Anda di halaman 1dari 41

JANTUNG

Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan.
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi
ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas
dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi
sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian
kanan dan kiri dinamakan septum.8

Gambar 1. Jantung normal dan sirkulasinya.6


Jantung terletak di rongga toraks di antara paru – paru. Lokasi ini dinamakan
mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.), lebar 9
cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata – rata 250 g pada wanita dewasa
dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis
tengah tubuh (Tortora, 2012). Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang
sternum, dan semua pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah ini (Scanlon,
2007). Apeks jantung yang dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior,
inferior, dan kiri, serta berada di atas diafragma.

Membran yang membungkus dan melindungi jantung disebut perikardium.


Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum, namum
tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan kuat.
Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa.
Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis.
Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan
mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium serosa bergabung dengan
perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium serosa, disebut juga epikardium,
melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral terdapat
cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara lapisan – lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut.
Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling luar),
miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling dalam). Seperti
yang telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium
serosa yang disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat

lunak, sehingga tekstur permukaan luar jantung terlihat lunak dan licin. Miokardium
merupakan jaringan otot jantung yang menyusun hampir 95% dinding jantung.
Miokardium bertanggung jawab untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot
rangka, otot jantung ini bekerja involunter seperti otot polos dan seratnya tersusun
melingkari jantung. Lapisan terdalam dinding jantung, endokardium, merupakan lapisan
tipis endotelium yang menutupi lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup
jantung.

Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian superior adalah
atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah ventrikel. Atrium
kanan membentuk batas kanan dari jantung (Tortora, 2012) dan menerima darah dari vena
kava superior di bagian posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di bagian
lebih bawah (Ellis, 2006). Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 – 3 mm (0,08 –
0,12 in.). Dinding posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya halus,
sedangkan dinding anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut pectinate
muscles. Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum interatrial.
Darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup yang
dinamakan katup trikuspid atau katup atrioventrikular (AV) kanan.

Ventrikel kanan membentuk pemukaan anterior jantung dengan ketebalan sekitar 4 – 5


mm (0,16 – 0,2 in.) dan bagian dalamnya dijumpai bubungan - bubungan yang dibentuk
oleh peninggian serat otot jantung yang disebut trabeculae carneae. Ventrikel kanan dan
ventrikel kiri dipisahkan oleh septum interventrikular. Darah mengalir dari ventrikel
kanan melewati katup pulmonal ke arteri besar yang dinamakan trunkus pulmonal. Darah
dari trunkus pulmonal kemudian dibawa ke paru – paru. Atrium kiri memiliki ketebalan
yang hampir sama dengan atrium kanan dan membentuk hampir keseluruhan pangkal dari
jantung. Darah dari atrium kiri mengalir ke ventrikel kiri melewati katup bikuspid (mitral)
atau katup AV kiri. Ventrikel kiri merupakan bagian tertebal dari jantung, ketebalan
sekitar 10 – 15 mm (0,4 – 0,6 in.) dan membentuk apeks dari jantung. Sama dengan
ventrikel kanan, ventrikel kiri mempunyai trabeculae carneae dan chordae tendineae
yang menempel pada muskulus papilaris. Darah dari ventrikel kiri ini akan melewati
katup aorta ke ascending aorta. Sebagian darah akan mengalir ke arteri koroner dan
membawa darah ke dinding jantung (Tortora, 2012).

Gambar 2 . Struktur anatomi jantung bagian dalam


Btbatas-batas jantung:

 Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior

(VCI)

 Kiri : ujung ventrikel kiri

 Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri

 Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang

diafragma sampai apeks jantung

 Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah tersebut
mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup trikuspid yang terletak
di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel
kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2
daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior.
Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet) .8

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung. Serabut
post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada
ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua
atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi
aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.9

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari
sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan,
turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada
85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery
(PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri
dan terbagi menjadi arteri anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD)
interventrikuler dan sirkumfleks.
LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.9

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi
berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.9
Fisiologi Jantung
Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya
sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan.
Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi
untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi
sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini
adalah suatu proses yang berkesinambungan dan
berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.1

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena
cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut
darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk
ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan,
kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.1

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di paru-


paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini kemudian menuju
atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke
ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya
dipompakan ke aorta.1

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan tekanan
darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini mulai
mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan
dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya
dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara
bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.1

a. Siklus Jantung

Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol
(relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan
diastol yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung,
sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi jantung.

Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol.
Karena aliran masuk darah yang kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan
atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena
perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke
dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel perlahan – lahan
meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi.

Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan
membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan menimbulkan
kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem
penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai,
tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik inilah
yang mendorong katup AV tertutup.
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV sudah menutup,
tekanan ventrikel harus terus meningkat (Sherwood, 2001) sampai tekanan tersebut cukup
untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal) (Guyton, 2006). Dengan demikian,
terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta.
Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel
selama waktu ini. Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik
(Sherwood, 2001). Pada saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan
ventrikel kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. Darah
segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada akhir sistolik, terjadi
relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara cepat. Peningkatan
tekanan di arteri besar menyebabkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga
terjadi penutupan katup semilunar (Guyton, 2006). Tidak ada lagi darah yang keluar dari
ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel
masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup
dalam waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.

b. Curah Jantung dan Kontrolnya

Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap – tiap
ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama satu
periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen
dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah
jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila
diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Dua faktor penentu
curah jantung adalah kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup
(volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70
kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata –
rata adalah 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit
atau mendekati 5 liter/menit.

Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus
SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan
depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial
aksi yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini
berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut rata – rata adalah 70
kali per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat
memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu
saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV).
Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut
jantung, sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas nodus
tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah
pengaruh parasimpatis jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi
atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium melemah.

Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi –
situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya
pada jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah
meningkatkan keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi
simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan
kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial
aksi di seluruh jalur penghantar khusus.

Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup. Terdapat
dua jenis kontrol yang mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang
berkaitan dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan
dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua faktor ini meningkatkan volume
sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot jantung. Hubungan langsung antara
volume diastolik akhir dan volume sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume
sekuncup, yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume
sekuncup. Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan
jantung semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat
otot awal sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat,
sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume diastolik akhir
dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-Starling pada jantung.

Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan


normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik
vena menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut
sebagai preload, karena merupakan beban kerja yang diberikan ke jantung sebelum
kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus diatasi ventrikel saat
berkontraksi disebut sebagai afterload karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke
jantung setelah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga
menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung,
diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin (Sherwood, 2001).

c. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena penekanan darah
pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi
yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah
terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012). Tekanan arteri rata – rata
(mean arterial pressure) adalah tekanan rata – rata yang bertanggung jawab mendorong
darah maju ke jaringan selama seluruh siklus jantung. Perkiraan tekanan arteri rata – rata
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah
sistolik – tekanan darah diastolik)

Pengaturan tekanan arteri rata – rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu
curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada
pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi perifer
total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol.

Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex baroreseptor.
Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus – menerus memantau
tekanan arteri rata – rata. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan
volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal (
Sherwood, 2001).
Gambar 3. Faktor – faktor yang meningkatkan tekanan arteri rata – rata

Pengukuran tekanan darah diindikasikan pada semua kondisi yang memerlukan


penilaian fungsi kardiovaskular, termasuk untuk skrining. Alat yang digunakan dalam
pengukuran tekanan darah adalah stetoskop dan sfigmomanometer. Untuk persiapan
sebelum memulai pemeriksaan, pemeriksa harus memastikan pasien tidak menggunakan
tembakau, kafein, atau melakukan aktivitas fisik dalam 30 menit terakhir (Williams, et al.,
2009).

Dalam Cardiovascular Health, Nutrition and Physical Activity Section (2003), prosedur
pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut: (1) Memeriksa kelengkapan alat,
meletakkan manometer menghadap ke arah pemeriksa, lalu memilih ukuran cuff yang
sesuai. (2) mempalpasi lokasi arteri brakialis, lalu melilitkan bagian bladder cuff di medial
lengan atas, tepat di atas arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm di atas fosa
antekubiti, sejajar dengan jantung. Lengan pasien diletakkan di atas meja, diposisikan
sedikit fleksi dengan bagian palmar menghadap ke atas. (3) Untuk estimasi tekanan sistol,
pemeriksa memompa cuff sampai pulsasi arteri radialis menghilang. Kemudian cuff
dikempiskan secara perlahan sampai pulsasi kembali dirasakan. Kemudian, menunggu 15 –
30 detik sebelum dilakukan pengukuran selanjutnya. (4) Menghitung maximum inflation
level (MIL) dengan menambahkan estimasi tekanan sistol dengan 30 mmHg. (5) Memasang
stetoskop dan meletakkan bell atau diafragma stetoskop di atas arteri brakialis. (6)
Memompa cuff sampai level yang telah ditentukan pada poin 4. (7) Mengempiskan cuff
secara perlahan dengan kecepatan 2 mmHg per detik. Ketika suara pertama kali terdengar,
angka yang ditunjukkan sfigmomanometer adalah tekanan sistol. Sedangkan angka yang
ditunjukkan ketika suara menghilang sempurna adalah tekanan diastol. (8) Mengempiskan
cuff secara cepat dan sempurna, lalu mendokumentasikan hasil pengukuran tekanan darah.

Penyakit Jantung Hipertensi

Definisi

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu istilah yang digunakan secara umum untuk
penyakit jantung yang disebabkan oleh efek peninggian tekanan darah kronis (Riaz,
2012).

