Anda di halaman 1dari 61

PANDUAN PENATALAKSANAAN

KEMENTERIAN
KANKER PARU
KESEHATAN

KOMITE PENANGGULANGAN KANKER NASIONAL


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PANDUAN PENATALAKSANAAN

KANKER PARU

Disetujui oleh:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN)

Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Ikatan Ahli Patologi Anatomi Indonesia (IAPI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Indonesia (PERDOSRI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI)

i
DAFTAR KONTRIBUTOR

dr. Achmad Hudoyo, SpP(K), dr.


Agung Wibawanto, SpBTKV(K), dr.

Aida Lutfi,Sp.Rad.Onk,
dr. Ana Rima, SpP(K)
dr. Andika C. Putra, PhD, SpP dr.
Anita Ratnawati, SpRM dr.
Anna Febriani, SpP
Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP(K) dr.
Asrul Harsal, Sp.PD-KHOM
dr. ATW Westi, SpRad.Onk
Dr. dr. Aziza G. Icksan, Sp.Rad(K)
dr. Bambang Heru, Sp.P
dr. dr. Demak L. Tobing, Sp.PK dr.
Dewi S. Soeis, Sp.Rad
dr. Diana Paramita, Sp.PD.KHOM dr.
Elisna Syahruddin, PhD, SpP(K) dr.
Eric Daniel Tenda, Sp.PD
dr. Eva S. Diana, Sp.P dr.
Evelina Suzanna, Sp.PA dr. Fenny Lovitha
Dewi, SpKFR Dr. dr. Fielda Djuita,
SpRad.(K)OnkRad dr.
Gregorius Ben Prajogi, SpOnkRad
dr. Harun Iskandar, Sp.P dr.

ii
Heriawaty Hidayat, Sp.PA dr.
Indriani, SpKFR(K)
dr. Isnu Pradjoko, Sp.P(K)
dr. Jamal Zaini, PhD, SpP(K)
Dr. Johan Kurnianda, Sp.PD-KHOM

dr. Juniarti, Sp.Rad.Onk


dr. Kardinah, Sp.Rad dr. Kartika W.
Rukmi,
dr. Kumara Bakti Hera Pratiwi, SpKFR(K)
Dr. dr. Laksmi Wulandari, Sp.P(K)
dr. Lisnawati, Sp.PA
dr. Maryastuti, Sp.Rad
dr. Nana Supriana, SpRad(K)OnkRad
dr. Netty Lubis, Sp.Rad(K) dr.
Noni N. Soeroso, Sp.P(K) dr. Noorwati
Soetandyo, Sp.PD.KHOM
dr. Siti Annisa Nuhonni, SpKFR dr.
Nurjati Siregar, PhD, SpPA
dr. Pad Dilangga, Sp.P dr.
Prasenohadi, PhD, SpP(K) dr. Puji
Astuti, Sp.P dr.
Ratih Pahlesia, Sp.P
dr. Ruth E. Sembiring, Sp.PA

ii
i
dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P dr. Selly C.
Anggoro, Sp.KFR dr.
Setia P. Tarigan, Sp.P dr. Sita
L. Andarini, PhD, Sp.P(K)
Prof. DR. Dr. Soehartati Gondhowiardjo, SpRad(K)-OnkRad dr.
Sri M. Munir, Sp.Pdr. Suryanti D. Pratiwi, Sp.P dr.
Suryo Seto, Sp.Rad.Onk dr.
Susan H. Mety, Sp.BTKV dr.
Sutjahjo Endardjo, Sp.PA(K)
Dr. dr. Wahju Aniwidyaningsih, Sp.P(K) dr.
Wahyuningsih Soeharno, SpP
DR. dr. Zulkifli Amin, Sp.PD(KP), FCCP

KATA PENGANTAR

PENYANGKALAN

Panduan Penatalaksanaan ini merupakan pedoman yang dibuat berdasarkan data dan konsensus para kontributor terhadap tata laksana saat ini
yang dapat diterima. Panduan ini secara spesifik dapat digunakan sebagai panduan pada pasien dengan keadaan pada umumnya, dengan asumsi
penyakit tunggal (tanpa disertai adanya penyakit lainnya/penyulit) dan sebaiknya mempertimbangkan adanya variasi respon individual. Oleh
karena itu Panduan ini bukan merupakan standar pelayanan medis yang baku. Para klinisi diharapkan tetap harus mengutamakan kondisi dan
pilihan pasien dan keluarga dalam mengaplikasikan Panduan ini.

i
v
Apabila terdapat keraguan, para klinisi diharapkan tetap menggunakan penilaian klinis independen dalam kondisi keadaan klinis individual yang
bervariasi dan bila diperlukan dapat melakukan konsultasi sebelum melakukan suatu tindakan perawatan terhadap pasien.

Panduan ini disusun dengan pertimbangan pelayanan kesehatan dengan fasilitas dan SDM sesuai kompetensi yang dibutuhkan tersedia.

Bila fasilitas atau SDM dengan kompetensi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, agar melaksanakan sistem rujukan.

KLASIFIKASI TINGKAT PELAYANAN

KLASIFIKASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN BERDASAR TINGKAT PELAYANAN Tingkat Pelayanan Primer {I} v
KLASIFIKASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN BERDASAR TINGKAT PELAYANAN Yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam tingkatan pelaya nan dasar
Dokter Praktik Mandiri,

KlinikPratama (DokterUmum) dan


Puskesmas.
Tingkat PelayananSekunder {II}

Yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan


kesehatan dalam tingkatan pelayanan
sekunder adalah:

Klinik Utama (Spesialistik),

RS Tipe B, C, dan D.
Tingkat PelayananTersier {III}

Yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan


kesehatan dalam tingkatan pelayanan
tersieradalah: RS Tipe A.

Segala tindak tatalaksana diagnosis dan


terapi pada Panduan Praktik Klinis ini
ditujukan untuk pan duan penanganan di
Tingkat PelayananTersier {III}. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa
hal tersebut dapat dilakukan di Tingkat
Pelayanan Sekunder {II} bila kompetensi SDM
dan fasilitas yang tersedia memenuhi
persyaratan.

DAFTAR ISI
Daftar kontributor i

v
i
Kata pengantar iii
Penyangkalan iii
Klasifikasi tingkat pelayanan kesehatan iv
Daftar isi v
Pengertian dan epidemiologi 1
Faktor risiko dan deteksi dini 1
Diagnosis 2
Klasifikasi Histologik dan Stadium 5
Tatalaksana 6
Dukungan Nutrisi 14
Rehabilitasi Medik 18
Evaluasi dan Tindak Lanjut 21
Algoritma Tatalaksana 23
Referensi 24
Lampiran 1 29
Lampiran 2 31
Lampiran 3 32

v
ii
PENGERTIAN DAN EPIDEMIOLOGI kanker nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%).
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) Dalam pengertian FAKTOR RISIKO DAN DETEKSI DINI
klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas
Hingga saat ini belum ada metode skrining yang sesuai bagi kanker
yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus =
paru secara umum. Metode skrining yang telah direkomendasikan
bronchogenic carcinoma).
untuk deteksi kanker paru terbatas pada kelompok pasien risiko tinggi.
Kelompok pasien dengan risiko tinggi mencakup pasien usia >
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia,
mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, 40 tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok
kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥50
kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat tahun dengan riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu
sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian faktor risiko lainnya. Faktor risiko kanker paru lainnya adalah pajanan
akibat kanker paru. Berdasarkan data WHO, kanker paru merupakan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan kimia karsinogenik, riwayat
jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak
kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan Kanker paru juga
merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada lakilaki
dan kedua pada perempuan. adanya keganasan pada paru-paru, dapat dilakukan pemeriksaan
low-dose CT scan untuk skrining kanker paru setiap tahun, selama 3
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker tahun, namun tidak dilakukan pada pasien dengan komorbiditas
paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 berat lainnya. Pemeriksaan ini dapat mengurangi mortalitas akibat
terbanyak pada perempuan tapi merupakan penyebab kematian kanker paru hingga 20%.
utama pada laki-laki dan perempuan. Data hasil pemeriksaan di
laboratorium Patalogi Anatomi RSUP Persahabatan kanker paru Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria “kelompok risiko tinggi”,
merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker yang pemeriksaan low-dose CT scan tidak direkomendasikan. Selain itu,
didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun pada pasien yang tidak dapat menjalani terapi kanker paru akibat
2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru keterbatasan biaya atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan,
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah maka pemeriksaan ini tidak disarankan.

1
Rekomendasi Skrining nyeri pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial
Pemeriksaan low-dose CT scan dilakukan pada pasien risiko tinggi anhidrosis).
yaitu pasien usia 40 tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan
berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan Keluhan suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf
[rekomendasi A], atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat merokok ≥20 atau gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga
tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya [rekomendasi B]. kadang menyertai adalah penurunan berat badan dalam waktu yang
singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul. Gejala yang
berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese)
DIAGNOSIS sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang
Kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang
pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomi. telah menyebar ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala
paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler,
Anamnesis
neurologi, dan lain-lain
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau
nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung Pemeriksaan Fisik
sembuh dengan pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus
Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status)
ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru.
penderita yang menurun, penemuan abnormal terutama pada
pemeriksaan fisik paru benjolan leher, ketiak atau dinding dada,
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti tanda pembesaran hepar atau tanda asites, nyeri ketok di tulang.
batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk
merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker
paru dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi
penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
pleura, efusi perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast
supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran
syndrome, paralisis diafragma. Pancoast syndrome merupakan
ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga
kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior,
menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara
yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan
napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika
terdapat massa yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi

2
(pelebaran vena) di dinding dada dengan pembengkakan
(edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan pada 50 – 60 2 Cukup aktif; namun kadang memerlukan
vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada bantuan
tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena
ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak 30 – 40 3 Kurang aktif, perlu perawatan
dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) 10 – 20 4 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu
menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT). di rawat di Rumah Sakit
Tandatanda patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang
0 – 10 - Tidak sadar
bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis akan
didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.

Tampilan umum
Pemeriksaan Laboratorium
Tampilan umum menjadi suatu parameter untuk menentukan
Darah rutin: Hb, Leukosit, Trombosit, fungsi hati, fungsi ginjal.
prognosis penyakit, indikasi untuk menentukan jenis terapi dan
agresivitas pengobatan.
Pemeriksaan Patologi Anatomik
1. Pemeriksaan Patologi Anatomik (Sitologi dan Histopatologi)
2. Pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis (seperti
Pembagian tampilan umum berdasarkan skor Karnofsky dan WHO TTF-1 dan lain-lain) dilakukan apabila fasilitas tersedia.
3. Pemeriksaan Penanda molekuler yang telah tersedia diantaranya
adalah mutasi EFGR hanya dilakukan apabila fasilitas tersedia
Skor WHO Batasan
Karnofsky
Pemeriksaan Pencitraan
1. Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk
90 – 100 0 Aktivitas normal menilai pasien dengan kecurigaan terkena kanker paru.
70 – 80 1 Ada keluhan, tapi masih aktif, dapat mengurus Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi dan tindakan
diri sendiri selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan

3
penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini dapat
lesi yang dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat,
scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut. terutama kanker paru dengan lesi pada regio sentral.
Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini adalah hipertensi
2. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang
pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular, hipoksemia
penting untuk mendiagnosa dan menentukan stadium penyakit,
refrakter
dan menentukan segmen paru yang terlibat secara tepat. CT scan
toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal untuk
akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak
menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut. dapat berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat
3. CT scan kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita terjadi adalah pneumotoraks dan perdarahan.
mengeluh nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya 2. Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS)
metastasis ke otak. dapat dilakukan untuk membantu menilai kelenjar getah bening
4. USG abdomen dilakukan untuk menilai kemungkinan metastasi mediastinal, hilus, intrapulmoner juga untuk penilaian lesi
5. Bone Scan dilakukan untuk mendeteksi metastasi ke tulang perifer dan saluran pernapasan, serta mendapatkan jaringan
tulang. Bone survey dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada. sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang
terlihat pada CT-scan toraks maupun PET CT-scan.
6. PET-scan dapat dilakukan untuk menilai hasil pengobatan
3. Biopsi Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy-TTB),
Pemeriksaan Khusus merupakan tindakan biopsi paru transtorakal, tanpa tuntunan
radiologis (blinded TTB) maupun dengan tuntunan USG (USG-
1. Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosa kanker
guided TTB) atau CT-scan toraks (CT-guided TTB), untuk
paru. Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi
mendapatkan
primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan mendapatkan
spesimen untuk sitologi dan biopsi, sehingga diagnosa dan sitologi atau histopatologi kanker paru.
stadium kanker paru dapat ditentukan. Salah satu metode 4. Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk
terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang dapat menilai paru pembesaran kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat
hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang dilakukan bila diperlukan.
hingga derajat ke-enam. Spesimen untuk menghasilkan
pemeriksaan sitologi dan histopatologi didapat melalui bilasan

