paru kemudian menyalurkannya ke seluruh tubuh.

Kontraksi yang terjadi pada jaringan otot jantung pada ventrikel disebut sistolik.

Ketika ventrikel berkontraksi, darah dalam ventrikel disemprotkan keluar jantung

menuju arteri. Kemudian dari ventrikel kiri, darah dialirkan menuju aorta dan dari

ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis. Tekanan sistolik merupakan

peningkatan tekanan selama kontraksi ventrikel. Adapun relaksasi jaringan otot

jantung disebut diastolik. Ketika ventrikel relaksasi, ruangan ini dapat menerima

darah yang berasal dari atrium. Penurunan tekanan ketika relaksasi ventrikel

disebut tekanan diastolik (Sarpini, 2015).

Sistem sirkulasi darah. Jantung ialah organ tubuh yang berfungsi untuk

memompa darah. Sisi kiri jantung memompakandarah ke sirkulasi sistemik dan

menjangkau seluruh bagian tubuh atau disebut dengan peredaran darah besar

kecuali sel yang berperan ketika pertukaran gas di paru. Sisi kanan jantung

memompakan darah menuju sirkulasi paru yang mengalir hanya menuju paru

untuk memperoleh oksigen atau disebut dengan peredaran darah kecil.

Peredaran darah kecil (sirkulasi pulmonal). Darah yang banyak


mengandung CO2 yang berasal dari seluruh tubuh akan masuk ke atrium kanan

melalui venan kava superior dan vena kava inferior. Selanjutnya atrium kanan

berkontraksi dan darah didorong menuju ventrikel kanan melalui katub

trikuspidalis. Darah dari ventrikel kanan akan dialirkan menuju arteri pulmonalis

melalui katub pulmonalis. Arteri pulmonalis memiliki dua cabang untuk

mengalirkan darah ke paru kanan dan kiri, kemudian bercabang lagi yang lebih

kecil dan berakhir pada kapiler-kapiler di sekitar alveolus. Di alveolus terjadi

pertukaran oksigen dan karbon dioksida. CO2 akan keluar sementara itu oksigen

akan diikat di dalam kapiler. Selanjutnya darah masuk ke dalam venula

pulmonalis dan kembali ke atrium kiri untuk diteruskan ke ventrikel kiri.

Peredaran darah besar (sirkulasi sistemik). Peredaran darah besar

melibatkan seluruh pembuluh darah arteri dan pembuluh vena di dalam

tubuh.

Arteri terbesar dalam sirkulasi ini adalah aorta, dan vena terbesar adalah vena

cava superior (vcs) dan vena cava inferior (vci). Darah dari bagian dada, kepala,

dan lenganakan diterima oleh vena cava superior, sementera itudarah yang berasal

dari tubuh bagian bawah diterima oleh vena cava inferior. Kedua vena cava ini

masuk ke atrium kanan. Ventrikel kiri memompa darah yang banyak mengandung

O2 menuju aorta. Kemudian dari aorta darah di alirkan ke seluruh tubuh melalui

cabang-cabang aorta yang menuju organ-organ serta bagian lainnya dalam tubuh.

Selanjutnya melalui vena cava inferior dan vena cava superior ini darah akan

kembali ke jantung (atrium kanan). Pada sirkulasi ini, arteri mengandung darah

yang banyak oksigen dan darah ini memiliki warna merah terang, adapun vena

mengandung darah kaya karbon dioksida dan memiliki warna merah keunguan

(Sarpini, 2015).

Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner terjadi karena adanya aterosklerosis pada


pembuluh darah koroner. Aterosklerosis diartikan sebagai kekauan pada

pembuluh darah arteri. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi yang

terjadi secara kronis. Proses atreosklerosis sudah terjadi sejak usia dini. Seiring

pertambahan usia disertai dengan berbagai faktor risiko, terjadinya proses

aterosklerosis akan semakin berkembang sehingga menimbulkan berbagai

penyakit yang memiliki hubungan dengan aterosklerosis dan komplikasinya (Adi,

2015).

