Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

“Seorang Perempuan Usia 49 Tahun Dengan Keluhan Hidung Tersumbat”

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT-KL


di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh :
Pradnya Rahendita
H3A019041

Pembimbing :
dr. Sukamta Yudi, Sp.THT - KL

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021.
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Silayur, Ngaliyan
No CM : 62-XX-XX
Tanggal diperiksa : 10 November 2021
Tempat Pemeriksaan : Poli THT RS Tugurejo Semarang
II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Hidung tersumbat
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien Ny. M usia 49 tahun datang ke poliklinik THT RS
Tugurejo Semarang dengan keluhan hidung tersumbat sebelah kiri sejak
2 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan terdapat riwayat keluar
ingus berwarna jernih selama 3 hari secara tiba tiba saat pasien sedang
beraktifitas, kemudian setelah itu pasien mengatakan hidung tiba - tiba
tersumbat. Hidung tersumbat dirasakan terus menerus dan tersumbatnya
secara bergantian, keluhan hidung tersumbat sangat mengganggu
aktivitas. Keluhan semakin terasa saat pasien mau tidur di malam hari,
disertai bersin. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang paling
sering pada kepala bagian depan, seperti ditusuk – tusuk. Sakit kepala
dirasakan hilang timbul dan membaik saat istirahat. Pasien sudah
pernah memeriksakan ke dokter THT dan oleh dokter pasien diberikan
obat lalu keluhan membaik. Tidak ada riwayat sakit gigi berlubang.
Keluhan lain seperti demam (-), batuk (-), bau mulut (-), gangguan
penciuman (-), nyeri telinga (-), pendengaran terganggu (-) cairan
mengalir dibelakang hidung (-).

1
c. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit tenggorok : disangkal
b. Riwayat penyakit hidung : disangkal
c. Riwayat penyakit telinga : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat penyakit DM : disangkal
f. Riwayat HT : disangkal
g. Riwayat trauma : disangkal
h. Riwayat sakit gigi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat Pengobatan
Tidak ada Riwayat pengobatan sebelumnya
f. Riwayat Pribadi dan Lingkungan
Pasien merupakan seorang karyawan pabrik bagian packing dan sehari
hari saat bekerja memakai masker. Pasien tidak suka minum es namun
ruangan kerja ber AC.
g. Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Status Gizi : BB: 52 kg
TB : 160 cm
IMT : 20,3 (normal)

Vital Sign :
TD : 147/92 mmhg
N : 89x/menit,
RR : 20x/menit,
T : 36,4 °C
Status Generalis
Kulit : sawo matang

2
Kepala : mesosefal
Wajah : simetris
Mata : refleks pupil (+/+), pupil (bulat, central, regular),
konjungtiva anemis (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-/-), pembesaran
kelenjar tiroid (-/-)
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : akral dingin -/- crt < 2 detik

Status Lokalis
Telinga:

Bagian
Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
Deformitas (-), hiperemis (-), edema Deformitas (-), hiperemis (-), edema
Aurikula
(-), nyeri tarik aurikula (-) (-),nyeri tarik aurikula (-)
Daerah Hiperemis (-), edema (-), fistula (-), Hiperemis (-), edema (-), fistula (-),
preaurikula abses (-), nyeri tekan tragus (-) abses (-), nyeri tekan tragus (-)
Hiperemis (-), edema (-), fistula (-), Hiperemis (-), edema (-), fistula (-),
Daerah
abses (-), nyeri tekan(-), nyeri ketok abses (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok
retroaurikula
mastoid (-) mastoid (-)
Canalis
Serumen (-), krusta (-), edema (-), Serumen (-), krusta (-), edema (-),
acusticus
hiperemis (-), furunkel (-), sekret (-) hiperemis (-), furunkel (-), sekret (-)
eksternus
Perforasi (-), retraksi (-), bulging (-), Perforasi (-), retraksi (-), bulging (-),
Membran
granulasi (-), cone of light (+), granulasi (-), cone of light (+), Injeksi
timpani
injeksi (-), (-)

3
Hidung:
Gambar :

Sinus Sinus Frontal Sinus Maxilla


Etmoid
Nyeri Tekan (-)/(-) (-)/(-) (+)/(+)
Nyeri Ketok (-)/(-) (-)/(-) (-)/(-)
Transluminasi Tidak dilakukan

Pemeriksaan Hidung Kanan Hidung Kiri


Hidung
Hidung Luar Bentuk (N), Inflamasi (-), nyeri Bentuk (N), Inflamasi (-), nyeri
tekan (-), deformitas (-). tekan (-), deformitas (-).
Rinoskopi Anterior
Vestibulum Sekret (-), massa (-), hiperemis Sekret (-), massa (-), hiperemis (-)
(-)
Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), sekret (-), Mukosa hiperemi (-), sekret (-),
konka nasi media (N), massa (-), konka nasi media (N), massa (-),
sekret (-). sekret (-).
kavum nasi media Bentuk(N), mukosa hiperemi Bentuk (N), mukosa hiperemi (-).
(-).
Konka nasi inferior Mukosa hiperemi (-), edema (-) Mukosa hiperemi (+), edema (+)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (+), benda asing (-),
perdarahan (-), hiperemis (-) perdarahan (-), hiperemis (-)

Tenggorokan:

4
Gambar :

Bagian Keterangan
Mukosa bukal hiperemis (-), massa (-)
Mukosa gusi hiperemis (-), massa (-)
Palatum durum dan
Hiperemis (-), massa (-)
palatu mole
Uvula Ditengah
Hiperemis (-), edema (-), massa (-), jaringan
Mukosa faring
granulasi (-), ulkus (-)
Tonsil Hiperemis (-), ukuran T1-T1, permukaan rata
Gigi Dalam batas normal

h. Pemeriksaan Penunjang

Hasil foto SPN Waters dan Caldwell

 Struktur tulang normal


 Tak tampak reaksi litik dan skletorik
 Tak tampak kesuraman minimal pada sinus maksila kanan-kiri
 Septum deviasi ringan ke kiri
 Penebalan konka nasi inferior kiri

Kesan :

5
 Sinusitis maksilaris
 Penebalan konka nasi inferior kiri
 Deviasi ringan septum nasi ke kiri

Pemeriksaan Penunjang Usulan

 CT Scan

 Endoskopi

Resume

Pasien datang ke poliklinik THT RS Tugurejo Semarang dengan


keluhan hidung tersumbat sebelah kiri 2 bulanyang lalu, terus menerus.
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang paling sering pada bagian
depan, seperti ditusuk – tusuk. Sakit kepala dirasakan hilang timbul dan
membaik saat istirahat. Pasien sudah memeriksakan ke dokter THT dan
oleh dokter pasien diberikan obat lalu keluhan membaik. Pemeriksaan
fisik saat di poli didapatkan septum deviasi kiri, Konka hiperemis,
edema dan kiri.

i. Diagnosis banding
1. Sinusitis Maksilaris Dupleks et causa rhinogen (septum deviasi,
rhinitis vasomotor)
2. Sinusitis Maksilaris Dupleks et causa dentogen
j. Diagnosa Kerja
Sinusitis Maksilaris Dupleks et causa rhinogen
k. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
 Loratadine 10mg 2x1tab
 Antalgin 500mg 2x1 tab
 Ranitidine 150mg 2x1 tab
 Iliadin Spray 3x2 semprot
b. Non medikamentosa
 Istirahat dan minum air yang cukup
 Menggunakan masker saat keluar rumah

6
 Menjaga kesehatan gigi dan mulut
l. Prognosis
1. Ad vitam : Dubia ad Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad Bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SINUS PARANASAL


Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia y
ang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individ
u. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehin
gga terbentuk rongga di dalam tulang. Ada empat pasang (delapan) sinus par
anasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus frontalis kanan da
n kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila, ya
ng terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis k
anan dan kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan l
anjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung

(1)
melalui ostium masing- masing.

Gambar 4. Sinus Paranasal

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagi
an anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka medi
a, atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan se
l-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat
di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphen
oid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan ba
tas antara kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi pent

8
ing sinus paranasal adalah sebagai sumber lendir yang segar dan tak terkonta

4
minasi yang dialirkan ke mukosa hidung. Sinus paranasal adalah rongga-ro
ngga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar te
ngkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari
rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinu
s- sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang be
rhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel e

4
pitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.

3.1 Definisi
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau
selaput lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan
pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya., terutama pada
daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen, nafas bau, post nasal
drip.5
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya
dapat diikuti oleh infeksi bakteri.6

3.2 Klasifikasi

Klasifikasi sinusitis maksilaris berdasarkan waktunya menurut Cauwenberg:


 Akut, bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.
 Subakut, bila infeksi terjadi sampai 4 minggu-3 bulan.
 Kronis, bila infeksi terjadi lebih dari 3 bulan.7

3.3 Etiologi

Sinusitis maksilaris disebabkan oleh beberapa faktor pejamu yaitu


genetik, kondisi kongenital, alergi dan imun, abnormalitas anatomi. Faktor
lingkungan yaitu infeksi bakteri, trauma, medikamentosa, tindakan bedah.
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung
(rinogen), gigi dan gusi (dentogen). Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma
langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Faktor predisposisi yang

9
mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi
konka, polip hidung, dan rinitis alergi.8,9
3.3 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya


klirens mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal.
Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi
sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan
serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh
bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat- zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium
untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.10,11
Dengan adanya infeksi yang persistensi, flora campuran dari
organisme dan kadang kala jamur berkontribusi terhadap patogenesis
rhinosinusitis kronis. Sebagian besar kasus sinusitis kronis disebabkan oleh
sinusitis akut yang tidak diobati atau tidak merespons pengobatan. Faktor
pengganggu yang dapat menyebabkan peradangan adalah sebagai berikut:
 Infeksi yang persisten
 Alergi dan penyakit imunologis
 Faktor-faktor intrinsik saluran nafas atas
 Pengobatan infeksi jamur yang menginduksi peradangan eosinofilik
 Kelainan metabolik seperti peka sensitif terhadap aspirin
Semua faktor ini dapat berperan dalam terganggunya sistem
transportasi mukosiliar intrinsik. Hal ini karena adanya perubahan pada
patensi ostia sinus, fungsi siliaris, atau kualitas sekresi menyebabkan stagnasi
sekresi, penurunan kadar pH, dan menurunkan ketegangan oksigen di dalam
sinus. Perubahan ini menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya berkontribusi terhadap peningkatan
peradangan mukosa. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi
patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium.
Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya

10
hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi
silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.9,10
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan
kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
3.4. Manifestasi Klinis

Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri kepala,


wajah terasa bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak (sewaktu naik atau turun tangga), nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan berbau busuk.2
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris
kronik berupa hidung tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di belakang
hidung, hidung berbau, indra pembau berkurang, dan batuk.12
Kriteria epos 2020 :
 Radang hidung dan sinus paranasal dengan karakteristik dua atau
lebih gejala, salah satunya harus berupa
penyumbatan/obstruksi/kongesti atau nasal discharge (anterior/
posterior nasal drip)

- nyeri tekan wajah


- hilangnya / berkurangnya penciuman

 Tanda tanda endoskopi


-polip hidung dan atau
-keluarnya discharge mukopurulen terutama di meatus media dan atau

 Perubahan CT Scan
-perubahan mukosa dalam kompleks ostiomedial dan sinus

11
Kriteria American Academy of Otolaryngologi Allergy dan
American Rhinology society
Gejala Mayor :

 Nyeri wajah
 Hidung tersumbat
 Ingus purulent
 Gangguan penghidu
 Demam (akut)

Gejala minor :

 Demam (kronik)
 Batuk
 Tenggorok berlendir
 Nyeri kepala
 Nyeri geraham
 Nyeri telinga
 Halitosis

Curiga sinusitis bila terdapat minimal 2 gejala mayor atau 1 gejala


mayor ditambah 2 atau lebih gejala minor.
3.5. Pemeriksaan Sinusitis Maksilaris

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan


inspeksi luar, palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan
transiluminasi, radiologi dan Ct Scan (gold standart)
a) Inspeksi

Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada


muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna
kemerah- merahan mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut.
b) Palpasi

12
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya
sinusitis maksilaris.
c) Transiluminasi

Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan


kiri. Sinus yang sakit akan tampak lebih gelap.
d) Pemeriksaan radiologi'

Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam
sinus. Jika cairan tidak penuh akan tampak gambaran air fluid level.
e) CT scan

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus


maksilaris adalah pemeriksaan CT scan. Potongan CT scan yang rutin
dipakai adalah koronal.1,5,12

3.6 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada


orang dewasa dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan medikamentosa
dan pembedahan. Pada rinosinusitis kronik (tanpa polip nasi), terapi
pembedahan mungkin menjadi pilihan yang lebih baik dibanding terapi
medikamentosa. Adanya latar belakang seperti alergi, infeksi dan kelainan
anatomi rongga hidung memerlukan terapi yang berlainan juga.20

Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa memegang peranan dalam penanganan


rinosinusitis kronik yakni berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan
penderita, membantu dalam diagnosis rinosinusitis kronik (apabila terapi
medikamentosa gagal maka cenderung digolongkan menjadi rinosinusitis
kronik) dan membantu memperlancar kesuksesan operasi yang
dilakukan.20,21,22 Pada dasarnya yang ingin dicapai melalui terapi
medikamentosa adalah kembalinya fungsi drainase ostium sinus dengan
mengembalikan kondisi normal rongga hidung.20,21
Jenis terapi medikamentosa yang digunakan untuk rinosinusitis
kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa antara lain:1,2,20,21,22

13
1. Antibiotika, merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis
kronik mengingat terapi utama adalah pembedahan. Jenis
antibiotika yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara
lain:
a. Amoksisilin + asam klavulanat
b. Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
c. Florokuinolon : ciprofloksasin
d. Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
e. Klindamisin
f. Metronidazole
2. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau
sistemik.
Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis
kronik dengan polip nasi dan rinosinusitis fungal alergi.
3. Terapi penunjang lainnya meliputi :
a. Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis α-
adrenergik
 Sol Efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung
 Sol Oksimetasolin HCL 0,05% (semprot hidung
untuk dewasa)
 Oksimetasolin HCL 0,025% (semprot hidung untuk
anak-anak)
 Tablet pseudoefedrin 3 kali 60 mg (dewasa)
b. Antihistamin
c. Stabilizer sel mast, sodium kromoglikat, sodium nedocromil
d. Mukolitik
e. Antagonis leukotriene
f. Imunoterapi
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi dengan salin, olahraga,
avoidance terhadap iritan dan nutrisi yang cukup

Terapi Pembedahan

14
Terapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan
sederhana dengan peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan
peralatan canggih endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan pembedahan yang
dilakukan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi ialah:1,23
a. Sinus maksila:
- Irigasi sinus (antrum lavage)
- Nasal antrostomy
- Operasi Caldwell-Luc
b. Sinus etmoid:
- Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral
c. Sinus frontal:
- Intranasal, ekstranasal
- Frontal sinus septoplasty
- Fronto-etmoidektomi
d. Sinus sfenoid :
- Trans nasal
- Trans sfenoidal
- FESS (functional endoscopic sinus surgery), indikasi tindakan
FESS adalah:
 Sinusitis (semua sinus paranasal) akut rekuren atau kronis
 Poliposis nasi
 Mukokel sinus paranasal
 Mikosis sinus paranasal
 Benda asing
 Osteoma kecil
 Tumor (terutama jinak, atau pada beberapa tumor ganas)
 Dekompresi orbita / n.optikus
 Fistula likuor serebrospinalis dan meningo ensefalokel
 Atresia koanae
 Dakriosistorinotomi
 Kontrol epistaksis
 Tumor pituitari, ANJ, tumor pada skull base

15
3.7.Komplikasi

Menurut chandler:

1. Selulitis periorbita (selulitis preseptal)

2. Selulitis orbita

3. Abses subperiosteal (abses perorbita)

4. Abses orbita

5. Trombosis sinus kavernosus

6. Kelainan intrakranial (Meningitis, Abses ekradural / subdural, Abses otak,


Trombosis sinus kavernosus

Komplikasi kronis :

a) Osteomielitis dan abses subperiostal akibat sinusitis frontal dan ditemuk


an pada anak. Pada ostomielitis sinus maksila dapat tmbul fistula oroant
al/fistula pada pipi.

b) Kelainan paru : bronchitis kronik dan bronkiektasis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hall dan Collmans Sinusitis. Disease of The Nose, Throat and Ear. Head
and Neck Surgery. Fourtheenth ed, 2005, 49 – 53.
2. Dykewicz MS, Hamilos DL February 2010. Rhinitis and Sinusitis. The
Journal of Allergy and Clinical Immunology. 125: S103–15.

16
3. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA,
Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. 6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.pp.150-154.
4. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler
PA, editor. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
5. Kennedy E. Sinusitis. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm
6. Rosenfeld RM. Picirrilo JF. Chandrasekhar SS. Brook I. Kumar KA.
Kramper M. Orlandi RR. Et al. 2015. Clinical Practice Guideline
(Update): Adult Sinusitis. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2015.
152 : (2S).p.1-24.
7. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F,
Soejak S. Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia;
1993.p.81-91.
8. Desrosiers M. Evans GA. Keith PK. Wright ED, Kaplan A, Ciavarella A.
Doyle PW, Javer AR, et al. Canadian clinical practice guidelines for acute
and chronic rhinosinusitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology.
2011. 7:2.p.1-38.
9. Boies ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA,
Shepherd SM, Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency
Medicine. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 2001.
10. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997. p 2-9
11. Bell GW, Joshi BB and Macleod RI.Maxillary sinus disease: diagnosis
and treatment. British Dental Journal. 2011. 210: (3). 113-118.

17

Anda mungkin juga menyukai