Disusun Oleh :
Pradnya Rahendita
H3A019041
Pembimbing :
dr. Sukamta Yudi, Sp.THT - KL
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021.
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Silayur, Ngaliyan
No CM : 62-XX-XX
Tanggal diperiksa : 10 November 2021
Tempat Pemeriksaan : Poli THT RS Tugurejo Semarang
II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Hidung tersumbat
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien Ny. M usia 49 tahun datang ke poliklinik THT RS
Tugurejo Semarang dengan keluhan hidung tersumbat sebelah kiri sejak
2 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan terdapat riwayat keluar
ingus berwarna jernih selama 3 hari secara tiba tiba saat pasien sedang
beraktifitas, kemudian setelah itu pasien mengatakan hidung tiba - tiba
tersumbat. Hidung tersumbat dirasakan terus menerus dan tersumbatnya
secara bergantian, keluhan hidung tersumbat sangat mengganggu
aktivitas. Keluhan semakin terasa saat pasien mau tidur di malam hari,
disertai bersin. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang paling
sering pada kepala bagian depan, seperti ditusuk – tusuk. Sakit kepala
dirasakan hilang timbul dan membaik saat istirahat. Pasien sudah
pernah memeriksakan ke dokter THT dan oleh dokter pasien diberikan
obat lalu keluhan membaik. Tidak ada riwayat sakit gigi berlubang.
Keluhan lain seperti demam (-), batuk (-), bau mulut (-), gangguan
penciuman (-), nyeri telinga (-), pendengaran terganggu (-) cairan
mengalir dibelakang hidung (-).
1
c. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit tenggorok : disangkal
b. Riwayat penyakit hidung : disangkal
c. Riwayat penyakit telinga : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat penyakit DM : disangkal
f. Riwayat HT : disangkal
g. Riwayat trauma : disangkal
h. Riwayat sakit gigi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat Pengobatan
Tidak ada Riwayat pengobatan sebelumnya
f. Riwayat Pribadi dan Lingkungan
Pasien merupakan seorang karyawan pabrik bagian packing dan sehari
hari saat bekerja memakai masker. Pasien tidak suka minum es namun
ruangan kerja ber AC.
g. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Status Gizi : BB: 52 kg
TB : 160 cm
IMT : 20,3 (normal)
Vital Sign :
TD : 147/92 mmhg
N : 89x/menit,
RR : 20x/menit,
T : 36,4 °C
Status Generalis
Kulit : sawo matang
2
Kepala : mesosefal
Wajah : simetris
Mata : refleks pupil (+/+), pupil (bulat, central, regular),
konjungtiva anemis (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-/-), pembesaran
kelenjar tiroid (-/-)
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : akral dingin -/- crt < 2 detik
Status Lokalis
Telinga:
Bagian
Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
Deformitas (-), hiperemis (-), edema Deformitas (-), hiperemis (-), edema
Aurikula
(-), nyeri tarik aurikula (-) (-),nyeri tarik aurikula (-)
Daerah Hiperemis (-), edema (-), fistula (-), Hiperemis (-), edema (-), fistula (-),
preaurikula abses (-), nyeri tekan tragus (-) abses (-), nyeri tekan tragus (-)
Hiperemis (-), edema (-), fistula (-), Hiperemis (-), edema (-), fistula (-),
Daerah
abses (-), nyeri tekan(-), nyeri ketok abses (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok
retroaurikula
mastoid (-) mastoid (-)
Canalis
Serumen (-), krusta (-), edema (-), Serumen (-), krusta (-), edema (-),
acusticus
hiperemis (-), furunkel (-), sekret (-) hiperemis (-), furunkel (-), sekret (-)
eksternus
Perforasi (-), retraksi (-), bulging (-), Perforasi (-), retraksi (-), bulging (-),
Membran
granulasi (-), cone of light (+), granulasi (-), cone of light (+), Injeksi
timpani
injeksi (-), (-)
3
Hidung:
Gambar :
Tenggorokan:
4
Gambar :
Bagian Keterangan
Mukosa bukal hiperemis (-), massa (-)
Mukosa gusi hiperemis (-), massa (-)
Palatum durum dan
Hiperemis (-), massa (-)
palatu mole
Uvula Ditengah
Hiperemis (-), edema (-), massa (-), jaringan
Mukosa faring
granulasi (-), ulkus (-)
Tonsil Hiperemis (-), ukuran T1-T1, permukaan rata
Gigi Dalam batas normal
h. Pemeriksaan Penunjang
Kesan :
5
Sinusitis maksilaris
Penebalan konka nasi inferior kiri
Deviasi ringan septum nasi ke kiri
CT Scan
Endoskopi
Resume
i. Diagnosis banding
1. Sinusitis Maksilaris Dupleks et causa rhinogen (septum deviasi,
rhinitis vasomotor)
2. Sinusitis Maksilaris Dupleks et causa dentogen
j. Diagnosa Kerja
Sinusitis Maksilaris Dupleks et causa rhinogen
k. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Loratadine 10mg 2x1tab
Antalgin 500mg 2x1 tab
Ranitidine 150mg 2x1 tab
Iliadin Spray 3x2 semprot
b. Non medikamentosa
Istirahat dan minum air yang cukup
Menggunakan masker saat keluar rumah
6
Menjaga kesehatan gigi dan mulut
l. Prognosis
1. Ad vitam : Dubia ad Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad Bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(1)
melalui ostium masing- masing.