4
Pemeriksaan Lainnya 4. Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan
1. Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan histologi didapat terutama melalui biopsi bronkus
menghasilkan spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya [rekomendasi A].
sel ganas pada cairan pleura yang dapat merubah stadium dan 5. Biposi jarum halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB)
tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil sitologi tidak adalah metode utama mendapatkan spesimen untuk
menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT pemeriksaan sitologi [rekomendasi A].
6. Pemeriksaan transthoracal biopsy (TTB) dapat dilakukan
scan toraks dianjurkan.
untuk mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi
2. Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk maupun histopatologi [rekomendasi A]
mendapatkan specimen, terutama penilaian kelenjar getah 7. Bila tersedia, tuntunan endobrachial ultrasound (EBUS) juga
bening mediastinal. dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan, terutama
3. Torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika untuk evaluasi kelenjar mediastinal, dan mendapatkan
dengan semua modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas. spesimen histopatologi. [rekomendasi A].
KLASIFIKASI HISTOLOGIK DAN STADIUM 8. Tindakan biopsi pleura, pleuroscopy dapat dilakukan untuk
mendapatkan spesimen pada pleura.[rekomendasi A].
9. Jika hasil sitologi negatif, tetapi masih ada kecurigaan
Klasifikasi Histologi menurut WHO
keganasan, maka penilaian ulang atau CT scan toraks
dianjurkan [rekomendasi A].
Rekomendasi Pemeriksaan
10. Pemeriksaan molekul marker (gen EGFR, gen KRAS, fusigen
1. Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk EML-ALK), digunakan untuk pemilihan obat sistemik berupa
menilai pasien dengan kecurigaan terkena kanker paru terapi target (targeted therapy) pada jenis adenokarsinoma,
[rekomendasi A]. jika fasilitas dan bahan pemeriksaan memenuhi syarat
2. CT scan toraks dilakukan sebagai evaluasi lanjut pada pasien [rekomendasi A].
dengan kecurigaan kanker paru, dan diperluas hingga kelenjar
adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis 
hingga regio tersebut [rekomendasi A]. Menurut Klasifikasi WHO 2015 bahan dari Patologi Anatomi
3. Bronkoskopi adalah prosedur utama yang dapat menetapkan
diagnosis kanker paru [rekomendasi A].

5
Penentuan Stadium tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan
Karsinoma paru (ICD-10 C33-34), penentuan stadium penyakit atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru.
berdasarkan sistem TNM dari American Joint Committee on Lebih

Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010, sebagai berikut:


dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan
tumor primer.
Tumor Primer (T) T4 Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan
Tx tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil atau invasi ke mediastinum, trakea, jantung,
radiologi dan bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
bronkus esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul
positif (ditemukan sel ganas) berbeda lobus pada sisi yang sama dengan tumor
T0 tidak tampak lesi atau tumor primer Tis (ipsilateral).
Carcinoma in situ
T1 ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
intra bronkus yang sampai ke proksimal bronkus Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran
lobaris radiologi
T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm N1 Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10),
T2 ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, intrapulmonary (#10) ipsilateral
invasi intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari N2 Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau
distal karina, berhubungan dengan atelektasis atau subkarina (#7)
pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi N3 Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner,
ke pleura visera mediastinum kontralateral dan atau KGB supraklavikula
T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm Metastasis (M)
T2b Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
T3 Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi
M0 Tidak ditemukan metastasis
dinding dada termasuk sulkus superior, diafragma,
nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum, M1 Terdapat metastasis jauh
pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina

6
Occult Tx N0 M0

Carcinoma
M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura,
Stadium 0 Tis N0 M0
T1a N0 M0 efusi pleura ganas, efusi pericardium
Stadium IA T1b N0 M0 M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang,
hepar, atau KGB leher, aksila, suprarenal, dll)
Stadium IB T2a N0 M0

Stadium IIA T1a N1 M0


Pengelompokkan stadium
T1b N1 M0
Manajemen terapi dibagi atas:
T2a N1 M0
1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small
Stadium IIB T2b N1 M0 cell carcinoma)

T3 (>7cm) N0 M0 2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell
carcinoma)
Stadium IIIA T1a N2 M0

T1a N2 M0 A. Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)


Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis,
T2a N2 M0
antara lain:
T2b N2 M0
• Karsinoma sel skuamosa (KSS)
T3 N1 M0
• Adenokarsinoma
T4 N0 M0
• Karsinoma sel esar (KSB)
T4 N1 M0 Jenis lain yang jarang ditemukan

Stadium IIIB T4 N2 M0
Kebijakan umum pengobatan KPKBSK
Sembarang N3 M0
T Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit,
tampilan umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan
Stadium IVA Sembarang Sembarang M1a (pleura, paru

T N kontralateral)
7
Stadium IVB Sembarang Sembarang M1b (metastasis jauh)

T N
cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia adalah ris paru
bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Penedekatan dilakuk
penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin. an.
Kini,
Bedah reseksi
Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar subloba
ris
sering
Diagnosis banding dilakuk
pembedahan yang an
bersam
Beberapa diagnosis banding dari kanker paru, antara lain: aan
dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi dengan
Tumor mediastinum VATS.
• sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi
yang menghasilkan angka Intervensi menggunakan dapat dilakukan
Metastasis tumor di paru
bronkoskopi berkembang menggunakan bronkoskopi
• kehidupan yang paling tinggi. Namun, dalam tahuntahun terakhir, fleksibel. Fungsi permeabilitas
pada pasien dengan terutama untuk obstruksi dapat dinilai menggunakan
• Tuberkuloma komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas saluran pernapasan sentral pemeriksaan CT scan. Metode
paru yang lebih rendah, (trakea dan bronkus) bronkoskopi intervensi yang
akibat keganasan, dengan paling sering digunakan
pembe saluran bronkial sehat dan adalah dengan bronkoskopi
dahan parenkim yang berfungsi kaku (rigid bronchoscopy)
segmen dengan baik distal dari dan pengeluaran massa
tektomi stenosis. Penilaian sebab dan secara mekanik, terutama
dan luas stenosis, dan untuk massa proximal,
reseksi permeabilitas saluran intralumen. Komplikasi paling
subloba bronchial distal dari stenosis

8
sering intervensi ini adalah bronkial harus dilakukan NSCLC stadium awal Computed Tomography
perdarahan. setelah 1-2 hari untuk (Stadium I) yang secara (CT) based planning
mengeluarkan sisa jaringan medis inoperabel atau yang menggunakan teknik Three
Selain itu, bronkoskopi kaku tumor. menolak dilakukan operasi Dimensional Conformal
juga dapat digunakan dengan setelah evaluasi bedah Radiation (3D-CRT)
terapi laser. Pada prosedur Teknik anestesi yang dapat thoraks dan pada stadium merupakan standar
ini, berbagai tipe gas seperti digunakan adalah anestesi lokal lanjut (Stadium II dan minimal radioterapi kuratif
CO2 dan KTP digunakan untuk umum, dan dapat III) konkuren dengan untuk kanker paru bila
menimbulkan koagulasi dan dikombinasikan dengan kemoterapi. Pada pasien fasilitas tersedia. Teknologi
merusak tumor intralumen. anestesi regional (epidural, yang tidak bisa lebih canggih seperti
Komplikasi yang sering terjadi blok paravertebral). mentoleransi kemoradiasi IMRT/VMAT dan IGRT dapat
adalah perforasi, perdarahan konkuren, dapat juga digunakan, dan baik untuk
dan fistula bronkovaskular. Radioterapi diberikan kemoterapi memberikan radioterapi
Bronkoskopi kaku juga dapat Radioterapi merupakan salah sekuensial dan radiasi atau kuratif dengan aman.
digunakan dengan krioterapi satu modalitas penting dalam radiasi saja. Pada pasien
untuk merusak jaringan tatalaksana kanker par u. Stadium IIIA resektabel, Proses simulator dengan
maligna. Ini dilakukan dengan Radioterapi dalam tatalaksana kemoterapi pre operasi dan CT-Scan, pasien diposisikan
memberikan suhu yang kanker paru Bukan Sel Kecil radiasi pasca operasi dengan menggunakan alat
sangat rendah menggunakan (KPKBSK) dapat berperan di merupakan pilihan. Pada imobilisasi, kontras
expansi dari cairan gar semua stadium KPKBSK pasien Stadium IV, intravena dengan atau
kriogenik yang menyebabkan sebagai terapi kuratif definitif, radioterapi diberikan tanpa kontras oral, dalam
dehidrasi, kristalisasi sel, kuratif neoajuvan atau ajuvan sebagai paliatif atau posisi supine, kedua tangan
apoptosis, dan iskemia maupun paliatif. pencegahan gejala (nyeri, di atas kepala untuk
jaringan. Metode yang perdarahan, obstruksi). memaksimalisasi jumlah
terakhir ini dianjurkan sebagai 1 . Indikasi/Tujuan (NCCN Kategori 2A). beam yang dapat
penanganan paliatif stenosis diberikan. Jika
Radioterapi kuratif definitif
proksimal non-obstruktif 2 . Teknik, Simulasi dan Target memungkinkan, simulasi 4
pada sebagai modalitas
tanpa gangguan pernapasan Radiasi Dimensi (4D) sebaiknya
terapi dapat diberikan pada
akut. Kadang, aspirasi dilakukan untuk

9
mendeteksi pergerakan dilakukan dalam posisi variablitias posisioning dan dan CBCT mingguan sering
internal struktur intra yang sama dengan posisi mekanik. digunakan untuk margin
torakal. Jika tidak memiliki saat simulasi radioterapi. Agar delineasi dapat CTV ke PTV 0,5 cm.
alat simulasi 4D dapat dilakukan dengan akurat,
menggunakan: Energi foton yang harus mempertimbangkan
a) Simulasi dengan Belum ada konsensus
direkomendasikan adalah hasil pemeriksaan fisik, CT
slow CT khusus untuk delineasi
4 MV-10 MV, dianggap scan dengan kontras,
target KPKBSK pasca
cukup untuk menembus PET/CT Scan,
b) Pengambilan CT saat operasi. Beberapa senter
jaringan paru berdensitas mediastinoskopi atau
inspirasi maksimal dan radioterapi ada yang
rendah sebelum masuk ke ultrasonografi
minimal memasukkan KGB yang
tumor. endobronkial (EBUS).
terlibat, hilus ipsilateral,
Pengambilan gambar pre dan 1 stasiun KGB di
Pendefinisian Standar margin dari GTV atas dan di bawah KGB
kontras perlu dilakukan
harus berdasarkan terminologi ke CTV adalah 0,6-0,8 cm. yang terlibat (Trial ART,
untuk membantu
delineasi. PET/CT scan International Margin dari CTV (atau ITV) 2009).
membantu meningkatkan Commission on ke PTV ada;aj 1-1,5 cm jika
akurasi penentuan target Radiation Units and tidak ada fasilitas
Measurements – 3. Dosis radioterapi
volume, terutama pada IGRT, seperti Cone Beam
pasien dengan atelectasis 50,62,83 (ICRU-50,62,83);
yaitu gross tumor CT (CBCT) atau EPID harian
signifikan dan jika kontras Stereotaktic Body Radiation
volume (GTV), clinical (kv imaging); 0,5-1 cm Therapy
intravena
dikontraindikasikan. target volume (CTV) dan untuk 4D CT planning atau (SBRT)
planning target volume
PET/CT sebaiknya CBCT; 0,5 cm jika 4DCT
dilakukan dalam jangka
(PTV). PTV mencakup ITV Dosis Jumlah Cont
(memasukan margin untuk planning dan EPID harian; Total Fraksi
waktu kurang dari 4
pergerakan target) 0,3 cm 4DCT planning dan
minggu sebelum
ditambah setup margun CBCT harian. Untuk fraksi 25-34 Gy 1 Lesi p
perencanaan radiasi, dan
untuk mempertimbangkan konvensional, EPID harian teruta
apabila memungkinkan
dari d

10
45-60 Gy 3 Tumor perifer, jarak > 1 cm50-54 Gy
• Ekstensi
dosis jaringan sehat Pleksus brakialis 17,5 Gy
dari dinding dada
ekstrakapsular 54-60 Gy sekitarnya. Deliniasi organ
Jantung/pericardium 22 Gy
48-50 Gy 4 Tumor sentral/perifer < 4-5 sehat harus mengacu kepada
atau positif
cm pedoman dari Radiation
margin
dari 60-70 Gy Therapy Oncology Grup
mikroskopis Pembuluh darah besar 37 Gy
50-55 Gy 5 Tumor sentral/perifer (RTOG) 0618, 0813, 0915
terutama   untuk SABR/SBRT Trials.
jika jarak• >Gross tumor
1 cm dari dinding 30-45 Gy
Trakea dan Bronkus 20,2 Gy
dada 20-30 Gy Batasan dosis OAR pada
60-70 Gy 8-10 Tumor sentral
Radiasi paliatif SABR/SBRT proksimal