Etiologi
Penyebab dari penyakit jantung hipertensi adalah hipertensi kronis; akan tetapi,
penyebab dari hipertensi sangat bervariasi (Riaz, 2012). Hipertensi adalah peninggian
tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg, atau sedang
mengkonsumsi obat antihipertensi (Pickering, 2008).

Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi


sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari
peninggian tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh
penyakit seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma
Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2 (Yogiantoro, 2006).
Tabel . Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah

Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
>
Hipertensi Derajat 2 160 atau > 100

Sumber: The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), 2003.

Patogenesis
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan
konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu
akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri
(hipertrofi eksentrik).

Rangsangan simpatis dan aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)


memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel
sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(gangguan fungsi sistolik) (Panggabean, 2006).

Patofisiologi
HVK pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang kompleks, dimana tidak
hanya melibatkan faktor hemodinamik, seperti beban tekanan, volume, denyut jantung
yang berlebihan, dan peningkatatan kontraktilitas dan tahanan perifer, tetapi juga faktor
non hemodinamik, seperti usia, kelamin, ras, obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit, dan
hormonal (Efendi, 2003).
Gambar 4. Skema Patofisiologi HVK pada hipertensi

Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih banyak dan
miokardium yang terlalu teregang justru akan menyebabkan kekuatan kontraksi menurun.
Hal ini mengakibatkan suplai darah tidak mampu menyetarakan massa otot jantung yang
meningkat, sehingga akan berujung pada komplikasi jantung lainnya, seperti penyakit
infark miokardium yang diakhiri dengan gagal jantung. Jadi, dapat dilihat bahwa HVK
yang disebabkan oleh hipertensi akan mempermudah berbagai macam komplikasi
jantung, termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemia miokard, dan mati
mendadak (Massie, 2002).

Gejala Klinis
Gejala dari penyakit jantung hipertensi tergantung dari durasi, keparahan, dan tipe
dari penyakit itu (Riaz, 2012). Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya
kebanyakan pasien tidak ada keluhan (Panggabean, 2006), oleh karena itu hipertensi
dinamakan “The Silent Killer” (Riaz, 2012). Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan
oleh:
a. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar - debar, rasa melayang
(dizzy), dan impoten.

b. Penyakit jantung/hipertensi vaskular, seperti cepat capek, sesak nafas, sakit dada,
bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis,
hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, dan transient cerebral
ischemic.

c. Penyakit dasar pada hipertensi sekunder, seperti polidipsia, poliuria, kelemahan


otot pada aldosteronisme primer, sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa
melayang saat berdiri (Panggabean, 2006).

Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis mencakup durasi dari hipertensi, terapi sebelumnya (respon dan efek
samping), riwayat keluarga menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskular, bukti
adanya hipertensi sekunder, bukti adanya kerusakan organ target, dan faktor resiko lain,
seperti perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes, dan inaktivitas fisik
(Kotchen, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik

Tanda fisik dari penyakit jantung hipertensi tergantung dari abnormalitas predomian
dari jantung, durasi, dan keparahan dari penyakit jantung hipertensi itu. Pada tingkatan
awal dari penyakit, pemeriksaan fisik mungkin berada dalam batas normal. Pulsasi arteri
normal pada tingkatan awal penyakit jantung hipertensi. Tetapi pulsasi akan menurun
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Tekanan darah sistolik dan/atau diastolik
meningkat. Tekanan darah mungkin normal pada saat pemeriksaan jika pasien
mendapatkan pengobatan antihipertensi yang adekuat atau jika pasien menderita disfungsi
ventrikel kiri tingkat lanjut dan ventrikel kiri tidak mampu menghasilkan curah jantung
dan volume sekuncup yang cukup untuk menaikkan tekanan darah (Riaz, 2012).

Pada auskultasi jantung, bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya penutupan


katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4
(gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri.
Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Paru perlu
diperhatikan apakah ada suara pernafasan tambahan, seperti ronki basah atau ronki
kering/mengi.

Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa,


ginjal, dan asites. Auskultasi bising sekitar kiri dan kanan umbilikus menandakan adanya
stenosis arteri renalis (Panggabean, 2006). Pada pemeriksaan fisik dapat dicurigai HVK
dengan palpasi, didapatkan posisi apeks jantung yang melebar dan sedikit turun ke bawah,
dan kadang – kadang disertai dengan pulsasi apeks yang kuat dan berlangsung lama bila
penderita berada dalam posisi berbaring dan miring ke kiri (Efendi, 2003).
c. Radiologi

Menurut Purwohudoyo (2005), dari segi radiologi, cara yang mudah untuk mengukur
jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung (A+B)
dan lebar dada (C) pada foto toraks Posterior-Anterior (PA) (Cardio-Thoracic Ratio =
CTR). CTR = (A+B) ÷ C, (A = jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah
vertebratorakalis imajiner, B = jarak jantung kiri terjauh dari garis tengah
vertebratorakalis imajiner, C = garis imajiner yang menyinggung kupula diafragma
kanan). Normalnya 35% < CTR < 50% dan dikatakan jantung membesar (kardiomegali)
bila CTR > 50%. Pembesaran yang berasal dari ventrikel kiri dimanifestasikan dengan
ekstensi ke arah inferior kiri dan posterior dari batas kiri bawah jantung. Pembesaran
jantung yang terlihat dengan radiologi menandakan HVK sudah dalam tahap lanjut.

d. Elektrokardiografi

Elektrokardiografi (EKG) dapat mendeteksi HVK berdasarkan pembesaran ventrikel


baik karena pertambahan tebal otot, dilatasi ruang ventrikel, atau keduanya. Penilaian
HVK dengan EKG lebih sensitif dibanding dengan radiologi. Pertambahan voltase pada
HVK disebabkan oleh pertambahan jumlah atau ukuran serabut otot. Banyak kriteria yang
digunakan untuk menentukan HVK dengan EKG, namun biasanya digunakan kriteria
Romhilt-Estes atau Sokolow-Lyton (Efendi, 2003).

Tabel. Kriteria Sokolow-Lyon untuk Diagnosis HVK pada EKG


A. Kriteria sadapan anggota badan

RI + SIII > 25 mm

RaVL > 11 mm
RaVF > 20 mm

B. Kriteria sadapan dada

SVI + RV5 atau RV6 > 35 mm

R terbesar + S terbesar > 45 mm

RV5 atau RV6 > 26 mm

Sumber: Efendi, D., 2003. Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri
pada Penderita Hipertensi, Universitas Sumatera Utara.

e. Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis HVK pada


penyakit jantung hipertensi (Efendi, 2003). Ekokardiografi lebih sensitif dan spesifik
daripada EKG dalam mendiagnosis HVK (57% untuk HVK ringan dan 98% untuk HVK
berat). HVK pada penyakit jantung hipertensi simetris, sedangkan hipertrofi yang terjadi
pada kardiomiopati asimetris (Riaz, 2012).
Sesuai dengan kesepakatan atau protokol dari American Society of
Echocardiography, ada dua macam teknik pemeriksaan, yaitu teknik 2 dimensi dan teknik
M mode. Teknik ekokardiografi ditentukan berdasarkan gelombang suara berfrekuensi
tinggi (ultrasound) yang melalui struktur intrakardiak. Pantulan yang terjadi ditangkap
dan diperagakan pada sebuah oscilloscope, sehingga ukuran atrium kiri, ventrikel kiri,
ventrikel kanan, dan aorta dapat ditemukan, demikian pula ketebalan dan pergerakan
ventrikel kiri dan septum interventrikuler.

Pada M Mode, suatu sinar tunggal terbatas dari ultrasound diarahkan menuju jantung
dari sela iga keempat dan kelima di perbatasan parasternal kiri. Bayangan yang dihasilkan
oleh pantulan ultrasound direkam pada kertas yang bergerak dengan kecepatan 50
mm/detik.

Ekokardiografi 2 dimensi bermanfaat untuk menggambarkan hubungan struktural


yang kompleks, terutama pandangan jantung dari parasternal kiri dan posisi apeks (four
chamber view). Waktu penggambaran struktural intrakardiak dengan teknik ini lebih sulit
dilakukan daripada dengan teknik M mode (Efendi, 2003).

Pengukuran dimensi internal ventrikel kiri (Left Ventricle Internal Dimension/


LVID), tebal septum interventrikuler (Interventicular Septal Wall Thickness/ SWT) dan
tebal dinding posterior (Posterior Wall Thickness/ PWT) diperoleh dari diagram M-mode
yang diambil dari posisi mid ventricular short-axis view pada sela iga IV dan V di
parasternalis kiri. LVIDd (Left Ventricle Internal Dimension at Diastole) diambil antara
sisi kiri septum interventrikuler dan endokardium posterior ventrikel kiri pada akhir
diastolik.

Sesuai metode Devereux didapatkan rumus pengukuran Left Ventricle Mass Index/
LVMI ( g/m2) sebagai berikut:

LVMI = (1,04 [ (SWT + PWT+LVID)3 – (LVID)3] – 14)/BSA

Wt = Berat badan dalam kg, Ht = tinggi badan dalam cm (standar Dubois).


Dikategorikan LVH apabila LVMI >108 g/m2 untuk wanita dan LVMI >131 g/m2 untuk
pria. Klasifikasi lebih jauh dari HVK berdasarkan tebal relatif dinding otot jantung
(Relative Wall Thickness/ RWT) sesuai dengan kriteria American Society of
Echocardiography dibedakan atas hipertrofi konsentrik jika RWT >0,45 dan hipertrofi
eksentrik jika RWT kurang dari 0,45. RWT diperoleh dari rumus berikut : RWT = [
(2xPWT)/LVIDd ] (Efendi, 2003).

Gagal Jantung Kongestif

Definisi
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks yang merupakan hasil dari
gangguan fungsional atau struktural jantung dimana terjadi gangguan pengisian ventrikel
atau pemompaan darah (Figueroa, 2006).
Gangguan jantung ini dapat merupakan hasil langsung akibat disfungsi sistotik
ventrikel kiri dan/atau disfungsi diastolik (Yturralde, 2005) ataupun dari bawaan yang
menghasilkan sekumpulan gejala (dispnea dan lelah) dan tanda klinis (edema dan ronki
paru) (Mann, 2008).

Etiologi

Tabel Penyebab gagal jantung kiri

Gangguan kontraktilitas
Infark miokardium
Transient myocardial ischemia
Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta)
Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan)
Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran: stenosis aorta
Obstruksi pengisian ventrikel kiri
Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade
Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati hipertrofi
Kardiomiopati restriktif
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
234

Tabel. Penyebab gagal jantung kanan

Penyebab jantung
Gagal jantung kiri
Stenosis katup pulmonal
Infark ventrikel kanan
Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstruksi kronis
Penyakit paru interstisial

Adult respiratory distress syndrome


Infeksi paru kronis atau bronkiektasis
Penyakit vaskular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
235
Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi menurut
New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi NYHA berdasarkan simptom pasien
yang didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran objektif.
Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi, tafsiran
mortalitas satu tahun pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA berturut –
turut adalah 7%, 15%, dan 28% (Gopal, 2009).

Tabel Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association

Kelas Simptom
I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik
II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan pada
aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan cepat
III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas
fisik minimal
IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, simptom muncul bahkan
pada saat istirahat
Sumber: Shah, R.V., Fifer,M. A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
242

Patofisiologi

Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung


untuk mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon
sistemik untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu

Determinan dari curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume
sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload (volume yang masuk ke ventrikel
kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari ventrikel kiri). Variabel ini
penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.

Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel kiri dan
secara klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Kontraktilitas
menggambarkan pemompaan oleh otot jantung dan biasanya dinyatakan sebagai fraksi
ejeksi.

Afterload adalah tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa darah
keluar, biasanya dinilai dengan mengukur tekanan arteri rata – rata. Gangguan jantung
pada gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dari variabel – variabel di atas. Jika curah
jantung menurun, kecepatan denyut jantung atau volume sekuncup harus berubah untuk
mempertahankan perfusi normal. Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka
kecepatan denyut jantung harus meningkat untuk mempertahankan curah jantung
(Figueroa, 2006).
Gambar 5. Determinan dari curah jantung

Sumber: Figueroa, M.S., Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis,
Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas
Health Science Center.

Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup
abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap
perfusi yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral (Jessup,
2003). Sistem renin-angiotensin akan teraktivasi untuk meningkatkan preload dengan
cara menstimulasi retensi garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar
kontraksi jantung.

Pada awalnya, respon ini mencukupi kebutuhan, namun aktivasi berkepanjangan


akan mengakibatkan kehilangan miosit dan perubahan pada miosit dan matriks
ekstraselular yang masih ada. Miokardium yang tertekan akan mengalami perubahan
bentuk dan dilatasi sebagai respon dari hal tersebut. Proses ini juga merusak fungsi paru,
ginjal, otot, pembuluh darah, dan beberapa organ lainnya.

Perubahan bentuk jantung sebagai dekompensasi juga menyebabkan beberapa


komplikasi, seperti regurgitasi mitral akibat peregangan dari anulus katup dan aritmia
jantung akibat perubahan bentuk atrium. Pasien dengan peningkatan tekanan diastolik
akhir akan mengalami edema paru dan dispnea (Figueroa, 2006).

Gejala Klinis

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatnya tekanan vena


pulmonalis dan paru menyebabkan pasien menjadi sesak nafas dan ortopnea. Gagal
jantung kanan terjadi jika kelainannya menyebabkan kelemahan ventrikel kanan, seperti
pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboembli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik yang menyebabkan peningkatan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis (Panggabean, 2006).
Pada gagal jantung tahap akhir dapat ditemukan pola pernafasan hiperpnea dan apnea
yang disebut sebagai pernafasan Cheyne-Stokes. Beberapa faktor yang menyebabkan
pernafasan ini adalah hiperventilasi akibat kongesti paru dan hipoksia. Hiperventilasi
menyebabkan kadar CO2 arteri menjadi rendah dan memicu apnea sentral (Gopal, 2009).

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto
toraks, ekokardiografi-Doppler, dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat digunakan
untuk diagnosis gagal kongestif (Panggabean, 2006).

Tabel. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif Kriteria Mayor

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut

Gallop S3

Peningkatan tekanan vena jugularis ( > 16 cmH2O)


Refleks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari

Dyspnea d’ effort

Hepatomegali
Efusi Pleura
Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Takikardia ( > 120 kali/menit)
Mayor atau Minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan


Sumber: Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L et al., eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill, 1371

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila minimal ada 1 kriteria mayor dan
2 kriteria minor (Braunwald, 2005)
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah fetal pada janin dan sirkulasi darah pada anak dan dewasa berbeda.
Untuk memahami implikasi anestesi pada penyakit jantung, seorang ahli anestesi harus
mengenal sirkulasi fetal dan sirkulasi dewasa. Perubahan sirkulasi terjadi sangat cepat
pada saat kelahiran. Periode ini dinamakan periode transisi di
mana sirkulasi fetal akan berubah menjadi sirkulasi manusia normal atau dewasa.10

Sirkulasi darah janin dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada bayi dan
anak. Dalam rahim, paru-paru tidak berfungsi sebagai alat pernafasan, pertukaran gas
dilakukan oleh plaswenta. Pembentukan pembuluh darah dan sel darah dimulai minggu
ke-3 dan bertujuan menyuplai embrio dengan oksigen dan
nutrien dari ibu.10

Darah mengalir dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam
tali pusat. Jumlah darah yang mengalir melalui tali pusat sekitar 125 ml/kg/BB per menit
atau sekitar 500 ml per menit. Melalui vena umbilikalis dan duktus venosus, darah
mengalir ke dalam vena cava inferior, bercampur darah yang kembali dari bagian bawah
tubuh, masuk atrium kanan di mana aliran darah dari vena cava inferior lewat melalui
foramen ovale ke atrium kiri, kemudian keventrikel kiri melalui arkus aorta, darah
dialirkan ke seluruh tubuh.10

Darah yang mengandung karbondioksida dari tubuh bagian atas, memasuki ventrikel
kanan melalui vena cava superior. Kemudian melalui arteri pulmonalis besar
meninggalkan ventrikel kanan menuju aorta melewati duktus arteriosus. Darah ini
kembali ke plasenta melalui aorta, arteri iliaka interna dan arteri umbilikalis untuk
mengadakan pertukaran gas selanjutnya. Foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi
sebagai saluran/ jalan pintas yang memungkinkan sebagian besar dari cardiac output
yang sudah terkombinasi kembali ke plasenta tanpa melalui paru-paru.10

Bayi segera menghisap udara dan menangis kuat tepat setelah dilahirkan. Dengan
demikian paru-parunya akan berkembang, tekanan dalam paru-paru mengecil dan seolah-
olah darah terhisap ke dalam paru-paru (tahanan vaskular paru menurun dan aliran darah
pulmonal meningkat). Duktus arteriosus menutup dan tidak berfungsi lagi, demikian pula
karena tekanan dalam atrium sinistra meningkat maka foramen ovale akan tertutup
sehingga selanjutnya tidak berfungsi lagi. Tahanan vaskular sistemik juga meningkat.
Akibat dipotong dan diikatnya tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus akan
mengalami obliterasi. Dengan demikian setelah bayi lahir maka kebutuhan oksigen
dipenuhi oleh udara yang dihisap ke paru-paru dan kebutuhan nutrisi dipenuhi oleh
makanan yang dicerna dengan sistem pencernaan sendiri.10
Gambar 6. Sirkulasi fetal.1

Jumlah darah yang mengalir dalam sistem sirkulasi pada orang dewasa mencapai 5-6
liter (4.7-5.7 liter). Darah bersirkulasi dalam sistem sirkulasi sistemik dan pulmonal.

d. Sirkulasi sistemik

Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah yang mengandung banyak


oksigen yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri
ke aorta, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui arteri-arteri hingga mencapai
pembuluh darah yang diameternya paling kecil (kapiler) .10

Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian, yang


disebut dengan vasomotion sehingga darah mengalir secara intermittent. Dengan
aliran yang demikian, terjadi pertukaran zat melalui dinding kapiler yang hanya
terdiri dari selapis sel endotel. Ujung kapiler yang membawa darah teroksigenasi
disebut arteriole sedangkan ujung kapiler yang membawa darah terdeoksigenasi
disebut venule; terdapat hubungan antara arteriole dan venule “capillary bed” yang
berbentuk seperti anyaman, ada juga hubungan langsung dari arteriole ke venule
melalui arteri-vena anastomosis (A-V anastomosis). Darah dari arteriole mengalir
ke venule, kemudian sampai ke vena besar (v.cava superior dan v.cava inferior)
dan kembali ke jantung kanan (atrium kanan). Darah dari atrium kanan selanjutnya
memasuki ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.1,10

b. Sirkulasi pulmonal

Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang terdeoksigenasi yang


berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui vena cava superior dan vena cava
inferior kemudian ke atrium kanan dan selanjutnya ke ventrikel kanan,
meninggalkan jantung kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan
dan kiri). Di dalam paru, darah mengalir ke kapiler paru dimana terjadi pertukaran
zat dan cairan, sehingga menghasilkan darah yang teroksigenasi. Oksigen diambil
dari udara pernapasan. Darah yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan melalui
vena pulmonalis (kanan dan kiri), menuju ke atrium kiri dan selanjutnya
memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis). Darah dari ventrikel
kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke seluruh tubuh (dan dimulai lagi
sirkulasisistemik) .1,10