Gejala Penyakit Jantung Koroner

Angina pektoris. Angina pektoris merupakan gejala penyakit jantung

koroner yang paling sering terjadi. Angina pektoris diartikan sebagai rasa tidak

nyaman atau nyeri pada dada sebelah kiri karena suplai darah menuju otot jantung

berkurang. Sebagian besar penderita juga merasa sesak, merasa dingin atau panas,

dan rasa terbakar di bagian dada. Nyeri dada umumnya terjadi di daerah belakang

tulang tengah dada (sternum) dan kemudian nyeri tersebut menyebar menuju

lengan kiri bagian dalam hingga kelingking atau terkadang menyebar hingga ke

ulu hati , leher, dan rahang. Intensitas nyeri pada dada tersebut juga berbeda-beda.

Angina pektoris stabil. Angina pektoris stabil memiliki karakteristik yaitu

perburukan dari nyeri dada yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan stres

emosi. Gejala klasiknya dapat terlihat pada saat setelah makan dalam porsi banyak

atau pertama kali muncul pada pagi hari. Nyeri yang terjadi biasanya bukan nyeri

yang tajam seperti ditusuk atau diiris sembilu. Penderita angina pektoris stabil

tidak jarang hanya merasa tidak enak di bagian dada. Nyeri yang pertama muncul

umumnya agak nyata, berlangsung beberapa menit atau berlangsung hingga

kurang dari 20 menit.

Angina pektoris tidak stabil. Angina pektoris tidak stabil didefenisikan

sebagai angina pektoris dengan salah satu gejala klinisnya terjadi ketika istirahat

atau akitivitas minimal dan umumnya terjadi selama lebih dari 20 menit, rasa

nyeri hebat dan biasanya nyerinya jelas serta lambat laun akan terasa semakin
berat seperti nyeri yang dapat membuat penderita terbangun dari tidur, secara

terus menerus dan terjadi lebih sering dari sebelumnya (Trisnohadi & Muhadi,

2015).

Infark miokard atau serangan jantung. Serangan jantung merupakan

suatau keadaan otot jantung secara tiba-tiba tidak mendapatkan suplai darah

karena adanya penyumbatan yang mendadak pada arteri koroner. Penyumbatan

tersebut terjadi karena adanya bekuan darah yang disebabkan pecahnya plak.

Serangan jantung memiliki gejala berupa angina pektoris dengan intensitas yang

berat, terjadinyasecara tiba-tiba disertai dengan sesak nafas, muncul keringat

dingin, ataupun perasaan ingin pingsan.

Gagal jantung. Gagal jantung didefenisikan sebagai ketidakmampuan

jantung memompa darah bagi kebutuhan tubuh. Banyak hal dapat menyebabkan

terjadinya gagal jantung, salah satunya penyakit jantung koroner. Ketika arteri

koroner tidak mampu memberikan darah dan oksigen ke otot jantung, maka asam

laktat akan tertimbun dalam otot jantung. Asam ini menyebabkan berkurangnya

pembentukan sumber tenaga otot seperti ATP atau fosfo-kreatin dan

menyebabkan kalsium terlambat masuk ke dalam sel otot jantung sehingga terjadi

gangguan kontraktilitas otot jantung yang secara klinis disebut gagal jantung.

Gangguan irama jantung atau aritmia. Jantung memiliki pacemaker

yang secara otomatis mengeluarkan impuls dimana impuls ini akan merangsang

otot jantung agar melakukan kontraksi dengan irama yang teratur. Apabila ada

gangguan penyediaan darah dan oksigen pada otot jantung karena menyempitnya

arteri koroner, maka pacemaker serta jaringan konduksi jantung dapat terganggu

hingga menyebabkan gangguan irama jantung. Gangguan irama jantung memiliki

gejala yaitu berdebar-debar dan nafas pendek. Selain disebabkan penyakit

jantung, gangguan irama jantung juga dapat disebabkan hal lain (Kabo, 2014).

Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner

Distribusi dan frekuensi


Menurut orang. Prevalensi penyakit jantung koroner pada studi populasi

mengalami peningkatan di setiap tingkatan umur serta perbedaan jenis kelamin.