• SVKS 1 Iga 30 Gy
8-30 Gy
Dosis yang Biasa Digunakan  Kulit 26 Gy
F
pada Fraksinasi Konvensional • Meta tulang (sesuai
r Lambung 12,4 Gy
dan dengan massa guideline
a
jaringan lunak
Radioterapi Paliatif k

s
Tipe Terapi Dosis Total
•Meta tulang tanpa i
Dosis /Fraksi
Lama Terapi massa jaringan Kemoterapi
OAR 5 Fraksi
lunak Medula Spinalis 14 Gy Kemoterapi 30 dapat
Gy diberikan
  sebagai modalitas
Radiasi definitif 50-70 Gy
Meta otak neoadjuvant pada stadium
2 Gy 6-7 minggu • Esofagus 15,4 Gy
tumor otak) dini, atau sebagai adjuvant
105% preskripsi pasca pembedahan. Terapi
tanpa kemoterapi adjuvant dapat diberikan
Radiasi Pre Op pada KPKBSK stadium IIA, IIB
Radiasi Pasca Op Selain peresepan dosis, yang dan IIIA. Pada KPKBSK
45-54 Gy perlu diperhatikan adalah stadium lanjut, kemoterapi
• Batas negatif

11
dapat diberikan dengan adalah toksisitas hipomagnesemia, toksisitas TKI yang tersedia yaitu
tujuan pengobatan jika gastrointestinal. Pada pasien ginjal, dan neuropati perifer. Gefitinib, Erlotinib atau
tampilan umum pasien baik yang mengalami efek Afatinib.
(Karnofsky >60; WHO 0-2). samping dengan sisplatin, Kemoterapi lini kedua
Namun, guna kemoterapi dapat diberikan karboplatin. diberikan kepada pasien yang Terapi kombinasi
terbesar adalah sebagai Kemoterapi ini dapat pernah mendapat kemoterapi Terapi radiasi dan kemoterapi
terapi paliatif pada pasien ditoleransi dengan lebih baik lini pertama, namun tidak dapat diberikan pada kasus-
dengan stadium lanjut. oleh pasien usia lanjut atau memberikan respons setelah kasus tertentu, terutama yang
dengan komorbiditas berat. 2 siklus, atau KPKBSK menjadi tidak memenuhi syarat untuk
Ada beberapa jenis Efek samping karboplatin lebih progresif setelah menjalani pembedahan.
kemoterapi yang dapat yang paling sering berupa kemoterapi selesai. Obat-obat Selain itu, terapi kombinasi
diberikan. Lini pertama hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini kedua adalah dapat diberikan dengan
diberikan kepada pasien yang kemoterapi lini pertama tidak doksetaksel dan pemetreksat. tujuan pengobatan pada
tidak pernah menerima berbasisplatinum yang dapat Selain itu, dapat diberikan pasien dengan tampilan
pengobatan diberikan adalah etoposid, juga kombinasi dari dua obat umum baik (Karnofsky >70%)
gemsitabin, paklitaksel, dan tidak-berbasis platinum. dan penurunan berat badan
vinoralbin. Kombinasi Kemoterapi lini ketiga dan minimal, dan pasien usia
kemoterapi sebelumnya sisplatin dengan gemsitabin seterusnya sangat tergantung lanjut yang mempunyai
(chemo naïve). Kelompok ini memberikan angka pada riwayat pengobatan komorbiditas berat atau
terdiri dari kemoterapi kehidupan paling tinggi, sebelumnya. kontraindikasi operasi.
berbasis-platinum dan yang namun respon paling baik
tidak mengandung platinum Regimen kemoterapi dan
adalah terhadap regimen terapi radiasi dapat diberikan
(obat generasi baru). Pilihan sisplatin dengan paklitaksel.
utama obat berbasis- secara bersamaan
Komplikasi yang paling sering Terapi target
platinum adalah sisplatin, (concurrent therapy),
ditemukan adalah febris Terapi target diberikan pada selang-seling (alternating
diikuti dengan karboplatin. neutropenia atau perdarahan penderita dengan stadium IV therapy), atau secara
akibat supresi sum-sum KPKBSK EGFR mutasi positif sekuensial. Hasil paling baik
Efek samping sisplatin yang tulang, hiponatremia atau yang sensitif terhadap E didapat dari regimen
paling sering ditemukan GFR-TKI. Terapi EGFR- concurrent therapy.

12
atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dapat diberikan
Pilihan terapi berdasakan dapat dilakukan bila ada sisa sendiri dengan tujuan dengan regimen 4-6 siklus.
stadium tumor atau keterlibatan KGB pengobatan. Kombinasi terapi Kombinasi terapi radiasi dan
1 . Stadium 0 intratoraks, terutama N2 atau radiasi dengan kemoterapi kemoterapi dapat
N3. Bila pasien tidak dapat dapat memberikan hasil yang memberikan hasil yang lebih
Modalitas terapi pilihan adalah
menjalani pembedahan, maka lebih baik. Jika ada keterlibatan baik. Obat golongan EGFR-TKI
pembedahan atau Photo
dapat diberikan terapi radiasi kelenjar getah bening atau diberikan pada
Dynamic Therapy (PDT).
dengan tujuan pengobatan. respons buruk terhadap adenokarsinoma dengan hasil
Kombinasi terapi radiasi operasi, maka pemberian uji mutasi gen EGFR positif.
2 . Stadium I
dengan kemoterapi dapat kemoterapi sendiri dapat
Modalitas terapi pilihan adalah memberikan hasil yang lebih dipertimbangkan. Regimen ini 6 . Stadium IV
pembedahan, yang dapat baik. terdiri dari 4-6 siklus
dilakukan bersamaan dengan Pilihan modalitas pengobatan
pemberian obat kemoterapi.
VATS. Bila pasien tidak dapat pada stadium ini adalah
4 . Stadium IIIA Pada pasien dengan
menjalani pembedahan, maka terapi radiasi dan kemoterapi.
adenokarsinoma dan hasil uji
dapat diberikan terapi radiasi Pada stadium ini, dapat Pendekatan tata laksana
mutasi gen EGFR positif, dapat
atau kemoterapi dengan dilakukan pembedahan (bila KPKBSK stadium IV bersifat
diberikan obat golongan EGFR-
tujuan pengobatan. Selain itu, tumor masih dapat dioperasi multimodalitas dengan
TKI.
juga dapat diberikan kombinasi dan tidak terdapat bulky pilihan terapi sistemik
terapi radiasi dengan limfadenopati), terapi radiasi, (kemoterapi, terapi target),
kemoterapi, atau kombinasi 5 . Stadium IIIB dan modalitas lain
kemoterapi. Pada stadium IB,
dari ketiga modalitas tersebut. Modalitas pengobatan yang (radioterapi , dan lain-lain)
dapat diberikan kemoterapi
Reseksi bedah dapat dilakukan menjadi pilihan utama
adjuvant setelah reseksi
setelah kemoterapi bergantung pada kondisi Catatan:
bedah.
neoadjuvant dan/atau dengan klinis dan tampilan umum
Regimen kemoterapi lini
kemoterapi adjuvant, terutama pasien. Terapi radiasi sendiri
3 . Stadium II pertama adalah kemoterapi
pada pasien dengan lesi T3-4, pada lesi primer dan lesi
Terapi pilihan utama adalah berbasis platinum (sisplatin
N1. Pada pasien yang tidak metastasis ipsilateral dan KGB
reseksi bedah, jika tidak ada atau karboplatin) dengan
dapat menjalani pembedahan, supraklavikula. Kemoterapi
kontraindikasi. Terapi radiasi

13
salah satu obat generasi baru. radiasi paliatif, kemoterapi lebih dari 6 siklus. Regimen kemoterapi sisplatin,
paliatif, atau bedah paliatif. terapi kombinasi yang sedangkan pasien dengan
Sisplatin/Karboplatin + memberikan hasil paling baik tampilan umum baik (0-1)
etoposid B. Kanker Paru jenis adalah concurrent therapy, dapat diberikan kemoterapi
Sisplatin/Karboplatin + Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) dengan terapi radiasi dimulai dengan karboplatin. Setelah
gemsitabin dalam 30 hari setelah awal kemoterapi, pasien dapat
Sisplatin/Karboplatin + Secara umum, jenis kanker kemoterapi. Pada pasien usia menjalani iradiasi kranial
paklitaksel
paru ini dapat dibagi menjadi lanjut dengan tampilan umum profilaksis (prophylaxis
Sisplatin/Karboplatin +
doksetaksel
dua kelompok: yang buruk >2, dapat diberikan cranial irradiation, PCI).
Sisplatin/Karboplatin + 1. Stadium terbatas (limited R
vinoralbin stage disease = LD) e
Stadium lanjut (extensive g
2.
Regimen kemoterapi lini kedua i
stage disease = ED)
adalah monoterapi m
doksetaksel, monoterapi Berbeda dengan KPBSK, pasien e
pemetreksat, atau kombinasi dengan KPKSK tidak n
dari dua obat baru (regimen memberikan respon yang baik
non-platinum). Pada kondisi terhadap terapi target. k
tertentu, untuk lini pertama e
dapat diberikan kemoterapi Stadium terbatas m
berbasis platinum (doublet Pilihan modalitas terapi pada o
platinum lini pertama seperti stadium ini adalah kombinasi t
di atas) ditambahkan anti- dari kemoterapi berbasis- e
VEGF (bevacizumab). Pada platinum dan terapi radiasi r
rekurensi, pilihan terapi sesuai toraks. Kemoterapi dilakukan a
metastasis. Modalitas yang paling banyak 4-6 siklus, p
dapat digunakan termasuk dengan peningkatan toksisitas i
yang signifikan jika diberikan

14
y n
a i
n
g a
d
t a
e l
r a
s h
e
d E
i P
a ,

u s
n i
t s
u p
k l
a
s t
t i
a n
d /
i k
u a
m r
b
i o

15
p a
l n
a
t u
i t
n a
m
d a
e ,
n
g s
a i
n s
p
e l
t a
o t
p i
o n
s /
i k
d a
r
( b
p o
i p
l l
i a
h t

16
i
n b
e
d d
e a
n h
g
a d
n a
p
i a
r t
i
n d
o i
t l
e a
k k
a u
n k
. a
n
R
e d
s e
e n
k g
s a
i n

17
b
k i
e n
m a
o s
t i
e
r k
a e
p m
i o
t
a e
d r
j a
u p
v i
a
n d
t a
n
a
t r
a a
u d
i
k a
o s
m i

18
d
t i
e u
r m
a
p d
i i
n
a i
d ,
j
u d
v e
a n
n g
t a
n
p /
a t
d a
a n
p
T a
N
M p
e
s m
t b
a e

19
s
a
r Stadium lanjut
a
P
n
i
l
k
i
e
h
l
a
e
n
n
j
u
a
t
r
a
m
g
a
e
t
m
a
o
h
d
a
b
l
e
i
n
t
i
a
n
s
g
.
t

20
e t
r e
a r
p a
i p
i
s
t k
a o
d m
i b
u i
m n
a
i s
n i
i .

a R
d e
a g
l i
a m
h e
n
k
e k
m e
o m

21
o p
t a
e d
r a
a
p s
i t
a
y d
a i
n u
g m

d i
a n
p i
a
t a
d
d a
i l
g a
u h
n :
a
k s
a i
n s
p

22
l o
a s
t i
i d
n
/ (
k p
a i
r l
b i
o h
p a
l n
a
t u
i t
n a
m
d a
e )
n ,
g
a a
n t
a
e u
t
o s
p i

23
s i
p n
l o
a t
t e
i k
n a
/ n
k .
a
r P
b i
o l
p i
l h
a a
t n
i
n l
a
d i
e n
n
g a
a d
n a
l
i a
r h

24
r
r i
a m
d e
i r
a
s d
i a
n
p
a l
l e
i s
a i
t
i m
f e
t
p a
a s
d t
a a
s
l i
e s
s .
i