Gambar 7. Sirkulasi paru dan sistemik).10

Jadi, secara ringkas, aliran darah dalam sistem sirkulasi normal manusia adalah :
Darah dari atrium kiri → melalui katup mitral ke ventrikel kiri → aorta ascendens
– arcus aorta – aorta descendens – arteri sedang – arteriole → capillary bed →
venule – vena sedang – vena besar (v.cava superior dan v.cava inferior) → atrium
kanan → melalui katup trikuspid ke ventrikel kanan → arteri pulmonalis → paru-
paru → vena pulmonalis → atrium kiri.
Vaskularisasi Jantung

Jantung mendapat perdarahan dari arteri coronaria cordis yang merupakan cabang
dari aorta ascendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari 2 macam yaitu: arteri coronaria
dextra dan arteri coronaria sinistra. Arteri coronaria dextra muncul dari sinus aorticus
anterior, mula-mula berjalan ke depan kemudian ke kanan untuk mucul diantara truncus
pulmonalis dan auricula kanan, kemudian berjalan turun dan ke kanan pada bagian kanan
sulcus atrioventricularis menuju pertemuan margo dextra dan inferior cordis. Untuk
kemudian berputar ke kiri sepanjang bagian belakang jantung sampai sulcus interventri
cularis posterior, dimana ia beranastomose dengan arteri coronaria sinsitra. Cabang–
cabangnya adalah ramus interventricularis posterior dan ramus marginalis.

Arteri koronaria sinistra muncul dari sinus aorticus posterior sinistra, berjalan ke
depan diantara truncus pulmonalis dan auricula sinistra kemudian membelok ke kiri
menuju sulcus atrioventricularis, kemudian berjalan ke belakang mengelilingi margo
sinistra untuk berjalan bersama sinus koronarius sampai sejauh sulcus interventricularis
dimana ia akan beranastomose dengan arteri coronaria dextra. Cabang-cabang arteri
koronaria sinistra adalah arteri interventricularis anterior dan arteri sirkumflexa.

Vena dari jantung akan bermuara ke dalam sinus koronarius. Sinus ini terletak
dibagian posterior sulcus koronarius dan tertutup oleh stratum musculare atrium kiri.
Sinus koronarius berakhir di atrium kanan, diantara muara vena kava inferior dan ostium
atrioventrikularis. Vena-vena yang bermuara ke sinus koronarius yaitu: vena kordis
magna, vena kordis parva, vena kordis media, vena ventrikuli sinistra posterior dan vena
obliqua sinistra marshall.7
Katup Jantung
Anatomi Katup Jantung

1) Katup Trikuspid

Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup
trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan
cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.11

2) Katup Pulmonal

Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis sesaat
setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri
pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan
kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3
daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel
kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju
arteri pulmonalis.11
3) Katup Bikuspid

Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.11

4) Katup Aorta

Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini
akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir
keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi,
sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

Pembuluh darah yang terdiri dari arteri, arteriole, kapiler dan venula serta vena
merupakan pipa darah dimana didalamnya terdapat sel-sel darah dan cairan plasma
yang mengalir keseluruh tubuh. Pembuluh darah berfungsi mengalirkan darah dari
jantung ke jaringan serta organ2 diseluruh tubuh dan sebaliknya. Arteri, arteriole
dan kapiler mengalirkan darah dari jantung keseluruh tubuh, sebaliknya vena dan
venula mengalirkan darah kembali ke jantung.11

Penyakit Katup Jantung

 Penyakit Akuisita Katup Aorta

a. Stenosis Aorta

Stenosis aorta dapat terjadi pada 3 level : valvular, subvalvular dan supravalvular.
Gejala yang khas dan mudah ditemukan adalah murmur sistolik di ICS2.

Tabel 2. Stenosis aorta

Supravalvular Paling sering ditemukan pada pasien


dengan kelainan
kongenital seperti sindrom William
Valvular Penyebab paling sering

1. Kalsifikasi dan fibrosis pada


normal trileaflet aortic valve ( AV)
2. Kalsifikasi dan fibrosis katup
bikuspid kongenital (2%)
3. Rheumatik valve (RV) disease
Subvalvular Disebabkan karena adanya obstruksi
diproximal AV, etiologi
paling sering adalah adanya membran
subaortik, hipertropik
kardiomiopati, obstruksi kanal
subaortik.

Stenosis aorta paling sering disebabkan oleh 2 hal yaitu stenosis aorta reumatik dan
stenosis aorta berkalsifikasi. Pada stenosis aorta reumatik terjadi keterlibatan
endokardium dalam penyakit radang demam reumatik karena infeksi faring oleh
Streptokokus grup A yang dapat menyebabkan pembengkakan, uedem dan
deformitas katup. Sedangkan pada stenosis aorta berkalsifikasi, terutama pada
katup bikuspid, bisa bersifat kongenital atau karena penyakit reumatik sebelumnya.
Pasien dengan stenosis aorta bisa asimptomatik atau menunjukkan salah satu dari
tiga Triad of Symptoms berikut: angina, sinkope atau dispnea.12

Tabel 3. Derajad keparahan stenosis aorta

Luas Area Katup Aorta LV-Aortic Pressure Gradient

 Normal : 2,6-3,5 cm2  Ringan 12-25 mmHg

 Ringan > 1,5 cm2  Sedang 25-40 mmHg

 Sedang 1,0-1,5 cm2  Signifikan 40-5- mmHg

 Berat <0,5 cm2  Kritikal >50 mmHg

Anestesi berbasis narkotik menjadi teknik terpilih karena menyebabkan perubahan


hemodinamik yang minimal. Hipotensi yang mungkin terjadi pada saat induksi
anestesi harus diantisipasi dengan kecukupan volume sebelum induksi, resusitasi
cairan dan vasokonstriktor untuk menjaga preload dan afterload. Tekanan darah
dan tahanan pembuluh darah sistemik harus dipertahankan dalam rentang normal
untuk menjamin pengisian koroner selama fase diastolik. Meskipun sedikit
peningkatan tekanan pengisian diperlukan untuk mempertahankan curah jantung,
infus cairan intravena yang berlebihan harus dihindarkan karena merupakan faktor
predisposisi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan konsekuensinya
akan menyebabkan penurunan perfusi subendokardium.13

b. Regurgitasi aorta

Regugitasi Katup Aorta (Inkompetensia Aorta, Insuffisiensi Aorta, Aortic


Regurgitation) adalah kebocoran pada katup aorta yang terjadi setiap kali ventrikel
mengalami relaksasi. Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh kelainan primer daun
katup aorta atau kelainan geometri pangkal aorta.
Riwayat klinis pada pasien dengan regurgitasi aorta kronis dapat membuat keliru
seorang anestesiolog dalam mengambil keputusan. Disfungsi miokardium yang
signifikan dapat terjadi walaupun tidak ada gejala. Sebaliknya, regurgitasi aorta
akut berat yang tiba-tiba dapat menimbulkan tanda-tanda gagal jantung akut
akibat kelebihan beban diastolik pada ventrikel kiri yang akut.14

Anestesi berbasis opioid menjaga kestabilan hemodinamik. Penggunaan dosis


rendah anestesi inhalasi menjaga fungsi LV dan RV. Hindari penggunaan N2O
karena dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Pilihan pelumpuh otot terutama
pada obat yang paling sedikit mengganggu hemodinamik terutama mengakibatkan
perubahan pada denyut jantung, vecuronium dan rocuronium dapat menjadi
pilihan.15

 Penyakit Akuisita Katup Mitral

1) Stenosis mitral

Stenosis Mitral atau Mitral Stenosis adalah suatu penyempitan katup jantung kiri
dimana katup tidak membuka dengan tepat yang menyebabkan hambatan aliran darah
antara atrium dan ventrikel jantung kiri sehingga darah tidak dapat dengan efisien
melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas
menjadi pendek serta munculnya gejala lainnya.16 Kelainan katup dapat bersifat
kongenital, namun umumnya disebabkan demam rheumatik. Penebalan daun katup
dan fusi komisural sebagai akibat sekunder dari proses inflamasi. Stenosis mitral
sering ditemukan bersama kelainan katup lain seperti regurgitasi mitral dan
trikuspid.16

Gejala stenosis mitral yang sering ditemukan adalah dispnea, berubungan dengan
hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan. Gangguan irama berupa fibrilasi
atrial dan riwayat emboli perifer juga kerap dikeluhkan. Dari hasil pemeriksaan
biasa dijumpai adanya penebalan daun katup, doming dan
menyempitnya bukaan katup.16

Anestesia berbasis narkotik menjadi teknik terpilih. Dosis rendah anestesi inhalasi
mampu mempertahankan fungsi IV dan RV. Pilihan jenis pelumpuh otot lebih
kepada yang paling sedikit mengganggu irama dan denyut jantung. Vecuronium
dan rocuronium dapat menjadi pilihan.17

2) Regurgitasi mitral

Regurgitasi mitral terjadi karena adanya kelainan dari komponen katup Mitral
terutama korda tendinea. Kelainan ini bisa disebabkan oleh valvulitis reumatik,
kalsifikasi idiopatik annulus mitral, sindroma prolapsis mitral dan penyakit
muskulus papillaris ventrikel. Walaupun ventrikel kiri dapat beradaptasi terhadap
peningkatan beban volume yang ditimbulkan oleh regurgitasi mitral, namun makin
lama fungsi ventrikel kiri akan memburuk, volume akhir diastolik ventrikel akan
meningkat progresif dan kardiomegali karena dipertrofi ekstrinsik ventrikel kiri
akan menyertai.18
Seperti halnya regurgitasi aorta, regurgitasi mitral kronik dapat bersifat
asimtomatik untuk jangka waktu yang lama. Keluhan utama adalah dispnea saat
aktifitas atau istirahat pada fase lanjut, mudah lelah. Ukuran regurgitan tergantung
dari ukuran lubang pada katup mitral dan gradien tekanan yang melaluinya.

Teknik anestesi terpilih adalah yang berbasis narkotik. Kombinasi dosis rendah
anestesi inhalasi, menghindari N2O dan pemilihan pelumpuh otot yang tidak
mengganggu denyut nadi menjadi pilihan (vecuronium dan rocuronium). Pada
pasien berat, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) dapat membantu
menurunkan afterload, memperbaiki kontraksi dan meningkatkan CO.
Transesophageal Echocardiogram (TEE) sangat berguna sebagai panduan durante
operatif untuk evaluasi katup setelah dilakukan penggantian/ perbaikan katup,
identifikasi dini komplikasi bedah serta tatalaksana hemodinamik.19

 Penyakit Akuisita Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid lebih jarang ditemukan dibandingkan katup aorta atau mitral.
Regurgitasi trikuspid biasanya akibat dilatasi jantung kanan akibat hipertensi
pulmonal dan katup mitral atau, lebih jarang lagi, penyakit katup aorta. Penyebab lain
regurgitasi trikuspid termasuk endokarditis dan kelainan kongenital. Secara umum,
penyebab penyakit katup mitral atau aorta dan beratnya hipertensi pulmonal
menentukan penanganan anestetik, dibandingkan dengan penyakit katup trikuspid itu
sendiri, yang biasanya bersifat asimtomatik.20

Regurgitasi trikuspid biasanya merupakan akibat sekunder dari kerusakan katup lain,
optimalisasi kontraksi jantung kiri merupakan target tatalaksana pada kelainan ini.
Hipertensi pulmonal dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru harus dihindari.20

Selain monitoring standar, pemasangan kateter arteri pulmonal akan sangat berguna
pada pasien ini, terutama pada pasien dengan hipertensi pulmonal. TEE
direkomendasikan untuk penilaian kecukupan volume dan tatalaksana hemodinamik.20

OPERASI BEDAH KATUP JANTUNG

 Indikasi Ganti Katup

Pada stenonis, indikasi penggantian katup adalah bagi stenosis berat asimtomatik
(gradient > 50 mmHg) atau kemunduran asimtomatik termasuk sinkop. Pemeriksaan
dengan kateter dilakukan dengan memastikan letak obstruksi dan gradient dan menilai
keadaan arteri koroner. Pada kasus regurgiatasi, indikasi penggantian katup adalah
jika gejala berat dan tidak bisa dikendalikan oleh terapi
medis atau jika terjadi hipertensi pulmonal.21

 Anestesia Pada Kelainan Katup Jantung

Bedah katup jantung adalah tindakan operasi yang berbeda dengan bedah pintas
koroner. Karakteristik fisiologis pasien ini sering telah berubah dari sebelumnya, di
dalam kamar operasi, fisiologi dan profil hemodinamik sangat bervariasi serta
seringkali sulit diprediksi setelah suatu tindakan penggantian atau koreksi katup, hal
ini yang membutuhkan kompetensi yang cukup dari seorang ahli
anestesiologi.22

Mortalitas perioperatif yang berhubungan dengan penggantian katup saat ini sebesar
5,5% (UK cardiac survey 2002) yang pada hakekatnya lebih tinggi daripada untuk
bedah pintas koroner. Hal ini sebagian berhubungan dengan pengisian abnormal pada
ventrikel dan insiden yang berhubungan dengan disfungsi miokardium yang
meningkat. Manajemen anestesi pada pasien ini dititikberatkan pada pengontrolan
denyut jantung, kecukupan beban awal dan beban akhir pada periode pre-bypass dan
pasca bypass serta menjaga kontraktilitas yang adekuat.

Semua pasien yang menjalani bedah katup harus menjalani ekokardiogram


preoperatif. Apabila kondisi memungkinkan, lebih disukai bila dilakukan
pemantauan intraoperatif dengan transesophageal echocardiography (TEE) .22 Setelah
bedah intrakardiak apapun, udara yang ada pada ruang kardiak harus

dievakuasi sebelum jantung melakukan ejeksi. Hal ini dapat dicapai dengan
manipulasi jantung dan aspirasi dengan jarum dan suntikan. Lokasi di mana udara
biasanya berkumpul termasuk ujung atrium kiri, sisi atrium kiri dari septum
interatrium, apeks ventrikel kiri dan pangkal aorta, yang terakhir terumata yang paling
penting karena merupakan faktor predisposisi masuknya udara ke dalam arteri koroner
kanan yang dapat menyebabkan aritmia yang serius.23

Setelah penyapihan dari cardiopulmonary bypass (CPB), TEE bermanfaat dalam


menilai adekuat tidaknya perbaikan katup, katup prostetik dan fungsi ventrikel dan
dalam diagnosis awal adanya kebocoran paraprostetik. Jika terdapat penyakit katup
yang lama, kemungkinan besar fungsi ventrikel dapat terganggu dan inotropik dapat
diperlukan pada periode pascaoperatif awal.23

 Persiapan Preoperasi

Suatu penilaian preoperatif yang seksama akan memudahkan perkiraan resiko


perioperatif. Pada penilaian perioperatif dapat diidentifikasi pasien-pasien yang
memerlukan pemeriksaan tambahan dan intervensi medis serta memberi kesempatan
bagi anestesiolog untuk merencanakan perawatan perioperatif. Penilaian harus
dilakukan oleh dokter anestesi yang akan terlibat dalam perawatan intraoperatif
pasien. Hal ini biasanya dilakukan pada hari sebelum pembedahan, meskipun kini
kebanyakan pasien telah menjalani penilaian preoperatif beberapa hari sebelum masuk
rumah sakit.24

Semua hasil pemeriksaaan rutin harus tersedia, termasuk pemeriksaan darah,


kardiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Rincian anamnesis dan pemeriksaan
perlu diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan jalan napas dan adanya
penyekit komorbid. Pasien yang masuk dalam keadaan gawat darurat mungkin belum
menjalani pemeriksaan rutin sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,
seperti pemeriksaan fungsi paru pada pasien dengan penyakit saluran napas yang
kronis.24
 Perawatan Pascaoperasi

Pada pasien pasca operasi harus diusahakan agar keadaan pasien pulih kembali seperti
semula. Selesai dioperasi, pasien harus segera diangkat dan dipindahkan ke “recovery
room”. Sewaktu mengangkat pasien, harus diperhatikan luka operasi. Memindahkan
pasien dari kamar bedah merupakan tanggung jawab ahli bius dibantu oleh perawat
bedah. Rumah sakit yang mempunyai ICU (Intensive Care Unit) akan merawat pasien
yang membutuhkan perawatan di ICU.25

Pasien pascabedah yang telah keluar dari “recovery room”, tetapi masih memerlukan
perawatan khusus lebih lanjut, dapat dimasukkan ke ICU. Semua alat yang diperlukan
harus berada di ICU, misalnya tabung oksigen, laringoskop, trakheostomi set, kateter,
pompa penyedot, tensimeter, stetoskop, standar infus set, plasma ekspander, peralatan
cardiac arrest, defibrilator, turniket, obat-obatan yang perlu untuk mengatasi keadaan
darurat. Tempat tidur pasien dalam “recovery room” harus mudah dipindahkan, enak,
dan aman dipakai. Seorang perawat di kamar bedah wajib mengetahui operasi apa
yang akan dilakukan terhadap pasien, mengetahui kesulitan apa yang terjadi selama
operasi, dan apakah ada tanda-tanda keganasan. Perawat perlu mengetahui keadaan
pasien sebelum dan pada saat operasi, serta komplikasi apa yang timbul selama
operasi.25

Cardiopulmonary Bypass (CPB)

 Definisi CPB

Cardiopulmonary Bypass (CPB)/ pintas jantung paru merupakan suatu teknik


penggantian fungsi jantung dan paru secara sementara selama pembedahan, teknik ini
menjaga sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuh. Nama lain untuk CPB ini adalah
Heart-Lung Machinr atau The Pump. Pelaksana yang menjalankan CPB ini dinamakan
perfusionist.26

 Tujuan CPB

Tujuan pokok dari CPB adalah untuk mengalihkan darah menjauh dari jantung
melalui atrium kanan atau pembuluh darah besar, deiberikan oksigenasi, dipisahkan
dari karbondioksida dan dikembalikannya ke pasien melalui kanul aorta untuk
memberikan perfusi ke organ-organ vital.26

 Mekanisme Kerja CPB


CPB mensirkulasi dan memberi oksigen darah saat mengambil alih paru-paru serta
jantung. Penggunaan mesin ini adalah untuk mempertahankan perfusi ke organ dan
jaringan lainnya. Ahli bedah memasangkan selang di atrium kanan, vena cava atau
vena femoral untuk mengambil darah dari tubuh. Selang tersebut terhubung dengan
suatu tabung yang berisi cairan kristaloid isotonis. Darah dari vena tersebut akan
disaring, oksigenasi, didinginkan dan dihangatkan dan dikembalikan melalui aorta
asenden atau arteri femoralis. Selama pembedahan berlangsung, untuk menurunkan
metabolisme basal tubuh keadaan hipotermi dipertahankan 28°-32°C sehingga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen. Darah yang didinginkan biasanya memiliki
viskositas yang lebih tinggi sehingga pemberian larutan kristaloid dapat
mengencerkannya.8,26

Selama operasi dengan penggunaan CPB dibutuhkan proteksi agar tidak terjadi
kerusakan pada otot jantung. Kardioproteksi selama operasi dapat menggunakan
teknik hipotermi, atau menggunakan kardioplegi. Kardioplegi merupakan suatu cairan
yang berisi beberapa macam larutan yang berfungsi untuk menghentikan denyut
jantung. Kardioplegi dan hipotermi sering digunakan bersama-sama untuk
mengurangi konsumsi oksigen otot jantung sehingga dapat mengurangi iskemia otot
jantung selama penggunaan CPB.8,27

Anestesia yang adekuat penting selama CPB untuk mencegah kesadaran. Anestesia
dapat dipertahankan dengan agen volatil seperti sevofluran atau isofluran. Vaporizer
dengan mudah dihubungkan dengan aliran gas segar pada sirkuit pintas dan
konsentrasi uap yang dikeluarkan dapat dipantau dengan gas analuzer yang
dihubungkan dnegan port gas buangan pada oksigenator. Kadar sevofluran dan
isofluran darah yang dicapai melalui metode ini lebih rendah dibandingkan dengan
yang didapat jika gas tersebut diinhalasi.8,27

Perlu juga untuk melengkapi anestesia dengan tambahan opioid dan agen penghambat
neuromuskular selama CPB. Khususnya fentanil yang disekuestrasi di paru dan oleh
membran oksigenator sehingga kadar plasma dapat berkurang secara dramatis pada
awal CPB. Waktu paruh fentanil dpaat memanjang akibat reduksi perfusi hepatik
selama dan setelah pintas. Opioid baru yang poten, remifentanil, juga menunjukkan
reduksi signifikan dalam metabolisme selama CPB hipotermik namun, karena waktu
paruh yang sangat pendek, akumulasi tidak terjadi dan durasi kerjanya masih dapat
diperkirakan.9,27
Gambar 8. Contoh skematik sirkuit CPB

 Lama Waktu Penggunaan Mesin Cardiopulmonari Bypass dan Cross Clamp

Cross-clamp adalah instrumen bedah yang digunakan untuk mengisolasi darah dari
sirkulasi seluruh tubuh selama prosedur pada jantung dan sekitarnya. Hasil dari perlakuan
ini disebut kardioplegia, dimana jantung tidak berdetak. Dalam operasi dimana jantung
perlu dihentikan, terdapat beberapa risiko, yang ditujukan dengan melakukan operasi
secapat mungkin dan mengambil langkah-langkah protektif seperti mendinginkan jantung
untuk mencegah kerusakan berkaitan dengan iskemi, dimana tidak ada darah yang
mengaliri organ.28

Aortic cross clamp didesain untuk mengklem aorta, menghentikan aliran darah dari
jantung. Tergantung pada tipe prosedur, dapat dibiarkan terus menerus atau ahli bedah
dapat menggunakan teknik yang disebut fibrilasi cross clamp, dimana klem secara
periodik direlaksasikan untuk memungkinkan jantung direperfusi dengan darah.28
Suatu studi mengevaluasi efek dari lama penggunaan aortic cross clamp dan
cardiopulmonary bypass pada hasil langsung dan lanjutan operasi jantung, serta berusaha
mengidenfitikasi waktu batas aman pemakaiannya. Penelitian ini memasukkan 3280
pasien dewasa yang melakukan operasi bedah dengan bermacam-macam kompleksitas.
Hasilnya, lama waktu aortic cross clamp dan CPB merupakan prediktor dari morbiditas
dan mortalitas postoperatif langsung. Dalam pengalaman tersebut, prosedur jantung
dengan lama CPB<240 menit dan waktu aortic cross clamp < 150 menit berkaitan dengan
risiko yang lebih rendah.28

 Komplikasi CPB

Penggunaan CPB dapat menimbulkan berbagai komplikasi, diantaranya:

1) Postperfusion syndrome (Pumphead)

2) Hemolisis

3) Capillary leak syndrome

4) Pembekuan darah pada sirkuit CPB

5) Emboli udara.28

Proses Mekanisme siklus jantung


Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole
(relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole
yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan
relaksasi timbul satelah repolarisasi otot jantung.

Selama diastole ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan distol. Karena
aliran darah masuk secara kontinu dari system vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit
melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan
ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel
selama diastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlaha-lahan meningkat bahkan
sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan
membentuk potensial aksi. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi atrium
menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel, sehingga
terjadi peningkatan kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanna ventrikel yang menyertai
berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan
volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium, tekanan atrium tetap
sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap terbuka.

Diastol ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi atrium
dan pengisian ventrikel telah selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal
sebagai volume diastolik akhir(end diastilic volume,EDV), yang besarnya sekitar 135 ml.
Selama sikluus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke ventrikel. Dengan demikian,
volume diastolik akhir adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel selama
siklus ini.
Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus
untuk merangsang ventrikel. Secara simultan, terjadi kontraksi atrium. Pada saat pengaktifan
ventrikel terjadi, kontraksi atrium telah selesai. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan
ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan yang terbalik ini mendorong katup AV ini
menutup.

Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV telah tertutup,tekanan
ventrikel harus terus meningkat sebelum tekanan tersebut dapat melebihi tekanan aorta.
Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukakan
katup aorta pada saat ventrikel menjadi bilik tetutup. Karena semua katup tertutup, tidak ada
darah yang masuk atau keluar ventrikel selama waktu ini. Interval waktu ini disebut sebagai
kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumetric berarti volume dan panjang konstan). Karena
tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel, volume bilik ventrikel tetap dan panjang
serat-serat otot juga tetap. Selama periode kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel
terus meningkat karena volume tetap.

Pada saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, kautp aorta dipaksa membuka dan
darah mulai menyemprot. Kurva tekanan aorta meningkat ketiak darah dipaksa berpindah dari
ventrikel ke dalam aorta lebih cepat daripada darah mengalir pembuluh-pembuluh yang lebih
kecil. Volume ventrikel berkurangs secara drastis sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar.
Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi (penyemprotan)
ventrikel.

Ventrikel tidak mengosongkan diri secara sempurna selam penyemprotan. Dallam keadaan
normal hanya sekitar separuh dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikell pada akhir
diastol dipompa keluar selama sistol. Jumlah darah yang tersisa di ventrikel pada akhir sistol
ketika fase ejeksi usai disebut volume sistolik akhir (end sistolik volume,ESV), yang jumlah
besarnya sekitar 65 ml. Ini adalah jumlah darah paling sedikit yang terdapat di dalam ventrikel
selama siklus ini.

Jumlah darah yang dipompa keluar dari setiap ventrikel pada setiap kontraksi dikenal
sebagai volume /isi sekuncup (stroke volume,SV); SV setara dengan vvolume diastolik akhir
dikurangi volume sistolik akhir; dengan kata lain perbedaan antara volume darah di ventrikel
sebelum kontraksi dan setelah kontraksi adalah jumlah darah yang disemprotkan selama
kontraksi.

Ketika ventrikel mulai berelaksasi karena repolarisasi, tekanan ventrikel turun dibawah
tekanan aorta dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta menimbulkan gangguan atau
takik pada kurva tekanan aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik (dikrotik notch). Tidak ada
lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah tertutup. Namun
katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari daripada tekanan
atrium. Dengan demikian semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang disebut
relaksasi ventrikel isovolumetrik. Panjang serat otot dan volume bilik tidak berubah. Tidak ada
darah yang masuk atau keluar seiring dengan relaksasi ventrikel dan tekanan terus turun.
Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium, katup AV membuka dan pengisian
ventrikel terjadi kembali. Diastol ventrikel mencakup periode ralaksasi isovolumetrik dan fase
pengisian ventrikel.
Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi secara bersamaan, sehingga atrium
berada dalam diastol sepanjang sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena pulmonalis ke
dalam atrium kiri. Karena darah yeng masuk ini terkumpul dalam atrium, tekanan atrium terus
meningkat. Ketika katup AV terbuka pada akhir sisitl ventrikel, darah yang terkumpul di
atrium selama sistol ventrikel dengan cepat mengalir ke ventrikel. Dengn demikian, mula-mula
pengisian ventrikel berlangsung cepat karena peningkatan tekanan atrium akibat penimbunan
darah di atrium. Kemudian pengisian ventrikel melambat karena darah yang tertimbun tersebut
telah disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan
pengisian ini, darah terus mengalir dari vena-vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan melalui
katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, sewaktu
pengisian ventrikel berlangsung lambat, nodus SA kembali mengeluarkan potensial aksi dan
siklus jantung dimulai kembali.

KOLOID

Kompartemen Tubuh
Tubuh manusia secara umum dibagi menjadi bagian padat 40% dan bagian cair 60%.
Cairan tubuh pada wanita rata-rata sebesar 50% dan pria rata- rata sebesar 60%. Cairan
tubuh dibagi dua yaitu: cairan intra sel dan cairan ekstra sel. Cairan intrasel antara infant dan
dewasa jumlahnya sama sebanyak 40% sedangkan cairan ekstrasel berbeda infant 30% dan
dewasa 20 %.5,17

Dalam penatalaksanaan operasi bedah setiap pasien memerlukan akses vena dan terapi
cairan intravenasehingga sangat penting apabila rumatan volume intravasculer tetap normal.
Dalam menghitung volume intravasculer harus dihitung secara akurat agar tetap dalam
keadaan normal dan harus mengganti setiap kehilangan cairan. Apabila dalam penggantian
cairan terdapat kesalahan yang berdampak sangat berbahaya yang bisa menyebabkan pasien
tersebut morbiditas bahkan kematian.18

Pembagian Koloid

Larutan koloid adalah larutan homogen yang mengandung partikel dengan berat
molekul besar yaitu> 20.000 dalton sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan
tekanan onkotik dan volume intravaskular. Partikel ini tidak dapat digabungkan atau
dipisahkan dengan filtrasi atau sentrifusugasi seperti komponen dari darah. Koloid dapat
dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu: golongan protein dan non protein (disebut juga
menjadi golongan derivat plasma dan semisintesis). Larutan koloid jenisnya ada bermacam-
macam seperti albumin (merupakan satu- satunya koloid yang digunakan untuk resusitasi
yang berasal dari human plasma), dekstran, gelatin dan juga HES dimana penggunaan
masing-masing larutan mempunyai keuntungan dan kelemahan sendiri-sendiri.19
Farmakologi Koloid

Hydroxyethyl starch (HES) adalah molekul tepung sintetik molekul tepung sintetik yang
menyerupai glikogen dan suatu polisakarida alami yang dimodifikasikan. Bahan dasar
pembentuk HES adalah polimer glukosa dengan banyak cabang, diperoleh baik dari lilin
jagung atau tepung kentang dan amilopektin. HES merupakan struktur dengan banyak
cabang sehing HES dianggap sebagai koloid sintetik pertama dengan konfigurasi globular
yang mirip dengan koloid albumin alami. Dalam hal viskositas HES memiliki viskositas
yang lebih rendah tetapi tidak serendah viskositas albumin.

Hydroxyethyl starch (HES) dimana terdapat larutan tepung (starch) alami yang bersifat
tidak stabil dan bisa mengalami hidrolisis oleh α-amilase secara cepat. Hidroksilasi atau
esterfikasi digunakan untuk menstabilkan larutan dan memperlambat hidrolisis serta
meningkatkan molekul hidrofil. Hidroksilasi ini dapat terjadi pada posisi C2,C3, dan
C6.19,20,21

Golongan hidroksiletil dapat meningkatkan selubilitas dan berpengaruh terhadap α-


amilase yaitu suatu enzim yang bertanggung jawab untuk proses hidrolisis sehingga
meningkatkan kecepatan reaksi hidrolisis dan berguna untuk durasi di ruang intervaskular.
Karakteristk dari HES tidak hanya pada perbedaan berat molekul tetapi juga pada substitusi
molar (derajat glukosa pada starch yang digantikan oleh hiroksiletil) dan juga derajat
substitusinya (rasio antara unit glukosa yang membawa hidroksiletil dengan jumlah total
unit glukosa) sehingga golongan hidroksiletil yang berada pada C2 dan C6 berperan penting
walaupun hidroksiletil pada posisi C2 mempunyai tingkat hidrolisis lebih efektif dibanding
pada posisi C6.19,20,21

HES merupakan polisakarida yang mirip dengan glikogen, dimana dia sangat dipengaruhi
oleh berat molekul,sebstitusi molar (molar substitusi yaitu: mol hidroksilethyl residu perunit
glukosa mol), dan rasio C2/C6. Macam – macam HES yang berbeda-beda berhubungan dengan
berat molekulnya antara 130 200 k. Dalton dengan derajat substitusi antara 0.4 (kanji tetra –
0.7 (kanji heta). Larutan HES juga dibedakan berdasarkan konsentrasinya dalam persen (gram
dalam 100 ml). Molekul HES yang berukuran lebih kecil dari ambang ginjal diekskresikan
lewat urin sementara molekul yang berukuran lebih besar akan dimetabolisme oleh α- amylase
di dalam darah sebelum didegradasi dan setelah mengalami filtrasi oleh glomerulus akan
dieksresikan melalui urin. Sebagian HES disimpan dalam sistem retikuloendotelial dan dipecah
secara lambat menjadi CO2 dan air. Pemberian yang banyak dan sediaan lama dengan berat
molekul yang besar serta derajat penggantian yang tinggi (khususnya kanji heta dan kanji
heksa) berhubungan dengan penyimpanan dalam jaringan yang banyak.19,21,22

Pengaruh Koloid

HES telah terbukti bermanfaat dalam pengelolaan sepsis, dengan melemahkan


hemotaksis sel darah putih melalui endothelial sel, menurunkan regulasi sel mediator
inflamasi dalam darah selama sepsis dan memperbaiki fungsi paru selama endotoksemia.
Koloid juga merupakan cairan yang dpaat segera mengisi kekosongan cairan intravaskuler
dan lebih bertahan lama dibandingkan kristaloid, koloid juga mempunyai kemampuan
menjaga tekanan onkotik sehingga cairan lebih lama bertahan dalam kemampuan untuk
penanganan resusitasi koloid jugacepat memulihkan perfusi jaringan.23
Efek samping HES yang menguntungkan adalah pada tekanan onkotik koloid, dimana
HES mempunyai kemampuan meningkatkan tekanan onkotik. Efek pada volume darah,
dimana semua HES dapat meningkatkan volume darah namun tingkatan dan durasi efek ini
bervariasi tergantung pada berat molekulnya. Efek menyumpal, pada penelitian Zikiria dkk
pada tikus dengan kerusakan Endotel akibat terbakar menunjukan bahwa fraksi HES dengan
berat molekul antara 100-300 K. Dalton sama seperti HES berat molekul 200 K. Dalton
bertindak sebagai penyumpal lebih baik daripada HES berat molekul <50 K. Dalton atau >
300 K. Dalton . Efek pada aliran darah regional yaitu mengembalikan aliran darah regional.
Efek mikrokulasi berbeda untuk berbagai macam HES karena menurunkan viskositas,
mengganggu rouleaux dan menurunkan daya adesif leukosit berdasarkan berat molekulnya.
HES menurunkan deformasi trombosit dan menurunkan agregasi trombosit. Efek samping
HES yang merugikan antara lain tergantung dari berat molekul yang meliputi reaksi
anfilaktik, pruritus, akumulasi dalam jaringan, pembatasan penggunaan pada gagal ginjal.24

Berat molekul HES 130/0,4 lebih cepat dimetabolisme dan dieliminasi. HES 130,04
memiliki lower substitusi dibanding yang lain. Pada saat 500 cc HES 6% digunakan sebagai
preload volume maka volume darah sudah dapat diamati. Efek preload volume didapatkan
ketika jumlah cairan mencukupi untuk mempercepat perubahan di dalam cardiac output
pada saat anestesi spinal.25

SECTIO CESAREA

Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen


dan uterus untuk mengeluarkan janin.1 frekuensi terjadinya sectio cesarea saat ini,1 diantara
setiap 10 wanita Amerika yang melahirkan di Amerika Serikat setiap tahunnya pernah
menjalani seksio cesaria. 26 Operasi sectio caesarea telah meningkat dari tahun ke tahun,
disebutkan di Amerika Serikat angka kejadiannya saat ini berkisar 9-30% tergantung dari
geografis dan karakteristik penduduk.27
Bedah sectio cesarea sering dilakukan dimana dengan persalinan normal pervaginam
tidak layak dilakukan atau akan menimbulkan resiko pada janin atau ibunya. Indikasi
tersebut bisa berupa operasi sectio cesaria yang berulang, ketidak sesuaian antara panggul
dan kepala janin, distosia persalinan, gawat janin, letak sungsang, placenta previa,
preeklamsia–eklamsia, gamelli, janin yang abnormal, dan kanker leher rahim.28

Fisiologi Sistem Kardiovaskular Kehamilan

Adaptasi anatomis, fisiologis, dan biokimiawi terhadap kehamilan sangat besar. Banyak
dari perubahan–perubahan tersebut segera terjadi setelah fertilisasi dan berlanjut sepanjang
kehamilan, sebagian besar adaptasi yang luar biasa ini terjadi sebagai respon terhadap
rangsang fisiologis yang ditimbulkan oleh janin. Tetapi dalam sub bab ini fisiologi
kardiovaskular kehamilanlah yang akan dibahas lebih lanjut.Selama kehamilan terjadi
perubahan–perubahan luar biasa pada jantung dan sirkulasi. Perubahan penting pada fungsi
jantung terjadi pada delapan minggu pertama kehamilan. Curah jantung meningkat sedini
minggu kelima kehamilan dan peningkatan awal ini merupakan fungsi dari penurunan
resistensi vaskuler sistemik serta peningkatan frekuensi denyut jantung. Antara minggu ke-
10 sampai 20, peningkatan nyata pada volume plasma terjadi sedemikian sehingga
meningkatkan preload. Kinerja ventrikel selama masa kehamilan dipengaruhi oleh
penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan aliran darah arteri pulsatil.

Pada curah jantung selama kehamilan normal, tekanan darah arteri dan resistensi
vaskuler menurun sementara volume darah, berat badan ibu, dan laju metabolisme basal
meningkat. Saat istirahat curah jantung ibu meningkat secara signifikan sejak awal
kehamilan. curah jantung ini terus meningkat dan tetap bisa tinggi selama masa kehamilan.
Curah jantung pada pada kehamilan akan lebih tinggi bila wanita tersebut dalam posisi
telentang, karena pada posisi tersebut uterus yang besar dan isinya sering mengganggu aliran
balik vena ke jantung. Jika wanita itu mengambil posisi berdiri setelah duduk, curah jantung
pada wanita hamil akan turun sampai tingkat yang sama seperti wanita tidak hamil.

Denyut nadi istirahat meningkat sekitar 10 denyut permenit pada kehamilan karena
diafragma semakin meningkat selama kehamilan, jantung tergeser ke kiri dan ke atas, dan
pada saat yang sama juga sedikit berputar pada sumbu panjangnya. Akibatnya apeks jantung
berpindah agak ke lateral dari posisinya, dan membesarnya ukuran bayangan jantung pada
pemeriksaan radiologi. Besarnya perubahan- perubahan ini dipengaruhi oleh ukuran dan
posisi uterus, kekuatan otot-otot abdomen, serta konfigurasi abdomen dan toraks.