Data menunjukkan bahwa 5-7 persen penderita penyakit jantung koroner pada

perempuan berada pada rentang usia 45-67 tahun, 10 hingga 12% pada wanita

dengan usia 65-84 tahun mengalami angina pektoris stabil. Sebesar 4-7 persen

pada pria dengan umur 45-64 tahun, 12-14 persen pada umur 65-84 tahun

(Ginanjar & Rachman, 2015)

Menurut tempat. Penyakit jantung koroner menjadi salah satu penyakit

yang menyebabkan kematian di beberapa negara salah satunya Indonesia. Jumlah

penderita baru penyakitjantung koroner di Amerika Serikat yaitu sebesar 1,5 juta

per tahun (Masriadi, 2016). Menurut WHO, pada tahun 2015 kematian karena

penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sebesar 1.046.320 orang dan

merupakan 15,9 persen dari total kematian. Di wilayah Asia Tenggara kematian

akibat penyakit jantung koroner yaitu sebanyak 2.004.393 jiwa (14,5% dari total

kematian), wilayah Eropa sebanyak 2.428.575 jiwa (26,2% dari total kematian),

dan di wilayah Afrika sebanyak 440.502 jiwa (4,8% dari total kematian) (WHO,

2016).

Berdasarkan hasil data Riskesdas, prevalensi penyakit jantung koroner pada

tahun 2013 di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter yaitu sebesar 0,5

persen. Dari data tersebut juga diperoleh bahwa prevalensi penyakit jantung

koroner di perkotaan lebih tinggi dari pedesaan. Prevalensi tertinggi di Indonesia

berada di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu sebesar 0,8 persen. Provinsi Sulawesi

Utara, DKI Jakarta, dan Aceh memiliki prevalensi sebesar 0,7 dan berada di atas

prevalensi rata-rata yang di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Menurut waktu. Pada tahun 2015, kematian disebabkan penyakit jantung

koroner di dunia sebanyak 8.756.006 jiwa (15,5% dari total kematian di dunia)

(WHO, 2016). Pada tahun 2016 terdapat berkisar 17,9 juta orang meninggal dunia

akibat penyakit kardiovaskular dan kematian ini merupakan 31 persen dari seluruh
kematian di dunia, kematian akibat penyakit jantung koroner di dunia sebanyak

9.433.224 kematian dengan CDR sebesar 126,4 per 100.000 penduduk dan

jumlah tersebut merupakan 16,6 persen dari total seluruh kematian. Angka

tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2015 (WHO, 2018).

Faktor risiko. Faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner terdiri

dari faktor yang dapat diubah (dimodifikasi) dan tidak dapat diubah. Faktor yang

dapat diubah diantaranya yaitu hipertensi, tingginya kadar kolesterol total,

diabetes melitus, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stress, dan kurangnya

aktivitas fisik. Adapun faktor yang tak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin,

serta riwayat keluarga. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa jumlah risiko

total seorang individu ditentukan dari faktor risiko keseluruhan yang dimiliki.

Kolesterol tinggi. Kolesterol merupakan bagian dari lemak darah. Tubuh

manusia memerlukan kolesterol untuk membentuk berbagai komponen yang

penting diantaranya hormon, vitamin D, asam empedu, membran sel dan lain-lain.

Selain itu kolesterol berperan dalam membantu proses transportasi dalam sel

termasuk untuk konduksi sel saraf. Namun bila kadar kolesterol dalam tubuh

sangat tinggi maka kolesterol akan mengalami penimbunan pada dinding

pembuluh darah hingga menjadi plak. Lemak di dalam tubuh selalu berikatan

dengan fosfolipid dan lipoprotein, misalnya LDL (Low Density Lipoprotein)

Cholesterol yang umunya disebut dengan kolesterol jahat serta HDL (High

Density Lipoprotein) Cholesterol atau yang umunya disebut dengan kolesterol

baik. LDL berperan dalam pembentukan plak sedangkan HDL memiliki

kemampuan mengangkut kolesterol dalam plak agar tidak tertimbun di dalam

pembuluh darah. Kadar kolesterol total sebaiknya yaitu <200 mg/dl, bila lebih

dari 200 mg/dl maka dikatakan berisiko untuk terserang penyakit jantung koroner.

Sumber utama kolesterol darah adalah makanan. Makanan seperti daging,

lemak hewan, mentega, minyak kelapa, santan, dan susu mengandung lemak

jenuh yang bisa meningkatkan kolesterol, sedangkan makanan yang mengandung


lemak tidak jenuh diantaranya minyak jagung, minyak zaitun, minyak canola, dan

minyak kedelai atau wijen (Kabo, 2014).