25
Rekomendasi Tatalaksana

1. Modalitas utama sebagian besar KPBSK (stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat
direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan) adalah pembedahan [rekomendasi A].
2. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan
kemoterapi adjuvant pada pasien stadium IB, II, IIIA, dan IIIB.
3. Pilihan utama adalah lobektomi, tetapi pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular
atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris
paru dilakukan [rekomendasi A].
4. Flexible bronchoscopy dilakukan untuk menilai sebab dan luas stenosis saluran
pernapasan, dan permeabilitas saluran bronchial distal dari stenosis [rekomendasi A].
5. Radiasi diberikan pada lesi primer dengan tujuan kuratif pada stadium IA, IB, IIA, dan IIIA,
jika terdapat kontraindikasi pembedahan [rekomendasi A].
6. Regimen Continuous hyperfractionated accelerated radiotherapy (CHART)
merupakan pilihan utama regimen terapi radiasi [rekomendasi A].
7. Pada pasien dengan KPBSK stadium IIB, diberikan terapi radiasi sendiri pada lesi primer
dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula [rekomendasi A].
8. Terapi kemoterapi adjuvant diberikan pada KPBSK stadium IIA, IIB dan IIIA, sedangkan
pada stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan
umum pasien baik (Karnofsky >60%; WHO 0-2) [rekomendasi A].
9. Pada terapi stadium IV, pasien dengan tampilan umum 0-1 dapat diberikan kombinasi 2
obat kemoterapi, sedangkan pada pasien dengan tampilan umum 2, dapat diberikan 1 obat
kemoterapi [rekomendasi A].
10. Pada keganasan adenokarsinoma dengan hasil pemeriksaan uji mutasi gen EGFR positif,
Geflitinib dan Erlotinib merupakan obat kemoterapi lini pertama sebagai monoterapi
[rekomendasi A].
11. Terapi kombinasi, kemoterapi dan terapi radiasi, diberikan dengan tujuan pengobatan
pada pasien dengan tampilan umum baik (Karnofsky >60%) dengan kontraindikasi bedah
[rekomendasi A].
12. Regimen terapi kombinasi terbaik adalah concurrent therapy [rekomendasi A].
13. Pada KPKSK stadium terbatas, kombinasi dari kemoterapi berbasis-platinum dan terapi
radiasi toraks adalah pilihan utama [rekomendasi A].
13
DUKUNGAN NUTRISI 2. Fat free mass index (FFMI) <15 kg/m
2
untuk
Status gizi merupakan salah satu faktor yang berperan penting pada perempuan atau FFMI <17 kg/m 2 untuk laki-laki
kualitas hidup pasien kanker. Masalah nutrisi perlu mendapat
perhatian seriusdalam tatalaksana pasien kanker, sehingga harus Selain diagnosis malnutrisi, dapat ditegakkan diagnosis kaheksia
dilakukan skrining dan diagnosis lebih lanjut. European Partnership apabila tersedia sarana dan prasarana yang memungkinkan.
for Action Against Cancer (EPAAC) dan The European Society for
Kaheksia adalah suatu sindrom kehilangan massa otot, dengan
Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) menyatakan
ataupun tanpa lipolisis, yang tidak dapat dipulihkan dengan
bahwa pasien kanker perlu dilakukan skrining gizi untuk mendeteksi
dukungan nutrisi konvensional, serta dapat menyebabkan gangguan
adanya gangguan nutrisi, gangguan asupan makanan, serta
fungsional progresif.Diagnosis kaheksia ditegakkan apabila terdapat
penurunan berat badan(BB) dan indeks massa tubuh (IMT) sejak dini,
penurunan
yaitu sejak pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai dengan
kondisi klinis pasien. Pasien kanker dengan hasil skrining abnormal, 2 disertai dengan 3 BB
perlu dilakukan penilaian objektif dan kuantitatif asupan nutrisi, ≥5% dalam waktu ≤12 bulan atau IMT<20 kg/m
kapasitas fungsional, dan derajat inflamasi sistemik. dari 5 kriteria: (1) penurunan kekuatan otot, (2) fatique atau kelelahan, (3)
anoreksia, (4) massa lemak tubuh rendah, dan (5) abnormalitas
Diagnosis biokimiawi, berupapeningkatan petanda inflamasi (C Reactive
Permasalahan nutrisi yang sering dijumpai pada pasien kanker adalah Protein (CRP) >5 mg/L atau IL-6>4pg/dL), anemia (Hb <12 g/dL),
malnutrisi dan kaheksia. Secara umum, World Health penurunan albumin serum (<3,2 g/dL

Organization (WHO) mendefinisikan malnutrisi berdasarkan IMT Berdasarkan kriteria diagnosis tersebut, dapat dijelaskan beberapa
2
<18,5 kg/m , namun menurut ESPEN 2015 diagnosis malnutrisi dapat hal berikut ini:
ditegakkan berdasarkan kriteria: 1. Fatigue diartikan sebagai kelelahan fisik ataupun mental dan
- Pilihan 1: IMT <18,5 kg/m 2 ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik dengan intensitas dan
- Pilihan 2: Penurunan BB yang tidak direncanakan >10% dalam kurun waktu performa sebaik sebelumnya.
tertentu atau penurunan berat badan >5% dalam waktu 3 bulan, 2. Anoreksia diartikan sebagai asupan makanan yang kurang baik,
disertai dengan salah satu pilihan berikut: ditunjukkan dengan asupan energi kurang dari 20 kkal/kg BB/hari
2
1. IMT <20 kg/m pada usia <70 tahun atau IMT <22 atau kurang dari 70% dari asupan biasanya atau hilangnya selera
kg/m2 pada usia ≥70 tahun makan pasien.

28
3. Indeks massa bebas lemak rendah menunjukkan penurunan Pengobatan mual dan muntah dilakukan berdasarkan
massa otot, diketahui dari: penyebabnya.
1. Hasil pengukuran lingkar lengan atas (LLA) kurang dari persentil
10 menurut umur dan jenis kelamin, atau Tatalaksana Nutrisi Umum pada Kanker

2. Bila memungkinkan, dilakukan pengukuran indeks otot skeletal Sindrom kaheksia membutuhkan tatalaksana multidimensi yang
dengan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), diperoleh melibatkan pemberian nutrisi optimal, farmakologi, dan aktifitas
2 2
hasil pada laki-laki <7,25 kg/m dan perempuan <5,45 kg/m . fisik. Pemberian nutrisi optimal pada pasien kaheksia perlu dilakukan
secara individual sesuai dengan kondisi pasien.
Pasien kanker dapat mengalami kondisi-kondisi akibat dari 1. Kebutuhan nutrisi umum pada pasien kanker
pertumbuhan kanker ataupun terapi yang diterima oleh pasien,
a. Kebutuhan energi
seperti:
Idealnya, perhitungan kebutuhan energi pada pasien kanker
1. Anoreksia: sebagai asupan makanan yang kurang baik,
ditentukan dengan kalorimetri indirek, namun, apabila tidak
ditunjukkan dengan asupan energi kurang dari 20 kkal/kg BB/hari
tersedia, penentuan kebutuhan energi pada pasien kanker
atau kurang dari 70% dari asupan biasanya atau hilangnya selera
dapat dilakukan dengan formula standar, misalnya rumus
makan pasien. Anoreksia juga dapat diartikan sebagai gangguan
Harris-Benedict yang ditambahkan dengan faktor stres dan
asupan makan yang dikaitkan dengan perubahan sistem saraf
aktivitas, tergantung dari kondisi dan terapi yang diperoleh
pusat yang mengatur pusat makan, yang diikuti dengan satu dari
pasien saat itu. Perhitungan kebutuhan energi pada pasien
gejala berikut, yaitu:
- Cepat kenyang kanker juga dapat dilakukan dengan rumus rule of thumb:
- Perubahan indera pengecap • Pasien ambulatory : 3035 kkal/kg BB/hari
- Perubahan indera penghidu • Pasien bedridden : 2025 kkal/kg BB/hari
- Meat aversion (timbul rasa mual setelah konsumsi daging) • Pasien obesitas : menggunakan berat badan
ideal
- Mual dan muntah
2. Mual dan muntah: mual yang disertai muntah dapat disebabkan Pemenuhan energi dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan
karena kemoterapi atau radiasi, maupun karena sebab lain dan toleransi pasien
(gastroparesis, gastritis, obstruksi usus, gangguan metabolik).

29
b. Makronutrien • Usia lebih dari 65 tahun : 25 mL/kgBB/hari Kebutuhan cairan
 Kebutuhan protein : 1.22,0 g/kg BB/hari, pasien kanker perlu diperhatikan dengan baik, terutama pada
pemberian protein perlu pasien kanker yang menjalani radiodan/atau kemo-terapi,
karena pasien rentan mengalami dehidrasi Dengan demikian,
disesuaikan dengan fungsi kebutuhan cairan dapat berubah,
ginjal dan hati. sesuai dengan kondisi klinis pasien. e.
Nutrien spesifik
 Kebutuhan lemak : 2530% dari kalori total
35–50% dari energi total 1) Branched-chain amino acids (BCAA)
(pada pasien kanker stadium BCAA juga sudah pernah diteliti manfaatnya untuk
memperbaiki selera makan pada pasien kanker yang mengalami
lanjut yang mengalami
anoreksia, lewat sebuah penelitian acak berskala kecil dari
penurunan BB2 Cangiano (1996).14 Penelitian intervensi BCAA pada pasien
kanker oleh Le Bricon, menunjukkan bahwa suplementasi BCAA
• Kebutuhan karbohidrat : Sisa dari perhitungan protein dan
melalui oral sebanyak 3 kali 4,8 g/hari selama 7 dapat
lemak
meningkatkan kadar BCAA plasma sebanyak 121% dan
c. Mikronutrien
menurunkan insiden anoreksia pada kelompok BCAA
Sampai saat ini, pemenuhan mikronutrien untuk pasien kanker dibandingkan plasebo.
hanya berdasarkan empiris saja, karena belum diketahui jumlah
pasti kebutuhan mikronutrien untuk pasien kanker. ESPEN
Selain dari suplementasi, BCAA dapat diperoleh dari
menyatakan bahwa suplementasi vitamin dan mineral dapat
bahan makanan sumber dan suplementasi. 10 bahan
diberikan sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG).
makanan sumber yang diketahui banyak mengandung
d. Cairan
BCAA antara lain putih telur, ikan, ayam, daging sapi,
Kebutuhan cairan pada pasien kanker umumnya sebesar: kacang kedelai, tahu, tempe, polong-polongan.
• Usia kurang dari 55 tahun : 30−40 mL/kgBB/hari 2) Asam lemak omega-3
• Usia 55−65 tahun : 30 mL/kgBB/hari Suplementasi asam lemak omega-3 secara enteral
terbukti mampu mempertahankan BB dan

30
memperlambat kecepatan penurunan BB, meskipun
tidak menambah BB pasien. Konsumsi harian asam lemak Nutrisi parenteral digunakan apabila nutrisi oral dan enteral tidak
omega-3 yang dianjurkan untuk pasien kanker adalah memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, atau bila saluran cerna
setara dengan 2 gram asam eikosapentaenoat atau tidak berfungsi normal misalnya perdarahan masif saluran cerna,
eicosapentaenoic diare berat, obstruksi usus total atau mekanik, malabsorbsi
berat.
acid (EPA). Jika suplementasi tidak memungkinkan untuk
diberikan, pasien dapat dianjurkan untuk meningkatkan Pemberian edukasi nutrisi dapat meningkatkan kualitas hidup
asupan bahan makanan sumber asam lemak omega-3, yaitu dan memperlambat toksisitas radiasi pada pasien kanker
minyak dari ikan salmon, tuna, kembung, makarel, ikan teri, kolorektal dibandingkan pemberian diet biasa dengan atau tanpa
dan ikan lele. suplemen nutrisi.