Volume darah ibu meningkat secara nyata selama kehamilan hal ini disebabkan oleh
meningkatnya plasma dan eritrosit. Hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan
mempunyai beberapa fungsi penting untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar
dengan sistem vaskularnya yang sangat mengalami hipertropi, melindungi ibu dan janinnya
terhadap efek merusak dari terganggunya aliran balik vena pada posisi telentag dan berdiri
tegak, dan untuk menjaga ibu dari efek samping kehilangan darah yang dikaitkan dengan
persalinan.29

Perubahan hemodinamik selama masa kehamilan berhubungan dengan peningkatan


cardiac output dan penurunan resistensi perifer. Tekanan darah pada kebanyakan pasien
menurun walaupun tidak banyak. Stroke volume dan cardiac output juga menurut oerubahan
posisi tubuh pada wanita hamil terutama pada trimester ketiga. Pada posisi telentang, stroke
volume dan cardiac output akan menurun signifikan dibanding posisi tidur miring ke kiri
oleh karena adanya penekanan pada vena cava inferior oleh uterus, sehingga aliran darah
balik vena menurun dan akan menurunkan preload.10

Selama persalinan perubahan hemodinamik terjadi mendadak. Pada tiap kontraksi


rahim, sekitar 500 ml darah dilepaskan ke sirkulasi, mendorong peningkatan pesat dalam
cardiac output dan tekanan darah. Cardiac output dapat meningkat selama kala II.
setelahmelahirkan bayi terjadi peningkatan mendadak pada venous return, sebagian karena
autotransfusi dari rahim dan juga karena bayi tidak lagi menekan vena cava inferior. Selain
itu, autotransfusi terjadi terus menerus dalam 24 hingga 72 jam setelah melahirkan.27

Semua perubahan mendadak tersebut merupakan risiko tinggi untuk pasien dengan
penyakit jantung. Pendekatan multidisipliner selama persalinan adalah hal yang sangat
penting. Dokter spesialis jantung dan dokter spesialis kandungan harus bekerja sama dengan
dokter spesialis anestesi untuk menentukan metode persalinan yang paling aman.30
ANESTESI SPINAL

Fisiologi Anestesi Spinal

Anestesi spinal merupakan suatu cara untuk menimbulkan hilangnya sensasi dan blok
motorik dengan cara menyuntikan obat anestesi lokal secara langsung ke dalam cairan
serebrospinalis didalam ruang subarachnoid.31 Teknik anestesi spinal salah satu teknik
tertua, paling dapat diandalkan dan paling efektif untuk pasien sectio cesaria. Anestesi spinal
lebih aman digunakan untuk pasien dengan preeklampsia.15 Radiks nervus spinalis berjalan
ke segmen tubuh dibawah foramen magnum meninggalkan medula dan melintas melalui
ruang subarachnoid. Terdapat 8 nervus servikalis, 12 nervus torakalis, 5 lumbalis, 5 sakralis,
dan 1 koksigealis. Karena medula spinalis berakhir setinggi L2 pada orang dewasa, maka
semua radiks nervus dibawah lumbal kedua melintas hampir vertikal ke bawah ke ruang sub
arachnoid dalam suatu serabut yang umumnya dikenal sebagai “kauda ekuina” sebelum
meninggalkan foramina intervertebralis masing masing. Pada aderah ini nervus terendam
dalam liquor cerebro spinal (LCS) dan disinilah ruang subarachnoid paling mudah
dimasukan dengan jarum yang diselipkan di antara vertebra lumbalis, dan anestesi lokal
disuntikkan untuk memberikan blok spinalis ( subaraknoid). Semua nervus torakalis (T1
sampai T2) memberikan serabut vasokontriktor simpatis. 15

Ruang epiduralis terletak di dalam saluran vertebra, diantara dua, dan periosteum yang
membatasi bagian dalam lamina vertebra. Ruang epiduralis berisikan nervus spinalis ketika
mereka berjalan ke foramina masing- masing dan juga berisikan jaringan alveolar, arteri,
dan pleksus vena. Bagian ruang epidural yang terkandung didalam bagian tulang saluran
sakralis disebut sebagai ruang sakralis. Karena dura mengandung LCS yang berakhir pada
S2 pada orang dewasa, maka terdapat ruang diantara dura dengan membrana
sakrokoksigealis, tempat dimasukkannya penyuntikan anestesi lokal, dengan aman sekali,
melalui membrana sakrokoksigealis.15

Anestesi spinal menjadi salah satu teknik yang paling sering dipilih pada operasi sectio
cesarea. Beberapa contoh cairan anestesi selain HES adalah bupivicain 10-15mg dan
lidokain 75-100 mg tetapi keduanya memilki onset yang cepat terjadinya hipotensi meski
telah diberikan preload dengan 20 ml/kg kristaloid dan pasien yang diposisikan miring.32
Pada HES salah satu efek samping yang paling sering dijumpai pada teknik anestesi spinal
sebagai akibat blok simpatis dari obat anestesi lokal yang bekerja di dalam ruang
subarachnoid adalah terjadinya hipotensi. Blok yang dihasilkan tidak permanen dari cabang-
cabang saraf anterior, posterior, serabut saraf posterior dan bagian dari medula spinalis
akibat hilangnya aktivitas otonom, sensoris dan motoris.15
Gambar 9 Spinal anestesi

Teknik Anestesi Spinal

Persiapan teknik anestesi spinal adalah Monitor standar (EKG), tekanan darah, pulse
oksimetri. Obat dan alat resusitasi yaitu oksigen, bagging, suction, set intubasi. Terpasang
akses intravena untuk pemberian cairan dan obat-obatan. Sarung tangan dan masker steril.
Perlengkapan disinfeksi dan doek steril.Obat anestesi lokal untuk injeksi spinal dan untuk
infiltrasi lokal kulit dan jaringan subkutan. Syringe, kateter dan jarum spinal, kasa penutup
steril.33

Teknik anestesi spinal diawali dengan pasien dibebani dengan 500 ml koloid, dilakukan
teknik Sterilisasi yang amat ketat dengan peralatan steril, pengaturan kedudukan penderita
secara cermat dengan tulang belakang penderita dilengkungkan guna memperlebar celah
diantara tulang belakang. Setelah infiltrasi kulit, jaringan subkutan dan ligamen interspinalis
pada setinggi L2/3 dengan larutan anestesi regional/ lokal dilakukan pungsi lumbal.
Lengkungan meja operasi disesuaikan setelah larutan hiperbarik ( anestesi lokal dicampur
glukosa 5% sampai 10 % biasanya digunakan karena penyebarannya dapat ditingkatkan atau
dibatasi dengan perubahan posisi penderita ) yang disuntikan kedalam LCS. Mula kerja blok
cukup kuat tetapi sekurang–kurangnya harus diberikan waktu 10 menit, sebelum
pembedahan dapat dimulai. Penderita disuntik dengan sejumlah kecil larutan hiperbarik
sewaktu duduk, dan dipertahankan pada posisi tersebut selama 5-10 menit, sehingga terjadi
blok yang terbatas pada perineum. Cara ini bermanfaat untuk tindakan sectio caesaria.15
Gambar 10 Posisi pasien saat anestesi spinal

Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Spinal

Blok neuroaxial dapat digunakan sendiri atau digabung dengan anestesi umum. Untuk
beberapa prosedur dibawah leher, dan telah digunakan untuk operasi abdominal bagian
bawah, inguinal, urogenital, rectal dan operasi ekstremitas bawah. Operasi lumbal dapat
digunakan anestesi spinal. Jika blok neuroaxial telah dipertimbangkan sebagai teknik
anestesi yang dipilih, hendaknya didiskusiikan mengenai resiko dan keuntungan dengan
pasien serta informed consent harus didapat. Hal ini sangat penting untuk memastikan
mental pasien sudah siap bahwa pilihan anestesi sesuai dengan tipe operasi dan tidak ada
kontraindikasi.31,33 Pasien juga harus mengerti bahwa mereka akan memiliki sedikit atau
kehilangan fungsi motorik sampai blok selesai.34 Yang termasuk Absoulte dan
kontraindikasi blok neuroaxial adalah apabila pasien menolak, infeksi pada daerah yang
rencan akan dipungsi, elevasi tekanan intracranial, dan pasien seharusnya tidak dianjurkan
untuk melawan keinginan mereka untuk melakukan anestesi regional.

Komplikasi Anestesi Spinal

Anestesi spinal memiliki komplikasi terjadinya hipotensi menyebabkan vasodilatasi


pembuluh perifer, penurunan tekanan darah sistolik dan penurunan isi sekuncup.34,35
diagnosa klinis hipotensi ditegakkan bila ada penurunan tekanan sistolik sebesar 20 – 30 %
dari tekanan darah sistolik semula atau tekanan sistolik kurang dari 90 mm Hg.34,35,36,37
Efek kardiovaskular ini harus dapat diatasi secara bertahap untuk meminimalkan derajat
dari hipotensi. Pemberian volume 10 – 20 ml/kg intravena pada pasien sehat akan
mengkompensasi sebagian pada venous pooling. Perubahan letak uterus sebelah kiri pada
kehamilan membantu meminimalkan obstruksi pada venous return. Pemberian cairan
ditingkatkan dan autotranfusiakan lebih baik dengan menempatkan pasien pada head down
position. Simptomatik brakikardi harus segera diterapi dengan atropin dan hipotensi harus
dengan vasopressors. Secara umum gambaran komplikasi regional anestesi berikut : nyeri
pada bekas tusukan, paralisis ventilasi buatan, retensi urin, resiko potensial dari hematoma
yang meluas pada kanalis spinalis dan kompresi medula spinalis, mual, muntah, infeksi, dan
kelumpuhan anggota gerak. 37,38

Anda mungkin juga menyukai