Hipertensi. Hipertensi dapat meningkatkan risiko terkena penyakit

kardiovaskular. Hipertensi dapat menimbulkan gaya renggang yang dapat

menyebabkan cidera pada endotel arteri terutama di daerah percabangan. Daerah

percabangan banyak ditemui di arteri pada otak dan arteri koroner. Cedera yang

terjadi berulang dapat menyebabkan peradangan dan timbulnya plak. Hipertensi

yang tidak mendapat pengobatan maka akan menyebabkan komplikasi salah

satunya yaitu penyakit jantung koroner (Kabo, 2014).

Tabel 1

Klasifikasi Hipertensi

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi tingkat II >160 >100
Sumber:Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and
Treatment or High Pressure VII/JNC-VII, 2003

Diabetes melitus. Intoleransi terhadap glukosa telah diketahui sejak dahulu

memiliki kecenderungan pada berbagai penyakit pembuluh darah. Penelitian

menyebutkan bahwa laki-laki dengan diabetes melitus mempunyai risiko 50

persen lebih besaruntuk mengalami penyakit jantung koroner dari laki-laki

normal. Adapun pada perempuan risikonya menjadi dua kali lipat (Masriadi,

2016).

Obesitas. Obesitas memiliki kerterkaitan dengan peningkatan penyakit

jantung koroner, angina, hipertensi, stroke, dan diabetes. Obesitas termasuk beban

yang penting bagi kesehatan jantung serta pembuluh darah. Penelitian

Framingham menyebutkan akan terjadi penurunan insidensi penyakit jantung

koroner sebesar 25 persen dan cerebro vascular accident (CVA)/stroke sebesar


3,5 persen apabila setiap individu memiliki berat badan yang normal. Diharapkan

dengan menurunnya berat badan maka akan menurunkan terkanan

darah,membakar glukosa dan menurunkan dislipidemia, dan memperbaiki

sensitivitas insulin. Hal tersebut dapat tercapai dengan mengurangi jumlah asupan

kalori dan manambah aktivitas fisik (Masriadi, 2016).

Berikut klasifikasi obesitas menurut Kementerian Kesehatan RI :

Tabel 2

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Kategori Indeks Massa Tubuh


Kurus < 18,5
Normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih 25,0 – 27,0
Obesitas >27,0
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2013

Merokok. Merokok dengan kadar nikotin yang tinggi selain berpengaruh

langsung pada paru-paru, bahan toksik pada rokok yang masuk ke dalam darah

dapat menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung, pembuluh darah

menjadi cepat kaku, sel darah lebih mudah menggumpal. Selain itu merokok dapat

pula menyebabkan kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik sehingga

menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen myocardium (Kabo, 2014).

Kurang aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang kurang ialah faktor risiko

munculnya penyakit tidak menular termasuk penyakit jantung koroner. Untuk

mencegah penyakit jantung koroner diperlukan aktivitas fisik. Kadar HDL

kolesterol dapat ditingkatkan melalui aktivitas fisik, selain itu aktivitas fisik juga

dapat memperbaiki kolaterol koroner sehingga risiko penyakit jantung koroner

dapat berkurang. Manfaat aktivitas fisik diantaranya memperbaiki fungsi paru

sertasuplai oksigen ke miokard, menyebabkan penurunan berat badan sehingga

lemak yang berlebihan dalam tubuh dapat berkurang bersamaan dengan turunnya

LDL kolesterol, meningkatkan kesegaran jasmani serta mengurangi menurunkan


tekanan darah (Masriadi, 2016). Aktivitas fisik seperti berolahraga juga dapat

mengurangi disfungsi psiko-sosial seperti stres dan depresi (Kabo, 2014).

Konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol memiliki banyak dampak negatif

bagi kesehatan. Beberapa dampak negatif yang dapat terjadi yaitu kerusakan saraf,

mengganggu metabolisme tubuh, mengganggu fungsi hati. Selain itu konsumsi

alkohol juga menyebabkan tekanan darah tinggi sehingga menjadi risiko untuk

terjadinya gangguan jantung termasuk penyakit jantung koroner (Kementerian

Kesehatan RI, 2018)

Usia. Terdapat hubungan antara usia dengan kematian yang disebabkan

penyakit jantung koroner. Sebagian besar kematian disebabkan penyakit jantung

koroner terjadi pada kelompok usia 35-44 tahun serta mengalami peningkatan

seiring meningkatnya umur. Peningkatan kadar kolesterol pada perempuan dan

laki-laki mulai terjadi pada usia 20 tahun. Peningkatan kadar kolesterol pada laki-

laki berlangsung hingga umur 50 tahun. Adapun pada perempuan ketika sebelum

monopause (45-50 tahun), kadar kolesteol lebih rendah daripada laki-laki dengan

usia yang setara, tetapi setelah monopause kadar kolesterol pada perempuan

mengalami peningkatan melebihi laki-laki (Masriadi, 2016).

Jenis kelamin. Penyakit jantung koroner secara umum dapat terjadi pada

laki-laki maupun perempuan meskipun kasus pada perempuan tidak sebesar laki-

laki. Gejala penyakit jantung koroner di wilayah Amerika Serikat di bawah usia

60 tahun didapat pada 1 dari 17 orang perempuandan 5 orang laki-laki. Hal ini

bermakna bahwa laki-laki memiliki risiko dua sampai tiga kali lebih tingi untuk

menderita penyakit jantung koroner daripada perempuan (Masriadi, 2016).

Riwayat keluarga. Salah satu di antara faktor risiko yang penting pada

penyakit kardiovaskular adalah riwayat keluarga. Risiko relatif pada penyakit

jantung bervariasi antara 2-9 di antara orang dengan riwayat penyakit jantung

dalam keluarganya. Perempuan dengan penyakit jantung koroner di bawah usia 65

tahun, keturunan langsungnya akan memiliki risiko dua kali lebih besar untuk
terkena penyakit jantung koroner. Laki-laki di bawah 55 tahun dengan kedua

orang tua yang memiliki penyakit kardiovaskular di bawah umur 55 tahun, maka

risiko mengalami penyakit kardiovaskular meningkat hingga 50 persen dibanding

dengan populasi umumnya (PERKI, 2015).

Stres. Ketika mengalami stres, tubuh akan merespon dengan

mengeluarkan hormon-hormon neurotransmitter diantaranya yaitu mengeluarkan

adrenalin dan non-adrenalin. Keadaan stres juga merangsang otak untuk

mengeluarkan adenocorticotropic hormon, aldoseteron, kortisol, vasopressin, serta

thyroid stimulating hormone. Apabila berbagai substan tersebut mengalami

peningkatan maka dapat menyebabkan denyut jantung semakin kuat dan cepat,

pembuluh darah mengalami vasokonstriksi, meningkatnya kolesterol darah,

meningkatnya gula darah, serta menyebabkan sel darah memiliki kecenderungan

menggumpal. Dengan demikian stres dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya

penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner (Kabo, 2014).

Pencegahan

Pencegahan primer. Pencegahan primer dalam hal ini yaitu pencegahan

yang dilakukan untuk menghindari terserang penyakit jantung koroner.

Pencegahan penyakit jantung koroner sebaiknya dilakukan sejak dini yaitu sejak

usia remaja karena proses atherosklerosis sudah terjadi sejak remaja. Upaya yang

dapat dilakukan untuk mencegah terkena penyakit jantung koroner yaitu dengan

mengendalikan faktor risiko yakni mengupayakan hidup sehat diantaranya yaitu

melakukan cek kesehatan secara rutin bagi orang yang sehat maupun memiliki

risiko minimal satu kali dalam setahun, mengenyahkan asap rokok dimulai dengan

yang bukan perokok agar tidak mulai merokok dan bagi perokok diharapkan agar

berhenti merokok, melaksanakan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari dan lima

hari seminggu, konsumsi makanan yang bernutrisi dengan gizi seimbang serta

membatasi asupan gula (4 sendok makan), lemak (5 sendok makan lemak/ minyak

goreng), garam (1 sendok teh), istirahat dengan cukup yaitu tidur 7-8 jam atau
minimal 6 jam per hari, serta kelola stres (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) difokuskan pada kegiatan untuk