2. Jalur pemberian nutrisi Algoritma jalur pemberian nutrisi dapat dilihat pada bagan
Pilihan pertama pemberian nutrisi melalui jalur oral. Apabila pemilihan jalur nutrisi (lampiran 3)
asupan belum adekuat dapat diberikan oral nutritional
supplementation (ONS) hingga asupan optimal. Oral nutritional support (ONS) dinilai efektif dan efisien
sebagai bagian dari manajemen malnutrisi, khususnya pada
pasien dengan IMT <20 kg/m2. Pemberian ONS dilakukan
Bila 37 hari asupan kurang dari 60% dari kebutuhan, maka
dengan porsi kecil tetapi sering. Jika pasien sesak dan
indikasi pemberian enteral. Pemberial enteral jangka pendek
kesulitan minum, dapat diberikan ONS atau makanan cair
(<46 minggu) dapat menggunakan pipa nasogastrik (NGT).
yang densitas energinya ditingkatkan dengan volume hingga
Pemberian enteral jangka panjang (>46 minggu) menggunakan
125 ml per sajian
percutaneus endoscopic gastrostomy (PEG). Penggunaan pipa
nasogastrik tidak memberikan efek terhadap respons tumor
maupun efek negatif berkaitan dengan kemoterapi. Pemasangan
3. Farmakoterapi
pipa nasogastrik tidak harus dilakukan rutin, kecuali apabila
terdapat ancaman ileus atau asupan nutrisi yang tidak adekuat. Pasien kanker yang mengalami anoreksia memerlukan terapi
multimodal

31
a. Progestin berlanjut. Penanganan antiemetik dilakukan berdasarkan
Menurut studi meta-analisis MA bermanfaat dalam penyebabnya.
meningkatkan selera makan dan meningkatkan BB pada
kanker kaheksia, namun tidak memberikan efek dalam
peningkatan massa otot dan kualitas hidup pasien. Dosis
Penyeba Menajeme
optimal penggunaan MA adalah sebesar 480–800 mg/hari. b n
Penggunaan dimulai dengan dosis kecil, dan ditingkatkan Gastroparesis Metocloperamid 4 x 5–10 mg (p.o),
bertahap apabila selama dua minggu tidak memberikan efek diberikan 30 menit sebelum makan
optimal.
b. Kortikosteroid Obstruksi usus Pembedahan, pemasangan NGT atau
PEG, nutrisi parenteral total
Kortikosteroid merupakan zat oreksigenik yang paling banyak
digunakan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
Gangguan di - Terapi radiasi paliatif
pemberian kortikosteroid pada pasien kaheksi dapat
susunan saraf pusat - Kortikosteroid (deksametason 4–8
meningkatkan selera makan dan kualitas hidup pasien.
mg dua hingga tiga kali per hari)
c. Siproheptadin
Siproheptadin merupakan antagonis reseptor 5-HT, yang Obstruksi karena - Dekompresi
dapat memperbaiki selera makan dan meningkatkan berat tumor intra - Endoscopic stenting
badan pasien dengan tumor karsinoid. Efek samping yang abdomen, - Pemberian kortikosteroid,
sering timbul adalah mengantuk dan pusing. Umumnya metastasis hati metokloperamid,
digunakan pada pasien anak dengan kaheksia kanker, dan penghambat pompa proton
tidak direkomendasikan pada pasien dewasa.
d. Antiemetik Gastritis - Penghambat pompa proton
Berikan anti emetik 5-HT3 antagonis (ondansetron) 8 mg atau 0,15 - H2 antagonis
mg/kg BB (i.v) atau 16 mg (p.o). Jika keluhan menetap
ditambahkan deksametason.Pertimbangkan pemberian 4. Aktivitas fisik
antiemetik intravena secara kontinyu jika keluhan masih Direkomendasikan untuk mempertahankan atau meningkatkan
aktivitas fisik pada pasien kanker selama dan setelah

32
pengobatan untuk membantu pembentukan massa otot, fungsi 6. Konsumsi sayur krusiferus (kubis, brokoli, dan kembang kol)
fisik dan metabolisme tubuh (Rekomendasi tingkat A). menurunkan risiko kanker paru pada perempuan (Rekomendasi
tingkat B).
Nutrisi bagi Penyintas Kanker
REHABILTASI MEDIK
Penyintas kanker perlu mendapat edukasi dan terapi gizi serta
preskripsi gizi. Para penyintas disarankan memiliki BB ideal dan Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian
menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur dan biji- gangguan kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari
bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol. Para serta meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara aman &
penyintas kanker juga dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik efektif, sesuai kemampuan yang ada.
sesuai kemampuan masing-masing.
Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak
N utrisi untuk Pencegahan Kanker Paru sebelum pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan pada
Beberapa studi menunjukkan bahwa suplementasi mikronutrien tidak berbagai tahapan & pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan
menurunkan risiko kanker paru, yaitu: tujuan penanganan rehabilitasi kanker : preventif, restorasi, suportif
atau paliatif.
1. Suplementasi vitamin E, selenium, beta karoten, lutein dan
retinol dapat meningkatkan risiko small-cell kanker paru pada
individu Disabilitas pada Pasien Kanker Paru

tanpa risiko kanker paru (rekomendasi tingkat B). Kedokteran fisik dan rehabilitasi memerlukan konsep fungsi dan
2. Individu dengan risiko kanker (merokok atau paparan asbes) keterbatasan dalam penanganan pasien. Pada kanker paru, penyakit
pemberian suplementasi vitamin A (beta-karoten atau retinol) dan penanganannya dapat menimbulkan gangguan fungsi pada
manusia sebagai makhluk hidup seperti gangguan fisiologis,
dan
psikologis ataupun perilaku yang berpotensi mengakibatkan
vitamin C meningkatkan risiko small-cell kanker paru. 3.
terjadinya keterbatasan dalam melakukan aktivitas (disabilitas) dan
Asupan tomat atau likopen tidak menurunkan risiko kanker paru.
partisipasi sosial dalam kehidupan sehari-hari.
4. Asupan kedelai selama 9 tahun, menurunkan risiko kanker paru
(Rekomendasi tingkat B).
Keterbatasan Aktifitas
5. meningkatkan asupan fitoestrogen menurunkan risiko kanker
1. Gangguan mobilitas dinding dada, akibat
paru (Rekomendasi tingkat B).

33
- Pascaoperasi torakotomi & paru 8. Gangguan fungsi otak akibat metastasis dan hendaya otak 9.
Gangguan fungsi berkemih dan defekasi pada cedera medula
- Nyeri
spinalis dan hendaya otak
2. Gangguan fungsi kardiorespirasi, akibat lesi kanker dan hendaya
pada paru & rongga toraks serta efek tindakan 10. Gangguan pemrosesan sensoris pascatindakan : operasi,
polineuropati akibat kemoterapi/ Chemotherapy Induced
- Gangguan fungsi respirasi : retensi sputum, gangguan
Polyneuropathy (CIPN), hendaya otak, dan cedera medula
ekspektorasi sputum, gangguan pengembangan paru, gangguan
pernapasan (dispnea dan kelemahan bernapas / breathlessness) spinalis

- Gangguan penurunan kebugaran pada 11. Gangguan fungsi psiko-sosial-spiritua


kardiomiopati pascakemoterapi
Hambatan Partisipasi
3. Nyeri pada pascaoperasi, metastasis tulang, penekanan pleksus
1. Gangguan aktivitas sehari-hari
brachialis pada tumor pancoast,sindrom vena cava superior
2. Gangguan prevokasional dan okupasi
(SVCS) dengan limfedema lengan 3. Gangguan leisure
4. Gangguan mobilisasi pada kasus pasca tindakan, nyeri, 4. Gangguan seksual pada disabilitas
metastasis tulang dan otak, cedera medula spinalis dan tirah
baring lama Pemeriksaan/ Ase smen
serta fatigue - Uji fleksibilitas dinding/ rongga dada dan lingkup gerak sendi
5. Gangguan mobilitas lengan pada gangguan drainase limfatik / - Uji fungsi kardiorespirasi
limfedema lengan pada SVCS - Asesmen nyeri
6. Impending / sindrom dekondisi pada tirah baring lama - Uji kemampuan fungsional dan perawatan
(Barthel Index, Karnofsky Performance Scale)
7. Kesulitan makan akibat nyeri menelan pada radiasi area trunkus
atas - Evaluasi ortosis dan alat bantu jalan
- Asesmen psikososial dan spiritual

- Pemeriksaan kedokteran fisik dan rehabilitasi komprehensif 2,3

34
Pemeriksaan penunjang konservasi energi dan modifikasi aktivitas -
Memaksimalkan pengembalian fungsi otak sesuai
- Pemeriksaan darah
kondisi
- Rontgen toraks
- Mengatasi kesulitan makan akibat radiasi trunkus atas -
- Bone scan, Spot foto
- CT scan / MRI (sesuai indikasi) Memperbaiki fungsi berkemih pada cedera medula spinalis dan
hendaya otak
- USG Doppler (sesuai indikasi)2
- Memelihara dan atau meningkatkan fungsi psiko-sosial-spiritual
Tujuan Tatalaksana - Meningkatkan kualitas hidup dengan mengoptimalkan
- Persiapan operasi (torakotomi dan paru) kemampuan aktivitas fungsional1-3

- Meningkatkan dan memelihara fleksibilitas dinding dada Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pasien Kanker
sebelum dan sesudah operasi Paru
- Meningkatkan dan memelihara kebersihan saluran napas - A. Sebelum Tindakan (operasi, kemoterapi, dan radioterapi)
Meningkatkan dan memelihara fungsi respirasi : ventilasi dan 1. Promotif:
pernapasan - Persiapan preoperasi paru
- Meningkatkan dan memelihara kebugaran kardiorespirasi - Peningkatan dan pemeliharaan fungsi psikososial dan
- Pengontrolan nyeri
kualitas hidup
- Minimalisasi edema lengan pada SVCS / sindrom vena cava Preventif terhadap keterbatasan fungsi dan aktifitas serta hambatan
superior partisipasi yang dapat timbul : latihan pernapasan, teknik
- Proteksi fraktur mengancam (impending fracture) dan cedera relaksasi, dan peregangan, serta latihan ketahanan. 3.
medula spinalis
Penanganan terhadap keterbatasan/ gangguan fungsi yang ada
- Memperbaiki fungsi sensoris
- Mengembalikan kemampuan mobilisasi dengan
prinsip B. Pasca Tindakan (operasi, kemoterapi dan radioterapi)
1. Penanggulangan keluhan nyerI.

35
Nyeri yang tidak diatasi dengan baik dan benar dapat - radioterapi : nyeri area radiasi, kesulitan makan dan fibrosis
menimbulkan disabilitas pascaradiasi.
- Edukasi, farmakoterapi, modalitas kedokteran fisik dan - sindrom dekondisi pada tirah baring lama
rehabilitasi 3. Penanganan gangguan fungsi/ disabilitas yang ada (lihat butir C)
-
Edukasi pasien untuk ikut serta dalam penanganan nyeri
memberi efek baik pada pengontrolan nyeri (LEVEL 1). C. Tatalaksana Gangguan Fungsi/ Disabilitas
1. Gangguan Mobilitas Dinding Dada Pascaoperasi
- Terapi medikamentosa sesuai prinsip tatalaksana nyeri
Torakotomi dan Paru serta pada Kondisi Tanpa Pembedahan
World Health
Tatalaksana
Organization (WHO) (LEVEL4) & WHO analgesic
ladder (LEVEL2). - Latihan pernapasan
- Terapi Non Medikamentosa Modalitas Kedokteran Fisik dan - Latihan fleksibilitas dinding dada dan lingkup gerak sendi
Rehabilitasi lengan
• Trans Electrical Nerve Stimulation (TENS) (LEVEL 1) - Koreksi postur dan latihan penguatan otot dada serta
• Mengoptimalkan pengembalian mobilisasi dengan modifikasi punggung5,21
aktifitas aman dan nyaman (nyeri terkontrol), dengan atau
tanpa alat bantu jalan dan atau dengan alat fiksasi eksternal 2. Gangguan Fungsi Kardiorespirasi
serta dengan pendekatan psikososial-spiritual 2.1 Gangguan fungsi respirasi pascaoperasi torakotomi & hendaya
2. Preventif terhadap gangguan fungsi yang

dapat timbul pascatindakan: paru retensi sputum, gangguan pengeluaran sputum dan disfungsi
- operasi: gangguan respirasi, gangguan mobilitas dinding lain. Tatalaksana:
dada, gangguan sensasi, dan nyeri - terapi inhalasi, ekspektorasi sputum & postural drainage
- kemoterapi : gangguan fungsi mobilisasi, kardiorespirasi, dan - batuk efektif, dengan memegang / fiksasi area insisi operasi
sensasi (CIPN : Chemotherapy Induced Polyneuropathy) - latihan pernapasan sesuai hendaya (LEVEL 1) dengan atau
tanpa insentif spirometri

36
- terapi latihan: koreksi postur spinalis. Tatalaksana: - Edukasi
2.2 Gangguan fungsi respirasi pada fibrosis paru pascakemoradiasi pencegahan fraktur patologis

retensi sputum, batuk, dan gangguan pengeluaran sputum. - Mobilisasi aman dengan alat fiksasi eksternal dan atau dengan
Tatalaksana lihat no. 2.1. di atas alat bantu jalan dengan pembebanan bertahap. Pemilihan alat
2.3 Gangguan penurunan kebugaran pascaoperasi torakotomi, sesuai lokasi metastasis tulang.
hendaya paru & imobilisasi lama.5 Tatalaksana sesuai gangguan
3.3 Tirah baring lama dengan sindrom dekondisi. Tatalaksana sesuai
yang ada (LEVEL 2) gangguan fungsi & hendaya yang terjadi. Pencegahan sindrom
Latihan ketahanan kardiopulmonar diperlukan pada gangguan dekondisi dengan latihan pernapasan, lingkup gerak sendi,
penurunan kebugaran tersebut di atas9 (LEVEL 1) penguatan otot, ketahanan kardiopulmonar, ambulasi dan
keseimbangan, dan Electrical Stimulation (ES / NMES).
2.4 Gangguan fungsi kardiovaskular pada kardiomiopati
pascakemoterapi. Tatalaksana adaptasi aktivitas kehidupan 3.4 Kelemahan umum dan fatigue. Tatalaksana :
sehari-hari dengan modifikasi aktifitas aman dan konservasi - Pelihara kemampuan fisik dengan latihan aerobik bertahap
energi sesuai dengan kemampuan fisik yang ada.

- Pelihara kestabilan emosi antara lain dengan cognitive


3 . Gangguan Mobilisasi, pada kasus :
behavioral therapy (CBT)
3.1 Nyeri pada kasus dengan, metastasis tulang dan medula spinalis
- Pelihara kemampuan beraktivitas dengan modifikasi aktivitas
 
tatalaksana medikamentosa & non-medikamentosa (lihat butir  B.1 hidup

diatas) 3.5 Gangguan kekuatan otot pada gangguan fungsi otak.
3.2 Metastasis tulang dengan fraktur mengancam (impending Tatalaksana lihat butir 6 dibawah
fracture) dan atau dengan fraktur patologis serta cedera 3.6 Tatalaksana gangguan somatosensoris pascatindakan
medula (operasi, poli-neuropati akibat kemoterapi / CIPN), dan cedera
medula spinalis. Tatalaksana sesuai hendaya yang ada 4. Kesulitan
makan pascaradiasi trunkus atas.

37
Tatalaksana mengoptimalkan proses makan / fungsi menelan l
sesuai hendaya yang terjadi
a
5. Edema lengan / limfedema pada sindrom vena cava
superior. h

Tatalaksana ditujukan untuk pengontrolan lengan bengkak


dengan: edukasi hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, t
reduksi edema dengan : manual lymphatic drainage (MLD),
e
kompresi garmen dengan balutan / stocking, latihan gerak
lengan r
dan pernafasan sesuai kondisi. a
6. Gangguan fungsi pada metastasis dan hendaya p
otak.
i
Tatalaksana sesuai stroke like syndrome
7. Gangguan fungsi berkemih pada hendaya otak dan
cedera medula spinalis 8. Evaluasi dan Tatalaksana a
Kondisi Sosial dan Perilaku Rawat 9. Mengatasi dan w
Menyelesaikan Masalah Psikospiritual yang Ada 10.
Adaptasi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari 11. a
Rehabilitasi Prevokasional dan Rehabilitasi Okupasi 12. l
Rehabilitasi Medik Paliatif

EVALUASI DAN TINDAK LANJUT (


S s
e e
t t
e e

38
l k
a o
h m
p
p l
e i
n t
i
l a
a t
i a
a u
n
r
r e
e s
s p
p o
o n
n
p

39
a
r
s
i
a
l
)
,

p
a
s
i
e
n

REFERENSI 3. NCCN Clinical Practice


m 1. Pedoman Diagnosis dan Guidelines in Oncology: Small-
Penatalaksanaan Kanker Paru di Cell Lung
e Indonesia, PDPI edisi 2015 Cancer.Version 1.2016
2. NCCN Clinical Practice
n 4. Protokol Nasional Kanker Paru,
Guidelines in Oncology: Non-
PP. POI. DEPKES.
Small Cell Lung
j Cancer. Version 2.2016 5. Jaffe RA., Schmiesing CA.,
Golianu B. Lobectomy,
a Pneumonectomy.

40
Anesthesiologist’s Manual of American College of Chest 14. Guibert N, Mazieres J, surgery. Ann Thorac Surg
Surgical Procedures, ed. 5. Physicians evidence-based clinical Marquette CH, Rouviere D, 2015;99:406-416.
Wolters Kluwer Health. practice guidelines. Chest. 2013 Didier A, Hermant C.
Philadelphia. 2014 May;143(5 Suppl):e400S-19S 10. Integration of interventional 19. Kelsey CR, Light KL, Marks LB.
6. Rivera PM, Mehta AC, Wahidi Vansteenkiste J, Crino L, Dooms C, et bronchoscopy in the management of Patterns of failure after
MM. Diagnosis and al. 2nd ESMO Consensus Conference lung cancer. Eur Respir Rev 2015; 24: resection of non-small-cell lung
management of lung cancer, on Lung Cancer: early-stage non- 378-391. cancer: implications for
rd small-cell lung cancer consensus on postoperative radiation
3 ed: American college of
diagnosis, treatment and follow-up. 15. Zaric B, Stojsic V, Sarcev T, therapy volumes. Int J Radiat Oncol
physicians evidence-based Stojanovic G, Carapic V, Perin B, Biol Phys 2006;65:1097-1105. 20.
Ann Oncol 2013; 24 (Suppl 6): vi89-
clinical et al. Timmerman R, Paulus R, Galvin J, et
vi98
practice guidelines. Chest 2014; Advanced bronchoscopic al. Stereotactic Body Radiation
143(5): 142 – 165 11. Eberhardt W, De Ruysscher D,
techniques in diagnosis and staging of Therapy for Inoperable Early Stage
Weder W. ESMO consensus
lung cancer. J Thoracic Dis 2014; Lung Cancer. JAMA 2010;303:1070-
7. Howington JA, Blum MG, Chang guidelines:
AC, et al. Treatment of stage I 5(S4):S359-S370
locally advanced stage III non- 1076.
and II non-small cell lung small-cell lung cancer (NSCLC). Ann of 16. Farjah F, Flum DR, Varghese TK
Jr, et al. Surgeon specialty and 21. Sher DJ, Fidler MJ, Liptay MJ, &
cancer: Diagnosis and Oncol 2015: 26 (8): 1573-1588
longterm survival after Koshy M. Comparative
management of lung cancer,
12. Reck M, Popat S, Reinmuth pulmonary resection for lung effectiveness of neoadjuvant
3rd ed: American College of chemoradiotherapy versus
Chest Physicians evidence-based N, et al. Clinical practice cancer. Ann Thorac Surg
guidelines: metastatic non- 2009;87:995-1006. chemotherapy alone followed
clinical practice guidelines. Chest. by surgery for patients with
2013 May;143(5 Suppl):e278S-313S small-cell lung cancer (NSCLC): 17. Decaluwé H, De Leyn P,
ESMO clinical practice Vansteenkiste J, et al. Surgical stage IIIA non-small cell lung
8. Ramnath N, Dilling TJ, Harris LJ, cancer. Lancet Oncol
guidelines for diagnosis, multimodality treatment for
et al. Treatment of stage III 2015;88:267-274.
treatment and follow-up. baseline resectable stage IIIA-
non-small cell lung cancer:
Annals of Oncology 2014; 25 N2 non-small cell lung cancer. 22. Onishi H, Shirato H, Nagata Y,
Diagnosis and management of
(suppl 3): iii27-iii39 Degree of mediastinal lymph et al. Stereotactic body
lung cancer, 3rd ed:
13. Früh M, De Ruysscher D, Popat node involvement and impact radiotherapy (SBRT) for
American College of Chest operable stage I non-small-cell
S, Crinò L, Peters S, Felip E; on
Physicians evidence-based clinical
ESMO Guidelines Working survival. Eur J Cardiothorac Surg lung cancer: can SBRT be
practice guidelines. Chest. 2013
Group. Small-cell lung cancer 2009;36:433-439. comparable to surgery? Int J Radiat
May;143(5 Suppl):e314S-40S
(SCLC): ESMO Clinical Practice Oncol Biol Phys 2011;81:1352-
18. Hancock JG, Rosen JE,
9. Jett JR, Schild SE, Kesler KA, Guidelines for diagnosis,
Antonicelli A, et al. Impact of 1358.
Kalemkerian GP. Treatment of treatment and follow-up. Ann
adjuvant treatment for
small cell lung cancer: Diagnosis Oncol. 2013 Oct;24 Suppl 23. Lally BE, Zelterman D,
microscopic residual disease
and management of lung 6:vi99-105 Colasanto JM, et al.
after non- small cell lung cancer
cancer, 3rd ed: Postoperative radiotherapy for

41
stage II or III non-small-cell lung
cancer using the surveillance,
epidemiology, and end results
database. J Clin Oncol 2006;24:2998-

3006.
24. Grills IS, Mangona VS, Welsh R,
et al. Outcomes After
Stereotactic
Lung Radiotherapy or Wedge
Resection for Stage I Non-Small-Cell
Lung Cancer. J Clin Oncol
2010;28:928-935. .
25. Crabtree TD, Denlinger CE,
Meyers BF, et al. Stereotactic
body radiation therapy versus
surgical resection for stage I
non-small cell lung
cancer. J Thorac Cardiovasc Surg
2010;140:377-386.
26. Chang JY, Senan S, Paul MA, et
al. Stereotactic ablative
radiotherapy

42
versus lobectomy for operable stage I non- small-cell lung cancer: a 35. Shah AA, Berry MF, Tzao C, et al. Induction chemoradiation is not superior to
induction chemotherapy alone in stage IIIA lung cancer. Ann Thorac Surg
pooled analysis of two randomized trials. Lancet Oncol 2015;16:630-637. 2012;93:1807-1812.
36. Onishi H, Shirato H, Nagata Y, et al. Hypofractionated stereotactic radiotherapy
27. Burdett S, Stewart L, Group PM-a. Postoperative radiotherapy in nonsmall-cell
(HypoFXSRT) for stage I non-small cell lung cancer: updated results of 257
lung cancer: update of an individual patient data meta-analysis.
patients in a Japanese multi-institutional study. J Thorac Oncol 2007; 2:S94-
Lung Cancer 2005;47:81-83.
100.
28. Aupérin A, Le Péchoux C, Rolland E, et al. Meta-analysis of concomitant versus 37. Lagerwaard FJ, Haasbeek CJA, Smit EF, et al. Outcomes of riskadapted
sequential radiochemotherapy in locally advanced non-small-cell fractionated stereotactic radiotherapy for stage I non-small-cell lung cancer. Int
lung cancer. J Clin Oncol 2010;28:2181-2190. J Radiat Oncol Biol Phys 2008;70:685-692.
29. O'Rourke N, Roqué I Figuls M, Farré Bernadó N, Macbeth F. Concurrent 38. Bradley JD, Paulus R, Komaki R, et al. Standard-dose versus high-dose
conformal radiotherapy with concurrent and consolidation carboplatin plus
chemoradiotherapy in non-small cell 18 lung cancer. Cochrane Database
paclitaxel with or without cetuximab for patients with stage IIIA or
Syst Rev 2010:CD002140. IIIB non-small-cell lung cancer (RTOG 0617): a randomised, two-by-two
factorial phase 3 study. Lancet Oncol 2015;16:187-199.
30. Curran WJ Jr, Paulus R, Langer CJ, et al. Sequential vs. concurrent
chemoradiation for stage III non-small cell lung cancer: randomized 39. Fakiris AJ, McGarry RC, Yiannoutsos CT, et al. Stereotactic body radiation
phase III trial RTOG 9410. J Natl Cancer Inst 2011;103:1452-1460. therapy for early-stage non-small-cell lung carcinoma: fouryear results of a
prospective phase II study. Int J Radiat Oncol Biol Phys
31. Baumann M, Herrmann T, Koch R, et al. Final results of the randomized phase 2009;75:677-682.
III CHARTWEL-trial (ARO 97-1) comparing hyperfractionatedaccelerated versus
conventionally fractionated radiotherapy in non-small 40. Maugen A, Le Pechoux C, Saunders M, et al. Hyperfractionated or accelerated
cell lung cancer (NSCLC). Radiother Oncol 2011;100:76-85. radiotherapy in lung cancer: an individual patient data meta-
analysis. J Clin Oncol 2012;30:2788-2797.
32. Mauguen A, Le Péchoux C, Saunders MI, et al. Hyperfractionated or
accelerated radiotherapy in lung cancer: an individual patient data meta 23 - 41. Woody NM, Stephans KL, Marwaha G, et al. Stereotactic body radiation
therapy for non-small cell lung cancer tumors greater than 5 cm: safety
33. analysis. J Clin Oncol 2012;30:2788-2797.
and efficacy. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2015:92:325-331.
Albain KS, Swann RS, Rusch VW, et al. Radiotherapy plus
42. Sher DJ, Fidler MJ, Seder CW, et al. Relationship between radiation therapy
chemotherapy with or without surgical resection for stage III non-small- dose and outcome in patients treated with neoadjuvant chemoradiation
therapy and surgery for stage IIIA non-small cell lung cancer: a population-
based, comparative effectiveness analysis. in J Radiat Oncol Biol Phys
cell lung cancer: a phase III randomised controlled trial. Lancet 2009;374:379-386.
2015;92:307-316.
34. Kunitoh H, Kato H, Tsuboi M, et al. Phase II trial of preoperative 43. Xiao Y, Papiez L, Paulus R, et al. Dosimetric evaluation of heterogeneity
chemoradiotherapy followed by surgical resection in patients with superior corrections for RTOG 0236: stereotactic body radiotherapy of inoperable stage
sulcus non-small-cell lung cancers: report of Japan Clinical Oncology Group I-II non-small-cell lung cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2009;73:1235-1242.
trial 9806. J Clin Oncol 2008;26:644-649. 44. Cerfolio RJ, Bryant AS, Jones VL, Cerfolio RM. Pulmonary resection after
concurrent chemotherapy and high dose (60Gy) radiation for nonsmall cell lung
cancer is safe and may provide increased survival. Eur J Cardiothorac Surg 54. Yuan S, Sun X, Li M, et al. A randomized study of involved-field irradiation
2009; 35:718-723; discussion 723. versus elective nodal irradiation in combination with concurrent chemotherapy
45. Liu MB, Eclov NC, Trakul N, et al. Clinical impact of dose overestimation by for inoperable stage III nonsmall cell lung
effective path length calculation in stereotactic ablative radiation cancer. Am J Clin Oncol 2007;30:239-244.
therapy of lung tumors. Practical Radiation Oncology 2012 In press.
55. Spoelstra FOB, Senan S, Le Péchoux C, et al. Variations in target volume
46. Kwong KF, Edelman MJ, Suntharalingam M, et al. High-dose radiotherapy in definition for postoperative radiotherapy in stage III non-smallcell lung cancer:
trimodality treatment of Pancoast tumors results in high pathologic complete analysis of an international contouring study. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2010;
response rates and excellent long-term survival. J Thorac Cardiovasc Surg 76:1106-1113.
2005;129:1250-1257. 56. Gomez DR, Liao Z. Chapter 12: Non Small Cell Lung Cancer and Small
47. Belderbos JS, Kepka L, Kong FM, et al. Report from the International Atomic Cell Lung Cancer. In : Target Volume Delineation and Field Setup. Lee N, Lu JJ
Energy Agency (IAEA) consultants’ meeting on elective nodal irradiation in lung (ed).2013; New York: Springer.p 87-103
cancer: non-small cell lung cancer (NSCLC). Int J Radiat Oncol Biol Phys
57. Chen M, Bao Y, Ma HL, et al. Involved-field radiotherapy versus elective nodal
2008;72:335-342.
irradiation in combination with concurrent chemotherapy for locally advanced
48. Sonett JR, Suntharalingam M, Edelman MJ, et al. Pulmonary resection after
non-small cell lung cancer: a propective randomized study. Biomed Res Int
curative intent radiotherapy (>59 Gy) and concurrent chemotherapy
2013;3711819.
25 58. Pilkington G, Boland A, Brown T, et al. A systematic review of the clinical
in non-small-cell lung cancer. Ann Thorac Surg 2004;78:1200-1205. effectiveness of first-line chemotherapy for adult patients with locally
advanced or metastatic non-small cell lung cancer. Thorax
49. Bradley J, Bae K, Choi N, et al. A phase II comparative study of gross tumor
2015;70:359-367.
volume definition with or without PET/CT fusion in dosimetric planning for
non-small-cell lung cancer (NSCLC): primary analysis of radiation therapy 59. Santos FN, de Castria TB, Cruz MR, Riera R. Chemotherapy for advanced non-
oncology group (RTOG) 0515. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2012;82:435-441. small cell lung cancer in the elderly population. Cochrane Database Syst Rev
50. Suntharalingam M, Paulus R, Edelman MJ, et al. Radiation therapy oncology 2015
group protocol 02-29: a phase II trial of neoadjuvant therapy with concurrent 60. Soon YY, Stockler MR, Askie LM, Boyer MJ. Duration of chemotherapy for
chemotherapy and full-dose radiation therapy followed by surgical resection advanced non-small-cell lung cancer: a systematic review and meta-
and consolidative therapy for locally advanced non-small cell carcinoma of the analysis of randomized trials. J Clin Oncol 2009;27:3277-3283.
lung. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2012;84:456-463.
51. Sanuki-Fujimoto N, Sumi M, Ito Y, et al. Relation between elective nodal failure 61. Coate LE, Shepherd FA. Maintenance therapy in advanced non- small cell lung
and irradiated volume in non-small- cell lung cancer (NSCLC) treated with cancer: evolution, tolerability and outcomes. Ther Adv Med Oncol 2011;3:139-
radiotherapy using conventional fields and doses. Radiother Oncol 2009; 157.
91:433-437. 62. Paez JG, Janne PA, Lee JC, et al. EGFR mutations in lung cancer:
52. Corso CD, Rutter CE, Wilson LD, et al. Re-evaluation of the role of postoperative correlation with clinical response to gefitinib therapy. Science 2004;304:1497-
radiotherapy and the impact of radiation dose for nonsmall-cell lung cancer 1500.
using the National Cancer Database. J Thorac Oncol 2015;10:148- 155. 63. Becker K, Xu Y. Management of tyrosine kinase inhibitor resistance in lung
53. Rosenzweig KE, Sura S, Jackson A, Yorke E. Involved-field radiation therapy for cancer with EGFR mutation. World J Clin Oncol 2014;5:560-567
inoperable non small-cell lung cancer. J Clin Oncol 2007;25:5557-5561.

44
64. Amarasena IU, Chatterjee S, Wakters JA, et al. Platinum versus nonplatinum 77. August DA, Huhmann MB, American Society of Parenteral and Enteral Nutrition
chemotherapy regimens for small cell lung cancer. Cohrane Database Syst Rev (ASPEN) Board of Directors. ASPEN clinical guidelines: Nutrition support
2015 Aug 2;8:CD006849 therapy during adult anticancer treatment and in
65. Pelayo Alvarez M, Westeel V, Cortes-Jofre M. Chemotherapy versus best hematopoietic cell transplantation. J Parent Ent Nutr 2009; 33(5): 472-
supportive care for extensive small cell lung cancer. Cochrane Database Syst
Rev 2013 Nov 27;11:CD001990 500.
66. Kong FM, Lally BE, Chang JY, et al. ACR Appropriateness Criteria th
78. Arends J. ESPEN Guidelines: nutrition support in Cancer. 36 ESPEN Congress
Radiation Therapy for Small-Cell Lung Cancer. Am J Clin Oncol 2013;36(2):206- 2014
13 79. Caderholm T, Bosaeus I, Barrazoni R, Bauer J, Van Gossum A, Slek S, et al.
67. Yee D, Butts C, Reiman A, et al. Clinical trial of post-chemotherapy Diagnostic criteria for malnutrition-An ESPEN consensus
consolidation thoracic radiotherapy for extensive-stage small cell lung statement. Clin Nutr 2015;34:335-40
cancer. Radiother Oncol 2012;102:234-238
68. Slotman BJ, van Tintreren H, Praag JO, et al. Use of thoracic radiotherapy for 80. Evan WJ, Morley JE, Argiles J, Bales C, Baracos V, et al. Cachexia: A new
extensive stage small-cell lung cancer: a phase 3 definition. Clin Nutr 2008;27:793-799.
randomised controlled trial. Lancet 2015 Jan 3;385(9962):36-42 81. Laviano A, Meguid MM, Inui A, Muscaritoli M, Rossi-Fanelli F. Therapy
69. Le Péchoux C, Dunant A, Senan S, et al. Standard-dose versus higherdose Insight: cancer anorexia-cachexia syndrome. When all you can eat is yourself.
prophylactic cranial irradiation (PCI) in patients with limited-stage small-cell Nature Clinical Practice Oncology 2005;2: 158–65 82. National Comprehensive
lung cancer in complete remission after chemotherapy and thoracic Cancer Network Guidelines. Version 1.2016. Palliative Care. 2015.
radiotherapy (PCI 99-01, EORTC 22003-08004, RTOG 0212, and IFCT 99-01): a 83. Fearon K, Strasser F, Anker S, et al. Definition and classification of cancer
randomised clinical trial. The Lancet Oncology 2009;10:467-474 cachexia: an international consensus. Lancet Oncol 2011;12:489-95
70. Slotman B, Faivre-Finn C, Kramer G, et al. Prophylactic cranial irradiation in 84. Arends J, Bodoky G, Bozzetti F, Fearon K, Muscaritoli M, Selga G, et al.
extensive small-cell lung cancer. N Engl J Med 2007;357:664-672 ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition : Non Surgical Oncology.Clin Nutr
71. Chow E, Harris K, Fan G, et al. Palliative radiotherapy trials for bone 2006;25:245–59.
metastases: a systematic review. J Clin Oncol 2007;25:1423-1436.
72. Lutz S, Berk L, Chang E, et al. Palliative radiotherapy for bone metastases: an 85. Cohen DA, Sucher KP. Neoplastic disease. In: Nelms M, Sucher KP, Lacey K,
ASTRO evidence-based guideline. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2011;79:965- Roth SL, eds. Nutrition therapy and patophysiology. 12 ed.
976. Belmont: Wadsworth; 2011:702-74.
73. Son CH, Jimenez R, Niemierko A, et al. Outcomes after whole brain 86. Grant BL, Hamilton KK. Medical nutrition therapy for cancer prevention,
reirradiation in patients with brain metastases. Int J Radiat Oncol Biol Phys treatment, and recovery. In: Mahan LK, Escott-Stump S, Raymond JL,
2012;82:e167-172 eds. Krause’s food & nutrition therapy. 13 ed. Missouri: Saunders
74. ESMO Guidelines Working Group. Clinical practice guidelines, Elsevier; 2013:832-56
Management of cancer pain: ESMO clinical practice guidelines. Annals of
87. Cangiano C, Laviano A, Meguid MM, Mulieri M, Conversano L, Preziosa I, et al.
Oncology 23 (supplement 7): vii139-vii154, 2012.
Effects of administration of oral branched-chain amino acids on anorexia and
75. Bozzetti F. Nutritional support of the oncology patient. caloric intake in cancer patients. J Natl Cancer Inst.1996;88:550-2.
Critical Reviews in Oncology 2013;87:172–200. 88. T. Le Bricon. Effects of administration of oral branched-chain amino acids on
76. Ashby C, Baldock E, Donald M, Richardson R, Simmons F, Thomson M. A anorexia and caloric intake in cancer patients. Clin Nutr Edinb Scotl
Practical Guide for Lung Cancer Nutritional Care. 2014 1996;15:337.
45
89. Ravasco P, Monteiro-Grillo I, Camilo M. Individualized nutrition intervention is 2015.
of major benefit of colorectal cancer patients: long-term follow-up of 99. Wahyuni LK, Tulaar ABM. Pedoman Standar Pengelolaan Disabilitas
randomized controlled trial of nutritional therapy. Am J Clin Nutr 2012;96: Berdasarkan Kewenangan Pemberi Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Perdosri;
1346–53. 2014. p. 5-54, 118-143, 148-150
90. Ashby C, Baldock E, Donald M, Richardson R, Simmons F, Thomson M. A 100. Nuhonni, S.A, Indriani, et.al. Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Practical Guide for Lung Cancer Nutritional Care. 2014 Rehabilitasi: Disabilitas Pada Kanker. Jakarta: Perdosri; 2014.
91. Ruiz GV, Lopez-Briz E, Corbonell Sanchis R, Gonzavez Parales JL, p. 9-17, 35-46
Bort-Marti S. Megesterol acetate for treatment of cancer-cachexia syndrome
(review). The Cochrane Library 2013, issue 3 101. Vargo MM, Riuta JC, Franklin DJ. Rehabilitation for patients with cancer
diagnosis. In : Frontera W, DeLisa JA, Gans BM, Walsh NE, Robinson
92. Arends J. Nutritional Support in Cancer: Pharmacologic Therapy. ESPEN Long
LR, et al, editors. Delisa’s Physical Medicine and Rehabilitation,
Life Learning Programme. Available from:
lllnutrition.com/mod_lll/TOPIC26/m 264.pdf Principal & Practice. 5th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2010. p. 1171.
93. Satia JA, Littman A, Slatore CG, Galanko JA, White A. Long-term use of beta-
carotene, retinol, lycopene, and luteins supplements and lung cancer risk: 102. Bartels MN, Kim H. Whiteson JH, Alba AS. Pulmonary rehabilitation for patients
results from the VITamins And Lifestyle (VITAL) Study. Am J Epidemiol 2009 undergoing lung volume reduction surgery. Arch Phys Med Rehabil.
Apr 1;169(7):815–28. 2006;87(3Suppl1):84-8.
94. Cortes-Jofre M, Rueda JR, Corsini-Munoz G, Fonseca-Cortes C, 103. Larson DA, Rubenstein JL, Mc.Dermott MW, Barani I. Metastatic cancer to the
Caraballoso M, Bonfill C. Drugs for preventing lung cancer in healthy people. brain. In: DeVita, Hellman, and Rosenberg’s Cancer : principles & practice of
Cochrane Database Syst Rev 2012 Oct 17;(10):CD002141 oncology. 9th Ed.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p.2153-
2164.
95. Kavanough CJ, Trumbo PR, Ellwood KC. The U.S Food and Drug 104. Granger CL, McDonald CF, Berney S, Chao C, Denehy L. Exercise intervention to
Administration’s Evidence-Based Review for qualified health claims: improve exercise capacity and health related quality of life for patients with
tomatoes, lycopene and cancer. J Natl Cancer Inst 2007 Jul non-small cell lung cancer: A systematic review.
Lung Cancer. 2011;72:139–153.
18;99(14):1074–85
105. Scottish Intercollegiate Guideline Network. Management of lung cancer.
96. Yang G, Shou XO, Chow W, Zhang S, Li H, Ji B, et al. Soy food intake and risk of
A National Clinical Guideline. Edinburgh: Scottish Intercollegiate
lung cancer: evidence from the Shanghai Women’s Health
Study and a Meta-analysis. Systematic reviews and meta- and pooled analysis. Guideline Network; 2014. p. 33-35
Am J Epidemiol 2012;176 (10): 846–55.
106. Charloux A. Fitness for radical treatment of lung cancer patients. Breathe.
97. Schabath MB, Hernandez SM, Wu X, Pillow PC, Spitz MR. Dietary
2011;7(3):221-8.
phytoestrogens and lung cancer.JAMA 2005 Sep 28;294(12):1493–
1504 107. Morano MT, Araujo AS, Nascimento FB, da Silva GF, Mesquita R, Pinto JS, et al.
Preoperative pulmonary rehabilitation versus chest physical therapy in patients
undergoing lung cancer resection: A pilot randomized controlled trial. Archives
of Physical Medicine and Rehabilitation. 2013;94:53-8 Tanaka k, Tatsuo A,
98. Tulaar ABM, Wahyuni L.K, Nuhonni S.A., et al. Pedoman Pelayanan Okuyama T, et al. Impact of dyspnea, pain, fatigue on daily life activities in
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi pada Disabilitas. Jakarta: Perdosri; ambulatory patients with advanced

46
lung cancer. J Pain Symptom Manage 2002;23(5):417. 120. Li XH, Zhu JL, Hong C, Zeng L, Deng LM, Jin LY. Effects of systematic
rehabilitation programs on quality of life in patients undergoing lung
108. Simoff MJ, Lally B, Slase MG, Goldberg WG, Lee P, Michaud GC, et al. Symptom resection. Molecular and Clinical Oncology. 2013;1:200-208.
management in patients with lung cancer. Diagnosis and management of lung 121. Cesario A, Ferri L, Galetta D, Pasqua F, Bonassi S, Clini E, et al. Postoperative
cancer, 3rd ed: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical respiratory rehabilitation after lung resection for non-small cell
Practice Guidelines. Chest. 2013;143(5):455-97. lung cancer. Lung Cancer. 2007;57:175-180.
109. The British Pain Society. Cancer pain management. London: The British Pain
Society; 2010. p. 7-8. 122. Jones LW, Eves ND, Kraus WE, Potti A, Crawford J, Blumenthal JA, et al.
110. Scottish Intercollegiate Guideline Network. Control of pain in adult with cancer. Therlung cancer exercise training study: a randomized trial of aerobic
A National Clinical Guideline. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guideline training, resistance training, or both in postsurgical lung cancer patients:
Network; 2008. p. 14.
rationale and design. BMC Cancer. 2010;10:155.
111. Silver JK. Nonpharmacologic pain management in the patient with cancer. In:
Stubblefield DM, O’dell MW. Cancer Rehabilitation, Principles and Practice. 123. Sterzi S, Cesario A, Cusumano G, Dall’Armi V, Lapenna LM, Cardaci V, et al.
New York: Demos Medical Publishing; 2009. p. Post- operative rehabilitation for surgically resected non-small cell lung cancer
479-83. patients: Serial pulmonary functional analysis. J Rehabil Med. 2013;45:911–5.
112. Hately J, Laurence V, Scott A, et al.Breathlessness clinics within specialist 124. National Health Service. Chronic fatigue syndrome. 2013.
paliative care setting can improves the quality of life and
functional capacity of patients with lung cancer. Palliat Med 2003;17:410. 113.
Cameron RB. Malignancies of the lung. In: a Lange Clinical Manual Practical
Lampiran 1.
Oncology. Connecticut: Appleton&Lange; 1994. p. 189-203.
Prinsip Radioterapi pada KPBKSK
114. National Cancer Institute. SEER stat fact sheets: Lung and bronchus cancer.
2014. [cited 2014 October 15]. Available from:
http://seer.cancer.gov/statfacts/html/lungb.html. Prinsip umum
115. American Cancer Society. Lung cancer (Non-Small Cell). Atlanta, Ga:
• Radioterapi memiliki peran dalam tatalaksana KPBKSK dalam
American Cancer Society; 2013.
116. Lipton A. Pathophysiology of Bone metastases: how this knowledge may berbagai stadium, baik sebagai terapi definitif, ajuvan, maupun
lead to therapeutic intervention. J Support Oncol. 2004;2:205–220. 117. National paliatif.
Health Service. Physiotherapy for Thoracotomy Patients. Royal Devon and Exeter
NHS Foundation Trust; 2011 
118. Vargo MM, Smith RG, Stubblefield MD. Rehabilitation of the cancer patient. In: • Teknik radioterapi modern diharapkan dapat memaksimalkan
DeVita, Hellman, and Rosenberg’s Cancer : principles & practice of oncology. control tumor dan meminimalisir toksisitas terapi. Teknik
8th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p. 2878-9.
119. Liu W, Pan YL, Gao CX, Shang Z, Ning LJ, Liu X. Breathing exercises improve minimal yang digunakan adalah 3DCRT
postoperative pulmonaryfunction and quality of life in patients with lung
cancer: A metaanalysis. Experimental and Therapeutic Medicine. 2013;5:1194-
Radioterapi pada KPBKSK stadium dini (stadium I, IIA KGB positif)
200.

47
• SBRT direkomendasikan untuk pasien yang secara medis tidak • Kemoradiasi merupakan salah satu pilihan terapi KPBKSK
dapat dioperasi atau menolak operasi. SBRT memberikan hasil stadium II (KGB positif) dan stadium III
yang • Kemoterapi sekuensial atau radiasi saja dapat dilakukan untu
sebanding dengan lobektomi dalam hal kontrol tumor dan pasien yang tidak dapat mentoleransi kemoterapi konkuren.
kesintasan, dan lebih baik dibandingkan 3DCRT Regimen Accelerated RT dapat dipertimbangkan
 pada kasus tersebut
• SBRT juga merupakan pilihan terapi untuk pasien kandidat • Radioterapi juga memiliki peranan sebelum maupun sesudah
operasi dengan risiko tinggi (dapat mentoleransi reseksi operasi o Kemoradiasi pre-operasi merupakan salah
sublobar, namun tidak  untuk lobektomi karena alasan usia
satu pilihan terapi untuk pasien resectable IIIA (minimal N2,
tua atau fungsi paru buruk). SBRT dan reseksi sublobar
memberikan keluaran yang sebanding. dapat dilakukan lobektomi),

• Analisis dari dua studi terandomisasi perbandingan SBRT vs dan direkomendasikan untuk tumor sulcus superior yang d
lobektomi pada pasien yang dapat dioperasi, didapatkan direseksi.
keluaran, profil toksisitas, dan kesintasan yang sebanding. o Kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi
Meskipun analisis ini tidak memberikan data yang cukup untuk
merupakan terapi alternative untuk stadium IIIA
mengubah standar pelayanan untuk pasien stadium dini
kandidat operasi, hal ini memperkuat indikasi SBRT pada pasien resectable. o Penetapan resektabilitas harus dilakukan
yang memiliki kontraindikasi relatif terhadap sebelum memulai terapi. Keputusan untuk
 operasi. pembedahan pada stadium III sebaiknya dibicarakan
• Pada insitusi yang tidak dapat melakukan SBRT, maka 3DCRT dalam tim multidisiplin
dengan intensifikasi dosis dapat dipertimbangkan oPada stadium I/II pasca operasi yang mengalami
• Radiasi pasca operasi tidak direkomendasikan, kecuali pada upstaging menjadi N2+, maka kemoterapi dan radiasi
kasus dengan batas sayatan tidak bebas tumor atau upstaging pasca operasi dapat
menjadi N2 memperbaiki kesintasan. Meskipun
(stadium lokal lanjut) optimal, biasanya radiasi diberikan setelah kemoterapi.
Kemoradiasi
Radioterapi pada KPBKSK lokal lanjut (stadium II -III) direk
48
omen • Radioterapi sebagai terapi paliatif untuk mengurangi gejala
dasik nyeri, perdarahan, obstruksi  Radioterapi pada metastasis
an otak, tulang
pada

kasus
• Terapi lokal definitif lesi metasasis terbatas (oligometastasis)
deng tampaknya dapat memperpanjang median kesintasan pada
an subset pasien tertentu, dengan status performans yang baik
batas dan_mendapatkan terapi radikal pada lesi intrathoraks. Teknik
sayat yang digunakan adalah SBRT
an
positi Teknik SBRT pada stadium dini, KGB negatif
f. o
• SBRT dengan BED lebih dari 100 Gy dikaitkan dengan kontrol
Radias
i
lokal dan kesintasan yang lebih baik. Untuk tumor lokasi
pasca sentral, 4-10 fraksi
opera  tampaknya masih aman diberikan, sementara p
si hingga 54-60 Gy (3 fraksi) sebaiknya dihindari.
tidak
direko • SBRT umumnya digunakan untuk tumor sampai dengan 5 cm,
mend namun ukuran tumor ;ebih besar dari 5 dan terlokalisir, SBRT
asikan tetap dapat dipertimbangkan selama masih dalam
pada
batasntoleransi jaringan sehat
pasien
denga
n Radioterapi fraksinasi konvensional
stadiu
• Dosis yang diberikan untuk radioterapi definitif adalah 60-70 Gy
m
pN0- dalam 1,8-2 Gy. Eskalasi dosis sampai 74 Gy dapat diberikan
1. selama
 masih tidak melewati batas toleransi jaringan sehat
Radioterapi pada stadium lanjut/metatstatik (stadium IV) • Dosis umum diberikan untuk radioterapi pre operasi adalah 45-
54 Gy dalam 1,8-2 Gy
49
• Dosis umum diberikan untuk radioterapi pasca operasi adalah
50-54 Gy dalam 1,8-2 Gy. Booster dapat diberikan pada daerah
risiko tinggi, termasuk ekstensi ekstrakapsular atau batas
sayatan positif. Limitasi dosis paru sebaiknya ebih konservatif
mengingat berkurangnya toleransi paru setelah operasi.

Radioterapi paliatif
• Dosis dan fraksinasi radioterapi paliatif bersifat individual,
bergantung pada tujuan terapi, gejala, status performans
pasien, dan pertimbangan logistik

50
Lampiran 2
Prinsip Radioterapi pada KPKSK

Prinsip umum

• Radioterapi sebagai bagian dari terapi definitif maupun paliatif pada KPKSK

Radioterapi pada stadium terbatas (limited stage)


• Radioterapi + kemoterapi konkuren lebih disukai dibandingkan kemoterapi/radioterapi sekuensial.
• Target radiasi: volum target berdasarkan pencitraan PET scan sebelum terapi dan CT scan saat CT planning.
• Dosis paling optimal masih belum ditentukan. Dari penelitian yang ada, dosis hiperfraksinasi 45 Gy (1,5 Gy diberikan 2 kali perhari/BID)

 lebih superior dibandingkan 45 Gy dengan fraksinasi konvensional (1,8 Gy)

• Jika diberikan fraksinasi BID, maka interval antar fraksi adalah 6 jam, untuk memberikan kesempatan perbaikan jaringan sehat.
• Jika diberikan dengan fraksinasi konvensional, maka diberikan dosis yang lebih tinggi (60-70 Gy). Saat ini masih berlangsung studi RTOG
0538 yang membandingkan 45 Gy BID dengan 70 Gy dalam 7 minggu.

Radioterapi pada stadium ekstensif ( extensive stage)


• Radioterapi konsolidasi dapat dipertimbangkan pada pasien stadium ekstensif yang respon terhadap kemoterapi. Studi randomisasi

Dutch CREST tentang radioterapi konsolidasi pada pasien stadium ekstensif yang respon kemoterapi, didapatkan perbaikan kesintasan 2 tahun. 
 Radioterapi juga dapat diberikan sebagai terapi paliatif pada lesi primer atau lesi metastasis

Radiasi kranial profilaksis/ Prophylactic Cranial Irradiation (PCI)

51
• Pada stadium terbatas yang respon terhadap terapi, PCI dapat menurunkan kejadian metastasis otak dan meningkatkan kesintasan.

• Studi EORTC menunjukkan perbaikan kesintasan pada pasien stadium terbatas kemoresponsif yang kemudian diberikan PCI. Namun studi
 randomisasi lain di Jepang, tidak didapatkan perbaikan angka kesintasan.
• Pada pasien yang tidak diberikan PCI, maka direkomendasikan pemantauan metastasis dengan pencitraan otak
• Dosis yang direkomendasikan untuk PCI adalah 25 Gy dalam 10 fraksi.
• PCI tidak direkomendasikan untuk pasien dengan status performan buruk atau dengan gangguan neurokognitif

52
Lampiran 3. Bagan pemilihan jalur nutrisi

53

Anda mungkin juga menyukai