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagi
an anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka medi
a, atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan se
l-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat
di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphen
oid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan ba
tas antara kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi pent
8
ing sinus paranasal adalah sebagai sumber lendir yang segar dan tak terkonta
4
minasi yang dialirkan ke mukosa hidung. Sinus paranasal adalah rongga-ro
ngga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar te
ngkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari
rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinu
s- sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang be
rhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel e
4
pitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.
3.1 Definisi
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau
selaput lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan
pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya., terutama pada
daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen, nafas bau, post nasal
drip.5
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya
dapat diikuti oleh infeksi bakteri.6
3.2 Klasifikasi
3.3 Etiologi
9
mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi
konka, polip hidung, dan rinitis alergi.8,9
3.3 Patofisiologi
10
hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi
silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.9,10
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
3.4. Manifestasi Klinis
Perubahan CT Scan
-perubahan mukosa dalam kompleks ostiomedial dan sinus
11
Kriteria American Academy of Otolaryngologi Allergy dan
American Rhinology society
Gejala Mayor :
Nyeri wajah
Hidung tersumbat
Ingus purulent
Gangguan penghidu
Demam (akut)
Gejala minor :
Demam (kronik)
Batuk
Tenggorok berlendir
Nyeri kepala
Nyeri geraham
Nyeri telinga
Halitosis
12
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya
sinusitis maksilaris.
c) Transiluminasi
Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam
sinus. Jika cairan tidak penuh akan tampak gambaran air fluid level.
e) CT scan
3.6 Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
13
1. Antibiotika, merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis
kronik mengingat terapi utama adalah pembedahan. Jenis
antibiotika yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara
lain:
a. Amoksisilin + asam klavulanat
b. Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
c. Florokuinolon : ciprofloksasin
d. Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
e. Klindamisin
f. Metronidazole
2. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau
sistemik.
Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis
kronik dengan polip nasi dan rinosinusitis fungal alergi.
3. Terapi penunjang lainnya meliputi :
a. Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis α-
adrenergik
Sol Efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung
Sol Oksimetasolin HCL 0,05% (semprot hidung
untuk dewasa)
Oksimetasolin HCL 0,025% (semprot hidung untuk
anak-anak)
Tablet pseudoefedrin 3 kali 60 mg (dewasa)
b. Antihistamin
c. Stabilizer sel mast, sodium kromoglikat, sodium nedocromil
d. Mukolitik
e. Antagonis leukotriene
f. Imunoterapi
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi dengan salin, olahraga,
avoidance terhadap iritan dan nutrisi yang cukup
Terapi Pembedahan
14
Terapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan
sederhana dengan peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan
peralatan canggih endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan pembedahan yang
dilakukan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi ialah:1,23
a. Sinus maksila:
- Irigasi sinus (antrum lavage)
- Nasal antrostomy
- Operasi Caldwell-Luc
b. Sinus etmoid:
- Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral
c. Sinus frontal:
- Intranasal, ekstranasal
- Frontal sinus septoplasty
- Fronto-etmoidektomi
d. Sinus sfenoid :
- Trans nasal
- Trans sfenoidal
- FESS (functional endoscopic sinus surgery), indikasi tindakan
FESS adalah:
Sinusitis (semua sinus paranasal) akut rekuren atau kronis
Poliposis nasi
Mukokel sinus paranasal
Mikosis sinus paranasal
Benda asing
Osteoma kecil
Tumor (terutama jinak, atau pada beberapa tumor ganas)
Dekompresi orbita / n.optikus
Fistula likuor serebrospinalis dan meningo ensefalokel
Atresia koanae
Dakriosistorinotomi
Kontrol epistaksis
Tumor pituitari, ANJ, tumor pada skull base
15
3.7.Komplikasi
Menurut chandler:
2. Selulitis orbita
4. Abses orbita
Komplikasi kronis :
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall dan Collmans Sinusitis. Disease of The Nose, Throat and Ear. Head
and Neck Surgery. Fourtheenth ed, 2005, 49 – 53.
2. Dykewicz MS, Hamilos DL February 2010. Rhinitis and Sinusitis. The
Journal of Allergy and Clinical Immunology. 125: S103–15.
16
3. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA,
Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. 6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.pp.150-154.
4. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler
PA, editor. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
5. Kennedy E. Sinusitis. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm
6. Rosenfeld RM. Picirrilo JF. Chandrasekhar SS. Brook I. Kumar KA.
Kramper M. Orlandi RR. Et al. 2015. Clinical Practice Guideline
(Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2015.
152 : (2S).p.1-24.
7. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F,
Soejak S. Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia;
1993.p.81-91.
8. Desrosiers M. Evans GA. Keith PK. Wright ED, Kaplan A, Ciavarella A.
Doyle PW, Javer AR, et al. Canadian clinical practice guidelines for acute
and chronic rhinosinusitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology.
2011. 7:2.p.1-38.
9. Boies ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA,
Shepherd SM, Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency
Medicine. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 2001.
10. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997. p 2-9
11. Bell GW, Joshi BB and Macleod RI.Maxillary sinus disease: diagnosis
and treatment. British Dental Journal. 2011. 210: (3). 113-118.
17