meningkatkan aktivitas fisik juga konsumsi sayur dan buah. Program Indonesia

Sehat dengan Pendekatan Keluarga juga berupaya untuk meningkatkan kualitas

hidup masyarakat Indonesia yang diawali dari keluarga antara lain yaitu penderita

hipertensi diharapkan berobat secara teratur serta tidak ada anggota keluarga yang

merokok (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder dilakukan agar penderita

penyakit jantung koroner tidak mengalami komplikasi. Upaya yang dapat

dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur dan rutin,

mengatasi penyakit melalui pengobatan yang tepat, melakukan aktivitas fisik

secara aman, mengupayakan diet sehat dengan gizi seimbang, menghindari asap

rokok, hindari minuman yang mengandung alkohol serta zat karsinogenik yang

lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Penyakit jantung koroner merupakan penyempitan arteri koroner yang


mengakibatkan berkurangnya asupan darah menuju otot jantung, karena itu obat

yang diberikan pada penderita penyakit jantung koroner merupakan obat yang

mampu meningkatkan suplai darah untuk otot jantung, menurunkan beban pada

jantung, serta menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Obat yang dapat

meningkatkan suplai darah diantaranya yaitu obat golongan nitrat dan obat-obat

anti agregasi (penghambat penggumpalan darah), obat yang dapat menurunkan

beban jantung serta mengurangi kebutuhan atas oksigen dari otot jantung yaitu

beta-bloker dan antagonis kalsium. Selain itu diberikan pula obat yang berfungsi

memperbaiki faktor risiko seperti obat penurun kolesterol, obat menurunkan

hipertensi atau obat diabetes melitus bagi penderita penyakit tersebut.

Selain pemberian obat, penyakit jantng koroner dapat ditanggulangi

dengan pemasangan stent dan balon pada arteri koroner. Pemasangan balon arteri

koroner merupakan suatu teknik yang dirancang untuk membuka arteri koroner

yang mengalami penyempitan akibat timbulnya plak. Stent merupakan suatu


pegas artifisial yang biasa disebut sebagai cincin. Stent dipasang pada daerah yang

mengalami penyempitan untuk mengganjal plak aterosklerosis sehingga tidak

mengalami penyempitan lagi. Selain itu dapat pula dilakukan operasi bypass

yaitu menyambung pembuluh darah yang baru pada distal penyempitan agar

suplai darah untuk miokard meningkat sehingga mampu mengurangi keluhan

nyeri dada serta menurunkan kejadian serangan jantung (Kabo, 2014).

Pencegahan tersier. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan

rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi diantaranya yaitu dengan edukasi dan konseling

yang bertujuan agar penderita dapat meminimalisasi ketidakmampuan fisik dan

psikologis, memelihara kehidupan sosial, memulai kembali pekerjaan yang

disesuaikan dengan kapasitas, memperbaiki gaya hidup , selain itu juga dilakukan

program latihan fisik, uji latih jantung, serta pengendalian faktor risiko (PERKI,

2019).

Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori jaring laba-laba atau sebab akibat (the

web of causation).Teori ini ditemukan oleh Pugh dan Mac Mohan (1970). Teori

ini juga disebut konsep multifactiorial, dimana teori ini menyatakan suatu

penyakit tidak hanya bergantung pada satu penyebab yang berdiri sendiri. Suatu

penyakit terjadi akibat serangkaian proses sebab akibat dan dapat dihentikan atau

dicegah dengan memutuskan mata rantai berbagai faktor (Irwan, 2017).


Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner

Faktor yang dapat


Faktor yang tidak
dimodifikasi
dapat dimodifikasi

Hipertensi Umur
Diabetes melitus Jenis Kelamin
Kolesterol tinggi Riwayat
Obesitas Keluarga
Kurang aktivitas
fisik
Merokok
Konsumsi alkohol

Aterosklerosis koroner

Penyakit Jantung Koroner

Gambar 2. Kerangka teori


Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen


Karakteristik sosiodemografi:
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan

Faktor risiko :
Penyakit Jantung
Hipertensi Koroner
Diabetes Melitus
Kadar Kolesterol
Riwayat keluarga
Obesitas
Aktivitas fisik
Merokok
Konsumsi alkohol

Gambar 3. Kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai